• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGEMUKAN PADA ANAK USIA 6-14 TAHUN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANWAR MUSADAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGEMUKAN PADA ANAK USIA 6-14 TAHUN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANWAR MUSADAT"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANWAR MUSADAT

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegemukan pada Anak Usia 6-14 Tahun di Provinsi Sumatera Selatan adalah karya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Juni 2010

Anwar Musadat

(3)

old in Province of South Sumatera. Under direction of HADI RIYADI and LILIK KUSTIYAH.

Indonesia is a developing country, had two nutrition problems,i.e. under nutrition and over nutrition. Overweight in childhood would be a risk factor for degenerative diseases, such as vascular diseases, hypertension and hyperlipidemia in adulthood; discrimination from their peer group; negative body image; depression; and unable to manage social interactions. Based on Riskesdas. 2007, prevalence of overweight of 6-14 years-old children in Indonesia was, 9.5% for males and 6.4% for females. In South Sumatera, the prevalence of overweight and obesity of children aged 6-14 years old was 16 % in males and 11 % in females. The Objective of research is to analyze influencing factors associated with overweight in 6-14 year-old children in South Sumatera. Design of the research was the crossed - sectional. Nutritional status, as independent variable was measured with weight for height. Dependent variables consist of sex, age, father education, status of father occupation, family income, number of family member, eating fruits habit, eating vegetable habit, eating fatty food habit, eating sweetfood habit, energy and protein intake, physical activity, and father’s BMI as independent variables. Data were analysis by SPSS. The results show that prevalence of overweight was 12.7%. There were significant correlation among sex, age, physical activity, eating fruits habit, eating fatty food habit, energy intake, protein intake and father’s BMI with overweight (p<0.05). Determinant factor of overweight the most was physical activity (OR = 1.491).

Keyword: overweight, physical activity, energy and protein intake, eating habit

(4)

HADI RIYADI dan LILIK KUSTIYAH.

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki dua masalah gizi utama yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Dampak masalah gizi kurang atau buruk akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan fisik dan mental, sedangkan dampak masalah gizi lebih (kegemukan) pada masa anak-anak akan menjadi faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif, seperti penyakit pembuluh darah, hipertensi, dan hyperlipidemia pada usia dewasa; diskriminasi dari teman-temannya; kesan negatif terhadap diri; depresi dan atau kurang bisa bersosialisasi. Data kegemukan (overweight maupun obesitas ) anak umur 6-14 tahun di Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2007, untuk laki-laki adalah 9,5 %, dan perempuan sebesar 6,4 %. Sedangkan untuk Sumatera Selatan (overweight maupun obesitas ) anak umur 6-14 tahun untuk laki-laki sebesar 16 % dan perempuan sebesar 11 %. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan pada anak usia 6-14 tahun di Sumatera Selatan.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan dengan desain cross-sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Data dasar yang dihasilkan Riskesdas 2007 diantaranya terdiri dari status kesehatan (termasuk data biomedis), status gizi, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan berbagai aspek pelayanan kesehatan. Lokasi yang menjadi sampel penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebanyak 14 kabupaten/kota. Dari setiap kabupaten/kota diambil blok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten /kota tersebut, kemudian dipilih 16 rumah tangga secara acak sederhana (simple random sampling). Jika dalam sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga maka dalam penarikan sampel akan dibentuk sub blok sensus. Populasi Riskesdas Provinsi Sumatera Selatan adalah adalah seluruh rumah tangga yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Rumah tangga yang dijadikan sampel adalah sebanyak 8.421 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 33.358 orang. Sampel pada penelitian ini adalah rumah tangga yang mempunyai anak usia 6-14 tahun. Dari jumlah tersebut didapat sebanyak 5.389 anak.

Data yang dikumpulkan meliputi data anak yaitu jenis kelamin, umur, pola aktifitas fisik anak (jenis, lama), frekuensi makan ( makan sayuran, makan buah-buahan, makanan berlemak, makan/minuman manis dan makan jeroan). Sedangkan data orang tua anak meliputi jenjang pendidikan ayah, pekerjaan utama ayah, jumlah anggota keluarga, pengeluaran per kapita /bulan, berat badan ayah, tinggi badan ayah. Status gizi diukur dengan indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai variabel dependen, dan variabel umur, jenis kelamin, pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, penghasilan keluarga, jumlah anggota keluarga, kebiasaan makan (sayuran, buah-buahan, makanan berlemak, jeroan, makan /minuman manis), akftifitas fisik, konsumsi energi, konsumsi protein, dan IMT ayah adalah sebagai variabel independen. Analisis data dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan program software SPSS.

(5)

kelamin laki-laki dan perempuan adalah hampir sama yakni laki-laki (51,9%) dan perempuan (48,1%). Proporsi anak usia 10-14 tahun adalah lebih besar (56,5%) dibandingkan dengan umur 6-9 tahun (43,5%). Untuk pendidikan ayah sebagian besar (37,3) pendidikannya tamat SD, sedangkan untuk penghasilan dengan pendekatan pengeluara, proporsinya adalah lebih besar pada kuintil 1 dan 2 yakni sebesar 23,2% dan 29,4%. Adapun pekerjaan utama ayah, proporsi paling tinggi adalah pada petani/buruh/nelayan (70,2%), dengan proporsi jumlah anggota keluarga paling tinggi yaitu tergolong keluarga besar (61,9%). Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata (p<0.05) antara jenis kelamin, umur, aktifitas fisik anak, kebiasaan makan buah, kebiasaan makan makanan berlemak, IMT orang tua, konsumsi energi perkapita, dan konsumsi protein perkapita dengan kegemukan. Dari hasil uji regresis logistik untuk mengetahui varaiabel yang paling dominan dan berpengaruh terhadap kegemukan diketahui adalah aktifitas fisik (OR = 1.491) artinya anak yang aktifitas fisiknya kurang mempunyai risiko untuk gemuk 1.491 kali dibandingkan dengan yang aktifitas fisiknya cukup.

Kejadian kegemukan untuk anak usia 6-14 tahun di Sumatera Selatan masih cukup tinggi lebih tinggi dari nasional, oleh kerena itu diperlukan meningkatkan program pencegahan sejak dini, melalui penyuluhan, seminar tentang gizi seimbang dan masalah gizi lebih. Selain itu membuat program integratif antara lintas program dan lintas sektor, seperti pada Dinas Pendidkan, dan Dinas Kesehatan terhadap program pendidikan gizi disekolah. .

Kata kunci: kegemukan, aktifitas fisik, konsumsi energi dan protein, kebiasaan makan

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)
(8)

Nama : Anwar Musadat

NRP. : I 151 080 171

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S. Ketua

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si. Anggota

.

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Drh. M. Rizal M. Damanik, M.RepSc,PhD Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah menganugerahkan nikmat yang tak dapat dihitung satu persatu, terutama nikmat iman dan Islam serta kesehatan, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam penulis sanjungkan kepedoman umat dalam akhlaknya yaitu Nabi Muhammad SAW. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga April 2010 ini berjudul “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kegemukan pada Anak Usia 6-14 Tahun di Provinsi Sumatera Selatan”. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat, untuk perencanaan kebijakan kaitannya dengan pencegahan sejak dini masalah gizi lebih atau kegemukan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Hadi Riyadi, MS. Dan Dr. Lilik Kustiyah, MSi. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran bagi terwujudnya karya ilmiah ini. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS. selaku penguji, yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Kapala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes.) Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan staf yang telah membantu kelancaran untuk mengolah data Riskesdas. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pengelola sekolah Pascasarjana IPB, Departemen Gizi, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu pengetahuan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada NICE Project Departemen Kesehatan RI. yang telah memberikan beasiswa, dan Pemda Kabupaten Lahat Sumatera Selatan yang sudah memberikan ijin dan bantuan biaya pendidikan melalui cost sharing.

Untaian do’a dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu yang senantiasa memanjatkan do’a untuk keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi dengan baik. Semoga Allah senantiasa menjaganya dalam kebaikan. Tidak lupa ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman –

(10)

Teruntuk istri (Umi Fatihaindhiya) dan anak-anak tercinta (M. Basitul Ma’ruf Al-Fatih, Qurratu Ain Mufidah, dan Muhammad Dhiyaul Islam), serta adik- adik (Iwan, Ida, Umam) terima kasih atas doa dan motivasi yang senantiasa diberikan untuk menyelesaikan studi ini. Semoga Allah menjadikan kita semua menjadi hambanya yang bertaqwa.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2010 Anwar Musadat                            

(11)

Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 10 mei 1975, dari Bapak Subendi dan Ibu Ihat Muslihat. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1988 penulis lulus SD Negeri Kampung Baru III, Kabupaten Tangerang. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan ke Pesantren Al-Falah Kubang Tasik Malaya selama dua tahun (1988-1989) dan lulus MTS pada tahun 1992. Bekerja di Dinas Kesehatan Kab.Lahat pada tahun 1997. Pendidikan selanjutnya penulis tempuh di D3 Gizi (AKZI Depkes) Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan S1 di STIKES Bina Husada Palembang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2008, penulis diterima di Program Pascasarjana, IPB dengan mendapat beasiswa dari NICE Project, Departemen Kesehatan.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat sejak 1997 dan ditugaskan di Dinas Kesehatan. Bidang tugas yang menjadi tanggung jawab penulis adalah seksi gizi dan kesehatan keluarga

(12)

My parent : Subendi Ihat Muslihat

My Son ;

Muhammad Basitul Ma’ruf Al- Fatih Qurratu A’in Mufidah

Muhammad Dhiyaul Islam

And My Wife; Yusni Artati

(13)

vii   

Halaman

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL……… x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Rumusan masalah…………..……… 3 Tujuan ………….……….. 4 Manfaat ………. 4 TINJAUAN PUSTAKA... ... 5

Anak Usia 6-14 Tahun………... 5

Status Gizi………... 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi……... 9

Asupan Zat Gizi………... 9

Perilaku dan Kebiasaan Makan…………... 10

Penyakit Infeksi……….... 13

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga……… 14

Aktifitas Fisik………..……... 17 Genetik……….………... 18 KERANGKA PEMIKIRAN……….…………... 20 Hipotesis………... 22 METODE ……….………... 23 Sumber Data………... 23

Disain, Lokasi, Populasi dan Sampel ………….………... 24

Pengolahan dan Analisis Data ………... 25

Pengolahan Data………... 25

Analisis Data………... 27

(14)

viii    Karakteristik Anak………... 32 Karakterstik Keluarga………... 33 Pendidikan Ayah……….. 33 Penghasilan Keluarga………... 34 Pekerjaan Ayah……… 34

Jumlah Anggota Keluarga……… 35

Status Sosial Ekonomi Keluarga……….. 35

Genetik Orang Tua (IMT Ayah)………….………... 35

Status Gizi………... 36 Status Kesehatan……..………... 36 Aktifitas Fisik………..………... 37 Perilaku Konsumsi………. 37 Konsumsi Energi……….………... 37 Konsumsi Protein………... 38

Kebiasaan Makan Buah dan sayur... 38

Kebiasaan Makan Makanan/Minum Manis………. 40

Kebiasaan Makan Makanan Berlemak………. 40

Kebiasaan Makan Jeroan………. 41

Analisis Bivariate………... 41

Faktor - faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan……… 41

Karakteristik Anak………... 41

Karakteritik Keluarga………... 42

Genetik Orang Tua………... 45

Status Kesehatan……….. 46

Aktifitas Fisik………... 46

Perilaku Konsumsi………... 47

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegemukan………... 51

(15)

ix   

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan……... 54

Karakteristik Anak………... 54

Karakteristik Keluarga………. 55

Genetik Orang Tua (IMT Ayah)……….. 59

Status Kesehatan……….. 59

Aktifitas Fisk……… 60

Perilaku Konsumsi………... 61

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kegemukan………….. 65

Keterbatasan Penelitian………. 66

KESIMPULAN DAN SARAN……… 68

Kesimpulan……… 68

Saran……..…………...….……….. 68

DAFTAR PUSTAKA…....……….. 69

(16)

x   

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Standar Penentuan Kekurusan dan Kegemukan menurut Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamin, WHO 2007………...

8

2 Kecukupan Energi dan Protein Anak Usia 6-14 tahun... 10

3 Kategori Ambang Batas IMT (Kg/m2) untuk Indonesia... 19

4 Pengkategorian Variabel Penelitian... 25

5 Sebaran Anak Berdasarkan Jenis Kelamin... 32

6 Sebaran Anak berdasarkan Umur ………. 33

7 Sebaran Anak berdasarkan Pendidikan Orang Tua (ayah) ... 33

8 Sebaran Anak berdasarkan Penghasilan Keluarga ... 34

9 Sebaran Anak berdasarkan Pekerjaan Orang Tua (ayah) ... 34

10 Sebaran Anak berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 35

11 Sebaran Anak berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 35

12 Sebaran Anak berdasarkan Genetik Orang Tua (IMT Ayah)……….. 36

13 Sebaran Anak berdasarkan Status Gizi... ……… 36

14 Sebaran Anak berdasarkan Status Kesehatan .………. 37

15 Sebaran Anak berdasarkan Aktifitas Fisik ……….. 37

16 Sebaran Anak berdasarkan Konsumsi Energi ... ………….. 38

17 Sebaran Anak berdasarkan Konsumsi Protein ... 38

18 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan Buah ... 39

19 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan Sayur ………... 39

20 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan/minum Manis ... 40

21 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan Berlemak …………. 40

22 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan Jeroan ………. 41

23 Sebaran Anak berdasarkan Jenis Kelamin dengan Kegemukan ... 42

24 Sebaran Anak berdasarkan Umur dan Kegemukan... 43

25 Sebaran Anak berdasarkan Pendidikan Ayah dan kegemukan…….... 43

(17)

xi   

Kegemukan...

29 Sebaran Anak berdasarkan Genetik Orang Tua (IMT Ayah)……….. 46 30 Sebaran Anak berdasarkan Status Kesehatan dengan Kegemukan.... 46 31 Sebaran Anak berdasarkan Aktifitas Fisik dengan Kegemukan... 47 32 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan Buah dengan

Kegemukan ...

47

33 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan Sayur dengan Kegemukan...

48

34 Sebaran Anak menurut Kebiasan Makan/Minum Manis dengan Kejadian Kegemukan ...………..……

48

35 Sebaran Anak menurut Kebiasaan Makan Berlemak dengan Kegemukan ………..………

49

36 Sebaran Anak berdasarkan Kebiasaan Makan Jeroan dengan Kegemukan ………...

50

37 Sebaran Anak berdasarkan Konsumsi Energi dengan Kegemukan.... 50 38 Sebaran Anak berdasarkan Konsumsi Protein dengan Kegemukan... 51 39 Rekap Hasil Analisis Bivariate...………… 52 40 Model Regresi Logistik Multitiple dengan Variabel Potensial …… 53

(18)

xii   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Hasil Uji regresi Logistik...……….. 75 2 Varibel Reskesdas berkaitan dengan penelitian…... 78

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia yaitu dicirikan dengan Human Depelovemnt Indexs (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2003, menempati urutan ke - 112 dari 174 negara (UNDP 2003). Sedangkan pada tahun 2004, Indeks pembangunan manusia Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara (UNDP 2004). Program-program upaya kesehatan termasuk Program-program perbaikan gizi dan kesehatan yang bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat, sangat diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan Indeks Pembangunan Manusia(Depkes, 2005).

Transisi pola kebiasaan hidup, termasuk pola makan, berpengaruh terhadap perubahan pola penyakit. Terdapat perubahan masalah kesehatan yang terjadi di negara berkembang, dimana masalah gizi kurang dan penyakit infeksi masih banyak terjadi, namun disertai dengan meningkatnya masalah gizi lebih dan penyakit degenaratif (Soekirman, 1999)

Kegemukan menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Kondisi kegemukan akan membawa beberapa konsekuensi, seperti diskriminasi dari teman-temannya, kesan negatif terhadap diri, depresi, dan atau kurang bisa bersosialisasi. Selain itu, dampak kegemukan pada masa anak-anak, akan menjadi faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif, seperti penyakit pembuluh darah, hipertensi, dan hyperlipidemia pada usia dewasa (Freedman et al. 1999)

Prevalensi overweight dan obesitas di kawasan Asia - Pasifik cukup tinggi. Penduduk Korea Selatan sebanayak 20,5 % tergolong overweight dan 1,5 % tergolong obesitas, di Thailand 16 % penduduknya mengalami overweight dan 4 % mengalami obesitas. Penelitian di Cina untuk daerah perkotaan, prevalensi overweight untuk laki-laki adalah 12 %, pada perempuan 14,4%, sedangkan di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8% (Inoue 2000).

(20)

Kegemukan tidak hanya ditemukan pada penduduk dewasa, tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Penelitian yang dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun, dan menjadi 13,8% pada kelompok umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998). Prevalensi obesitas anak sekolah di Cina sebesar 10 %, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun berkisar antara 5 % s/d 11 % (Ito & Murata 1999 ).

Data kegemukan (overweight maupun obesitas) anak umur 6-14 tahun di Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2007, untuk laki-laki sebesar 9.5 %, dan perempuan sebesar 6,4 %. Untuk Sumatera Selatan status gizi lebih (overweight maupun obesitas) anak umur 6-14 tahun untuk laki-laki sebesar 16 % dan perempuan sebesar 11 %.

Bertambah banyaknya jumlah kegemukan, hal ini dikaitkan dikaitkan dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain; sosial ekonomi keluarga, konsumsi energi berlebih, aktifitas fisik, konsumsi makan berlemak, konsumsi sayuran, konsumsi buah-buahan, juga bisa karena faktor lingkungan.. Hasil penelitian Kusumajaya (2007), menyebutkan bahwa remaja yang dengan katagori gemuk, ternyata olahraganya <3 kali/minggu, untuk makan sayuran, remaja gemuk, lebih sedikit mengkonsumsi sayur dibandingkan dengan yang tidak gemuk, untuk makanan berlemak, remaja gemuk mengkonsumsi makanan berlemaknya lebih banyak (11 %), dibanding remaja yang tidak gemuk (9,7%).

Kegemukan yang terjadi selama masa kanak-kanak, memiliki konsekuensi medis jangka pendek, meliputi efek yang merugikan terhadap pertumbuhan, dan konsekuensi medis jangka panjang meliputi risiko yang lebih besar untuk terkena hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskuler , dan penyakit degeneratif lainnya pada masa dewasa. Kegemukan pada masa anak - anak juga menimbulkan konsekuensi psikososial jangka pendek dan jangka panjang seperti imej diri yang negatif, penurunan kepercayaan diri, gangguan makan, dan kesehatan yang lebih rendah hubungannya dengan kualitas hidup (Thorpe et al. 2004)

Angka prevalensi kegemukan yang sudah ada, menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat, bahwa kegemukan merupakan ancaman serius bagi

(21)

masyarakat Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi gemuk, oleh karena itu, perlu diteliti lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan pada usia 6-14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan.

Rumusan Masalah

Masalah kegemukan pada usia dini, harus menjadi perhatian serius, mengingat prevalensi kegemukan pada usia dini cukup tinggi, Kondisi kegemukan pada usia anak – anak akan dibawa sampai dewasa, yang berdampak terhadap peningkatan resiko penyakit degeneratif.

Meningkatnya status sosial ekonomi masyarakat saat ini, ditambah lagi dengan gaya hidup yang kurang baik, seperti banyak tawaran makanan siap saji, dan kurangnya aktifitas fisik cenderung meningkatkan kejadian gizi lebih. Sumatera Selatan dipilih menjadi tempat penelitian dengan pertimbangan prevalensi kegemukan pada usia 6-14 tahun melebihi angka nasional, sehingga penulis tertarik ingin mempelajari lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan pada usia 6-14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kegemukan pada anak usia 6-14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan.

(22)

Tujuan

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kegemukan pada anak usia 6-14 tahun di Provinsi Sumatera Selatan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi karakteristik anak (jenis kelamin, umur) dan keluarga (pendidikan ayah, penghasilan, status pekerjaan ayah, jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi)

2. Menganalisis status gizi, status kesehatan, konsumsi energi , dan protein, aktifitas fisik, kebiasaan makan (buah, sayur, makan/minum yang manis, jeroan, makanan berlemak), dan genetik orang tua (ayah).

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak (jenis kelamin, umur), karakteristik keluarga (pendidikan ayah, penghasilan, pekerjaan ayah, jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi), genetik orang tua, status kesehatan, aktifitas fisik, kebiasaan makan (buah, sayur, makan/minum yang manis, jeroan, makanan berlemak) anak, konsumsi energi dan protein, dengan kegemukan. 4. Menganalisis faktor - faktor yang berpengaruh terhadap kegemukan anak

Manfaat

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi early warning bagi orang tua dalam mencegah obesitas sejak dini

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya di Sumatera Selatan, dalam merumuskan kebijakan dan program peningkatan edukasi dan promosi pencegahan kegemukan

3. Adanya publikasi hasil penelitian sehingga dapat memberikan kontribusi pengembangan iptek dan pengayaan serta pendalaman informasi terkait, bagi masyarakat ilmiah dan pengguna.

4. Dari segi riset, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi penelitian sejenis, khususnya yang terkait dengan penelitian tentang faktor penyebab kegemukan pada anak usia 6-14 tahun di propinsi Sumatera Selatan

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Usia 6-14 Tahun

Definisi

Definisi anak usia 6-14 tahun adalah usia masa peralihan dari balita menjadi anak-anak dan remaja, ditandai dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik ditandai membesar dan meningginya organ tubuh. Anak usia ini lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah, klub olahraga, dan tempat mainnya. Anak usia ini juga sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan teman sebaya, guru, istruktur olahraga, dan idolanya (Mahan & Escott – Stump 2004).

Karakteristik Usia Sekolah (6-14 tahun)

Kelompok usia ini merupakan usia wajib sekolah 9 tahun (dari SD s/d SMP). Beberapa karakteristik anak usia ini adalah sebaga berikut:

 Anak banyak menghabiskan waktu diluar rumah  Aktifititas fisik anak semakin meningkat

 Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya.

Anak akan banyak berada diluar rumah untuk jangka waktu antara 4 sampai 5 jam. Pada saat waktu bangun pagi kadar gula darah anak dalam tingkatan minimal, jika anak berangkat tanpa makan pagi, berarti setiba di sekolah akan keadaan hipoglikemi. Aktifitas fisik anak yang semakin meningkat, seperti pergi dan pulang sekolah, bermain dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak memperoleh energi sesuai kebutuhannya, maka akan terjadi pengambilan cadangan lemak tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih kurus dari sebelumnya.

Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya, dan akan sangat mudah terpengaruh lingkungan sekitarnya, terutama teman sebaya, dimana pengaruhnya sangat kuat, seperti anak akan mengalami berbagai perubahan, termasuk perubahan kebiasaan makan. Pengaruh media massa terutama televisi juga turut membentuk pola kebiasaan makan, pemilihan bahan makanan, kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu, dan jajan yang tidak

(24)

terkontrol, sehingga menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi anak tidak cukup. Keseluruhan faktor tersebut menjadi perhatian orang tua, sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah gizi pada anak. Menanamkan kebiasaan makan dan memilih makanan yang baik, etika dan sopan santun di meja makan harus ditanamkan pada usia ini (Moehyi 1996).

Umur dan Jenis Kelamin. Umur dan jenis kelamin merupakan faktor

internal yang menentukan kebutuhan gizi, dan akan berpengaruh terhadap status gizi, sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dan status gizi (Apriadji 1986). Untuk mengobservasi perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan adalah dengan penentuan body fat dan muscle. Perbedaan kandungan body fat antara jenis kelamin terus berlangsung selama rantai kehidupan. Selama usia prepubescent (8-13 tahun), bodyfat pada perempuan meningkat sangat cepat, dan sampai pada puncaknya setelah usia 11 tahun (Hui 1985).

WHO (2000) menyatakan bahwa perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengkonsumsi sumber karbohidrat yang lebih banyak sebelum pubertas, sementara laki-laki lebih cenderung mengkonsumsi makanan kaya protein, Tetapi hasil penelitian Proper et al. (2006) menyatakan bahwa laki-laki lebih memungkinkan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai pada saat waktu senggang dibandingkan wanita.

Status Gizi

Definisi status gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang, atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan masalah gizi. Depkes (2002), menyebutkan status gizi adalah keadaan fisiologis sebagai akibat dari kesimbangan antara intake dengan

(25)

penggunaan zat gizi oleh tubuh. Menurut almatsier (2001), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Sedangkan menurut Jahari (2002), menyebutkan bahwa status gizi disebut seimbang, atau gizi baik, bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan. Status gizi tidak seimbang, dapat dipresentasikan dalam bentuk kurang gizi, yaitu bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan, dan dalam bentuk gizi lebih, yaitu bila asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan.

Status gizi lebih merupakan kondisi dimana berat badan melebihi standar berat badan normal. Gizi lebih dapat terjadi pada semua lapisan umur, dari mulai bayi, balita, anak-anak, orang dewasa, dan lansia. Persatuan ahli gizi rumah sakit Cipto Mangun Kusumo ( RSCM), mengatakan gizi lebih yang dapat menyebabkan kegemukan dibagi dua yaitu berat badan overweight yang berarti berat badan lebih dari 10-20 % dari berat badan ideal, dan obesitas yaitu kondisi tubuh memiliki berat badan lebih 20 % berat badan ideal. Overweight adalah kondisi berat badan melebihi berat normal, sedang obesitas adalah kondisi kelebihan berat badan akibat tertimbunnya lemak, pada pria 20 % sedang pada wanita 25 % (Rimbawan dan Siagian 2004).

Cara Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara garis besar dibedakan menjadi 2 jenis, salah satunya yaitu Penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik, sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2002).

Penilaian Status Gizi secara Antropometri . Menurut Gibson (2005),

antropometri merupakan salah satu metode untuk menilai status gizi secara langsung. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia, sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain : 1. Berat badan menurut umur (BB/U)

(26)

2. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 3. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

4. Lingkar lengan atas (LILA) 5. Lingkar kepala (LIKA)

6. Tebal lemak bawah kulit menurut umur 7. Rasio lingkar panggul dengan pinggul

Untuk penilaian status gizi pada anak usia 6-14 tahun dalam hal tingkat kegemukan, dapat dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Untuk menentukan kurus adalah apabila nilai IMT kurang dari 2 standar deviasi (SD) dari nilai rerata, dan berat badan (BB) lebih jika nilai IMT lebih dari 2SD nilai rerata standar WHO 2007 (Tabel 1).

Tabel 1 Standar Penentuan Kekurusan dan Kegemukan menurut Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamin (WHO 2007)

Umur

(Tahun) Laki-laki Perempuan

Rerata IMT -2SD +2SD Rerata IMT -2SD +2SD

6 15,3 13,0 18,5 15,3 12,7 19,2 7 15,5 13,2 19,0 15,4 12,7 19,8 8 15,7 13,3 19,7 15,7 12,9 20,6 9 16,1 13,5 20,5 16,1 13,1 21,5 10 16,4 13,7 21,4 16,6 13,5 22,6 11 16,9 14,1 22,5 17,3 13,9 23,7 12 17,5 14,5 23,6 18,0 14,4 24,9 13 18,2 14,9 24,8 18,8 14,9 26,2 14 19,0 15,5 25,9 19,6 15,5 27,3

Penilaian dengan menggunakan IMT ini direkomendasikan sebagai dasar indikator antropometri untuk anak dan remaja yang kurus dan gemuk. Ditegaskan juga penilaian status gizi pada anak dan remaja dapat dilakukan secara antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB2 yang dikenal dengn Indeks Masa Tubuh berdasarkan umur (BMI for age) yang kemudian dinilai baku WHO-NCHS dalam bentuk pensentil.

(27)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Berdasarkan studi kepustakaan yang ditemukan sebelumnya yaitu; beberapa variabel bebas (independen) yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi adalah sebagai berikut:

Asupan Zat Gizi. Asupan gizi merupakan faktor yang mempengaruhi

status gizi seseorang. Masalah gizi biasanya timbul karena terjadi ketidakseimbangan asupan zat gizi. Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang, merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia.

Makanan yang ideal yaitu makanan yang mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial, tersedia dalam jumlah yang cukup, dan sesuai kebutuhan sehari-hari. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung dari kualitas zat gizi yang dimakan, bagaimana zat gizi diserap, dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri (Pudjiadi,2000).

Asupan zat gizi untuk memenuhi kecukupan gizi seseorang, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Kebutuhan gizi merupakan ukuran kebutuhan seseorang terhadap zat gizi, yang dipengaruhi, umur, jenis kelamin, aktiftas, basal metabolic indexs. Menurut Mahan & Escott – Stump (2004) menyatakan bahwa keturunan /genetika dan lingkungan merupakan determinan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan merupakan refleksi dari kondisi kesehatan seseorang, sedangkan penyebab langsung seorang anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik adalah cukupnya masukan zat gizi serta terbebasnya dari penyakit infeksi.

Pada usia pertengahan biasanya anak-anak mempunyai nafsu makan yang bagus. Mereka banyak makan karena kegiatannya menuntut energi yang. banyak, dan dalam usia ini berat badannya meningkat dua kali lipat. Untuk mendukung pertumbuhan spontan ini, anak-anak memerlukan 2.050 kalori setiap hari, 34 gram protein, dan rata-rata karbohidrat yang tinggi, minimum harus tetap dipertahankan (Williams & Cakiendo 1984).

Kebutuhan energi anak yang sehat berbeda-beda, hal ini ditentukan atas dasar kebutuhan kalori, tingkat pertumbuhan, dan pengeluaran energi. Kebutuhan energi berhubungan dengan konsumsi makanan yang cukup untuk memenuhi

(28)

kebutuhan kalori, protein, mineral dan vitamin sebagai zat sumber tenaga, pertumbuhan dan untuk cadangan energi tetapi tidak berlebihan, sehingga menjadi obesitas. Ukuran kebutuhan energi berdasar kelompok zat gizi adalah 50%-60% dari karbohidrat 25%-35% dari lemak, dan 10%-15% dari protein.

Kebutuhan energi bervariasi tergantung aktifitas fisik; anak yang kurang aktif , dapat menjadi kelebihan berat badannya atau mungkin obesitas. Adapun anak yang sangat aktif akan membutuhkan energi yang lebih banyak dari yang direkomendasikan.

Tabel 2 Kecukupan Energi dan Protein Anak Usia 6-14 tahun

Umur (tahun) Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) Angka Kecukupan Energi (Kal/orang//hari) Angka Kecukupan Proteian (gram/orang/hari) 7-9 25 120.0 1800 45 Pria 10-14 35 138.0 2050 50 Wanita 10-14 38 145 2050 50

Sumber : Hardinsyah dan Tambunan (2004) diacu dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004.

Perilaku dan Kebiasaan Makan. Perilaku dan kebiasaan makan

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas pada seseorang. Penderita obesitas ternyata sering berasal dari keluarga yang punya kebiasaan makan dalam porsi besar, frekuensi sering, selalu punya persediaan makanan kecil, dan makan diluar waktu makan (Taviano 2005). Makan adalah aktivitas sosial yang dilakukan berulang, dan banyak kebiasaan makan didapatkan dari keluarga dan tradisi. Anak cenderung untuk untuk mengikuti pola makan orang tuanya (Bhadrinath 1990 & Root 1990 diacu dalam Institute of Medicine of the National Academies 2001).

Suhardjo (1989) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dengan nilai-nilai yang dianut seseorang atau suatu kelompok dalam masyarakat. Selanjutnya Khumaidi (1994) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah bagaimana tindakan manusia terhadap makan dan makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan perasaan apa yang dirasakan serta persepsi tentang hal tersebut Pola makan

(29)

memberi andil yang besar terhadap kegemukan atau obesitas. Pola makan yang tinggi kalori dan lemak akan menyebabkan keseimbangan energi positif (terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak). Pola makan yang sesuai untuk gaya aktif dapat berlanjut setelah seseorang berubah menjadi gaya hidup lebih sedentary (Institue of Medicine of the National Academies 2001).

Seseorang yang menderita obesitas cenderung untuk menukar waktu makan ke waktu yang berikutnya dan biasanya melangkahi sarapan (Berteus, Forslund,Lindroos, Sjostrom, & Lissner 2002; Ortega et al.1998. diacu dalam Phelann &Wadden (2004). Seseorang yang melangkahi waktu makan utama atau memiliki pola makan yang berubah-ubah, cenderung untuk mempunyai rasa lapar yang lebih besar.

Konsumsi Sayur dan Buah. Mengkonsumsi sayur dan buah merupakan

upaya yang dapat mencegah kejadian obesitas, karena dapat mengurangi lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Sayur dan buah juga mengandung serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi (Hui 1995). Konsumsi sayuran dan buah adalah bagian dari strategi diet dalam mengontrol kegemukan dan obesitas (He et al. 2004).

Epstein et al (2001) menyatakan bahwa peningkatan intervensi sayuran dan buah menurunkan asupan tinggi lemak dan gula, sedangkan intervensi penurunan lemak dan gula tidak berpengaruh pada perubahan asupan sayuran dan buah. Peningkatan konsumsi buah lebih baik dibandingkan sayuran dalam megontrol berat badan, karena buah lebih mudah dimakan sebagai snack sedangkan sayuran sering dikombinasikan dengan bahan lain yang mengandung energi seperti mentega, saus, minyak, dan keju, dan buah juga mengandung serat yang menimbulkan efek mempercepat rasa kenyang (Drapeau el al. 2004).

Penelitian Newby et al. (2005) juga menyatakan bahwa pola makan tinggi serat, seperti konsumsi sayuran, buah-buahan, sereal, dan kacang-kacangan berhubungan terbalik dengan IMT, overweight, dan obesitas. Selain itu penelitian drapeau et al.(2004), menyatakan bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan yang tinggi dapat menurunkan berat badan atau mencegah kenaikan berat badan.

(30)

Makanan/Minuman Manis. Makanan dan minuman manis merupakan

bentuk makanan yang kaya energi, karena biasanya merupakan sumber karbohidrat, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan asupan energi berlebihan. Peningkatan konsumsi HFCS (high fructose corn syrup) berhubungan dengan apidemi obesitas. HFCS dan minuman manis biasanya berperan pada peningkatan total energi yang berkontribusi pada epidemic obesitas (Bray et al. 2004).

Review yang dilakukan oleh Drewnowski (2007) memperlihatkan bahwa urbanisasi pada negara berkembang, kuat hubungannya dengan peningkatan konsumsi makanan manis. Mekanisme fisiolog, mengapa konsumsi makanan manis meningkatkan lemak tubuh, hal itu dikarenakan melibatkan tingginya densitas energi dan efek rasa lezat makanan manis. Review yang dilakukan malik et al. (2006) menunjukkan bahwa pada beberapa penelian cross sectional terdapat hubungan positif, negatife, positif, atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dengan obesitas..

Konsumsi Makanan Berlemak. Makanan berlemak merupakan salah

satu hal penyebab terjadinya obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Guarllar-Castillon et al. (2007), terhadap orang spanyol yang berumur 29-69 tahun, menunjukkan bahwa makanan gorengan (food fried) berhubungan positif dengan obesitas umum karena dapat menghasilkan energi yang tinggi. Huot et al. (2004) menyatakan bahwa konsumsi makanan berlemak berhubungan dengan pada laki-laki, namun tidak pada perempuan. Hal ini disebabkan karena makanan berlemak memiliki energy dencity yang lebih besar dan tidak mengenyangkan , selain itu makanan berlemak memiliki rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan dan akan terjadi konsumsi yang berlebihan (Hidayati et al. 2001).

Penyebab lain adalah karena lemak mengandung kalori dua kali lebih banyak dibandingkan protein. Makan makanan berlemak dengan jumlah yang sama dengan protein akan memberikan energi yang lebih besar. Selain itu, makanan berlemak terasa lezat dan memiliki “mouth feel” yang enak. Makanan berlemak biasanya rendah serat, sehingga lebih lembut dan hanya memerlukan

(31)

sedikit waktu untuk dikunyah dan ditelan daripada jenis makanan lain (Atkinson 2005)

Penelitian lain mengemukakan bahwa konsumsi makanan yang digoreng berhubungan positif dengan kegemukan (baik itu general maupun central obesity). Hal ini terjadi hanya pada subjek dimana asupan tertinggi dan energinya berasal dari makanan gorengan. Seseorang yang mengkonsumsi makanan gorengan lebih banyak, berisiko 1.26 kali (pria) dan 1.25 kali (wanita) lebih tinggi untuk mengalami kegemukan (Castillon et al. 2007)

Konsumsi Jeroan. Jeroan adalah organ-organ selain otot dan tulang

hewan ternak yang masih banyak dikonsumsi. Di berbagai daerah di Indonesia hamper semua jeroan dimasak untuk makanan manusia, sebut saja ayam . Jeroan ayam banyak diambil sebagai makanan seperti hati, ampela, usus. Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA). Jeroan mengandung 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging (Wikipedia 2009). Jeroan memiliki kandungan kalori dan kolesterol yang tinggi sehingga tidak baik untuk kesehatan . Makanan berlemak tinggi , seperti jeroan dan sebagainya dapat merangsang seseorang untuk mengkonsumsi kalori dalam jumlah lebih sehingga dapat memacu kegemukan

Penyakit Infeksi. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan

bakteri, virus, yang mengakibatkan kondisi tubuh dalam kondisi sehat. Penyakit infeksi mempunyai pengaruh yang besar terhadap terhambatnya pertambahan berat badan anak (Rohde 1979). Penelitian di Guatemala, Amerika Tengah menunjukkan bahwa ada hubungan erat, antara infeksi dengan kegagalan untuk menambah berat badan. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi salurasan pernafasan akut (ISPA) dan infeksi saluran pencernaan makanan . Infeksi pada saluran pencernaan umumnya timbul karena diare. Menurut Depkes RI (2005). Bahwa pada anak yang mendapat makanan cukup, tetapi sering terkena diare atau demam akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah dan dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi.

(32)

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga. Sosial ekonomi keluarga

adalah keadaan keluarga dilihat dari pendidikan orang tua, penghasilan keluarga, status pekerjaan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Kelas sosial dan status sosial ekonomi mempengaruhi prevalensi terjadinya overweight. Pada beberapa negara di dunia, status sosial ekonomi yang rendah berhubungan dengan peningkatan berat badan (Molarius et al. di acu dalam Institute of Medicine of National Academies 2001).

Sejalan dengan pendapatan per kapita, kecenderungan pola makan pun berubah, yaitu terjadi peningkatan dalam asupan lemak dan protein hewani serta gula, dikuti dengan penurunan lemak dan protein nabati dan karbohidrat. Peningkatan pendapatan juga berhubungan dengan frekuensi makan di luar rumah yang biasanya tinggi lemak (WHO 2000).

Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan ibu. Pendidikan orang tua,

merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai pengetahuan yang tinggi, karena orang yang berpendidikan tinggi biasanya lebih mudah untuk menyerap informasi. Faktor pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi (Apriadji 1986). Seseorang yang hanya tamat SD belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi seimbang dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi, karena sekalipun berpendidikan rendah, apabila orang tersebut rajin mendengarkan informasi dan rajin mengikuti penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik.

Hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2001), di Denpasar menyatakan bahwa anak sekolah yang memiliki ayah berpendidikan SMA dan pendidikan tinggi, berisiko 1.3 kali untuk menjadi obes dibandingkan dengan anak yang memiliki ayah berpendidikan SMA ke bawah. Hal ini ditimbulkan oleh adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendapatan. Semakin tingi pendidikan ayah, maka semakin tinggi pendapatan dan konsumsi pangan juga akan meningkat.

(33)

Hasil penelitian Hidayat (1980) menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola konsumsi makanan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi cenderung memilih makanan dari segi kuantitas dan kualitas lebih baik dibandingkan yang mempunyai pendidikan lebih rendah. Menurut Ritchie (1979), menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan erat dengan pengetahuan yang memungkinkan dimilikinya informasi. Selanjutnya menurut Sediaoetama (1987), pengetahuan tentang kesehatan dan gizi menjadi faktor yang menonjol dalam mempengaruhi pola konsumsi pangan.

Pendidikan orang tua akan mempengaruhi status gizi anaknya, semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka cenderung mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pendidikan biasaanya sejalan dengan pengetahuan , semakin tinggi pengetahuan gizi, maka semakin baik dalam pemilihan bahan makanan. Menurut penelitian Nugroho (1999), ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kegemukan. Dalam hubungannya dengan obesitas, pengetahuan gizi ibu turut menentukan dalam penentuan jenis makanan yang kaya energi. Jika jenis makanan kaya energi yang dipilih untuk disajikan di rumah tangga cukup besar maka energi yang masuk dalam tubuh akan meningkat dan akhirnya jika berlebihan akan menimbulkan obesitas (Susilowati 1992)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka status gizi anak semakin baik . Hal ini diasumsikan bahwa pendidikan orang tua yang tinggi berarti mempunyai pengetahuan gizi yang lebih baik. Tingginya pendidikan ibu berkaitan dengan pola distribusi makan dalam keluarga dan pola pengasuhan anak (Roedjito dkk. 1998 dalam Asih 2001)

Anak-anak dari ibu yang berpendidikan tinggi akan tumbuh lebih baik, karena menurut Suhardjo (1989) dalam Rijanti (2002) menyatakan tingkat pengetahuan gizi sejalan dengan tingkat pendidikan ibu. Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik diharapakan dapat mewujudkan penyediaan makanan sehari-hari dalam keuarga serta memberikan pendidikan gizi yang baik pada anak-anak.

(34)

Pekerjaan Orang Tua. Pekerjaan orang tua merupakan hal yang sangat

berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Jenis pekerjaan yang dilakukan orang tua (ayah dan ibu ) akan berpengaruh terhadap besar pendapatan. Kemampuan keluarga dalam penyediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi pendapatan dan daya beli yang dimiliki. Hal ini menunjukkan, bahwa, pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan (Suhardjo 1989a). Pekerjaan orang tua juga secara tidak langsung melalui pendapatan dapat menentukan fasilitas yang dimiliki keluarga sehingga dapat menentukan type aktifitas fisik anggota keluarga.

Untuk ibu yang bekerja, terdapat perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan anak. Apabila seorang ibu dalam keluarga juga berperan dalam mencari nafkah, maka ibu yang bekerja diluar rumah akan menghabiskan banyak waktunya diluar rumah. Hal ini akan menyebabkan rasa bersalah ibu kepada anaknya khususnya terhadap penyiapan makan, sehingga ibu yang bekerja akan lebih sering membelikan makanan diluar rumah. Biasanya pilihan terbatas pada fast food yang dijual di restoran cepat saji atau di tempat penjualan lainnya (WHO 2000).

Hal demikian dapat menyebabkan perilaku makan yang salah .Jika makanan yang diberikan tinggi kalori, rendah serat dan hal ini berkelanjutan, maka dapat menimbulkan masalah gizi pada anak, yaitu gizi lebih. Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cambell dan Sanjur (1992), diacu dalam Susanti (1999) yang menunjukkan bahwa anak usia prasekolah mempunyai kecenderuangan berat badan lebih, jika ibu bekerja di luar rumah.

Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata

penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga.Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relative tinggi pula ( Guhardja et al. 1992). Pendapatan akan menentukan daya beli seseorang atau keluarga terhadap pangan yang diperlukan (Harper et al. 1986). Pendapatan

(35)

keluarga merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi konsumsi pangan, akan tetapi merupakan faktor penentu utama baik atau buruknya keadaan gizi seseorang atau kelompok (Riyadi 2001). Terdapat hubungan positif antara pendapatan dan status gizi (Subardja 2004).

Pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja di luar rumah (Susanti 1999). Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan membeli beragam bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas (Suhardjo 1989a). Banyak keluarga muda yang memanjakan anaknya, termasuk dalam pemberian makanan yang berlebihan, khususnya yang tinggi kalori dan lemak karena meningkatnya daya beli pangan ( Soelistjani dan Helianty 2003). Perubahan pola makan anak pada golongan social ekonomi tertentu akibat meningkatnya daya beli turut mempengaruhi insiden berat badan lebih, dengan kata lain akan meningkatkan jumlah kegemukan (Subardja 2004). Pendapatan suatu keluarga juga akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan keluarga, termasuk sarana berman dan olah raga bagi anak. Keluarga dengan pendapatan tinggi cenderung menyediakan sarana yang bersifat hemat waktu dan tenaga, sehingga energi yang digunakan untuk aktifitas berkurang

Jumlah Anggota Keluarga. Jumlah anggota keluarga merupakan salah

satu hal yang mempengaruhi status gizi. Masalah yang terjadi pada keluarga dengan jumlah keluarga yang banyak dan sedikit pasti ada pebedaan . Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran anak yang cukup dekat akan lebih banyak menimbulkan banyak masalah. Dalam aktifitas makan bersama, anak yang lebih kecil akan mendapatkan jatah makanan lebih sedikit. Menurut Apriadji (1986) menyatakan bahwa anak yang terlalu banyak, selain menyulitkan dalam mengurusnya, juga kurang bisa menciptakan suasana tenang dirumah. Lingkungan keluarga yang tidak tenang akan mempengaruhi ketenangan jiwa dan akan berdampak terhadap nafsu makan anggota lainya.

Aktivitas Fisik. Aktifitas fisik merupakan komponen penting dalam

pengeluaran energi dalam tubuh, disamping metabolisme faal dan spesifik dynamic action pada jenis-jenis makanan (Suyono 1986). Aktivitas fisik merupakan komponen yang penting dalam manajemen pengaturan berat badan.

(36)

Penurunan aktifitas fisik pada saat ini sangat berpengaruh pada perubahan keseimbangan energi positif dan peningkatan berat badan pada masyarakat industry (Institut of Medicine of the National Academies 2001) .

Anak dengan kegemukan atau overweight biasanya kurang melakukan aktifitas. Orang yang selalu aktif melakukan aktifitas ternyata dapat mencegah pertambahan berat badan sesuai pertambahan umur (WHO 1995). Hal yang terjadi pada anak-anak dengan adanya sedentary life , anak-anak menghabiskan waktunya banyak bermain dengan peralatan elektronik, mulai dari computer, televisi, hingga video game dibandingkan bermain diluar. Anak-anak dibawah usia delapan tahun mengahabiskan waktu rata-rata 2,5 jam untuk menonton televisi , dan anak yang berusia diatas delapan tahun mengahabiskan 4,5 jam di depan telivisi atau video game. Anak-anak yang menonton televisi lebih dari empat jam sehari, lebih mudah menjadi gemuk daripada anak yang menonton televisi dua jam sehari atau kurang (Gavin 2005). Penelitian di Amerika pada anak-anak, menunjukkan bahwa anak dengan lama waktu menonton televisi 5 jam per hari, memiliki risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dari pada anak dengan lama waktu menonton 2 jam per hari (Hidayati et al 2006).

Selain aktifitas menonton TV, jumlah waktu tidur juga berhubungan dengan kegemukan. Anak dengan waktu tidur lebih sedikit berisiko lebih tinggi untuk mengalami kegemukan (Chaput et al. 2006). Kemungkinan tersebut disebabkan karena orang gemuk memiliki kualitas tidur yang buruk, hal ini berhubungan dengan gangguan dari hormone dan kelenjar neuroendokrin (vioque et al. 2000). Penurunan titik berat pada pelajaran olahraga di sekolah dibarengi dengan penurunan fitness pada anak-anak. Aktifitas fisik yang kurang adalah risiko utama untuk perkembangan obesitas pada anak-anak dan dewasa (Institute of Medicine of National Academiees 2001).

Genetik. Genetik mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap terjadinya obesitas. Faktor genentik anak yaitu faktor keturunan dari orang tua yang berhubungan dengan status gizi. Anak dari orang tua dengan berat badan normal mempunyai peluang 10 persen berkegemukan ( Purwati et al. 2004). Menurut Bouchard C (1998), mengatakan Indeks Massa tubuh (IMT) adalah

(37)

salah satu bentuk genetic, seseorang yang IMT orang tuanya gemuk cenderung anaknya menjadi gemuk. Anak yang salah satu orang tua mengalami obesitas, maka kemungkinan anak mengalami gizi lebih peluangnya adalah 40 % dan peluang anak mengalami gizi lebih meningkat menjadi 80 % jika kedua orang tua obesitas (Khomsan 2002). Hasil penelitian menyatakan, bahwa keturunan body mass atau lemak tubuh yang turun temurun, merupakan proporsi yang bisa diterangkan oleh transmisi genentik. Gen bisa menyebabkan peningkatan terjadinya obesitas, selain asupan berlebih, dan aktifitas fisik yang kurang (Bouchard C, Perusse L, Rice T, Rao DC. 1998).

Indeks Mass Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Menurut Supariasa et al. (2002), penggunaan IMT biasanya digunakan pada orang dewasa.

IMT= BB(Kg) TB2(m2)

Keterangan

IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat badan (Kg) TB = Tinggi Badan (m)

Klasifikai status gizi dengan menggunakan IMT orang dewasa disajikan pada tabel berikut :

Tabel 3 Kategori ambang batas IMT (Kg/m2) untuk Indonesia

Katagori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan

<17,0 17,0-18,5

Normal >18,5-24.9

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingak berat

>25,0-27,0 >27,0 Sumber : Departemen Kesehatan (Depkes) (1996)

(38)

Kerangka Pemikiran

Anak usia 6-14 tahun : adalah usia masa peralihan dari balita menjadi anak dan remaja, ditandai dengan perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik ditandai dengan membesar dan atau meningginya organ tubuh. Anak usia 6-14 tahun secara mental sudah mempunyai keinginan sendiri dan terkesan tidak mau diatur.

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2003). Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi status gizi yang pada akhirnya menyebabkan masalah gizi.

Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada anak usia 6-14 tahun merupakan masalah penting karena akan terbawa pada saat dewasa, selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi efektifitas belajar. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2000)

Karakteristik individu dan keluarga nantinya akan berhubungan dengan pengetahuan gizi yang dimiliki, Pengetahuan tentang gizi dan makanan akan mempengaruhi pola dan kebiasaan makan serta konsumsi pangan. Konsumsi pangan selanjutnya akan mempengaruhi status gizi melalui pengukuran indeks masa tubuh (IMT). Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga, pendidikan, pekerjaan utama ) dan demografi merupakan faktor risiko yang secara langsung dapat dikaitkan dengan kegemukan seseorang. Status ekonomi yang lebih makmur secara tidak disadari dapat mengarahkan pada konsumsi berlebih yang akhirnya menyebabkan status gizi berlebih. Selain faktor – faktor yang telah disebutkan terdahulu, pola aktifitas fisik akan berpotensi untuk menyebabkan kegemukan juga akan menentukan kecenderungan seseorang menjadi gemuk karena kurang aktifitas secara fisik. bagan kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1.

(39)

Karakteristik Anak

Jenis kelamin Karakteristik KeluargaPendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Jumlah anggota keluarga Penghasilan keluarga

Konsumsi gizi Umur

=Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis

- - - = Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka Konsep

Genetik

(IMT orang tua) Aktifitas fisik Status Kesehatan Kegemukan Pengetahuan gizi anak Kebiasaan makan Frekuensi makan sayuran

Frekuensi makan buah-buahan

Frekuensi makan

makanan berlemak

Frekuensi makan

/minuman manis Frekuensi makan jeroan

(40)

Hipotesis

1. Ada hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan kgemukan anak. 2. Ada hubungan aktifitas fisik dengan kegemukan anak.

3. Ada hubungan status kesehatan dengan kegemukan anak.

4. Ada hubungan konsumsi energi, dan protein dengan kegemukan anak. 5. Ada hubungan antara kebiasaan makan (buah, sayuran, makanan berlemak,

makan/minum, manis, jeroan) dengan kegemukan anak.

6. Ada hubungan antara genetik orang tua (IMT Ayah ) dengan kejadian kegemukan anak.

7. Ada pengaruh sosial ekonomi keluarga, aktifitas fisik, genetik orang tua (IMT ayah ) status kesehatan, perilaku konsumsi, konsumsi energi dan protein, terhadap kegemukan anak.

(41)

METODE

Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Data dasar yang dihasilkan Riskesdas 2007 diantaranya terdiri dari status kesehatan (termasuk data biomedis), status gizi, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan berbagai aspek pelayanan kesehatan. Data dasar ini, bukan saja berskala nasional, tapi juga menggambarkan berbagai indikator kesehatan sampai ketingkat kabupaten/kota. Riskesdas 2007 adalah riset berbasis komunitas dengan sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga yang dapat mewakili populasi di tingkat kabupaten/kota (Depkes 2008).

Desain, Lokasi dan Waktu

Riskesdas merupakan survei dengan rancangan desain cross sectional dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di Indonesia secara keseluruhan, akurat dan berorientasi pada kepentingan para pengambil keputusan di berbagai tingkat administratif. Sampel Riskesdas 2007 di tingkat kabupaten/kota berasal dari 440 kabupaten/kota (dari jumlah keseluruhan sebanyak 456 kabupaten/kota) yang tersebar di 33 provinsi se-Indonesia. Kabupaten yang tidak termasuk dalam sampel Riskesdas dikarenakan kabupaten tersebut merupakan pengembangan dari kabupaten baru yang pada saat perencanaan Riskesdas belum diperhitungkan yaitu sebanyak 16 kabupaten.

Populasi dan Sampel Riskesdas

Populasi dalam Riskesdas adalah seluruh rumah tangga di Indonesia , dengan sampel rumah tangga yang identik dengan sampel Susenas 2007. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metodelogi perhitungan dan cara penarikan sampel untuk riskesda 2007 identik juga dengan two stage sampling yang digunakan dalam Susenas 2007. Berikut ini adalah uraian cara perhitungan dan penarikan sampel dalam Riskesdas:

a. Penarikan sampel blok sensus

(42)

b. Penarikan Sampel rumah tangga

Dari setiap blok sensus terpilih, kemudian dipilih 16 rumah tangga secara acak sederhana (simple random sampling),

c. Penarikan sampel anggota rumah tangga .

Dari rumah tangga yang terpilih, diambil seluruh anggota rumah tangga dijadikan sebagai sampel individu.

Cara Pengumpulan Data Riskesdas

Pengumpulan data dalam Riskesdas 2007 dilakukan dengan teknik wawancara. Kuesioner rumah tangga terdiri dari pengenalan tempat, keterangan rumah tangga, keterangan anggota rumah tangga, mortalitas, akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan dan konsumsi. Selain kuesioner rumah tangga, terdapat pula kuesioner individu. Sampel pada kuesioner individu adalah seluruh anggota rumah tangga yang tinggal di rumah . Kuesioner individu terdiri dari identifikasi responden, penyakit , ketanggapan pelayanan kesehatan, pengetahuan, sikap dan perilaku, kesehatan mental, dan pengukuran antropometri. Riskesdas 2007 melakukan juga pengukuran biomedis dan penarikan sampel iodium.

Disain, Lokasi, Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari hasil Riskesdas 2007 dengan metode survey. Lokasi yang menjadi sampel penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebanyak 14 kabupaten/kota. Dari setiap kabupaten/kota diambil blok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten /kota tersebut, kemudian dipilih 16 rumah tangga secara acak sederhana (simple random sampling). Jika dalam sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga maka dalam penarika sampel akan dibentuk sub blok sensus.

Lokasi penelitian adalah Provinsi Sumatera Selatan. Populasi Riskesdas Provinsi Sumatera Selatan adalah adalah seluruh rumah tangga yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Rumah tangga yang dijadikan sampel adalah sebanyak 8.421 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak

(43)

33.358 orang. Sampel pada penelitian ini adalah rumah tangga yang mempunyai anak usia 6-14 tahun, dari jumlah tersebut didapat 5.389 anak

Data yang dikumpulkan meliputi data anak yaitu jenis kelamin, umur, pola aktifitas fisik anak (jenis, lama), frekuensi makan ( makan sayuran, makan buah-buahan, makanan berlemak, dan makan/minuman manis dan makan jeroan). Sedangkan data orang tua anak meliputi jenjang pendidikan ayah, pekerjaan utama ayah, jumlah anggota keluarga, pengeluaran per kapita /bulan, berat badan ayah, tinggi badan ayah .

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan Data

Pada penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan melakukan pengkategorian dan menentukan skala pngukuran. Adapun variabel penelitian dikategorikan seperti yang tersaji pada tabel 4:

Tabel 4 Pengkategorian variabel penelitian

Variabel Kategori Skala

Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan

Nominal

Status gizi - Gemuk (IMT )≥+2SD

- Tidak Gemuk (IMT) <+2SD

Ordinal

Konsumsi Gizi (Depkes 1996)

- Normal, jika konsumsi < 120 % AKG - Lebih jika konsumsi ≥120 % AKG

Ordinal

Aktifitas fisik - Aktifitas fisik dikatakan cukup, jika seseorang biasa melakukan aktifitas fisik berat, sedang, atau bersepeda, jalan kaki secara terus menerus minimal 10 menit dengan total waktu ≥150 menit per minggu - Aktifitas kurang, jika tidak melakukan

aktifitas berat dan sedang

(44)

Variabel Kategori Skala Kebiasaan

konsumsi buah dan sayur

- Kurang, jika konsumsi buah dan sayur < 28 prs dalam seminggu

- Cukup, jika konsumsi buah dan sayur >28 prs dalam seminggu Ordinal Kebiasaan konsumsi makanan (manis, berlemak,dan jeroan)

- Jarang, jika konsumsi makanan (manis,berlemak, dan jeroan) < 3 kali perminggu

- Sering, jika konsumsi makanan (manis, berlemak, dan buah > 3-6 kali perminggu

Ordinal

Pendidikan - Tidak sekolah - Tamat SD - Tamat SLTP - Tamat SLTA - Tamat PT Ordinal Pekerjaan orang tua - Tidak bekerja - Sekolah - Pegawai Ordinal - Wiraswasta - Petani/nelayan/buruh - Lainnya Jumlah anggota keluarga

- Keluarga kecil:≤4 orang - Keluarga besar: > 4 orang

Ordinal Penghasilan - Kuintil 1 - Kuintil 2 - Kuintil 3 - Kuintil 4 - Kuintil 5. Ordinal

(45)

Variabel Kategori Skala Sosial ekonomi - Rendah, jika pendidikan ayah < SLTA,

dengan penghasilan keluarga pada < kuintil 3

- Tinggi, jika pendidikan ayah < SLTP dengan penghasilan keluarga pada ≥kuintil 3

Ordinal

Status kesehatan - Sehat (tidak ada penyakit infeksi dan tidak infeksi dalam sebulan terakhir)

- Sakit (terkena demam, ispa, malaria, diare) dalam sebulan terakhir

Ordinal

Genetik orang tua (IMT)

- Tidak gemuk, jika IMT ayah ≤25

- Gemuk jika IMT ayah > 25

Ordinal

Analisis Data

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari berbagai variabel yang diteliti dengan menggunakan tabulasi silang. Sedang variabel katagorik disajikan dalam bentuk jumlah dan persentase.

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel , yaitu variabel dependen dengan salah satu variabel independen. Jenis variabel yang dianalisis berjenis katagorik, baik variabel dependen atau independen, sehingga analisis yang digunakan adalah chi square, dan korelasi kriteria tingkat kemaknaan statistik yang dianjurkan adalah p ≤0,05.

Analisis multiple regretion digunakan untuk dapat menarik kesimpulan

akhir suatu penelitian maka dilakukan perhitungan analisis multiple regretion. Pada studi ini dipergunakan analisis logistic regression Binomial. Tujuan analisis logistic regression adalah menemukan model regresi yang memadai untuk

(46)

menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan independen dalam populasi.

Model regresi tersebut dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya variabel dependen (Kegemukan) pada Anak usia 6-14 tahun, berdasarkan nilai-nilai sejumlah variabel independen, dan mengukur hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, setelah mengontrol pengaruh dari independen lainnya. Variabel yang dianggap berpengaruh terhadap gizi lebih adalah : karakteristik anak dan soseial ekonomi keluarga, konsumsi gizi, status kesehatan, kebiasaan makan, aktifitas anak, genetik. Kriteria untuk dapat dilakukan analisis regresi logistik yaitu faktor resiko yang signifikan, yang memiliki p ≤0.05 pada analisis bivariat. Faktor resiko dengan p≤0.05 dipilih, dan dimasukkan dalam model multiple regretion. Melalui analisis multiple regression logistik dapat dihitung odds ratio (OR) untuk memperkirakan besarnya resiko kejadian gizi lebih pada anak usia 6-14 tahun.

Adapun model regresi logistik sebagai berikut:

F Y = Log =0 +1JK +2U +3PD +4PH +5SP +6JA +7G +8AF 1- F +9KE +10KP+ 11KJ +12KL+13KM+14KS+15KB+ Keterangan : Y = Variabel Dependen 0 = Intercept 1,2… =Koefisien regresi

F = Fungsi kumulatif (kegemukan anak : gemuk atau tidak gemuk) JK = Jenis kelamin

U = Umur anak

PD = Pendidikan orang tua (ayah) PH = Penghasilan keluarga

SP = Status pekerjaan orang tua (ayah) JA = Jumlah anggota keluarga

(47)

G = Genetik AF = Aktifitas fisik KE = Konsumsi energi KP = Konsumsi protein KJ = Kebiasaan makan jeroan KL = Kebiasaan makan berlemak KM = Kebiasaan makan/minum manis KS = Kebiasaan makan sayur

KB = Kebiasaan makan buah

 = Galat

Uji Regresi Logistik yang dipakai pada penelitian ini adalah model prediksi, karena cara ini akan mendapatkan model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap baik untuk memprediksi variabel dependen.

Langkah-langkah dalam pemodelan ini adalah ;

1. Seleksi bivariat , melakukan anlisis antara variabel independen dengan variabel dependen , apabila nilai p value <0,05, boleh masuk multivarian jika secara subtansi merupakan varibel penting.

2. Melakukan analisis multivarian , variabel yang masuk model apabila nilai p value ≤0,05. Untuk varibel yang nilai p value >0,05 dikeluarkan satu persatu dimulai dari nilai p value paling besar. Apabila sudah dikeluarkan mengakibatkan koefisien OR dari variabel yang tertinggal berubah diatas 10 % maka variabel tersebut tetap dipertahankan.

3. Uji interaksi semua varibel independen, apabila secara subtansi diduga terjadi interksi diantara variabel independen

(48)

Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, definisi operasional yang dipakai adalah sebagai berikut:

Kegemukan adalah jika nilai IMT anak, lebih dari +2SD nilai rerata standar

WHO 2007 dikategorikan gemuk .

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah alat ukur atau indikator status gizi yang

diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan sampel.

Konsumsi gizi adalah jumlah konsumsi energi dan protein yang dikonsumsi

anggota rumah tangga termasuk anak 6-14 tahun yang diukur melalui pengumpulan data konsumsi melalui recall 24 jam, selanjutnya dikategorikan menjadi :

- Normal

- Lebih jika ≥120% AKG.

Tingkat pendidikan orang tua adalah Jenjang pendidikan formal tertinggi yang

ditamatkan orang tua (ayah) yang dikategorikan menjadi tidak sekolah; tidak tamat SD; tamat SLTP; tamat SLTA; dan tamat PT

Pekerjaan orang tua adalah kegiatan yang dilakukan orang tua( ayah) untuk

menghasilkan uang yang dikategorikan menjadi tidak bekerja; sekolah; pegawai (PNS, TNI/Polri, pegawai BUMN/Swasta); wiraswasta (pedagang/wiraswasta/pelayan jasa); petani/nelayan/buruh; dan lainnya

Penghasilan adalah pengeluaran perkapita dalam keluarga setiap bulan digolongkan menjadi beberapa t ingkatan berupa 5 kuintil ditetapkan secara nasional oleh Badan Pusat Statistik Nasional semakin besar kuintil semakin besar pengeluaran rumah tangga sampel. Kuintil 1 Rp.182.800; kuintil 2 Rp 365.600; kuintil 3 Rp. 548.400; kuintil 4 Rp. 731.200, dan kuintil 5 Rp. 914.000

Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang masih

hidup, baik kandung maupun bukan kandung/anggota keluarga lain yang tinggal menetap bersama dalam satu rumah dan makannya berasal dari satu dapur (BPS1996) .

Gambar

Tabel 1 Standar Penentuan Kekurusan dan Kegemukan menurut Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamin (WHO 2007)
Tabel 2 Kecukupan Energi dan Protein Anak Usia 6-14 tahun
Gambar 1 Kerangka Konsep
Tabel 4 Pengkategorian variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesco Santosa selalu berubah-ubah baik dalam rupiah maupun dalam unit, Perubahan ini disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi baik pada biaya

Khol ini sudah menjadi tradisi di Desa Manyar khususnya bagi orang-orang kaya, biasanya khol ini dilakukan oleh orang-orang yang mampu dan dilaksanakan setiap tahun,

Sesuai dengan konsep JD-R Bakker dan Demerouti (2010, dalam Bakker &amp; Leiter, 2010) bahwa salah satu faktor pendorong work engagement adalah personal resources , dimana

Untuk mengukur kinerja unit pelayanan pelanggan tersebut, dibutuhkan unsur sebagai acuan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kinerja penyedia layanan publik,

Kata kunci: Kepatuhan wajib pajak, pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan persepsi atas efektivitas sistem

Sedangkan mempertahankan jumlah unit armada 18 PK dan 15 PK pada kondisi aktual- nya yakni masing-masing sebanyak 45 unit dan 55 unit sesuai hasil analisis, dalam usaha

Berkat taufik dan petunjuk Illahi Rabbi, penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Terhadap Hasil Belajar

Karena yang dilihat pertama kali oleh anak-anak dalam membaca buku ini adalah ilustrasinya, karena memang anak-anak lebih tertarik dengan visual yang kaya akan warna