• Tidak ada hasil yang ditemukan

hiperbilirubin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "hiperbilirubin"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Minggu, 11 November 2012

Minggu, 11 November 2012

asuhan keperawatan hiperbilirubin

asuhan keperawatan hiperbilirubin

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A.

A. Latar Belakang

Latar Belakang

Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok  dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok  penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus dikemukakan.

dikemukakan.

Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi

prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi

bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. dalam kulit. Bilirubin tak Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik  bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.

bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus

fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar

bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.

saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.

Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. perkembangannya. Oleh sebab Oleh sebab itu perlu kiranya itu perlu kiranya penangananpenanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

B.

B. Tujuan

Tujuan

1.

1. Tujuan UmumTujuan Umum

Mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia Mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia

2.

2. Tujuan KhususTujuan Khusus

Setelah dilakukan presentasi diharapkan mahasiswa dapat; Setelah dilakukan presentasi diharapkan mahasiswa dapat; a.

(2)

b.

b. Mengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan komplikasi penyakit hiperbilirubinemia padaMengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan komplikasi penyakit hiperbilirubinemia pada anak 

anak  c.

c. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan penyakit hiperbilirubinemia pada anak Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan penyakit hiperbilirubinemia pada anak  d.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3  – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik  (Prawirohardjo, 1997).

Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam  jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna

kuning (Ngastiyah, 2000).

B. Klasifikasi

1. Ikterus Fisiologis

a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.

b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk  neonatus lebih bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik. 2. Ikterus Patologik 

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

(4)

d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

C. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut; 1. Polychetemia

2.  Isoimmun Hemolytic Disease

3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah

4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol) 5. Hemolisis ekstravaskuler

6. Cephalhematoma

7.  Ecchymosis

8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundiceASI

9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis

D. Patofisiologi

1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem

retikuloendotelial.

2. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi d iambil oleh protein intraseluler “Y  protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah hepatik dan adanya ikatan

protein.

3. Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim asam uridin disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid ). Glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk) 4. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan

konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.

5. Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enteroheptik 

6. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak  terkonjugasi, non-polar (bereaksi indirek)

7. Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik 

8. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai

(5)

30 mg/dl selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.

9. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah.

10. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat., biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.

11. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula menfakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.

12. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis, muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.

E. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah; 1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.

2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.

3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.

4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.

5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul 6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati

7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar 8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap

9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

(6)

Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan menyebabkan komplikasi;

1. Bilirubin enchepalopathy(komplikasi serius)

2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)

a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.

b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap. c. Protein serum total.

2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.

3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.

H. Penatalaksanaan

1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI). 2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa

furokolin.

3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin. 4. Fenobarbital

Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.

5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi. 6. Fototerapi

(7)

Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk  menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.

7. Transfusi tukar.

Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.

I.

Infeksi,Asidosis, Hipoksia

(8)
(9)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah dilakukan sebagai berikut;

1. Pemeriksaan umum

a. Aktivitas/istirahat : letargi, malas

b. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia

c. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat, feces mungkin lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin. Urine berwarna gelap.

d. Makanan cairan : Riwayat pelambatan (makanan oral buruk). e. Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar. f. Neurosensori;

1). Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran.

2). Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.

3). Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.

4). Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas kejang. g. Pernafasan : krekels (oedema pleura), bercak merah muda.

h. Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.

i. Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.

(10)

a. Pemeriksaan fisik, Inspeksi; warna sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine dan tinja.

b. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan c. Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan d. apakah bayi ada demam

e. Bagaimana kebutuhan pola minum f. Tanyakan tentang riwayat keluarga

g. Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

B. Diagnosa Keperawatan

Rumusan diagnosa keperawatan pada kasus anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah sebagai berikut;

1. Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah (SDM) dan gangguan ekskresi bilirubin

2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air ( Insible Water Loss) tanpa disadari sekunder dari fototerapi

3. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi

4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengalaman bonding 5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua 6. Resiko injury pada mata berhubungan fototerapi

C. Perencanaan

1. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak ada  jaundice, reflek moro normal, tidak terdapat sepsis refleks hisap dan menelan baik.

2. Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine output kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal 3. Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak terdapat ras dan

tidak ada ruam makuler eritematosa

4. Orang tua tidak tanpak cemas yang ditandai dengan orang tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi

5. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan dan berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan menangani popok)

(11)

D. Implementasi

1. Mencegah injury

a. Kaji hiperbillirubin tiap 1 – 4 jam dan catat b. Berikan fototerapi sesuai program

c. Monitor kadar billirubin 4 – 8 jam sesuai program d. Antisipasi kebutuhan transfusi tukar

e. Monitor Hb dan Hct

2. Mencegah terjadinya dehidrasi

a. Pertahankan intake (pemasukan cairan) b. Berikan minum sesuai jadual

c. Monitor inteke dan output (pemasukan dan pengeluaran)

d. Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi, meningkatnya temperatur, meningkatnya konsentrasi urine dan cairan hilang berlebihan

e. Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata f. Monitor temperatur setiap 2 jam

3. Mencegah gangguan integritas kulit a. Inspeksi kulit setiap 4 jam

b. Gunakan sabun bayi

c. Merubah posisi bayi dengan sering d. Gunakan pelindung daerah genital a. Gunakan pengalas yang lembut 4. Mengurangi rasa cemas orang tua a. Pertahankan kontak orang tua-bayi

b. Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengonatannya

c. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takut dan perhatian orang tua

5. Orang tua memahami kondisi anak dan berpartisipasi dalam perawatan

a. Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiol.ogis alasan perawatan dan pengobatan

(12)

b. Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi

a. Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala, lethargi, kekakuan otot, menangis terus, kejang dan tidak mau makan dan minum, meningkatnya temperatur, dan tangisan yang melengking

6. Mencegah injury pada mata

a. Gunakan pelindung pada mata saat fototerapi

b. Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan karena dapat menimbulkan  jejas pada mata yang tertutup atau kornea dapat tergores jika dapat membuka matanya saat

dibalut.

E. Perencanaan Pemulangan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pulang adalah;

a. Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang daya tahan tubuh bayi.

b. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila penyebab bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan pemberiannya.

c. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau perawat.

d. Jelaskan untuk pemberian imunisasi.

(13)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperbillirubin adalah suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus, kalau tidak ditanggulangi dengan baik.

Hiperbillirubin terjadi disebabkan oleh peningkatan billirubin, gangguan fungsi hati dan komplikasi pada asfiksia, hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang menonjol pada hiperbillirubin adalah ikterik.

Komplikasi yang terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin ensepalopati dan kernikterus. Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium, USG, Radio Isotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian fenobarbital, antibiotik dan transfusi tukar.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan;

1. Mengetahui karakteristik anak merupakan langkah yang efektif dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada anak, yaitu;

a. Proses fisiologis

b. Daya pikir yang berbeda

c. Struktur fisik yang berbeda dengan orang dewasa

2. Kerjasama dengan orang yang terdekat pada anak (keluarga) juga akan membantu dalam kelangsungan proses pemberian asuhan keperawatan.

3. Bahaya hiperbilirubin adalah kernikterus, yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena itu pada bayi yang menderita hiperbilirubin perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan. 2. Penilaian berkala pendengaran.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta. Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit . EGC. Jakarta.

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000.  Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi.

EGC. Jakarta.

Diposkan oleh tyan kecu di 07:10

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis !Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook  Label: asuhan keperawatan hiperbilirubin

(15)

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK Dr. Triyanto Saudin

Tentang Bayi Dengan Hiperbilirubinemia OLEH :

Dani Wijayanto 2009 1440 1018

STIKES BAHRUL ULUM LAB II BATU KOTA WISATA BATU

2011

KATA PENGANTAR

Atas rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua sahingga  penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “Keperawatan Anak tentang bayi dengan

hiperbilirubinemia”.

Terima kasih kami ucapkan kepada Dr. Triyanto Saudin selaku koordinator Pendidikan dan dosen yang telah membimbing penyusun dalam penyelesaian makalah.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat kami nantikan dari para mahasiswa dan pengajar sehingga akan semakin memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami selaku penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan kami nerharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para mahasiswa Akademik Perawat dan pembaca. Penyusun DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar Isi ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan ………2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi 3 2.2 Etiologi 4 2.3 Patofisiologi 3 2.4 Manifestasi klinis 5 2.5 Klasifikasi 6 2.6 Diagnosis 6 2.7 Penatalaksanaan 6 2.8 Pencegahan 8 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 14

(16)

3.2 Saran dan Kritik 14 Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta

dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik  yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk  lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak dari dr. Triyanto Saudin.

BAB II

PEMBAHASAN 2.1 Definisi

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).

Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314)

2.2 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

(17)

2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar 

Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

2.3 Patofisiologi

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan

konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek 

patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia,

hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi. 2.4 Manifestasi Klinis

1. Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek) 2. Anemia

3. Petekie

4. Perbesaran lien dan hepar 5. Perdarahan tertutup

6. Gangguan nafas 7. Gangguan sirkulasi 8. Gangguan saraf 

9. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

10. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

11. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.

(18)

12. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

2.5 Diagnosis

1. Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.

Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.

2. Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma

3. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic. 4. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk 

membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

5. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

6. Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

2.6 Komplikasi 1. Retardasi mental 2. Kerusakan neurologis

3. Gangguan pendengaran dan penglihatan 4. Kematian.

5. Kernikterus. 2.7 Penatalaksanaan Tindakan umum

1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil

2. Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.

3. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.

4. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat. Tindakan khusus

1. Fototerapi

2. Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.

3. Pemberian fenobarbital. Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun

(19)

pada ibu dan bayi.

4. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi

misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.

5. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi

6. untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada

neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.

7. Terapi transfuse digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.

8. Terapi obat-obatan, misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.

9. Menyusui bayi dengan ASI 10. Terapi sinar matahari Tindak lanjut

Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.

2.8 Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : • Pengawasan antenatal yang baik 

• Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.

• Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. • Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. • Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir 

• Pemberian makanan yang dini. • Pencegahan infeksi.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik  adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.

3.2 Saran

Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik 

DAFTAR PUSTAKA

1. Mc Closkey, Joanner. 1996 . Iowa Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis :Mosby

(20)

2. Santosa,Budi . 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.

3. Jhonson,Marion,dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St. Louis ,Missouri ; Mosby.

4. Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.

http://dwaney.wordpress.com/2011/05/25/makalah-keperawatan-anak-tentang-bayi-dengan-hiperbilirubinemia/

I. PENDAHULUAN

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta

dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik  yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk  lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum usaha kearah pengelolaan yang bertanggung jawab beserta pengembangan perikanannya, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan (rencana ini tertuang pada Lokakarya

Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme

perlengkapan Jahit.. 1) Bersifat fleksibel sehingga dapat menghasilkan beberapa macam barang. 2) Meskipun barang yang dikerjakan bermacam – macam, arus barang tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji habitat dan morfologi siput Oncomelania hupensis lindoensis sebagai hewan reservoir dalam penularan shistosomiasis pada manusia

Setiap anak merupakan individu yang unik dan memiliki kebutuhan yang khas.. Setiap anak memiliki latar belakang sosial dan budaya

Dari gambar diatas diketahui bahwa pada perbesaran 200x dan 500x struktur mikro yang terlihat adalah perlit dan ferrit. Perlitnya jumlahnya sedikit, sehingga yang

8.20 malam - Keberangkatan Duli Yang Maha Mulia Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan Darul Khusus, Tuanku Muhriz Ibni Almarhum Tuanku Munawir, Canselor UKM dan Duli Yang

Dalam hasil wawancara dengan Benny Subiantoro, hasil karya beliau berupa lukisan dengan objek Tana Toraja, media cat air di koleksi (dibeli) oleh seorang dosen