• Tidak ada hasil yang ditemukan

CHAPTER 6. Attitude to Failure

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CHAPTER 6. Attitude to Failure"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

CHAPTER 6



Attitude to Failure

Pada saat-saat seperti ini, saya merasa sangat bahagia. Senang bertemu dengan Onliners dalam rangka pelatihan dan pendidikan etrepreneurship. Saudara-saudara sekalian, hari ini kita akan bicarakan satu topik yang sangat menarik. Yang diambil dari sajak kami tentang entrepreneur. Dalam sajak tersebut, dalam baik terakhir kami katakan, sepuluh kali gagal, sebelas kali bangkit.

Nah, ini merupakan sajak bahwa seorang entrepreneur jangan takut gagal. Jadi bisa gagal berkali-kali, tapi yang penting semangatnya, spiritnya tidak hilang. Jadi harus bangkit untuk berjuang. Kegagalan anggaplah seperti peribahasa katakan, sukses yang tertunda. Nah, selama kita masih punya semangat, kita supaya bangkit kembali. Kegagalan tersebut ada dua macam. Kegagalan pada waktu dia melakukan inovasi, kreativitas, dan kegagalan dalam bisnis sesungguhnya. Dalam inovasi, mencari ide-ide baru, menciptakan peluang yang baru, itu perlu dilakukan terus menerus. Itu bukan hanya sepuluh kali gagal, jadi sampai ratusan kali gagal. Terutama kegagalan itu dimulai dari mindset kita.

Ada fase-fase kita lakukan. Pertama dari mindset kita, kemudian kita bikin percobaan, dan kemudian pada keadaan sesungguhnya. Nah, pada mindset tersebut kita bisa melakukan kegagalan. Kita cari lagi ide-ide baru. Kita uji coba di lapangan dan sebagainya, dan sebagainya. Nanti kita menemukan beberapa yang kita anggap sudah bagus sekali, nah kita coba. Dan biasanya pengalaman saya, pada waktu sudah yakin, biasanya kita berhasil.

Mimpi besar dari orang yang suka bermimpi besar biasanya akan berhasil. Nah, dalam perusahaan, dalam perusahaan bisa juga gagal. Atau kemudian anda lakukan, ternyata anda pikir, wah ini tidak cocok. Hal ini dimulai pada waktu saya masih ITB Bandung. Saya membuka biro perencanaan. Konsultan perencanaan. Ternyata saya gagal. Karena apa? Ternyata tidak sesuai dengan keinginan saya yang semula disana saya harus mencari pekerjaan dari teman-teman, mencari peluang dari teman-teman, meminta pekerjaan dari teman-teman, meminta pekerjaan dari pemerintah, meminta pekerjaan daripada para pengusaha. Berikan saya pekerjaan, saya bisa mendesain. Ternyata sukarnya bukan main. Jadi, saya memulai sebagai konsultan perencanaan saya anggap gagal. Tapi saya cari solusi. Saya serahkan kepada teman-teman saya meneruskan usaha tersebut. Saya ingin menciptakan peluang. Menciptakan pekerjaan saya. Maka saya waktu saya tamat beralih menjadi developer. Developer, kita menciptakan projek. Bukan projek diberikan oleh orang lain. Kita yang mencari, kita menciptakan projek tersebut.

(2)

2

Nah, jadi saya juga mengalami kegagalan. Kemudian sebagai developer pada tahun ’98. Krisis ekonomi Indonesia. Begitu besar sekali. Utang kami begitu banyak. Karena orang berlari, kami berlari di depan. Dengan cara berhutang. Itu kan kami terpaksa harus tutup hutang-hutang kami. Itu berarti gagal. Dalam bisnis, sudah berusaha bisnis, sudah tepat, tapi usahanya gagal. Tapi kami bangkit. Kami selesaikan hutang-hutang kami. Tidak satu pun pergi ke pengadilan. Kami negosiasi. Kami minta dicicil. Nah, karena kita punya maksud yang baik, dengan tujuan yang baik, kita tangani dengan integritas, dengan profesionalisme, dan entrepreneur, syukur kami berada seperti kami sekarang ini. Jadi, memilih bisnis dahulu sebagai konsultan kami gagal. Sesudah dalam property, menjalankan, kami gagal. Waktu kami di Jaya, beberapa perusahaan yang kami dirikan seperti Jaya Steel, Jaya Alumunium, itu ditutup. Karena ternyata kami tidak berhasil. Tapi dua, lebih dari sepuluh, bidang usaha gagal tetapi yang lain menjadi dasar fondasi daripada bisnis Pembangunan Jaya sekarang ini.

Jadi anda perhitungkan benar-benar. Jangan sampai anda kami katakan jangan takut gagal, tapi anda hanya melakukan serobot kiri, serobot kanan. Itu tidak. Perhitungan matang-matang. Seperti Jaya Steel, kenapa kami gagal? Karena ternyata pekerjaan steel itu dengan mudah dikerjakan oleh orang lain pada waktu itu. Karena gedung-gedung belum complicated kaya’ sekarang ini. Jadi kompetisi kita adalah tukang-tukang di tepi jalan. Dengan cara sederhana kami ucapkan. Demikian juga alumunium. Begitu banyak orang dirikan alumunium. Dengan gedung-gedung sederhana. Jadi kami tutup. Tapi yang sisa di Pembangunan Jaya. Ada lima bidang usaha. Property dan konstruksi, dalam training, dalam rekreasi, dan infrastruktur yang jalan terus. Jadi hal itu tidak diteruskan. Yang manufacturing yang sederhana. Jadi sekali lagi, perhitungkan dengan matang-matang. Kalau anda sudah yakin, kerjakan. Kalau gagal, anda perbaiki. Dan anggap itulah sukses yang tertunda.

Peribahasa itu tepat sekali. Dan seharusnya anda jalankan usaha masih banyak rintangan-rintangan yang lain-lain. Pada waktu anda mencari inovasi yang baru, kreatif yang baru, cara sistem marketing yang baru, sistem produksi yang baru, desain gedung yang baru, sistem keuangan yang baru, itu bisa anda mengalami kegagalan. Tapi anda jangan putus asa. Anda harus mencari terus, terus saja mencari. Hanya dengan sesuatu yang baru, dengan inovasi yang baru, anda bisa menang dalam kompetisi anda. Anda bisa menang dalam perjalanan anda dalam rangka mencapai tujuan.

Kalau anda hanya mengerjakan bisnis as usual (seperti biasanya), anda akan berjalan di tempat. Anda menjadi perusahaan yang marginal. Ya, anda menjadi perusahaan yang marginal. Oleh karena itu sekali lagi. Gagal berkali-kali, bangkit berkali-kali. Dan pasti akan berhasil.

(3)

3

Sebelum saya sharing mengenai topik saya pada hari ini, saya akan mengutip sepenggal puisi dari Pak Ciputra. “Ada yang berentrepreneur namun tidak berhasil”. Sharing saya pada hari ini berjudul Attitude to Face The Failure. Atau sikap dalam menghadapi kegagalan. Bagi seorang entrepreneur, kegagalan itu hal yang biasa. Tetapi bagi kebanyakan orang itu merupakan hal yang sangat menakutkan. Menurut Ciputra Way, seorang entrepreneur adalah An Opportunity Creator, Innovator, dan juga Risk Taker. Artinya selain seorang entrepreneur itu harus menciptakan kesempatan, juga merupakan seorang inovator, memberikan nilai tambah kepada bisnisnya dan juga seorang risk taker artinya harus berani mengambil resiko.

Menurut Pak Ciputra, founder dan Universitas Ciputra tempat saya mengajar, seorang entrepreneur bisa berasal dari lahir dan karena keluarganya. Yang kedua karena lingkungannya, dan yang ketiga karena dididik dan dilatih. Pak Ciputra pada tahun 2006 mendirikan Universitas Ciputra untuk mendidik dan melatih pada entrepreneur muda Indonesia. Di UC (Universitas Ciputra), mahasiswa dididik dan dilatih menjadi Educated Entrepreneur. Kurikulum yang kami kembangkan berdasarkan projek based learning. Artinya, mahasiswa harus melakukan start up bisnis, mengembangkan bisnis, dan menjadikan bisnis yang sustainable. Dari situlah mahasiswa belajar untuk berentrepreneur, mengalami kegagalan, bangkit kembali, dan memiliki bisnis yang besar.

Pak Ciputra memiliki impian, di tahun 2030 Indonesia akan memiliki 6 juta entrepreneur. Saat ini di Indonesia sendiri, entrepreneur baru berjumlah 1,53%. Sementara kalau kita bandingkan dengan Singapura yang merupakan Negara yang kecil, entrepreneur di sana sudah mencapai 7%. Oleh karena itu mari kita bersama-sama mewujudkan impian yang luar biasa itu untuk menjadikan Indonesia menjadi negara yang lebih makmur dan menjadi negara yang lebih baik. Di Indonesia, Ernst and Young juga mensupport adanya entrepreneur di Indonesia dengan menyelenggarakan Entrepreneur Of The Year yang di-launching sejak tahun 2001. Ernst and Young memberikan banyak penghargaan kepada pada entrepreneur muda yang berprestasi dan mengembangkan entrepreneurial spirit untuk membawa Indonesia ke ekonomi yang lebih baik, membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang, dan meningkatkan kemakmuran banyak orang.

Saya akan masuk ke topik saya pada hari ini yaitu sikap di dalam menghadapi kegagalan. Saya akan mulai dari penelitian mengenai kegagalan bisnis. Ada dua definisi. Yang pertama adalah definisi secara luas. Menurut Singh, Corner, & Pavlovich tahun 2007, dikatakan definisi yang luas dari kegagalan bisnis adalah entrepreneur exit atau quit dari bisnisnya. Jadi entrepreneur tersebut meninggalkan bisnisnya. Kemudian definisi yang lebih sempit dikatakan oleh Shepherd & Haynie tahun 2011, adalah ketika seorang entrepreneur itu mengalami kebangkrutan atau mengalami kerugian yang besar di dalam bisnisnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harvard business school pada tahun 2010, dikatakan bahwa seorang entrepreneur yang berhasil pertama kali membuka bisnisnya hanya 18% saya. Untuk itu di Universitas Ciputra kami memiliki talk line ”Fail Cheap, Fail Fast, Fail Early”. Artinya, mahasiswa kami harus gagal semurah mungkin, sedini mungkin,

(4)

4

dan secepat mungkin. Di Universitas Ciputra, setiap mahasiswa harus memiliki experience untuk melakukan start up bisnis sejak tahun kedua masa studi mereka.

Di tahun pertama mereka mengalami groundbreaker, artinya pembentukan entrepreneur mindset dan spirit. Kemudian masuk ke semester kedua, mahasiswa belajar untuk melakukan ideasi bisnis (pencarian ide), desaign thinking, indentifikasi, prototyping, sampai ke user testing, membuat bisnis model canvas atau B-plan, serta dieksekusi bisnisnya. Dan kemudian masuk di tahun kedua, yaitu di semester ketiga, para mahasiswa tersebut sudah harus melakukan start up bisnis. Di semester ke empat mahasiswa di Universitas Ciputra mengalami pembelajaran bisnis inovasi terhadap proses bisnisnya. Kemudian di semester lima melakukan scale up bisnis atau global business experience. Kemudian di semester enam dan tujuh mereka melakukan developing business dan sustainability business.

Mereka diberi kesempatan untuk gagal sendini mungkin, secepat mungkin, semurah mungkin. Sehingga ketika mereka mengalami betul-betul membuka bisnis, ketika mereka lulus dari Universitas Ciputra mereka sudah memiliki experience untuk gagal di bisnis mereka.

Kemudian ada tujuh alasan mengapa seorang entrepreneur gagal di bisnis mereka yang pertama. Alasan pertama adalah Survival Driven atau Seeking Money Before Adding Value artinya seorang entrepreneur hanya berpikir untuk profit jangka pendek dan tidak memikirkan bisnis jangka panjang. Kemudian alasan yang kedua adalah Inadequate atau Lack of Knowledge artinya seorang entrepreneur tidak memiliki pengetahuan dasar atau pengetahuan yang mendahului ketika dia mau membuka bisnisnya. Untuk itulah dibutuhkan market riset atau eksplorasi ketika seorang entrepreneur mau membuka bisnisnya pertama kali. Saya menyarankan seorang entrepreneur untuk melakukan eksplorasi atau market riset, interview kepada customer, calon customer, kepada competitor, kepada supplier untuk mengetahui kemampuan dasar sebelum membuka bisnisnya. Kemudian yang ketiga adalah Lack of Focus.

Kebanyakan seorang entrepreneur ingin membuka bisnis di berbagai bidang. Tidak bisa. Harus focus terlebih dahulu di bidang tertentu. Kemudian alasan keempat mengapa seorang entrepreneur gagal di bisnis mereka yang pertama adalah Fail of Failure. Artinya entrepreneur tersebut takut untuk melangkah lebih maju lagi di bisnisnya. Kemudian yang berikutnya alasan yang kelima adalah Lack of Vision. Artinya entrepreneur tersebut tidak memiliki visi ke depannya bisnis ini mau dibawa ke mana. Kemudian berikutnya alasan keenam adalah Poor Money Mangement atau tidak bisa mengelola keuangannya. Kemudian yang ketujuh atau alasan terakhir mengapa seorang entrepreneur gagal di bisnis mereka yang pertama adalah I can do well all by myself. Artinya dia cenderung untuk bekerja sendiri, tidak mau melakukan networking atau bekerja secara teamwork. Adalah lebih baik untuk menjalin hubungan atau networking dengan berbagai pihak yang bisa menyatukan kekuatan untuk membuat bisnis tersebut menjadi berhasil.

(5)

5

Untuk itulah kami betul-betul membuat mahasiswa mengalami experience untuk membuka bisnis, mengalami kegagalan, dan bangkit kembali sesuai dengan passion mereka. Kemudian berikutnya saya akan sharing mengenai lima kunci untuk menjadikan kegagalan menjadi kunci sukses.

Kunci yang pertama adalah Call Failure Something Else artinya sebut kegagalan itu bukan sebagai kegagalan, tetapi sebagai experience atau pengalaman. Gambarannya seperti ini. Sebuah perusahaan yang besar yang akan meng-hire senior manager yang diharapkan adalah seorang yang memiliki pengalaman menjadi senior manager di tempat lain. Demikian juga ketika seseorang melakukan bisnis, kegagalan sebenernya bukan kegagalan, tetapi adalah pengalaman yang mengikuti hidupnya. Artinya dia sudah memiliki pengalaman di dalam berbisnis. oleh karena itu jangan sebut kegagalan sebagai kegagalan. Bagi seorang entrepreneur kegagalan itu adalah sebuah pengalaman, guru yang paling berharga.

Kemudian kunci kedua adalah Use Failure as A Stepping Stone, artinya gunakan kegagalan tersebut sebagai batu pijakan untuk membuka bisnis yang lebih baik lagi, yang akan berkembang lebih besar lagi di kemudian hari. Kemudian kunci yang ketiga adalah Never Fail Alone, artinya anda harus memiliki partner bisnis. Anda harus mulai melakukan networking. Jangan gagal sendirian. Kemudian yang keempat Don’t Hide Your Failure, artinya jangan pernah sembunyikan kegagalan itu karena kegagalan itu sebenarnya bukan kegagalan bagi seorang entrepreneur. Kegagalan adalah pengalaman.

Dan kemudian yang kelima atau yang terakhir adalah Find Out Your Passion atau betul-betul temukan passion anda. Karena ketika anda membuka bisnis, di mana itu merupakan passion anda, maka bisnis itu akan lebih memiliki change untuk berhasil.

Saya memberikan ilustrasi seperti ini sebelum saya menutup sharing saya pada hari ini. Ada seorang nenek yang kehilangan liontinnya, dan kemudian mencari liontin tersebut. Kemudian beberapa orang melihat nenek tersebut sedang mencari-cari liontin. Kemudian orang-orang tersebut mulai membantu mencari liontin nenek itu. Terus beberapa orang lagi bergabung, demikian terus menerus semakin banyak orang yang bergabung untuk mencari liontin tersebut. Sampai berjam-jam dan sampai lama sekali mereka mencari liontin tersebut dan tidak berhasil mendapatkan liontin itu. Sampai akhirnya setelah lama mereka mancari, seseorang bertanya kepada nenek tersebut. “Nek apakah nenek yakin liontin tersebut jatuh atau hilang di sini? Karena di sini tempatnya terang benderang. Dan kita sudah mencari dari tadi. Tetapi kita tidak menjumpai liotin itu”. Dan nenek tersebut mengatakan, “Tidak, liontin itu tidak pernah jatuh di sini.. saya kehilangan liontin itu di seberang jalan. Tetapi karena di sana tempatnya gelap, saya tidak mau mencari di tempat yang gelap itu”.

Demikian juga para entrepreneur. Seringkali kita melakukan atau membuka bisnis pertama kali di tempat yang nyaman atau yang kita perkirakan itu akan mendatangakan keuntungan jangka pendek. Seringkali kita tidak mau bersusah payah, seringkali para entrepreneur ingin melakukan suatu bisnis yang comfort atau nyaman menurut dia. Tetapi itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Dan pasti berujung dengan kegagalan. Oleh karena itu

(6)

6

saya betul-betul mendukung anda untuk jangan pernah takut untuk melangkah ke sesuatu yang sulit yang anda pikir anda sulit untuk melakukannya karena anda yakin bahwa seorang ketika menemukan passionnya kemudian melakukan market research untuk meminimumkan kegagalannya pasti seorang itu bisa berhasil menjadi seorang entrepreneur.

Jangan takut untuk gagal karena kegagalan itu adalah pengalaman. Dan seorang entrepreneur tidak harus mengalami kegagalan. Kita bisa meminimumkan kegagalan dan me-manage kegagalan itu menjadi sebuah keberhasilan. Pak Ciputra mengatakan, “Entrepreneur Sejati gagal 10 kali, namun bangkit 11 kali”. Saya percaya bahwa anda yang pernah mengalami kegagalan di dalam bisnis akan menjadikan kegagalan sebagai pengalaman dan stepping stone untuk melangkah menuju keberhasilan di dalam bisnis berikutnya.

Inge Gunawan

Perkenalkan nama saya Teddy Saputra dan saat ini saya bergabung di dalam Universitas Ciputra sebagai dosen pengajar. Di samping itu saya juga seorang entrepreneur yang sedikit banyak saya pernah mengalami kegagalan, kemudian saya berusaha bangkit lagi, kemudian pernah mengalami kegagalan lagi, tetapi saya dari segala pengalaman saya itu saya belajar bahwa justru kegagalan itulah yang menjadi suatu hal yang berharga ketika kita melangkah lebih jauh lagi dalam perjalanan entrepreneurship kita. Karena itu pada kesempatan kali ini saya akan berbagi kepada para UC Onliners yang menyaksikan pada kesempatan ini. Bagaimana sih ketika saya memulai usaha, kemudian saya gagal, dan kemudian saya belajar dari kegagalan itu. Di mana pada akhirnya saya berharap agar teman-teman dari UC Onliners bisa melihat bahwa kegagalan itu sangat berharga dan kedua saya juga berharap agar kegagalan yang saya rasakan, kegagalan yang saya alami kemarin itu tidak terjadi pada diri Anda. Jadi, Anda bisa belajar dari pengalaman saya ini. Seperti itu. Karena itu kita mulai saja program ini.

Saya sebagai entrepreneur saya melihat ada tiga sisi yang mudah, tiga langkah yang kita miliki sebagai entrepreneur. Yang pertama adalah penting sekali bagi kita untuk menemukan apa passion kita sebenarnya. Siapa diri kita sebenarnya. Apa keunggulan kita. Dan juga apa kelemahan kita. Dari situ kita dapat mengembangkan bisnis apa yang akan kita laksanakan.

Mengapa passion ini menjadi sangat penting? Karena bagi saya jikalau kita bekerja sesuai dengan passion kita, maka apa pun yang akan kita kerjakan ini tidak membuat kita merasa lelah. Juga kita tidak merasa kalau kita gagal atau gimana, kita akan merasa saya harus lebih maju, lebih baik lagi. Itu kalau misalkan kita bertindak, berjalan atau memulai bisnis berdasarkan passion yang kita miliki. Kedua, penting sekali bagi kita untuk memahami teknik-teknik dalam bisnis yang saya pikir rekan-rekan dosen yang lain sebelumnya juga menyampaikan banyak hal tentang bagaimana teknik bisnis yang baik. Dan akhirnya, setelah kita mengetahui passion kita apa, kemudian kita juga mengetahui bagaimana kita berbisnis dengan teknik yang baik, baru kemudian kita mengubah passion ini menjadi suatu bisnis yang baik di mana passion kita ini akan menghasilkan sesuatu yang

(7)

7

bernilai buat orang lain sehingga orang lain ini akan bersedia untuk membayar kepada kita dalam memperoleh produk dan jasa yang kita hasilkan ini.

Saya tinggal di kota Bogor. Dan saya lahir di sana, besar di sana, sekolah di sana, sampai dengan SMA. Dan kota Bogor ini perlu diketahui bahwa kota Bogor ini sangat berdekatan dengan Jakarta. Jadi berbatasan langsung dengan Jakarta, dimana kota Bogor ini mempunyai penduduk sejumlah 4,7 juta jiwa. Alasan saya waktu itu cukup sederhana yaitu bahwa saya tahu kota Bogor dengan baik dan saya pikir saya bisa dengan pengalaman saya di kota Bogor, dengan pengetahuan saya tentang kota Bogor, ini adalah peluang yang baik buat saya memulai bisnis di kota Bogor. Just that. Itu pemikiran saya pas awalnya. Dan saya ingin memulai bisnis di kota Bogor.

Di kota Bogor itu ada satu universitas swasta yang cukup besar. Setelah saya cari tahu jumlahnya ada 20 ribu mahasiswa. 20 ribu mahasiswa dan universitas ini adanya di pinggir jalan. Jadi bisa dibayangkan kalau kita berdagang di depannya, berarti kita bisa mentargetkan market 20 ribu mahasiswa di dalamnya kemudian juga orang-orang yang ada di sekitar kampus. Saya pikir, “ Wah, ini adalah pasar-pasar yang sangat-sangat luar biasa”. 20 ribu mahasiswa dan terkotak di dalam satu daerah itu di kota Bogor. Setelah Saya bicara-bicara, Saya ngomong-ngomong sama teman. Kebetulan ada teman saya yang ahli dalam bikin mie ayam ceritanya. Inisialnya “I”. Nah, teman saya ini teman SMA. “I dan IR”. Jadi ada dua teman saya, I dan IR.

Waktu itu kita duduk bareng. Kebetulan lagi bicara-bicara anak muda ya. Kita bertiga mempunyai cita-cita yang sama yaitu kita pengen bisnis di Bogor. Nah, salah satu teman saya si I ini kebetulan punya keahlian membuat mie ayam. Waah, cocok ini saya pikir ya. Gimana kalau misalkan kita sewa tempat di depan Universitas ini. I ini yang masak, yang menyediakan produksi mie ayamnya ini. Kita sasar target 20 ribu mahasiswa. Tentu ini akan jadi sesuatu yang sangat-sangat menarik. Waktu itu sampai posisi ini kami berpikir ini akan sangat mudah sekali dijalankan dan akan sangat laku. Kira-kira seperti itu. Nah, survei-survei saya laksanakan bertiga dan saya ngelihat sepintas-sepintas saja lah. Ini salah satu kesalahan saya, UC Onliners. Dimana kita sebenarnya ketika memulai suatu bisnis kita harus mempelajari lingkungan tempat kita akan berbisnis. Kita harus mempelajari pasar, mempelajari persaingan, pesaing-pesaing di sekitar kita.

Kami waktu itu memang mempelajari. Tetapi dengan menggunakan cara yang gampang. Nah ini salah satu yang saya ingin bagikan kepada UC Onliners. Kita lihat power point saya, yang diatas itu salah satu tukang mie ayam yang ada di depan universitas ini tapi lokasinya agak-agak lebih mojok. Jadi di pojokan. Saya ke sana saya ngelihat. O, ini pesaing saya ini. Saya langsung menilai. Wah, tempatnya jelek. Kalau saya bikin misalnya tempatnya lebih bagus. That’s it, saya akan menang. Sesimpel itu saja waktu itu. Kemudian yang kedua saya beli mie ayamnya. Dan saya perhatiin. Di power point saya foto itu saya kasih fotonya. Mie ayamnya seperti itu. Yang saya lihat yang langsung jadi perhatian saya adalah ayam yang ada di dalam mie ayam itu. Ayamnya berwarna coklat, yang saya juga tentu saya pikir akan menumbuhkan pertanyaan bagi para konsumen, ini ayam apa bukan? Dan saya rencananya, saya akan memproduksi yang lebih baik lagi daripada ini.

(8)

8

Ini pesaing saya.Ternyata dengan tempat yang seperti ini, yang menurut saya jelek, kembali lagi saya tekankan ya. Bahwa menurut kami jelek. Dan mie ayam yang menurut kami ini tidak ideal, ternyata dia mampu menjual 300 mangkuk setiap hari di harga 8.000 per mangkuk. Kalau misalkan kita kalkulasi dalam satu bulan misalkan 20 hari kerja berarti 30 juta itu omsetnya dalam satu bulan. Tentu saja kami bertiga semakin tertarik dengan bisnis ini. Dan kami bertekad, semakin bertekad akan menjadi pesaing yang kuat baginya. Ini kalkulasi, kemudian kami membuat kalkulasi sederhana bahwa ternyata biaya pokok semangkuk mie ayam itu cuma 3000 lho. Kemudian dia, pesaing saya jual harga per mangkuk 8.000. Artinya saingan saya untung 5.000 per mangkuk. Kalo misalkan satu hari mereka jual 300 mangkuk, yang artinya mereka untung, mereka mendapatkan omzet 1,5 juta per hari, sorry, mereka akan mendapatkan untung 1,5 juta per hari, dan mendapatkan untung bersih, untung kotor 30 juta per bulan. Wow, ini luar biasa ini. Tentu kami makin bertiga semakin melihat bisnis ini, kembali lagi saya semakin ngiler saudara-saudara. Dan saya akan mulai melakukan action bersama teman-teman saya.

So, setelah kita berkumpul, apa yang akan kita perbuat sekarang? Saya mulai mencari tempat. Tempat yang lebih baik, tempat yang lebih strategis. Kalau tadi pesaing saya posisinya ini adalah universitasnya pesaing saya itu posisinya ada di ujung sebelah kiri, agak jauh. Kesempatan saya mendapatkan tempat yang akan saya sewa itu persis di depan pintu keluar dari kampus. Dan lihat saja itu gambarnya. Tentu lebih baik ya. Kondisi dari tempatnya juga lebih bagus, lebih bersih. Yang artinya saya semakin optimis. Dalam pikiran saya, “Wah, kalau tempat dia sekedar seperti itu, saya tempatnya lebih bagus, maka saya akan menang persaingan”. Pertimbangan saya sesederhana itu waktu itu. Ini perbandingannya. Sebelah kiri, itu teman saya IR yang di atas. Kemudian yang di bawah bajunya doang itu kelihatan. Itu I. dan ini tempat saya yang lebih jauh lebih bagus tentunya ya? Semua pasti setuju ya UC Onliners?

Kalau dengan tempat saya, dibandingkan dengan tempat pesaing, tentu lebih baik tempat saya, tempat kami. Masalah produk, ini adalah mie ayam yang kami ciptakan. Kemudian kami branding namanya Mie Ayam 77. Pemikiran sederhananya seperti ini. Kompetitor kami mempunyai bentuk ayam yang Anda bisa lihat power point, warnanya coklat karena dikasih kecap yang lumayan banyak. Tetapi tidak berwujud ayam. Jadi, kami berpikir bertiga. Kembali lagi kami bertiga berpikir bahwa, “Wah, kalo misalkan kita bikin ayamnya yang kelihatan bentuk ayamnya, tentu ini akan lebih bagus dong”. Karena orang-orang akan melihat, wah ini ayam bener ini, ayam bener.

Oke, akhirnya kita jalan. Setelah kita mendevelop produk, dan jadi deh itu. Mie ayam 77. Tampilannya tentu lebih baik ya? Harga? Kita juga menang. Kita mau pasang harga Rp 6.000,00 dalam satu mangkuk. Pesaing 8.000. Lebih murah ke kita 6.000. dari tempat kita menang, kemudian dari bentuk juga kita pikir kita menang, dan harga juga kita pikir kita menang. Tiga kemenangan, tiga perhitungan kita ini, tiga penilaian kita, tiga aspek kita merasa lebih kuat daripada pesaing. Dan kita siap mulai.

Dengan modal 30 juta. Untuk tempat kami harus sewa 30 juta. 30 juta untuk satu tahun. Ini besar. Ini cukup mahal tapi waktu itu kami pertimbangkan bahwa posisinya

(9)

9

sangat strategis. Ada persis di depan pintu keluar kampus di mana 20.000 mahasiswa yang keluar masuk tiap hari. 30 juta lumayan worth it lah ya kami pikir waktu itu. Kemudian kami juga menginvestasikan 5 juta untuk pembelian bahan baku awal. Dan peralatan, dan sebagainya, siap untuk memulai usaha. Langkah satu sudah kami laksanakan. Ini tempat kami. Dan ini rekan saya. Kami mulai memperbaiki semuanya. Siap-siap bertarung di pasar. Langkah kedua, kami mulai menata dekorasi ruangan lebih rapi dari pesaing. Setuju kan ya? Lebih bagus. Kami beli tempatnya lebih mahal, kemudian kursinya bisa Anda lihat. Bahkan sausnya juga kami menggunakan saus yang lebih mahal. Kami sangat-sangat ingin bersaing dan ingin menang ini. Langkah ketiga kami mulai buka. Ini tempat kami dan kami mulai buka ini.

Ini hasilnya. Pada bulan pertama, kami mencapai 30 mangkuk satu hari. Pada bulan pertama lho. 30, wah oke lah saya bilang ya. Kalau tiga puluh mangkuk pertama, ini oke ini. Dan saya makin bersemangat. Tetapi pada bulan kedua, ada penurunan. Menjadi dua puluh lima mangkuk satu hari. Perhari ini. Bulan ketiga, sepuluh mangkuk per hari. Mulai ketakutan. Pada bulan ke empat, percaya atau tidak, mie ayam yang tadi kami develop seperti itu Cuma laku 2 mangkuk per hari. Wah, ini luar biasa sekali ini. Apa yang kami pelajari saat itu? Kemudian kami mulai bertiga, kalau misalkan bisnis mulai rusak, saya bertiga teman mulai berdebat. Berdebatnya mulai berdebat keras ya. Mulai menyalahkan satu sama lain. Apa ini? Kesalahannya apa? Kenapa bisa begini? Tempat kita lebih bagus, produknya lebih bagus, dan ketiga lokasinya jauh lebih strategis daripada pesaing. Ternyata 300 mangkuk itu paling cuma lari ke kita 30 per hari. Kemudian makin lama jelas sekali dari angka-angka itu terlihat ya, pelanggan tidak balik lagi. Tidak senang. Dari 30, 25, 20, bahkan pada bulan ke empat itu rata-rata Cuma dua mangkuk sehari. Kami terkalahkan. Terus terang saja waktu itu kami merasa benar-benar digebukin itu sama si tukang mie ayam yang kelihatannya lebih sederhana ya?

Why? Why ini yang harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Pertama, kita lihat prosesnya. Ketika saya mulai menjadi seorang akademisi saya mulai rapi ini melihat ini. Ini prosesnya. Pertama saya cuma melihat bahwa ada 20.000 mahasiswa. Saya cuma melihat itu saja. Bukankah itu yang sering kita lakukan UC Onliners? Cuma melihat market begitu besar. Saya juga waktu itu melakukan itu. 20.000 mahasiswa. Keluar langsung, ini adalah pasar yang sangat luar biasa besar. Kesimpulannya sangat sederhana waktu itu ya? Kemudian kedua, setelah mempelajari semuanya dengan sederhana sekali, langsung kita invest 30 juta. Kebetulan ada uang, jalan langsung 35 juta. Sewa tempat, tanpa berhitung lebih dalam, bagaimana ini. Tanpa melakukan eksplorasi dan sebagainya, kita ambil tempatnya langsung. Ketiga, kita langsung melihat bahwa lokasinya sangat-sangat strategis. Di depan pintu keluar kampus. Semakin pede. Kemudian yang keempat, kita langsung menata dekorasi ruangan lebih bagus daripada pesaing. Prediksi, kemudian terakhir kita langsung grand opening.

So, mana yang salah? Saudara-saudara UC Onliners sekalian. Saya akui pada waktu itu kami bertiga sama sekali tidak memikirkan apa-apa. Strategi bisinis tidak ada, visi bisnis tidak ada, semuanya hanya bisa dikatakan langkah bisnis yang terburu-buru ya.

(10)

Terburu-10

buru dan berdasarkan data-data yang sangat-sangat sekilas saja. Bahwa market yang cukup besar, kami mampu membuat lebih baik. Semuanya menurut kami, menurut kami, menurut kami.

Mie ayamnya lebih bagus itu menurut kami lho. Bukan menurut pasar. Apakah tempatnya lebih bagus? Itu menurut kami juga. Dan itu menjadi kesalahan yang sangat saya sesalkan selama ini. Semuanya pertimbangan pada waktu itu, menurut kami. Itu yang tidak boleh. Apa yang terjadi? Saya bertanya terhadapa seratus mahasiswa di sana secara diam-diam. Setelah kejadian. Harusnya ini dilakukan di awal. Saya karena penasaran kenapa saya sampai gagal, saya tanya sama seratus mahasiswa di sana. Secara diam-diam. Why? Kenapa kamu nggak berbalik lagi?

Ternyata ada perhitungan yang saya lewatkan. Di sana, mahasiswa, 20.000 mahasiswa yang ada di sana ternyata merupakan mayoritas beragama muslim. Dari daerah. Muslim dari daerah. Bukan dari kota Bogor, tapi dari daerah. Ya, dari daerah-daerah terpencil. Kebanyakan mereka beragama muslim. Ayam berwarna putih. Ternyata ini yang kami bangga-banggakan, eh ternyata merupakan kesalahan. Kenapa? Ini ayam kami nih. Berwarna putih. Bagi customer, ayam berwarna putih justru itu itu yang dikira babi saudara-saudara UC Onliners. Karena kebanyakan pada mahasiswa di sana yang berasal dari daerah ini makan mie ayam ya seperti yang ini. Seperti yang pesaing kami ini. Di mana ada hitamnya. Lihat competitor tetangga, ya itu. Itu mie ayam menurut mereka. Ketika kamu mengeluarkan produk baru yang menurut kami lebih baik, justru mereka menilai, mempertimbangkan bahwa yang putih itu adalah babi. Ini cukup fatal sekali ya. Cukup fatal sekali, dan saya baru tahu setelah saya bertanya kepada seratus mahasiswa.

Kemudian kedua, teman saya I itu, adalah beretnis tionghoa. Ini saya tidak bermaksud untuk mengedepankan SARA atau bagaimana ya. Tetapi ini kenyataan ini. Bahwa ada kesalahan di sana ketika teman saya yang berjualan berlatar belakang etnis tionghoa, dengan tampilan mie ayam putih yang seperti babi, semakin meyakinkan customer bahwa ini bukan ayam tetapi ada campuran babi di dalamnya. Dan ketiga, tidak ada tanda “halal”, maupun suatu upaya promosi bahwa itu halal. Ini yang menjadi kesalahan kami yang luar biasa pada waktu itu. Dan akhirnya pada akhirnya kami mengambil, ini yang menjadi suatu kesimpulan yang berharga buat saya dan saya ingin berbagi dengan para UC Onliners yang nanti akan memulai usahanya bahwa, satu, ketika kita, kita harus mempelajari lingkungan bisnis terlebih dahulu, sebelum akhirnya kita memulai bisnis kita. Mempelajari pasar, mempelajari persaingan, mempelajari lingkungan tempat bisnis kita ada di sana. Kedua, jangan pernah menilai sesuai dengan apa yang kita bilang ini benar. Seperti tadi pengalaman saya tadi itu lho. Jangan pernah lupa bahwa tiga kemenangan, tiga point keunggulan saya di banding pesaing itu menurut saya, menurut teman saya, dan menurut teman saya. Menurut kami. Itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Kita tetap harus berpikir bahwa penilaian yang baik adalah penilaian yang dapat kita ambil dari masayarakat. Dari market kita sendiri.

Kemudian yang kedua, ketika kita memulai suatu bisnis, ketika kita memulai start up suatu bisnis, tetap kita harus mempunyai strategi yang mumpuni ya. Tetap harus

(11)

11

mempunyai visi, kemana ini usaha kita akan berjalan, dan bagaimana caranya untuk mencapai visi tersebut. Pada bulan ke lima, sesuai kesepakatan, saya ngobrol dengan teman-teman saya. Kondisinya waktu itu sudah nggak enak lho. Karena ya gitu lah ya. Di dalam bisnis di kala semua berjalan tidak sesuai rencana, yang ada kita nyalahin diri kita sendiri dan sebagainya. Dan akhirnya saya bertiga sama teman berdiskusi bahwa kita bilang, “Wah ini kalau diterusin bisa makin hancur ini”. Sekarang saja dua mangkuk per hari kan makin rugi ya. Kedua teman saya itu akhirnya keluar. Dan saya berpikir waktu itu. Waduh, kalau misalkan sudah bayar tiga puluh juta untuk satu tahun dan ini masih jalan lima bulan. Bagaimana ini kan ya? Akhirnya saya mulai menggunakan apa yang saya pelajari, saya mulai melakukan riset, dan melakukan pelajaran yang lebih baik ya. Dan saya tidak mau terjerumus ke dalam kesalahan saya dua kali. Akhirnya saya membuka usaha baru di tempat yang sama untuk menuntaskan masa sewa waktu itu. Dulu pikirannya seperti itu. Saya mulai membeli mesin fotokopi. Membeli peralatan-peralatan dan akhirnya buka satu toko fotokopi dan toko perlengkapan-perlengkapan itu di situ. Ya, sampai saat ini berjalan. Berjalan dengan baik dan bisa menghasilkan keuntungan bagi saya.

Satu kesimpulan yang saya harapkan bisa diambil oleh semua UC Onliners. Yang paling penting adalah, kita tidak pernah boleh merasa apa pun yang kita nilai di dalam bisnis menurut apa yang kita nilai. Atau apa yang menurut kita benar, apa yang menurut kita baik. Tidak bisa begitu dalam bisnis. Market yang selalu pada akhirnya memutuskan apakah Anda berhasil atau tidak.

Referensi

Dokumen terkait

Terjadi peningkatan pertumbuhan pada tahun 2010 dibanding tahun 2009, dengan 3 (tiga) besar tingkat pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut ditunjukkan sektor

Judul Kegiatan : SELF CONTROL (KONTROL DIRI) PADA MAHASISWA UNNES YANG MELAKUKAN PROKRASTINASI TERHADAP TUGAS AKHIR (SKRIPSI) 2.. Jangka Waktu Pelaksanaan :

Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa setelah melakukan penelitian terhadap implementasi media promosi online melalui aplikasi instagram pada Alter Ego

bunga lebih besar daripada penurunan biaya bunga sehingga laba bank menurun. dan ROA bank

This demonstrates the need for KJKS's efforts to maintain the effectiveness of the application of sanctions to managers, administrators, supervisors and members who

Seperti Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai presiden memandang. Peristiwa Malari sebagai tantangan besar yang harus dihadapi pada

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pembelajaran pendidikan tinggi, Universitas Darma Persada menyusun “Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan” yang mencakupi hak dan

Kedua, data penelitian deskripsi fisik tokoh yang didapatkan secara keseluruhan pada novel Maut dan Cinta karya Mochtar Lubis terdiri atas, bagian tema terdapat