• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kearifan Lokal Dalam Pengurangan Resiko Bencana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kearifan Lokal Dalam Pengurangan Resiko Bencana"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana (International Strategy for Disaster Reduction/ISDR)

Universitas Kyoto Uni Eropa

Kearifan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana:

Praktik-praktik yang Baik dan Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Pengalaman-pengalaman di Kawasan Asia-Pasifik

(2)

“Uni Eropa adalah organisasi yang beranggotakan 27 Negara Anggota yang telah memutuskan untuk secara bertahap menggabungkan pengetahuan, sumber daya dan tujuan-tujuan bersama mereka. Dalam perkembangan organisasi selama 50 tahun, secara bersama negara-negara ini telah membangun sebuah kawasan yang stabil, demokratis dan menerapkan pembangunan berkelanjutan, sambil tetap mempertahankan keberagaman budaya, toleransi dan kebebasan individu.

Uni Eropa berkomitmen untuk membagikan pencapaian-pencapaian dan nilai-nilai yang dianutnya kepada negara-negara dan bangsa-bangsa yang berada di luar batas-batas wilayahnya.”

Catatan

“Publikasi ini diterbitkan dengan dukungan Uni Eropa. Isi publikasi ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya sekretariat UN/ISDR dan bagaimana pun juga tidak dapat dianggap sebagai mencerminkan pandangan-pandangan Uni Eropa.”

Tim Editor: Rajib Shaw, Noralene Uy, dan Jennifer Baumwoll Desain Grafis oleh Mario Barrantes

Foto pada halaman sampul memperlihatkan sebuah Dhani, suatu tempat kediaman tradisional keluarga di distrik Barmer di Rajasthan, India. Kualitas bangunan Dhani telah ditingkatkan dengan menggunakan teknologi modern yang disebut teknologi bata press saling terikat (Stabilized Compressed Interlocking Block technology/SCEB). Untuk informasi lebih lanjut, lihat “Kearifan Lokal dan Ilmu Pengetahuan Modern Memberi Solusi untuk Permukiman yang Ramah Lingkungan di Kawasan Gurun yang Rawan Banjir di India” dalam publikasi ini.

(Sumber Foto Halaman Sampul: SEEDS)

Silahkan mengirimkan umpan balik dan saran-saran anda (termasuk studi-studi kasus lebih lanjut yang dapat kami pertimbangkan) kepada:

Christel Rose

Regional Program Officer UN ISDR Asia dan Pacific rosec@un.org

www.unisdr.org Catatan:

Informasi dan pandangan-pandangan yang terdapat dalam publikasi ini tidak dengan sendirinya mencerminkan kebijakan-kebijakan sekretariat UN/ISDR

(3)

Kearifan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana:

Praktik-praktik yang Baik dan Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Pengalaman-pengalaman di Kawasan Asia-Pasifik

Bangkok, Juli 2008

(4)

Sambutan

Penelitian-penelitian dalam bidang pembangunan memperlihatkan bahwa keberhasilan dan keberlanjutan upaya pembangunan di tingkat masyarakat tergantung pada sejumlah faktor, antara lain, pada adanya budaya, pengetahuan dan praktik-praktik asli masyarakat setempat yang dapat diselaraskan dengan gagasan-gagasan baru untuk menciptakan inovasi. Kearifan lokal tidak hanya berkontribusi pada keberhasilan upaya pembangunan, tetapi lebih-lebih pada keberlanjutan upaya tersebut dalam jangka panjangnya. Partisipasi dan integrasi upaya masyarakat dalam semua proses kebencanaan merupakan salah satu sarana penting untuk mewujudkan Kerangka Aksi Hyogo dan ini menggarisbawahi pentingnya kearifan lokal dalam membantu mengarusutamakan kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik pengurangan risiko bencana.

Bahkan sebelum kita mengenal sistem-sistem peringatan dini berbasis teknologi tinggi, atau prosedur-prosedur operasional standar dalam tanggap darurat, banyak masyarakat tradisional di seluruh dunia telah mempersiapkan diri, melakukan upaya, bertindak dan merespons bencana alam dengan menggunakan cara-cara tradisional yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa beranggapan bahwa kearifan lokal merupakan sesuatu yang penting dan memasukkannya dalam Prioritas ketiga dari Kerangka Aksi Hyogo, yang menitikberatkan pendidikan dan ilmu

pengetahuan. Salah satu kegiatan utama yang teridentifikasi di bawah prioritas aksi ini berfokus pada pentingnya pengelolaan dan pertukaran informasi, dan menggarisbawahi penggunaan “kearifan lokal, pengetahuan tradisional dan warisan budaya yang relevan” yang dapat dibagikan dan diadaptasi oleh masyarakat di tempat lain.

Untuk mencapai tujuan ini, kita semua perlu memahami, mengakui dan menghormati kearifan lokal sebagai salah satu sumber informasi yang sangat berharga dan kontributor utama bagi upaya pengurangan risiko di banyak tempat di seluruh dunia.

Publikasi ini, “Kearifan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana: Praktik-praktik yang Baik dan Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Pengalaman-pengalaman di Kawasan Asia-Pasifik” bertujuan untuk membangun kesadaran akan pentingnya kearifan lokal sebagai suatu alat yang efektif untuk mengurangi risiko bencana alam. Dengan meningkatkan pemahaman akan kearifan lokal dan menyajikan contoh-contoh nyata bagaimana

memanfaatkannya, saya berharap publikasi ini dapat memberi inspirasi bagi para praktisi dan pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat-masyarakat lokal dan memadukan kekayaan pengetahuan ini ke dalam kerja-kerja kebencanaan di masa yang akan datang.

Jerry Velasquez

Senior Regional Coordinator UN/ISDR Asia Pacific

(5)

Kata Pengantar

Publikasi ini menyajikan 18 praktik kearifan lokal yang selama ini berkembang di masyarakat-masyarakat yang tinggal di kawasan Asia-Pasifik. Jenis-jenis bencana yang dihadapi termasuk gempa bumi, angin siklon (topan), kekeringan, tanah longsor, erosi tanggul sungai, tsunami dan zud (kondisi iklim yang ekstrim). Kasus-kasus yang ditampilkan dipilih berdasarkan kriteria-kriteria berikut: asal-usul pengetahuan yang bersangkutan, tingkat adaptasi relatifnya selama ini, hubungannya dengan keterampilan dan bahan-bahan lokal, keberhasilannya dalam tetap bertahan atau mengatasi bencana selama ini, dan kemungkinan untuk menerapkan praktik-praktik tersebut pada masyarakat lain yang menghadapi situasi serupa.

Setiap kasus yang dimuat dalam publikasi ini disajikan dalam format umum yang sama, yaitu sebuah abstrak singkat, informasi latar belakang untuk memberi arah kepada pembaca tentang aspek demografis dan lokasi dari masyarakat yang diulas, penjelasan tentang kisah atau peristiwa spesifik di mana masyarakat bersangkutan berhasil memanfaatkan dengan baik pengetahuan yang dimilikinya, penggambaran tentang kearifan lokal yang dimiliki masyarakat, dan akhirnya ulasan tentang pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kasus spesifik yang diuraikan. Walau setiap kasus bersifat

spesifik, susunan urutan cerita yang seragam akan memudahkan kasus-kasus dianalisis dan didiskusikan sebagai suatu kelompok, dengan membandingkan dan mengkontraskan unsur-unsurnya yang berbeda.

Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu, dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, penyebarluasan praktik-praktik kearifan lokal tertentu seringkali menjadi sebuah tantangan. Publikasi ini menekankan bahwa prinsip-prinsip kearifan lokal dapat diterapkan di tempat-tempat lain, tentu saja dengan penyesuaian dengan budaya lokal setempat. Penerapan kearifan lokal merupakan sebuah proses dan membutuhkan keterlibatan para pemangku kepentingan yang lebih luas serta dukungan kebijakan. Bagian itu akan menjadi fokus kita di masa yang akan datang.

Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

penyumbang tulisan, dan saya berharap para pembaca akan memperoleh pemahaman tentang bagaimana cara menghargai kearifan lokal dan mempraktikkannya untuk mengurangi risiko dari berbagai jenis bencana.

Rajib Shaw

Universitas Kyoto

(6)

Pendahuluan

Setelah Tsunami Samudera Hindia tahun 2004, ada dua kisah sukses yang muncul, yang membangkitkan minat baru pada konsep kearifan lokal. Masyarakat Simeulue yang tinggal di lepas pantai Sumatra, Indonesia dan kaum Moken, yang hidup di Kepulauan Surin di lepas pantai Thailand dan Myanmar sama-sama memanfaatkan pengetahuan mereka yang diturunkan secara lisan dari nenek moyang mereka untuk menyelamatkan diri dari tsunami yang menghancurkan. Kedua kasus tersebut dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi kasus yang paling sering disebut, tetapi masih ada banyak contoh yang belum banyak diketahui umum dari masyarakat-masyarakat yang juga telah

memanfaatkan kearifan lokal mereka untuk menyelamatkan diri dari kejadian-kejadian bencana dan menghadapi kondisi-kondisi lingkungan hidup yang sulit. Penerapan

kearifan lokal oleh masyarakat-masyarakat ini dalam mengurangi risiko, menghadapi dan menyelamatkan diri dari bencana-bencana alam yang terjadi belakangan ini telah

memberikan banyak pelajaran berharga bagi para praktisi dan pengambil kebijakan akan pentingnya kearifan lokal bagi pengurangan risiko bencana.

Kearifan lokal adalah cara-cara dan praktik-praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat, yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat, yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secara turun-temurun. Pengetahuan

semacam ini mempunyai beberapa karakteristik penting yang membedakannya dari jenis-jenis pengetahuan yang lain. Kearifan lokal berasal dari dalam masyarakat sendiri,

disebarluaskan secara non-formal, dimiliki secara kolektif oleh masyarakat bersangkutan, dikembangkan selama beberapa generasi dan mudah diadaptasi, serta tertanam di dalam cara hidup masyarakat sebagai sarana untuk bertahan hidup.

Pada tahun-tahun belakangan ini semakin banyak orang tertarik untuk mempelajari hubungan antara kearifan lokal dan bencana alam. Diskusi-diskusi terkini dalam hal ini berfokus pada potensi kearifan lokal dalam meningkatkan kebijakan-kebijakan

pengurangan risiko bencana melalui integrasi kearifan lokal ke dalam pendidikan kebencanaan dan sistem peringatan dini. Dalam khasanah pustaka pengurangan risiko bencana, ada empat argumen dasar yang mendukung pentingnya kearifan lokal. Pertama, berbagai praktik dan strategi spesifik masyarakat asli yang terkandung di dalam kearifan lokal, yang telah terbukti sangat berharga dalam menghadapi bencana-bencana alam, dapat ditransfer dan diadaptasi oleh komunitas-komunitas lain yang menghadapi situasi serupa. Kedua, pemaduan kearifan lokal ke dalam praktik-praktik dan

kebijakan-kebijakan yang ada akan mendorong partisipasi masyarakat yang terkena bencana dan memberdayakan para anggota masyarakat untuk mengambil peran utama dalam semua kegiatan pengurangan risiko bencana. Ketiga, informasi yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat membantu meningkatkan pelaksanaan proyek dengan memberikan informasi yang berharga tentang konteks setempat. Terakhir, cara penyebarluasan kearifan lokal yang bersifat non-formal memberi sebuah contoh yang baik untuk upaya pendidikan lain dalam hal pengurangan risiko bencana. Walaupun publikasi ini lebih berfokus pada upaya mengumpulkan strategi-strategi dan mekanisme-mekanisme spesifik masyarakat tertentu yang dapat ditransfer dan diadaptasi oleh masyarakat-masyarakat

(7)

lain, pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kisah-kisah ini menekankan keseluruhan empat bidang ini.

Publikasi ini disusun untuk menggugah kesadaran akan nilai berharga dari kearifan lokal dalam mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bermacam jenis ancaman dalam berbagai lingkungan dan lingkup budaya berbeda yang terdapat di kawasan Asia dan Pasifik. Upaya penerbitan ini merupakan bagian dari sebuah prakarsa lebih besar di kawasan ini untuk menganalisis pentingnya kearifan lokal dan mengembangkan cara untuk

memadukan lebih lanjut pengetahuan ini ke dalam kebijakan dan praktik pengurangan risiko bencana. Publikasi ini adalah langkah pertama, yang diharapkan dapat menjadi sebuah forum untuk saling berbagi pengetahuan sehingga pengalaman-pengalaman dan strategi-strategi dari berbagai masyarakat yang ada di kawasan ini dapat dikomunikasikan kepada para pemangku kepentingan pengurangan risiko bencana utama. Selain itu,

koleksi ini diharapkan juga akan mendorong adanya analisis lebih lanjut akan pentingnya kearifan lokal, yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan kebijakan serta

pengembangan kurikulum. Akhirnya, publikasi ini diharapkan dapat mendorong juga kawasan-kawasan lain untuk mulai mengumpulkan kasus-kasus dari negara-negara di dalam wilayah mereka dan berkontribusi pada upaya untuk menjajaki manfaat global dari kearifan lokal bagi pengurangan risiko bencana.

Banyak dari masyarakat yang menjadi subjek diskusi dalam publikasi ini hanya mendapat sedikit perhatian dalam mekanisme perencanaan penanggulangan bencana pada

umumnya dan mereka telah memanfaatkan pengetahuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri dalam menghadapi masa-masa sulit. Banyak pengetahuan yang mereka miliki seringkali dianggap oleh pihak luar sebagai inferior dan diabaikan karena dianggap sebagai milik orang-orang yang “terbelakang” dan “kurang terdidik”. Walaupun

demikian, banyak dari masyarakat ini telah mengembangkan pelajaran-pelajaran dan strategi-strategi yang jitu untuk menghadapi bencana-bencana yang berulang kali terjadi serta berhasil menyelamatkan diri dari kejadian-kejadian ekstrim yang bahkan peralatan berteknologi tinggi pun tidak dapat membantu. Semua masyarakat ini pada umumnya memiliki kemampuan untuk bergantung pada diri mereka sendiri dalam situasi bencana dan mempunyai pemahaman akan ancaman-ancaman setempat serta bagaimana

mengurangi risiko-risiko ini. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari masyarakat-masyarakat ini.

Jennifer Baumwoll Ko-editor

(8)

Daftar Isi

Sambutan. . . iii Kata Pengantar. . . v Pendahuluan . . . vii Cina Teknologi Karez untuk Pengurangan Bencana Kekeringan di Cina..

Weihua Fang, Fei He, Jingning Cai dan Peijun Shi

1 India Praktik-praktik Pembangunan Rumah Tradisional yang Aman

Gempa di Kashmir. . . Amir Ali Khan

5 India Kearifan Lokal dan Ilmu Pengetahuan Modern Memberi Solusi

Tempat Bermukim yang Ramah Lingkungan di Kawasan Gurun yang Rawan Banjir di India. . . Anshu Sharma dan Mihir Joshi

9 India Konservasi Tanah dan Air melalui Penanaman Bambu: Sebuah

Teknik Penanggulangan Bencana yang Diadopsi oleh Masyarakat Nandeswar, Assam. . . Irene Stephen, Rajiv Dutta Chowdhury dan Debashish Nath

14 Indonesia Legenda, Ritual dan Arsitektur di Kawasan Sabuk Gunung Api. . . .

Koen Meyers dan Puteri Watson

17 Jepang Langkah-langkah Tradisional untuk Mengurangi Bencana Banjir di

Jepang . . . Yukiko Takeuchi dan Rajib Shaw

23 Mongolia Kearifan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana pada

Masyarakat Penggembala Shiver. . . Bolormaa Borkhuu

27 Nepal Kearifan Lokal dalam Mitigasi Bencana: Membangun Upaya untuk

Saling Melengkapi antara Pengetahuan Masyarakat dan

Pengetahuan Para Ahli . . . Man B. Thapa, Youba Raj Luintel, Bhupendra Gauchan dan Kiran Amatya

30

Nepal/Pakistan Pengetahuan Lokal tentang Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Banjir: Contoh-contoh dari Nepal dan Pakistan. . . Julie Dekens

35 Pakistan Mekanisme Bertahan Masyarakat Asli dalam Penanggulangan

Bencana di Distrik Mansehra dan Battagram, Provinsi Perbatasan Barat Laut, Pakistan . . . Takeshi Komino

41 Papua Nugini Hidup bersama Banjir di Singas, Papua Nugini. . .

Jessica Mercer dan Ilan Kelman

46 Filipina Menggabungkan Kearifan Lokal dan Pengetahuan Ilmiah dalam

Sistem Peringatan Banjir Kota Dagupan . . . Lorna P. Victoria

52 Filipina Pengetahuan Masyarakat Asli tentang Mistisisme Muntahan Lava

(9)

Gunung Berapi Mayon . . . Gerardine Cerdena

55 Filipina Dibentuk oleh Angin dan Topan: Kearifan Lokal Kaum Ivatan di

Kepulauan Batanes, Filipina . . . Noralene Uy dan Rajib Shaw

59 Kepulauan

Solomon

Kearifan Lokal Menyelamatkan Nyawa dalam Tsunami Kepulauan Solomon tahun 2007. . . Brian G. McAdoo, Jennifer Baumwoll dan Andrew Moore

64 Sri Lanka Sistem Tangki Air Desa Bertingkat: Pendekatan Tradisional untuk

Mitigasi Kekeringan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa di

Pedesaan-pedesaan Purana di Sri Lanka. . . C.M. Madduma Bandara

68 Thailand Diselamatkan oleh Sebuah Legenda Kuno dan Pengamatan yang

Tajam: Kasus Kaum Moken, Kaum Nomaden yang Tinggal di Laut di Thailand . . . Narumon Arunotai

73 Vietnam Peramalan Cuaca melalui Kearifan Lokal untuk Budidaya

Tanaman di Kawasan-kawasan Rawan Kekeringan di Vietnam . . . Nguyen Ngoc Huy dan Rajib Shaw

(10)

Turpan, Xinjiang, Cina Barat Laut

Teknologi Karez untuk Pengurangan Bencana Kekeringan di Cina Weihua Fang, Fei He, Jingning Cai dan Peijun Shi

Abstrak

Karez adalah sebuah sistem pengairan tradisional yang mampu memanfaatkan air bawah tanah dengan efisien. Sistem Karez telah memiliki sejarah yang panjang di daerah Xinjiang di Cina. Sebagai sebuah sistem yang menyeluruh, Karez tersusun dari empat komponen utama: sumur-sumur vertikal, saluran-saluran air bawah tanah, saluran air di atas permukaan tanah dan tempat-tempat penampungan air kecil. Berkat adanya sistem Karez, Turpan, sebuah lembah yang terdapat di kawasan kering di Cina bagian Barat Laut, menjadi terkenal akan berbagai jenis produk pertaniannya. Di daerah Turpan yang merupakan bagian dari Xinjiang, sistem Karez masih dipergunakan untuk mensuplai sumber-sumber air untuk irigasi dan kebutuhan rumah tangga. Saat ini, teknologi modern telah pula dipadukan dengan sistem Karez yang tradisional untuk semakin meningkatkan daya guna dari praktik tradisional yang menguntungkan tersebut.

Latar Belakang

Cekungan (depresi) Turpan, yang memiliki ketinggian 32,8 m, terdapat di lembah Turpan yang merupakan lembah terendah kedua di dunia. Kawasan ini dikelilingi oleh beberapa daerah pegunungan tinggi (3500-5000 m) yang diselimuti gletser atau salju permanen. Ketinggian minimum Danau Aiding, yang berada di bagian selatan lembah ini, adalah sekitar -155 m, sehingga danau ini menjadi danau yang terendah di Cina. Pada lapisan penampung air bawah tanah yang dekat permukaan terdapat air berlimpah. Bentang tanah pegunungan di sekitar lembah Turpan terutama terbentuk oleh pergerakan hercynian pada akhir masa Paleozoic. Bentang tanah tersebut bersifat keras dan terpatah-patah dan oleh karenanya mudah terbentuk celah-celah yang menampung air. Batu-batuan terpapar dari Pegunungan Flaming terutama terdiri dari konglomerat berpasir dan batu-batu lumpur dari masa Jurassic, berkapur (cretaceous) serta periode jaman Tersier. Oleh karena itu, kondisi geologis distrik Turpan cocok untuk konstruksi saluran air bawah tanah dengan hanya sedikit penguatan untuk mengumpulkan sumber air yang cukup memadai. Kawasan Turpan terkenal akan berbagai jenis buah-buahan yang dihasilkannya seperti anggur, semangka, dan muskmelon Hami.

Kisah/Peristiwa

Dalam semua musim Turpan sangatlah kering dan sangat panas terutama selama musim semi, musim panas dan musim gugur. Suhu udara tertinggi yang tercatat adalah 47,7° C pada musim panas. Tingginya suhu udara dan kuatnya radiasi sinar matahari di daerah tersebut menyebabkan tingkat penguapan tahunan yang tinggi, yang mencapai 2800-3000 mm.1 Kawasan Turpan berada di pedalaman daratan dan memiliki tingkat curah hujan

1

(11)

tahunan yang hanya sekitar 16-17 mm. Karena kuatnya penguapan yang terjadi atau proses evapotranspirasi, curah hujan (air atau salju) yang jatuh di lereng-lereng gunung akan menguap atau merembes ke bawah pasir dan tanah sebelum akhirnya bersatu dan membentuk aliran-aliran air kecil, dan mencapai daerah-daerah pertanian datar di sekitar kaki gunung. Air permukaan tanah sangat sulit didapatkan di hampir seluruh kawasan tersebut. Di bawah lingkungan yang keras ini hanya sedikit tumbuhan maupun hewan yang dapat bertahan hidup.

Kearifan Lokal

Karez merupakan suatu sistem irigasi tradisional yang telah memiliki sejarah panjang di kawasan Xinjiang di Cina, yang menggunakan air tanah dengan sangat efisien. Jika tanah pertanian berlokasi di daerah pegunungan, tanah tersebut dibangun pada kipas atau dataran alluvial. Sebagian besar sistem Karez yang ada sekarang pada umumnya dibangun antara abad ke-17 dan ke-20. Sistem-sistem Karez yang saat ini masih berfungsi tersebar di daerah-daerah kering lereng selatan dari Pegunungan Tianshan di Xinjiang timur, di distrik Hami dan Turpan, distrik Shanshan dan Toksun di lembah Turpan. Di distrik Turpan ada 1.016 sistem Karez yang 686 dari antaranya masih operasional. Total panjangnya mencapai sekitar 3.000 kilometer. Rata-rata kedalaman saluran air bawah tanah adalah 20 meter, sementara yang paling dalam mencapai 90 meter. Total aliran dari sistem-sistem Karez di lembah Turpan adalah 10 meter kubik per detik yang merupakan sekitar 20% dari keseluruhan air dalam saluran-saluran di lembah itu.2 Saat ini fasilitas-fasilitas modern seperti sumur-sumur elektromekanis mulai dipadukan dengan sistem Karez.

Struktur sebuah sistem Karez bisa kompleks, tetapi struktur dasarnya pada hakikatnya tersusun dari empat komponen utama: sumur-sumur vertikal, saluran-saluran air bawah tanah, saluran air di atas permukaan tanah dan tempat-tempat penampungan air kecil (Gambar 1).

Sumur Vertikal

Panjang saluran bawah tanah bervariasi antara sekitar 3 km sampai 30 km. Hampir tidak mungkin menggali saluran air di bawah tanah sepanjang ini tanpa lebih dulu menggali sumur vertikal, terutama pada jaman-jaman pertanian di masa yang lalu ketika peralatan modern belum dikenal. Jadi, sumur vertikal terutama digunakan untuk membantu dalam menggali saluran-saluran di bawah tanah. Dalam pembuatan sumur digunakan bantuan tenaga hewan untuk mengeluarkan pasir dan tanah dari dalam lubang galian.

Fungsi utama dari sumur-sumur vertikal adalah untuk ventilasi, penetapan arah yang benar dari saluran air dalam pembangunannya dan untuk mengawasi serta memperbaiki saluran-saluran air setelah dibangun. Jarak antara sumur-sumur vertikal biasanya sekitar 60-100 meter di bagian atas, 30-60 meter di bagian tengah, dan 10-30 meter di bagian bawah. Kedalaman sumur berkisar antara 40-70 meter, 100 meter di bagian atas, 30-40

2

(12)

meter di tengah, dan 3-15 meter di bagian bawah. Sumur-sumur vertikal dimanfaatkan tidak hanya untuk membantu proses penggalian saluran-saluran air di bawah tanah, tetapi juga untuk menimba air dari saluran-saluran tersebut setelah keseluruhan sistem Karez selesai dibangun. Gambar 2 menyajikan foto udara dari sumur-sumur vertikal.

Saluran-saluran Air Bawah Tanah dan Permukaan Tanah

Dari kedua jenis saluran air, mayoritas adalah saluran bawah tanah. Saluran air di bawah permukaan tanah pada umumnya merupakan bagian dari sebuah jaringan yang

memungkinkan terkumpulnya air bawah tanah (seperti ditunjukkan pada Gambar 3a). Biasanya lapisan tanah dalam di sekitar saluran bawah tanah sangat kuat dan tidak mudah runtuh. Namun, pada saluran-saluran yang lebih dekat ke permukaan, tanah di sekitarnya lebih longgar. Agar tidak mudah runtuh, saluran air bawah tanah biasanya diperkuat dengan tonggak-tonggak kayu. Pada bagian bawah sumur, kedua sisi digali untuk saluran air bawah tanah. Jika saluran air bawah tanah mencapai tanah pertanian, saluran tersebut menjadi saluran permukaan dan dihubungkan dengan sebuah tempat penampungan air kecil atau langsung dihubungkan dengan sistem saluran pengairan untuk irigasi (Gambar 3b). Biasanya saluran permukaan lebih pendek untuk membatasi penguapan.

Gambar 1. Komponen-komponen tipikal sistem Karez Tempat Penampungan Air

Air dikumpulkan di dalam tempat-tempat penampungan air kecil yang dapat disesuaikan tingkat ketinggian dan suhu airnya. Pembangunan tempat-tempat penampungan air ini meningkatkan tinggi permukaan air sehingga dapat mengairi lahan pertanian yang lebih luas. Selain itu, air yang disimpan di dalam tempat-tempat penampungan ini memperoleh cahaya matahari sehingga suhunya meningkat. Air yang lebih hangat lebih sesuai untuk keperluan irigasi, karena rendahnya suhu air yang disebabkan oleh cairnya salju atau air yang berasal dari kedalaman dapat menimbulkan dampak merugikan bagi tanaman pangan.

Bermacam-macam peralatan sederhana digunakan untuk membangun sistem Karez. Alat-alat tersebut antara lain pacul untuk menggali, palu untuk memalu, keranjang, roda pengerek dan lampu minyak (seperti diperlihatkan pada Gambar 4). Pacul dan palu digunakan untuk menggali terowongan-terowongan di bawah tanah. Keranjang dan roda pengerek digunakan untuk mengeluarkan tanah dan pasir. Lampu minyak besi yang dilengkapi dengan sebuah panah untuk orientasi arah digunakan untuk menggali saluran-saluran di dalam tanah. Lampu tersebut juga dapat dengan mudah ditancapkan pada dinding-dinding saluran. Saat ini di kota Hami di Cina digunakan juga sebuah kaca yang dapat memantulkan sinar matahari.

Dalam membangun berbagai komponen berbeda dari sistem Karez, penting untuk

menjamin agar sumber daya air yang tersedia di sepanjang saluran air bawah tanah cukup memadai. Langkah pertama yang penting adalah menemukan sumber-sumber air di bagian atas dan mengetahui kedalaman air sesuai dengan lokasi lahan pertanian.

(13)

Selanjutnya lokasi penggalian sumur dapat ditetapkan. Setelah itu, sumur-sumur dan saluran-saluran air dapat mulai dibangun secara bertahap mulai dari bagian bawah sampai ke bagian atas mengikuti sumber air.

Gambar 2. Foto udara sumur-sumur vertikal di kawasan Turpan, Cina. Sumber: www.sunnychina.com

Gambar 3. (a) saluran air bawah tanah diperkuat dengan tonggak-tonggak kayu. Sumber: www.chinahw.net; dan (b) penjangkauan saluran air bawah tanah ke saluran permukaan. Sumber: www.travelchinaguide.com

Gambar 4. (a) lampu minyak tradisional dengan panah samping, (b) pacul untuk menggali, (c) keranjang dan (d) sebuah katrol modern digunakan dalam membangun sistem Karez. Sumber: www.karez.org, dan cersp.com

Pelajaran yang Dapat Dipetik

Sistem Karez merupakan teknologi masyarakat asli dalam mengurangi dampak kekeringan yang telah terbukti efektif dan masih dipergunakan. Kearifan lokal ini memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:

1. Dukungan Gravitasi Bumi. Karena sistem Karez memanfaatkan topografi lahan untuk mengalihkan aliran air dalam tanah di bawah permukaan melalui saluran air bawah tanah ke permukaan tanah untuk irigasi dengan memanfaatkan gravitasi bumi, biaya yang dibutuhkan untuk peralatan menaikkan air dan perawatan sistem menjadi sangat sedikit sekali.

2. Aliran yang Stabil. Sumber air utama sistem Karez adalah salju yang mencair dan air bawah tanah. Saluran air bawah tanah dapat meminimalkan penguapan yang tinggi di distrik Turpan yang berangin banyak, sehingga sistem ini tidak akan terlalu

terpengaruh oleh dampak perubahan iklim. Selain itu, saluran-saluran air bawah tanah juga tidak akan terkena badai debu. Semua ini menyebabkan sistem Karez mampu menyediakan sumber-sumber air yang stabil, walaupun jumlah keseluruhan volume air yang dihasilkan tidak terlalu besar. Seperti dapat kita lihat, selama beribu-ribu tahun kawasan yang memiliki Karez telah didiami oleh populasi penduduk yang stabil, walau adanya perubahan-perubahan lingkungan hidup yang terus terjadi dari masa ke masa.

3. Kualitas Air yang Tinggi. Air yang berasal dari salju yang mencair masuk ke dalam sistem dan tanah berfungsi menjadi penyaring yang baik yang menyingkirkan bahan-bahan yang telah terpolusi. Tidak seperti saluran-saluran air yang berada di atas permukaan tanah, saluran-saluran air bawah tanah meminimalkan polusi air dan pada saat yang sama sangat kaya akan mineral-mineral. Kualitas air yang dihasilkan memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai air minum dan untuk keperluan rumah tangga.

(14)

4. Konstruksi dengan Peralatan yang Sederhana. Sebagian besar sistem Karez dibangun dengan alat-alat pertukangan yang sederhana dan tidak membutuhkan peralatan yang kompleks.

Walaupun demikian, sistem Karez pun memiliki keterbatasan-keterbatasan.

Pembangunan dan penggunaan sistem ini terbatas secara spasial pada daerah-daerah tertentu saja. Sistem hanya dapat diterapkan di daerah-daerah yang memiliki suplai air bawah tanah yang stabil dan memiliki jenis tanah yang keras. Beberapa sistem Karez dibangun di sekitar Dataran Guanzhong di Cina Tengah pada masa Dinasti Han tetapi tidak dapat bertahan karena saluran-saluran air bawah tanahnya runtuh. Selain itu, volume air pada sistem Karez dapat berubah sesuai dengan musim walau tidak ada banyak perubahan dalam volume hariannya. Pada musim panas akan tersedia cukup sumber air bila airnya berasal dari salju yang mencair. Pada musim semi, jumlah volume air Karez terbatas, sementara pada musim gugur dan musim dingin jumlahnya banyak. Hal ini seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan air untuk pertanian.

Dengan demikian saat ini ada kebutuhan untuk memperkuat sistem Karez yang tradisional dengan teknologi modern. Nilai sistem ini sebagai sebuah teknologi

pengurangan dampak kekeringan yang efisien yang berbasis kearifan lokal tidak dapat diabaikan. Sebaliknya, pengetahuan tradisional ini harus ditingkatkan dan diperkuat dengan teknologi modern. Penggunaan sistem ini harus dipromosikan dalam menghadapi bencana kekeringan yang kian parah di masa yang akan datang.

Daftar Pustaka

- SI Maqian, SHIJI (catatan sejarah), 91 S.M.

- Shouyi BAI (eds.), General history of China (Sejarah Umum Cina), 2004, Shanghai People’s Press.

- Xingqi ZHONG dan Huaizhen CHU (eds.), Turpan Karez Sistem (Sistem Karez di Turpan), Xinjiang University Press, Halaman 5-19, 1993.

- Ji ZHAO, Geography of China (Geografi Cina), 2001, Higher Education Press. - http://travelguide.sunnychina.com/travel_image/14441/1420/1

- http://it.chinahw.net/homepage/2006/baman/homepage/08xinjiang/01xinjiang/01.htm. - http://www.travelchinaguide.com/attraction/xinjiang/turpan/karez.htm.

- www.karez.org

(15)

Negara Bagian Jammu dan Kashmir, India Utara

Praktik-praktik Pembangunan Rumah Tradisional yang Aman Gempa di Kashmir Amir Ali Khan

Abstrak

Karena kawasan Kashmir seringkali mengalami gempa bumi, masyarakat yang tinggal di daerah ini mengembangkan praktik-praktik konstruksi setempat untuk pembangunan rumah yang aman gempa. Teknik tersebut, yang dikenal sebagai sistem “Taq” dan “Dhajji-Dewari”, telah terbukti benar-benar tahan gempa. Studi kasus berikut ini hendak mempelajari kearifan lokal dalam praktik-praktik pembangunan rumah yang aman gempa di daerah-daerah pedesaan dan perkotaan di negara bagian Jammu dan Kashmir di India bagian Utara.

Latar Belakang

Negara bagian Jammu dan Kashmir, yang memiliki total wilayah seluas 222.236 km2, terletak di India bagian utara. Kawasan ini berbeda dari bagian-bagian lain negara tersebut dalam beberapa hal, termasuk di antaranya dari segi topografi, iklim, perekonomian, dan struktur sosial. Daerah ini pada dasarnya merupakan kawasan pegunungan, di mana tingkat kepadatan penduduk di daerah lembah-lembahnya tinggi, sementara di daerah perbukitan rendah. Secara administratif, negara bagian ini dibagi menjadi tiga bagian berbeda, yakni daerah Jammu di selatan dan tenggara, perbukitan Kashmir di barat dan daerah Ladakh di utara dan timur laut. Dari segi topografi, negara bagian ini dibagi menjadi empat kawasan geografis, utamanya: kawasan dataran tinggi pegunungan dan semi semi pegunungan, perbukitan-perbukitan yang lebih rendah

(Deretan Perbukitan Shiwalik), pegunungan di lembah Kashmir dan Deretan Pegunungan Pir Panjal dan Pegunungan-pegunungan Ladakh dan Kargil di daerah Tibet.

Kondisi iklim bervariasi dari gurun arktik yang dingin di daerah Ladakh sampai

temperatur sedang di lembah Kashmir dan subtropis di daerah Jammu. Serupa dengan itu, pola curah hujan tahunan juga bervariasi dari 92 mm di Leh di daerah Ladakh, 650,5 mm di Srinagar di kawasan Kashmir dan 1.115,6 mm di Jammu di daerah Jammu. Kondisi tanah di lembah Kashmir buruk dan sangat tidak baik untuk konstruksi bangunan. Kisah/Peristiwa

Kawasan Kashmir terletak di zona yang memiliki tingkat ancaman gempa bumi yang tinggi. Gempa-gempa yang dahsyat terjadi secara rutin. Pada tanggal 8 Oktober 2005, terjadi gempa dengan kekuatan 7,6 Mw pada kedalaman 26 km, dengan pusat gempa (episenter) terletak pada 34.60 LU, 73.00 BT dekat kota Muzaffarabad, yang getarannya dirasakan di seluruh Pakistan dan India. Di India bagian utara, dampak terbesar gempa tersebut dirasakan di negara bagian Jammu dan Kashmir. Distrik yang paling parah terkena adalah distrik Poonch di daerah Jammu dan distrik Baramula dan Kupwara di daerah Kashmir. Gempa bumi tersebut melumpuhkan kehidupan sehari-hari yang normal sampai cukup lama karena kerusakan dan kehancuran yang ditimbulkannya pada

(16)

rumah-rumah dan infrastruktur di kawasan tersebut, serta gangguan yang ditimbulkannya pada komunikasi dan pelayanan-pelayanan masyarakat penting lainnya. Jumlah penduduk yang terkena dampak gempa mencapai lebih dari setengah juta. Sekitar 90.000 rumah tangga di Daerah Kashmir dan 8.000 di Jammu tertimpa dampak parah dari gempa ini. Walaupun tingkat kerusakan dan kehancuran begitu tinggi, teknik-teknik konstruksi setempat yang berdasarkan kearifan lokal telah membantu menyelamatkan nyawa banyak orang.

Kearifan Lokal

Kawasan Kashmir terkenal akan praktik-praktik konstruksi tradisionalnya yang aman gempa, di mana ada dua jenis praktik konstruksi yang banyak digunakan: sistem Taq (bangunan tembok yang diikat dengan kayu-kayu) dan sistem Dhajji-Dewari (kerangka kayu dengan dinding pengisi).

Sistem Taq

Sistem Taq menggunakan balok kayu besar atau kayu gelondongan sebagai balok-balok horisontal yang ditanam ke dalam dinding-dinding bata/batu. Balok-balok-balok pengikat ini ditempatkan pada lantai dasar dan di atas jendela-jendela. Balok-balok ini mengikat semua unsur bangunan atau rumah menjadi satu dan menjaga keseluruhan struktur agar bergerak sebagai satu kesatuan, dan dengan demikian mencegah melar serta pecahnya tembok. Balok-balok pengikat ini dihubungkan antara satu sama lainnya dengan potongan-potongan kayu yang lebih kecil, sehingga membentuk semacam tangga yang diletakkan/ditempelkan pada tembok menutup dua muka luar dari tembok. Gambar 1 memperlihatkan rumah-rumah yang dibangun dengan menggunakan tipe konstruksi Taq. Dalam bahasa setempat Taq berarti tembok. Pada umumnya ini mengacu pada tata letak modular dari balkon kecil dan jendela menjorok yang menjadi ciri dari tipe konstruksi ini. Balkon kecil yang menggantung biasanya memiliki luasan hampir 1,5–2 kaki persegi dan jendela yang menggantung lebarnya sekitar 3,5 kaki. Tidak ada kebiasaan untuk

menggunakan kerangka kayu sepenuhnya. Balok-balok pengikat berfungsi sebagai penguat horisontal yang pada akhirnya mengikat seluruh bangunan tembok menjadi satu kesatuan.

Gambar 1. Rumah-rumah dengan tipe konstruksi khas Taq di Srinagar. Foto: Amir Ali Khan

Sistem Dhajji-Dewari

Sistem Dhajji-Dewari menggunakan kerangka-kerangka kayu untuk mengikat tembok dalam bagian-bagian kecil. Kerangka kayu tidak hanya memiliki unsur vertikal tetapi juga unsur-unsur diagonal yang membagi tembok dalam berbagai bentuk panel-panel yang kecil. Ciri yang paling penting dari tipe konstruksi semacam ini adalah penggunaan lapisan lumpur yang tipis sebagai campuran tembok (mortar). Di daerah yang banyak menggunakan konstruksi ini, sistem Dhajji-Dewari biasanya digunakan untuk

(17)

tembok-tembok di lantai atas, terutama untuk bagian tembok-tembok yang menjorok ke luar atau menggantung. Beberapa contoh rumah yang dibangun dengan menggunakan tipe konstruksi Dhajji-Dewari dapat anda lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rumah-rumah dengan sistem konstruksi khas Dhajji-Dewari di Srinagar. Foto: Amir Ali Khan

Pelajaran yang Dapat Dipetik

Setelah Gempa Bumi Kashmir pada tahun 2005, praktik-praktik konstruksi yang umum dilaksanakan di daerah itu dipelajari untuk mencari fitur-fitur relevan yang membuatnya aman gempa. Berikut ini beberapa hasil observasi yang didapat:

1. Penelitian mendapatkan bahwa kondisi-kondisi bangunan pada umumnya sangat buruk karena kurangnya fitur-fitur aman gempa pada rumah-rumah dan bangunan-bangunan yang ada. Rumah-rumah dan bangunan-bangunan-bangunan-bangunan yang dibangun dengan memanfaatkan kearifan lokal, baik dengan menggunakan sistem Taq ataupun teknik Dhajji-Dewari, terbukti mampu menahan gempa. Ada banyak contoh di mana bagian-bagian rumah atau bangunan yang dibangun dengan sistem Dhajji-Dewari dan Taq mampu mengatasi goncangan gempa, bahkan walaupun bagian lain dari rumah yang tidak menggunakan sistem tersebut telah runtuh (Gambar 3 a dan b).

2. Rumah-rumah yang dibangun dengan bahan-bahan berkualitas seperti tembok yang mampu menahan beban, dengan batu yang diplester semen dan campuran kapur dan bata yang diplester semen, terbukti tidak dapat bertahan terhadap gempa jika

dibangun tanpa bantuan pengetahuan profesional yang tepat dan memadai. Tanpa adanya bimbingan profesional, struktur-struktur bangunan yang menggunakan beton bertulang menjadi sangat berbahaya dan dapat berakibat pada runtuh totalnya struktur bersangkutan jika mendapat goncangan yang besar. Gempa Bumi Kashmir jelas-jelas memperlihatkan keunggulan praktik-praktik tradisional dalam membangun rumah atau bangunan lain dibandingkan dengan teknik-teknik modern yang diterapkan tanpa menggunakan pengetahuan profesional yang memadai.

3. Teknik-teknik tradisional sistem Dhajji-Dewari dan Taq untuk membangun rumah belakangan ini menjadi semakin kurang populer. Teknik-teknik tersebut perlu diperkenalkan lagi agar masyarakat mengetahui keunggulan-keunggulannya dibandingkan dengan teknik-teknik modern. Lebih banyak lagi tukang di kawasan Kashmir perlu mendapat pelatihan dalam pembangunan rumah dengan menggunakan teknik-teknik ini.

Gambar 3. a) Bagian-bagian rumah yang menggunakan sistem Dhajji-Dewari (bagian balkon kecil) dan b) sistem Taq (seluruh struktur kecuali bagian balkon) yang selamat dari kerusakan yang diakibatkan oleh gempa bumi tahun 2005.

Sumber: Durgesh C Rai dan C V R Murty (IIT Kanpur, India) – Laporan awal dari Gempa Bumi Kashmir Utara 2005 pada 8 Oktober 2005.

(18)

Barmer, Rajasthan, India

Kearifan Lokal dan Ilmu Pengetahuan Modern Memberi Solusi Tempat Bermukim yang Ramah Lingkungan di Kawasan Gurun yang Rawan Banjir di India

Anshu Sharma dan Mihir Joshi Abstrak

Pada bulan Agustus tahun 2006 beberapa desa di Distrik Barmer yang merupakan bagian dari kawasan gurun dari negara bagian Rajasthan di India Barat yang selalu mengalami kekeringan mengalami hujan deras dan kebanjiran. Hujan yang berlangsung selama terus-menerus lebih dari seratus jam menggenangi beberapa desa sampai ketinggian tiga puluh kaki. Berdasarkan catatan sejarah, selama dua ratus tahun terakhir hujan dan banjir semacam itu tidak pernah terjadi dan masyarakat serta pemerintah setempat tidak siap untuk menghadapi situasi darurat sedahsyat itu.

SEEDS, sebuah LSM nasional, segera melakukan kunjungan ke daerah-daerah yang terkena bencana tersebut dan melakukan pengkajian kerusakan serta sebuah studi tentang lingkungan hidup alamiah setempat dan lingkungan yang telah dibangun. Tim mengkaji praktik-praktik konstruksi tradisional di daerah tersebut, yang bentuk dasarnya berupa dinding-dinding lumpur dan atap jerami/alang-alang, dengan desain rumah yang bundar. Rumah-rumah semacam ini memiliki banyak keuntungan dalam menghadapi kondisi-kondisi lingkungan hidup yang dialami saat ini. Namun, walaupun struktur tradisional yang utamanya terdiri dari lumpur ini memang cocok untuk jenis-jenis bencana seperti gempa bumi dan badai pasir, struktur semacam ini tidak memiliki kapasitas anti air dan oleh karenanya menderita kehancuran yang parah selama banjir.

Kearifan lokal memang telah memberikan nilai tambah yang tinggi selama beberapa generasi, tetapi dibutuhkan adanya dukungan teknologi yang dapat memperkuat agar kearifan lokal dapat menghadapi tantangan bencana-bencana yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya yang berkaitan dengan perubahan iklim, yang akan semakin sering terjadi di masa yang akan datang. SEEDS dan para mitranya membantu

mengembangkan suatu teknologi baru yang memadukan kearifan lokal dengan tambahan masukan teknologi yang terbatas. Dengan bantuan Panitia-panitia Pembangunan Desa dibangun beberapa bangunan baru yang dapat beradaptasi dengan ancaman-ancaman bencana yang ada saat ini.

Latar Belakang

Distrik Barmer merupakan sebuah distrik yang terletak pada bagian paling barat dari negara bagian Rajasthan, India. Terletak di sepanjang perbatasan India dan Pakistan, distrik ini sepenuhnya berada di kawasan Gurun Thar. SEEDS bekerja di daerah/blok Sheo dari distrik Barmer di mana mereka membangun 300 hunian untuk keluarga-keluarga yang paling parah terkena dampak banjir, dengan sasaran terutama kelompok-kelompok yang secara sosial terpinggirkan dan tidak memiliki kapasitas untuk dapat membangun rumah mereka kembali secara mandiri.

(19)

Masyarakat setempat tinggal terpencar-pencar dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Dalam satu klaster/kelompok permukiman biasanya ada empat sampai lima bangunan bundar yang dikelilingi oleh sebuah tembok rendah, dan ini menjadi tempat tinggal sebuah keluarga yang dalam bahasa setempat disebut Dhani. Setiap bangunan digunakan untuk berbagai kegiatan berbeda seperti tidur, menyimpan barang, memasak dan

kegiatan-kegiatan harian lainnya. Sekelompok Dhani membentuk sebuah desa. Komunitas-komunitas ini tinggal dalam kondisi iklim yang sangat keras dan mereka harus menggunakan dengan bijaksana sumber-sumber daya yang sangat terbatas di sekitar mereka untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk membangun rumah-rumah mereka. Tingkat kepadatan penduduk di distrik Barmer termasuk yang paling rendah di India. Air merupakan masalah utama di daerah ini. Perempuan-perempuan desa harus berjalan jauh dengan kendi-kendi di atas kepala untuk mengambil air untuk minum, seringkali lebih dari satu kali dalam sehari. Kehidupan di kawasan ini benar-benar sangat berat. Sarana penghidupan yang tersedia sangat terbatas sekali.

Kisah/Peristiwa

Hujan yang terjadi terus-menerus di gurun di negara bagian Rajasthan menimbulkan salah satu banjir terburuk dalam dua abad terakhir di Rajasthan. Hujan lebat di musim penghujan yang dimulai pada tanggal 16 Agustus 2006 mendera sekitar seratus desa dari 12 distrik yang ada di Rajasthan. Pada malam hari tanggal 21 Agustus 2006, Barmer telah menerima curah hujan sebesar 577 mm hanya dalam waktu tiga hari, 300 mm lebih banyak daripada rata-rata curah hujan tahunannya. Beberapa desa yang paling parah terkena meliputi Kavas, Malua, Bhadkha dan Shiv. Tinggi permukaan banjir mencapai hampir tiga puluh kaki di atas permukaan tanah. Laporan resmi menyebutkan banjir ini menelan korban jiwa 103 orang, dan sekitar 95 persen keluarga yang berada di desa-desa yang terkena (lebih dari 50.000 orang) terpaksa kehilangan rumah tempat tinggal mereka. Dampak banjir semakin diperparah oleh kenyataan bahwa daerah tersebut memiliki penduduk yang sangat sedikit dan fasilitas-fasilitas infrastruktur pun sangat terbatas sekali, sehingga akses warga terhadap pelayanan pemerintah menjadi sangat sulit. Banjir juga menimbulkan kehancuran parah karena sebagian besar rumah di kawasan ini pada umumnya dibangun di daerah cekungan yang terletak di sela-sela perbukitan pasir untuk melindungi diri dari badai pasir. Dalam situasi banjir hal ini sangat merugikan karena tempat tinggal warga menjadi semacam kantung-kantung yang letaknya rendah dan dengan menjadi arah tujuan larinya air banjir. Juga karena jenis lapisan tanah bagian dalam yang tidak menyerap air, air banjir menggenang selama berminggu-minggu. Bahkan rumah-rumah yang masih berdiri tegak di banyak tempat menjadi tidak layak untuk dihuni lagi. Karena sebagian besar bangunan terbuat dari lumpur, banyak yang rusak parah dan hancur akibat banjir. Masyarakat setempat sebelumnya tidak pernah mengalami bencana banjir sedahsyat itu dan mereka begitu terkejut serta tidak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi situasi seperti itu. Beberapa warga setempat berpikiran bahwa bencana merupakan hukuman dari dewa-dewi yang kurang berkenan terhadap kehidupan mereka, sementara mereka yang lebih ilmiah mengaitkan banjir itu dengan perubahan iklim.

(20)

Kearifan Lokal

Kearifan lokal untuk kenyamanan dan keberlanjutan permukiman

Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan di Rajasthan selama beberapa generasi telah terbiasa membangun rumah dengan bahan-bahan bangunan setempat dan teknologi tradisional mereke. Untuk membangun dhani mereka, semua anggota keluarga

memainkan peranan penting dan semua memiliki tanggung jawab masing-masing. Kaum lelaki mengumpulkan tanah yang berkualitas baik dari tempat-tempat terdekat, sementara kaum perempuan mengumpulkan kotoran sapi, yang kemudian dicampur dengan adonan lumpur menjadi bahan bangunan dasar untuk keperluan konstruksi. Kaum perempuan mengerjakan pemlesteran rumah baru dan selanjutnya mereka juga bertanggung jawab atas perawatan rutin tembok-tembok dan lantai. Atap dibuat dari anyaman ranting-ranting dan jerami dari tanaman Jowar.

Rumah dibangun dengan arah sedemikian rupa sehingga arah angin dan jalan sinar matahari dapat menjamin adanya ventilasi yang baik dan suhu rumah tetap terjaga agar nyaman, yang merupakan sesuatu yang penting di daerah ini karena suhu pada musim panas dapat mencapai 500 C. Pada umumnya ukuran bukaan pintu-jendela sangat kecil untuk mengurangi panas yang masuk dan melindungi dari badai pasir yang sering terjadi di daerah tersebut.

Masyarakat biasanya membangun rumah berbentuk bundar dan memilih lokasi di daerah yang tidak terlalu tinggi. Ini terutama dilakukan karena adanya Kawasan Angin dengan Kecepatan Tinggi yang sering mengalami angin kencang terutama di musim panas. Rumah yang bundar akan mempermudah aliran udara dengan hambatan yang minimum. Gambar 1 menyajikan diagram struktur sebuah dhani.

Karena kawasan ini juga berlokasi di kawasan rawan gempa sedang sampai tinggi, berdasarkan Peta Kerawanan Gempa India, bentuk yang bundar juga dapat memberi rumah kekuatan daya tahan lateral. Pada gempa bumi tahun 2001 di Kutch, Gujarat, yang sangat dekat dengan Barmer, hanya sedikit rumah dengan desain serupa di kawasan ini yang mengalami kerusakan.

Gambar 1. Diagram struktur sebuah dhani

Bertahannya dan penyebarluasan kearifan lokal dalam hal konstruksi

Teknologi yang berdasarkan kearifan lokal untuk membangun rumah kediaman warga digunakan secara meluas di kawasan tersebut. Para anggota masyarakat sendiri menjadi penyebar dari teknologi ini dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena seluruh anggota keluarga menjadi bagian dari kegiatan pembangunan rumah, mereka memiliki rasa kepemilikan terhadap rumah kediaman mereka dan pemahaman akan bahan-bahan bangunan serta cara memprosesnya.

(21)

Ada lima faktor utama yang menyebabkan teknologi pembangunan rumah tradisional semacam ini dapat bertahan di kawasan gurun yang terpencil dan bagaimana teknologi ini disebarluaskan ke masyarakat lain di wilayah yang lebih luas. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 2 dan diterangkan di bagian berikut ini.

1. Para pemimpin masyarakat memberi contoh dengan menggunakan Teknologi ini Salah satu tradisi penting yang sangat umum yang diikuti oleh sebagian besar masyarakat pedesaan di India adalah adanya sekelompok orang terhormat di desa yang memberikan contoh bagi seluruh masyarakat. Para anggota masyarakat seringkali meniru para pemimpin ini dalam hal perilaku, pilihan-pilihan, dan cara hidup pada umumnya. Di desa-desa di Barmer, sebagian besar orang terhormat di masyarakat hidup di Dhani-dhani. Menyaksikan hal tersebut, para anggota

masyarakat lainnya terdorong untuk mengikuti. 2. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan rumah

Seluruh masyarakat dan para anggota keluarga terlibat dalam berbagai kegiatan dalam rangka pembangunan rumah. Keterlibatan para anggota keluarga serta

saudara-saudara dekat mengurangi beban biaya pembangunan rumah dan memperkuat semangat bermasyarakat. Inilah juga hal yang menjadi salah satu alas an mengapa teknologi ini dapat bertahan dan terus digunakan di kawasan pedesaan dan pusat tradisi ini.

3. Kondisi-kondisi iklim yang ekstrim

Di Barmer, suhu udara pada musim panas dapat mencapai 500 C dan pada musim dingin suhu udara di malam hari mendekati titik beku. Rumah-rumah yang terbuat dari beton menjadi seperti oven di kala udara panas dan dalam suhu dingin menjadi seperti lemari es. Tidak ada listrik dan bahan bakar sangat langka serta harganya tak terjangkau untuk digunakan sebagai pengontrol suhu udara. Untuk dapat bertahan hidup dalam kondisi iklim yang ekstrim seperti ini dibutuhkan sebuah rumah yang sesuai. Walaupun beberapa orang telah mulai memilih membangun rumah dengan bahan-bahan bangunan modern, rumah modern yang mereka bangun tidak senyaman seperti rumah-rumah tradisional.

4. Tersedianya bahan-bahan bangunan lokal yang gratis

Adanya bahan-bahan bangunan lokal, yang bebas biaya dan bebas transportasi, merupakan faktor penarik utama bagi masyarakat yang telah dibuat menjadi miskin oleh tidak adanya pilihan-pilihan untuk memperoleh penghidupan dan oleh iklim yang sangat keras.

5. Desain yang baik untuk keamanan dan kenyamanan

Bentuk yang bundar mampu menahan tekanan angin yang ditimbulkan oleh badai pasir dan tekanan gelombang yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Dinding yang dibuat memiliki kualitas untuk mengisolasi panas atau dingin dan tebal, sehingga memberikan suhu udara yang nyaman di dalam rumah baik dalam situasi panas ataupun dingin yang ekstrim. Atap rumah Dhani juga tersambung baik dengan sistem tembok, sehingga tercipta tingkat keamanan struktural yang lebih tinggi bagi rumah

(22)

sebagai suatu unit. Gabungan dari keamanan dan kenyamanan ini telah menghasilkan teknologi pembangunan rumah yang teruji sepanjang masa dan dihargai di tingkat lokal atas manfaat langsung ataupun manfaat jangka panjang yang telah diberikannya.

Gambar 2. Faktor-faktor yang menentukan kebertahanan dan penyebarluasan teknologi pembangunan rumah milik masyarakat setempat.

Dukungan ilmu pengetahuan

SEEDS mengadakan kunjungan ke daerah-daerah yang terkena bencana segera setelah banjir dan melakukan kajian kerusakan serta sebuah studi atas lingkungan setempat, baik lingkungan hidup alami maupun lingkungan bentukan manusia. Tim pengkaji menilai dan mendokumentasikan praktik-praktik pembangunan rumah di daerah tersebut, yang terbukti memiliki beberapa nilai tambah. Tim mendapati bahwa struktur bangunan ternyata sangat ramah lingkungan karena bahan-bahan bangunan yang dicapai sama sekali tidak menciptakan jejak ekologis atau karbon; rumah-rumah yang dibangun sangat kondusif dan memiliki suhu ruang yang sangat nyaman dalam kondisi cuaca ekstrim yang sering terjadi di kawasan tersebut; desain yang bundar melindungi struktur bangunan dari angin kencang dan gempa bumi; dan proses pembangunannya sederhana serta cocok dengan tingkat ketrampilan masyarakat setempat.

SEEDS dan berbagai mitranya membantu dalam pembangunan 300 hunian di bawah Program Barmer Ashray Yojana (Program Perumahan Barmer). Program dimulai dengan penelitian tentang teknologi tepat guna yang dapat mendukung sistem pembangunan tradisional yang sudah ada, dan penelitian ini membawa pada penggunaan teknologi bata press saling terikat yang distabilisasikan (Stabilized Compressed Interlocking Earth

Desain yang baik untuk keamanan dan kenyamanan Kondisi Iklim yang ekstrim Tersedia bahan bangunan lokal yang gratis Keterlibatan masyarakat dalam konstruksi rumah Para pemimpin masyarakat memberikan contoh Teknologi konstruksi rumah asli masyarakat

(23)

Block/SCEB). Dalam teknologi SCEB, lumpur lokal distabilisasikan dengan semen sebanyak lima persen, kemudian dipress menjadi bentuk bata yang memiliki kekuatan struktural tinggi dan kemampuan anti air.

Bekerja sama dengan Christian Aid, dan dengan pendanaan dari Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa, rumah-rumah dibangun dengan menggunakan teknologi tepat guna ini, yang merupakan campuran dari kearifan lokal dan sedikit masukan ilmiah untuk membuatnya semakin tangguh dalam menghadapi ancaman-ancaman baru

(Gambar 3a dan 3b). Panitia Pembangunan Desa (Village Development Committee/VDC) dibentuk di setiap desa untuk mengambil keputusan dan mengarahkan serta memantau proses pembangunan. Panitia ini terdiri dari kaum lelaki, perempuan, para pemimpin masyarakat setempat, para guru sekolah, perwakilan-perwakilan LSM dan personil tim proyek bekerja sama erat dengan para pejabat pemerintah setempat. Desain tradisional yang bundar dan atap jerami yang “bisa bernafas” tetap dipertahankan. Sebuah sistem yang efisien dibangun untuk memproduksi SCEB secara massal untuk menyediakan rumah kepada keluarga-keluarga yang terkena bencana dalam rentang waktu hanya enam bulan. Pembangunan rumah sebagian besar dikerjakan oleh para pemilik rumah sendiri dengan hanya sedikit dukungan dari tim proyek. Pengetahuan dan ketrampilan dalam membangun rumah-rumah ini diturunkan kepada para tukang bangunan setempat

sehingga dapat direplikasi dan disebarluaskan di seluruh kawasan. Setelah pembangunan rumah selesai, masyarakat setempat lebih memilih struktur-struktur bangunan tradisional ini daripada rumah yang dibangun dengan teknologi beton modern yang disediakan oleh donor lain, yang berubah menjadi seperti oven di bawah matahari gurun yang panasnya begitu menyengat.

Gambar 3. Rumah dhani tradisional Pelajaran yang Dapat Dipetik

Pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari intervensi proyek dan pendokumentasian studi kasus ini berkaitan dengan teknologi pembangunan rumah, ilmu bahan bangunan, serta sistem-sistem dan proses-proses sosial. Pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik disarikan pada bagian di bawah ini:

1. Program-program pembangunan rumah pasca-bencana harus memanfaatkan kearifan lokal yang ada dalam hal bahan-bahan bangunan dan teknologi konstruksi, karena hal ini telah teruji dari generasi ke generasi dan paling sesuai dengan lingkungan hidup serta budaya setempat.

2. Jika dibutuhkan teknologi dapat diperkenalkan, tetapi secara minimal saja, untuk memberi nilai tambah kepada sistem-sistem tradisional yang ada dan membuat sistem-sistem tersebut menjadi lebih tangguh dalam menghadapi ancaman-ancaman baru seperti yang diakibatkan oleh perubahan iklim.

3. Bahan-bahan bangunan yang digunakan untuk pembangunan rumah haruslah sedapat mungkin ramah lingkungan dan berasal dari daerah setempat. Ini akan membuat biaya

(24)

yang dibutuhkan untuk membangun rumah menjadi rendah, dan juga meminimalkan jejak karbon dari intervensi proyek.

4. Partisipasi dari para pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pemilihan tempat, desain dan rincian konstruksi merupakan hal yang sangat menentukan bagi keterlibatan dan kepemilikan masyarakat terhadap proses ini. 5. Keterlibatan keluarga-keluarga pemilik dalam proses pembangunan rumah sangat

berguna dalam menghemat biaya, memperkuat rasa memiliki, dan membuat desain serta proses pembangunan rumah menjadi cukup fleksibel bagi setiap keluarga agar mereka dapat mengatur sendiri unsur-unsur kecil dari pembangunan rumah yang sesuai dengan pilihan dan kebutuhan mereka.

6. Alih teknologi kepada para tukang bangunan setempat merupakan sesuatu hal yang sangat berguna demi menjamin keberlanjutan pendekatan konstruksi, replikasinya dan peningkatannya di kawasan bersangkutan.

7. Hubungan dengan para pemangku kepentingan lokal termasuk pemerintah, kaum akademisi dan sektor swasta merupakan sesuatu hal yang berguna demi melancarkan pelaksanaan proyek-proyek semacam ini, dan juga untuk mendorong agar para pemangku kepentingan menerima pendekatan yang ditawarkan, yang pada jangka panjangnya akan membantu keberlanjutan pendekatan tersebut.

8. Hubungan dengan sektor-sektor lain seperti sektor air, sanitasi, penghidupan dan pendidikan dapat membantu menciptakan paket yang lebih menyeluruh yang berkaitan dengan rumah hunian, lingkungan hidup dan gaya hidup serta akan memberikan nilai tambah bagi masyarakat setempat.

Daftar Pustaka

- Dewan Promosi Bahan dan Teknologi Bangunan (Building Materials and Technology Promotion Council), Pemerintah India, 2006. Peta Kerentanan India (Vulnerability Atlas of India). 2006.

- SEEDS. 2007. “Barmer Aashray Yojna – Program Restorasi Hunian Pasca Banjir”, Dokumen Proyek, SEEDS, Delhi.

(25)

Desa Nandeswar, Distrik Goalpara, Assam, India

Konservasi Tanah dan Air melalui Penanaman Bambu: Sebuah Teknik Penanggulangan Bencana yang Diadopsi oleh Masyarakat Nandeswar, Assam Irene Stephen, Rajiv Dutta Chowdhury dan Debashish Nath

Abstrak

Penanaman pohon bambu di sepanjang tanggul saluran air oleh para warga setempat di Desa Nandeswar dalam banyak hal telah menguntungkan desa mereka. Dengan ditanami bambu, salah satu vegetasi Assam yang paling dapat ditemukan di mana-mana di daerah tersebut, tanggul-tanggul saluran air jadi terlindungi dan tanah terhindar dari erosi lebih lanjut. Walaupun banjir terjadi setiap tahun di Assam, teknik ini telah memelihara dan menjaga tanggul-tanggul serta melindungi jembatan-jembatan dan jalan-jalan raya dari kehancuran yang dapat ditimbulkan oleh curah hujan yang tinggi.

Latar Belakang

Desa Nandeswar terletak di Distrik Goalpara (Gram Panchayat–Karipara di bawah

Daerah/Blok Pembangunan Matia), Assam, India. Sebagian besar warga Desa Nandeswar adalah petani. Penghidupan mereka tergantung pada lahan dan kegiatan-kegiatan berbasis pertanian. Assam dan negara-negara bagian timur laut lainnya seringkali mengalami banjir selama musim-musim penghujan dari bulan Juni sampai September.

Kisah/Peristiwa

Walau daerah ini mengalami kejadian banjir yang parah pada tahun 2002, 2004 dan 2007, tahun-tahun antara 1953-1998 merupakan saat-saat kejadian banjir yang terburuk.

Kondisi fisik kawasan dan faktor-faktor seperti penggundulan hutan, tekanan penggunaan lahan, tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat dan tekanan-tekanan pada aliran-aliran sungai telah menyebabkan adanya perubahan aliran-aliran dan saluran-saluran sungai secara terus-menerus, dan erosi pada tepi sungai di daerah aliran sungai Brahmaputra. Selama masa-masa curah hujan tinggi, daerah luas di sekitar Assam tergenang, dan ini mengakibatkan banyak desa dan kota-kota di Assam menjadi terisolasi. Secara khusus, runtuhnya tanggul sungai dan jalan, putusnya jembatan dan tanah longsor biasanya menyebabkan warga terperangkap. Selama bertahun-tahun, masyarakat di kawasan ini berulang kali harus menghadapi hari-hari kebanjiran yang panjang.

Kearifan Lokal

Masyarakat telah belajar menghindari kerugian dengan menggunakan metode-metode yang terjangkau dan telah dipraktikkan selama beberapa generasi. Beberapa teknik tradisional dapat membantu sungai dan saluran-saluran air agar terhindar dari pendangkalan dan peluberan yang berlebihan jika hujan deras. Banjir seringkali

membobol tanggul dan merusak jalan-jalan yang merupakan penghubung penting antara satu desa dengan desa lainnya. Penanaman bambu membantu melindungi tanggul agar tidak tergerus dan mencegah banjir bandang dari aliran sungai bila sungai meluber pada

(26)

hari-hari hujan deras (Gambar 1). Selain itu, penanaman bambu di sekitar kolam-kolam ikan dan sawah-sawah dapat mencegah erosi tanah serta menjaga agar air tidak

menenggelamkan daerah-daerah yang letaknya rendah selama puncak hari-hari banjir. Sebagai persiapan untuk menghadapi datangnya hari-hari hujan dari bulan Desember sampai Februari, para warga di Desa Nandeswar biasanya membersihkan aliran-aliran sungai dari endapan dan pasir. Bahan-bahan yang didapat dari pembersihan ini ditumpuk di sepanjang sungai dan saluran air sebagai gundukan tanggul dari tanah. Permukaannya ditanami rumput untuk mencegah erosi (Gambar 2). Akar-akar rumput membantu mengikat lapisan tanah di bagian atas. Setelah satu bulan, di sepanjang tanggul tanah dibuat lubang berjarak 24 inchi yang kemudian ditanami bibit/anakan bambu. Proses ini dilakukan dengan menggunakan metode penanaman lokal yang disebut teknik penekanan akar bambu. Sejalan dengan tumbuhnya bambu, akar-akarnya yang dalam akan menjalar ke segala arah dan menumbuhkan anakan-anakan bambu yang baru serta mengikat tanah. Akar-akar bambu menjalar di permukaan (dekat lapisan tanah bagian atas) masuk 2,5 sampai 3 kaki ke dalam tanah dan pada bagian tanah yang lebih dalam bahkan sampai 5 kaki.

Gambar 1. Bambu yang ditanam di sepanjang sungai di Assam.

Gambar 2. Tanggul-tanggul tanah dibangun dari tanah endapan dan pasir serta ditanami rumput.

Para warga setempat memperoleh banyak manfaat dari teknik penanaman semacam ini. Selain mengurangi tingkat erosi tanah, tanaman bambu yang sudah berumur 5 tahun dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, bahan dasar untuk kerajinan dan pembuatan kertas. Kegiatan-kegiatan ini membantu menciptakan lapangan kerja tambahan bagi masyarakat. Biaya untuk memperbaiki dan memelihara tanggul tanah juga sangat ekonomis. Endapan lumpur yang diambil dari sungai juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan pertanian.

Pelajaran yang Dapat Dipetik

Para warga masyarakat Desa Nadeswar telah belajar bagaimana menyiasati banjir dan erosi tanah. Mereka telah menggunakan penanaman bambu untuk mencegah kerusakan-kerusakan yang besar. Tidak seperti di masa lalu, di mana bambu ditanam hanya untuk keperluan komersial, teknik ini menjadi suatu cara yang ekonomis yang dapat membantu warga setempat dalam menjaga kelestarian air dan menghentikan erosi lapisan tanah bagian atas serta tebing sungai. Metode yang digunakan membutuhkan investasi yang lebih sedikit untuk perbaikan dan pemeliharaan tanggul, mengurangi pengendapan yang dibawa oleh hujan deras serta mencegah peluberan air sungai. Masyarakat juga telah banyak memetik manfaat dari berbagai kegunaan bambu melalui teknik konservasi yang dikembangkan secara lokal ini. Penanaman bambu telah memegang peranan yang penting dalam hal penghidupan dan upaya bertahan hidup masyarakat di Nandeswar, Assam. Gambar 3. Bambu yang ditanam di sepanjang sungai melindungi sebuah jembatan penting.

(27)

Simeulue, Nias, dan Siberut, Indonesia

Dongeng, Ritual, dan Arsitektur di Kawasan Sabuk Gunung Api Koen Meyers dan Puteri Watson

Abstrak

Praktik-praktik kearifan lokal terbukti telah mengurangi dampak bencana alam di tiga pulau Sumatra, yakni Simeulue, Nias, dan Siberut. Dengan kebudayaan yang berbeda-beda, ketiga pulau itu, yang dalam kurun waktu lima tahun mengalami bencana gempa bumi dan tsunami, telah mengangkat ke permukaan pelbagai praktik kearifan lokal yang sebelumnya luput dari perhatian masyarakat internasional yang peduli pada upaya pengurangan risiko bencana. Praktik-praktik itu mencakup antara lain sarana komunikasi tradisional, metode pembangunan dan perencanaan hunian, serta upacara ritual yang terkait. Praktik-praktik itu akan dibahas secara terinci supaya diperoleh pemahaman yang utuh mengenai dampaknya dan bagaimana relevansi praktik dan kearifan lokal bagi pembangunan modern.

Latar belakang Simeulue

Simeulue adalah bagian dari Provinsi Aceh. Wilayahnya berupa kepulauan yang terdiri dari 1 pulau besar, yaitu Pulau Simeulue, dan sekitar 40 pulau kecil. Luasnya sekitar 205.148,63 ha dan terletak kira-kira 155 km dari pulau utama Sumatra.

Nias

Nias terdiri dari sekumpulan pulau yang terletak antara Simeulue dan kepulauan

Mentawai, kira-kira 100 kilometer sebelah barat pantai Sumatra Utara. Luas wilayahnya 4.771 km². Secara administratif kepulauan Nias termasuk dalam Provinsi Sumatra Utara, terdiri dari dari dua kabupaten, yaitu Nias dan Nias Selatan. Menurut data sensus tahun 2006, jumlah penduduk Nias diperkirakan 713.045 jiwa.1 Gambar 1 memperlihatkan pemandangan sebuah perkampungan di Nias.

Siberut

Dengan luas 400.030 ha, Siberut merupakan pulau terbesar di Kepulauan Mentawai yang terdiri dari sekurang-kurangnya 70 pulau, besar dan kecil. Letaknya di sebelah barat lepas pantai Sumatra Barat. Lebih dari 35.000 penduduk asli tinggal di Siberut. Mereka

termasuk dalam kelompok etnik Mentawai dan merupakan salah satu dari sedikit kelompok masyarakat di Asia Tenggara yang cara hidupnya masih banyak bergantung pada lingkungan alam. Di banyak tempat di Siberut masih tampak pola ekonomi yang subsisten, di mana pengelolaan lingkungan secara tradisional dan sistem-sistem

kepercayaan yang terkait berperan penting dalam kehidupan sehari-hari orang-orangnya. Contoh perkampungan khas Siberut dapat dilihat dalam Gambar 2.

1

(28)

Kisah/Peristiwa

Dalam lima tahun terakhir, Simeulue, Nias, dan Siberut mengalami beberapa kejadian gempa bumi dan tsunami. Pada Desember 2004 tsunami melanda Simeulue dan Nias. Kendati demikian, di Simeulue hanya jatuh sedikit korban bila dibandingkan dengan di daerah lainnya. Laporan resmi pemerintah setempat menyebutkan hanya ada tujuh korban dari keseluruhan populasi yang jumlahnya sekitar 78.000, di mana 95% di antaranya hidup di wilayah pantai.2 Ketika terjadi gempa pada 26 Desember 2004, penduduk Simeulue tahu bahwa mereka harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi karena ada kemungkinan terjadi tsunami. Reaksi ini telah meminimalkan dampak kerusakan akibat tsunami. Selain faktor kearifan lokal itu, topografi pulau yang berbukit-bukit juga

menjadi faktor penting lain yang memperkecil jumlah korban. Perbukitan hanya berjarak ratusan meter dari perkampungan dan garis pantai.

Pulau Nias mengalami dampak serius akibat gempa 26 Desember 2004 dan tsunami yang terjadi setelahnya. Sebanyak 140 penduduk tewas dan ratusan lainnya kehilangan tempat tinggal.3 Beberapa bulan kemudian, tepatnya 28 Maret 2005, terjadi lagi gempa

berkekuatan 8,7 skala Richter dan merenggut 839 jiwa.4 Dampak gempa sangat dahsyat sehingga di beberapa tempat menyebabkan tanah terangkat hingga lebih dari 2 meter, dan menyembulkan karang pantai hingga 100 meter dari garis pantai semula. Kehidupan 90% penduduk terkena dampaknya, 15.000 rumah harus diperbaiki dan 29.000 lainnya harus dibangun kembali.

Pada tanggal 12 September 2007 sebuah gempa berkekuatan 7,9 skala Richter terjadi di dekat Siberut. Namun, hanya jatuh satu korban jiwa. Salah satu sebab kecilnya angka korban adalah karena semua orang, begitu merasakan gempa, bergegas meninggalkan rumah dan lari ke tempat terbuka. Reaksi yang kompak semacam itu dapat dimungkinkan antara lain karena adanya pengetahuan masyarakat yang dikomunikasikan melalui

dongeng dan legenda. Kearifan Lokal Simeulue

Salah satu penyebab rendahnya angka korban tewas di Pulau Simeulue adalah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat setempat. Menurut mereka, kearifan atau pengetahuan itu berasal dari “pengalaman nenek moyang” pada tahun 1907, ketika terjadi sebuah gempa besar yang menimbulkan tsunami hingga menewaskan banyak penduduk pulau. Cerita-cerita tentang peristiwa 1907 ini kemudian diterjemahkan menjadi kisah-kisah, monumen peringatan, dan pengingat lainnya, yang lalu diteruskan kepada anak cucu mereka dengan pola yang bermacam-macam.

2

UNORC (2005)

3

Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias, (2005, Oktober)

4

(29)

Masyarakat Simeulue menggunakan kata smong untuk menyebut peristiwa itu, yang artinya sama dengan tsunami. Adanya istilah lokal untuk menyebut peristiwa tsunami membuktikan bahwa masyarakat setempat memiliki pengetahuan hingga tingkat tertentu berkaitan dengan fenomena alam itu. Tidak jelas apakah sebelum tsunami tahun 1907 istilah smong memang sudah ada, tetapi banyak orang Simeulue amat yakin bahwa istilah itu sudah ada. Konon, kata smong diturunkan dari ni semongan yang berarti percikan (air), sebagaimana ditemukan dalam satu dari tiga bahasa setempat. Menurut pemahaman penduduk sekarang ini, smong adalah rentetan peristiwa yang diawali oleh gempa yang besar, lalu diikuti oleh surutnya air laut, kemudian gelombang raksasa dan banjir. Peristiwa yang terjadi pada tsunami tahun 1907 diwariskan dari mulut ke mulut dalam masyarakat tanpa struktur yang baku. Cerita-cerita itu dikisahkan tidak dengan tujuan menyiapkan anak cucu menghadapi bencana serupa di masa datang, melainkan untuk memberikan gambaran tentang suatu kejadian dalam sejarah. Peristiwa itu rupanya meninggalkan trauma yang amat dalam sehingga darinya muncullah cerita-cerita individual, yang kemudian diceritakan turun-temurun di dalam keluarga atau di masyarakat. Tiap-tiap cerita memiliki kisahnya sendiri-sendiri dan tak jarang

menyebutkan tentang penderitaan dan kematian anggota keluarga. Karena tsunami 1907 terjadi pada hari Jumat, ketika orang-orang sedang kembali ke rumah seusai

melaksanakan ibadah di masjid, peristiwa itu kemudian memperoleh makna simbolik religius, yakni sebagai murka Tuhan. Orang kerap menyebut peristiwa itu sebagai cara Tuhan untuk meluruskan kembali cara hidup mereka yang telah melanggar norma-norma sosial dan religius. Dalam cerita-cerita itu dikisahkan juga tentang monumen alam dari peristiwa tsunami, misalnya adanya bebatuan karang laut di lahan pertanian di daratan. Nias

Gempa tanggal 28 Maret 2005 sangat berdampak terhadap penduduk dan infrastruktur Pulau Nias. Di tengah segala kerusakan itu justru tampaklah contoh yang sangat kentara tentang bagaimana praktik tradisional dapat mengurangi dampak bencana. Setelah gempa, kebanyakan rumah kayu tradisional yang jumlahnya terus berkurang itu ternyata dapat bertahan terhadap goncangan gempa.

Seperti tampak pada Gambar 3, rumah tradisional Nias terbuat dari kayu, di mana unsur-unsur strukturnya dikaitkan satu sama lain, bukan dipaku. Teknik sambungan ini

menyebabkan bangunan fleksibel. Rumah ditopang oleh tonggak-tonggak vertikal (enomo), yang bertumpu pada balok-balok batu dan sejumlah balok diagonal (ndriwa). Ndriwa diletakkan di antara enomo, dengan arah memanjang dan melintang bangunan, dan dengan demikian berfungsi sebagai pengikat longitudinal dan lateral sekaligus. Mereka saling bertumpu satu sama lain pada bagian bawah, juga pada bagian atas yang tepat bertemu dengan balok horizontal di bawah lantai rumah. Teknik pengikatan ndriwa secara diagonal ke dua arah ini memungkinkan bangunan bertahan terhadap goncangan gempa yang sangat kuat sekalipun.

Atap bangunan memiliki konstruksi yang serupa dengan struktur alasnya. Atap terdiri dari beberapa lapis balok diagonal yang ditepatkan pada posisi lateral. Kedua ujungnya

(30)

bertumpu pada balok-balok vertikal dan diagonal. Struktur alas dan atap semacam ini membentuk struktur tiga dimensi yang meningkatkan elastisitas dan stabilitas bangunan ketika terjadi gempa. Teknik yang khas itu hingga kini tetap dinilai sebagai contoh yang teruji mengenai arsitektur yang tahan gempa di Pulau Nias.

Siberut

Pengalaman masyarakat Mentawai atas fenomena alam seperti gempa bumi telah mereka terjemahkan ke dalam pelbagai strategi, secara kasat mata maupun tidak, yang berhasil mengurangi dampak bencana gempa. Sebagai misal, salah satu strategi yang tak kasat mata adalah kisah dongeng yang menekankan adanya kaitan metafisik antara manusia dan peristiwa gempa bumi. Dongeng itu mengisahkan secara detail tentang gempa yang pertama kali terjadi di muka bumi. Selain membangkitkan kesadaran masyarakat atas bahaya gempa, cerita ini juga mengingatkan pendengar bahwa gempa bumi mempunyai asal-usul manusia juga dan berkaitan dengan emosi manusia.

Berikut ini adalah salah satu versi dongeng di Attabai, sebuah dusun kecil di Siberut selatan:

“Pada zaman dahulu kala, di sebuah lembah di pantai barat Pulau Siberut, hiduplah sebuah keluarga besar. Mereka ingin membangun sebuah rumah panjang (uma) yang baru dan megah. Segala persiapan dilakukan: pohon-pohon besar ditebang untuk dijadikan tonggak, daun sagu dikumpulkan untuk anyaman atap, kayu dipotong-potong untuk dijadikan papan lantai, dan kulit rotan mereka serut untuk dijadikan tali. Mereka meminta bantuan sanak saudara dan kenalan yang tinggal di lembah lainnya.

Setelah segalanya siap, tibalah waktu untuk menggali lubang bagi tonggak pertama. Setelah lubang selesai digali, sang pemilik uma menjatuhkan cangkulnya ke dalam lubang, kemudian meminta saudara tirinya agar mengambilkan cangkulnya itu. Sang pemilik rumah sesungguhnya tidak menyukai saudara tirinya ini. Ketika si saudara tiri sudah berada di dalam lubang, sang pemilik rumah memerintahkan para saudara lainnya untuk menghunjamkan tonggak kayu yang besar ke dalam lubang. Sesaat terdengar jerit kesakitan, namun begitu tonggak kayu besar itu tertanam, hanya ada kesunyian.

Akhirnya, uma itu selesai dibangun dan termasyhur di seluruh pulau karena

keindahannya. Lalu, tiba saatnya untuk menyelenggarakan pesta besar-besaran sebagai upacara peresmiannya. Sang pemilik rumah mengundang sanak saudara dan kenalan untuk ikut pesta. Puluhan babi dan ratusan ayam disembelih dan dimasak.

Sementara itu, arwah sang saudara tiri tidak dapat beristirahat dengan tenteram. Ia sangat dendam terhadap sang pemilik rumah dan semua yang ikut berpesta. Sebelum perayaan berlangsung, sang arwah memperingatkan saudara perempuannya dan anak-anaknya agar selama pesta mereka tidak makan di dalam uma, melainkan harus bersembunyi di bawah pohon pisang.

Gambar

Gambar 2. Faktor-faktor yang menentukan kebertahanan dan penyebarluasan teknologi  pembangunan rumah milik masyarakat setempat
Tabel 1. Kode peringatan yang dipakai di Kota Dagupan
Diagram alur dari sistem peringatan dini dijelaskan di Gambar 4.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah di Pemerintah Kabupaten

Ketidaksesuaian tersebut bukan saja karena kebijakan yang ditentukan dari pusat (kebijakan sentralistis) dengan penerapan SROD ³ fit for all ´ VDPD XQWXN VHPXD wilayah),

yang diterima seseorang dari teman- temannya mengenai sebuah gagasan atau tindakan, semakin besar tekanan untu tindakan, semakin besar tekanan untu percaya pada gagasan atau

Kemudian peneliti juga menanyakan : ”Siapa saja yang menjadi anggota KKG BA dan bagaimana penerapan KKG BA ? Ibu Zakiyatul Ngafwani menjelaskanbahwa ”anggota KKG BA ini

Grafik rata-rata kepemilikan manajerial yang cenderung meningkat daripada kebijakan hutang karena tingkat kepemilikan saham oleh manajerial telah banyak dimiliki

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan di atas maka tindakan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Demak dalam menerbitkan Sertipikat Hak Milik Nomor

Hal ini terlihat bahwa kementerian/Lembaga menjalankan kebijakannya sesuai dengan kepentingan masing-masing, termasuk membuat kebijakan mengenai perbatasan cenderung

Keteraturan penerimaan raskin dapat meningkatkan status ketahanan pangan rumah tangga di mana semakin teratur menerima raskin maka cenderung rumah tangga tersebut berada