• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA Potensi Sumber Daya Perikanan laut di Indonesia. Indonesia memiliki potensi perikanan yang tinggi sebagai negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA Potensi Sumber Daya Perikanan laut di Indonesia. Indonesia memiliki potensi perikanan yang tinggi sebagai negara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Sumber Daya Perikanan laut di Indonesia

Indonesia memiliki potensi perikanan yang tinggi sebagai negara

kepulauan, hampir dua pertiga wilayahnya adalah lautan. Luas lautnya sekitar 3,1 juta km2, terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2, perairan laut teritorial 0,3 km2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), maka secara keseluruhan luas perairan laut Indonesia adalah 5,8 juta km2

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumber daya pesisir dan lautan yang sangat besar.

. Garis pantai yang dimiliki Indonesia mencapai 81.800 km (Nurjaya, 2001). Menurut Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan (SIDATIK), Kementrian Kelautan dan Perikanan (www.statisik.kkp.go.id) volume produksi perikanan tangkap di laut Indonesia tahun 2011 mencapai 5.034.679 ton.

Fakta fisik bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km² (0,3 juta km² perairan teritorial; dan 2,8 juta km² perairan nusantara) atau 62% dari luas teritorialnya. Berdasarkan United Nations Convention on the Law of Sea (KKP, 2008) Indonesia diberi hak kewenangan memanfaatkan Zona Ekonomi Ekslusif seluas 2,7 juta km² yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati, penelitian, dan yuridikasi mendirikan instalasi atau pulau buatan. Batas ZEE ini adalah 200 mil dari garis pantai pada surut terendah.

(2)

Menurut data Direktur Jendral Perikanan (1995), potensi lestari sumber daya perikanan tangkap di laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,7 juta ton dengan rincian 4,4 juta ton di perairan laut teritorial dan perairan Laut Nusantara, serta 2,3 juta ton di perairan laut ZEEI. Penyebaran potensi sumber daya ikan di laut

teritorial dan Nusantara, yaitu 53,6 % berada di wilayah perairan Kawasan Timur Indonesia, yaitu 30,9 % di perairan Irian Jaya dan Maluku, 22,7 % di perairan sekitar pulau Sulawesi. Potensi sumber daya perikanan di perairan ZEEI, sebagian besar ada di ZEE Laut Hindia (Selatan Jawa dan Barat Sumatera), yakni sebesar 38,3 %, di Laut Cina Selatan sebesar 23,4 %, serta Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (Utara Irian Jaya) sebesar 21,2 %.

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih. Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, contohnya ekosistem pesisir hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, yang sangat luas dan beragam.

2.2. Kondisi Perikanan di Kepulauan Seribu

Kepulauan Seribu merupakan ekosistem laut di Perairan utara Jakarta, Wilayah Perairan Kepulauan Seribu didominasi oleh ekosistem terumbu karang, padang lamun dan daratan pulau-pulau karang yang menjadi habitat penting berbagai jenis biota perairan laut (Sachoemar, 2008).

Di kawasan Kepulauan Seribu, sekitar 70% penduduk Kepulauan Seribu menggantungkan hidupnya pada perairan laut Kepulauan Seribu. Sebanyak

(3)

21-40% merupakan nelayan tangkap konsumsi yang melakukan penangkapan di sekitar ekosistem terumbu karang. Antara 69-92% nelayan dari 5 kelurahan (Pulau Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Pari, Pulau Harapan dan Pulau Untung Jawa) mengatakan hasil tangkapan telah menurun. (Yayasan Terumbu Karang Jakarta, 2009).

Pada tahun 2000, produksi perikanan laut dan hasil tangkapan lokal di wilayah Jakarta Utara sebesar 57.260.269 kg dengan nominal Rp. 97.267.048.675. Hal ini mengalami penurunan produksi jika dibandingkan dengan tahun 1999 sebesar 63.091.645 kg atau turun sebesar 9,2%. Penurunan produksi tersebut disebabkan karena terjadinya overfishing di perairan Teluk Jakarta akibat padatnya armada perikanan yang beroperasi (Widodo dan Suadi, 2008).

Pada tahun 2004, produksi perikanan laut di Kepulauan Seribu dapat mencapai 2.838,80 ton per tahun dengan jumlah nelayan telah mencapai 10.442 orang. Pada tahun 2007, jumlah armada penangkapan ikan yang ada adalah 1.289 dengan jumlah kapal motor sebanyak 899 unit dan yang lainnya terdiri dari motor tempel, perahu layar, dan sampan/jukung sebanyak 370 unit

(www.statistik.kkp.go.id).

2.3. Pendugaan Stok Ikan

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan nilai dasar status pemanfaatan sumberdaya ikan. Hasil kajian yang telah dilakukan

menyimpulkan bahwa stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia kira-kira baru dimanfaatkan sekitar 60% dari potensi yang ada.

(4)

Stok ikan merupakan angka yang menggambarkan suatu nilai dugaan besarnya biomas ikan berdasarkan kelompok jenis ikan dalam kurun waktu tertentu (Carvalho and Hauser, 1995). Mengingat ikan merupakan hewan yang bersifat dinamis yang senantiasa melakukan perpindahan (migration) baik untuk mencari makan atau memijah, maka sangat sulit tentunya untuk menentukan jumlah biomassnya. Namun demikian peneliti biologi perikanan telah menghasilkan terobosan pendekatan untuk menghitung jumlah stok ikan.

2.3.1. Metode Pendugaan Stok Ikan

Kegiatan pendugaan stok ikan disebut sebagai fish stock assessment dan metode yang digunakan disebut stock assessment methods. Leonart (2002) menyatakan bahwa stock assessment merupakan suatu kegiatan pengaplikasian ilmu statistika dan matematika pada sekelompok data untuk mengetahui status stok ikan secara kuantitatif untuk kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke depan.

Secara umum kegiatan pendugaan stok ikan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok utama yaitu :

1. Metode Tidak Langsung (Indirect), yang terdiri dari pendekatan analitik dan pendekatan Production Model. Metode tersebut digunakan untuk menduga ikan dengan memanfaatkan data time series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan di tempat pendaratan ikan.

2. Metode Survei (Survey), yaitu pengkajian stok sumberdaya ikan yang dilakukan dengan melakukan survey di lapangan, seperti dengan alat bottom

(5)

trawl, akustik (Echosounder), metode produksi telur harian (Daily Egg Production Method) dan pencacahan langsung dengan penyelaman.

3. Metode penandaan (Marking), yaitu pengkajian stok yang dilakukan dengan cara memberikan tanda (tag) pada ikan kajian.

4. Pendekatan ekologi (Ecological Approach), metode ini merupakan

pengembangan metode tidak langsung yang mengkaitkan pengaruh interaksi biologi antar jenis (ekologi dan teknologi) pada perikanan multijenis.

2.3.2.

Kecermatan dan ketepatan dalam menduga besarnya stok sumberdaya di laut merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pengelolaan sumberdaya ikan. Kesalahan dalam menduga akan berakibat fatal terhadap sumberdaya yang ada. Kesalahan pendugaan yang melebihi stok yang ada akan mempercepat terkurasnya sumberdaya ikan (over estimate). Hal tersebut terjadi karena sistem pendataan penangkapan ikan lebih tinggi dibandingkan sumberdaya yang ada, sehingga terjadi eksplorasi sumberdaya ikan yang berlebihan.

Dampak kesalahan pendugaan stok

Dampak yang mungkin ditimbulkan akibat kesalahan dalam pendugaan stok ikan ternyata sangat besar, agar hal tersebut tidak terjadi dalam pengelolaan perikanan Indonesia, maka Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus segera mengambil langkah perbaikan. Hal ini penting mengingat pendugaan stok sumberdaya ikan yang tepat dan akurat akan menjadi kunci keberhasilan

pembangunan perikanan ke depan. Hal tersebut tidak akan terwujud jika

perencanan pembangunan perikanan ini didasarkan pada suatu data yang sangat lemah dan kurang dipercaya keakuratannya. Oleh sebab itu agar pengelolaan

(6)

pembangunan perikanan akurat, beberapa langkah strategis sebaiknya dilakukan pemerintah.

Mengingat kegiatan pengkajian stok sumberdaya ikan sangat mahal dan 1). Perbaikan jumlah dan sistem anggaran

memerlukan kesinambungan, maka pemerintah sejak sekarang perlu membuat anggaran dana yang cukup untuk kegiatan pengkajian stok ikan. Kegiatan tersebut harus terprogram, jelas dan berkesinambungan. Kegiatan survei (seperti

pengkajian stok ikan) memerlukan data berkesinambungan dan tidak dibatasi dengan tahun anggaran. Pengalaman mengatakan bahwa keterbatasan waktu karena keterlambatan turunnya dana dan berakhirnya suatu kegiatan

mengharuskan pengelola kegiatan mengejar (hanya) laporan administrasi kegiatan saja.

Hal lain yang perlu dibenahi selain pendanaan dan sistem penganggaran (melibatkan instansi lain) yang berhubungan dengan pengkajian stok ikan ini adalah perbaikan kualitas data perikanan. Hal ini dikarenakan banyaknya

pengkajian stok yang didasarkan pada data sekunder tersebut. Nilai data akan baik dan akurat apabila dikelola secara profesional. Petugas yang mengelola data perikanan harus diberikan pendidikan khusus dan jabatan fungsional yang layak. 2). Peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang perikanan

(7)

Setelah SDM nya ditata, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan wadah SDM itu sendiri, yaitu sistemnya. Sistem pendataan yang ada sekarang, sebagian besar masih dilakukan secara manual, di sisi lain pendataan dilakukan dengan menggunakan formulir yang kadangkala tidak seragam antar daerah. Formulir isian dibuat menurut selera daerah masing-masing, sehingga penggabungan data antar daerah sering menemui kesulitan. Koordinasi antar lembaga dan daerah tentang pendataan ini juga masih sangat lemah. Berpijak pada kondisi ini KKP harus mulai memikirkan membentuk lembaga independent seperti instansi seperti Japan Fisheries Information Center (JAFIC) yang secara khusus menangani data perikanan. Lembaga ini berfungsi untuk membuat metode, mengumpulkan, mengolah dan menyebarluaskan produk data perikanan kepada pengguna. Keterangan di atas berdasarkan informasi dari (Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, 1998)

2.4. Logbook Perikanan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dijelaskan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua proses upaya yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan alokasi sumberdaya ikan dan implementasinya serta penegakan hukum dari peraturan perundangan di bidang perikanan

merupakan bagian dari pengelolaan perikanan. Pesan tersebut dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa pengelolaan perikanan harus berdasarkan data-data yang relevan.

(8)

2.4.1. Logbook Manual

Salah satu strategi pengumpulan data yang benar dan relevan tersebut adalah dengan menerapkan program logbook dan menempatkan observer yang mengamati langsung, mencatat, dan melaporkan kegiatan penangkapan ikan. Strategi sifatnya rutin dan dalam jangka waktu panjang (long-term observation Tujuan pelaksanaan program logbook :

)

- logbook sebagai landing declaration dari nakhoda, atau surat pernyataan mengenai ikan yang dibawa ke pelabuhan perikanan.

logbook perikanan mendukung pendataan statistik perikanan (wilayah penangkapan, jenis ikan, volume).

logbook perikanan mencatat data ijin penangkapan (alat tangkap), data registrasi kapal (lxbxd; Power), pelabuhan pangkalan.

• Mendukung evaluasi dan analisa pengelolaan SDI (fishing capacity, efficiency fishing, musim penangkapan kaitannya dengan open and close session dan konervasi), (www.wwf.or.id).

Data statistik yang dilaksanakan berbasis pendaratan adalah jenis data paling populer karena telah dilaksanakan selama puluhan tahun dan hasilnya menjadi acuan dan dasar pertimbangan dalam berbagai kebijakan perikanan. Data yang berbasis pendaratan tersebut memiliki banyak kelemahan. Mencatat contoh populasi (sampling) dan bukan sensus akan menyebabkan kita harus

menggunakan berbagai pendekatan untuk mengetahui besar data sebenarnya (populasi). Pencatatan produksi perikanan di pendaratan (pelabuhan) juga

(9)

memiliki kelemahan tidak bisa menampilkan informasi daerah penangkapan ikan secara spesifik dan akurat (Dirjen Perikanan, 1995).

Tabel 1 adalah contoh logbook manual dengan data posisi lintang dan posisi bujur di atas ini didapat dari kapal purse seine berpangkalan di PPI Bajomulyo, hasil kegiatan Magang Layar Mahasiswa Perikanan Universitas Diponegoro Program Studi PSP Angkatan 1997 dan 1998 Tahun 2001–2002. Tabel 1. Contoh Kertas Logbook KKP

PURSE SEINE “A”

NO LINTANG BUJUR HASIL

1 5 ° 20 ´ 24 ´ 112 ° 21 ´ 36 ´ 10000 2 5 ° 22 ´ 12 ´ 113 ° 15 ´ 36 ´ 300 3 5 ° 35 ´ 24 ´ 113 ° 18 ´ 36 ´ 500 4 5 ° 15 ´ 36 ´ 113 ° 13 ´ 48 ´ 150 5 5 ° 31 ´ 48 ´ 113 ° 22 ´ 12 ´ 100 6 5 ° 33 ´ 36 ´ 113 ° 21 ´ 36 ´ 75 7 5 ° 28 ´ 48 ´ 113 ° 25 ´ 48 ´ 50 8 5 ° 16 ´ 48 ´ 113 ° 40 ´ 48 ´ 60 9 5 ° 15 ´ 36 ´ 113 ° 39 ´ 0 ´ 400 10 5 ° 9 ´ 36 ´ 113 ° 52 ´ 48 ´ 100 11 5 ° 22 ´ 12 ´ 113 ° 43 ´ 12 ´ 100 12 5 ° 44 ´ 24 ´ 113 ° 20 ´ 24 ´ 1200 13 5 ° 39 ´ 36 ´ 113 ° 22 ´ 48 ´ 1500 14 5 ° 39 ´ 36 ´ 113 ° 19 ´ 48 ´ 10000 15 5 ° 38 ´ 24 ´ 113 ° 15 ´ 36 ´ 4500 16 5 ° 30 ´ 53 ´ 113 ° 15 ´ 36 ´ 4000 17 5 ° 46 ´ 12 ´ 113 ° 13 ´ 48 ´ 600 18 5 ° 46 ´ 12 ´ 113 ° 27 21 ´ 36 ´ 600 19 5 ° 48 ´ 0 ´ 113 ° ´ 36 ´ 100 20 5 ° 15 ´ 36 ´ 113 ° 3 ´ 36 ´ 7000

Sumber : Kapal Purse Seine PPI Bajomulyo Tahun 2001-2002

2.4.2. Elektronik Logbook (E-logbook)

Elektronic logbook merupakan sebuah sistem yang beperan untuk merekam data berbasis komputer untuk data-data yang bersifat kompleks. Elektronik logbook merupakan teknologi yang dibuat untuk menggantikan logbook yang menggunakan kertas (logbook manual). E-logbook untuk data

(10)

perikanan ini mempunyai tujuan untuk pemantauan aktifitas perikanan di

Indonesia dan mencegah adanya unreported fishing yang membuat pertumbuhan ekonomi dalam dunia perikanan menurun.

Elektronic logbook adalah sistem penjejakan (tracking system) yang hanya memberikan informasi mengenai kapal yang membawa peralatan

transmitter. Kapal yang tidak berijin dan kapal lain yang tidak dilengkapi dengan transmitter yang sesuai tidak dapat terpantau oleh e-logbook. Teknologi e-logbook yang berbasis satelit, meliputi tiga komponen penting yang merupakan subsistem yaitu:

1. sebuah transmitter atau transceiver yang dipasang di kapal perikanan untuk menunjukkan posisi kapal,

2. Medium transmisi/sistem komunikasi yaitu sistem satelit sebagai wahana untuk mentrasmisikan informasi posisi kapal dari kapal perikanan ke Fisheries Monitoring Center,

3. Fisheries Monitoring Center (FMC) untuk menerima, menyimpan,

menampilkandan mendistribusikan data. Data di FMC dapat dianalisis lebih lanjut untuk keperluan tertentu. Mekanisme kerja e-logbook secara umum diawali dari transmitter yang mengirimkan data posisi kapal melalui sistem satelit yang beredar pada orbitnya di atas bumi. Satelit akan menerima pesan dari kapal dan mengirimkan ke pusat pengolahan data satelit (processing center), dan kemudian data posisi kapal yang telah diolah disampaikan ke FMC. Posisi kapal terakhir secara terus-menerus dilaporkan kepada FMC (http://elogbook-p3tkp.net).

(11)

2.5. Penentuan Posisi menggunakan Global Positioning System (GPS) GPS dapat dikatakan sebagai sistem radio navigasi dan penentuan posisinya menggunakan satelit. Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa satelit secara simultan, dan tidak hanya satu satelit saja, seperti halnya menentukan posisi pada bidang datar yaitu membaring beberapa benda acuan/objek baringan (Abidin, 2001).

Sistem GPS mulai direncanakan sejak tahun 1973 oleh angkatan udara Amerika Serikat (Easton, 1980), dan pengembangannya sampai sekarang ini ditangani oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, dibawah lembaga yang dinamakan Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System (NAVSTAR), dan sistem yang dimiliki oleh Rusia dengan nama GLONASS singkatan dari Global Navigation Satellite System. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan dalam tiga dimensi dan juga informasi mengenai waktu secara kontinu di seluruh dunia.

Sinyal GPS mengandung tiga informasi yaitu kode pseudorandom, data ephemeris dan data almanac. Sinyal transmisi dari satelit GPS merupakan sinyal identifikasi satelit saat sedang mengirim informasi terhadap GPS penerima. Selanjutnya GPS penerima menghitung timing waktu rambatan gelombang dari satelit NAVSTAR dengan menghitung selisih timing pulsa antara pseudo random

(12)

code dari GPA penerima. Lebar frekuensi (Bandwidth) yang dibutuhkan untuk mentransmisikan pseudo random code sekitar 1 MHz, sehingga transmisi sinyal GPS ditransmisikan pada gelombang 20 cm atau sekitar 1,2 – 1,5 GHz

2.6. Standar Interface GPS (NMEA-0813)

Kompabilitas berbagai chipset dengan produsen berbeda membuat sebuah standar kalimat yang dikeluarkan oleh sebuah chipset GPS. Sampai saat ini standar kalimat tersebut biasa disebut standar NMEA-0813. Standar NMEA memiliki banyak jenis bentuk kalimat laporan, yang diantaranya berisi data koordinat lintang (latitude), bujur (longitude), ketinggian (altitude) waktu sekarang standar UTC (UTC time), dan kecepatan (speed over ground) (Iqbal, 2011). Umumnya NMEA-0813 menggunakan komunikasi RS232 sebagai jalur komunikasi dengan perangkat luar seperti computer atau mikrokontroler dengan beberapa kecepatan (baud rate) yang biasanya dapat diatur. Jenis kalimat NMEA-0183 yang umum digunakan dapat dilihat pada Table 2.

Tabel 2. Jenis Kalimat NMEA yang umum digunakan Kalimat Deskripsi

$GPGGA Meminta fixed data dari GPS

$GPGLL Meminta posisi latitude dan longitude $GPGSA GNSS DOP and active satellites $GPGSV GNSS satellites yang tertangkap

$GPRMC Recommended minimum specific GNSS data

Jumlah kalimat NMEA yang didukung oleh sebuah GPS penerima bervariasi, tergantung produsen dan tujuan dari GPS. Chipset GPS penerima umumnya mendukung kelima kalimat NMEA pada tabel 2. Kalimat NMEA

(13)

tersebut, pada beberapa perancangan tidak digunakan karena NMEA dirancang dengan kebutuhan umum pengguna sehingga dengan satu atau lebih kalimat NMEA sudah dapat menyelessaikan masalah yang ingin diselesaikan. (http://www.mikron123.com)

2.7. Mikrokontroler sebagai Pusat kendali dalam Rancang Bangun Alat E-Logbook

Mikrokontroler adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis dan dihapus dengan cara khusus, cara kerja mikrokontroler sebenarnya membaca dan menulis data. Mikrokontroler merupakan komputer di dalam chip yang digunakan untuk mengontrol peralatan elektronik, yang menekankan efisiensi dan efektifitas biaya. Secara harfiahnya bisa disebut “pengendali kecil” dimana sebuah sistem

elektronik yang sebelumnya banyak memerlukan komponen-komponen

pendukung seperti IC TTL dan CMOS dapat dikurangi dan akhirnya terpusat serta dikendalikan oleh mikrokontroler ini (http://www.kelas-mikrokontrol.com/)

Mikrokontroler adalah versi mini atau mikro dari sebuah komputer karena mengandung beberapa peripheral yang langsung bias dimanfaatkan. Mikrokontroler memiliki port parallel, port serial, komparator, konversi digital ke analog (DAC), konversi analog ke digital (ADC) dan sebagainya hanya

menggunakan sistem minimum yang tidak rumit atau kompleks. Tipe mikrokontroler yang sering dan banyak digunakan kecepatan yang tinggi, harga yang relatif murah dengan fasilitas tambahan yang cukup banyak yaitu mikrokontroler seri AVR ATMEGA keluaran perusahaan ATMEL.

(14)

Mikrokontroler AVR merupakan mikrokontroler keluaran perusahaan ATMEL coorporation yang memiliki arsitektur RISC 8 bit, semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam satu siklus instruksi clock. AVR dikelompokkan ke dalam 4 kelas, yaitu ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan keluarga AT86RFxx. Kelas yang membedakan satu sama lain adalah ukuran onboard memori, onboard peripheral dan fungsinya. Segi arsitektur dan instruksi yang digunakan semua kelas ini bisa dikatakan hampir sama.

Mikrokontroller merupakan sebuah mikroprosessor (Central Procesing Unit,CPU) yang dikombinasikan dengan I/O dan memori (Read Only Memory, ROM) dan (Random Acces Memory, RAM. Berbeda dengan mikrokomputer yang memiliki bagian-bagian tersebut secara terpisah, mikrokontroller dapat

mengkombinasikan bagian-bagian tersebut dalam tingkat chip.

AVR ATmega8535 merupakan seri mikrokontroler 8 bit yang berarsitektur RISC (Reduce instruction Set Computing). Inti AVR adalah

kombinasi berbagai macam instruksi dengan 32 register serba guna. siklus detak. Keuntungan dari arsitektur ini adalah kode program yang lebih efisien sementara keberhasilan keseluruhan sepuluh kali lebih cepat dibandingkan dengan CISC (Complex Instruction Set Computing) yang konvensional. Kelengkapan seri AVR antara lain disebutkan sebagai berikut :

a. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu port A, port B, port C, dan port D.

b. ADC 10-bit sebanyak 8 saluran. c. Tiga buah Timer/Counter.

(15)

d. CPU yang terdiri atas 32 buah register. e. Watchdog Timer dengan osilator internal. f. SRAM sebesar 512 byte.

g. Memori Flash sebesar 8 KB.

h. Unit interupsi internal dan eksternal. i. Port antarmuka SPI.

j. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi.

k. interface komparator analog.

l. Port USART untuk komunikasi serial.

Kecepatan eksekusi ditentukan dari hasil pembangkitan detak pada blok osilator internal. Detak juga dipergunakan sebagai dasar pembangkitan timer, termasuk dalam fungsi timer tersebut adalah Pulse Width Modulation (PWM ) dan baudrate untuk komunikasi serial. Penggunaan fungsi timer dapat pula dimodekan sebagai sumber interupsi.

ATmega8535 dilengkapi dengan Analog to Digital Convertion (ADC) 10 bit dengan multiplek untuk 8 jalur masukan, dimana ADC dapat juga dipergunakan sebagai sumber interupsi. Pemilihan saluran dan proses konversi dilakukan dengan memberikan data pada register yang berkaiatan.

Kelengkapan lain adalah untuk fungsi komunikasi serial, dimana terdapat tiga format komunikasi yang dapat digunakan yaitu Universal

Synchronous andAsynchronous serial Receiver andTransmitter (USART), The Serial PeripheralInterface (SPI) dan Two-wire SerialInterface (TWI). Semua fasilitas serial dapat dipergunakan dalam variasi kecepatan transmisi yang sangat

(16)

bergantung pada besarnya penggunaan sumber detak dan pengisian register yang berkaitan. Adapun susunan kaki mikrokontroler ATmega8535 ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Susunan Kaki ATmega8535

2.8. Modem GSM sebagai Pengirim dan Penerima Data

Sebuah modem GSM adalah tipe modem yang khusus menerima kartu SIM seperti ponsel. Melihat dari sudut pandang operator, modem GSM terlihat seperti ponsel. Sebuah modem GSM dapat menjadi perangkat modem khusus dengan peripheral serial, USB atau sambungan Bluetooth. Istilah modem GSM digunakan sebagai istilah umum untuk mengacu pada setiap modem yang mendukung satu atau lebih dari protocol dalam evolusi keluarga GSM, termasuk teknologi 2.5G GPRS dan EDGE, serta 3G teknologo WCDMA, UMTS, HSDPA dan HSUPA (Mouly. 1992).

(17)

Sebuah modem GSM mendefinisikan sebuah antarmuka yang memungkinkan aplikasi komputer atau peralatan lain untuk mengirim dan mengirim pesan melalui interface modem. Agar dapat melaksanakan tugas ini, modem GSM harus mendukung sebuah extended perintah AT set seperti yang didefinisikan dalam spesifikasi GSM 07.05 dan ETSI dan 3GPP TS 27,005.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengujian alat elektronik logbook (e-logbook) ini dilakukan pada tanggal 15 Desember 2011 di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Pengujian

tersebut merupakan uji coba alatdi lapangan untuk menilai kinerja alat e-logbook, berupa ketelitian dan ketepatan alat tersebut. Lokasi penelitian dapat dillihat pada Gambar 2.

Referensi

Dokumen terkait

shell akan mengeksekusi instruksi1 , dan bila exit status instruksi1 adalah FALSE, maka hasil dari AND tersebut sudah pasti sama dengan FALSE, sehingga.. instruksi2 tidak

menjawabnya walaupun jawabannya masih belum sempurna.. Setelah selesai melakukan tanya jawab tentang materi bilangan pecahan. Guru membagi kelompok sesuai dengan kelompok

Oleh karena itu manusia harus menggunakan sumber daya yang terbatas ini untuk menghasilkan barang atau jasa agar dapat mengimbangi kebutuhan hidup yang tidak terbatas.. Dalam upaya

Atas dasar pemikiran ini maka apa yang dikatakan oleh Suhayati (2012) menjadi lebih ligitimate yaitu bahwa perguruan tinggi sebagai mitra dalam pelaksanaan TJSP di perusahaan

Nilai ekonomi total sumberdaya hutan yang dinilai di dalam penelitian ini adalah nilai manfaat tidak langsung, meliputi nilai ekonomi flora (rotan) dan fauna (madu),

[r]

kegagalan dan uji coba, tapi itu sudah mendapat suatu respon yang baik dari masyarakat setempat. Suatu program dari kami dalam pembuatan produk dengan membuat pare crispy

Adapun komponen biomotor tubuh yang menjadi fokus dalam penelitian ini terdiri atas ketahanan/daya tahan, kekuatan otot lengan, kekuatan otot perut, kecepatan,