LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER KOLON DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO
Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi Program Studi Ilmu Keperawatan
Disusun oleh : Arie Octaviani 06/195439/KU/11840
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
KANKER KOLON
A. DEFINISI
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker, 1998).
Kanker kolon adalah tumbuhya sel-sel ganas di permukaan dalam usus besar (kolon) atau rektum. Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan kolon sigmoid, salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi untuk mengeluarkan produksi feces. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998).
Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah. Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker kolon.
B. ETIOLOGI
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon: - Usia lebih dari 40 tahun
- Riwayat polip rektal atau polip kolon
- Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
- Diet tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat. C. PATOFISIOLOGI
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus=endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
- Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
- Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
- Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik ke sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
- Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar (lapisan mukosa).
- Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan mukosa.
- Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang banyak terdapat di sekitar usus.
- Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan ke organ-organ lain.
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksi, atau penurunan berat badan dan keletihan.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
Keluhan utama bagi penderita kanker kolon:
- Perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal 6 minggu (semua umur)
- Perdarahan peranum tanpa gejala anal (di atas 60 tahun) - Massa teraba pada fossa iliaca dektra (semua umur)
- Massa intra luminal di dalam rektum
- Tanda -tanda obstruksi mekanik usus ( Ileus Obstruksi )
- Setiap penderita dengan anemia defisiensi Fe (Hb < 11 gr % pada pria dan Hb < 10 gr % pada wanita pasca menopause).
E. KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
o Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
o Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
o Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemorragi.
o Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
o Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
o Pembentukan abses
Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh ke dalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akhirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya (uterus, urinary bladder dan ureter) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
F. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG
o Endoskopi: Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
o Radiologi: Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah foto dada dan foto kolon (barium enema).
o Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi
dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
o Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
o Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
o Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
o Histopatologi: selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
o Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
o Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
o Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
o Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat atau berkurang.
o Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
G. PENATALAKSANAAN 1) Penatalaksanaan medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terjadi perdarahan yang cukup bermakna terapi komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajuvan. Terapi ajuvan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi
2) Penatalaksanaan bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal, pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan dikolon, massa tumor kemudian di eksisi.
Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon kelas D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor sudah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Tipe pembedahan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor.
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut.
o Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
o Reseksi abominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
o Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi
o Kolostomi permanen atau iliostomy (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat direseksi)
3) Difersi vekal untuk kanker kolon dan rektum
Berkenaan dengan tehnik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai difersi sementara atau permanen. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
4) Penatalaksanaan Keperawatan
o Meningkatkan kenyamanan.
o Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
o Mencegah komplikasi.
o Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
5) Penatalaksanaan Diet
o Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
o Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
o Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama yang terdapat pada daging hewan.
o Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
o Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
o Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
SIGMOIDEKTOMI
Reseksi tumor pada kolon sigmoid dapat dilaksanakan dengan melakukan ligasi dan pemotongan cabang sigmoid dan cabang hemoroidalis superior dari arteri mesenterika inferior. Umumnya tumor kolon sigmoid dilakukan reseksi diatas refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis antara kolon descenden dan
rektosigmoid setinggi promontorium. Untuk menghindari tension anastomosis dilakukan pembebasan pada fleksura lienalis.
Reseksi anterior
Reseksi anterior diindikasikan untuk reseksi tumor pada rektosigmoid. Reseksi anterior dilakukan dengan memotong sigmoid dan proksimal rektum dengan melakukan ligasi dan memotong a. mesenterika inferior. Pada reseksi anterior dilakukan penyambungan antara kolon desenden dengan rectum di atas peritoneal reflection.
Low reseksi anterior.
Indikasi pembedahan untuk reseksi tumor pada proksimal rektum. Seperti tindakan reseksi anterior, pada low reseksi anterior penyambungan antara kolon desenden dengan rektum dilakukan dibawah peritoneal reflection.
Teknik operasi
o Setelah penderita diberi narkose dengan endotrakeal, posisi telentang. o Dilakukan desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik,
kemudian dipersempit dengan linen steril.
o Dibuat insisi mediana mulai 2 jari atas umbilikus sampai symfisis pubis. Insisi diperdalam sampai tampak peritoneum dan peritoneum dibuka secara tajam.
o Lesi pada kolon sigmoid dan rektum diinspeksi dan dipalpasi untuk menilai dapat tidaknya dilakukan pengangkatan tumor. Jika lesi diprediksi ganas, palpasi kelenjar limfe mesosigmoid dan hepar untuk melihat metastase (dilakukan staging tumor).
o Dengan menggunakan kasa besar, usus halus disisihkan agar ekspose dari kolon descenden dan kolon sigmoid tampak jelas.
o Peritoneum dibebaskan dari sigmoid pada kedua sisi dan terus dibebaskan kebawah. Identifikasi dan isolasi ureter kanan - kiri dan pembuluh darah ovarium dan spermatika.
o Lipatan peritonum anterior rektum dibebaskan dan dipisahkan sampai dasar buli-2 atau serviks
o Rektum dibebaskan dari sisi anterior dan posterior dengan melakukan diseksi mesorektal. Diusahakan rektum dan mesorektum dalam keadaan utuh. A.hemoroidalis medius diikat dan dipotong untuk menambah mobilitas rektum.
o A. mesenterika inferior diikat dan dipotong pada ujungnya.
o Rektum pada distal tumor dan sigmoid pada proksimal tumor dipotong sesuai kaidah onkologi.
o Pastikan segmen proksimal cukup longgar dan tidak tegang pada saat anastomose. Bila terdapat ketegangan sisi lateral kolon desenden sampai fleksura lienalis dibebaskan untuk menambah mobilitas kolon desenden. o Dilakukan penyambungan kolon desenden dengan rektum secara end to
end.
o Perdarahan dirawat dan dilakukan peritonealisasi. Pada low reseksi anterior dianjurkan memasang rectal tube retroperitoneal untuk beberapa hari.
o Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
o Spesimen tumor kolon diperiksakan secara patologi anatomi. Komplikasi Operasi
o Kebocoran dari anastomosis, peritonitis, sepsis o Perdarahan
o Cedera ureter
o Cedera pleksus saraf otonom pada pelvis. Prognosis
Prognosis tergantung pada jenis penyakit yang mendasarinya. Pada karsinoma sigmoid atau rektum prognosis tergantung pada stadium, jenis patologi dari tumor, komplikasi yang ditimbulkan dan penyakit lain yang mendasari (underlying disease).
Angka kematian pada operasi kanker kolon sigmoid berkisar 3,9 % s/d 8,1 % Perawatan Pasca Bedah
o Pertahankan masa gastrik tube 1-3 hari
o Diet peroral diberikan segera setelah saluran pencernaan berfungsi, dimulai dengan diet cair dan bertahap diberikan makanan lunak dan padat
o Mobilisasi sedini mungkin
o Kontrol rasa sakit seminimal mungkin Follow-up
Untuk kasus karsinoma kolon sigmoid & rektum bagian atas:
o Pemeriksaan fisik termasuk colok dubur setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama, setiap 6 bulan dalam 3 tahun berikutnya.
o Pemeriksaan kadar CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk 3 tahun berikutnya.
o Kolonoskopi 1 tahun pasca operasi, diulang 1 tahun berikutnya bila ditemukan abnomalitas atau 3 tahun berikutnya bila ditemukan normal.
o Pemeriksaan lainnya seperti CT scan, pemeriksaan fungsi liver dan Bone scan dilakukan bila ada indikasi.
o Pemeriksaan Ro. thoraks setiap tahun.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL Preoperatif:
• Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
• Cemas b.d perubahan status kesehatan dan prosedur pengobatan. Pascaoperatif:
• Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan)
• Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, insisi post pembedahan
A. PERENCANAAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN Ca Colon NO
DP
Dx KEP/MASALAH KOLABORASI
RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL
TUJUAN INTERVENSI
1. Cemas b.d perubahan status kesehatan dan prosedur pengobatan.
NOC labels:
a. Klien dapat mengontrol kecemasannya.
b. Klien dapat mengatasi cemas.
Outcomes:
1. Dapat mengidentifikasi dan memverbalisasikan tanda-tanda cemas. 2. Dapat mengindentifikasi, verbalisasi dan mendemonstrasikan teknik untuk mengontrol kecemasan. 3. Klien menunjukkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh pada tingkat penurunan distress.
4. TTV tetap stabil.
1. Kaji tingkat cemas dan reaksi tubuh terhadap cemas.
2. Gunakan teknik sentuhan dan mendengar terapeutik.
3. Anjurkan klien untuk menggunakan kata-kata positip (merubah main-set) misal “kecemasan tidak akan membunuhku”, “aku dapat melakukannya”,dll.
4. Kaji metode masa lalu klien dalam mengontrol
kecemasan.
Kecemasan merupakan respon psikologi dan physical yang normal pada setiap individu terhadap setiap kejadian baik internal maupun eksternal.
Dapat menurunkan kecemasan.
Terapi kognitif yang berfokus terhadap merubah perilaku dan perasaan dapat merubah main set seseorang. Merubah pernyataan negative menjadi positip dapat menurunkan kecemasan.
Metode masa lalu klien dapat digunakan lagi dalam menurunkan kecemasan
2. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur pengobatan b.d tidak mengenal sumber-sumber informasi. NOC labels: a. Proses penyakit b. Perilaku hidup sehat Outcomes:
1. Klien dapat menjelaskan tentang penyakitnya dan mengerti tentang prosedur pengobatan.
2. Klien dapat berperilaku hidup sehat.
1. Kaji kesiapan&kemampuan klien untuk belajar dan tingkat pengetahuan klien.
2. Kaji
pengetahuan&ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit&pengaruhnya terhadap keinginan belajar 3. Berikan materi yang paling
penting pada klien
4. Identifikasi sumber dukungan utama&perhatikan
kemampuan klien untuk belajar & mendukung perubahan perilaku yang diperlukan
5. Kaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan
Proses belajar
tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan
lingkungan
Informasi baru diserap melalui asumsi dan fakta sebelumnya dan bisa mempengaruhi proses transformasi
Informasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek
Dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku
3. Nyeri akut b.d injury fisik (incise post pembedahan, terapi yang diberikan)
NOC labels:
a. Control nyeri, pain level, comfort pain
b. Nyeri : disruptive effects Oucomes:
1. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang. 2. Klien dapat
mendeskripsikan bagaimana mengontrol nyeri
3. Klien mengatakan
kebutuhan istirahat dapat terpenuhi
4. Klien dapat menerapkan metode non farmakologik untuk mengontrol nyeri
6. Evaluasi hasil pembelajarn klien lewat demonstrasi & menyebutkan kembali materi yang diajarkan.
1. Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P, Q, R, S, T)
2. Pantau tanda-tanda vital. 3. Berikan tindakan
kenyamanan.
4. Ajarkan teknik non farmakologik (relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan nyeri.
5. Kaji pengalaman klien masa lalu dalam mengatasi nyeri.
6. Berikan analgetik sesuai indikasi
Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. Memberikan dukungan menurunkan ketegangan otot, meningkatkan relaksasi, menfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa control diri dan kemampuan koping.
Intervensi farmakologik adalah titik managemen intervensi.
4. Resiko infeksi b.d prosedur invasive (infuse) dan luka incisi post pembedahan.
NOC labels : a. Status imun. b. Knowledge : kontrol infeksi c. Control resiko Outcomes:
1. Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
2. Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi 3. mendemonstrasikan perilaku seperti cuci tangan, oral care dan perineal care.
1. Observasi&melaporkan tanda&gejala infeksi, spt kemerahan, hangat, dan peningkatan suhu badan 2. Kaji suhu klien, netropeni
setiap 4 jam, laporkan jika temperature lebih dari 38° C
3. Menggunakan thermometer untuk mengkaji suhu
4. Catat dan laporkan nilai laboratorium
5. Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan
Onset infeksi dengan system imun diaktivasi & tanda infeksi muncul
Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya merupakan satu-satunya tanda &sering
Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien & pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh
Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan
pada setiap perubahan
6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun
terhadap
mikroorganisme Fungsi imun
dipengaruhi oleh intake protein
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, Jakarta
North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2001-2002. NANDA International. Philadelphia.
Johnson, M. Maas, M and Moorhead, S. 1999. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Second Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis, Missouri.
McCloskey, J.C and Bulechek, G.M. 1996. Nursing Intervention Classifications (NIC). Second Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis, Missouri.
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta