• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN NILAI EKONOMI SATWA LIAR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT DI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN JENIS DAN NILAI EKONOMI SATWA LIAR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT DI JAWA TENGAH"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN NILAI EKONOMI

SATWA LIAR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT

DI JAWA TENGAH

DIYAH KARTIKASARI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2 0 0 8

(2)

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN NILAI EKONOMI

SATWA LIAR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT

DI JAWA TENGAH

DIYAH KARTIKASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Konservasi Biodiversitas

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2 0 0 8

(3)

ABSTRACT

DIYAH KARTIKASARI. Species Diversity and Economic Value of Medicinal Wild Animal in Central Java. Under the supervisions of BURHANUDDIN MASY’UD dan MIRZA D KUSRINI.

Indonesia has high biodiversity and endemism, however extinction rate is also high. Excessive harvesting and habitat destruction by human activity were the dominant factor leading to species extinction and biodiversity loss. Most of the people depend on biodiversity as foods, medicine and housing, but sometime they heedless sustainable utilization. This research was aimed to identify wild animal diversity utilized as traditional medicine and its economics value in Central Java.

Research was carried out from May to August 2007 in Central Java Province. Information was obtained through semi structured questionnaires applied to 105 respondents from 19 sub-provinces. I recorded 54 animal species utilized in traditional medicine, 42 of which are wild animal species (vertebrates), 10 avertebrates and 2 livestock animals; whose products were recommended for the treatment of 50 types of illnesses. The most frequently quoted treatments were for respiratory system (20 species), skin disease (18 species) and increasing stamina and appetite (14 species). Reptiles (21 species), followed by mammals (11 species) and fishes (4 species) represented the bulk of medicinal species. Medicinal wild animal is not only used for local consumption, but also exported. The economic value of wild animal to human health in Central Java is estimated to reach Rp.1,421,714,004 per year. Excessive harvesting of medicinal wild animal might increase species loss which resulted in extinction. However, if harvest and trade are based on sustainable utilization, it will not only increasing economic benefit but also generate effort for conservation.

(4)

RINGKASAN

DIYAH KARTIKASARI. Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa Liar yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan MIRZA D KUSRINI.

Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta endemisme yang sangat tinggi, namun tingkat keterancaman terhadap kepunahan spesies dan genetik di Indonesia juga sangat tinggi. Penyebab utama keterancaman terhadap bahaya kepunahan spesies adalah kerusakan habitat dan pemanfaatan yang tidak terkendali. Keanekaragaman hayati potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan yang mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membuat harga obat-obatan yang tinggi menjadi tidak terjangkau lagi oleh masyarakat yang tingkat daya belinya rendah. Pengobatan tradisional dipilih oleh sebagian masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Selain tumbuh-tumbuhan, masyarakat juga menggunakan beberapa jenis satwa sebagai obat tradisional. Keanekaragaman jenis satwa liar serta pengetahuan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah tentang penggunaannya sebagai obat merupakan aset yang bernilai strategis untuk pemanfaatan satwa liar sebagai obat.

Penelitian dan pustaka mengenai satwa liar untuk obat masih sangat sedikit. Masih banyak jenis satwa obat yang belum tergali potensinya secara optimal namun keberadaannya di alam sudah terancam punah. Untuk dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan satwa liar secara lestari maka pemanfaatan jenis satwa obat dan nilai ekonominya perlu diketahui untuk menentukan strategi konservasi yang harus diambil.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis satwa liar dan bagian mana yang digunakan serta cara penggunaannya sebagai obat, menghitung nilai ekonomi satwa liar yang digunakan sebagai obat dan mengetahui jalur pemasarannya serta mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan satwa liar sebagai obat.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2007 di 19 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Karena jumlah pemanfaat satwa liar obat di Jawa Tengah belum diketahui secara pasti, pengambilan sampel penelitian dilakukan secara snowball sampling dengan bantuan key informan. Responden dibagi dalam empat kategori yaitu pemungut, pengumpul, peracik dan penjual. Jumlah responden yang berhasil diwawancarai adalah 105 orang. Selain kepada masyarakat, wawancara juga dilakukan pada instansi terkait Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan studi pustaka. Data dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel frekuensi, tabel silang dan grafik.

Di Jawa Tengah terdapat 54 jenis satwa yang digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat. 42 diantaranya adalah satwa liar (vertebrata) yang sebagian besar masuk dalam kelas reptilia, 10 jenis satwa yang tidak bertulang belakang (avertebrata) dan 2 jenis satwa ternak. Terdapat 23 bagian tubuh satwa yang dipercaya mempunyai khasiat obat dan bagian yang paling banyak digunakan adalah daging yang dimanfaatkan dengan cara dimakan. Satwa tersebut dipercaya masyarakat dapat menyembuhkan 50 jenis penyakit, terutama kelompok penyakit saluran pernafasan. Jenis yang paling banyak diyakini dapat

(5)

menyembuhkan penyakit adalah reptilia (21 jenis), terutama ular. Satwa liar selain dipercaya untuk menyembuhkan penyakit secara umum, digunakan juga untuk penyembuhan penyakit secara magic.

Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati & Ekosistemnya dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, 5 jenis satwa masuk dalam daftar dilindungi undang-undang; 1 jenis masuk daftar apendiks I; 12 jenis apendiks II dan 2 jenis apendiks III CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Sedangkan menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources)Red List of Threatened Species, 1 jenis tercatat dalam kategori “genting”; 4 jenis masuk kategori “rentan” dan 13 jenis tercatat dengan kategori “beresiko rendah”.

Secara garis besar jalur pemasaran satwa liar untuk obat terdiri dari 2 jalur, yaitu jalur pemasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan jalur pemasaran untuk ekspor. Jalur pemasaran untuk masyarakat lokal adalah: pemungut – pengumpul kecil – pengumpul besar – peracik/penjual – konsumen. Jalur pemasaran untuk ekspor adalah: pemungut – pengumpul kecil – pengumpul besar – eksportir. Total pendapatan yang diterima responden dari pemanfaatan satwa liar obat diperkirakan sebesar Rp.1.421.714 004/tahun.

Pemanfaatan satwa sebagai obat telah menjadi suatu matapencaharian bagi masyarakat. Hal ini menyebabkan tekanan yang besar terhadap kelestarian satwa liar obat. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan yang lebih dapat memberdayakan masyarakat. Dalam pemanfaatan satwa liar untuk obat, masih banyak masyarakat yang melanggar aturan-aturan yang sudah ditentukan, mereka masih menangkap dan memperdagangkan satwa yang dilindungi undang-undang dan melakukan perdagangan satwa liar yang masuk daftar apendiks CITES tanpa dokumen yang sah.

Perhatian dan penelitian pada satwa sebagai obat masih sangat jarang, hal ini menyebabkan pemanfaatan satwa untuk pengobatan tradisional masih mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain: belum adanya standar dosis yang tepat untuk penggunaan obat, belum adanya standar keamanan penggunaan satwa liar untuk obat terutama yang dikonsumsi dalam bentuk mentah (darah, empedu, sumsum) dan belum adanya kajian ilmiah tentang kandungan zat aktif yang terdapat dalam satwa sebagai obat.

Dengan adanya berbagai permasalahan dalam pemanfaatan satwa liar untuk obat, untuk mencegah kepunahan jenis satwa dan agar pemanfaatan satwa liar dapat lestari maka strategi konservasi yang harus dilakukan antara lain: peningkatan kesadaran dan usaha pemberdayaan masyarakat pemanfaat satwa liar, penyediaan data dasar tentang satwa dan habitatnya (informasi ilmiah dan teknis lain tentang populasi dan habitat, data dasar tentang bioreproduksi dan pola reproduksi satwa), mengembangkan jaringan kerja dengan stakeholders, penelitian terhadap zat aktif yang dikandung oleh satwa liar, penertiban peredaran satwa liar, usaha penangkaran .

(6)

menyembuhkan penyakit adalah reptilia (21 jenis), terutama ular. Satwa liar selain dipercaya untuk menyembuhkan penyakit secara umum, digunakan juga untuk penyembuhan penyakit secara magic.

Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati & Ekosistemnya dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, 5 jenis satwa masuk dalam daftar dilindungi undang-undang; 1 jenis masuk daftar apendiks I; 12 jenis apendiks II dan 2 jenis apendiks III CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Sedangkan menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources)Red List of Threatened Species, 1 jenis tercatat dalam kategori “genting”; 4 jenis masuk kategori “rentan” dan 13 jenis tercatat dengan kategori “beresiko rendah”.

Secara garis besar jalur pemasaran satwa liar untuk obat terdiri dari 2 jalur, yaitu jalur pemasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan jalur pemasaran untuk ekspor. Jalur pemasaran untuk masyarakat lokal adalah: pemungut – pengumpul kecil – pengumpul besar – peracik/penjual – konsumen. Jalur pemasaran untuk ekspor adalah: pemungut – pengumpul kecil – pengumpul besar – eksportir. Total pendapatan yang diterima responden dari pemanfaatan satwa liar obat diperkirakan sebesar Rp.1.421.714 004/tahun.

Pemanfaatan satwa sebagai obat telah menjadi suatu matapencaharian bagi masyarakat. Hal ini menyebabkan tekanan yang besar terhadap kelestarian satwa liar obat. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan yang lebih dapat memberdayakan masyarakat. Dalam pemanfaatan satwa liar untuk obat, masih banyak masyarakat yang melanggar aturan-aturan yang sudah ditentukan, mereka masih menangkap dan memperdagangkan satwa yang dilindungi undang-undang dan melakukan perdagangan satwa liar yang masuk daftar apendiks CITES tanpa dokumen yang sah.

Perhatian dan penelitian pada satwa sebagai obat masih sangat jarang, hal ini menyebabkan pemanfaatan satwa untuk pengobatan tradisional masih mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain: belum adanya standar dosis yang tepat untuk penggunaan obat, belum adanya standar keamanan penggunaan satwa liar untuk obat terutama yang dikonsumsi dalam bentuk mentah (darah, empedu, sumsum) dan belum adanya kajian ilmiah tentang kandungan zat aktif yang terdapat dalam satwa sebagai obat.

Dengan adanya berbagai permasalahan dalam pemanfaatan satwa liar untuk obat, untuk mencegah kepunahan jenis satwa dan agar pemanfaatan satwa liar dapat lestari maka strategi konservasi yang harus dilakukan antara lain: peningkatan kesadaran dan usaha pemberdayaan masyarakat pemanfaat satwa liar, penyediaan data dasar tentang satwa dan habitatnya (informasi ilmiah dan teknis lain tentang populasi dan habitat, data dasar tentang bioreproduksi dan pola reproduksi satwa), mengembangkan jaringan kerja dengan stakeholders, penelitian terhadap zat aktif yang dikandung oleh satwa liar, penertiban peredaran satwa liar, usaha penangkaran .

(7)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa Liar yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Diyah Kartikasari NRP. E 051054015

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis atau tinjauan pustaka suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

(9)

Judul Tesis : Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa Liar yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah

Nama : Diyah Kartikasari

Nomor Pokok : E.051054015

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati

Disetujui: Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, M.S Dr. Ir. Mirza D Kusrini, M.Si Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Tesis yang berjudul Keanekaragaman Jenis dan Nilai Ekonomi Satwa Liar yang Digunakan Sebagai Obat di Jawa Tengah dibimbing oleh Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Mirza D Kusrini, M.Si selaku anggota. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister profesi pada Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman hayati, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini menguraikan tentang keanekaragaman jenis satwa liar yang digunakan sebagai obat di Jawa Tengah, bagian tubuh mana yang digunakan dan cara penggunaannya sebagai obat; nilai ekonomi dan jalur pemasaran satwa obat; serta permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan satwa sebagai obat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dan sebagai masukan untuk menentukan suatu kebijakan di dalam pengelolaan satwa liar baik dalam pelestarian, pengawetan maupun pemanfaatannya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis berharap semoga informasi yang terkandung dalam tesis ini bermanfaat bagi para pihak terkait dan bagi mereka yang memerlukan.

Bogor, Januari 2008

(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT akhirnya tesis ini selesai pada waktunya. Segalanya menjadi bagian dari rahmat dan karunia-Nya dan semakin membuktikan bahwa manfaat senantiasa mengiringi setiap zat yang Dia ciptakan.

Tesis ini menjadi bagian akhir dari pelaksanaan tugas belajar penulis di Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), atas kesempatan mengikuti pendidikan karyasiswa Departemen Kehutanan.

Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing: Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS., sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Mirza D Kusrini, M.Si., sebagai anggota. Keduanya mengawal proses mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan hasil, sehingga tulisan ini layak untuk disebut tulisan ilmiah. Penghargaan serupa penulis sampaikan kepada Dr. drh. Muhammad Agil, M.Sc.Agr yang kesediaannya menjadi dosen penguji luar komisi telah membuat karya ilmiah ini menjadi lebih sempurna.

Motivasi dan dukungan semangat diberikan oleh Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku Ketua Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, kepadanya secara khusus penulis menyampaikan terima kasih. Belajar memahami permasalahan ekologi dan peubah pentingnya, segalanya menjadi sistematis dalam setiap persoalan kehidupan.

Bantuan yang luar biasa diterima penulis selama penelitian, antara lain dari Ir. Minto Basuki, Haning Tjipto, Agung Budi S., Mu’ali, Ananto, Darus Subiantoro, T. Suharyono, Deddy Rusyanto dan staf Balai KSDA Jawa Tengah. Hutang budi ini menjadi semangat untuk senantiasa berbuat yang terbaik bagi konservasi

Buat ibunda dengan doa yang selalu ia panjatkan, sehingga kesejukan terasa disaat letih dan gelisah; kakak dan adik yang waktunya tersita untuk menguatkan

(13)

penulis, memberikan semangat, dukungan dan doa selama penulis menyelesaikan studi; tulisan ini menjadi bingkisan kecil tanda sayang penulis kepada mereka. Terima kasih, sesuatu yang tak pernah bisa berhenti untuk terucap. Dan tak terlupa doa buat ayahanda tercinta (Alm.), yang suritauladannya selalu menjadi panutan bagi penulis.

Teman-teman mahasiswa S2 Profesi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati (IPK/KKH) 2006 atas kebersamaan, kekompakan, bantuan, semangat dan ide-ide cemerlangnya selama kuliah bersama-sama. Tak ada yang bisa terucap kecuali kata terimakasih buat kalian semua, kita pernah bersatu dan tetap akan bersatu dimanapun kita berada.

Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan tulisan ini dan selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kepada semuanya, semoga Allah SWT membalas budi baik dan bantuan yang telah diberikan.

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 23 Oktober 1973 dari ayah Sugito PA (alm.) dan ibu Sumiyati. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara.

Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri Blabak di Magelang dan pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis memilih Program Studi Ilmu Tanah dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 1997.

Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai Penyuluh Kehutanan di Departemen Kehutanan dan ditugaskan di Kabupaten Lampung Tengah. Pada tahun 2001 penulis menjalani alih tugas ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah dan bekerja sebagai Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan. Tahun 2006 penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Kehutanan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan sub program studi Konservasi Keanekaragaman Hayati.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

PENDAHULUAN ... ... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian .. ... 5

Ruang Lingkup Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Satwa Liar Sebagai Obat ... 6

Etnofarmakologi... 11

Obat Tradisional... 12

Konsep Nilai dan Penilaian ... 13

GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 15

Kondisi Biofisik... 15

Kondisi Sosial Budaya ... 16

METODOLOGI ... 18

Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Alat ... 18

Batasan Penelitian... 18

Penentuan Sampel... 18

Jenis Data... 21

Metode Pengumpulan Data ... 22

Analisis Data... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

Hasil ... 26

Karakteristik Responden ... 26

Pemanfaatan Satwa Liar Sebagai Obat oleh Masyarakat... 28

Jalur Pemasaran dan Nilai Ekonomi ... 43

Pembahasan ... 51

Karakteristik Responden ... 51

Pemanfaatan Satwa Liar Sebagai Obat oleh Masyarakat... 55

Jalur Pemasaran dan Nilai Ekonomi ... 65

Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam Pemanfaatan Satwa Liar untuk obat ... 69

Permasalahan dalam Pemanfaatan Satwa Liar untuk Obat... 72

Strategi Konservasi yang harus Dilakukan ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN... 76

(16)

Saran... 77 DAFTAR PUSTAKA . ... 78 LAMPIRAN... 86

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Daftar obat-obatan yang menggunakan bahan dari satwa... 8

2 Sebaran responden berdasarkan kategori ... 20

3 Rekapitulasi keanekaragaman jenis satwa yang digunakan sebagai obat ... 24

4 Sebaran responden berdasarkan umur... 26

5 Jenis satwa yang digunakan sebagai obat di Jawa Tengah ... 29

6 Lima jenis satwa yang paling banyak dipercaya berkhasiat obat ... 31

7 Status konservasi satwa liar yang digunakan sebagai obat ... 32

8 Habitat satwa dan cara penangkapannya... 34

9 Jumlah satwa liar yang diduga dimanfaatkan sebagai obat di Jawa Tengah ... 37

10 Bagian satwa yang paling sering digunakan sebagai bahan obat... 38

11 Kelompok penyakit yang dianggap paling banyak disembuhkan dengan penggunaan obat tradisional dari satwa liar ... 40

12 Realisasi eksport satwa obat dan bagiannya Propinsi Jawa Tengah bulan Mei s/d September 2006... 47

13 Harga rata-rata tiap jenis satwa liar obat ... 48

14 Harga rata-rata simplisia satwa obat di pasaran... 50

15 Total penghasilan masing-masing kategori setiap bulan ... 51

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta Propinsi Jawa Tengah ... 15

2 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin... 26

3 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 27

4 Persentase sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 27

5 Persentase sebaran responden berdasarkan lama bekerja ... 28

6 Jumlah jenis satwa liar yang digunakan sebagai obat pada masing-masing kelas ... 30

7 Ular kobra (Naja sputatrix), salah satu satwa yang paling banyak dipercaya mempunyai khasiat obat ... 34

8 Persentase cara penangkapan satwa dari alam ... 35

9 Jumlah jenis satwa berdasarkan bagian-bagiannya yang digunakan sebagai obat... 39

10 Jumlah jenis satwa obat berdasarkan kelompok penyakit yang disembuhkan ... 40

11 Persentase cara penggunaan satwa obat... 41

12 Persentase tujuan penjualan pada masing-masing kategori pemanfaat satwa liar obat ... 44

13 Persentase banyaknya lokasi penjualan racikan satwa obat... 45

14 Jalur pemasaran satwa obat di Jawa Tengah... 46

15 Persentase responden yang menjadikan pekerjaan sebagai pemanfaat satwa liar obat sebagai pekerjaan pokok dan sampingan... 48

16 Persentase kontribusi pemanfaatan satwa liar untuk obat terhadap penghasilan total keluarga... 51

17 Persentase banyaknya responden yang tahu dan tidak tahu tentang jenis-jenis satwa yang dilindungi undang-undang ... 54

18 Perbandingan persentase jumlah responden yang pernah dan tidak pernah mendapatkan penyuluhan... 54

19 Jumlah jenis satwa yang digunakan untuk pengobatan pada berbagai lokasi di beberapa negara. ... 56

20 Landak (Hystrix brachyura), salah satu satwa yang dilindungi undang-undang yang dipercaya mempunyaikhasiat obat ... 57

21 Perbandingan persentase jumlah responden yang pernah dan tidak pernah mendapatkan penyuluhan... 60

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Karakteristik responden ... 86

2 Pengetahuan reponden tentang konservasi... 88

3 Jenis satwa liar (vertebrata) yang dipercaya sebagai obat dan jumlah responden yang melaporkan... 89

4 Kegunaan masing-masing satwa untuk obat ... 90

5 Jumlah jenis satwa berdasarkan kelompok penyakit yang diobati... 97

6 Jumlah jenis satwa berdasarkan bagian tubuh yang digunakan sebagai obat... 98

7 Satwa liar yang digunakan sebagai obat di Jawa Tengah ... 99

8 Ramuan dan simplisia satwa obat ... 103

9 Jumlah penghasilan responden dari pemanfaatan satwa liar... 106

Referensi

Dokumen terkait

HASSAN WIRAJUDA, expres6 su sincera gratitud al Canciller RUBEN RAMIREZ LEZCANO y al Gobierno de Paraguay por Ia ca lida bienvenida y hospitalidad recibida por

Fungsi teoritis hipokampus pada pembelajanèdapat menyebabkan timbulnya dorongan untuk mengubah in gatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang. Artinya,

Upaya yang dilakukan pabrik agar pabrik dapat tetap beroperasi pada saat supply dari perkebunan karet rakyat merosot, adalah memasok kayu dari perkebunan

Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm Percikan dahak dari penderita TB Paru Tidak mencuci tangan setelah memasuki ruangan penderita TB Paru.. Sesak

Persoalannya sekarang, mengapa masyarakat yang bila dilihat pada kehidupan sehari-hari adalah masyarakat beradab dan beragama, tiba-tiba beringas seperti itu dan

Karena pihak Amerika Serikat siap dengan alasan-alasannya, bahwa jika persetujuan tersebut dianggap mengikat, bukan dapat diartikan juga untuk

Galvanometer tidak dapat digunakan untuk mengukur kuat arus maupun beda potensial listrik yang relatif besar, karena komponen-komponen internalnya yang tidak mendukung.

menghapus layanan ke dalam atau dari registry, Find adalah operasi Service requestor untuk mencari dan menemukan layanan yang dibutuhkan, dan Bind adalah proses binding ke