• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRESENTASI KASUS ATRESIA ANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRESENTASI KASUS ATRESIA ANI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

ATRESIA ANI

Oleh:

Akhdes Indra Objektivitas Wau (0906507766) Andhika Mangalaputra (0906507785)

Narasumber:

dr. Rianna P. Tamba, SpB, SpBA

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2014

(2)

2 BAB I

ILUSTRASI KASUS 1.1 Identitas Pasien

Nama : An. AA

Usia : 4 tahun 10 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 13 Maret 2009

Alamat : Cilincing, Jakarta Utara

Agama : Islam

No Rekam Medis : 381-68-77

Masuk RSCM : 6 Januari 2014

1.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada orangtua pasien tanggal 21 Januari 2014

Keluhan Utama

Pasien tidak memiliki anus sejak lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien diketahui tidak memiliki anus sejak lahir. Kondisi ini diketahui pada saat pasien berusia 3 hari oleh dokter di Jambi yang merawat pasien. Menurut orangtua pasien, sejak lahir sampai diketahui tidak memiliki anus, pasien tidak pernah buang air besar dari daerah anus, tidak ada bercak kotoran di pembalut yang digunakan pasien. Pada usia 6 hari, pasien menjalani operasi kolostomi dan dipasang stoma di rumah sakit di Jambi.

Sejak operasi stoma hingga saat ini, BAB pasien keluar melalui stoma dan ditampung di kantong kolostomi. Kantong penampung dibersihkan setiap 3-4 hari oleh ibu pasien. Riwayat perdarahan, infeksi, dan keluhan terkait stoma pada pasien disangkal. Riwayat demam, muntah kehijauan, nyeri perut hebat, perut yang membesar, tidak BAB lebih dari 3 hari disangkal. Riwayat keluar kotoran dari lubang kencing saat BAK atau tanpa BAK disangkal, tidak ada keluhan BAK lainnya. Pasien dapat

(3)

3

beraktivitas seperti anak anak seusianya. Saat ini pasien telah menjalani operasi pembuatan anus di RSCM.

Riwayat Kehamilan dan Perkembangan

Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien berusia 38 tahun saat mengandung pasien, ayah berusia 58 tahun. Menurut ibu pasien, dia rutin memeriksakan kehamilan di bidan sesuai jadwal yang diberikan dan mengonsumsi obat yang diberikan kepadanya. Riwayat penggunaan obat-obatan tanpa resep, konsumsi jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada perut disangkal. Pasien lahir cukup bulan menurut dokter, melalui operasi sectio secarea, karena bukaan leher rahim yang tidak maju setelah diberikan obat. Ketika lahir pasien langsung menangis, tidak biru, namun ditempatkan di incubator terlebih dahulu. Berat lahir pasien 3000 gram. Orangtua tidak mengingat panjang badan pasien.

Pasien telah diimunisasi lengkap di Puskesmas sesuai program yang diberikan pada ibu pasien. Pasien memiliki perkembangan yang setara dengan anak anak seusianya, lincah dan aktif, saat ini sudah mampu berbicara dengan lancar dan tidak ada keluhan terkait masalah kesehatan fisik dan mental.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah dirawat selama 3 hari di rumah sakit karena diare. Riwayat penyakit campak, cacar, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit kuning, luka sukar sembuh disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Sepupu dari ibu pasien diketahui juga memiliki kelainan tidak memiliki anus sejak lahir, telah dioperasi dan saat ini tidak ada keluhan. Riwayat alergi, asma, luka sukar sembuh, penyakit jantung, penyakit kuning disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis (06/01/2014)

Kesadaran : kompos mentis

(4)

4

Tekanan darah : 95/55 mmHg

Nadi : 110 kali per menit

Suhu : 36oC

Pernapasan : 24 kali per menit

Berat Badan :15,5kg

Tinggi Badan :104cm

Kepala : normosefal, tidak tampak kelainan

Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB

Paru : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing

Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallop

Abdomen

Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi feses positif. Auskultasi : bising usus positif, normal

Palpas : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.

Perkus : timpani

Anus : Terdapat anal dimple.

Ekstremitas : Akral hangat, Crt <2 detik, tidak ada edema, tidak tampak deformitas Foto pasien (preoperasi)

(5)

5 Status Generalis (21/01/2013) post operasi

Kesadaran : kompos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Terpasang NGT, IV line dan kateter urin.

Tekanan darah : 90/50 mmHg

Nadi : 106 kali per menit

Suhu : 36,8oC

Pernapasan : 22 kali per menit

Kepala : normosefal, tidak tampak kelainan

Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB

Paru : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing

Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallop

Abdomen

Inspeksi : datar, lemas. Stoma kesan vital, produksi feses positif. Auskultasi : bising usus positif normal

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : timpani

Anus : Tampak luka dan jahitan pada anus, tidak tampak perdarahan atau

pus pada luka dan sekitarnya. Tidak ada keluhan nyeri pada luka. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik,tidak ada edema, tidak tampak deformitas Foto pasien (post operasi hari pertama)

(6)

6 1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (21/01/2014)

Pemeriksaan 21/1/2014 Nilai Rujukan

Hemoglobin 9.9g 11.5 – 14.5 g/dL Hematokrit 30,2 33 – 43 % Eritrosit 4.14 3.9 – 5.3 x 106 /µL MCV 76,5 76 – 90 fL MCH 25,1 25 – 31 pg MCHC 32.8 32 – 36 g/dL Leukosit 24,77 4 – 12 x 103/µL Trombosit 374 150 – 400 x 103/µL PT 12,5(11,5) 9.8 – 12.6 s APTT 40,4(32,6) 31 – 47 s SGOT 22 <56 U/L SGPT 10 <39 U/L Kreatinin darah 0,5 0.8 – 1.3 mg/dL Ureum darah 19 <50 mg/dL Glukosa sewaktu 75 <140 mg/dL

Natrium darah 132 132 – 147 mEq/L

Kalium darah 4,89 3.3 – 5.4 mEq/L

(7)

7

Foto Abdomen (4 Januari 2014)

Lopografi (13 Januari 2014)

Pada foto BNO, tidak tampak usus-usus yang distensi. Dimasukkan kontras water soluble non ionic (Ultravist) dicampur dengan NaCl 0,9% dengan perbandingan 1:1 melalui stoma. Kontras tampak mengisi kolon desenden, kolon sigmoid hingga rectum proksimal. Kaliber

kolon desenden, sigmoid

tidak dilatasi. Tampak

dilatasi rectum, dinding regular dengan ujung distal rectum mendatar, dan tidak tampak aliran kontrak keluar melalui anus.

Tidak tampak ekstravasasi kontras.

Jarak dari anal dimple ke dasar rectum yang terisi kontras +/- 3,78cm

Tidak tampak filling defect maupun additional shadow, tidak tampak fistula.

Kesimpulan: Dilatasi rectum, atresia ani letak tinggi dengan jJarak dari anal dimple ke dasar rectum yang terisi kontras +/- 3,78cm, tidak tampak fistula.

(8)

8 1.5Laporan operasi

1. Penderita dalam posisi pronasi dalam general anesthesia

2. Lapangan operasi dibatasi duk steril

3. Dilakukan insisi kulit di perineum dari tepi bawah os coccyx sampai ke posisi bakal anus. Insisi diperdalam sampai subkutan

4. Diidentifikasi muscle complex

5. Diidentifikasi fossa ischiorektal 6. Diidentifikasi rectum

7. Dilakukan jahitan pada rectum, rectum dibuka

8. Diidentifikasi fistula rektouretra, dilakukan jahitan tunggal proksimal fistula.

9. Common wall dipisahkan.

10.Rektum dibebaskan dari jaringan sekitar dan diturunkan

11.Dilakukan pembuatan perineal body dengan menjahit tepi anterior muscle complex

12.Dilakukan penjahitan tepi bawah rectum ke anal dimple 13.Parasagital dijahit.

1.6 Daftar Masalah

1. Atresia ani dengan fistul rektouretraon kolostomi post PSARP hari pertama

1.7 RENCANA DIAGNOSIS

o Cek elektrolit dan dpl/3 hari

o Menilai kondisi dan perbaikan luka pada area anus

1.8 TATALAKSANA

o IVFD KAEN 3b 1250cc/24 jam

o Cefotaksim 2x400mg IV

o Farmadol 3x300mg IV

(9)

9 1.9 PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

(10)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Sistem Pencernaan

Pembentukan sistem pencernaan dimulai pada usia embrio minggu keempat yang diawali oleh pembentukan primitive gut, berbentuk tabung yang merupakan bagien dari endoderm yang dilapisi oleh yolk.1,2 Primitive gut dibatasi pada pars cranial oleh membrane orofaringeal dan pada pars kaudal oleh membrane kloaka.1 Bagian bagian dari primitive gut dibedakan menjadi 3 yakni foregut, midgut, dan hindgut. Foregut akan membentuk esophagus, gaster, duodenum, liver dan kantung empedu serta pankreas. Midgut membentuk sepertiga distal duodenum hingga 2/3 transversum.1 Sementara hindgut membentuk kolon desenden hingga 2/3 proksimal kanalis anal.1

Selain pembentukan sistem intestinal, endoderm dari hindgut juga menjadi pembentuk epithelial lumen dari kandung kemih dan uretra.1,2 Dalam prosesnya, terminal dari hindgut akan memasuki bagian posterior dari kloaka dan membentuk kanal anorektal, sementara bagian anterior kloaka akan dimasuki oleh alantois dan membentuk sinus urogenital.2 Kedua pars kloaka ini dipisahkan oleh septum urorektal yang merupakan derivat dari mesoderm yang berasal dari alantois.Pada usia fetus di akhir minggu ke 7, membrane kloaka akan ruptur dan membentuk bukaan anus di posterior dan sinus urogenital di anterior. Sementara ujung dari septum urorektal akan membentuk perineal body. Pada akhir minggu ke 9, proliferasi ectoderm akan membentuk sepertiga distal dari kanal anal.1,2

Gbr. 1 Pembentukan kanal anorektal

(11)

11 2.2 Atresia Ani

Atresia ani yang dikenal dengan istilah imperforasi ani merupakan kelainan kongenital dimana tidak terbentuk anus secara sempurna dengan atau tanpa fistula.3,4 Insidens kelainan ini didapatkan pada 1 dari 5000 kelahiran hidup.3,4, Atresia ani diklasifikasikan secara khusus untuk laki laki dan perempuan berdasarkan ada tidaknya fistula, letak fistula, kelainan rectum. Pada laki laki, insidens tertinggi yang didapatkan adalah atresia ani dengan fistula rektouretra sementara pada perempuan paling banyak didapatkan atresia ani dengan fistula rektovestibular. Klasifikasi secara lengkap yakni sebagai berikut3

Dalam pemeriksaan klinis yang dilakukan, diperlukan deteksi dini pada atresia ani sejak bayi lahir.4 Pemeriksaan yang penting adalah inspeksi menyeluruh pada regio ani dan perineum.4 Pemeriksaan ada tidaknya mekonium yang keluar bik dari lubang anus atau dari struktur lainnya diberi batas waktu 24 jam untuk diobservasi karena ekspulsi mekonium memerlukan tekanan intraabdomen yang cukup tinggi untuk bisa melewati fistula.4

2.3 Diagnosis

Tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan kecurigaan malforasi anorektal harus didahului oleh pemeriksaan yang seksama pada daerah perineum.3,4 Meski pemeriksaan ini terkadang cukup untuk memberikan informasi mengenai jenis malformasi yang terjadi, kolostomi ataupun operasi primer sebaiknya tidak dilakukan sebelum 24 jam pertama, mengingat bahwa diperlukan tekanan intraluminal yang signifikan untuk memaksa mekonium keluar melalui fistel.4 Fistel yang sempit membutuhkan waktu lebih lama untuk

(12)

12

mengeluarkan mekonium, dan pengeluaran mekonium melalui fistel akan menjadi tanda mengenai keberadaan dan lokasi fistel.4

Pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam pertama kehidupan dapat memberikan hasil yang tidak akurat karena rektum masih kolaps.4 Dibutuhkan tekanan intraluminal yang signifikan untuk melawan tonus otot pada sfingter, sehingga pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam dapat memberikan kesan rektum letak tinggi dan menyebabkan kesalahan diagnosis dan tatalaksana yang tidak tepat.4

Pada neonatus dengan malforasi anorektal yang tidak mengeluarkan mekonium setelah 24 jam kehidupan, pemeriksaan radiologis cross-table lateral dapat dilakukan dengan pasien dalam posisi knee-chest. Apabila udara pada rektum terletak di bawah os coccyx dan pasien dalam kondisi baik tanpa kelainan kongenital lainnya, operasi PSRAP dapat dilakukan tanpa didahului oleh kolostomi protektif.4 Sebaliknya, apabila udara pada rektum tidak melebih rektum, mengeluarkan mekonium bersamaan dengan urin atau kondisi penyulit lainnya, kolostomi lebih dianjurkan untuk memungkinkan dilakukannya kolostogram, yang akan memberikan gambaran kelainan anatomis yang lebih baik.4 Terapi definitif dapat dilakukan 1-2 bulan kemudian.

(13)

13 Gambar 5 Teknik melakukan foto polos cross-table lateral (A) posisi knee-chest memungkinkan terjadinya perpindahan udara ke rektum, dan (B) udara terlihat dan dinilai posisinya terhadap os coccyx dan anal dimple.

Pada pasien neonatus perempuan dengan malformasi anorektal, penegakan diagnosis dan tatalaksana juga didahului oleh pemeriksaan daerah perineum. Inspeksi pada daerah perineum dapat menentukan jumlah bukaan - apabila hanya ditemukan satu bukaan pada daerah perineum, temuan ini mengakkan diagnosis kloaka pada pasien, yang memiliki kemungkinan tinggi untuk mengalami defek anatomi lainnya dan memerlukan tatalaksana yang lebih kompleks.3,4

Pemeriksaan foto polos cross-table lateral dilakukan pada pasien dengan malforasi anorektal tanpa fistel dan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan, dengan cara yang digambarkan pada gambar 3.1. Tatalaksana lanjutan pada pasien neonatus perempuan dengan malforasi anorektal tanpa fistel sama dengan pasien neonatus laki-laki; apabila ada keadaan penyulit yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anorektoplasti pada neonatus, kolostomi dapat dilakukan terlebih dahulu dan terapi definitif dilakukan beberapa bulan setelahnya.

(14)

14 2.4 Tatalaksana

Kolostomi

Gambar 7. Kolostomi yang ideal pada neonatus dengan malformasi anorektal letak tinggi.

Hingga saat ini kolostomi yang dianggap ideal dalam tatalaksana malformasi anorektal adalah divided descending colostomy.4 Hal ini disebabkan karena kolostomi ini memungkinkan terjadinya dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap terapi definitif.4 Kolostomi pada kolon desendan atau sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan dibanding dengan kolostomi transversal, karena proses pembersihan kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih mudah. Pada pasien dengan fistel rektouretra, seringkali urin mengalami arus balik dan masuk ke dalam kolon. Kolostomi pada lokasi yang lebih proksimal membuat waktu transit urin dalam kolon menjadi lebih lama dan memungkinkan terjadinya absorbsi dari urin, menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.4 Loop colostomy memungkinkan masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi, dilatasi rektal, dan impaksi feses. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah kolostomi pada rektosigmoid bagian bawah - proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu pendek dan sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.4

(15)

15 Gambar 8. Kolostomi pada bagian bawah rektosigmoid. Segmen distal menjadi terlalu pendek dan menghambat mobilisasi rektum pada proses terapi definitif.

Posterior Sagital Anorectoplasty

Sebanyak 90% malformasi anorektal pada neonatus laki-laki dapat diperbaiki dengan melakukan PSARP tanpa membuka rongga abdomen, meski tatalaksana pada setiap kasus memiliki perbedaan tergantung pada variasi anatomis pasien.4 Dilatasi pada rektum umumnya lebih jarang terjadi apabila operasi dilakukan pada usia dini dan dilakukan kolostomi yang adekuat. Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah pemeriksaan distal kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan rektum - melakukan proses ini tanpa kolostogram meningkatkan risiko terjadinya kerusakan pada vesika seminalis, prostat, uretra dan inervasi kandung kemih.4

Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel rektovesika melibatkan seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang diseksi dimulai pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian dilanjutkan ke arah distal. Bidang diseksi harus tetap berada di dinding rektum hingga mencapai kandung kemih.4 Bidang komunis dari kandung kemih dan rektum kemudian dibebaskan dan bagian fistel pada kandung kemih diligasi atau dijahit.4 Pembuluh darah yang meperdarahi rektum distal kemudian dibebaskan sehingga segmen rektum yang terbebas cukup panjang untuk kemudian dilakukan penarikan hingga ke daerah perineum. Pembuatan kolostomi yang terlalu distal dapat menghambat proses mobilisasi rektum pada tahap ini. Saat rektum telah dibebaskan, kanula dengan trokar tumpu dilewatkan melalui perineum, anterior dari os coccyx. Rektum distal kemudian ditahan dan diposisikan sedemikian rupa di tengah sfinkter. Fiksasi dilakukan dengan penjahitan di empat kuadran, dengan tiga jahitan tambahan di antara setiap dua jahitan. 4

(16)

16 Gambar 9. Bidang diseksi pada PSARP (kiri), proses penjahitan pada anoplasti (kanan, A) dan penjahitan subkutikuler (kanan, B).

(17)

17 BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penegakan Diagnosis

Pasien didiagnosis mengalami atresia ani atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisi dan pemeriksaan penunjang yang menunjukkan sebagai berikut.

Pasien merupakan anak lelaki, saat ini berusia 4 tahun. Sejak lahir, diketahui tidak buang air besar melalui anus, dan diidentifikasi oleh dokter yang merawat bahwa pasien tidak memiliki anus. Dengan demikian, pasien mengalami kelainan congenital yang terkait dengan perkembangan pada hindgut selama embriogenesis yakni tidak terbentuknya anus. Faktor risiko yang dapat diidentifikasi adalah usia orangtua pasien. Ibu pasien saat mengandung berusia 38 tahun, dan ayah pasien berusia 58 tahun. Usia ibu terutama, di atas 35 tahun diketahui memiliki risiko tinggi dalam kehamilan baik pada proses kehamilan sampai melahirkan maupun perkembangan janin yang dikandung. .

Dari anamnesis, diketahui bahwa sebelum dilakukan pembuatan stoma, orangtua tidak pernah mengamati bahwa terjadi pengeluaran feses/mekonium dari ostium uretra eksternum atau bagian kulit perineum secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian dipikirkan bahwa kelainan yang terjadi pada pasien yakni atresia ani tanpa fistula. Pasien telah menjalani operasi sejak usia 6 hari, dan dilakukan kolostomi. Stoma yang dipasang pada pasien berfungsi dengan baik dan tidak pernah dikeluhkan adanya komplikasi. Pasien juga menjalani tumbuh kembang yang setara dengan teman teman seusianya. Tidak didapatkan adanya kelainan bawaan lainnya pada pasien .

Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien secara umum dalam keadaan baik pada saat masuk rumah sakit. Pasien terpasang stoma yang berfungsi dengan baik. Kondisi gizi pasien menurut kurva CDC dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

Pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen dan distal lopografi menyimpulkan bahwa pasien mengalami atresia ani tanpa fistula letak tinggi,terpasang kolostomi pada kolon transversum dan terjadi dilatasi pada rectum dengan ujung distal rectum mendatar. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis atresia ani tanpa fistula letak tinggi, dengan kolostomi pada kolon transversum dan dilatasi rectum bagian distal.

(18)

18

Namun, pada saat dilakukan operasi diketahui bahwa terdapat fistula rektouretra pada pasien, dan telah ditutup melalui penjahitan pada proksimal fistula. Fistula ini dipikirkan telah terjadi sejak pasien lahir, namun tidak bermanifestasi klinis atau diidentifikasi melalui lopografi karena sangat kecil dan kemungkinan kolaps. Dengan demikian diagnosis pada pasien post bedah berubah menjadi atresia ani dengan fistula rektouretra.

3.2 Penatalaksanaan

Pasien baru diketahui tidak memiliki anus setelah tiga hari kelahiran. Meski tatalaksana kolostomi dapat dilakukan dalam usia dini, seharusnya identifikasi malformasi dapat dilakukan segera setelah kelahiran. Kolostomi yang dilakukan pada pasien pada usia 6 hari adalah transverse loop colostomy, yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan

divided descendant colostomy, namun memiliki beberapa kekurangan. Kolostomi transversal menyebabkan segmen distal lebih sulit untuk dibersihkan pada operasi dibandingkan pada kolostomi desenden. Loop colostomy juga memungkinkan feses dari segmen proksimal stoma untuk masuk ke dalam segmen distal, dan hal ini menyebabkan terjadinya distensi segmen distal akibat adanya impaksi fekal. Distensi segmen distal yang berlebihan dan berkepanjangan dapat menyebabkan hipomotilitas yang ireversibel dan menyebabkan komplikasi.

Diagnosis pre-operatif pada pasien adalah atresia ani letak tinggi tanpa fistel, dan kesalahan diagnosis ini dapat terjadi karena fistel terlalu sempit dan tidak fungsional sehingga tidak terdeteksi bahkan oleh distal kolostografi. Meski demikian tatalaksana kolostomi pada pasien ini sudah sesuai. Pendekatan PSARP pada pasien ini juga telah sesuai dan deteksi adanya fistel rekto-vesika pada operasi juga ditatalaksana dengan ligasi fistel. Tatalaksana post-operatif dari pasien ini termasuk pencegahan infeksi dan nyeri, serta terapi cairan. Secara keseluruhan tatalaksana bedah pada pasien ini sudah tepat.

3.3 Prognosis

Saat ini kondisi umum pasien dalam keadaan baik, dan tidak ada kondisi akut yang mengancam nyawa atau berpotensi memperburuk keadaan umum pasien sewaktu waktu. Demikian juga dengan kelainan yang dialami pasien saat ini dalam proses tatalaksana tanpa ada komplikasi sampai hari perawatan pertama. Dengan demikian prognosis pasien ini secara umum baik.

(19)

19 DAFTAR PUSTAKA

1. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 11th ed. Lippincott Williams and Wilkins Inc. 2011. p.302-16

2. The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing Human. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013.

3. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In .Grosfeld JL,O’Neill JA, Fonkalsrud EW, Coran AG. Pediatric Surgery.6th ed. Mosby Elsevier Inc. 2006. p1566-73

4. Pena A, Levitt MA. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In Holcomb GW,

Murphy JP. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th

Gambar

Gambar 4. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.
Gambar 6. Alur tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan malforasi anorektal.
Gambar 7. Kolostomi yang ideal pada neonatus dengan malformasi anorektal letak tinggi

Referensi

Dokumen terkait

dan berkah-Nya, sehingga skripsi dengan judul PENGARUH PEMBERDAYAAN KARYAWAN DAN PENGEMBANGAN KARIR TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN (Studi Kasus Pada PT. Nojorono

Pada penelitian yang dilakukan di Ruang Mina RSI Ibnu Sina Pekanbaru dengan jumlah responden sebanyak 30 orang, didapatkan hasil 66,7% perawat pelaksana dalam hal

Lokasi Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Pekalongan berada di dalam areal Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan tepatnya di Kecamatan Pekalongan

Disebabkan adanya faktor luaran yang mempengaruhi keadaan hubungan etnik di kilang, hubungan di antara pekerja lebih bersifat luaran atau superficial. Hubungan seperti ini

Hal ini membuktikan perpaduan store atmosphere dengan konsep yang unik dan kualitas pelayanan yang baik serta dengan sistem yang unik dari coffee teller di Klinik Kopi dapat

Dalam menjalankan pelayanan publik di puskesmas Bahu, menurut beberapa beberapa informan unsur masyarakat di lihat dari segi pengalaman dikatakan belum maksimal,

Mengenai hal tersebut, Lembaga Amil Zakat PKPU menyalurkan dana zakat melalui salah satu program yaitu Program Sinergitas Pemberdayaan Ekonomi Komunitas, program ini

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mempelajari pembuatan tepung gaplek dan tiwul; (2) menyusun formula tiwul instan tinggi protein; (3) melakukan