• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. METODE PENELITIAN. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini lokasi yang dipilih adalah Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi pertanian sekaligus daerah industri yang tumbuh pesat sehingga diharapkan memiliki data yang relatif lengkap untuk keperluan penelitian ini. Penelitian dilakukan pada tahun 2006 sampai 2008.

5.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah pool data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari beberapa instansi terkait antara lain: Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), dan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat. Data yang digunakan untuk analisis perubahan struktur output dan tenaga kerja adalah data dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2007. Data yang digunakan untuk analisis keragaan perekonomian Provinsi Jawa Barat adalah data dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 dengan tahun dasar 2000. Karena keterbatasan data pengeluaran pembangunan sektoral, maka data yang digunakan untuk analisis persamaan struktural dan simulasi kebijakan adalah data dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Perubahan struktur pada model analisis diukur dari rasio output dan rasio tenaga kerja. Perubahan rasio output dan rasio tenaga kerja antara sektor pertanian dan non pertanian merupakan pendekatan dari perubahan struktur output dan tenaga kerja.

(2)

5.3. Spesifikasi Model

Model kebijakan fiskal, perubahan struktur output dan tenaga kerja disusun dalam sistem persamaan simultan. Tahapan membangun model diilustrasikan pada Lampiran 1. Pada model kebijakan fiskal, perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat disusun beberapa blok, yakni: (1) blok fiskal, (2) blok produk domestik regional bruto, (3) blok penyerapan tenaga kerja, dan (4) blok rasio. Sementara, prosedur pembuatan model diilustrasikan pada Lampiran 2. Hubungan antar variabel edogenus dalam model penelitian ditunjukkan pada Gambar 11.

A. Blok Fiskal

A.1. Sub Blok Penerimaan Daerah

Sub blok penerimaan daerah ini terdiri dari: (1) penerimaan pajak daerah, (2) penerimaan retribusi daerah, (3) pendapatan asli daerah, (4) penerimaan bagi hasil sumberdaya daerah, (5) penerimaan dana alokasi umum, dan (6) total penerimaan daerah.

A.1.1. Penerimaan Pajak Daerah

Penerimaan pajak daerah diduga dipengaruhi oleh PDRB, penerimaan pajak daerah tahun lalu, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Hasil penerimaan pajak ini akan digunakan untuk mencukupi pengeluaran daerah. Pajak dapat dikenakan pada barang-barang konsumsi (Myles, 1995). Pada penelitian ini kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa diproksi dengan PDRB. Oleh karena itu, penerimaan pajak daerah diduga dipengaruhi oleh PDRB.

(3)

PDRB TNK TRD PAD PAJD RET PBH PRNTD PEMDI INFRAS PDRB DAU PDRBI PDRBJS PTD PDRBKP PDRB PGN DEFFIS PDRB BUN PDRB TNK LTAN LI PDRB IKAN PDRB HTAN LNTAN LJS RTK KAPFIS PELYUM PEMDPI PPEMD PDRBTAN

Gambar 11. Model Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja

PDRBNTAN

KERJ

LGA LTAM LBGN LANK LDAG LKEU

PDRB LGA PDRB TAM PDRB BGN PDRB ANK PDRB DAG PDRB KEU RE SSDM KESRA

(4)

Gambar 12. Perubahan Kontribusi Output pada Perekonomian di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 0 10 20 30 40 50 60 70 80 % Tahun

(5)

Gambar 13. Perubahan Kontribusi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 0 10 20 30 40 50 60 70 % Tahun

(6)

Gambar 14. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 0 10 20 30 40 50 60 70 % Tahun

(7)

Gambar 15. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Tahun 1973-2007 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 % Tahun

(8)

Gambar 16. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Lainnya Tahun 1973-2007 0 10 20 30 40 50 60 70 80 % Tahun

(9)

Sementara untuk melihat perkembangan penerimaan pajak daerah dapat dilihat dari penerimaan pajak daerah tahun lalu. Trend tahun pertama, kedua, ketiga, dan keempat digunakan untuk menggambarkan perkembangan kemampuan kinerja daerah dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penerimaan pajak antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penerimaan pajak antara wilayah di bagian selatan dan utara.

Semakin besar PDRB maka diharapkan kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi barang dan jasa akan meningkat, sehingga penerimaan pajak daerah akan meningkat.

PAJDit = α0 + α1 PDRBit + α2 TRENDit + α3 DKKit + α4 DNSit +

α5 LPAJDit + u1 ... (1)

Parameter dugaan: α1, α2 >0; 0 < α5 < 1

dimana:

PAJDit = Penerimaan Pajak Daerah (juta Rp)

PDRBit = Produk Domestik Regional Bruto (juta Rp)

LPAJDit = Penerimaan Pajak Daerah Tahun Sebelumnya (juta Rp)

TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(10)

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan perorangan atau badan. Retribusi daerah terdiri dari pelayanan kesehatan, pengujian kendaraan bermotor, penggantian biaya cetak peta, pengujian kapal perikanan, pemakaian kekayaan daerah, pasar grosir dan atau pertokoan, penjualan produksi daerah, ijin peruntukan penggunaan tanah, ijin trayek, dan lain-lain (BPS, 2008). Oleh karena itu pada penelitian ini penerimaan retribusi daerah diduga dipengaruhi oleh PDRB, jumlah penduduk, penerimaan retribusi daerah tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Dengan meningkatnya PDRB maka diharapkan aktivitas masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan atau permohonan izin yang disediakan oleh Pemerintah Daerah akan meningkat, dan selanjutnya akan meningkatkan penerimaan retribusi daerah. Dengan semakin banyak penduduk maka diharapkan akan semakin banyak penduduk yang menggunakan jasa pelayanan dan atau mengajukan permohonan izin tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah, sehingga penerimaan retribusi daerah meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan kinerja daerah untuk meningkatkan penerimaan retribusi daerah dapat dilihat dari penerimaan retribusi daerah tahun lalu. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penerimaan retribusi daerah antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penerimaan retribusi daerah antara wilayah di bagian selatan dan utara.

RETit = β0 + β1 PDRBit + β2 PNDKit + β3 DKKit + β4 DNSit +

β5 LRETit + u2 …….…...

(2)

(11)

dimana:

RETit = Penerimaan Retribusi Daerah (juta Rp)

PDRBit = Produk Domestik Regional Bruto (juta Rp)

PNDKit = Jumlah Penduduk (orang)

LRETit = Penerimaan Retribusi Daerah Tahun Sebelumnya

(juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

A.1.3. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: penerimaan pajak daerah (PAJD), penerimaan retribusi daerah (RET), penerimaan daerah dari BUMD, pendapatan dinas (PENDNS), dan penerimaan asli daerah lainnya yang sah (PADL).

PADit = PAJDit + RETit + BUMDit + PENDNSit + PADLit ...

(3) dimana:

PADit = Penerimaan Asli Daerah (juta Rp)

PAJDit = Penerimaan Pajak Daerah (juta Rp)

RETit = Penerimaan Retribusi Daerah (juta Rp)

BUMDit = Penerimaan Daerah dari BUMD (juta Rp)

PENDNSit = Pendapatan Dinas (juta Rp)

PADLit

Penerimaan dan bagi hasil sumberdaya dan pajak pada penelitian ini adalah gabungan dari bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak. Bagi hasil

= Penerimaan Asli Daerah Lainnya yang Sah (juta (Rp)

(12)

pajak berasal dari pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan pajak penghasilan. Sementara, bagi hasil bukan pajak/sumberdaya alam berasal dari pendapatan sumberdaya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi (BPS, 2008). Pada penelitian ini unsur-unsur dari sumber penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak diduga dipengaruhi oleh PDRB, penerimaan dan bagi hasil sumberdaya dan pajak tahun lalu, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Oleh karena itu penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak daerah dipengaruhi oleh PDRB, penerimaan bagi hasil sumberdaya daerah tahun sebelumnya, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Jika PDRB meningkat maka diharapkan dana bagi hasil pajak dan atau bukan pajak akan meningkat, sehingga penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak dapat dilihat dari penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak tahun lalu. Trend digunakan untuk menggambarkan perkembangan kemampuan kinerja daerah dalam meningkatkan penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PBHit = γ0 + γ1 PDRBit + γ2 TRENDit + γ3 DKKit + γ4 DNSit +

γ5 LPBHit + u3 ...

(13)

Parameter dugaan: γ1, γ2 >0; 0 < γ5 < 1

dimana:

PBHit = Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumberdaya dan Pajak

(juta Rp)

PDRBit = Produk Domestik Regional Bruto (juta Rp)

LPBHit = Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumberdaya dan Pajak

Tahun Sebelumnya (juta Rp) TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Dana alokasi umum (DAU) adalah transfer dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang dimaksud untuk menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dalam rangka membantu kemandirian Pemerintah Daerah menjalankan fungsi dan tugasnya melayani masyarakat (BPS, 2008). Oleh karena itu pada penelitian ini penerimaan dana alokasi umum diduga dipengaruhi oleh defisit fiskal, jumlah penduduk, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Semakin besar defisit fiskal suatu daerah maka daerah tersebut dianggap kurang mampu untuk membiayai pengeluaran daerah, sehingga perlu meningkatkan dana alokasi umum. Demikian juga dengan jumlah penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk maka tugas untuk melayani masyarakat akan semakin meningkat, sehingga penerimaan dana alokasi umum akan semakin meningkat. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan dana alokasi umum antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(14)

selatan/utara untuk melihat perbedaan dana alokasi umum antara wilayah di bagian selatan dan utara.

DAUit = δ0 + δ1 DEFISit + δ2 PNDKit + δ3 DKKit + δ4 DNSit +

u4 ... (5)

Parameter dugaan: δ1, δ2 >0;

dimana:

DAUit = Penerimaan Dana Alokasi Umum (juta Rp)

DEFISit = Defisit Fiskal (juta Rp)

PNDKit = Jumlah Penduduk (orang)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

A.1.6. Total Penerimaan Daerah

Total penerimaan daerah merupakan penjumlahan dari: (1) pendapatan asli daerah, (2) penerimaan dana bagi hasil sumbardaya dan pajak, (3) dana alokasi umum, (4) dana alokasi khusus, (5) penerimaan lain, (6) pinjaman daerah, dan (7) sisa anggaran tahun lalu.

TRDit = PADit + PBHit + DAUit + DAKit + PENRLit + PINJDit + SISAit

……… (6)

dimana:

TRDit = Total Penerimaan Daerah (juta Rp)

PADit = Penerimaan Asli Daerah (juta Rp)

PBHit = Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumberdaya Sumberdaya

dan Pajak (juta Rp)

DAUit = Penerimaan Dana Alokasi Umum (juta Rp)

DAKit

PENRL

= Penerimaan Dana Alokasi Khusus (juta Rp)

(15)

PINJDit = Pinjaman Daerah (juta Rp)

SISAit = Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (juta Rp)

A.2. Sub Blok Pengeluaran Daerah

Sub blok pengeluaran daerah terdiri dari: (1) pengeluaran rutin daerah, (2) pengeluaran pembangunan sektor industri, (3) pengeluaran pembangunan sektor infrastruktur, (4) pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum, (5) pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi, (6) pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia, (7) pengeluaran pembangunan sektor kesejahteraan rakyat, (8) pengeluaran pembangunan, dan (9) total pengeluaran daerah.

A.2.1. Pengeluaran Rutin Daerah

Pengeluaran rutin daerah merupakan penjumlahan dari: (1) belanja pegawai, (2) belanja barang, (3) biaya pemeliharaan, (4) biaya perjalanan dinas, (5) angsuran pinjaman dan bunga, (6) subsidi daerah bawahan, dan (7) pengeluaran rutin lain.

PRTNDit = BELPEGit + BELBRGit + BPEMELit + BJADINit +

ANGSRit

+ SDBWHit + PENGLit ………...

(7) dimana:

PRTNDit = Pengeluaran Rutin Daerah (juta Rp)

BELPEGit = Belanja Pegawai (juta Rp)

BELBRGit = Belanja Barang (juta Rp)

BPEMELit

BJADIN

= Biaya Pemeliharaan (juta Rp)

(16)

ANGSRit = Angsuran Pinjaman dan Bunga (juta Rp)

SDBWHit = Subsidi Daerah Bawahan (juta Rp)

PENGLit = Pengeluaran rutin lain (juta Rp)

A.2.2. Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri

Pengeluaran pembangunan sektor industri dipengaruhi oleh total penerimaan daerah, pengeluaran pembangunan sektor industri tahun sebelumnya, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan total penerimaan daerah menjadikan Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengeluaran pembangunan sektor industri. Sementara untuk melihat perkembangan pengeluaran pembangunan sektor industri dapat dilihat dari pengeluaran pembangunan sektor industri tahun lalu. Trend digunakan untuk menggambarkan perkembangan kinerja daerah dalam meningkatkan sektor industri daerah. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor industri antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor industri antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PEMDIit = ζ0 + ζ1 TRDit + ζ2 TRENDit + ζ3 DKKit + ζ4 DNSit +

ζ5 LPEMDIit + u6 ...

(8)

Parameter dugaan: ζ 1, ζ2 >0; 0 < ζ5 < 1

dimana:

PEMDIit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri (juta Rp)

TRDit = Total Penerimaan Daerah (juta Rp)

LPEMDIit

TREND

= Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri Tahun Sebelumnya (juta Rp)

(17)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

A.2.3. Pengeluaran Pembangunan Sektor Infrastruktur

Pengeluaran pembangunan sektor infrastruktur dipengaruhi oleh: total penerimaan daerah, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan total penerimaan daerah menjadikan Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengeluaran pembangunan di sektor infrastruktur. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor infrastruktur antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor infrastruktur antara wilayah di bagian selatan dan utara.

INFRASit = η0 + η1 TRDit + η2 DKKit + η3 DNSit + u7 ...

(9)

Parameter dugaan: η1 >0

dimana:

INFRASit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Infrastruktur (juta Rp)

TRDit = Total Penerimaan Daerah (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum dipengaruhi oleh total penerimaan daerah, pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum tahun

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(18)

sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Dengan meningkatnya total penerimaan daerah maka Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum. Sementara untuk melihat perkembangan kebutuhan pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum dapat dilihat dari pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum tahun lalu. Trend digunakan untuk menggambarkan perkembangan kinerja daerah dalam meningkatkan sektor pelayanan umum daerah. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor pelayanan umum antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PELYUMit = θ0 + θ1 TRDit + θ2 TRENDit + θ3 DKKit + θ4 DNSit

+ θ5 LPELYUMit + u8 ... (10)

Parameter dugaan: θ1, θ2 >0; 0 < θ5 < 1

dimana:

PELYUMit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pelayanan Umum

(juta Rp)

TRDit = Total Penerimaan Daerah (juta Rp)

LPELYUMit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pelayanan Umum

Tahun Sebelumnya (juta Rp) TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

(19)

Pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi dipengaruhi oleh total penerimaan daerah, pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi tahun sebelumnya, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan pada total penerimaan daerah menjadikan Pemerintah Daerah lebih mampu untuk meningkatkan pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi. Sementara untuk melihat perkembangan kebutuhan pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi dapat dilihat dari pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi tahun lalu. Trend digunakan untuk menggambarkan perkembangan kinerja daerah dalam meningkatkan sektor pertanian dan irigasi daerah. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PEMDPIit = ι0 + ι1 TRDit + ι2 TRENDit + ι3 DKKit + ι4 DNSit +

ι5 LPEMDPIit + u9 ...…... (11)

Parameter dugaan: ι1, ι2 >0; ι3 < 0; 0 < ι5 < 1

dimana:

PEMDPIit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi

(juta Rp)

TRDit = Total Penerimaan Daerah (juta Rp)

LPEMDPIit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi

Tahun Sebelumnya (juta Rp) TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

= 1, Wilayah Utara = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

(20)

A.2.6. Pengeluaran Pembangunan Sektor Sumberdaya Manusia

Pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia dipengaruhi oleh total penerimaan daerah, pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia tahun sebelumnya, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Dengan meningkatnya total penerimaan daerah maka Pemerintah Daerah mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia. Sementara untuk melihat perkembangan kebutuhan pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia dapat dilihat dari pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia tahun lalu. Trend digunakan untuk menggambarkan perkembangan kinerja daerah dalam meningkatkan sumberdaya manusia daerah. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia antara wilayah di bagian selatan dan utara.

SSDM = θ0 + θ1 TRDit + θ2 TRENDit + θ3 DKKit + θ4 DNSit +

θ5 LSSDMit + u8 …………... (12)

Parameter dugaan: θ1, θ2 >0; 0 < θ5 < 1

dimana:

SSDMit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Sumberdaya Manusia

(juta Rp)

TRDit = Total Penerimaan Daerah (juta Rp)

LSSDMit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Sumberdaya Manusia

Tahun Sebelumnya (juta Rp) TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

(21)

= 1, Daerah Kota DNSit = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

A.2.7. Pengeluaran Pembangunan Sektor Kesejahteraan Rakyat

Pengeluaran pembangunan sektor kesejahteraan rakyat dipengaruhi oleh total penerimaan daerah, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan pada total penerimaan daerah menjadikan Pemerintah Daerah lebih mampu untuk meningkatkan pengeluaran pembangunan sektor kesejahteraan rakyat. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor kesejahteraan rakyat antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan pengeluaran pembangunan sektor kesejahteraan rakyat antara wilayah di bagian selatan dan utara.

KESRA = θ0 + θ1 TRDt + θ2 DKKit + θ3 DNSit + u8 ... (13)

Parameter dugaan: θ1 >0

dimana:

KESRAit = Penggeluaran Pembangunan Sektor Kesejahteraan

Rakyat (juta Rp)

TRDit = Total Penerimaan Daerah (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Pengeluaran pembangunan daerah merupakan penjumlahan dari pengeluaran pembangunan sektor: (1) industri, (2) infrastruktur, (3) pelayanan

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(22)

umum, (4) pertanian dan irigasi, (5) sumberdaya manusia, (6) kesejahteraan rakyat, dan (7) sektor lain.

PEMDit = PEMDIit + INFRASit + PELYUMit + PEMDPIit + SSDMit +

KESRAit + SEKLNit ………..……….. (14)

dimana:

PEMDit = Pengeluaran Pembangunan Daerah (juta Rp)

PEMDIit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri (juta Rp)

INFRASit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Infrastruktur (juta Rp)

PELYUMit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pelayanan Umum

(juta Rp)

PEMDPIit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi

(juta Rp)

SSDMit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Sumberdaya Manusia

(juta Rp)

KESRAit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Kesejahteraan Rakyat

(juta Rp)

SEKLNit = Pengeluaran Sektor Lain (juta Rp)

A.2.9. Total Pengeluaran Daerah

Total pengeluaran daerah merupakan penjumlahan dari pengeluaran rutin daerah dan pengeluaran pembangunan daerah.

PTDit = PRTNDit + PEMDit …...………... (15)

dimana:

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

PRTNDit = Pengeluaran Rutin Daerah (juta Rp)

PEMDit

Sub blok defisit fiskal terdiri dari: (1) kapasitas fiskal daerah, dan (2) defisit fiskal. Kapasitas fiskal daerah menunjukkan kemampuan keuangan daerah

= Pengeluaran Pembangunan Daerah (juta Rp)

(23)

yang digali dari sumber-sumber keuangan daerah. Sementara defisit fiskal menunjukkan selisih antara pengeluaran total daerah dengan kapasitas fiskal daerah.

A.3.1. Kapasitas Fiskal Daerah

Kapasitas fiskal daerah merupakan penjumlahan dari pendapatan asli daerah dan penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak.

KAPFISit = PADit + PBHit ………..…………... (16)

dimana:

KAPFISit = Kapasitas Fiskal Daerah (juta Rp)

PADit = Pendapatan Asli Daerah (juta Rp)

PBHit = Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumberdaya dan Pajak

(juta Rp)

A.3.2. Defisit Fiskal

Defisit fiskal adalah selisih dari total pengeluaran daerah dengan kapasitas fiskal daerah.

DEFISit = PTDit – KAPFISit ……….………

(17) dimana:

DEFISit = Defisit Fiskal (juta Rp)

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

KAPFISit

Blok produk domestik regional bruto terdiri dari: (1) produk domestik regional bruto (PDRB) sub sektor tanaman pangan, (2) PDRB sub sektor

= Kapasitas Fiskal Daerah (juta Rp)

(24)

perkebunan, (3) PDRB sub sektor peternakan, (4) PDRB sub sektor perikanan, (5) PDRB sub sektor kehutanan, (6) PDRB sektor pertanian, (7) PDRB sektor industri, (8) PDRB sektor jasa, (9) PDRB sektor pertambangan, (10) PDRB sektor listrik, gas, dan air, (11) PDRB sektor bagunan, (12) PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran, (13) PDRB sektor angkutan, (14) PDRB sektor keuangan, (15) PDRB sektor non pertanian, (16) produk domestik regional bruto, dan (17) produk domestik regional bruto per kapita.

B.1. Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Tanaman Pangan

Sub sektor tanaman pangan sangat penting, karena pencapaian dan keberhasilan memelihara ketahanan pangan, baik di tingkat rumah tangga maupun tingkat nasional, akan menghasilkan penurunan kemiskinan dan pangurangan insiden kelaparan (Timmer, 2008 dalam Siregar, 2009). Jumlah output sub sektor tanaman pangan dapat dilihat dari produk domestik regional bruto (PDRB) sub sektor tanaman pangan.

Produk domestik regional bruto (PDRB) sub sektor tanaman pangan dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, PDRB sub sektor tanaman pangan tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan total pengeluaran Pemerintah Daerah berdampak pada peningkatan bahan pangan, sehingga PDRB sub sektor tanaman pangan akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan baik teknologi maupun sarana pendukung bagi sub sektor tanaman pangan dapat dilihat dari PDRB sub sektor tanaman pangan tahun lalu. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sub sektor tanaman pangan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy

(25)

selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sub sektor tanaman pangan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBPGNit = κ0 + κ1 TPDit + κ2 DKKit + κ3 DNSit +

κ4 LPDRBPGNit + u10 ...

(18)

Parameter dugaan: κ1 >0 ; κ2 < 0; 0 < κ4 < 1

dimana:

PDRBPGNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Tanaman

Pangan (juta Rp)

TPDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

LPDRBPGNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Tanaman

Pangan Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

PDRB sub sektor perkebunan dipengaruhi oleh pengeluaran pembangunan daerah, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, PDRB sub sektor perkebunan tahun sebelumnya, dan dummy selatan/utara. Peningkatan pengeluaran pembangunan akan mendorong para petani untuk meningkatkan produksi perkebunannya. Oleh karena itu, semakin besar pengeluaran pembangunan daerah maka diharapkan PDRB sub sektor perkebunan semakin besar. Tenaga kerja merupakan faktor input bagi usaha perkebunan disamping faktor input lain. Dalam teori produksi, dinyatakan bahwa penambahan input akan meningkatkan output. Demikian juga pada model makroekonomi standar tentang hubungan

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(26)

pendapatan dengan tenaga kerja, dimana dinyatakan bahwa pendapatan riil dipengaruhi oleh tenaga kerja dan kapital (Scarth, 1996). Dalam hal ini, semakin banyak tenaga kerja di sektor pertanian maka diharapkan tenaga kerja yang bekerja di sektor perkebunan akan semakin besar. Semakin banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor perkebunan maka diharapkan PDRB sub sektor perkebunan akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sub sektor perkebunan dapat dilihat dari PDRB sub sektor perkebunan tahun lalu. Trend digunakan untuk menggambarkan perkembangan teknologi dan kinerja daerah dalam meningkatkan PDRB sub sektor perkebunan. Dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sub sektor perkebunan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBBUNit = λ0 + λ1 PEMDit + λ2 LTANit + λ3 TRENDit +

λ4 DNSit + λ5 LPDRBBUNit + u11 ...

(19)

Parameter dugaan: λ 1, λ 2, λ3 >0; 0 < λ5 < 1

dimana:

PDRBBUNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan

(juta Rp)

PEMDit = Pengeluaran Pembangunan Daerah (juta Rp)

LTANit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian (orang)

LPDRBBUNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor

Perkebunan

Tahun Sebelumnya (juta Rp) TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DNSit

B.3. Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Peternakan

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(27)

Peternakan merupakan salah satu sumber pangan hewani. Pangan hewani sangat penting karena merupakan sumber protein untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel, dan menjaga sel darah merah agar tidak mudah pecah. Peranan protein hewani dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif, dan berkualitas hampir tidak dapat digantikan oleh protein nabati (Daryanto, 2009). Output pangan hewani tersebut dapat dilihat dari PDRB sub sektor peternakan.

Produk domestik regional bruto (PDRB) sub sektor peternakan dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, PDRB sub sektor peternakan tahun sebelumnya, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan total pengeluaran daerah akan mendorong para peternak untuk meningkatkan produksi ternaknya. Oleh karena itu, semakin besar total pengeluaran daerah maka diharapkan PDRB sub sektor peternakan semakin besar. Dalam teori makroekonomi, sebuah fungsi produksi memberikan sebuah hubungan antara faktor input, misalnya jumlah tenaga kerja yang digunakan, jumlah maksimum output yang dapat diproduksi oleh tenaga kerja tersebut (Dornbusch dan Fischer, 1987). Oleh karena itu, pada penelitian ini jumlah tenaga kerja sektor pertanian diduga berpengaruh terhadap PDRB sektor peternakan. Dengan semakin banyak tenaga kerja di sektor pertanian maka diharapkan tenaga kerja di sub sektor peternakan akan meningkat. Peningkatan tenaga kerja di sektor peternakan diharapkan akan meningkatkan PDRB sub sektor peternakan. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sub sektor peternakan dapat dilihat dari PDRB sub sektor peternakan tahun sebelumnya. Trend digunakan untuk menggambarkan perkembangan teknologi

(28)

dan kinerja daerah terhadap PDRB sub sektor peternakan daerah. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sub sektor peternakan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sub sektor peternakan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBTNKit = μ0 + μ1 PTDit + μ2 LTANit + μ3 TRENDit +

μ4 DKKit + μ5 DNSit + μ6 LPDRBTNKit + u12 ...

(20)

Parameter dugaan: μ1, μ2, μ3 >0; μ4 <0; 0 < μ6 < 1

dimana:

PDRBTNKit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Peternakan

(juta Rp)

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

LTANit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian (orang)

LPDRBTNKit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Peternakan

Tahun Sebelumnya (juta Rp) TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto (PDRB) sub sektor perikanan dipengaruhi oleh pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, dan dummy selatan/utara. Peningkatan pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi akan mendorong para nelayan dan peternak ikan untuk meningkatkan produksi perikanannya. Oleh karena itu, semakin besar pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi maka

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(29)

diharapkan PDRB sub sektor perikanan semakin besar. PDRB sub sektor perikanan juga dipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Hal ini dibangun dari fungsi produksi dalam teori makroekonomi yang ditulis oleh Dornbusch dan Fischer (1987). Fungsi produksi tersebut memberikan sebuah gambaran hubungan antara faktor input, misalnya jumlah tenaga kerja yang digunakan, dengan jumlah maksimum output yang dapat diproduksi oleh tenaga kerja tersebut, sementara faktor lain, seperti kapital, dalam jangka pendek dianggap konstan. Pada penelitian ini, tenaga kerja merupakan salah satu input faktor dari usaha perikanan disamping jumlah armada kapal untuk perikanan laut dan luas kolam atau tambak untuk perikanan darat. Sementara itu, daerah yang memiliki lebih banyak tenaga kerja di sektor pertanian diharapkan lebih banyak juga tenaga kerja yang bekerja di sektor perikanan. Dengan semakin banyak tenaga kerja di sektor perikanan maka diharapkan PDRB sub sektor perikanan akan meningkat. Sementara itu, wilayah utara atau pantai utara diperkirakan lebih banyak PDRB sub sektor perikanan dibandingkan di wilayah selatan Provinsi Jawa Barat.

PDRBIKNit = ν0 + ν1 PEMDPIit + ν2 LTANit + ν3 DNSit + u13 ... (21)

Parameter dugaan: ν1, ν2, ν3 >0

dimana:

PDRBIKNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perikanan

(juta Rp)

PEMDPIit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi

(juta Rp)

LTANit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian (orang)

DNSit

= 1, Wilayah Utara = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

(30)

B.5. Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Kehutanan

PDRB sub sektor kehutanan dipengaruhi oleh pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, PDRB sub sektor kehutanan tahun sebelumnya, dan dummy selatan/utara. Hal ini dibangun dari teori makroekonomi. Pada teori makroekonomi dinyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah berdampak pada peningkatan permintaan agregat, dan menghasilkan peningkatan pendapatan nasional (Galbraith dan Darity, 1994). Pada penelitian ini, peningkatan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pembangunan sektor pertanian dan irigasi diduga dapat mendorong peningkatan output di sektor kehutanan. Oleh karena itu, semakin banyak pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan irigasi maka diharapkan PDRB sub sektor kehutanan akan meningkat. Dalam teori makroekonomi, fungsi produksi memberikan sebuah hubungan antara faktor input, misalnya jumlah tenaga kerja yang digunakan, jumlah maksimum output yang dapat diproduksi oleh tenaga kerja tersebut (Dornbusch dan Fischer, 1987). Oleh karena itu, pada penelitian ini jumlah tenaga kerja sektor pertanian diduga berpengaruh terhadap PDRB sub sektor kehutanan. Dengan semakin banyak tenaga kerja di sektor pertanian maka diharapkan tenaga kerja di sub sektor kehutanan akan meningkat. Peningkatan tenaga kerja di sektor kehutanan diharapkan akan meningkatkan PDRB sub sektor kehutanan. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sub sektor kehutanan dapat dilihat dari PDRB sub sektor kehutanan tahun sebelumnya. Dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sub sektor kehutanan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

(31)

ξ4 LPDRBHTNit + u14 ... (22)

Parameter dugaan: ξ1, ξ2 > 0; 0 < ξ4 < 1

dimana:

PDRBHTNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor

Kehutanan (juta Rp)

PEMDPIit = Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi

(juta Rp)

LTANit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian (orang)

LPDRBHTNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor

Kehutanan Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DNSit = Dummy Selatan/Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

B.6. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian

Produk domestik regional bruto sektor pertanian dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan pembangunan di sektor pertanian. Produk domestik regional bruto sektor pertanian pada penelitian ini adalah penjumlahan dari: (1) produk domestik regional bruto (PDRB) sub sektor pertanian pangan, (2) PDRB sub sektor perkebunan, (3) PDRB sub sektor peternakan, (4) PDRB sub sektor perikanan, dan (5) PDRB sub sektor kehutanan.

PDRBTANit = PDRBPGNit + PDRBBUNit + PDRBTNKit +

PDRBIKANit + PDRBHTANit ……….. (23)

dimana:

PDRBTANit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian

(juta Rp)

PDRBPGNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Tanaman

Pangan (juta Rp)

PDRBBUNit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan

(juta Rp) PDRBTNKit

(juta Rp)

(32)

PDRBIKANit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perikanan

(juta Rp)

PDRBHTANit = Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor

Kehutanan (juta Rp)

B.7. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Industri

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor industri dipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja sektor industri, total pengeluaran daerah, PDRB sektor industri tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Tenaga kerja di industri sebagai salah satu faktor produksi berpengaruh terhadap output sektor industri. Oleh karena itu peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri maka PDRB sektor industri diharapkan akan meningkat. Total pengeluaran daerah berpengaruh terhadap PDRB sektor industri. Hal ini dibangun dari teori makroekonomi. Pada teori tersebut dinyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah akan menggeser kurva IS, dan berdampak pada pergeseran kurva permintaan agregat, sehingga berdampak pada peningkatan output (Branson dan Litvack, 1981). Oleh karena itu, peningkatan total pengeluaran daerah diduga dapat mendorong para pengusaha untuk meningkatkan produksi sektor industri. Oleh karena itu semakin besar total pengeluaran daerah maka diharapkan PDRB sektor industri semakin besar. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor industri dapat dilihat dari PDRB sektor industri tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor industri antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sektor industri antara wilayah di bagian selatan dan utara.

(33)

π5 LPDRBIit + u15 ... (24)

Parameter dugaan: π1, π2 >0; 0< π5 < 1

dimana:

PDRBIit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Industri

(juta Rp)

LINDit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri (orang)

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

LPDRBIit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Industri

Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor jasa dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, penyerapan tenaga kerja sektor jasa, PDRB sektor jasa tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Total pengeluaran daerah berpengaruh terhadap PDRB sektor jasa. Hal ini dibangun dari teori makroekonomi. Pada teori tersebut dinyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah akan menggeser kurva IS, dan berdampak pada pergeseran kurva permintaan agregat, sehingga berdampak pada peningkatan output (Branson dan Litvack, 1981). Peningkatan total pengeluaran daerah dapat mendorong para pengusaha untuk meningkatkan produksi pada sektor jasa. Oleh karena itu, semakin besar total pengeluaran daerah maka diharapkan aktivitas perekonomian dan produksi di sektor jasa akan meningkat, sehingga PDRB sektor jasa semakin besar. Tenaga kerja merupakan faktor input bagi usaha di sektor jasa disamping faktor input lain seperti modal. Oleh karena itu, peningkatan tenaga kerja di

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(34)

sektor jasa maka diharapkan PDRB sektor jasa akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor jasa dapat dilihat dari PDRB sektor jasa tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor jasa antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sektor jasa antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBJSit = q0 + q1 PTDit + q2 LJSit + q3 DKKit + q4 DNSit +

q5 LPDRBJSit + u16 ...… (25)

Parameter dugaan: q1, q2 > 0; 0 < q5 < 1

dimana:

PDRBJSit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Jasa

(juta Rp)

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

LJSit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Jasa (orang)

LPDRBJSit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Jasa

Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor pertambangan dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, PDRB sektor pertambangan tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota dan dummy selatan/utara. Total pengeluaran daerah berpengaruh terhadap PDRB sektor pertambangan. Hal ini dibangun dari teori makroekonomi. Pada teori tersebut dinyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah akan menggeser kurva IS, dan berdampak pada pergeseran kurva permintaan agregat, sehingga berdampak pada peningkatan output (Branson dan

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(35)

Litvack, 1981). Peningkatan total pengeluaran daerah dapat mendorong para pengusaha untuk meningkatkan produksi pada sektor pertambangan. Oleh karena itu, semakin besar pengeluaran pembangunan daerah maka diharapkan aktivitas perekonomian dan produksi di sektor pertambangan akan meningkat, sehingga PDRB sektor pertambangan semakin besar. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor pertambangan dapat dilihat dari PDRB sektor pertambangan tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor pertambangan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sektor pertambangan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBTAMit = r0 + r1 PTDit + r2 DNSit + r3 LPDRBTAMit

+ u17 ………. (26)

Parameter dugaan: r1 > 0; r2 < 0; 0 < r4 < 1

dimana:

PDRBTAMit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Pertambangan (juta Rp)

PEMDit = Pengeluaran Pembangunan (juta Rp)

LPDRBTAMit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Pertambangan Tahun Sebelumnya (juta Rp) DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor listrik, gas dan air dipengaruhi oleh jumlah penduduk, total pengeluaran pemerintah, dan penyerapan tenaga kerja sektor listrik, gas dan air, PDRB sektor listrik, gas dan air tahun

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(36)

sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan jumlah penduduk perlu diimbangi dengan peningkatan output sektor listrik, gas dan air. Peningkatan total pengeluaran daerah diduga dapat meningkatkan output sektor listrik, gas dan air. Tenaga kerja merupakan faktor input bagi usaha listrik, gas, dan air di samping faktor input lain, seperti mesin dan instalasi. Hal ini dibangun dari fungsi produksi dalam teori makroekonomi yang ditulis oleh Dornbusch dan Fischer (1987). Fungsi produksi tersebut memberikan sebuah gambaran hubungan antara faktor input, misalnya jumlah tenaga kerja yang digunakan, dengan jumlah maksimum output yang dapat diproduksi oleh tenaga kerja tersebut, sementra faktor lain, seperti kapital, dalam jangka pendek dianggap konstan. Oleh karena itu, peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor listrik, gas dan air maka diharapkan PDRB sektor listrik, gas dan air akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor listrik, gas dan air dapat dilihat dari PDRB sektor listrik, gas dan air tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor listrik, gas dan air antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sektor listrik, gas dan air antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBLGAit = s0 + s1 PTDit + s2 LLGAit + s3 DKKit + s4 DNSit +

s5 LPDRBLGAit + u18 ………. (27)

Parameter dugaan: s1, s2 > 0; 0 < s5 < 1

dimana:

PDRBLGAit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Listrik, Gas

dan Air (juta Rp)

PNDKit = Jumlah Penduduk (orang)

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

(37)

dan Air (orang)

LPDRBLGAit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Listrik, Gas

dan Air Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor bangunan dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, penyerapan tenaga kerja sektor bangunan, PDRB sektor bangunan tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota dan dummy selatan/utara. Peningkatan total pengeluaran daerah dapat mendorong para pengusaha untuk meningkatkan produksi pada sektor bangunan. Oleh karena itu, semakin besar total pengeluaran daerah maka diharapkan aktivitas perekonomian di sektor bangunan akan meningkat, sehingga PDRB sektor bangunan semakin besar. Tenaga kerja merupakan faktor input bagi usaha di sektor bangunan disamping faktor input lain, seperti bahan-bahan bangunan. Hal ini dibangun dari fungsi produksi dalam teori makroekonomi yang ditulis oleh Dornbusch dan Fischer (1987). Fungsi produksi tersebut memberikan sebuah gambaran hubungan antara faktor input, misalnya jumlah tenaga kerja yang digunakan, dengan jumlah maksimum output yang dapat diproduksi oleh tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, peningkatan tenaga kerja di sektor bangunan maka diharapkan PDRB sektor bangunan akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor bangunan dapat dilihat dari PDRB sektor bangunan tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor bangunan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(38)

untuk melihat perbedaan PDRB sektor bangunan antara wilayah di bagian selatan dan utara. PDRBBGNit = t0 + t1 PTDit + t2 LBGNit + t3 DKKit + t4 DNSit + t5 LPDRBBGNit + u19 ... (28) Parameter dugaan: t1, t2 > 0; 0 < t5 < 1 dimana:

PDRBBGNit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Bangunan (juta Rp)

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

LBGNit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Bangunan (orang)

LPDRBBGNit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Bangunan Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor perdagangan, hotel dan restoran dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran, PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan total pengeluaran daerah dapat mendorong para pengusaha untuk meningkatkan usaha pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Oleh karena itu, semakin besar total pengeluaran daerah diharapkan aktivitas perekonomian di sektor perdagangan, hotel, dan restoran akan meningkat, sehingga PDRB sektor

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

B.12. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

(39)

perdagangan, hotel, dan restoran semakin besar. Tenaga kerja merupakan faktor input bagi usaha di sektor perdagangan, hotel, dan restoran disamping faktor input lain, seperti bangunan hotel. Hal ini dibangun dari fungsi produksi dalam teori makroekonomi yang ditulis oleh Dornbusch dan Fischer (1987). Fungsi produksi tersebut memberikan sebuah gambaran hubungan antara faktor input, misalnya jumlah tenaga kerja yang digunakan, dengan jumlah maksimum output yang dapat diproduksi oleh tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, peningkatan tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel, dan restoran diharapkan PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran dapat dilihat dari PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBDAGit = u0 + u1 PTDit + u2 LDAGit + u3 DKKit + u4 DNSit

+ u5 LPDRBDAGiit + u20 ………. (29)

Parameter dugaan: u1, u2 > 0; 0 < u5 < 1

dimana:

PDRBDAGit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Perdagangan,

Hotel,dan Restoran (juta Rp) PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

LDAGit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan,

Hotel, dan Restoran (orang)

LPDRBDAGit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Perdagangan,

Hotel,dan Restoran Tahun Sebelumnya (juta Rp) DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

(40)

= 1, Daerah Kota DNSit = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

B.13. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Angkutan

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor angkutan dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, PDRB sektor angkutan tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Dengan meningkatnya total pengeluaran daerah maka diharapkan pendapatan masyarakat meningkat. Dalam teori permintaan, peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa, dengan asumsi harga tidak berubah (Pindyck dan Rubinfeld, 1995). Oleh karena itu, peningkatan pendapatan masyarakat diharapkan akan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap sektor angkutan, sehingga PDRB sektor angkutan meningkat. Hal ini didasarkan pada teori fiskal yang menyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan output. Pada teori tersebut dinyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah menggeser kurva IS, dan berdampak pada pergeseran kurva permintaan agregat, sehingga berdampak pada peningkatan output (Branson dan Litvack, 1981). Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor angkutan dapat dilihat dari PDRB sektor angkutan tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor angkutan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sektor angkutan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBANKit = v0 + v1 PTDit + v2 DKKit + v3 DNSit + v4 LPDRBANKit

u

+

(41)

Parameter dugaan: v1 > 0; 0 < v2 < 1

dimana:

PDRBANKit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Angkutan (juta Rp)

PTDit = Total Pengeluaran Daerah (juta Rp)

LPDRBANKit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Angkutan Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto (PDRB) sektor keuangan dipengaruhi oleh total pengeluaran daerah, penyerapan tenaga kerja sektor keuangan, PDRB sektor keuangan tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Dalam teori permintaan, peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa, dengan asumsi harga tidak berubah (Pindyck dan Rubinfeld, 1995). Oleh karena itu, peningkatan pendapatan masyarakat diharapkan akan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap sektor keuangan, sehingga PDRB sektor keuangan meningkat. Hal ini didasarkan pada teori fiskal yang menyatakan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan output (Branson dan Litvack, 1981). Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap PDRB sektor keuangan. Hal ini dibangun dari fungsi produksi dalam teori makroekonomi yang ditulis oleh Dornbusch dan Fischer (1987). Fungsi produksi tersebut memberikan sebuah gambaran hubungan antara faktor input, misalnya jumlah tenaga kerja yang digunakan, dengan jumlah maksimum output yang dapat diproduksi oleh tenaga kerja

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(42)

tersebut, sementara faktor lain, seperti kapital, dalam jangka pendek dianggap konstan. Pada penelitian ini tenaga kerja merupakan faktor input bagi usaha di sektor keuangan disamping faktor input lain, seperti modal dan bangunan. Oleh karena itu, dengan peningkatan tenaga kerja di sektor keuangan maka diharapkan PDRB sektor keuangan akan meningkat. Sementara untuk melihat perkembangan PDRB sektor keuangan dapat dilihat dari PDRB sektor keuangan tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan PDRB sektor keuangan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan PDRB sektor keuangan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

PDRBKEUit = w0 + w1 PTDit + w2 LKEUit + w3 DKKit +

w4 DNSit + w5 LPDRBKEUit + u22 ……… (31)

Parameter dugaan: w1, w2 > 0; 0 < w3 < 1

dimana:

PDRBKEUit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Keuangan (juta Rp)

LKEUit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Keuangan

(orang)

LPDRBKEUit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Keuangan Tahun Sebelumnya (juta Rp)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Produk domestik regional bruto sektor non pertanian adalah penjumlahan dari PDRB sektor: (1) industri, (2) jasa, (3) pertambangan, (4) listrik, gas, dan air,

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(43)

(5) bangunan, (6) perdagangan, hotel, dan restoran, (7) angkutan, dan (8) keuangan.

PDRBNTANit = PDRBIit + PDRBJSit + PDRBTAMBit + PDRBLGAit +

PDRBBNGNit + PDRBDAGit + PDRBANGKit +

PDRBKEUit …...……….. (32)

B.16. Produk Domestik Regional Bruto

Produk domestik regional bruto adalah penjumlahan dari PDRB sektor pertanian dan sektor non pertanian.

PDRBit = PDRBTANit + PDRBNTANit ………... (33)

dimana:

PDRBit = Produk Domestik Regional Bruto (juta Rp)

PDRBTANit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian

(juta Rp)

PDRBNTANit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Non Pertanian

(juta Rp)

B.17. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Produk domestik regional bruto per kapita adalah produk domestik regional bruto dibagi dengan jumlah penduduk.

PDRBPKPit = PDRBit/PNDKit ……….

(34) dimana:

PDRBPKPit = Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (juta Rp)

(44)

PNDKit = Jumlah Penduduk (orang)

C. Blok Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja menggambarkan kesempatan kerja yang tersedia. Blok penyerapan tenaga kerja terdiri dari penyerapan tenaga kerja sektor: (1) pertanian, (2) industri, (3) jasa, (4) pertambangan, (5) listrik, gas, dan air, (6) bangunan, (7) perdagangan, hotel dan restoran, (8) angkutan, (9) keuangan, (10) tenaga kerja sektor non pertanian, dan (11) jumlah penduduk yang bekerja.

C.1. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dipengaruhi oleh PDRB sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Produk domestik regional bruto sektor pertanian berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari barang dan jasa yang dihasilkan (McConnell dan Brue, 1995). Oleh karena itu, dengan meningkatnya PDRB sektor pertanian diharapkan akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Sementara untuk melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian tahun sebelumnya dan trend. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian antara wilayah di bagian selatan dan utara.

(45)

LTANit = x0 + x1 PDRBTANit + x2 TRENDit + x3 DKKit + x4 DNSit +

x5 LLTANit + u23 ... (35)

Parameter dugaan: x1, x2 >0; 0 < x3 < 1

dimana:

LTANit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian (orang)

LLTANit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tahun

Sebelumnya (orang)

TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Penyerapan tenaga kerja sektor industri dipengaruhi oleh PDRB sektor industri, penyerapan tenaga kerja sektor industri tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Produk domestik regional bruto sektor industri berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja sektor industri. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan terhadap barang-barang yang diinginkan oleh para konsumer (Borjas, 1996). Oleh karena itu, dengan meningkatnya PDRB sektor industri diharapkan akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Sementara untuk melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja di sektor industri dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor industri tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor industri antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(46)

perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor industri antara wilayah di bagian selatan dan utara.

LINDit = y0 + y1 PDRBIit + y2 DKKit + y3 DNSit + y4 LLINDit +

u24 ... (36)

Parameter dugaan: y1 >0; 0 < y4 < 1

dimana:

LINDit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri (orang)

PDRBIit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Industri

(juta Rp)

LLINDit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun

Sebelumnya (orang)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Penyerapan tenaga kerja sektor jasa dipengaruhi oleh PDRB sektor jasa, penyerapan tenaga kerja sektor jasa tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan PDRB sektor jasa akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor jasa, dan hal ini akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor jasa. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari barang dan jasa yang dihasilkan (McConnell dan Brue, 1995). Sementara untuk melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor jasa dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor jasa tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(47)

penyerapan tenaga kerja sektor jasa antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor jasa antara wilayah di bagian selatan dan utara.

LJSit = z0 + z1 PDRBJSit + z2 DKKit + z3 DNSit + z4 LLJSit + u25 ...

(37)

Parameter dugaan: z1 > 0; 0 < z 4 < 1

dimana:

LJSit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Jasa (orang)

PDRBJSit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Jasa

(juta Rp)

LLJSit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Jasa Tahun

Sebelumnya (orang)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan dipengaruhi oleh PDRB sektor pertambangan, penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan tahun sebelumnya, trend, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. PDRB sektor pertambangan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertambangan. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan terhadap barang-barang yang diinginkan oleh para konsumer (Borjas, 1996). Oleh karena itu, dengan meningkatnya PDRB sektor pertambangan diharapkan akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pertambangan. Sementara untuk melihat perkembangan penyerapan

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(48)

tenaga kerja sektor pertambangan dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan tahun sebelumnya dan tred. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

LTAMit = aa0 + aa1 PDRBTAMit + aa2 TRENDit + aa3 DKKit +

aa4 DNSit + aa5 LLTAMit + u26 ………. (38)

Parameter dugaan: aa1 , aa2 > 0; 0 < aa5 < 1

dimana:

LTAMit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

(orang)

PDRBTAMit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Pertambangan (juta Rp)

LLTAMit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan

Tahun Sebelumnya (orang) TRENDit = Trend (tahun ke-1, 2, 3, …n)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Penyerapan tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air dipengaruhi oleh PDRB sektor listrik, gas, dan air, penyerapan tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. PDRB sektor listrik, gas, dan air berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja di

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(49)

sektor listrik, gas, dan air, dan hal ini akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor listrik, gas, dan air. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan terhadap barang-barang yang diinginkan oleh para konsumer (Borjas, 1996). Oleh karena itu, dengan meningkatnya PDRB sektor listrik, gas, dan air akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor listrik, gas, dan air, dan hal ini akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor listrik, gas, dan air. Sementara untuk melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja di sektor listrik, gas, dan air dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja di sektor listrik, gas, dan air tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja di sektor listrik, gas, dan air antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air antara wilayah di bagian selatan dan utara.

LLGAit = ab0 + ab1 PDRBLGAit + ab2 DKKit + ab3 DNSit + ab4

LLGAit +

u28 ………. (39)

Parameter dugaan: ab1 > 0; 0 < ab4 < 1

dimana:

LLGAit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan

Air (orang)

PDRBLGAit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Listrik, Gas, dan Air (juta Rp)

LLLGAit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan

Tahun Sebelumnya Air (orang)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

(50)

DNSit = Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan

= 1, Wilayah Utara

C.6. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Bangunan

Penyerapan tenaga kerja sektor bangunan dipengaruhi oleh PDRB sektor bangunan, penyerapan tenaga kerja sektor bangunan tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. Peningkatan PDRB sektor bangunan akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor bangunan. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari barang dan jasa yang dihasilkan (McConnell dan Brue, 1995). Oleh karena itu, dengan meningkatnya PDRB sektor bangunan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor bangunan, dan hal ini dapat mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor bangunan. Sementara untuk melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor bangunan dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor bangunan tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor bangunan antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor bangunan antara wilayah di bagian selatan dan utara.

LBGNit = ac0 + ac1 PDRBBGNit + ac2 DKKit + ac3 DNSit + ac4

LLBGNit

+ u29 ...…... (40)

Parameter dugaan: ac1 > 0; 0 < ac4 < 1

(51)

LBGNit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Bangunan

(orang)

PDRBBGNit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor

Bangunan (juta Rp)

LLBGNit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Bangunan

Tahun Sebelumnya (orang)

DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran dipengaruhi oleh PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran, penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari barang dan jasa yang dihasilkan (McConnell dan Brue, 1995). Oleh karena itu, dengan meningkatnya PDRB sektor perdagangan, hotel, dan restoran akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan hal ini akan mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja di sub sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sementara untuk melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran tahun sebelumnya. Dummy kabupaten/kota untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel, dan

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

(52)

restoran antara kabupaten dan kota, sedangkan dummy selatan/utara untuk melihat perbedaan penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran antara wilayah di bagian selatan dan utara.

LDAGit = ad0 + ad1 PDRBDAGit + ad2 DKKit + ad3 DNSit + ad4

LLDAGit

+ u30 ...…... (41)

Parameter dugaan: ad1 > 0; 0 < ad4 < 1

dimana:

LDAGit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran (orang)

PDRBDAGit = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran (juta Rp)

LLDAGit = Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran Tahun Sebelumnya (orang) DKKit = Dummy Kabupaten/Kota = 0, Daerah Kabupaten

= 1, Daerah Kota DNSit

Penyerapan tenaga kerja sektor angkutan dipengaruhi oleh PDRB sektor angkutan, penyerapan tenaga kerja sektor angkutan tahun sebelumnya, dummy kabupaten/kota, dan dummy selatan/utara. PDRB sektor angkutan berpengaruh terhadap tenaga kerja di sektor angkutan. Hal ini dibangun dari teori ekonomi tenaga kerja. Pada teori ekonomi tenaga kerja dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari barang dan jasa yang dihasilkan (McConnell dan Brue, 1995). Oleh karena itu, dengan meningkatnya PDRB sektor angkutan akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor

= Dummy Selatan/ Utara = 0, Wilayah Selatan = 1, Wilayah Utara

Gambar

Gambar  11.  Model Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja
Gambar 12.  Perubahan Kontribusi Output pada Perekonomian di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 01020304050607080%Tahun
Gambar 13.  Perubahan Kontribusi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 010203040506070%Tahun
Gambar 14.  Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 010203040506070%Tahun
+3

Referensi

Dokumen terkait

tersebut. Namun dari beberapa kota yang ditumbuhi tumbuhan siwalan hanya kota Tubanlah yang mendapat julukan dari para turis dalam negeri sebagai kota tuak atau

- Daftar Informasi Publik Sekretariat PPID Sekretariat PPID Februari 2020, Rektorat Unpad Softcopy dan hardcopy Sesuai dengan retensi arsip yang berlaku - Daftar Informasi

murabahah. Akad murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank membeli barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga

Menurut Zethaml dan Bitner (Lupiyoadi, 2014:7) jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang umumnya

Apabila pemimpin komunitas saya menunjukkan rasa kehilangan yang mendalam atas mundurnya salah satu anggota komunitas, rasanya saya akan mengalami perasaan yang sama. Bila

Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, beberapa diantaranya adalah gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja. Kinerja yang baik akan meningkatkan

Motorik adalah gerakan yang mennggunakan otot-otot halus atau sebagain anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.Misalnya

Menurut Amalia Levanoni, sikap para petinggi Mamlûk yang se­ belumnya menyerahkan urusan kepemimpinan kepada Syajarat al­ Durr dan tanggapan Syajarat al­Durr yang menerima