• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK SUHU DAN LAMA PEMANASAN TERHADAP SIFAT FISIKA-KIMIA BUBUK PEWARNA DARI KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscuss sabdariffa L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK SUHU DAN LAMA PEMANASAN TERHADAP SIFAT FISIKA-KIMIA BUBUK PEWARNA DARI KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscuss sabdariffa L."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN : 978-602-19421-0-9

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

EFEK SUHU DAN LAMA PEMANASAN TERHADAP SIFAT FISIKA-KIMIA

BUBUK PEWARNA DARI KELOPAK BUNGA ROSELA (

Hibiscuss

sabdariffa

L.) YANG DIHASILKAN

ABSTRACT

Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) calyces can be used as natural food colorant. The objective of this

study is to observe the effect of drying time and temperature on physical and chemical characteristic of rosela calyces powder. The experiment is arranged in Completely Randomized Design and each treatment is replicated by three times. The factors are drying temperature (60, 70, 80 C) and drying time (5, 7, 9 h). The results showed that the combined treatment of drying temperature at 80 C and drying time for 5 h gave the best result, i.e yield of 9.46 %, water absorption of 1.92 g/g sampel, color intensity of 1 % rosella calyces powder solution showed an absorbance of 0.28 at 605 nm, water content 6.42 %, ash content 0.51 %, and total acid of 5.14 % as malic acid.

Keywords : natural food colorant, water absorption, color intensity, malic acid

PENDAHULUAN

Rosela (Hibiscuss sabdariffa L.) saat ini telah menjadi tanaman yang begitu populer di tengah masyarakat.

Tanaman ini selain menarik juga mempunyai manfaat dan khasiat yang sangat baik bagi tubuh. Hampir setiap bagian tanaman memiliki fungsi dan manfaat yang berkhasiat untuk pengobatan. Kandungan senyawa yang ada dalam rosela mampu untuk mengobati berbagai penyakit seperti, anticacing, antikanker, batuk, tekanan darah tinggi, maag, demam, sariawan dan diabetes ( Mardiah dkk., 2009 ).

Di Indonesia pemanfaatan tanaman ini mulai banyak dilakukan oleh industri rumah tangga maupun industri besar. Seluruh bagian tanaman mulai buah, kelopak, bunga, dan daunnya dapat dimakan. Di luar negeri tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan minuman, sari buah, salad, sirup, puding dan asinan. (Maryani & Kristiana, 2005).

Pengolahan bunga rosela dapat dilakukan dalam bentuk kering maupun dalam bentuk segar. Dalam bentuk kering rosela dapat dijadikan sebagai teh dengan mengeringkan kelopak bunganya. Dalam bentuk kering rosela juga dapat dijadikan sebagai bubuk pewarna. Penggunaan rosela dalam bentuk bubuk pada dasarnya dimanfaatkan sebagai bahan pewarna dan pencipta rasa dari aneka makanan. Sementara dalam bentuk segar rosela dapat diolah menjadi, jus, sirup, permen jeli dan produk – produk lain melalui proses ekstraksi (Mardiah dkk., 2009).

Antosianin merupakan komponen warna yang ada dalam rosela yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh. Penambahan bubuk rosela kedalam komponen pangan contohnya dapat diaplikasikan pada pengolahan cake, cookies dan aneka makanan lainnya. Penambahan rosela dalam bentuk bubuk pewarna mampu memberikan hasil yang baik dalam segi warna dan kenampakan (Mardiah dkk., 2009).

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelopak bunga rosela yang diperoleh dari Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Samarinda. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengolah bubuk pewarna rosela adalah, pisau, saringan, blender, baskom, stoples, timbangan dan alat untuk analisis sifat fisikio-kimia seperti oven,

spectro fotometer, hot plate, desikator, dan peralatan gelas kimia.

Rancangan percobaan

Penelitian ini menggunakan analisis faktorial (3x3) yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan 3 ulangan. Sebagai faktor pertama adalah suhu pemanasan (S) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: S1 = 60 oC, S2 = 70

o

C, S3 = 80 oC. Sedangkan faktor kedua adalah lama pemanasan (L) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: L1 = 5 jam, L2 = 7

jam, L3 = 9 jam.

(2)

Kelopak rosela yang telah ditiriskan kemudain dilak

: 60 0C, 70 0C, 80 0C dengan lama peman

menggunakan blender. Selanjutnya dilakukan pengayakan agar menghasilkan bubuk pewarn Bubuk pewarna yang telah jadi, kemudian di analisa

dilakukan berdasarkan metode Lidiasari, dkk., (2006 air dan kadar abu mengikuti metode Apriantono, dkk (1988).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Berdasarkan sidik ragam (ANOVA) diketahui bahwa per (L) dan interaksinya (S x L) memberikan pengaruh ny

Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan akan menyebabkan rendem rosela akan semakin menurun, begitupula dengan lama

yang dihasilkan akan semakin menurun.

Gambar 5. Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanas pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf y BNJ taraf 5% (SxL = 1,43).

Pada interaksi perlakuan suhu 60

semakin meningkatnya lama pemanasan. Akan tetapi pe 9 jam, hal ini disebabkan kandungan air pada bahan penurunan rendemen tidak terlalu tinggi. Pada lama yakni berkisar 10,41 % sedangkan pemanasan selama 5

Sementara interaksi perlakuan pada suhu 80 %. Tidak terjadinya perbedaan rendemen dari lama p

pada titik jenuh dalam proses penguapan air sehingga hasil akhir ren Penurunan nilai rendeman ini erat kaitannya dengan pemanasan dan menggunakan suhu yang tinggi, kandung akan mengalami penurunan yang di akibatkan kehilang

Daya Serap Air

Hasil sidik ragam (Annova) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S) da (L) berpengaruh nyata terhadap daya serap air bubuk pew

L) tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air Dari hasil uji lanjut BNJ taraf

perbedaan yang nyata terhadap daya serap air bubuk suhu pemanasan maka akan mengakibatkan penurunan ke dalam titik jenuh dalam penyerapan air akibat pema

a b c 0 5 10 15 20 25 60 R en d em en ( % ) Suhu Pemanasan (

ISBN : 978

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

Kelopak rosela yang telah ditiriskan kemudain dilakukan pengeringan dalam oven sesuai dengan perlakuan C dengan lama pemanasan 5 jam, 7 jam dan 9 jam. Kelopak rosela yang telah

dilakukan pengayakan agar menghasilkan bubuk pewarna yang benar Bubuk pewarna yang telah jadi, kemudian di analisa rendemen dan sifat fisika-kimianya. Analisis dilakukan berdasarkan metode Lidiasari, dkk., (2006), intensitas warna diuji menurut metode Bolade, dk air dan kadar abu mengikuti metode Apriantono, dkk (1989), serta pengujian total asam berdasarkan met

Berdasarkan sidik ragam (ANOVA) diketahui bahwa perlakuan suhu pemanasan (S), perlakuan lama pemanasan (L) dan interaksinya (S x L) memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen bubuk pewarna rosela.

makin tinggi suhu pemanasan akan menyebabkan rendem

rosela akan semakin menurun, begitupula dengan lama pemanasan akan mempengaruhi susut bahan sehingga r

Gambar 5. Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanasan dan lama pemanasan (S x L) terhadap rendemen bub pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji

akuan suhu 60 oC terlihat bahwa terjadi penurunan rendemen yang cu

semakin meningkatnya lama pemanasan. Akan tetapi penurunan rendemen akan berkurang pada lama pemanasan 9 jam, hal ini disebabkan kandungan air pada bahan mulai berkurang. Sedangkan interaksi perlakuan pada suhu 70 penurunan rendemen tidak terlalu tinggi. Pada lama pemanasan 7 dan 9 jam rendeman yang dihasilkan cend

yakni berkisar 10,41 % sedangkan pemanasan selama 5 jam rendemen yang dihasilkan terbilang t

Sementara interaksi perlakuan pada suhu 80 oC rendemen yang dihasilkan cenderung sama yakni ber

%. Tidak terjadinya perbedaan rendemen dari lama pemasanan yang berbeda, hal ini disebabkan bahan sud dalam proses penguapan air sehingga hasil akhir rendemen tidak berbeda nyata.

Penurunan nilai rendeman ini erat kaitannya dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan. Semakin la pemanasan dan menggunakan suhu yang tinggi, kandungan air pada bahan akan semakin menurun sehingga berat bahan akan mengalami penurunan yang di akibatkan kehilangan air pada saat pengeringan (Winarti,dkk. 2011).

) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S) dan perlakuan lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Sedangkan interaksi antara kedua perlakuan L) tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela.

5% menunjukkan bahwa perlakuan lama pemanasan akan mem perbedaan yang nyata terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Dari uji lanjut diketahui bahwa sem

suhu pemanasan maka akan mengakibatkan penurunan kemampuan daya serap bahan, hal ini karena bahan berada dalam titik jenuh dalam penyerapan air akibat pemanasan dengan suhu tinggi.

b c c c c c 70 80 Suhu Pemanasan (oC)

ISBN : 978-602-19421-0-9

Seminar Nasional Kimia 2013

ukan pengeringan dalam oven sesuai dengan perlakuan suhu yang telah kering dihaluskan dilakukan pengayakan agar menghasilkan bubuk pewarna yang benar-benar halus. Analisis daya serap air ), intensitas warna diuji menurut metode Bolade, dkk (2009), kadar (1989), serta pengujian total asam berdasarkan metode Hargis

lakuan suhu pemanasan (S), perlakuan lama pemanasan ata terhadap rendemen bubuk pewarna rosela.

makin tinggi suhu pemanasan akan menyebabkan rendemen bubuk pewarna pemanasan akan mempengaruhi susut bahan sehingga rendeman

an dan lama pemanasan (S x L) terhadap rendemen bubuk ang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji

C terlihat bahwa terjadi penurunan rendemen yang cukup tinggi dengan nurunan rendemen akan berkurang pada lama pemanasan 7 dan

ang. Sedangkan interaksi perlakuan pada suhu 70 oC

pemanasan 7 dan 9 jam rendeman yang dihasilkan cenderung sama jam rendemen yang dihasilkan terbilang tinggi yakni 12,61 %. C rendemen yang dihasilkan cenderung sama yakni berkisar 9,12

emasanan yang berbeda, hal ini disebabkan bahan sudah berada kandungan air yang terdapat dalam bahan. Semakin lama semakin menurun sehingga berat bahan an air pada saat pengeringan (Winarti,dkk. 2011).

n perlakuan lama pemanasan nteraksi antara kedua perlakuan (S x menunjukkan bahwa perlakuan lama pemanasan akan memberikan pewarna rosela. Dari uji lanjut diketahui bahwa semakin tinggi ini karena bahan berada

(3)

ISBN : 978-602-19421-0-9

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

Gambar 6 .Pengaruh perlakuan suhu pemanasan (S ) terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (S= 0,06).

Lidiasari dkk., (2006) menjelaskan bahwa pengeringan pada suhu 80 0C memiliki daya serap air yang lebih

rendah dibanding pengeringan pada suhu 70 0C terhadap tepung tapai. Hal ini disebabkan bahan yang dikeringkan pada

suhu tinggi mengalami titik jenuh terhadap penyerapan air. Sehingga kemampuan bahan untuk dapat menyerap berkurang, karena bahan berada dalam titik jenuh penyerapan air.

Pada Pemanasan 5 jam berbeda nyata dengan pemanasan selama 9 jam, tetapi tidak berbeda nyata dengan lama pemanasan 7 jam. Hal ini disebabkan semakin lama pemanasan akan menyebabkan kandungan air pada bahan akan berkurang. Pengurangan kadar air ini akan berpengaruh terhadap daya serap air oleh bahan, sebab bahan berada pada titik jenuh.

Gambar 7. Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L ) terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (L= 0,06).

Daya serap air dari suatu bahan pangan mencerminkan kualitas dari bahan pangan tersebut terutama bahan pangan yang mudah menyerap air seperti bubuk pewarna dan aneka tepung-tepungan. Semakin rendah kemampuan bahan untuk menyerap air dari lingkungannya, maka kualitas bahan pangan tersebut akan semakin baik bila diabandingkan dengan bahan yang memiliki kemampuan daya serap air yang tinggi. Daya serap air yang tinggi akan menyebabkan bahan mudah mengalami kerusakan baik secara fisik, kimia maupun secara mikrobiologis. Winarno (2008), menjelaskan bahwa bahan yang memiliki kandungan air yang tinggi mudah mengalami kerusakan fisik dan kimia terlebih kerusakan secara mikrobiologis.

Intensitas Warna

Hasil sidik ragam (Annova) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S) dan perlakuan lama pemanasan (L) memberikan pengaruh terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela. Sedangkan interaksi kedua perlakuan (S x L) tidak memberikan pengaruh terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela.

Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan memberikan pengaruh yang

nyata terhadap absorbansi larutan pewarna rosela yang dihasilkan. Absorbansi tertinggi terletak pada suhu 60 0C yakni

0 a b c 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 60 70 80 D ay a S er ap A ir (g r ai r/ g r sa m p el ) Suhu Pemanasan (oC) a ab b 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 5 7 9 D ay a S er ap A ir (g r ai r/ g r sa m p el )

(4)

ISBN : 978-602-19421-0-9

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

Gambar 8.Pengaruh perlakuan suhu pemanasan (S) terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (S= 0,01).

Dari gambar 8 diatas diketahui bahwa warna larutan pewarna dalam rosela mengalami penurunan dengan

semakin meningkatnya suhu pemanasan dalam pembuatan bubuk pewarna rosela. Pada suhu 60 0C adalah perlakuan

dimana nilai absorbansi bubuk pewarna rosela paling tinggi yakni sebesar 0,29 absorbansi dan akan mengalami

penurunan semakin meningkatnya suhu pemanasan. Suhu 80 0C merupakan suhu dengan nilai absorbansi terendah.

Komponen warna yang utama dalam kelopak bunga rosela adalah senyawa flavonoid yang berupa anthosianin yang memberikan pigmen warna merah pada rosela.

Penurunan intensitas warna pada pigmen antosianin ini kemungkinan terjadi akibat dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak bewarna) (Winarti,dkk. 2010). Winarti,dkk. (2008) menyebutkan proses

pemanasan sampai suhu 80 0C akan menyebabkan penurunan stabilitas warna pada ekstrak zat warna merah pada ubi

jalar ungu. Hal ini terjadi akibat kerusakan gugus kromofor pigmen antosianin sehingga terjadi pemucatan warna. Selain itu pigmen warna merah antosianin juga tidak stabil dan mudah rusak pada proses pemanasan.

Kandungan pigmen antosianin akan mengalami penurunan seiring meningkatnya suhu dan adanya oksigen akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar (deMan, 1989). Sementara hasil uji lanjut BNJ 5% pada perlakuan lama pemanasan bubuk pewarna rosela menunjukkan bahwa pada perlakuan lama pemanasan 7 jam berbeda nyata dengan perlakuan pada suhu 9 jam. Tetapi kedua perlakuan berbeda tidak nyata pada perlakuan lama pemanasan selama 5 jam.

Pada gambar 9 diketahui bahwa lama pemanasan cenderung menurunkan nilai intensitas warna dari bubuk pewarna rosela. Nilai absorbansi terendah terletak pada lama pemanasan 9 jam dengan nilai sebesar 0.28 dan berbeda nyata dengan lama pemanasan 7 jam. Akan tetapi keduannya tidak berbeda nyata pada lama pemanasan 5 jam.

Gambar 9.Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L) terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela. Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (L= 0,01).

Winarti,dkk. (2008) menyebutkan bahwa semakin lama pemanasan akan menyebabkan pigmen antosianin mengalami dekomposisi dan nilai absorbansinya cenderung akan menurun seiring dengan lamanya pemanasan.

Kadar Air

Kadar air produk pangan sering dihubungkan dengan kualitas produk secara fisik maupun secara mikrobiologis. Selain mempengaruhi kualitas produk, kadar air juga mempengaruhi tingkat keawetan produk itu sendiri.

Hasil sidik ragam (Annova) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S), perlakuan lama pemanasan (L) dan interaksinya (S x L) memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air bubuk pewarna rosela.

ab a b 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 5 7 9 In te n si ta s w ar n a (A b so rb an si )

Lama pemanasan (jam)

ab

a

b

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

5

7

9

In te n si ta s w ar n a (A b so rb an si )

(5)

Dari hasil uji lanjut BNJ 5

kadar air yang berbeda. Semakin tinggi suhu pemanas berkurang.

Gambar 12.Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanas pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf y BNJ taraf 5% (SxL= 2,43).

Dari grafik dapat dilihat bahwa kadar air terendah/paling baik

0

C dengan selang waktu pemanasan 7 jam

pemanasan pada suhu 60 0C dengan selang waktu pemanas

Dari Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa semakin t air yang ada dalam bahan akan semakin berkurang (me

yang digunakan maka kandungan kadar air yang ada pada bahan ha tinggi. Makin tinggi suhu udara pengering, makin be

masa cairan yang diuapkan dari permukaan

Kadar Abu

Kadar abu dapat diartikan sebagai bahan mineral pembakaran.

Dari sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakua terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela. Sementara

lama pemanasan (SxL) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu

Gambar 13. Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L) )

dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda n Hasil uji BNJ taraf 5% terlihat adanya perbed

pada lama pemanasan 5 jam berbeda nyata dengan kada 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Suhu ruang K ad ar A ir ( % ) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 K ad ar a b u ( % )

ISBN : 978

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

5% menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan akan mem

kadar air yang berbeda. Semakin tinggi suhu pemanasan akan mengakibatkan kandungan air pada bahan akan semakin

Gambar 12.Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanasan dan lama pemanasan (S x L) terhadap kadar air bu pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji

5% (SxL= 2,43).

dilihat bahwa kadar air terendah/paling baik terletak pada perlakuan C dengan selang waktu pemanasan 7 jam dengan nilai 5.06 % dan kadar air paling tinggi

C dengan selang waktu pemanasan 5 jam dengan nilai 59.73 %.

Dari Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dan lama pemanasan yang digunakan maka k air yang ada dalam bahan akan semakin berkurang (menurun),sedangkan semakin rendah suhu dan lama peman

kan maka kandungan kadar air yang ada pada bahan hanya akan mengalami pengurangan yang tidak terlalu tinggi. Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin b

masa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan (Winarti, 2011).

Kadar abu dapat diartikan sebagai bahan mineral-mineral anorganik yang tidak ter

Dari sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan lama pemanasan (L) memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela. Sementara suhu pemanasan (S) dan interaksi antara suhu pemanasan d

tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela

Gambar 13. Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L) ) terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf

% terlihat adanya perbedaan diantara perlakuan lama pemanasan yang berbeda. Kadar abu pada lama pemanasan 5 jam berbeda nyata dengan kadar abu dengan lama pemanasan 7 dan 9 jam, tetapi per

a b de b cd c de 60 70 Suhu Pemanasan (oC) b a 5 7

Lama Pemanasan (jam)

ISBN : 978-602-19421-0-9

Seminar Nasional Kimia 2013

menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan akan memberikan penurunan gakibatkan kandungan air pada bahan akan semakin

an dan lama pemanasan (S x L) terhadap kadar air bubuk ang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji

pada perlakuan pemanasan pada suhu 80 % dan kadar air paling tinggi terletak pada perlakuan

.

inggi suhu dan lama pemanasan yang digunakan maka kadar nurun),sedangkan semakin rendah suhu dan lama pemanasan nya akan mengalami pengurangan yang tidak terlalu sar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah

mineral anorganik yang tidak terbakar selama proses lama pemanasan (L) memberikan pengaruh nyata pemanasan (S) dan interaksi antara suhu pemanasan dan

bubuk pewarna rosela yang dihasilkan.

terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela.Titik yang diikuti

yata pada uji BNJ taraf 5% (L= 0,01).

lama pemanasan yang berbeda. Kadar abu r abu dengan lama pemanasan 7 dan 9 jam, tetapi perbedaannya

de e de 80 5 jam 7 jam 9 jam a 9

(6)

ISBN : 978-602-19421-0-9

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

Pada dasarnya berat abu dari bubuk pewarna rosela ini seharusnya tidak berbeda nyata karena bahan tidak mengalami penambahan bahan lain pada saat proses pengolahan bubuk pewarna rosela.

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 1992).

Total Asam

Asam malat dan asam sitrat adalah 2 komponen asam organik yang paling dominan didalam rosela (Maryani & Kristiana, 2005). Asam organik ini akan mengalami degradasi seiring meningkatnya suhu pemanasan.

Berdasarkan sidik ragam (Annova) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S), perlakuan lama pemanasan (L) dan interaksinya (S x L) memberikan pengaruh nyata terhadap total asam bubuk pewarna rosela. Dari gambar 19 diatas diketahui bahwa kandungan total asam pada bubuk pewarna rosela cenderung semakin menurun

seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan dan lama pemanasan. Interaksi suhu pemanasan 60 0C dengan lama

pemanasan 5 jam memiliki nilai total asam yang tertinggi yakni sebesar 20,10 % dan tidak berbeda nyata pada lama

pemanasan 7 jam dengan suhu yang sama. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari interaksi suhu pemanasan 80 0C

dengan lama pemanasan 9 jam sebesar 1,33 %.

Gambar 19. Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanasan dan lama pemanasan (S x L) terhadap total asam bubuk pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (S x L = 1,88).

Pada perlakuan suhu 80 0C dengan lama pemanasan yang berbeda-beda menunjukkan tidak berbeda nyata untuk

total asam bubuk pewarna rosela. Hal ini diduga erat kaitannya dengan proses penguapan kadar air pada bahan, pada suhu tersebut proses kehilangan air berada dalam titik jenuh sehingga proses kehilangan bahan organik, termasuk

komponen asam dalam bahan berlangsung relatif lebih lambat (Lidiasari, 2006). Sementara suhu pemanasan 70 0C

dengan lama pemanasan 9 jam pada sidak ragam menunjukkan berbeda tidak nyata dengan lama pemanasan 5 jam dan 7 jam.

Senyawa-senyawa organik akan mengalami oksidasi dan kerusakan bila dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi, kerusakan ini akan menyebabkan semakin menurunnya senyawa asam organik yang ada pada bahan (Winarno, 2008). Mardiah, dkk. (2005) menyebutkan bahwa terdapat dua senyawa asam yang ada pada rosela, yakni asam malat dan asam sitrat. Kedua senyawa asam ini mampu memberikan rasa masam segar pada rosela.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Perbedaan suhu dan lama pemanasan dalam pembuatan bubuk pewarna rosela mempengaruhi kualitas bubuk pewarna yang dihasilkan.

2. Perbedaan suhu dan lama pemanasan berpengaruh terhadap penurunan daya serap air, kadar air, , total asam, intensitas warna dan rendemen pada bubuk pewarna rosela yang dihasilkan. Sementara kadar abu hanya dipengaruhi oleh perlakuan lama pemanasan.

3. Perlakuan yang terbaik dari pengolahan bubuk pewarna rosela pada interaksi perlakuan pada suhu 80 0C dengan

lama pemanasan selama 5 jam dengan nilai parameter pengujian : rendemen 9,46 %, daya serap air 1,92 g air/g sampel, intensitas warna dengan nilai absorbansi 0,28, kadar air 6,42 %, kadar abu 0,51% dan total asam 5,14 %.

a cd e a bc e b d e 0 5 10 15 20 25 30 35 Suhu ruang 60 70 80 T o ta l A sa m (% ) Suhu Pemanasan (C) 5 jam 7 jam 9 jam

(7)

ISBN : 978-602-19421-0-9

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

DAFTAR PUSTAKA

Apriantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, dan Budiyanto S. 1989. Analisa Pangan. IPB-Press. Bogor.

Bolade MK, Oluwalana IB, and Ojo O. 2009. Comercial Practice of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) Beverage

Production: Optimization of Hot Water Extraction and Swetbess Level. World Journal of Agricultural Scince,

5(1):126-131.

deMan JM. 1989. Kimia Makanan, Alih Bahasa Kosasih Padwinata. Penerbit ITB, Bandung.

Lidiasari E, Syahfutri MI, dan Syaiful F. 2006. Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu

Terhadap Mutu Fisik dan Kimia yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, 8(2) : 141-146.

Mardiah, Hasibuan S, Rahayu A, dan Ashadi RW. 2009. Budi Daya dan Pengolahan Rosela Si Merah Segudang

Manfaat. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Maryani H. dan Kristiana L. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosela. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Safaryani N, Haryati S, dan Hastuti ED. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Vitamin C Brokoli

(Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi, 15(2): 39-46.

Suryanti, Hadi S, dan Paranginangin R. 2006. Ekstraksi Gelatin dari Tulang Kakap Merah secara Asam. Jurnal Pasca

Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Bogor. 1(1) : 27-28.

Winarno FG.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press, Bogor.

Winarti S, Sarofa U, dan Anggrahini D. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoes batatas L.,)

sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia, 3(1) : 207-214.

Winarti S, Sudaryanti dan Usman DS. 2011. Karakteristik dan Aktifitas Antioksidan Rosela Kering (Hibiscus sabdariffa

L.). Seminar Nasional PATPI, 15-17 september.

Winarti S. dan Firdaus A. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela untuk Pewarna Makanan dan

Gambar

Gambar  5.  Pengaruh  perlakuan  interaksi  suhu  pemanas pewarna  rosela.  Poligon  yang  diikuti  dengan  huruf  y BNJ taraf   5% (SxL = 1,43)
Gambar 7. Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L ) terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela
Gambar 9.Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L) terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela
Gambar  12.Pengaruh  perlakuan  interaksi  suhu  pemanas pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf y BNJ taraf   5% (SxL= 2,43).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengamatan hari ke-0 hingga hari ke-5 untuk perlakuan dengan menggunakan sedimen bakau dan sedimen rawa jumlah bakteri masih sedikit, hal ini disebabkan

Y = ketersediaan bersih serealia pokok perkapita per hari, Z = konsumsi normatif perkapita (RKN). Namun karena kebanyakan hasil produksi yang di konsumsi adalah padi,

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan dimensi Product Quality , terdapat 11 atribut kebutuhan yang telah memenuhi kepuasan pelanggan dan 13 atribut kebutuhan yang belum

Dua titik inilah yang akan dibahas dalam skripsi berjudul “Studi Pergeseran Pemikiran Jam’iyah Rifa’iyah tentang Keabsahan Nikah yang Diakadkan oleh.. Penghulu/PPN”

Hasil penelitian tentang pengaruh kompetensi pedagogik guru terhadap minat belajar siswa SMA Negeri 6 mandau kabupaten bengkalis dapat diketahui dari dari hasil angket yang

mengetahui hipotesis-3 yang menyatakan bahwa gender memoderasi hubungan antara Person Job Fit dan task performance dan hipotesis-4 yang menyatakan bahwa gender

Guru menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik, termasuk memberikan pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik untuk menjawab

- Common Control Channel (CCCH) merupakan kanal bi-directional untuk mentransmisikan informasi kontrol antar jaringan dan ketika UE tidak ada koneksi ke elemen