• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIODIVERSITAS MAKROFAUNA TANAH PADA PERTANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.) DENGAN APLIKASI VARIASI PUPUK. Naskah Publikasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIODIVERSITAS MAKROFAUNA TANAH PADA PERTANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.) DENGAN APLIKASI VARIASI PUPUK. Naskah Publikasi."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BIODIVERSITAS MAKROFAUNA TANAH PADA PERTANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.)

DENGAN APLIKASI VARIASI PUPUK

Naskah Publikasi Skripsi Oleh: Lathifah Ismiyati NIM. M0403034 JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2008

(2)

PERSETUJUAN

BIODIVERSITAS MAKROFAUNA TANAH PADA PERTANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.)

DENGAN APLIKASI VARIASI PUPUK

Oleh: Lathifah Ismiyati NIM. M0403034

telah disetujui untuk dipublikasikan

Surakarta, Menyetujui Pembimbing I Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 132 007 622 Pembimbing II

Dr. Prabang Setyono, M.Si NIP. 132 240 171 Mengetahui

Ketua Jurusan Biologi

Dra. Endang Anggarwulan, M. Si NIP. 130 676 864

(3)

BIODIVERSITAS MAKROFAUNA TANAH PADA PERTANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.)

DENGAN APLIKASI VARIASI PUPUK

SOIL MACROFAUNA BIODIVERSITY ON RED CHILI

(Capsicum annuum L.) FARMLAND WITH VARIOUS KIND OF

FERTILIZERS APPLICATION.

Lathifah Ismiyati, Sugiyarto dan Prabang Setiyono. Biologi. F. MIPA. UNS. Surakarta

ABSTRACT

Soil macrofauna play important role on recovery physic, chemist, and soil biology. Farm intensification decrease soil biodiversity. The aim of this research was to observe the diversity index of soil macrofauna on red chili farmland and correlation between macrofauna diversity index and red chili growth.

The experiment was conducted at the farmland in Nggatak, Ngawen, Klaten, Central Java, started from November 2006 until January 2007. The experiment was arranged in Randomized Complete Block Design consisted with four fertilizer treatment, i. e. no fertilizing as control (C), fertilizing by poultry dropping (O), basic fertilizer (poultry dropping + ZA : SP-36 : KCL = 2 : 1: 1) and NPK (N), basic fertilizer without ZA and organic liquid fertilizer from cow urine (NU) with three replication. Parameters that observed were diversity index of soil macrofauna; plant height; canopy diameter; temperature pH, and soil wet; light intensity; N, P, K contens in soil; kation exchange capacity; and soil organic matter.

The result of experiment shows that fertilizer treatment gives effect of macrofauna in soil diversity index although it’s not significant. The highest macrofauna diversity index on poultry dropping fertilizer treatment (0,67372) and the lowest on basic fertilizer without ZA and organic liquid fertilizer from cow urine treatment (0,32832). There was no correlation between soil macrofauna diversity index and red chili growth.

(4)

PENDAHULUAN

Makrofauna berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah melalui proses mobilisasi dan humifikasi (Lavelle et. al., 1994). Maftu’ah et. al., (2002) telah melaporkan bahwa kelimpahan semut memiliki potensi untuk dijadikan indikator terhadap nitrogen total dan kemantapan agregat tanah, sedangkan kelimpahan rayap berpotensi sebagai indikator terhadap nitrogen total dan kelembapan tanah.

Aktivitas manusia dalam pemberian subsidi energi yang berupa pupuk dan insektisida di suatu daerah pertanian dapat mengakibatkan perubahan populasi fauna tanahnya (Adianto, 1993). Pemberian Urea dan SP-36 yang berlebihan menyebabkan degradasi kesuburan tanah karena menurunkan penyerapan unsur hara seperti K, S, Ca, dan Zn sehingga tanah mengalami defisiensi unsur tersebut. Lebih jauh, kondisi tersebut akan mengakibatkan penurunan pH tanah sehingga mikro flora dan fauna mati, tanah menjadi padat, dan tata aerasi menjadi jelek (Adianto, 1980).

Intensifikasi pertanian umumnya menghasilkan rendahnya biodiversitas tanah. Beberapa data menunjukkan bahwa diversitas rayap berkurang akibat praktek intensifikasi pertanian, yang berakibat juga pada berkurangnya aktivitas komunitas decomposer (Black dan Okwakol, 1997). Salah satu penerapan sistem intensifikasi pertanian adalah budidaya tanaman cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) dengan aplikasi berbagai pupuk buatan.

Cabai berkembang biak dengan baik jika diberikan nutrisi esensial dari pemupukan yang mencukupi. Sistem intensifikasi pertanian memakai berbagai pupuk buatan (anorganik) dalam penerapannya. Menurut Minardi (2002) untuk menjaga produktivitas tanah pada tingkat yang tinggi, maka keseimbangan pemupukan perlu diperhatikan. Oleh karena itu banyak petani yang beralih menggunakan sistem pertanian organik. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik. Selain pupuk kandang, urin sapi terfermentasi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Anty (1987) melaporkan bahwa urin sapi mengandung hormon IAA yang penting bagi pertumbuhan tanaman yang merupakan habitat bagi organisme tanah.

(5)

Sistem pertanian organik nyata memperbaiki sifat kimia tanah dengan peningkatan P tersedia, N total, K tersedia, kandungan karbon, asam humat, asam fulfat dan menjaga kestabilan pH tanah (Nuryani dan Handayani, 2003). Sistem budidaya secara organik kini telah menampakkan hasil yang cukup baik pada hasil produksinya. Menurut Adianto (1993), penggunaan pupuk kandang pada suatu lahan dapat menaikkan jumlah individu fauna tanah. Fauna yang paling banyak ditemukan adalah cacing dan arthropoda lainnya. Peningkatan populasi makrofauna tanah akan meningkatkan distribusi bahan organik dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik. (Senapati et. al., 1991).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman makrofauna tanah setelah pemberian variasi pupuk. Perlakuan yang diberikan yaitu tanpa pupuk , pupuk kandang, pupuk dasar yang ditambah kocor NPK, dan pupuk dasar tanpa ZA yang ditambah kocor urin sapi terfermentasi. Dalam hal ini dikaji perbandingan pengaruh pupuk buatan (NPK) dengan pupuk organik (kandang dan urin sapi).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006- Januari 2007. Penelitian dengan skala lapangan dilakukan di lahan persawahan dengan ketinggian + 256 m dpl dan dengan suhu harian 270-300C, terletak di desa Gatak, Karangnongko, Klaten. Proses identifikasi, pengukuran dan kuantifikasi makrofauna tanah dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA UNS Surakarta.

Pertanaman cabai merah keriting dibagi menjadi 3 blok masing-masing dengan 4 perlakuan, yaitu tanpa pupuk (C), pupuk kandang (O), pupuk dasar (pupuk kandang+ZA : SP-36 : KCL = 2 : 1: 1) dan NPK (N) serta pupuk dasar tanpa ZA dan pupuk cair urine sapi (NU). Pengambilan sampel hewan dalam dan permukaan tanah masing-masing dengan metode Hand Sorting dan Pit Fall Trap serta dilakukan setiap 2 minggu sekali, yaitu 2 kali pada saat fase vegetatif, 2 kali pada saat fase generatif awal dan 1 kali saat akhir panen.

Parameter yang diamati adalah indeks keanekaragaman makrofauna tanah; tinggi dan diameter kanopi tanaman; suhu, kelembapan, pH tanah; intensitas

(6)

cahaya; dan kandungan N, P, K, KTK, bahan organik tanah. Data dianalisis dengan Anava, uji korelasi Pearson dan uji T.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Makrofauna Tanah

1. Spesies yang Ditemukan

Spesies makrofauna tanah yang ditemukan pada pertanaman cabai merah keriting dengan empat perlakuan variasi pupuk berjumlah 24 spesies. Penelitian ini dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan metode hand sorting ditemukan 9 spesies dan dengan metode pit fall trap sebanyak 15 spesies. Hasil identifikasi makrofauna dalam dan permukaan tanah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi makrofauna tanah yang ditemukan pada pertanaman cabai

merah keriting (Capsicum annuum L.) dengan aplikasi 4 variasi pupuk.

Filum Kelas Ordo Familia Species Nama Daerah

Annelida Chaetopoda Oligochaeta Glossoscolecidae Ponthoscolex corenthrurus Cacing tanah Arthropoda Arachnida Diplopoda Insecta Araneae Spirobolida Polydesmida Diplura Dermaptera Orthoptera Coleoptera Diptera Lepidoptera Hymenoptera Hemiptera Lycosidae Loxoscelidae Salticidae Narceidae Polydesmus Campodeidae Forficulidae Gryllidae Rhysodidae Carabidae Scarabaeidae Staphylinidae Sciaridae Ceratopogonidae Noctuidae Formicidae Scoliidae Miridae Lycosa sp Loxosceles sp Phidippus sp Narceus sp Species 1 Campodea sp Forficula auricularia Allonemobius sp Spesies 2 Calosoma sp Spesies 3 Phyllopagha sp Holotrichia javana Lathrobium angulare Spesies 4 Spesies 5 Spesies 6 Spesies 7 Ponera sp Bothroponera sp Oecophylla smaragdina Spesies 8 Lygus sp Laba-laba tanah - - Luwing - - Cocopet Cengkerik tanah - Kumbang tanah - Lundi putih Kumbang juni K. pengembara - - - - - - Semut rang-rang - -

Makrofauna dalam tanah yang ditemukan meliputi 3 kelas, yaitu Chaetopoda, Diplopoda, dan Insecta. Terdapat 2 spesies yang belum

(7)

teridentifikasi masing-masing dari ordo Polydesmida dan Coleoptera. Makrofauna permukaan tanah yang ditemukan meliputi 3 kelas, yaitu Arachnida, Hexapoda, dan Insecta. Terdapat 6 spesies yang tidak teridentifikasi masing-masing dari ordo Coleoptera (2 spesies ), Diptera (2 spesies), Lepidoptera (1 spesies) dan Hymenoptera (1 spesies).

2. Indeks Keanekaragaman Makrofauna Tanah

Keanekaragaman spesies makrofauna tanah yang ditemukan ditunjukkan oleh besarnya indeks keanekaragaman. Perlakuan 4 variasi pupuk pada pertanaman cabai merah keriting tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap indeks keanekaragaman makrofauna baik dalam maupun permukaan tanah.

Rata-rata indeks keanekaragaman makrofauna tanah disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah yang tertinggi pada perlakuan pupuk kandang (O) yaitu sebesar

0,47533 dengan P. corethrurus sebagai makrofauna dalam tanah dengan nilai penting tertinggi. Hal ini disebabkan pupuk kandang banyak mengandung bahan organik dan menarik kehadiran cacing tanah. P. corethrurus (cacing tanah) berperan dalam mencampurkan bahan organik kasar dan halus sehingga penyebarannya merata.

Indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah terendah pada perlakuan pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-36, KCL) + urine sapi sebesar

0,32832. Aplikasi pupuk cair urin sapi merupakan hal baru di bidang pertanian. Pupuk cair pada penelitian ini berperan sebagai pengganti pupuk ZA yang menyediakan unsur nitrogen. Pupuk cair setelah diaplikasikan pada tanah langsung terserap ke dalam tanah karena wujudnya yang cair mempermudah terserapnya unsur hara di dalamnya oleh akar tanaman.

(8)

Tabel 2. Rata-rata Indeks keanekaragaman (H) dan nilai penting makrofauna

tanah yang ditemukan pada pertanaman cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) dengan aplikasi 4 variasi pupuk.

Perlakuan H Makrofauna tanah dengan

nilai penting tertinggi

Nilai penting Makrofauna dalam tanah Makrofauna permukaan tanah C O N NU C O N NU 0,43692 0,47533 0,47466 0,32832 0,4148 0,67372 0,6137 0,5149 Phyllopagha sp Ponthoscolex corethrurus Ponthoscolex corethrurus Ponthoscolex corethrurus Campodea sp Campodea sp Campodea sp Loxosceles sp 84.005 73.57 85.24 92.01 117.307 93.47 71.81 117.17 Keterangan:

C: tanpa pupuk (kontrol); O: pupuk kandang; N: pupuk dasar (pupuk kandang + ZA, SP-36, KCL) + NPK; NU: pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-SP-36, KCL) + urine sapi.

Indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah yang tertinggi pada perlakuan pupuk kandang yaitu sebesar 0,67372 dengan Campodea sp sebagai makrofauna tanah yang dominan. Campodea sp merupakan anggota ordo Diplura yang sebagian besar merupakan herbivora. Hewan tersebut hidup pada daun dan kebanyakan memakan materi tumbuhan, sayuran dan serangga mati, sehingga pertanaman cabai merah keriting merupakan habitat yang cocok bagi Campodea sp.

Indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah terendah pada perlakuan Tanpa pupuk (C) sebesar 0,4148. Hal ini disebabkan unsur hara yang tersedia pada tanah tergolong rendah tanpa ada suplai hara dari luar. Rendahnya materi yang menunjang kehidupan makrofauna pada permukaan tanah menyebabkan hanya sedikit spesies makrofauna permukaaan tanah yang bertahan hidup pada kondisi tersebut.

(9)

B. Pertumbuhan Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) dan Faktor Lingkungan.

1. Pertumbuhan Tanaman a. Tinggi Tanaman

Hasil analisis varian terhadap rerata tinggi tanaman menunjukkan adanya beda nyata yang disebabkan oleh perlakuan pupuk yaitu pada usia tanaman 8 mst, 10 mst dan 12 mst. Sedangkan pada usia 4 mst dan 6 mst tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata akibat perlakuan. Data rerata tinggi tanaman setelah dianalisis dengan analisis varian pada Tabel 3.

Pada Tabel 3, pertambahan tinggi tanaman pada usia 4 mst dan 6 mst belum menunjukkan adanya perbedaan antarperlakuan. Hal ini dimungkinkan pupuk yang diberikan belum terdekomposisi secara keseluruhan menjadi bentuk tersedia yang siap diserap oleh tanaman atau penyerapan unsur oleh tanaman belum maksimal. Namun terdapat kecenderungan pada tanaman N menunjukkan pertambahan tinggi yang paling besar. Pertambahan tinggi tanaman mulai pada usia 8 mst cenderung konstan, karena pada masa ini tanaman mulai mempersiapkan penggunaan energi untuk memulai fase generatif.

Tabel 3. Tinggi tanaman (cm) Capsicum annuum L. dengan perlakuan 4 variasi

pupuk. Macam Perlakuan

Pupuk

Rerata tinggi tanaman berdasarkan usia (mst)

4 6 8 10 12 C 35,56 60,33 71,11a 73,56a 75,11a O 35,89 46,67 80,56b 82,44ab 84,78b N 35,67 37,67 89,89c 90,89b 96,44c NU 34,78 44,11 85,89bc 87,89a 92,22bc Keterangan:

Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom berarti tidak ada beda nyata pada DMRT 5%. C: tanpa pupuk (kontrol); O: pupuk kandang; N: pupuk dasar (pupuk kandang + ZA, 36, KCL) + NPK; NU: pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-36, KCL) + urine sapi. mst: minggu setelah pindah tanam.

(10)

b. Diameter Kanopi

Diameter kanopi menggambarkan luasnya penerimaan radiasi sinar matahari pada tanaman supaya dapat melakukan fotosintesis secara optimal. Hasil analisis varian menunjukkan perbedaan yang nyata pada diameter kanopi tanaman pada usia tanaman 4 mst, 6 mst, 8 mst, 10 mst dan 12 mst karena pemberian perlakuan, seperti yang disajikan pada tabel (Tabel 4).

Tabel 4. Diameter kanopi tanaman (cm) Capsicum annuum L.dengan perlakuan 4

variasi pupuk. Perlakuan

Pupuk

Diameter kanopi berdasarkan usia

4 mst 6 mst 8 mst 10 mst 12 mst C 26,67a 58,22a 67,89a 78,78a 79,33a O 30,33a 64,22bc 80,56ab 82,78a 82,78a N 34,89b 69,56c 95,44b 103,33b 105,11b NU 30,67a 59,22a 94,11b 96,22b 98,89b Keterangan:

Angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom berarti tidak ada beda nyata pada DMRT 5%. C: tanpa pupuk (kontrol); O: pupuk kandang; N: pupuk dasar (pupuk kandang + ZA, 36, KCL) + NPK; NU: pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-36, KCL) + urine sapi. mst: minggu setelah pindah tanam.

Berdasarkan tabel diatas, diameter kanopi tanaman mengalami pertambahan yang berbeda antara perlakuan satu dengan yang lain. Pada usia 6 mst, diameter kanopi tanaman dengan perlakuan N mencapai nilai paling tinggi yaitu 69,56 cm, nilai ini berbeda nyata dengan perlakuan C dan NU, namun tidak berbeda nyata dengan O. Saat tanaman mencapai usia 8 mst, ukuran diameter kanopi tertinggi pada N. Pada akhir pengukuran yaitu usia 12 mst, diameter kanopi tertinggi dicapai oleh tanaman N. Pertambahan diameter kanopi mulai konstan saat memasuki usia 8 mst, karena diameter kanopi sangat dipengaruhi luasan daun, sedangkan perkembangan luas daun akan terhenti saat tanaman mulai pembungaan.

(11)

2. Faktor Lingkungan

Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik (Suin, 1997). Faktor lingkungan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata nilai faktor lingkungan pada pertanaman cabai merah keriting

(Capsicum annuum L.) dengan perlakuan 4 macam pupuk.

Keterangan:

C: tanpa pupuk (kontrol); O: pupuk kandang; N: pupuk dasar (pupuk kandang + ZA, SP-36, KCL) + NPK; NU: pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-SP-36, KCL) + urine sapi.

Intensitas cahaya pada pertanaman cabai merah keriting sekitar 400-550 lux. Pada perlakuan pupuk N, intensitas cahayanya paling rendah karena diameter kanopinya terlebar dibandingkan dengan perlakuan pupuk lain. Diameter kanopi yang lebar akan menghalangi cahaya yang datang sehingga hanya sedikit yang sampai ke permukaan tanah. Sedangkan suhu, kelembaban dan pH tanah pada pertanaman cabai merah keriting relatif sama pada tiap perlakuan. Suhu tanah sekitar 26-290C dan kelembaban sekitar 6,00-8,00. pH tanah pada pertanaman cabai merah keriting sekitar 6,8-7,2; nilai tersebut menunjukkan tanah memiliki pH yang cenderung netral.

3. Kimia Tanah

Aplikasi pupuk pada tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Materi organik dan anorganik dari pupuk mempengaruhi proses-proses yang terjadi dalam tanah. Hasil uji T kimia tanah sebelum dan sesudah perlakuan disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahan organik tanah

Perlakuan Pupuk

Faktor lingkungan yang diamati Intensitas cahaya (lux) Suhu tanah (0 C) Kelembaban tanah pH tanah C 466.67 27,67 6,67 6,96 O 483.33 26,67 6,73 7,13 N 366,67 27,33 7,67 6,93 NU 500 27,33 7,67 6,93

(12)

(BOT), N total, P2O5 dan kapasitas tukar kation (KTK) mengalami perubahan sesudah perlakuan. Sedangkan K2O relatif sama sebelum dan sesudah perlakuan.

Tabel 6. Hasil analisis kimia tanah sebelum dan sesudah perlakuan 4 variasi

pupuk.

Analisis Sebelum Sesudah

C O N NU BOT (%) 4,88-5,02 5.10-5.68* 4,97-5,48* 4,76-4,98* 5,21-5,41* N total (%) 0,53-0,55 0.43-0.48* 0,34-0,36* 0,28-0,29* 0,31-0,33* P2O5 (ppm) 22,16-22,71 18.29-19.32* 19,11-19,88* 19,64-20,03* 19,25-21,08* K2O (me%) 0,57-0,60 0.05-0.57 0,62-0,66 0,57-0,61 0,51-0,59 KTK (me%) 21,35-22,36 23.28-26.57* 21,22-23,55* 20,85-21,15* 23,55-24,16* Keterangan : *: sesudah perlakuan mengalami perubahan signifikan pada taraf 5%. C: tanpa pupuk (kontrol) O: Pupuk kandang; N: pupuk dasar (pupuk kandang + ZA, SP-36, KCL) + NPK; NU: pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-36, KCL) + urine sapi.

Kandungan BOT sebelum dan sesudah perlakuan tergolong rendah, namun kadarnya berubah (relatif meningkat) setelah perlakuan. Pemberian pupuk organik (kandang dan urin sapi) akan meningkatkan BOT, karena kebutuhan materi organik tercukupi oleh pupuk tersebut. Bahan organik tanah mengandung karbon dan nitrogen. Adanya makrofauna tanah dapat memperbaiki proses-proses di dalam tanah, pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan dalam proses pembentukan tanah yang merupakan substrat bagi tanaman sehingga BOT meningkat.

Nitrogen merupakan unsur yang mobil. Bentuk senyawa N yang terkandung pada pupuk umumnya berupa nitrat, ammonium, amin dan sianida, dalam pupuk ZA, senyawa berupa ammonium fosfat [(NH4)3PO4]. Kandungan N total setelah perlakuan berubah (relatif menurun). Ini menandakan tumbuhan aktif menyerap N tereduksi. Begitu pula unsur fosfor yang mengalami perubahan (menurun) sesudah perlakuan. Fosfor diserap tumbuhan dalam bentuk H2PO4- atau HPO42. Fosfat dalam tanah terikat kuat dalam suatu kompleks mineral seperti kalium. Fosfor sangat penting sebagai penyusun membran plasma, asam nukleat, dan senyawa berenergi tinggi (ATP).

(13)

Kandungan K dalam tanah sebelum dan sesudah perlakuan tergolong sangat tinggi dan relatif sama. Kalium di dalam tanah tidak selalu tetap dalam keadaan tersedia, tetapi masih berubah menjadi bentuk yang lambat untuk diserap oleh tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kapasitas tukar kation(KTK)didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. Sesudah perlakuan, KTK meningkat walaupun masih tergolong sedang. Hal ini terkait dengan kandungan BOT yang terdapat pada tanah tersebut. Bahan organik akan meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan ketersediaan hara dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Semakin tinggi KTK tanah, semakin subur tanah tersebut; sebaliknya semakin rendah KTK tanah, maka semakin kurang subur tanahnya.

C. Hubungan Pertumbuhan Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.), Faktor Lingkungan dengan Keanekaragaman Makrofauna Tanah

Proses pertumbuhan membutuhkan materi-materi anorganik yang didapat dari dalam tanah baik yang disediakan pupuk anorganik dan hasil dari perombakan materi organik yang dilakukan oleh makrofauna tanah. Secara tidak langsung keberadaan makrofauna tanah memiliki korelasi dengan pertumbuhan tanaman maupun dengan faktor lingkungannya.

Korelasi antara indeks keanekaragaman makrofauna tanah dengan pertumbuhan tanaman cabai dan faktor lingkungan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang erat antara indeks keanekaragaman makrofauna tanah dengan pertumbuhan tanaman cabai dan faktor lingkungan. Dengan kata lain pertumbuhan tanaman yang berlangsung tidak berpengaruh pada besarnya indeks keanekaragaman makrofauna tanah dan fluktuasi intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan pH tanah tidak berpengaruh terhadap besar indeks keanekaragaman makrofauna tanah.

Makrofauna tanah yang ditemukan mengalami perubahan. Gambar 1 dan 2 menyajikan fluktuasi indeks keanekaragaman makrofauna dalam dan permukaan tanah.

(14)

Tabel 7. Nilai korelasi antara pertumbuhan tanaman cabai merah keriting

(Capsicum annuum L.), faktor lingkungan dengan indeks keanekaragaman makrofauna tanah Pengamatan Tinggi tanaman Diamete r kanopi Intensitas cahaya Suhu tanah Kelemba ban tanah pH tanah ID makrofauna dalam tanah -0,202 -0,109 -0,583 -0,309 -0,439 0,475 ID makrofauna permukaan tanah 0,494 0,457 -0,258 -0,884 0,142 0,564

Keterangan: *: korelasi signifikan pada taraf 5% ** : korelasi signifikan pada taraf 1%

0 0,5 1 4 6 8 10 12 usia tanaman (mst) n il a i in d ek s k e a n ek a ra g a m a n C O N NU

Gambar 1. Grafik indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah dengan perlakuan 4 variasi pupuk C: tanpa pupuk (kontrol); O: Pupuk kandang; N: pupuk dasar (pupuk kandang + ZA, 36, KCL) + NPK; NU: pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-36, KCL) + urine sapi.; mst: minggu setelah pindah tanam.

Secara keseluruhan indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah meningkat sampai 8 mst kemudian menurun pada 10 mst dan meningkat lagi pada 12 mst. Peningkatan indeks makrofauna dalam tanah pada 6 dan 8 mst disebabkan masih banyaknya unsur hara yang tersedia dan terjadi prosses penguraian materi organik oleh makrofauna tanah. Pada 10 mst terjadi penurunan indeks keanekaragaman makrofauna dalam tanah. Hal ini dimungkinkan terjadi kompetisi dalam memperebutkan unsur hara dalam tanah, baik dengan sesama spesies maupun dengan tumbuhan, karena pada masa tersebut tumbuhan mengalami pertumbuhan yang pesat. Usia 12 mst merupakan masa panen, dimana tumbuhan tidak lagi mengalami pertumbuhan vegetatif yang signifikan.

(15)

Secara keseluruhan indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah mengalami peningkatan sampai usia tanaman 8 mst, kemudian menurun pada 10 dan 12 mst. Pada usia 8 mst, tinggi dan diameter kanopi tanaman mengalami peningkatan. Tanaman menyediakan habitat dan sumber makanan bagi beberapa makrofauna permukaan tanah, jika tanaman tumbuh pesat maka banyak makrofauna permukaan tanah yang berlindung di bawahnya.

0 0,5 1 1,5 4 6 8 10 12 usia tanaman (mst) n il a i in d ek s k e a n ek a ra g a m a n C O N NU

Gambar 2. Grafik indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah dengan perlakuan 4 variasi pupuk C: tanpa pupuk (kontrol); O: Pupuk kandang; N: pupuk dasar (pupuk kandang + ZA, SP-36, KCL) + NPK; NU: pupuk dasar tanpa ZA (pupuk kandang + SP-36, KCL) + urine sapi; mst: minggu setelah pindah tanam.

Pada usia 8-12 mst, indeks keanekaragaman makrofauna permukaan tanah mengalami penurunan karena adanya kompetisi antara sesama spesies maupun bukan. Perubahan fase yang ditandai adanya bunga dan buah bisa jadi menarik kehadiran serangga atau makrofauna tanah yang lain sehingga terjadi kompetisi maupun predasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa indeks keanekaragaman makrofauna tanah yang tertinggi pada perlakuan pupuk kandang baik pada makrofauna dalam dan permukaan tanah masing-masing sebesar 0,47533 dan 0,67372. Berdasarkan seluruh kegiatan penelitian ini, dapat

disarankan bahwa perlu ditindaklanjuti pada sistem pertanian agar penggunaan pupuk anorganik dikurangi dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keanekaragaman makrofauna tanah pertanaman cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) menggunakan kombinasi pupuk yang lebih beragam dan pengamatan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lebih panjang.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Pengaruh Penggunaan Materi Organik dari Berbagai Macam Feses Ternak dan Bahan Organik Nabati terhadap Populasi Fauna Permukaan Tanah dan Mesofauna Tanah. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan Insektisida. Penerbit Alumni, Bandung.

Adianto. 1980. Pengaruh Penggunaan Pupuk Kandang dan Iinsektisida pada

Populasi Fauna Tanah. Thesis.

http://digilib.bi.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbbi-gdl-s3-1980-adianto-485 [30 Desember 2006].

Anty, K. 1998. Pengaruh Urine Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Politeknik Petanian Universitas Andalas, Payakumbuh.

Black, H.I.J., Okwakol, M.J.N. 1997. Agricultural Intensification, Soil Biodiversity and Agroecosystem function in The Tropics: The Role of Termites. Applied Soil Ecology 6 (1997) 37-53.

Lavelle, P., M. Dangerfield, C. Fargoso, V. Eschenbremer, D. Lopez-Haernandes, B. Pashanashi, and L. Brussard. 1994. The Relationship between Soil Macrofauna and Tropical Soil Fertility. In Woomer, P.L. and N. Swift (eds). The Biological Management of Tropical Soil Fertility.

Maftu’ah, E. Arisoesilaningsih, Eko H. 2002. Studi Potensi Diversitas Makrofauna Tanah Sebagai Bioindikator Kualitas Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan. Biosain 2 (2): 34-48.

Minardi, S. 2002. Kajian Komposisi Pupuk NPK Terhadap Hasil Beberapa Varietas Tumbuhan Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L. ) di Tanah Alfisol. Sains Tanah 2 (1) : 18-24.

Nuryani, S. N. H., Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik. Ilmu Pertanian 10 (2) 2003 : 63-69.

Rosmarkam, A., Nasih, W.Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Senapati, B.K., Lavelle, P., Panigrahi, P.K., Giri, S., Brown, G.G. 1991. Restoring Soil Fertility and Exchanging Productivity in Indian Tea Plantations with Earthworms and Organic Fertilizer. Case Study A1.

Gambar

Tabel  1.    Klasifikasi  makrofauna  tanah  yang  ditemukan  pada  pertanaman  cabai  merah keriting (Capsicum annuum L.) dengan aplikasi 4 variasi pupuk
Tabel  2.  Rata-rata  Indeks  keanekaragaman  (H)  dan  nilai  penting  makrofauna  tanah yang ditemukan pada pertanaman cabai merah keriting (Capsicum annuum  L.) dengan aplikasi 4 variasi pupuk
Tabel  3.  Tinggi  tanaman  (cm)  Capsicum  annuum  L.  dengan  perlakuan  4  variasi  pupuk
Tabel 4. Diameter kanopi tanaman (cm) Capsicum annuum L.dengan perlakuan 4  variasi pupuk
+5

Referensi

Dokumen terkait

Adanya hubungan antara ukuran panjang utama dan sistem katir, antara panjang kapal dan bahateng, panjang kapal dan pengapung dan panjang kapal dengan tinggi tiang

Hasil tersebut membuktikan bahwa penggunaan catheter mouth pada kelompok perlakuan lebih efektif dilakukan pada saat suction untuk mengurangi risiko terjadinya

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Polonsky dan Rosenberger (2001), “konsumen biasanya hanya mau membayar sedikit lebih daripada produk sebelumnya”. Selain itu,

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan Kota Banda Aceh masih tergolong rendah dan kurang aktifnya siswa dalam berdasarkan kepada nilai-nilai

Solusi-solusi alternatif yang dilakukan oleh petani dan bank dalam penyaluran kredit usahatani padi berdasarkan dimensi kualitas jasa adalah pegawai bank dan

BORANG PENGESAHAN PENDAPATAN / TIDAK BEKERJA Bagi Ibu / Bapa / Penjaga yang tiada Penyata Gaji / Bekerja Sendiri / Tidak Bekerja. (Diisi oleh Ibu / Bapa

Maka dari itu, akan didirikan Pabrik Trisodium Fosfat dengan kapasitas 45.000 ton/tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan untuk peluang ekspor1. Pabrik

Puncak populasi terjadi pada fase pembungaan dan matang susu, yaitu pada umur padi 18 MST dengan jumlah populasi tiap sawah yaitu sawah padi monokultur 13,8