• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI. UNIVERSITAS MERCU BUANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI. UNIVERSITAS MERCU BUANA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Organisasi pangan dan pertanian FAO menyatakan bahwa segala jenis tanaman pangan menghasilkan limbah sebesar 25% dan sebagian besar dari limbah ini tidak dimanfaatkan. Permasalahan utama dari limbah pertanian ini adalah densitas yang rendah sehingga biaya transportasi, penyimpanan, dan penanganannya menjadi tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan densifikasi.

Densifikasi biomasa berarti penggunaan bentuk tekanan mekanik untuk mengurangi volume dari material biomasa dan pengubahan material ini menjadi bentuk yang padat yang mudah untuk ditangani dan disimpan dari pada material awalannya[2].

Tujuan pembriketan adalah meningkatkan densitas minimal 250 kg/m³, terutama jika ditekankan pada masalah transportasi dan penyimpanan. Densitas yang biasa dibuat dalam pembriketan biasanya lebih tinggi dari nilai tersebut. Sebagai contoh densitas briket jerami dan pelet sekitar 450-650 kg/cm³, nilai ini sebesar 5-10 kali lebih tinggi dari gulungan jerami dan kandungan energi meningkat dari 260-360 kWh/m³ menjadi 1800-2800 kWh/m³[3].

Menurut Lindley & Vossoughi[4] besar densitas tergantung pada tekanan

pembriketan. Dalam penekanan terutama pada pembriketan tanpa bahan pengikat, gaya tekan dari luar diperlukan untuk mengumpulkan partikel - partikel sehingga menjadi padat. Meningkatkan gaya tekan luar dapat menaikkan harga densitas serta gaya pengikat antar partikel.

M Yildrim & G. Ozbayoglu[5] melakukan penelitian terhadap briket

serbuk Lignite Tuncbilek dengan menambahkan Ammonium Nitrohumate sebagai perekat menyatakan bahwa kuat tekan tinggi didapatkan ketika kandungan air pada briket 10-50%. Pada kandungan air yang lebih rendah dan lebih tinggi dari itu kekuatan briket tidak akan didapatkan.

(2)

kualitas fisik briket dari sampah buah zaitun dengan cara mengkompresinya dengan menggunakan cetakan berbentuk silinder dan menggunakan tekanan hidrolik pada beberapa level tekanan, kandungan air, dan waktu penahanan yang berbeda. Hasil yang diperoleh adalah bahwa hanya kandungan air dan tekanan pembriketan yang berpengaruh signifikan pada kestabilan dan ketahanan briket tersebut. Pembuatan briket dari sampah buah zaitun mempunyai kualitas yang terbaik dengan kandungan air antara 30%-35% w.b. Sedangkan pada kandungan air antara 35%-40% tidak memungkinkan untuk mendapatkan briket dengan keadaan yang stabil. Level penekanan mempunyai pengaruh pada pembriketan dengan kandungan air yang rendah.

Briket dapat diproduksi dengan densitas sebesar 1,2 g/cm dari bahan dengan densitas semula sebesar 0,1 g/cm - 0,2 g/cm. Penggunaan Briket untuk energi alternatif secara optimal yang digunakan besar densitas antara 0,9 g/cm - 1,2 g/cm . Sifat briket juga dipengaruhi oleh kandungan air ( moisture content ), dimana briket yang memiliki kandungan air kurang dari 18% memiliki sifat stabil dan ketahanan yang baik. Air dalam bahan baku akan mempengaruhi tekanan dan ketika menguap akan mengurangi densitas[7].

Lie dan Liu[8] melakukan penelitian tentang pembriketan biomasa dari

gergajian kayu menggunakan tekanan tinggi ( 34 MPa - 138 MPa ). Tekanan tinggi ini dimaksudkan untuk menghasilkan briket biomasa yang memiliki kuat tekan tinggi tanpa perlu melakukan pemanasan awal ( pre-heating ) sehingga pembriketan dapat dilakukan pada temperatur ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh dari kandungan air, tekanan pembriketan, dan waktu penahanan terhadap sifat - sifat biomasa antara lain harga densitas, kekuatan abrasi, nilai impak, kuat tekan dan ketahanan dalam air. Hasil penelitian adalah untuk menghasilkan biomasa dengan kualitas tinggi diperlukan kandungan air maksimal 8%, pada tekanan pembriketan 70 MPa, dan waktu penahanan 10 detik.

Chin dan Sidiqui[9] melakukan penelitian pada berbagai jenis biomassa

yaitu kulit kacang, serabut kelapa, dan sekam padi. Briket biomassa diuji untuk mengetahui sifat ketahanan, relaksasi, kekuatan mekanik dan karakteristik

(3)

pembakarannya. Pada pengujian ini digunakan variasi tekanan pembriketan 0,5 MPa –7 MPa, variasi kandungan air 5 % sampai 30%. Ditemukan bahwa relaxed density merupakan fungsi dari kadar air ( m w ) dengan menggunakan persamaan D = a exp(-cm w), dimana D merupakan relaxed density, a dan c merupakan konstanta empirik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket dengan kadar air sekitar 20% menunjukan relaxed density kecil.

Demirbas melakukan penelitian pada pembriketan sampah kertas dan batang gandum pada tekanan 300-800 MPa dengan bentuk briket silinder, variasi kandungan air 7%, 10%, 13%, 15% dan 18%. Diketahui bahwa densitas sampah kertas dan batang gandum meningkat seiring dengan peningkatan moisture content dan kenaikan tekanan pembriketan. Setelah 1 minggu pengukuran relaksasi digunakan untuk menentukan kestabilan briket. Relaxed density dipengaruhi oleh perbedaan nilai tekanan pembriketan sehinga dapat dibuat sebuah persamaan D = a Ln P + b, dimana relaxed density, D dalam kg/m³ dan tekanan pembriketan, P dalam kg/cm², nilai a dan b adalah suatu konstanta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan air untuk memfasilitasikompaksi terbaik terletak antara 13% sampai 18% untuk briket sampah kertas dan 16 sampai 22% untuk briket batang gandum[10].

Wakumo dan jenkins[11] melakukan penelitian pada briket biomassa

campuran gergajian kayu dan batang gandum. Pada penelitian ini di variasikan campuran antara gergajian kayu dan batang gandum yaitu 1:1 dan 3:1 untuk mendapatkan briket dengan ketahanan terbaik. Hasil penelitian menyatakan pertambahan panjang lebih tinggi terjadi pada campuran 1:1 sedangkan pada pengujian ketahanan didapatkan index ketahanan campuran 1:1 sebesar 51,5 sedangkan harga index ketahanan campuran 3 : 1 sebesar 67,6. Kandungan air material mentah optimum untuk menghasilkan briket terbaik terletak antara 12-20%w.b.

Coates, Wayne[12] melakukan penelitian pada briket biomasa limbah kapas

yang bertujuan untuk mendapatkan briket biomassa yang memiliki sifat ketahanan yang baik. Pada penelitian ini tekanan pembriketan di variasikan menjadi 3 yaitu 700psi, 1400psi, 2100psi dan juga pada kandunagn air di variasikan 10%, 15%,

(4)

20%, dan 25%. Untuk mengetahui ketahanan briket digunakan standar pengujian ASAES29.4. Hasilnya adalah semakin tinggi kadar air maka briket yang dihasilkan ketahanannya semakin bagus kecuali pada kadar air paling tinggi, dan semmakin tinggi tekanan pembriketan briket biomassa juga semakin bagus sifat ketahanannya.

2.2 Biomassa 2.2.1 Definisi

Biomasa adalah material organik non fosil yang berada di atas maupun di dalam bumi dan baik hidup maupun mati. Contoh pepohonan, tanaman panenan, rumput, sampah pohon, akar, dsb. Ketika dibakar untuk tujuan energi, hal itu disebut sebagai bahan bakar biomasa. Bahan bakar biomasa juga termasuk gas yang didapatkan dari penguraian material organik.

Istilah biomasa dalam konteks energi adalah pemanfaatan hasil dari fotosintesis tanaman hijau. Biomasa berasal dari energi matahari yang dikumpulkan oleh zat hijau daun (klorofil) dan bersama - sama dengan karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dirubah menjadi energi kimia dan disimpandalam bentuk material organik. Biomasa juga dapat dikatakan sebagai segala jenis material organik yang dapat diperbarui yang mengandung energi kimia sehingga dapat dirubah menjadi bahan bakar.

2.2.2 Pemanfaatan Energi Biomassa

Untuk memanfaatkan energi pada biomasa dikenal beberapa teknik, dan teknik - teknik yang telah ada antara lain[13] :

1. Teknologi konversi-termo biomasa (biomass thermo-conversion technologies) Teknik ini secara langsung mengambil kandungan minyak ( bio-oils ) yang terdapat pada biomasa untuk dijadikan bahan bakar cair. Ada dua cara yang lazim digunakan yakni:

a. Pencairan tekanan tinggi ( high pressure liquefication ) b. Pirolisis

2. Bahan bakar lumpur biomasa ( biomass oil slurry fuels )

(5)

biomasa. Hal terpenting dalam penggunaan bahan bakar lumpur ini adalah kestabilan campuran.

3. Pembriketan biomasa ( biomass briquetting )

Biomasa dipadatkan sehingga densitasnya tinggi, sedangkan pemanfaatannya dengan cara dibakar langsung untuk mendapatkan panas. Pembriketan biomasa akan dibahas lebih lanjut pada pokok bahasan selanjutnya.

4. Proses perubahan biomasa menjadi biogas ( gasification of biomass )

Biogas merupakan teknik pemanfaatan biomasa yang diperoleh melalui penguraian material organik berupa kotoran hewan secara anaerob oleh bakteri. Dari proses penguraian ini akan dihasilkan gas mudah terbakar berupa metana.

2.3 Densifikasi 2.3.1 Definisi

Salah satu cara yang dikembangkan untuk meningkatkan sifat fisis dan pembakaran biomasa adalah densifikasi untuk menghasilkan biobriket. Densifikasi merupakan salah satu langkah dalam rangkaian proses penanganan limbah yang meliputi pengumpulan, penyimpanan, dan pengangkutan, juga termasuk penyortiran, penggilingan dan pengeringan. Prinsip densifikasi yaitu pemberian tekanan pada suatu material untuk menghilangkan kekosongan (void) inter dan antar partikel.

Teknik densifikasi yang biasa digunakan adalah balling, briquetting, pelleting. Dalam penelitian ini proses densifikasi biomasa yang digunakan adalah proses pembriketan. Proses pembuatan biobriket yang utama meliputi pemilihan material biomasa, penggilingan, dan pembriketan. Namun untuk biomasa dengan kondisi pembriketan tertentu kadang diperlukan penanganan tambahan agar pembriketan dapat dilakukan dengan baik. Sebagai contoh untuk biomasa yang kadar airnya terlalu tinggi, maka perlu dilakukan pengeringan untuk memperoleh biomasa dengan kadar air yang sesuai untuk pembriketan.

(6)

dalam pembriketan tergantung pada jenis bahan baku pembriketan. Komponen unit pembriketan dapat dibagi menjadi 3 kelompok :

1. Preprocessing equipment

Dalam hal ini yang digunakan adalah peralatan untuk persiapan awal sebelum dilakukan pembriketan. Dalam skala industri, biasanya tahap awal yang dilakukan adalah pengumpulan biomassa (raw material) dari tempat asalnya kemudian diangkut ke tempat penampungan raw material tersebut. Di tempat penampungan ini dilakukan pengeringan dan pembersihan atau pemisahan biomassa dari kotoran yang tidak diperlukan. 2. Material Handling Equipment

Sebelum dilakukan pembriketan, biomasa yang telah dipersiapkan perlu diproses agar dapat memenuhi kriteria atau kondisi yang diinginkan dalam pembriketan. Biomassa yang baru saja dipanen biasanya masih berbentuk sesuai dengan kondisi tumbuhan asal biomasa tersebut. Misalnya; jerami yang baru dipanen biasanya masih utuh sehingga sulit untuk langsung dibuat briket.

Proses yang dilakukan antara lain sebagai berikut : a. Pemotongan

Langkah awal yang sangat penting adalah pemotongan biomasa menjadi kecil – kecil, karena diperlukan material biomasa dengan ukuran yang sesuai untuk dapat dimasukan ke dalam alat briket.

Gambar 2.1 Diagram Alur Pembuatan Briket Limbah biomassa pengumpulan pengeringan Penggilingan pembriketan Pengemasan (packaging)

(7)

b. Penggilingan

penggilingan dilakukan untuk materi biomasa yang keras dan juga digunakan untuk membuat serbuk biomasa.

c. Pengayakan/ penyaringan

Untuk proses pembriketan , kadang diperlukan kondisi biomasa yang homogen, termasuk didalamnya adalah ukuran butir serbuk biomasa. Maka setelah biomasa digiling, kemudian dilakukan penyaringan untuk mendapatkan ukuran butir yang di inginkan.

3. Briqueting process equipment

Pembriketan biomasa merupaka teknologiuntuk merubah biomasa menjadi bahna bakar padat dan meningkatkan kemudahan penanganan dalam hal pengangkutan, peyimpanan, dan lain-lain. Alat yang digunakan adalah mesin pencetak briket dengan berbagai jenis teknologi yang dapat diterapkan. Teknologi ini dapat membantu memperluas penggunaan biomasa untuk keperluan energi, karena pembriketan dapat meningkatkan nilai kalor volumatrik bahan bakar, mengurangi biaya transportasi dan mengatasi masalah energi.

2.3.2 Teknologi Pembriketan

Pada dasarnya semua jenis limbah biomasa dapat di buat menjadi briket. Faktor yang berpengaruh pada riket biomasa adalah kandungan air, kandungan abu, densitas, volume rongga dan ukuran butir. Berdasarkan tekanan kompaksi, pembriketan dapat dibagi menjadi 314], yaitu :

 Kompaksi tekanan rendah (300-1000 psi)  Kompaksi tekanan sedang (1000-2500 psi)  Kompaksi tekanan rendah (≥ 2500 psi)

Dalam kompaksi dengan tekanan tinggi dan sedang, biasanya tidak diperlukan bahan pengikat. Proses kompaksi dengan tekanan tinggi dan sedang biasanya menggunakan teknologi screw press dan piston press. Teknologi pembriketan yang lain jarang digunakan karena tingginya biaya

(8)

dan kompleksnya peralatan. Sedangkan kompaksi tekanan rendah biasanya menggunakan alat yang dioperasikan dengan tangan (hand press).

Gambar 2.2 Piston Press [15]

(9)

Tabel.2.1 Perbandingan Mesin cetak piston dan screw extruder[17] Mesin Cetak

Piston

Screw Extruder

Moisture content optimum pada bahan baku

10-15% 8-9%

Keausan pada bagian yang saling kontak

Rendah Tinggi

Output dari mesin Langkah piston Kontinyu

Tenaga yang diperlukan 50 kWh/ton 60 kWh/ton

Densitas briket 1-1,2 gram/cm3 1-1,4 gram/cm3

Karbonisasi Tidak mungkin Hasilnya bagus

Homogenitas Tidak homogen Hasilnya bagus

Performa pembakaran briket Tidak bagus Bagus

Biaya perawatan Tinggi Rendah

1. Mesin Tekan Ulir (screw press)

Pada screw press atau screw extruder, ulir yng berputar menghantarkan material biomasa dari bagian penampung melewati silinder dan memampatkannya dalam cetakan. Jadi extruder memiliki3 ruagan yaitu ; penampung, penghubung dan ruang ekstrusi. Gaya gesek antara biomasa, ulir dan dinding silinder, gesekan internal dalam material dan alat pemanas eksternal ,menyebabkan peningkatan temperatur briket, sehingga dapat melembutkan material biomasa. Lignin yang terdapat dalam biomasa dapat berperan sebagai pengikat (binding agent).

2. Mesin Tekan Piston (Piston Press)

Piston (reciprocating piston) menekan biomasa kedalam cetakan pada tekanan tinggi secara mekanik yang mendapatkan tenaga dari putaran roda gaya, sehingga biomasa termampatkan dan menjadi

(10)

padat. Beberapa mesin modern memberikan tekanan tidak hanya pada arah longitudinal, tapi juga arah radial.

3. Mesin tekan hidrolik (Hydraulic Press)

Pencetakan material menggunakan sebuah piston yang digerakan olehmesin (secara elektrik ataupun internal combustion) dengan sistem tekanan oli pada tekanan tinggi. Temperatur operasi melebihi 200˚ C dengan tekanan yang bervariasi tergantung pada penggunaan mesi dan piston. Umumnya material yag digunakan harus memiliki kandungan air tidak lebih dari 14 % dan panjangnya tidak melebihi dari 30 mm untuk memudahkan jatuhnya briket ke loading system. Mesin cetak dengan menggunakan tiga piston (mesin untuk serat tekstil) memungkinkan untuk menggunakan material yang panjangnya kurang dari 30-40 cm tanpa melalui tahap pemotongan dan mendapatkan hasil keluaran yang identik. Mesin ini memerlukan pengepresan awal biomasa secara vertikal yang diikuti pengepresan secara horisontal. Tabel 2.2. Perbandingan Keunggulan dan kelemahan Proses Pembriketan[17]

No Proses Keunggulan Kelemahan

A Pembriketa n sederhana dengan proses biasa

Alat sederhana Harga relatif murah

Pengepresan dapat dengan motor atau tangan

Tidak praktis karena perlu mencampur dengan perekat Perlu pengarangan dahulu Densitas rendah Waktu pembakaran menimbulkan bau dan asap B Pengepresa n piston tanpa pemanasan

Kualitas lebih baik dari pembiketan dengan pres karena densitas lebih tinggi

Perlu pengarangan dahulu

Harga mahal

Briket kurang kuat dibandingkan

dengan sistem screw Sulit pemeliharaan C Pembriketa n dengan screwextrud er disertai panas

Tidak perlu pengarangan dahulu Tidak memerlukan bahan pembantu Tidak menimbulkan asap dan bau Harga jual baik (berpeluang ekspor) Mudah pengoperasian

Screw mudah aus Harga mahal

(11)

2.3.3. Pengikat (Binder)

Pembriketan pada tekanan rendah membutuhkan bahan pengikat untuk membantu pembentukan ikatan diantara partikel biomasa. Penambahan pengikat dapat meningkatkan kekuatan briket. Ada beberapa macam bahan pengikat yang digunakan dalam pembriketan dapat dibagi menjadi 2 kelompok ; pengikat organik (tetes tebu, coal tar, bitumen, kanji, resin) dan pengikat in-organik (tanah liat, semen, sulphite liquior).

Gulham. O dan Kujhanak, R>T>[18] melakukan penelitian tentang pengaruh macam-macam pengikat pada pembriketan Angouran Smithsonite fines, pada kandungan binder 5% kandungan air 6% tekanan pembriketan 200 kg/cm2, dengan temperatur pemanasan 105˚, sehingga didapatkan pengaruh terhadap gaya remuk briket.

Tabel 2.3. Pengaruh macam-macam binder pada pembriketan.[17]

Binder Crushing Load (kg/briket)

Tetes tebu Dextrin Kanji Bentonit Lime Black cement Na2CO3 NaCl Na2SiO3 Polyvinyil acetate Peridur XC3 CMC 144 434 561 209 143 141 245 193 218 140 297 266 141

2.3.4. Mekanisme Ikatan pada Pembriketan

Pembriketan berhubungan erat dengan pengumpulan, dimana sejumlah mekanisme fisik dan kimia membantu mengikat partikel padat menjadi satu, dalam proses ini bulk density dari partikel akan meningkat. Ada beberapa faktor

(12)

yang mempengaruhi dalam proses pembriketan antara lain ; kandungan air, ukuran partikel, bentuk serat dan kandungan zat bukan serat seperti lignin, dll.

Pembriketan biomasa dibawah tekanan tinggi dapat mambantu mekanisme pengikatan gaya tarik adhesi antara partikel, membentuk ikatan intermollekuler diluas bidang kontak. Mekanisme pengikat dibawah tekanan tinggi dapat dibagi menjadi gaya adhesi dan kohesi, gaya tarik antara partikel pada, dan ikatan penguncian (interlocking). Fiber dan partikel-partikel dapat saling mengunci sebagi hasil dari pembentukan interlocking atau ikatan tertutup. Kekuatan briket sebagai hasil pengumpulan tergantung pada interaksi dari karakteristik material.

Gambar 2.4 mekanisme Ikatan Partikel[19]

Salah satu teori yang dapat menerangkan ikatan adalah adanya peranan dari gugus-gugus fungsional beroksigen baik dalam batubara maupun biomasa, seperti gugus karboksilat, aldehid, atau hidroksil. Ikatan tersebut mungkin jenis ikatan kovalen antara gugus-gugus fungsional tersebut atau mungkin juga dibantu dengan adanya H20 yang berfungsi sebagai jembatan. Ikatan lain yang mungkin

bekerja dalam briket batubara-biomasa antara lain ikatan Van Der Waals yang merupakan ikatan antar molekul yang agak lemah. Sedangkan dalam mekanisme pembriketan dengan bahan pengikat, ikatan yang terjadi adalah adhesi biasa. Untuk memperoleh kekuatan ikatan yang maksimum perlu dibantu dengan kondisi yang menunjang misalnya ; menaikkan sifat plastis bahan pengikat, ukuran butir biomasa dan sebenarnya yang optimal, kadar air dan tekanan pembriketan yang sesuai dan lain-lainnya.

(13)

Komponen kayu berpengaruh terhadap pembriketan. Kandungan lignin yang tinggi akan mempermudah ikatan antara pertikel pada pengepresan panas melalui ekstrusi. Disamping itu juga dapat meningkatkan nilai kalor produk karena diantara komponen kimiawi kayu seperti hemiselulosa dan selulosa, lignin mempunyai nlai panas yang lebih tinggi. Dengan demikian kayu yang mempunyai kandungan lignin lemah diperkirakan akan berpengaruh pada daya bahan bakar, sedangkan zat ekstraktif seperti golongan minyak dan lemak dapat mempengaruhi daya rekat antar partikel.

Tabel 2.4 Pengaruh Komponen Biomasa Pada Produk Briket[17]

No Komponen

Kimiawi Pada Proses Pengaruhnya Pada Produk 1 Kadar lignin Kadar lignin yang

tinggi meningkatkan ikatan antar partikel kayu sehingga briket yang dibentuk kuat.

Kandungan lignin tinggi menaikkan nilai panas

2 Kadar air Kadar air tinggi

menggangu proses kemampatan

Kandungan air tinggi menurunkan nilai panas

3 Kadar abu Tinggi kadar abu dalam

kayu menurunkan nilai panas dan daya bakar

4 Kadar lemak Lemak mengganggu

proses pemampatan dan menurunkan ikatan antar pertikel kayu

5 Kadar bahan

ekstraktif Menurunkan ikatan antar partikel kayu

Untuk kadar air yang terlalu besar akan menurunkan nilai kalor bakar yang yang terjadi pada hasil briket hal ini dikarenakan panas yang tersimpan dalam briket terlebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan air yang ada sebelum kemudian menghasilkan panas sebagai panas pembakaran.

Dibawah ini disertakan pula nilai kalor dari berbagai macam material yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, termasuk salah satunya adalah kayu yang sedang kita bahas saat ini. Kayu memiliki nnilai kalor paling kecil diantara bahan – bahan yang tercantum pada tabel di bawah ini :

(14)

Tabel 2.5 Komposisi dan nilai kalor dari berbagai jenis bahan bakar Jenis Bahan Bakar komposisi Nilai Kalor

(kJ per gram)

C H O

Gas Alam 70 23 0 49

Batu bara (antrasit) 82 1 2 31

Batu bara (bituminous) 77 5 7 32

Minyak mentah 85 12 0 45

Bensin 85 15 0 48

Arang 100 0 0 34

Kayu 50 6 44 18

Hidrogen 0 100 0 142

2.4. Pemilihan Proses Optimum

Perancangan produk tidak lepas dari proses pemilihan material, pada proses ini seringkali perancang dihadapkan pada kesulitan untuk menentukan pilihan pada satu material karena kadangkala suatu material suatu material memiliki satu sifat baik yang dibutuhkan dalam perancangan produk namun di sisi lain material tersebut juga memiliki sifat yang tidak diinginkan. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan pilihan adalah dengan metode pembobotan. Dalam metode ini sifat-sifat material yang dipertimbangkan diberi bobot berdasakan kepentingan yang dibutuhkan[20].

Oleh karena beberapa sifat tersebut memiliki satuan yang berbeda satu dengan yang lain maka prosedur terbaik adalah menyamakan nilai-nilai tersebut pada satu skala. Untuk skala nilai sifat yang diinginkan adalah semakin besar nilai tersebut pada satu skala. Untuk skala sifat yang diinginkan adalah semakin besar nilai tesebut adalah semakin baik sifat dari material maka :

(15)

β = skala nilai sifat = x 100...(2.1)[20]

sedangkan untuk sifat yang didinginkan sebaliknya maka :

β = skala nilai sifat x 100...(2.2)[20]

sehingga indeks performansi material adalah total penjumlahan skala sifat dikalikan faktor pembobotan dirumuskan sebagai berikut :

γ = Σ βi ωi...(2.3)[20]

dimana : γ = indeks performansi material ω= faktor pembototan

i = jumlah sifat yang dipertimbangkan

Beberapa nilai positif dari serbuk gergaji yang telah diolah menjadi briket adalah sebagai berikut :

1. Memudahkan penyimpanan 2. Mengurangi biaya transportasi

3. Menaikan nilai kalor volumatrik dari briket biomasa tersebut.

Nilai sifat

Nilai terbesar dari pilihan yang ada

Nilai terendah dari pilihan yang ada Nilai sifat

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Alur Pembuatan Briket Limbah biomassa pengumpulan  pengeringan  Penggilingan  pembriketan Pengemasan (packaging)
Gambar 2.2 Piston Press  [15]
Tabel 2.2. Perbandingan Keunggulan dan kelemahan Proses Pembriketan [17]
Gambar 2.4 mekanisme Ikatan Partikel [19]
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan temuan dari penelitian hasil pemanfaatan sumber belajar di MI Nurul Islam dan MI Hidayatul Mubtadiin Wates Sumbergempol Tulungagung dilaksanakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Return On Asset (ROA) dan Earning Per Share (EPS) memilki berpengaruh terhadap harga saham sedangkan rasio keuangan

Berdasarkan hasil pengataman dapat disimpulkan bahwa isolasi dan morfologi jamur yang terdapat pada roti busuk ialah yaitu Rhizhopus Stolonifer yang memiliki hifa vegetatif

Untuk sampel Ikan asin gabus (sampel B1, B2, B3) memiliki kadar logam Pb melebihi ambang batas baku mutu yang ditetapkan oleh SNI yaitu 0.3 mg/kg dalam produk olahan

Perbedaan hasil percobaan dengan teori mungkin disebabkan oleh terjadinya kesalahan-kesalahan di dalam pengukuran, yaitu penggunaan neraca yang belum tepat

Seluruh jawaban yang telah Saudara berikan saat mengisi lembar kuesioner yang terlampir akan saya jaga kerahasiaanya dan hanya akan digunakan dalam rangka untuk proses

Menurut Husnan dan Suwarsono (1997), studi kelayakan adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil.Umumnya penelitian studi

Dalam menentukan jumlah uang dibayarkan peserta (premi) perusahaan asuransi Bumiputera dengan penetapan premi yang ada pada asuransi konvensional, sebab penetapan jumlah premi