• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

5 A. Luka Operasi Herniorafi

1. Pengertian

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan ( Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005 ). Carol Dealay (2005) berpendapat bahwa luka adalah adanya kerusakan penting yang mengganggu kontinuitas jaringan kulit. Sedangkan menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ) luka adalah gangguan dalam kontinuitas sel-sel kemudian diikuti dengan penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas tersebut.

Hernioraphy adalah memperbaiki defek dengan pemasangan jaring (mesh) yang dapat dilakukan melalui operasi bedah terbuka maupun laparaskopik ( Pierce dan Borley, 2006 ). Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hernioraphy adalah suatu jenis tindakan medis operatif yang dilakukan untuk memperbaiki defek dengan menutup kantong defek dan menambah kekuatan otot dinding perut bagian bawah baik dengan pemasangan jaring mesh maupun jahitan bacini.

2. Fase Penyembuhan Luka

Fase penyembuhan luka menurut Moya.J Morison (2001) terdiri dari : a. Fase inflamasi ( 0-3 hari )

Pada fase inflamasi terjadi respon hemostasis yaitu respon fisiologi terhadap inflamasi yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah yang rusak akibat luka yang terjadi pada saat sumbatan trombosit dibentuk dan diperkuat juga oleh serabut fibrin yang membentuk kekakuan. Jaringan yang rusak juga berespon dengan melepaskan histamin dan mediator lain sehingga menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah di sekeliling luka yang masih utuh serta meningkatkan sirkulasi darah di daerah tersebut sehingga daerah di sekitar luka memerah dan hangat. Permeabilitas kapiler darah meningkat dan

(2)

cairan yang kaya akan protein mengalir ke dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan oedem pada daerah luka.

b. Fase destruktif ( 1-6 hari )

Fase ini terjadi pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi serta pembersihan bakteri oleh polimorf dan makropag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri. Pada fase ini juga terjadi sintesa struktur protein kolagen yang menghasilkan faktor sehingga merangsang terjadinya angiogenesis.

c. Fase proliferatif ( 3-24 hari )

Pembuluh-pembuluh darah baru mulai terbentuk dari tunas endothelial yang disebut dengan proses angiogenesis. Pada fase ini tanda-tanda inflamasi sudah mulai berkurang dan pada luka terbuka mulai tumbuh jaringan granulasi yang berwarna merah terang. Jaringan granulasi ini mudah sekali rusak oleh karena itu perlu perawatan yang hati-hati. Faktor sistemik yang dapat mempengaruhi fase ini adalah defisiensi besi, vitamin C, hipoproteinemia, hipoksia dan usia. Fase proliferative akan melambat seiring dengan pertambahan usia.

d. Fase maturasi ( 24-365 hari )

Pada fase ini terjadi epithelisasi, kontraksi dan reorganisasi. Kontraksi luka terjadi karena miofibroblas kontraktil yang membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat penurunan progresif dalam vaskularitas jaringan parut sehingga merubah penampilannya dari merah kehitaman menjadi putih. Serabut-serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan luka semakin meningkat.

3. Cara Penyembuhan Luka

Menurut Moya J Morison (2005) penyembuhan luka dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Penyembuhan luka secara intensi primer

Terjadi pada luka bersih dimana hanya sedikit jaringan yang hilang, misalnya pada luka akibat tindakan bedah yang tidak terkontaminasi. Permukaan luka didekatkan dan saling berhadapan sehingga jaringan

(3)

granulasi yang dihasilkan sedikit. Biasanya dalam 10-14 hari reepitelisasi secara normal sedah terjadi secara sempurna.

b. Penyembuhan luka secara intensi sekunder

Terjadi pada luka terbuka dimana terdapat kehilangan jaringan yang signifikan, misalnya pada luka terbuka kronis dan luka dekubitus atau pada luka operasi yang sengaja dibiarkan terbuka misalnya pada luka abces yang dilakukan drainage.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

a. Menurut Carol Dealey (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka antara lain :

1) Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah. Pada orang tua kecepatan metabolism sel tubuh juga semakin menurun. 2) Nutrisi

Penyembuhan memerlukan penambahan zat gizi pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka karena suplai darah ke jaringan adipose tidak adekuat.

3) Penyakit

Adanya penyakit yang diderita seperti diabetes akan memperpanjang penyembuhan luka. Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh

4) Obat-obatan

a) Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

(4)

b) Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.

c) Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

d) Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular

5) Infeksi

Adanya infeksi baik sistemik maupun local akan menghambat penyembuhan luka. Infeksi sistemik dapat menyebabkan demam yang meningkatkan laju basal metabolisme dan meningkatkan katabolisme sel. Infeksi lokal pada daerah luka akan memperpanjang fase inflamasi serta dapat merusak jaringan granulasi yang terbentuk.

6) Kondisi luka

Kondisi luka meliputi ukuran penjang, lebar, kedalaman luka, bentuk luka serta bersih tidaknya luka saat terjadi.

b. Menurut Sylvia dan Lorraine Wilson ( 1995 ) faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka antara lain :

1) Kemampuan proliferasi sel dan aktifitas sintetik 2) Suplai darah atau sirkulasi

3) Keadaan gizi penderita 5. Pengkajian Luka

Menurut Moya J Morison (2004) dalam mengkaji luka sangat penting untuk mengkaji pasien secara menyeluruh untuk menidentifikasi masalah yang lebih luas yang mungkin mempunyai efek yang merugikan pada penyembuhan luka. Jenis pengkajian yang perlu dilakukan antara lain : a. Pengkajian umum

Pengkajian umum pasien meliputi pengkajian dan dokumentasi tentang kondisi fisik umum, kemampuan perawatan diri, penampilan kulit, mobilitas, fungsi sensoris, status kardiovaskuler, fungsi respirasi, kewaspadaan mental, alergi dan pemahaman kondisi saat ini.

(5)

b. Pengkajian status gizi

Malnutrisi merupakan penyebab yang sangat penting dari kelambatan penyembuhan luka. Pentingnya pemantauan secara ketat terhadap berat badan dan indikator malnutrisi pada pasien cidera atau setelah operasi besar sangatlah diperlukan. Pengkajian status gizi yang diperlukan diantaranya

1) pengukuran antopometri a) Indek masa tubuh

b) Penurunan berat badan terakhir c) Ketebalan lipatan kulit trisep d) Lingkar otot lengan tengah atas

2) Metode biokimia dengan mengukur kadar albumin serum 3) Hitung sel darah meliputi jumlah limfatik, kadar hemoglobin 4) Tes urin 24 jam meliputi kadar kreatinin dan ekskresi nitrogen 5) Pemeriksaan klinis

6) Riwayat diet saat masuk c. Faktor-faktor psikososial

Diperlukan untuk mengetahui adanya kemampuan pasien dan keinginan untuk sembuh serta mempermudah proses pengobatan. d. Pengkajian lokal pada luka dan identifikasi masalah

Pengkajian lokal pada luka bertujuan untuk mengidentifikasi semua faktor yang dapat memperlambat penyembuhan seperti jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan, infeksi ataupun eksudat. Pengkajian lokal pada luka terdiri dari :

1) Sifat-sifat lapisan dasar luka 2) Eksudat

3) Bau

4) Frekuensi nyeri 5) Tingkat nyeri 6) Tempat nyeri

(6)

7) Tepi luka

8) Eritema sekitar luka

9) Kondisi umum kulit sekitarnya 10)Infeksi

6. Komplikasi Luka

Menurut Carol Dealey (2005 ) komplikasi yang dapat terjadi pada penyembuhan luka antara lain :

a. Keloid

Yaitu jaringan parut yang tumbuh tanpa dapat dikontrol setelah kulit sembuh dari luka. Jaringan parut keloid bersifat keras dan berwarna kecoklatan tumbuh meninggi di atas kulit normal. Bentuknya yang tidak beraturan dan membesar secara cepat merupakan sifat dasar dari keloid. Tidak seperti jaringan parut pada umumnya, keloid tidak bisa mengecil atau berkurang seiring berjalannya waktu.

b. Kontraktur

Yaitu hilangnya atau kurangnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. Kontraktur sering terjadi karena adanya luka yang luas seperti luka bakar.

c. Luka berlanjut menjadi luka kronis

Beberapa luka kronis mungkin pada awalnya adalah luka akut yang gagal dalam proses penyembuhannya, sehingga luka sembuh dalam jangka waktu yang lama. Hal ini bisa disebabkan karena infeksi pada luka ataupun iritasi lokal yang disebabkan oleh jahitan.

B. Status Gizi 1. Pengertian

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu ( Ayikah Proverawati dan Erna Kusumawati, 2010 ). Sedangkan menurut Beck (2000) status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi.

(7)

2. Metode Penilaian Status Gizi

Metode penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya :

a. Pengukuran Indek Masa Tubuh

Indek masa tubuh merupakan cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa ( usia 18 tahun ke atas ). IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. IMT juga tidak dapat diterapkan pada kondisi kusus seperti oedema, acites dan hepatomegali.

IMT dihitung dengan cara :

IMT =

Keterangan :

Status gizi kurus tingkat berat : IMT kurang dari 17 Status gizi kurus tingkat sedang : IMT antara 17- 18,5 Status gizi normal : IMT antara 18,5 – 25 Status gizi gemuk tingkat ringan : IMT antara 25-27 Status gizi tingkat berat : IMT lebih dari 27 b. Antropometri

Penilaian antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antopometri dapat digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan kadar air dalam tubuh. Parameter yang digunakan adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia seperti umur, berat badan, tinggi atau panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggang dan tebal lemak di bawah kulit.

c. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode untuk melihat status gizi seseorang berdasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan

BB (kg) TB (m)2

(8)

dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epithel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat ( rapid clinical survey ), yang dirangsang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

d. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urin, tinja, hati, dan berbagai jaringan tubuh lainnya seperti hati dan otot.

e. Biofisik

Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Pada umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja endemik dengan menggunakan tes adaptasi gelap. 3. Kebutuhan Gizi dalam Keadaan Sehat

a. Kebutuhan Energi

Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah angka metabolisme basal dan aktifitas fisik. Angka metabolisme basal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan. Selain itu angka metabolism basal juga dipengaruhi oleh pengaruh suhu makanan, tetapi karena pengaruhnya tidak begitu signifikan maka pengaruh termis makanan ini dapat diabaikan.

Menurut Harris Benedict (1919) untuk menentukan angka metabolisme basal adalah :

1). Laki-laki : 66 + (13,7x BB) + (5xTB) – (6,8 x umur) 2). Perempuan : 655 + (9,6xBB) + (1,8xTB) - (4,7x umur).

(9)

Sedangkan menurut WHO dan FAO untuk menentukan angka metabolism basal dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.1

Angka Metabolisme Basal Menurut Golongan Umur

Kelompok AMB ( kal/hari )

Umur Laki- laki Perempuan

0 – 3 tahun 60,9 BB + 54 61,0 BB + 51 3 – 10 tahun 22,7 BB + 495 22,5 BB + 499 10 – 18 tahun 17,5 BB + 651 12,2 BB + 496 18 – 30 tahun 15,3 BB + 679 14,7 BB + 496 30 – 60 tahun 11,6 BB + 487 8,7 BB + 829 Lebih dari 60 tahun 13,5 BB + 487 10,5 BB +596

Sumber : Atikah & Erna (2010)

Aktifitas fisik dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu sangat ringan, ringan, sedang dan berat. Cara menghitung kebutuhan energi menurut aktifitas fisik adalah dengan menggunakan angka metabolisme basal dikalikan kelipatan yang sesuai dengan jenis aktifitasnya.

Tabel 2.2

Kebutuhan Energi Berdasarkan Aktifitas

Aktifitas Laki-laki Perempuan

Sangat ringan 1,30 1,30

Ringan 1,65 1,55

Sedang 1,76 1,70

Berat 2,10 2,00

Sumber : Atikah & Erna (2010)

b. Kebutuhan Protein, Lemak dan Karbohidrat

Menurut WHO, cara menentukan kebutuhan protein, lemak dan karbohidrat adalah :

(10)

2) Lemak : 10-25% dari kebutuhan energi total 3) Karbohidrat : 60-75% dari kebutuhan energi total c. Kebutuhan Vitamin dan Mineral

Kebutuhan vitamin dan mineral sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu kira-kira 2000 kkal

4. Kebutuhan Gizi dalam Keadaan Sakit a. Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi seseorang akan berubah dalam keadaan sakit sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara menentukan kebutuhan energi pada orang yang sakit dapat dilakukan dengan cara mengalikan angka metabolisme basal dan aktifitas fisik dengan faktor trauma/stress.

Tabel 2.3

Angka Metabolisme Basal

No Aktifitas Faktor No Jenis

Trauma/Stres Faktor

1.

Istirahat di

tempat tidur 1,2 1.

Tidak ada stress, pasien dalam keadaan gizi baik 1,3 2. Tidak di tempat tidur 1,3 2. Stress ringan : peradangan saluran cerna, kanker, bedah elektif, trauma kerangka moderat

1,4

3. Stress sedang : sepsis, bedah tulang, luka bakar, trauma kerangka mayor

1,5

4. Stress berat : trauma multiple, sepsis dan bedah multi system

1,6

5. Stress sangat berat : luka kepala berat, sindroma penyakit pernapasan akut, luka bakar, sepsis

1,7

6. Luka bakar sangat berat

2,1 Sumber : Atikah & Erna (2010)

(11)

b. Kebutuhan Protein

Kebutuhan protein minimal untuk keseimbangan nitrogen adalah 0,4 – 0,5 g/kgBB. Demam, sepsis, operasi, trauma dan luka dapat meningkatkan katabolisme protein sehingga meningkatkan kebutuhan protein sampai 1,5 – 2,0 g/kgBB. Sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit membutuhkan 1 – 1,5 gram protein/kgBB/hari.

c. Lemak

Kebutuhan lemak dalam keadaan sakit tergantung dari jenis penyakitnya. Pada penyakit tertentu misalnya dislipidemia membutuhkan modifikasi jenis lemak. Modifikasi jenis lemak dapat dinyatakan sebagai : lemak jenuh < 10% dari kebutuhan energy total dan lemak tidak jenuh ganda 10% dari kebutuhan energy total serta lemak tidak jenuh tunggal 10-15% dari kebutuhan energi total.

d. dan Karbohidrat

Kebutuhan karbohidrat dalam keadaan sakit sering dinyatakan dalam bentuk karbohidrat yang dianjurkan, misalnya pada pasien DM, dislipidemia dan konstipasi membutuhkan serat lebih tinggi (30-50 g/hari), sedangkan diare membutuhkan serat rendah ( < 10 g/hari ).

e. Kebutuhan Vitamin dan Mineral

Kebutuhan mineral dan vitamin dapat sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu 2000 kkal. Tetapi perlu juga mempertimbangkan sifat penyakitnya misalnya penyakit dengan manifestasi kehilangan mineral melalui urin maka perlu asupan mineral yang lebih dari angka kecukupan gizi.

(12)

C. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka operasi hernioraphy dapat digambarkan dalam bagan berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Carol Dealey ( 2005 ) dan Sylvia A Price ( 1994 )

D. Kerangka Konsep

Konsep penelitian yang akan dilakukan adalah tentang hubungan status gizi dengan penyembuhan luka operasi herniorafi dapat digambarkan sebagai berikut : Bagan 2.2 Kerangka Konsep Status Gizi Penyembuhan Luka Operasi Hernioraphy Hernia Tindakan Pembedahan Penyembuhan luka operasi 1. Usia 2. Nutrisi 3. Penyakit 4. Obat-obatan 5. Kondisi Luka 6. Infeksi Luka 7. Kemampua proliferasi 8. Sirkulasi darah 9. Status gizi

(13)

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu variabel dependent / variabel terikat dan variabel independent / variabel bebas.

1. Variabel dependent / variabel terikat

Yang dimaksud variabel dependent / variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyembuhan luka operasi herniorafi.

2. Variabel independent / variabel bebas

Yang dimaksud variabel independent / variabel bebas dalam penelitian ini adalah status gizi.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian ( Sugiyono, 2007 ). Rumusan masalah tersebut dapat berupa pernyataan hubungan dua variabel atau lebih, perbandingan (komparasi), atau variabel mandiri.

Penulis dalam penelitian ini menyusun sebuah hipotesis :

Ha :

ρ

0, yaitu ada hubungan antara status gizi pre operatif dengan penyembuhan luka operasi hernioraphy.

Referensi

Dokumen terkait

maka H 1 diterima, artinya rata-rata nilai TKKM siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran 1TW dengan pendekatan saintifik lebih dari 69 atau telah mencapai rata-rata batas

Mengingat kemajuan teknologi informasi begitu pesat dan pengguna informasi membutuhkan informasi yang tepat dan akurat maka penulis membuat suatu Aplikasi Autoresponder, dimana

(2) Subyek Retribusi adalah meliputi orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan yang diadakan atau diberikan oleh Pemerintah daerah

Selain faktor sosial ekonomi dan kependudukan, akses masyarakat migran di permukiman liar juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya antara lain kurangnya informasi yang

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sutaryana 2013 dengan judul Peningkatan keterampilan menulis anekdot melalui penerapan model pembelajaran berbasis proyek

Metode keamanan yang diusulkan pada penelitian ini menggunakan skema IBE dengan algoritma enkripsi AES untuk mengamankan data rekam medis.. Algoritma AES digunakan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Esa karena atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulis skripsi dengan judul, “Karateristik Ibu

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut Mekanisme tata kelola perusahaan dalam hal ini kepemilikan