• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Perbandingan Hukum Tata Negara Per

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Perbandingan Hukum Tata Negara Per"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pada tahun 1868, sistem pemerintahan Jepang bergeser dari Negara Feudal ke Negara Monarchy. Transisi ini disebut "Meiji Restoration" (Meiji Ishin). Dengan transisi ini, Shogun (Panglima) di Edo (Tokyo) menyerahkan kekuasaan tertinggi yang dipegang selama 265 tahun kepada Kaisar berada di Kyoto. Sejak Meiji Restoration, kekuasaan politik sehari-hari secara de facto ada di tangan para aristocrat dan pejabat tinggi. Tetapi, sejak 1874, ada gerakan hak demokratik (democratic rights movement, Jiyuu Minken Undou). Tujuan utama gerakan ini adalah pendirian parlement dan penetapan UUD.1

Pada 1976, kaisar memerintah bawahannya untuk mempersiap draf UUD. Dan juga, pada 1881, kaisar mengumumkan dekrit yang sebut pendirian parlement pada 1890. Sejak 1882, beberapa aristocrats memulai survey UUD negara-negara barat, dan, akhirnya, mereka memilih konstitusi German (German Imperial Constitution, atau Bismarck's constitution) sebagai contoh UUD Jepang baru itu. Konstitusi German tersebut bersifat monarkis dan membatasi hak-hak warga negara. Pada 1889, UUD 1889 diumumkan, dan diperlaksanakan pada 1890. UUD 1889 bersifat UUD monarkis, dan kaisar memegang kekuasaan tertinggi (kaisar dianggap sebagai dewa tertinggi). Warga negara dianggap subjek kaisar, dan hak warga sangat terbatas. Walaupun ada pasal-pasal tentang hak warga, tetapi hak-hak itu mudah dibatasi oleh UU. Gagasan pembagian kekuasaan adalah sangat lemah. Kabinet bertanggungjawab kepada kaisar bukan kepada parlemen.

Dekritkaisar lebih tinggi daripada UU. Pengadilan tidak mempunyai hak uji dan kesempatan gugatanadministratif adalah sangat

1Shimada Yuzuru, UUD Jepang dan Tata Negara, Nagoya University,

hlm. 1

(2)

sempit. Kepala daerah adalah pejabat Departmen Dalam Negeri yangditunjuk oleh Kaisar.Walaupun UUD 1889 adalah jauh dari Konstitutional demokratik, UUD itu tetap ada signifikansebagai UUD modern kedua di Asia menyusul UUD Ottoman Empire (Turky) pada 1876.2 Pada 15 Agustus 1945, akhirnya perang dunia kedua, Jepang

dikalahkan oleh AS dan negara-negaraberaliansinya (Sekutu). Ini adalah penyerahan tanpa syarat menurut Deklarasi Potsdam. DidalamDeklarasi Potsdam ada pasal yang menuntut demokratisasi, pelindungan HAM, dan disarmamentJepang. Sekutu, khusunya AS, menganggap bahwa salah satu sebab militarism Jepang adalahkonstitusi yang tak bisa membatasi kekuasan eksekutif.

Maka AS memerintah pemerintah Jepangmempersiapkan UUD baru yang mementingkan asas demokrasi, HAM dan perdamaian (pacifism).Dibawah kotrol tentara AS sangat ketat (General Head Quarter Sektutu, GHQ), pada 1946,pemerintah Jepang mengumumkan UUD baru, dan memperlakukannya pada tahun berikut.Poin-poin penting UUD 1947 adalah:

a. kaisar sebagai simbol kesatuan warga (weak constitutional-monarchy) b. membatal kekuataan military dan penolakan perang (pacifism)

c. kedaulatan rakyat3

Didalam UUD 1947 jelas pengaruhan konstitutionalism AS. Umpamanya, judicial review, pembagian kekuasaan (trias politika), pemilihan langsung kepala daerah, HAM dan liberalism. Tetapi juga, UUD 1947 mempunyai hal-hal mirip dengan UUD negara lain sezaman, seperti UUD Jerman Barat (Bonn Constitution, 1949), UUD Italy (1948). Salah satu pointnya adalah mementingkan peran pemerintah untuk menjamin hak sosial (welfare sosial state).4

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. SISTEM PEMERINTAHAN

I. Landasan Teori

Sistem pemerintahan diperlukan agar pemerintahan itu menjadi efektif dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Dalam bahasa yang sederhana, sistem sering diartikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri atas unsur-unsur yang mempunyai cita-cita tertentu. Menurut Carl J. Friedrich dalam (B.Hestu Cipto Handoyo, 2009: 117), sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhan, sehingga hubungan itu menimbulkan ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.Sedangkan, Pemerintahan mencakup dua pengertian, yaitu :

a. Pemerintahan dalam arti sempit yaitu hubungan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif;

b. Pemerintahan dalam arti luas yaitu keseluruhan hubungan antara organ-organ negara baik antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun hubungan antara lembaga di tingkat pusat dan tingkat daerah5

Di dunia ini dikenal 3 (tiga) jenis sistem pemerintahan yaitu : 1. Sistem Pemerintahan Presidensiil

Bertitik tolak kepada konsep pemisahan kekuasaan sebagaimana dianjurkan oleh teori trias politika, sistem pemerintahan Presidensiil (Fixed Executive) ini menghendaki adanya pemisahan kekuasaan secara tegas, khususnya antara badan pemegang kekuasaan eksekutif dengan badan pemegang kekuasaan legislatif.6

5 Lihat, Y.Hartono,Handout Hukum Pemerintahan Pusat, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

(4)

Adapun ciri-ciri sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut : a. Hanya ada satu presiden yang dipilih langsung menjadi presiden

untuk masa jabatan waktu tertentu.

b. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan

c. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri sebagai pembantunya

d. Presiden sebagai kepala eksekutif tidak bisa membubarkan parlemen.

e. Presiden bertanggungjawab kepada rakyat

f. Anggota eksekutif tidak dapat merangkap jabatan sebagai anggota parlemen

g. Fokus kekuasaan ada pada presiden 2. Sistem Pemerintahan Parlementer

Pada prinsipnya sistem pemerintahan parlementer menitik beratkan pada hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem ini merupakan sisa-sisa peninggalan sistem pemerintahan monarchy, dimana kepala negara mempunyai kedudukan yang tidak dapat diganggu gugat.7

Adapun ciri-ciri sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut : a. Eksekutif dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu :

1. perdana menteri sebagai kepala pemerintahan 2. raja/kaisar/presiden sebagai kepala negara

b. Eksekutif bertanggungjawab kepada legislative (parlemen).

c. Perdana menteri dipilih dari pemenang kursi di parlemen dan menteri diangkat oleh perdana menteri.

d. Menteri biasanya adalah anggota parlemen.

e. Perdana menteri dapat mengusulkan kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen.

(5)

3. Sistem Pemerintahan Referendum

Sistem pemerintahan seperti ini sering disebut juga Sistem Badan Pekerja8. Sistem pemerintahan dengan pengawasan langsung

oleh rakyat yakni pemerintah (eksekutif) pada hakikatnya adalah badan pekerja dari Parlemen (legislatif), dengan kata lain eksekutif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari legislatif (parlemen). Oleh karena itu parlemen tidak diberi wewenang untuk pengawasan kepada eksekutif, sehingga yang berhak mengawasi parlemen dan eksekutif adalah rakyat secara langsung. Referendum, yaitu suatu kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau menolak terhadap kebijaksanaan atau keputusan yang diambil oleh parlemen atau setuju/menolak terhadap kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan kepada rakyat secara langsung9. Sistem ini dipergunakan di Negara Konfederasi Swiss.

Referendum ini terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu :

1. Referendum Obligator (Wajib), yaitu meminta pendapat secara langsung terhadap suatu RUU yang akan diundangkan,

2. Referendum Fakultatif, yaitu meminta pendapat secara langsung kepada rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap UU yang sudah berlaku, tetapi ada sementara rakyat yang menggugatnya. Dalam hal ini apabila mayoritas rakyat berpendapat bahwa UU tersebut tetap berlaku seperti semula, maka UU tersebut tetap berlaku. Demikian pula sebaliknya.

3. Referendum Optatif, yaitu meminta pendapat secara langsung kepada rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap RUU Pemerintah Federal atau Pemerintah Pusat di wilayah-wilayah negara bagian atau daerah otonom10.

Dalam sistem pemerintahan ini juga dikenal Usul Inisiatif Rakyat yaitu rakyat mengajukan suatu RUU kepada Parlemen atau Pemerintah.

8B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit, hlm.140 9Ibid., hlm. 141

(6)

II. Perbandingan Sistem Pemerintahan Jepang dan Sistem Pemerintahan Indonesia

Pada bagian ini, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konstitusi Jepang dan konstitusi Indonesia, penulis akan membanding sistem pemerintahan kedua negara tersebut.

a. Konstitusi Jepang Tahun 1947

Jepang menganut Sistem Pemerintahan Parlementer berdasarkan konstitusi tahun 1947. Hal itu karena di Jepang,Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara dipisahkan atau dipegang oleh dua orang. Kaisar Jepang sebagai Kepala Negara sedangkan Menteri/Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Kedudukan kaisar dalam negara dan pemerintahan dibatasi oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan sehingga ia tidak punya kekuasaan yang absolut. Kaisar Jepang bertindak atas nama rakyat Jepang sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, begitu pula dengan perdana menteri.

Pasal-pasal terkait kedudukan Kaisar sebagai Kepala Negara

 Pasal 1 “Kaisar harus merupakan lambang dari negara dan dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”

 Pasal 3 “Saran dan persetujuan dari kabinet harus diminta bagi segala tindakan-tindakan dari Kaisar di dalam hal-hal mengenai negara, dan kabinet harus bertanggungjawab mengenai hal tersebut”.  Pasal 4 “Kaisar hanya melakukan tindakan-tindakan sedemikian rupa di dalam hal-hal mengenai negara sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Dasar ini dan dia tidak boleh mempunyai kekuasaan yang dihubungkan dengan pemerintahan”.

(7)

menteri negara dan pejabat-pejabat lainnya sebagaimana diatur dengan undang-undang, dan mengenai surat-surat kepercayaan dan kekuasaan penuh dari duta-duta besar dan menteri-menteri. o Menyetujui amnesti umum dan khusus, pengurangan hukuman,

menunda pelaksanaan hukuman mati, dan pemulihan hak-hak. o Memberikan kehormatan-kehormatan

o Menyetujui alat-alat ratifikasi dan dokumen-dokumen diplomatic lainnya sebagaimana diatur dengan undang-undang.

o Menerima duta-duta besar dan menteri-menteri asing.

Pasal-pasal terkait Perdana Menteri/Menteri sebagai Kepala Pemerintahan

 Pasal Pasal 65 “Kekuasaan eksekutif harus berada di tangan kabinet”.  Pasal 66 ayat (1)“ Kabinet harus terdiri dari perdana Menteri yang menjadi ketuanya, dan menteri-menteri lainnya dari negara, sebagaimana diatur dengan undang-undang”. ayat (3)“Kabinet di dalam pelaksanaan dari kekuasaan eksekutif, haruslah secara kolektif bertanggungjawab kepada diet”. “Perdana menteri dapat mengganti menteri-menteri negara sebagaimana dia kehendaki”.

 Pasal 72 “Perdana menteri, mewakili kabinet, mengajukan rencana undang-undang, melaporkan mengenai peristiwa-peristiwa nasional umum dan hubungan-hubungan luar negeri kepada Diet dan melaksanakan kontrol dan pengawasan atas berbagai-bagai cabang administratif”.

 Pasal 73 “Kabinet, sebagai tambahan terhadap fungsi-fungsi administratif umum lainnya, harus melakukan fungsi-fungsi demikian :

o Mengurus hukum secara jujur; melaksanakan urusan-urusan negara.

o Mengelola urusan-urusan luar negeri.

(8)

tersebut harus sebelumnya memperoleh, atau tergantung pada keadaan, persetujuan kemudian dari Diet.

o Mengurus dinas-dinas sipil, sesuai dengan standar yang diadakan oleh undang-undang.

o Mempersiapkan anggaran belanja dan pendapatan negara, dan mengajukannya kepada Diet.

o Menyatakan berlakunya keputusan-keputusan kabinet agar supaya untuk melaksanakan peraturan-peraturan di dalam keputusan-keputusan Kabinet sedemikian kecuali bila diberi wewenang oleh undang-undang demikian.

o Memutuskan atas amnesti umum, amnesti khusus, pengurangan hukuman, menunda pelaksanaan hukuman, dan pemulihan hak-hak.

b. Konstitusi Indonesia (‘’UUD 1945”)

Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensiil. Di Indonesia hanya ada seseorang Kepala Negara sekaligus menjabat sebagai Kepala Pemerintahan yaitu Presiden Republik Indonesia. Hal ini dipertegas dalam UUD 1945 yang mengatur banyak kewenangan dan/atau kekuasaan Presiden Republik Indonesia.

Pasal-pasal tentang Presiden sebagai Kepala Negara

 Pasal 10 “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.

 Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.

 Pasal 12 “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”.  Pasal 13 ayat (1) “Presiden mengangkat duta dan konsul”. Ayat (2)

“Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR”.

 Pasal 14 “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA”.

 Pasal 15 “Presiden memberi gelaran, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan”.

Pasal-pasal tentang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan

(9)

 Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat

 Pasal 5ayat (2)“Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

 Pasal 6A ayat (1) “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

 Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

 Pasal 7C “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat”.

 Pasal 17 ayat (1) “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”.  Pasal 17 ayat (2) “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan

oleh Presiden”.

B. BENTUK PEMERINTAHAN I. Landasan Teori

Secara umum, dikenal ada 2 (dua) macam bentuk pemerintahan yaitu, bentuk pemerintahan Monarkhi (kerajaan) dan bentuk pemerintahan Republik. Menurut Polybios bentuk Monarki adalah bentuk tertua. Kekuasaan dipegang oleh satu orang yang memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dari pada warga masyarakat lainnya, sehingga mendapat kepercayaan untuk memerintah.11Bentuk negara Kerajaan dipimpin oleh

seorang raja (kaisar) atau ratu (maharani) yang diwariskan secara turun temurun, jadi apabila seorang calon raja tidak terlalu mengenal pengaturan politik pemerintahan negara, maka jalannya roda pemerintahan diserahkan pada perdana menteri yang mengepalai menteri.12Sedangkan, Bentuk

negara Republik dipimpin oleh seorang presiden yang dipilih oleh badan tertentu (konstitutif atau legislatif) atau dipilih langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum,13 sehingga dalam bentuk pemerintahan ini kepala

11 Buchory, Ilmu Negara (Handout), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta, hlm. 82

12 Inu Kencana Syafiie, 2013, Ilmu Negara Kajian Ilmiah dan Kajian Keagamaan, Bandung, Penerbit Pustaka Reka Cipta, hlm. 84

(10)

negara atau kepala pemerintahan hanya dipegang oleh satu orang. Adapun ciri-ciri bentuk pemerintahan sebagai berikut :

Republik Monarkhi

Bagaimana terjadinya kehendak atas kemauan negara yang dilakukan melalui putusan-putusan negara (George Jellinek)

Jika kemauan negara ditentukan melalui proses juridis, yaitu gabung orang-orang sebagai majelis atau dewan

Jika kemauan ditentukan oleh satu orang (raja/ratu)

Cara menentukan kepada negara (Leon Duguit) Jika kepada negara ditentukan

atas dasar pemilihan

Jika kepada negara ditentukan atas dasar pewarisan

Apakah menggunakan asas kesamaan atau ketidaksamaan (Otto Koelrenter)

Setiap warga negara memiliki hak yang sama menjadi kepala negara

Tidak setiap warga negara memiliki hak yang sama menjadi kepala negara

(11)

Pada bagian ini, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konstitusi Jepang dan konstitusi Indonesia, penulis akan membanding bentuk pemerintahan kedua negara tersebut.

a. Konstitusi Jepang Tahun 1947

Jepang adalah sebuah negara Monarkhi Konstitusional.Dikatakan Monarkhi Konstitusional karena Kepala Negara Jepang adalah Kaisar. Kaisar jepang memperoleh tahta secara turun temurun. Kaisar jepang dalam memerintah, kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi jepang sehingga ia tidak memiliki kekuasaan yang mutlak.

Bentuk pemerintahan Jepang dapat ditelusuri mulai dari Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Konstitusi Jepang.

 Pasal 1 berbunyi “Kaisar harus merupakan lambang dari negara dan dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”.

 Pasal 2 berbunyi “Tahta Kekaisaran haruslah merupakan kedinastian dan diwariskan sesuai dengan UU Istana Kaisar yang dikeluarkan oleh Diet”.

 Pasal 4 berbunyi “Kaisar hanya melakukan tindakan-tindakan sedemikian rupa di dalam hal-hal mengenai negara sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Dasar ini dan dia tidak boleh mempunyai kekuasaan yang dihubungkan dengan pemerintahan”. b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(12)

dan dibiarkan tetap eksis. Selanjutnya bentuk Republik Indonesia diatur secara gamblang dalam Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.

C. BENTUK NEGARA I. Landasan Teori

Pada bagian bentuk negara ini, kita akan melihat bentuk-bentuk negara ditinjau dari segi susunannya.14 Menurut Doktrin bentuk negara

dapat dibagi kedalam 3 (tiga) pengertian, yaitu 1. Bentuk negara Kesatuan

Negara kesatuan dapat pula disebut sebagai Negara Unitaris. Negara ini ditinjau dari segi susunannya, memanglah susunannya bersifat tunggal, maksudnya Negara Kesatuan itu adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di dalam negara.15Namun demikian,

dalam rangka memperlancar usaha negara mencapai tujuannya, wewenang yang ada pada pemerintah pusat dibagi ke daerah-daerah. Hanya saja pemerintah pusat tetap mempunyai kekuasaan tertinggi di semua bidang, dan mempunyai wewenang memutuskan untuk tingkat terakhir mengenai segala sesuatu dalam negara itu.

14 Lihat Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, hlm.224

(13)

Mengenai pembagian kekuasaan ke daerah-daerah dalam negara kesatuan, biasanya dikenal sistem tiga sistem, yaitu : (a) sistem desentralisasi; (b) sistem dekonsentrasi; dan (c) sistem Meddebwind. Ketiga sistem ini dapat dijalankan secara bersama-sama.16

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sudah memberikan pengertian untuk ketiga sistem diatas. Pasal 1 butir 7 memuat ketentuan mengenai Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan olehPemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurusurusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pasal 1 butir 8 memuat ketentuan tentang Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan olehPemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ataukepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Sedangkan Pasal 1 butir 9 memuat ketentuan mengenai Meddebwind/Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepadadaerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepadakabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kotakepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.Adapun ciri-ciri negara Kesatuan adalah sebagai berikut :

a. Negara bersifat tunggal (tidak ada negara dalam negara) b. Kekuasaan dalam negara merupakan suatu kesatuan c. Kekuasaan tertinggi ada pada pemerintah pusat

d. Hanya ada satu Undang-Undang Dasar atau Undang-undang. e. Ada penyerahan otonomi kepada daerah

2. Bentuk negara Serikat/Federasi

Negara Federasi adalah negara yang bersusun jamak, maksudnya negara ini tersusun dari beberapa negara yang semula telah berdiri sendiri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, mempunyai Undang-Undang Dasar sendiri serta pemerintahan sendiri. Tetapi

(14)

kemudian karena suatu kepentingan, entah kepentingan politik, ekonomi atau kepentingan lainnya, negara-negara tersebut saling menggabungkan diri untuk membentuk suatu ikatan kerja sama yang efektif.17 Dalam ikatan kerja sama tersebut, masing-masing negara

menyerahkan sebagian urusannya untuk diurus oleh pemerintah federal, sedangkan selebihnya tetap diurus sendiri oleh negara-negara yang bersangkutan (reserve powers). Urusan yang diserahkan kepada pemerintah federal biasanya urusan yang menyangkut kepentingan bersama misalnya urusan keuangan, urusan angkatan bersenjata, dan urusan pertahanan.18

Adapun ciri-ciri negara Serikat/Federasi adalah sebagai berikut : a. 2 (dua) macam negara, yaitu Negara Federasi atau Negara

Gabungan dan Negara-negara Bagian.

b. 2 (dua) macam Pemerintahan, yaitu Pemerintahan Negara Federasi dan Pemerintahan Negara-negara Bagian.

c. 2 (dua) macam Undang-undang dasar/yaitu Undang-undang Dasar Negara Federasi dan Undang-undang Dasar masing-masing Negara Bagian

d. Negara di dalam negara, yaitu bahwa Negara-negara Bagian itu beradanya di dalam Negara Federasi

e. 2 (dua) macam urusan pemerintahan, yaitu urusan pemerintahan yang pokok-pokok dan yang berkaitan dengan kepentingan bersama negara-negara bagian19

3. Bentuk negara Konfederasi

Negara Konfederasi : Daerah (kanton/wilayah) lebih tinggi kedudukannya daripada pemerintah pusat.20Asumsi dasar bangunan

negara seperti ini terdiri dari gabungan beberapa negara yang sejak

(15)

semula memang sudah memiliki kedaulatan penuh. Penggabungan negara-negara tersebut tidak serta merta menghapus kedaulatan dari masing negara negara. Oleh sebab itu kewenangan masing-masing negara masih tetap di atas kewenangan Pemerintah Konfederasi. Beberapa ahli mencoba memberikan criteria/ciri-ciri dari sebuah negara konfederasi dengan cara membandingkan atau memberikan perbedaan antara negara Federasi/Serikat dengan negara Konfederasi (Gabungan negara/Perserikatan negara).

George Jellinek mengemukakan perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara tersebut. Kriteria yang dipakai Jellinek adalah kedaulatan itu berada pada tangan siapa, negara federal itu sendiri ataukah pada negara-negara bagian ?21 Apabila

kedaulatan itu pada negara federal, jadi yang memegang kedaulatan itu adalah pemerintahan federal, atau pemerintahan gabungannya, maka negara federal itu disebut negara serikat. Sedangkan kalau kedaulatan itu masih tetap ada negara-negara bagian, maka negara federal yang demikian disebut perserikatan negara.22 George Jellinek bukannya

satu-satunya ahli yang membahas mengenai hal ini, ahli yang lain membahas itu adalah Krannenburg.

Menurut pendapat Krannenburg, perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara itu terletak pada persoalan : dapat atau tidaknya pemerintah Federal atau pemerintah gabungan itu membuat atau mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang langsung mengikat atau berlaku terhadap warga negara daripada negara-negara bagian.Apabila peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah negara federal, atau pemerintah gabungannya itu dapat secara langsung berlaku atau mengikat terhadap para warga negara dari negara-negara bagian, maka negara federasi itu

21 Lihat Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, hlm. 228

(16)

adalah berjenis negara serikat. Sedangkan kalau peraturan-peraturan hukum yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah federal atau pemerintah gabungannya itu tidak dapat secara langsung berlaku atau mengikat terhadap para warga negara dari negara-negara bagian, maka negara yang demikian ini disebut perserikatan negara23

II. Perbandingan Bentuk Negara Jepang dan Bentuk Negara Indonesia Berdasarkan konstitusi kedua negara tersebut terdapat kesamaan atau keduanya menganut bentuk negara yang sama yaitu Negara Kesatuan.

a. Konstitusi Jepang Tahun 1947

Berdasarkan konstitusinya Jepang adalah bentuk negara Kesatuan. Hal ini bisa ditemukan dalam Pasal 1 ayat (1)b berbunyi“Kaisar harus merupakan lambang dari negara dan dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”. Pasal 41 “Diet haruslah merupakan badan tertinggi dari kekuasaan negara, dan harus merupakan satu-satunya badan pembuat undang-undang dari negara”. Dengan adanya ketentuan Diet haruslah satu-satunya badan yang punya kewenangan membuat undang-undang, maka dapat disimpulkan bahwa negara Jepang bukanlah negara Federal ataupun Konfederasi melainkan negara Kesatuan.

(17)

ayat (1) berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.

D. KELEMBAGAAN NEGARA I. Landasan Teori

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1997), kata “lembaga” antara lain diartikan: (i) badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (ii) pola perilaku manusia yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan.24Konsepsi lembaga

negara dalam bahasa Belanda biasa disebut staatsorgaan. Dalam bahasa Inggris, lembaga negara digunakan istilah political institution.25 Dalam

UUD 1945 istilah “lembaga” tidak ada hanya ada istilah “badan”.26 Namun,

ketika dilakukan perubahan UUD 1945 dipergunakanlah istilah “badan” dan lembaga seperti dalam BAB VIIIA Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G tentang BPK dan Pasal 24 ayat (1) tentang “badan peradilan” atau Pasal 24 ayat (2) “untuk badan-badan lain”.27

Namun, pada Pasal 24C ayat (1), UUD 1945 tidak menggunakan kata “badan” tetapi istilah “lembaga negara”. Istilah lembaga negara juga dipakai dalam Pasal II Aturan Peralihan yang sebelum perubahan menggunakan kata “badan”28lembaga negara terkadang disebut dengan

istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan nondepartemen, atau lembaga negara saja. Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh Undang-Undang Dasar merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang merupakan organ Undang-Undang.29

24 Kamus Besar Bahasa Indonesia, lihat H.A.S Natabaya, “Lembaga (Tinggi) Negara Menurut UUD 1945”, dalam Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 1

25 Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 2

26 Lihat Patrialis Akbar, Ibid.

27 Lihat Patrialis Akbar, Ibid.hlm. 3 28 Patrialis Akbar, Ibid

(18)

Karena warisan lama sistem lama, harus diakui bahwa di tengah masyarakat kita masih berkembang pemahaman yang luas bahwa pengertian lembaga negara dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif, eksekutif dan yudikatif. 30 Pemikiran awal mengenai

lembaga negara yang hari ini dikenal berawal dari Montesquieu di Prancis pada Abad ke-XVII.

II. Perbandingan Kelembagaan Negara Jepang dan Kelembagaan Negara Indonesia

a. Konstitusi Jepang Tahun 1947

Sistem kelembagaan negara Jepang menganut paham trias politika. UUD 1947 mengatur tiga kekuasaan tertinggi, yaitu, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (naikaku), kekuasaan legislatif dipegan oleh parlement (Diet, Kokkai) dan kekuasaan kehakiman dipegang oleh MA (Saikou-Saibansho). Ketiga kekuasaan ini adalah serata di depan UUD, salah satu bukti keserataan ini adalah gaji, yaitu gajinya perdana menteri, ketua Diet dan ketua MA sama. (Gaji menteri-menteri, wakil ketua Diet dan hakim agung juga sama). Hubungan tiga kekuasaan tertinggi adalah hubungan check and balance.31

1.

Lembaga Eksekutif

Kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (naikaku) dikepalai oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri (PM) Jepang mengepalai sebuah kabinet dimana PM sekaligus adalah pemimpin partai mayoritas di majelis rendah (parlemen), dan secara kolektif bertanggungjawab kepada Kokkai (Diet), PM dan kabinetnya harus meletakan jabatan bila tidak memperoleh kepercayaan lagi dari majelis rendah. Majelis Rendah (Shugiin) dan Majelis Tinggi (Sangiin) adalah dua badan yang terdapat

(19)

dalam Kokkai (Diet).32Seorang Perdana Menteri bisa

membubarkan kamar bawah, kamar bawah bisa mengecam kabinet (motion of confidence).33Perdana Menteri dan mayoritas

menteri kabinet diwajibkan menjadi anggota Diet, dan dalam menjalankan tugas kekuasaan eksekutif , mengharuskan secara kolektif bertanggungjawab kepada Diet.34Lembaga eksekutif di

Jepang diatur dalam Konstitusi Jepang Bab V tentang Kabinet mulai dari Pasal 65 sampai Pasal 75.

Ketentuan bahwa lembaga eksekutif sebagai lembaga kekuasaan tertinggi dalam Pasal 65 berbunyi “Kekuasaan eksekutif harus berada di tangan Kabinet”. Pasal 66 ayat (1) berbunyi “Kabinet harus terdiri dari Perdana Menteri, yang menjadi ketuanya, dan menteri-menteri lainnya dari negara, sebagaimana diatur dengan undang-undang”.

2. Lembaga Legislatif

Lembaga legislatif di Jepang disebut Diet/Kokkai. Diet merupakan kekuasaan legislatif, dan dalam Konstitusi ini, merupakan badan/organ tertinggi dalam kekuasaan Negara dan juga merupakan satu-satunya badan dalam pembuatan undang-undang.35Diet terdiri dari dua kamar, yaitu House of

Representatives (shugi-in) dan House of Councillors (sangi-in).36Kedua kamar harus terdiri dari anggota-anggota terpilih, dari

seluruh rakyat. Jumlah anggota-anggota kamar harus dipastikan dengan undang-undang.37 Masa jabatan dari anggota-anggota

House of Representatives haruslah empat (4) tahun.

Namun demikian, masa jabatan tersebut harus diberhentikan sebelum masa jabatan penuh tercapai dalam hal

32 King Faisal Sulaiman, 2013, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga Parlemen Indonesia, Yogyakarta, UII Press, hlm. 117

33Shimada Yuzuru, Loc.Cit

34 King Faisal Sulaiman, Op.Cit., hlm. 64 35 King Faisal Sulaiman, Ibid

(20)

House of Representatives dibubarkan.38 Sedangkan, masa jabatan

dari anggota-anggota House of Councillors haruslah enam (6) tahun, dan pemilihan untuk separuh dari anggota-anggota harus diadakan setiap tiga tahun.39 Tidak boleh ada seorangpun yang

diperbolehkan menjadi anggota dari kedua House secara bersama-sama.40 Bilamana House of Representatives dibubarkan harus

diadakan pemilihan umum dari anggota-anggota House of Representatives dalam waktu empat puluh (40) hari dari tanggal pembubarannya dan Diet harus diundang bersidang dalam waktu tiga puluh (30) hari dari tanggal pemilihan. Bilamana House of Representatives dibubarkan House of Councillors dibubarkan pada waktuyang sama.41

Pengaturan tentang Diet terdapat dalam Bab IV Konstitusi Jepang mulai dari Pasal 41 sampai Pasal 64. Ketentuan bahwa Diet adalah lembaga tertinggi negara ditemukan dalam Pasal 41 berbunyi “Diet haruslah merupakan badan tertinggi dari kekuasaan negara, dan harus merupakan satu-satunya pembuat undang-undang dari negara”.

3. Lembaga Yudikatif

Kekuasaan Yudikatif diserahkan kepada Mahkamah Agung yang membawahi badan-badan kehakiman (peradilan) yang didirikan berdasarkan undang-undang.42 MA dapat melimpahkan

kekuasaan untuk membuat peraturan-peraturan kepada pengadilan-pengadilan yang lebih rendah.43 Kewenangan MA

yakni membuat peraturan-peraturan yang menentukan mengenai prosedur dan pelaksanaan, hukum acara dan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penuntut, disiplin intern dari

38Ibid., Pasal 45 39Ibid., Pasal 46 40Ibid., Pasal 48 41Ibid., Pasal 54

(21)

pengadilan-pengadilan dan administrasi dari urusan-urusan kehakiman.44 MA harus terdiri dari Hakim Kepala dan sejumlah

hakim lainnya, dimana Hakim Kepala itu diangkat oleh Kabinet.45

Mahkamah Agung adalah pengadilan dari upaya terakhir dengan kekuasaan untuk menentukan kesalahan dari undang-undang, perintah-perintah, peraturan-peraturan atau keputusan resmi apa pun.46

Lembaga Yudikatif di Jepang diatur dalam Konstitusi Jepang Bab VI tentang Kehakiman, mulai dari Pasal 76 sampai Pasal 82. Ketentuan mengenai lembaga yudikatif sebagai lembaga tertinggi negara dapat dilihat dalam Pasal 76 (1) “Seluruh kekuasaan kehakiman adalah di tangan Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan demikian yang lebih rendah sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang”. (2) Tidak ada pengadilan luar biasa boleh diadakan, dan tidak juga suatu organ atau badan dari eksekutif diberi kekuasaan kehakiman yang final.

b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Berbeda dengan Jepang, kelembagaan negara Indonesia menganut Sapta as Politica (tujuh pusat kekuasaan). Ketujuh organ kekuasaan tersebut yakni :

1. Presiden dan Wakil Presiden

Kekuasaan pemerintahan negara oleh Presiden diatur dan ditentukan dalam Bab III UUD 1945 yang memang diberi judul Kekuasaan Pemerintahan Negara. Yang terpenting dalam hal ini adalah apa yang ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) yaitu yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar”. Selain presiden, dalam Pasal 4 UUD 1945, juga diatur tentang satu orang Wakil

44Ibid

(22)

Presiden. Pasal 4 ayat (2) menegaskan “Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Dalam UUD 1945 jelas tergambar bahwa dalam rangka fungsi legislatif dan pengawasan, lembaga utamanya adalah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menegaskan “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”.

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Ketentuan mengenai DPD dalam UUD 1945 terdapat di Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah, mulai dari Pasal 22C sampai Pasal 22D.

4. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Ketentuan tentang MPR ditemukan dalam Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, mulai dari Pasal 2 sampai Pasal 3 UUD 1945.

5. Mahkamah Konstitusi (MK)

Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya. Dalam UUD 1945, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi ini diatur dalam Pasal 24C.

6. Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung adalah Puncak dari kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer. Mahkamah ini pada pokoknya merupakan pengawal Undang-Undang (the guardian of Indonesian law).

Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945,

(23)

2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Dalam Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 juga menyatakan “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang”.

(24)
(25)

Bagan Kelembagaan Negara Indonesia

(26)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Hal-hal yang bisa disimpulkan pada bagian ini yaitu :

1. Sistem pemerintahan negara Jepang adalah sistem Parlementer, berbeda dengan Indonesia yang menganut sistem pemerintahan Presidensial. 2. Jepang punya kemiripan dengan Indonesia dalam hal bentuk negara yaitu

negara Kesatuan.

3. Bentuk Pemerintahan negara Jepang adalah Monarkhi Konstitusional. Sedangkan Indonesia adalah Republik

4. Dan, kelembagaan negara Jepang menganut prinsip Trias Politica, yaitu a. Eksekutif atau pelaksana pemerintahan dilakukan oleh Perdana

Menteri

b. Legislatif atau pembentuk undang-undang disebut Diet atau Parlemen Nasional

c. Judiciary atau Pengadilan

5. Sedangkan, di Indonesia menganut Sapta as Politika (tujuh pusat kekuasaan)

a. Presiden dan Wakil Presiden b. DPR

(27)

B. DAFTAR PUSTAKA BUKU :

B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia,Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyarta, Yogyakarta.

B.Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, 1996, Dasar-Dasar Hukum Tata Negara Indonesia, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta.

Inu Kencana Syafiie, 2013, Ilmu Negara Kajian Ilmiah dan Kajian Keagamaan, Penerbit Pustaka Reka Cipta, Bandung.

Jimly Asshiddiqie, 2010, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta.

King Faisal Sulaiman, 2013, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga Parlemen Indonesia, UII Press, Yogyakarta.

Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Sinar Grafika, Jakarta.

Prajudi Atmosudirdjo, dkk… (editor), 1983, Konstitusi Jepang, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta.

NON PUBLIKASI

Buchory, Ilmu Negara, Tanpa tahun, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta (handout)

Y.Hartono, tanpa tahun, Hukum Pemerintahan Pusat, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (handout)

INTERNET

Shimada Yuzuru, tanpa tahun, UUD Jepang dan Tata Negara, Nagoya University,www2.gsid.nagoyau.ac.jp/blog/shimadayuzuru/files/2011/03/pa per_for_lecture_at_unand_on20110225.pdf konstitusi jepang, diakses tanggal 21 maret 2016

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi Dasar : 9.1 Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional ( to get things done ) dan interpersonal (bersosialisasi) pendek sederhana dengan menggunakan ragam

Tindak pidana pertambangan yang peraturan perundang-undangannya terdapat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Undang-Undang

Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Sedadi Penawangan Grobogan Semester II

Sangat wajar bila peristiwa sejarah hijrah dan kisah-kisah inspiratif yang menyertainya kita dijadikan cerminan untuk kehidupan saat ini maupun masa depan bangsa.. Hijrah

Jika dibandingkan dengan perubahan yang ada pada tingkat bagi hasil bank syariah dan nilai sukuk tersebut, dapat kita simpulkan bahwa perubahan pada instrumen syariah ini lebih

Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan berbentuk kubus, limas, tetrapak, corrugated box, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar (active

Pada hakekatnya hukum waris dapat timbul di karenakan adanya peristiwa kematian, dimana peristiwa kematian ini menimpa pada salah satu anggota keluarga, misalnya ayah, ibu

M A M A T NIM.. “PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MICROSOFT MATHEMATICS 4.0 TERHADAP KONSENTRASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA POKOK BAHASAN LIMIT FUNGSI DI