• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI, SEKTOR BASIS DAN SEKTOR POTENSIAL EKONOMI KABUPATEN SEMARANG SELAMA OTONOMI DAERAH TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR EKONOMI, SEKTOR BASIS DAN SEKTOR POTENSIAL EKONOMI KABUPATEN SEMARANG SELAMA OTONOMI DAERAH TAHUN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI, SEKTOR BASIS DAN

SEKTOR POTENSIAL EKONOMI KABUPATEN SEMARANG

SELAMA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2008

Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta

Disusun Oleh : SHANTI INDRIYANI

F 0106073

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan untuk : 1. Allah SWT

2. Bapak dan Ibu 3. Kakak-kakakku 4. Sahabat-sahabatku 5. Teman-teman EP’06 6. Almamaterku

(5)

MOTTO

”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

(QS. Al Baqarah 2:216)

”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

(QS. Mujadilah : 11)

Yakinlah bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk umat-Nya. (Penulis)

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan petunjuk-Nya penulis selalu diberikan kekuatan dan keteguhan iman serta kepercayaan diri sehingga dapat menyelesaikan karya kecil yang berjudul ANALISIS STRUKTUR EKONOMI, SEKTOR BASIS DAN SEKTOR POTENSIAL EKONOMI KABUPATEN SEMARANG SELAMA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2008.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis dalam mengembangkan topik penelitian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut. Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan dan rintangan, namun beban itu terasa kian ringan ketika terulur tangan penuh keikhlasan dan ketulusan yang memberikan bantuan kepada penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. J.J. Sarungu, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingan dengan bijaksana kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Sumardi, SE selaku Dosen Pembimbing Akademik

4. Bapak Kresno Saroso Pribadi selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

(7)

5. Ibu Izza Mafruhah, SE M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

6. Tim penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dengan bijaksana

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat

8. Bapak dan Ibu karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret 9. Bapak dan Ibu karyawan BPS Semarang

10. Bapak dan Ibu tersayang yang telah memberikan kasih sayang sepanjang masa

11. Kakak-kakakku tersayang Lesti Widorowati Krisnapuri dan Angling Kusuma Hari Bowo

12. Pakde Widarso yang telah memberikan bantuan baik materiil maupun spiritual

13. Keluarga Mas Yoyok ( Especially Mbak Dini, thank’s a lot ya mbak...) 14. Om Heppy Indra Wijaya, matur nuwun banget ya Om....

15. Keluarga besar Bapak 16. Keluarga besar Ibu

17. Sahabat-sahabatku ( Yuni Sayekti sobat setiaQ, Hajar Solikah yang selalu ada anytime, Bernadetta, Ghony, Elia, Puputz Akt, Choir Akt, Eka Manajemen, Priezta ...luv u all)

(8)

Serta semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terimakasih.

Surakarta, Juni 2010

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

ABSTRAKSI ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN TEORITIK A. Landasan Teori 1. Pengertian Pembangunan Ekonomi ... 8

2. Konsep Pembangunan Ekonomi ...10

(10)

4. Pembangunan Ekonomi Daerah Di Era Otonomi

Daerah ... ...14

5. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah ...17

6. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah ... 20

B. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 24

C. Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 31

B. Jenis dan Sumber Data ... 31

C. Definisi Operasional Variabel ... 32

D. Teknik Analisis ... 33

1. Analisis Deskriptif ... 34

a. Analisis Kontribusi Sektoral ... 34

b. Analisis Pertumbuhan Sektoral ... 34

2. Analisis Kuantitaif ... 35

a. Analisis Location Quotient ... 35

b. Analisis Shift Share ... 36

c. Model Rasio Pertumbuhan ... 39

1) Rasio Pertumbuhan Referensi ... 39

2) Rasio Pertumbuhan Studi ... 40

d. Analisis Overlay ... 41 BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

(11)

1. Keadaan Geografis ... 43

2. Luas Penggunaan Lahan ... 44

3. Pemerintahan a. Wilayah Administrasi ... 46 b. Kepegawaian ... 46 c. Pertanahan ... 47 4. Kependudukan a. Penduduk ... 47 b. Ketenagakerjaan ... 48 c. Mata Pencaharian ... 49 5. Sosial a. Pendidikan ... 50 b. Kesehatan ... 51 6. Pertanian a. Pertanian Tanaman Pangan ... 52

b. Peternakan ... 53

c. Perikanan ... 54

d. Perkebunan ... 54

7. Industri dan Air Minum a. Industri ... 54

b. Air Minum ... 55

8. Perdagangan a. Pasar ... 55

(12)

b. Koperasi ... 56

9. Transportasi dan Komunikasi a. Telekomunikasi ... 56

b. Panjang Jalan ... 56

c. Angkutan Darat ... 57

10. Hotel dan Pariwisata a. Hotel ... 58 b. Pariwisata ... 58 11. Keuangan a. Pegadaian ... 59 b. Perbankan ... 60 c. Keuangan Daerah ... 60

B. Hasil Perhitungan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif a. Analisis Kontribusi Sektoral ... 62

b. Analisis Pertumbuhan Sektoral ... 65

2. Analisis Kuantitatif a. Analisis Location Quotient ... 67

b. Analisis Shift Share ... 70

c. Model Rasio Pertumbuhan ... 73

d. Analisis Overlay ... 76

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..………….. 81

(13)

B. Saran ……….... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kabupaten

Semarang (dalam jutaan rupiah) ... 3 Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan di Kabupaten

Semarang Tahun 2008 (Ha) ………... 45 Tabel 4.2 Luas, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten

Semarang Tahun 2008 ... 48 Tabel 4.3 Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha Seminggu Terakhir di Kabupaten Semarang

Tahun 2008 ... 50 Tabel 4.4 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) Kabupaten Semarang

(dalam jutaan rupiah) ... 61 Tabel 4.5 Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Semarang Berdasarkan

Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun

2001-2008 (%) ... 63 Tabel 4.6 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang Berdasarkan

Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun

2001-2008 (%) ... 65 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Analisis Location Quotient PDRB Atas Dasar

Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2008

(15)

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten Semarang

Tahun 2001-2008 (dalam jutaan rupiah) ... 71 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan MRP Kabupaten Semarang ... 74 Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Overlay Kabupaten Semarang ... 78

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Bagan 3.1 Skema Kerangka Teoritis ... 30 Gambar 4.1 Pola Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Semarang

Selama Otonomi Daerah Tahun 2001-2008 ... 64 Gambar 4.2 Pola Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Semarang

Selama Otonomi Daerah Tahun 2001-2008 ... 66 Gambar 4.3 Pola Analisis Location Quotient PDRB Kabupaten Semarang

(17)

ABSTRAKSI Shanti Indriyani

F 0106073

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI, SEKTOR BASIS DAN SEKTOR

POTENSIAL EKONOMI KABUPATEN SEMARANG SELAMA

OTONOMI DAERAH ( 2001-2008 ).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi pola kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan PDRB secara sektoral, sektor manakah yang menjadi sektor basis perekonomian, bagaimana kondisi struktur ekonomi, dan manakah yang menjadi sektor potensial di Kabupaten Semarang selama otonomi daerah (2001-2008).

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2000 selama otonomi daerah tahun 2001-2008. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis kontribusi sektoral, analisis laju pertumbuhan, analisis Location Quotient, analisis Shift Share, analisis Model Rasio Pertumbuhan dan analisis Overlay.

Hasil analisis pola kontribusi sektoral Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Semarang Selama Otonomi Daerah menunjukkan perkembangan yang relatif stabil dari tahun ke tahun. Hasil analisis pola laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Semarang Selama Otonomi Daerah menunjukkan perkembangan yang relatif stabil dari tahun ke tahun. Sektor basis Kabupaten Semarang Selama Otonomi Daerah adalah Sektor Industri dan Sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi. Pada pola Location Quotient selama otonomi daerah menunjukkan peningkatan yang relatif stabil dari tahun ke tahun. Struktur ekonomi Kabupaten Semarang Selama Otonomi Daerah menunjukkan peningkatan dilihat dari kinerja pertumbuhan PDRB. Sektor potensial menurut analisis Model Rasio Pertumbuhan di Kabupaten Semarang Selama Otonomi Daerah adalah sektor industri dan sektor angkutan dan komunikasi. Sedangkan menurut analisis Overlay adalah sektor industri.

Dari hasil analisis tersebut maka dapat diajukan beberapa saran yaitu pemerintah daerah diharapkan mampu mempromosikan daerahnya dengan melakukan beberapa perbaikan dari segi sarana dan prasarana, birokrasi serta iklim usaha yang kondusif, mengembangkan dan meningkatkan sektor yang telah menjadi sektor basis melalui penerapan kebijakan yang tepat sasaran. Mengembangkan dan memajukan sektor potensial dan kebijakan yang diambil harus diarahkan untuk lebih terkonsentrasi pada sektor ekonomi yang tumbuh lebih cepat serta tidak mengabaikan sektor ekonomi yang tumbuh lambat serta meningkatkan produktivitas dibidang pertanian.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bukanlah perencanaan dari suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan sumber-sumber daya swasta secara bertanggungjawab. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain (Kuncoro, 2004).

Pembangunan ekonomi suatu daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing dan menciptakan sarana dan prasarana yang menunjang.

(19)

Pembangunan ekonomi negara yang sekarang berada dalam kerangka otonomi daerah telah diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain mengerahkan segala potensi yang ada untuk lebih mendorong pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah dan masyarakatnya, pembangunan ekonomi regional yang sudah mulai ditekankan pada kerjasama antar sektor dan antar daerah. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, daerah diberikan sejumlah kewenangan dalam mengupayakan dan mengelola sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Pada era otonomi daerah sekarang ini, pemerintah daerah harus mampu mencari dan menggali potensi ekonomi yang ada untuk dikembangkan secara optimal untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Sektor-sektor yang ada di daerah dapat dijadikan dan diwujudkan sebagai Sektor-sektor unggulan baik ditingkat lokal, regional, bahkan internasional. Sektor-sektor unggulan yang ada tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan dapat mengurangi tingkat ketergantungan terhadap subsidi dan bantuan dari pemerintah pusat.

Ukuran kemandirian daerah dapat diukur dari kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam keseluruhan APBD itu berarti kecilnya jumlah PAD

(20)

yang dapat digali oleh suatu daerah menandakan bahwa kota tersebut belum siap untuk melakukan otonomi, oleh karena itu pemaksimalan PAD harus optimal. Salah satu strategi dalam perencanaan pembangunan yang mengarah pada peningkatan PAD adalah mengetahui sektor unggulan dan potensi yang dimiliki daerah tersebut dan memanfaatkannya sehingga dapat dijadikan skala prioritas dalam pembangunan karena sektor unggulan adalah sektor yang memenangkan persaingan dibanding sektor yang lainnya. Keunggulan sektor ini akan menjadi ciri khas daerah yang membedakan dengan daerah lain sehingga dapat dijadikan sumber daya kompetitif dalam menghadapi persaingan.

Tabel 1.1

PRDB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kabupaten Semarang (dalam jutaan rupiah)

Tahun PDRB (ADHK) Pertumbuhan per tahun (%) 2001 3.915.169,47 - 2002 4.128.481,21 5,44 2003 4.283.284,51 3,74 2004 4.345.991,2 1,46 2005 4.481.358,3 3,11 2006 4.652.041,8 3,8 2007 4.871.444,3 4,71 2008 5.079.003,7 4,26

Sumber : BPS Kab. Semarang. Data Diolah.

Kondisi perekonomian yang semakin membaik dengan diterapkannya kebijakan-kebijakan pemerintah yang dikeluarkan untuk semakin memperbaiki kondisi perekonomian nasional. Melihat kondisi ekonomi

(21)

nasional, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang mengalami peningkatan yang cukup signifikan mulai tahun 2005. Setelah terjadi pertumbuhan PDRB di tahun 2004 yang hanya 1,46 persen, di tahun 2005 pertumbuhan PDRB menjadi sebesar 3,11 persen dan tahun 2006 meningkat lagi menjadi 3,8 persen. Pertumbuhan PDRB pada tahun 2007 mencapai 4,71 persen dan pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan relatif kecil dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 4,26 persen.

Berhubungan dengan hal tersebut, maka perlu dikaji sektor-sektor apa saja yang memberikan kontribusi banyak dalam peningkatan pendapatan daerah. Melalui perencanaan sektoral dapat diproyeksikan sasaran-sasaran pembangunan dalam rangka pencapaian sasaran pendapatan. Pemerintah daerah harus mampu menggali potensi daerah yang ada untuk dimanfaatkan secara optimal. Hal ini berguna agar penetuan program pembangunan dapat berhasil sesuai yang direncanakan. Pelaksanaan pembangunan daerah harus selalu memperhatikan karakteristik wilayahnya sehingga kebijakan pembangunan dapat lebih terarah. Sumber daya yang dimiliki harus dapat dimanfaatkan dengan baik demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang sudah berjalan selama ini semakin beragam dan kompleks. Namun perlu disadari bahwa dalam pelaksanaannya perlu diadakan evaluasi setiap akhir periode tertentu. Sehingga kita dapat mengetahui dampak keberhasilan pembangunan dan faktor penghambat pemgembangan potensi dan prospek di masa yang akan datang.

(22)

Peranan pembangunan daerah sangat menentukan berhasilnya pembangunan di daerah dengan pemilihan strategi perencanaan yang tepat, maka tidak mustahil peran itu akan tercapai. Sering kali suatu pemerintah daerah menerapkan kebijakan daerah lain yang telah berhasil dalam melakukan pembangunan. Namun kebijakan itu belum tentu berhasil diterapkan di daerah lain. Maka dari itu, dalam membuat kebijakan daerah hendaknya disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut, misalnya kebutuhan, potensi maupun masalah yang sedang dihadapi daerah yang bersangkutan. Permasalahan yang sering dihadapi dalam pembangunan daerah adalah masalah pembiayaan yang terbatas, akibatnya peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan pada masyarakat menjadi lebih rendah, hal ini berimbas pada kinerja pemerintah daerah kurang efektif. Apabila pemerintah daerah hanya menggantungkan pembiayaan dari pemerintah pusat maka pelayanan pada masyarakat daerah tidak akan mengalami peningkatan. Maka dari itu, pemerintah daerah harus berupaya mencari dan mengusahakan sumber-sumber pembiayaan dari daerahnya yang dapat diandalkan sehingga daerah tidak tergantung pada pusat dan daerah menjadi mandiri.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi dan menganalisa potensi sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha yang terdapat di Kabupaten Semarang pada periode selama otonomi daerah yaitu tahun 2001-2008. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencari dan menciptakan sektor unggulan daerah yang mampu bersaing dengan daerah lain dan dapat menunjang pertumbuhan

(23)

ekonomi daerah tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul ANALISIS STRUKTUR EKONOMI , SEKTOR BASIS DAN SEKTOR POTENSIAL EKONOMI KABUPATEN SEMARANG SELAMA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2008.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi struktur ekonomi di Kabupaten Semarang selama otonomi daerah?

2. Sektor manakah yang menjadi sektor basis perekonomian di Kabupaten Semarang selama otonomi daerah?

3. Sektor manakah yang menjadi sektor potensial di Kabupaten Semarang selama otonomi daerah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi struktur ekonomi di Kabupaten Semarang selama otonomi daerah.

2. Untuk mengetahui sektor manakah yang menjadi sektor basis perekonomian di Kabupaten Semarang selama otonomi daerah.

3. Untuk mengetahui manakah yang menjadi sektor potensial di Kabupaten Semarang selama otonomi daerah.

(24)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai wacana dan sumber informasi yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan pemikiran bagi lembaga pemerintahan yang bersangkutan dalam rangka perencanaan pembangunan sektor potensial Kabupaten Semarang

2. Sebagai wacana dan sumber informasi bagi peneliti lain dalam bidang yang lain.

3. Dapat digunakan untuk menetukan kebijakan yang berkaitan dengan otonomi daerah.

4. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang seberapa jauh perkembangan sektor potensial di Kabupaten Semarang.

(25)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Landasan Teori

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi

Pengertian pembangunan ekonomi selama tiga dasawarsa yang lalu adalah kemampuan ekonomi suatu negara dimana keadaan ekonomi mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang lama, untuk meningkatkan dan mempertahankan suatu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PBD) nya antara 5 sampai 7 persen atau lebih per tahun. Pengertian ini sangat bersifat ekonomis. Menurut Todaro bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh 3 nilai pokok yaitu (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), (2) meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemmpuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999).

Menurut pengertian akademis, istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu

(26)

yang cukup lama untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto / GNI (Gross National Income) tahun pada tingkat katakanlah 5 hingga 7 persen atau bahkan lebih tinggi jika hal itu memungkinkan. Secara umum, sebelum tahun 1970an pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu negara hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan GNI, baik secara keseluruhan maupun perkapita, yang diyakini akan menetas dengan sendirinya sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain, yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Itulah yang dikenal sebagai prinsip ”efek penetasan ke bawah” (trickle down effect). Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti kemiskinan, diskriminasi, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan, sering kali dinomorduakan (Todaro & Smith, 2008).

Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, siakp-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada intinya pembangunan harus mencerminkan perubahan total masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keberagaman kebutuhan dasar dan

(27)

keinginan individu maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik, baik secara materiil maupun spiritual.

2. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).

Pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan nasional pada wilayah atau daerah tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan sosial dan fisik daerah tersebut sehingga diharapkan daerah tersebut dapat mengembangkan daerahnya dengan tidak melanggar aturan yang berlaku. Secara umum tujuan dari adanya pembangunan daerah yaitu :

a. Mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk

b. Berusaha menciptakan stabilitas ekonomi dengan cara menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

c. Mengusahakan terciptanya basis diversifikasi aktivitas ekonomi yang luas, diharapkan dapat memperkecil resiko fluktuasi bisnis

d. Meningkatkan ketersediaan serta perluasan distribusi dari berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok

(28)

e. Peningkatan standar hidup, tidak hanya peningkatan pendapatan tapi juga meliputi pertumbuhan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian nilai kultural dan kemanusiaan yang semuanya tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, tetapi juga menumbuhkan jati diri pribadi dan daerah yang bersangkutan f. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta

daerah secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari sikap ketergantungan yang bukan saja pada orang atau daerah lain, tapi juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai kemanusiaan (Todaro, 2000).

3. Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah

Perlu kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi regional dianalisa melalui pendekatan teori-teori, yaitu : (Arsyad, 1999)

a. Teori Ekonomi Neo Klasik

Peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju daerah yang berupah rendah.

(29)

b. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan atau batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut.

c. Teori Lokasi

Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu lokasi, lokasi, dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan

(30)

pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat), kualitas pemerintah daerah dan tanggungjawabnya, dan sanitasi. Perusahaan- perusahaan yang berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi yang berbeda pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, seringkali masyarakat berusaha untuk memanipulasi biaya dari faktor-faktor tersebut untuk menarik perusahaan-perusahaan industri.

d. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hierarki tempat (hierarchy of place). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya industri dan bahan baku. Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

e. Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah-daerah kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini.

(31)

Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibandingkan daerah-daerah lainnya. Hal ini yang disebut Myrdal (1957) sebagai back wash effect.

f. Model Daya Tarik (Attraction)

Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan insentif. 4. Pembangunan Ekonomi Daerah di Era Otonomi Daerah

a. Pengertian Otonomi Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5 dan 6 pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dasar prinsip otonomi yaitu meliputi otonomi yang nyata, bertanggung jawab, dan dinamis diharapkan dapat lebih mudah direalisasikan. ”Nyata” berarti otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah. ”Bertanggung jawab”

(32)

mengandung arti pemberian otonomi diselaraskan atau diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air. ”Dinamis” berarti pelaksanaan otonomi selalu menjadi sasaran dan dorongan untuk lebih baik dan maju (Kuncoro, 2004).

Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, yaitu Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenaangan dan tanggungjawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyakarat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

b. Tujuan Otonomi Daerah

Dalam otonomi daerah, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (publik service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu (Mardiasmo, 2002) :

1) Meningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat

2) Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik)

(33)

Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatan ekonominya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif dalam mengatur daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengenal dan mengetahui bagaimana kondisi wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki daerahnya. Dengan hal itu diharapkan dapat mempermudah kinerja pemerintah daerah dalam mengidentifikasi dan menggali sumber daya alam yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah. Dalam pengelolaannya, pemerintah daerah harus memperhatikan pemeliharaan sumber daya alam agar dapat digunakan secara berkelanjutan.

Selain itu otonomi daerah memungkinkan daerah untuk dapat kekuasaan dalam kewenangan pemerintah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Kewenangan otonomi yang nyata mengandung arti keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.

Pembangunan ekonomi dilihat dari segi sektoral, perlu dirumuskan satu atau beberapa sektor kegiatan ekonomi yang dinyatakan sebagai kegiatan ekonomi penting. Dalam menghadapi masalah sektoral tersebut pemerintah daerah harus dapat mengambil sikap tegas, mengembangkan lebih lanjut, mempertahankan atau bahkan membiarkan struktur kegiatan ekonomi tersebut berkembang sendiri. Sikap ini dimaksudkan agar

(34)

sektor-sektor tersebut dapat berkembang secara terpadu yang pada akhirnya dapat berjalan seimbang.

5. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya-sumberdaya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya-sumberdaya swasta secara bertanggung jawab (Arsyad, 1999).

Tahap pertama perencanaan bagi setiap organisasi yang tertarik dalam pembangunan ekonomi daerah adalah menentukan peran (role) yang akan dilakukan dalam proses pembangunan. Ada 4 peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai (Arsyad, 1999):

a. Entrepreneur

Dengan perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMN). Aset-aset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.

b. Koordinator

Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perluasan dalam peranan ini dalam

(35)

pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi ekonomi, misalnya tingkat kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran dan sebagainya. Dalam perannya sebagai koordinator, pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam penyusunan sasaran ekonomi, rencana-rencana, dan strategi-strategi. Pendekatan ini sangat potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah dengan nasional (pusat) dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan mendapatkan manfaat yang maksimum daripadanya.

c. Fasilitator

Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik. d. Stimulator

Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut. Stimulasi ini dapat dilakukan dengan cara antara lain : pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan industri, pembuatan

(36)

outlet untuk produk-produk industri kecil, membantu industri-industri kecil melakukan pameran.

Ada 3 implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah (Arsyad, 1999) :

a) Perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional (horizontal dan vertikal) di mana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

b) Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional.

c) Perangkat kelembangaan yang tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya, administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu, perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan.

(37)

6. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah

Secara umum tujuan dari strategi pembangunan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar (Arsyad, 1999) :

a. Strategi Pemgembangan Fisik/Lokalitas

Melalui pemgembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembnagunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi pengembangan dunia usaha daerah. Secara khusus, tujuan strategi pengembangan fisik/lokalitas ini adalah untu menciptakan identitas daerah/kota, memperbaiki basis pesona (amenity base) atau kaulitas hidup masyarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya untuk memperbaiki dunia usaha daerah.

Alat untuk mencapai tujuan pembangunan fisik/lokalitas daerah ini mencakup antara lain :

1) Pembuatan bank tanah (landbanking) yang bertujuan agar kita mempunyai data tentang tanah yang penggunaannya kurang optimal, belum dikembangkan, atau salah penggunaan, dan sebagainya. Pembuatan katalog mengenai luas dan lokasi tanah yang terus diperbaharui akan sangat bermanfaat untuk proses pengambilan kebijakan daerah.

2) Pengendalian dan perencanaan pembangunan. Jika hal ini dilakukan dengan benar akan memperbaiki iklim investasi di daerah dan memperbaiki citra pemerintah daerah.

(38)

3) Penataan kota (townscaping). Kemajuan di pusat-pusat perdagangan dapat dicapai melalui perbaikan-perbaikan sarana jalan raya (misalnya penanaman pohon-pohon yang rindang dan indah) dan perbaikan-perbaikan sarana pusat pertokoan (misalnya perbaikan-perbaikan tampilan muka pertokoan atau penetapan standar fisik bagi suatu bangunan pertokoan).

4) Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik akan merangsang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Peruntukan lahan harus jelas dan tepat, misalnya penetapan kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan dan kawasan hijau.

5) Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi dunia usaha. Selain itu, kegiatan di sektor ini juga akan menciptakan kesempatan kerja.

6) Penyediaan infrastruktur seperti : sarana air bersih, listrik, taman-taman, sarana parkir, dan sebagainya, menjadi daya tarik utama juga bagi calon investor dan dunia usaha.

b. Strategi Pengembangan Dunia Usaha

Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam perencanan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi, atau daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Beberapa alat untuk mengembangkan dunia usaha yakni :

(39)

1) Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha melalui pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat yang sama mencegah penurunan kualitas lingkungan.

2) Pembuatan pusat informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dunia usaha untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah untuk segala macam kepentingan terutama mengetahui masalah perijinan, rencana pembangunan ekonomi daerah, pemerintah daerah, ketersediaan lahan, ijin mendirikan bangunan dan sebagainya.

3) Pendirian pusat konsultasi dan pemgembangan usaha kecil. Selain perannya yang penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai sumber dorongan kewirausahaan, usaha kecil seringkali mengalami kegagalan atau tidak dapat berkembang dengan baik. Penyebab utamanya adalah jeleknya manajemen usaha kecil. Oleh karena itu perlu didirikannya suatu pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil yang siap untuk membantu para pengusaha kecil tersebut sehingga kinerjanya meningkat.

4) Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis dalam produksi, meningkatkan daya saing terhadap produk-produk impor, dan meningkatkan siakp kooperatif antar sesama pelaku bisnis.

5) Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (LitBang). Peningkatan persaingan di dunia yang berbasiskan ilmu pengetahuan sekarang ini menuntut pelaku bisnis dan pemerintah daerah untuk

(40)

secara terus menerus melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, pengembangan teknologi baru dan pencarian pasar-pasar baru. c. Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena peningkatan kualitas dan ketrampilan sumberdaya manusia adalah suatu keniscayaan. Pengembangan kualitas sumber daya manusai ini dapat dilakukan dengan cara antara lain :

1) Pelatihan dengan sistem customized training. Sistem pelatihan seperti ini adalah sistem pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan si pemberi kerja.

2) Pembuatan bank keahlian (skillbank). Informasi yang berada pada bank keahlian berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang yang menganggur di suatu daerah. Informasi ini bermanfaat bagi pengembangan jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan para penganggur tersebut. Selain itu, informasi ini juga merupakan informasi cadangan keahlian yang pada akhirnya bank keahlian ini dapat juga digunakan untuk pembentukan koperasi.

3) Penciptaan iklim yang mendukung bagi berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan dan ketrampilan (LPK) di daerah. Hal ini secara tidak langsung bermanfaat bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut. Misalnya : lembaga kursus bahasa, lembaga kursus

(41)

komputer, lembaga kursus perbengkelan dan lembaga kursus perhotelan dan sebagainya.

4) Pengembangan lembaga pelatihan bagi penyandang cacat. Hal ini penting bagi penyandang cacat itu sendiri untuk meningkatkan rasa harga diri dan percaya dirinya. Selain itu, untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu kadang-kadang penyandang cacat mempunyai beberapa kelebihan. d. Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Kegiatan pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu daerah. Dalam bahasa populernya sekarang ini juga dikenal dengan istilah kegiatan pemberdayaan (empowerment) mayarakat. Kegiatan-kegiatan seperti ini berkembang marak di Indonesia belakangan ini karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang ada tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial, misalnya melalui penciptaan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka atau memperoleh keuntungan dari usahanya.

B. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Zakki Irfan Susatya dengan judul Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial Kabupaten Kudus Sebelum dan Selama Pelaksanaan Otonomi Daerah (1998-2003) . Berdasarkan data PDRB sektor basis Kabupaten Kudus pada sebelum maupun sesudah otonomi daerah yakni sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan,

(42)

hotel dan restoran. Berdasarkan data tenaga kerja sektor : basisnya bergeser dari sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan iar bersih, bangunan, angkutan dan komunikasi menjadi sektor : pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, angkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa. Kontribusi sektor ekonomi terbesar tidak bergeser yaitu sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Penyerapan tenaga kerja bergeser dari sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi sektor industri pengolahan serta sektor pertanian. Berdasarkan data PDRB sektor potensial meliputi sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, bergeser menjadi sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi. Berdasarkan data tenaga kerja, sektor potensial meliputi sektor: industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi bergeser menjadi sektor : bangunan, perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan data PDRB sektor ekonomi dominan tidak bergeser yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan data tenaga kerja sektor dominan bergeser dari sektor : industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, angkutan dan komunikasi menjadi sektor : bangunan, angkutan dan komunikasi.

(43)

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zakki Irfan Susatya dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, tahun penelitian, alat analisis dan data yang digunakan dalam penelitian Muhammad Zakki Irfan Susatya adalah menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto dan data penyerapan tenaga kerja tahun 1998-2005. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto tahun 2001-2008.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Taufiqqurrahman dengan judul Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Magelang Tahun 1998-2003. Berdasarkan dari PDRB diketahui bahwa pada era sebelum otonomi daerah (1998-2000) struktur ekonomi yang sangat dominan di Kabupaten Magelang adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor jasa-jasa. Sektor ekonomi yang menonjol menurut kriteria pertumbuhan yaitu sektor industri pengolahan serta sektor listrik, gas dan air minum. Sedangkan sektor pertanian, sektor bangunan atau kontruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor ekonomi yang menonjol menurut kriteria kontribusi. Pada era selama otonomi daerah (2001-2003) sektor ekonomi yang sangat dominan di Kabupaten Magelang adalah sektor pertanian, sekltor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan atau konstruksi, serta sektor jasa-jasa. Sektor ekonomi yang menonjol menurut kriteria pertumbuhan adalah sektor

(44)

listrik, gas dan air minum. Sedangkan sektor ekonomi yang menonjol menurut kriteria kontribusi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Perbedaan penelitian Taufiqqurrahman dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, tahun penelitian dan alat analisis yang digunakan oleh Taufiqqurrahman yaitu dengan alat analisis Shift Share Klasik, Shift Share Esteban-Marquillas, Shift Share Arcellus, Location Quotient, Overlay serta Uji Beda Dua Mean. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Location Quotient, Model Rasio Pertumbuhan, Shitf Share, dan Overlay.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Nuraini dengan judul Analisis Potensi Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Malang Tahun 1995-2005. Hasil penelitian menunjukkan sektor industri manufaktur di Kabupaten Malang masih di bawah rata-rata bila dibandingkan dengan daerah-daerah terdekatnya dan Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Malang mempunyai keunggulan komparatif untuk jenis industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki, industri semen dan barang galian bukan logam, industri alat angkutan mesin dan peralatan. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) yang paling banyak mempunyai jenis industri yang tergolong ”cepat tumbuh cepat maju” adalah SWP Lawang. Sedangkan yang kedua adalah SWP Lingkar Kota Malang, SWP ini mempunyai jenis industri yang tergolong ”cepat tumbuh cepat maju” sebanya yaitu industri : 1) Makanan, minuman dan tembakau; 2) Tekstil, kulit dan alas kaki; 3) Pupuk kimia dan barang dari karet; dan 4) Barang-barang lainnya.

(45)

Perbedaan penelitian Ida Nuraini dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, tahun penelitian dan alat analisis yang digunakan adalah Analisis Kontribusi, Location Qoutient, Tipologi Klassen dan Shift Share. Sedangkan penelitian ini menggunakan alat analisis Location Quotient, Model Rasio Pertumbuhan, Shitf Share, dan Overlay.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Siti Badriah dengan judul Indentifikasi Sektor-sektor Ekonomi Unggulan Di Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sektor dominan di Propinsi Jawa Tengah adalah sektor pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor potensialnya yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air minum, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sedangkan sektor yang unggul tetapi cenderung menurun adalah sektor jasa-jasa.

Perbedaan penelitian Lilis Siti Badriah dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, tahun penelitian dan alat analisis yang digunakan adalah Analisis Location Qoutient, Model Rasio Pertumbuhan dan Overlay. Sedangkan penelitian ini menggunakan alat analisis Location Quotient, Model Rasio Pertumbuhan, Shitf Share, dan Overlay.

C. Kerangka Pikiran

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang di produksi oleh seluruh kegiatan ekonomi

(46)

atau lapisan usaha dalam suatu wilayah selama periode tertentu yang terdiri dari sektor ekonomi yaitu antara lain :

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Galian 3. Sektor Industri dan Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum 5. Sektor Bangunan

6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

8. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-jasa

Dengan melihat data PDRB Kabupaten Semarang dan PDRB Jawa Tengah, akan diteliti dan dianalisis pola kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan, sektor basis dan sektor potensial yang menjadi di Kabupaten Semarang. Dalam merumuskan kebijakan daerah harus mengetahui kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki daerahnya. Dengan diketahuinya sektor potensial yang akan dikembangkan maka akan mempermudah pemerintah daerah didalam menyusun kebijakan pembangunan daerah dapat tepat sasaran sehingga dapat mewujudkan tujuan pembangunan ekonomi daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk, stabilitas ekonomi, kemudahan distribusi dari berbagai macam barang kebutuhan pokok hidup, meningkatnya

(47)

Selama Otonomi Daerah (2001-2008)

Pola kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan PDRB

Kab. Semarang

Sektor Basis Kab. Semarang Struktur Ekonomi Kab. Semarang Sektor Potensial Ekonomi Kab. Semarang Kebijakan Pembangunan Kab. Semarang Pembangunan Ekonomi Kab. Semarang

standar hidup dan meningkatnya perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi individu dan daerah secara menyeluruh.

Skema Kerangka Teoritis Bagan 3.1

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang berbentuk studi analisis deskriptif mengenai hasil analisis kontribusi sektoral dan hasil analisis pertumbuhan (laju pertumbuhan) serta analisis kuantitatif untuk mengetahui sektor basis, struktur ekonomi dan sektor potensial dalam perekonomian daerah. Sedangkan lokasi yang diambil untuk penelitian ini adalah Kabupaten Semarang.

B. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang mencakup data mengenai kontribusi sektoral, laju pertumbuhan ekonomi tiap tahun, data penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan. Data-data tersebut diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Semarang, yang terdiri dari :

1) PDRB Kabupaten Semarang Tahun 2001-2008 2) Pendapatan Regional Jawa Tengah Tahun 2005 3) Pendapatan Regional Jawa Tengah Tahun 2008 4) Kabupaten Semarang Dalam Angka Tahun 2009

(49)

C. Definisi Operasional Konsep Penelitian

1. Tingkat sumbangan atau kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara sektoral, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi sebagai unit produksi di dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun).

Terdiri dari 9 sektor lapangan usaha utama yaitu : a. Sektor Pertanian

b.Sektor Pertambangan dan Galian c. Sektor Industri dan Pengolahan d.Sektor Listrik, Gas dan Air Minum e. Sektor Bangunan

f. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran g.Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

h.Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan i. Sektor Jasa-jasa

Terdapat 2 jenis PDRB, yaitu : 1) PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi sebagai unit produksi di dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu, dinilai dengan harga tahun dasar.

(50)

2) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi sebagai unit produksi di dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu, dinilai dengan harga yang berlaku saat ini.

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan.

2. Sektor Basis

Sektor ekonomi yang mampu memenuhi semua kebutuhan di daerahnya sendiri dan mampu mengekspor ke daerah lain, serta dominan jika dilihat dari kontribusinya (LQ).

3. Sektor Potensial

Sektor ekonomi yang mampu memenuhi semua kebutuhan di daerahnya sendiri dan mampu mengekspor ke daerah lain, serta sektor yang pertumbuhannya (RPs) dan kontribusinya (LQ) dominan.

4. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa.

D. Teknik Analisis 1. Analisis Deskriptif

Penelitian dengan menggunakan analisis deskriptif merupakan penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau

(51)

keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding). Jadi hasil penelitian yang menggunakan metode deskriptif ini ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang di selidiki. Di samping itu agar mendapatkan manfaat penelitian yang lebih luas dalam penelitian melalui metode deskriptif, seringkali selain mengungkapkan fakta sebagaimana adanya juga dilakukan pemberian interpretasi-interpretasi yang memadai. (Nawawi, 1995 dalam Apriliana, 2008)

Untuk mengetahui tingkat sumbangan atau kontribusi sektoral dan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara sektoral yaitu dengan menggunakan teknik analisis :

a. Analisis Kontribusi Sektoral

Distribusi persentase sektoral dihitung berdasarkan perbandingan persentase antara besarnya nilai tiap-tiap sektor dengan PDRB.

Distribusi Persentase =

PDRB Vi

. 100% Dimana : Vi = nilai PDRB sektor i PDRB = total jumlah PDRB

b. Analisis Pertumbuhan

Laju pertumbuhan sektoral digunakan untuk menunjukan pertumbuhan masing-masing sektor dari tahun ke tahun dengan memperbandingkan perubahan pendapatan suatu sektor dengan pendapatan sektor tersebut pada sebelumnya.

(52)

Laju pertumbuhan = 1 1    t t t Vi Vi Vi . 100%

Dimana : Vi = nilai PDRB sektor i t

1

t

Vi = nilai PDRB sektor i tahun sebelumnya 2. Analisis Kuantitatif

Analisis sektor basis sangat penting untuk mengetahui dan menentukan rencana pembangunan suatu daerah. Sektor basis adalah sektor yang mampu memenuhi permintaan pasar daerah dan luar daerah sehingga dari sektor basis terjadi penjualan keluar yang memberikan peningkatan pendaatan daerah. Adanya peningkatan pendapatan daerah, akan meningkatkan tingkat konsumsi dan investasi yang kemudian akan meningkatkan lagi pendapatan. Sehingga akan tercipta lagi lapangan usaha baru. Kenaikan ini akan mendorong pula peningkatan permintaan produksi dari sektor non basis. Hal tersebut akan meningkatkan investasi pada sektor yang bersangkutan, sehingga investasi modal dari sektor non basis merupakan investasi yang didorong oleh kenaikan dari sektor basis.

a. Analisis Location Quotient (LQ)

Alat ini digunakan untuk mengetahui apakah ada keunggulan komparatif dalam perekonomian daerah yang dianalisis untuk menunjukkan basis ekonomi wilayah tersebut dari kriteria kontribusi. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Arsyad, 1999 : 142)

t i t i V V v v LQ / / 

(53)

i

v = pendapatan dari sektor i di tingkat kota/kabupaten

t

v = pendapatan total di tingkat kota/kabupaten

i

V = pendapatan sektor i di tingkat propinsi

t

V = pendapatan total di tingkat kota/kabupaten

Terdapat 3 kategori dari hasil Location Quotient dalam perekonomian yaitu : 1) Jika LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten

lebih berspesialisasi atau lebih dominan dibandingkan di tingkat propinsi. Sektor ini dalam perekonomian daerah dikota/kabupaten memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai sektor basis.

2) Jika LQ = 1, maka sektor ynag bersangkutan di tingkat kota/kabupaten maupun di tingkat propinsi memiliki tingkat spesialisasi atau dominasi yang sama.

3) Jika LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten kurang berspesialisasi atau kurang dominan dibandingkan di tingkat propinsi. Sektor ini dalam perekonomian daerah di kota atau kabupaten dikategorikan sebagai sektor non basis.

b. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share adalah yaitu teknik yang dipakai dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional (Arsyad,1999 :139).Teknik ini menggambarkan performance (kinerja) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional, sehingga dengan alat

(54)

analisis ini dapat diketahui adanya pergeseran hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah tersebut mendapatkan kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional. (Prasetyo Soepono, 1993 : 44).

Rumus yang dipakai dalam analisis shift share klasik adalah : Dij = Nij + Mij + Cij

Keterangan :

Dij = Perubahan variabel output i di wilayah j Nij = Pertumbuhan ekonomi nasional

Mij = Bauran industri sektor i di wilayah j

Cij = Keunggulan kompetitif sektor i di wilayah j Dimana :

Dij = E*ij – Eij Nij = Eij . rn Mij = Eij .

rinrn

Cij = Eij .

rijrin

Keterangan :

Eij = Pendapatan sektor i di wilayah j pada awal tahun analisis (Tahun 2001)

E*ij = Pendapatan sektor i tahun terakhir di wilayah j (Tahun 2008) r = Pertumbuhan

ij

r = Laju pertumbuhan sektor i di daerah j r = Laju pertumbuhan i di propinsi

(55)

n

r = Laju pertumbuhan PDRB propinsi

Laju pertumbuhan PDRB propinsi maupun laju pertumbuhan sektor i di sekitar daerah j diperoleh dari :

ij

r = (E*ij – Eij) /Eij

in

r = (E*ij – Ein) /Ein

n

r = (E*n – En) / En Dimana :

Eij = Pendapatan sektor i di wilayah j pada tahun 2001 E*ij = Pendapatan sektor i tahun 2008 di wilayah j Ein = Pendapatan sektor i di propinsi pada tahun 2001 E*in = Pendapatan sektor i tahun 2008 di propinsi En = nilai tambah PDRB propinsi pada tahun 2001 E*n = nilai tambah PDRB propinsi pada tahun 2008

Untuk suatu daerah pertumbuhan propinsi, bauran industri, dan keunggulan kompetitif dapat dijumlahkan untuk semua sektor sebagai keseluruhan daerah, sehingga persamaan Shift Share untuk sektor i di daerah j :

in n

ij n

n Eij r r Eij r r r Eij Dij  .    

Persamaan tersebut membebankan tiap sektor daerah dengan laju pertumbuhan yang setara dengan laju pertumbuhan yang dicapai oleh perekonomian daerah setingkat diatasnya selama kurun waktu analisis.

(56)

c. Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Model Rasio Pertumbuhan digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial terutama sektor ekonomi di wilayah studi (kabupaten/kota) dalam perbandingan dengan daerah referensi (propinsi). Dengan mengkombinasikan keduanya akan diperoleh deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial baik di wilayah studi maupun wilayah referensi. Pada perhitungan MRP akan diperoleh nilai riil yang selanjutnya perlu dikonversi dengan nilai nominalnya baik RPs maupun RPr. Bila hasil perhitungan nilai riil > 1 maka nilai nominalnya positif, sebaliknya jika hasil perhitungan nilai riil < 1 maka nilai nominalnya negatif. Adapun rumus selengkapnya sebagai berikut : (Yusuf, 1999:222)

1) Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)

Adalah perbandingan antara laju pertumbuhan sektor i pada wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB) wilayah referensi. RPr = r r ir ir E E E E / /   Keterangan : r E

 = perubahan pendapatan wilayah referensi pada awal (2001) dan akhir (2008) tahun penelitian

ir E

 = perubahan pendapatan sektor i di wilayah referensi pada awal (2001) dan akhir (2008) tahun penelitian

r

(57)

ir

E = pendapatan sektor i wilayah referensi pada awal (2001) tahun penelitian

2) Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)

Adalah perbandingan antara laju pertumbuhan sektor i wilayah studi dengan laju pertumbuhan sektor sejenis di wilayah referensi.

RPs = ir ir ij ij E E E E / /   Keterangan : ij E

 = perubahan pendapatan sektor i di wilayah studi pada awal (2001) dan akhir (2008) tahun penelitian

ij

E = pendapatan sektor i di wilayah studi pada awal (2001) tahun penelitian

ir E

 = perubahan pendapatan sektor i di wilayah referensi pada awal (2001) dan akhir (2008) tahun penelitian

ir

E = pendapatan sektor i di wilayah referensi pada awal (2001) tahun penelitian

Terdapat 4 kategori dalam Model Rasio Pertumbuhan, yaitu :

a) Jika nilai (+) dan (+) berarti kegiatan sektor tersebut pada tingkat referensi dan tingkat studi memiliki pertumbuhan yang menonjol, kegiatan ini disebut dominan pertumbuhan.

b) Jika nilai (+) dan (-) berarti kegiatan sektor tersebut pada tingkat referensi memiliki pertumbuhan yang menonjol, tapi ditingkat studi memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol.

(58)

c) Jika nilai (-) dan (+) berarti kegiatan sektor tersebut pada tingkat referensi memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol, tapi ditingkat studi memiliki pertumbuhan yang menonjol.

d) Jika nilai (-) dan (-) berarti kegiatan sektor tersebut baik pada tingkat referensi dan tingkat studi memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol. d. Overlay

Dalam analisis Overlay ini dimaksudkan untuk dapat melihat deskripsi kegitan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kriteria kontribusi (Yusuf, 1999:229). Dengan analisis ini maka kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya sementara pada analisis Location Quotien (LQ) dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) paling tidak sudah dapat teratasi karena deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial akan lebih akurat dengan analisis ini. Dalam analisis ini, hasil perhitungan Location Quotien (LQ) dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang lebih dari 1 diberi simbol positif (+), sementara untuk nilai yang kurang dari 1 diberi simbol negatif (-).

Terdapat 4 kategori kemungkinan dalam analisis Overlay, yaitu sebagai berikut :

1) Pertumbuhan bernilai positif (+) dan kontribusi bernilai positif (+) menunjukkan kegiatan dominan dari kriteria kontribusi (LQ) dan dari kriteria pertumbuhan (RPs).

(59)

2) Pertumbuhan bernilai positif (+) dan kontribusi bernilai negatif (-) menunjukkan kegiatan yang pertumbuhannya (RPs) dominan tapi kontribusinya dalam (LQ) kecil.

3) Pertumbuhan bernilai negatif (-) dan kontribusi bernilai positif (+) menunjukkan kegiatan yang pertumbuhannya (RPs) kecil tapi kontribusinya dalam (LQ) besar.

4) Pertumbuhan bernilai negatif (-) dan kontribusi bernilai negatif (-) menunjukkan kegiatan suatu setor perekonomian tidak potensial dan dominan baik dilihat dari kriteria pertumbuhannya (RPs) maupun kontribusinya dalam (LQ).

(60)

BAB IV

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Geografi

Secara geografis Kabupaten Semarang berada pada 11014’ 54,75” sampai dengan 110 39’ 3” Bujur Timur dan 7 3’57” - 7 30’ Lintang Selatan. Kabupaten Semarang secara administratif berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kota Semarang dan Kabupaten Demak

Sebelah Selatan : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang Sebelah Timur : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Grobogan Sebelah Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Kendal

Suhu udara rata-rata di kabupaten Semarang dapat dikatakan relatif sejuk. Kabupaten Semarang jika dilihat berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut, yaitu berada pada ketinggian 318 meter dpl hingga 1450 dpl. Desa Candirejo di Kecamatan Ungaran Barat merupakan desa dengan ketinggian terendah, sedangkan Desa Batur di Kecamatan Getasan merupakan wilayah desa dengan ketinggian tertinggi. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Semarang tahun 2008 cenderung rendah. Tercatat rata-rata curah hujannya hanya 1.622 Mm, dengan Kecamatan Pringapus sebagai Kecamatan bercurah hujan tertinggi (3.155 Mm) dan Kecamatan Suruh bercurah hujan terendah (798 Mm).

Gambar

Gambar 4.1 Pola Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Semarang Selama  Otonomi Daerah Tahun 2001-2008
Gambar 4.2 Pola Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Semarang  Selama Otonomi Daerah Tahun 2001-2008
Gambar 4.3 Pola Analisis Location Quotient PDRB Kabupaten Semarang  Selama Otonomi Daerah Tahun 2001-2008

Referensi

Dokumen terkait

1. Partisipasi aktif, yaitu kegiatan yang berorientasi pada output dan input politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif adalah, mengajukan usul mengenai suatu kebijakan yang

Pembelajaran Kooperatif Pada Topik Pecahan di SD (Dalam Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika Dalam Menghadapi Era Globalisasi: Perspektif Pembelajaran

Advantageous is the high operation safety of SUSI 62 (coming down with comparatively low speed in case of loss of control), the short learning time to operate the system, the

Sesuai dengan tingkat perkembangan pemikiran dan tahapan pertumbuhan sosial saat itu, Nabi memberikan petunjuk-petunjuk operasional dan teladan- teladan nyata

Tipe tanah organosol yang merupakan tanah asli pada kawasan perencanaan memiliki persediaan air tanah dalam, rata-rata curah hujan pertahun 2500 mm/tahun, batuan induk

Pedoman Umum Audit Komunikasi disusun sebagai acuan dalam mengukur sistem komunikasi yang akurat dan andal di lingkungan instansi pemerintah sehingga mampu

oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir; pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menentukan hasil perkembangannya//Pendidikan tidak dapat

Adapun fungsi xilitol yang terbukti secara klinis adalah menghambat pertumbuhan plak gigi, menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, menghambat demineralisasi email