• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTANSI PAJAK-(EDISI 2013).pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKUNTANSI PAJAK-(EDISI 2013).pdf"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

SESUAI UU 36 TH.2008

COMPUTERIZED TAX SYSTEM DP & FRIEND’S TAX ADVISORY

YOGYAKARTA 2013

www.pajak-kita.blogspot.com

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat mempersembahkan sebuah buku dengan judul AKUNTANSI PAJAK sebagai revisi edisi sebelumnya kehadapan pembaca sekalian.

Buku Akuntansi Pajak ini disusun untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan Perpajakan khususnya masalah penyusunan Laporan Keuangan Fiskal (LKF), dan bagi masyarakat yang ingin mempelajari masalah pajak sebagai acuan didalam pemenuhan kewajiban pajak secara umum.

Disamping membahas secara teori, buku ini menyajikan secara sistematika ketentuan-ketentuan dalam penyusunan Laporan Keuangan Fiskal (LKF) beserta contoh-contoh dengan harapan dapat lebih membantu didalam pemahaman mengenai permasalahan pajak.

Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penerbitan buku ini, segala saran dan kritik untuk penyempurnaan buku ini di waktu-waktu mendatang sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, Juni 2013 Penulis

(3)

RIWAYAT PENULIS

Ir. Didik Pomadi, M.M.

Adalah Ketua Program Studi Perpajakan Politeknik PPKP Yogyakarta, sekaligus Pimpinan Pusat Pengembangan Ilmu Perpajakan (PPIP) dan Koordinator Keahlian Perpajakan sejak tahun 1999. Aktif mengikuti berbagai Pelatihan dan Seminar dibidang Perpajakan, Accounting, Auditing, dan International Invesment di Yogyakarta, Semarang dan Surabaya.

Disamping sebagai staf pengajar di PerguruanTinggi, juga pengajar pada Pelatihan Perpajakan Brevet A dan B antara lain di PPA Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan aktif dalam kegiatan In-House Training Perpajakan pada perusahaan-perusahaan swasta. Saat ini juga aktif sebagai Managing Partner pada Konsultan Pajak DP & Friend’s Consultant di Yogyakarta.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

RIWAYAT PENULIS iii DAFTAR ISI iv

BAB 1 PENDAHULUAN 6

1. Pengertian Umum 6

2. Akuntansi Sebagai Sumber Data 7

BAB 2 REKONSILIASI FISKAL 9

1. Akuntansi Komersial 9 2. Akuntansi Fiskal 9 3. Rekonsiliasi Fiskal 10 a. Laporan Laba Rugi 10 b. Neraca 11

BAB 3 MACAM REKONSILIASI (KOREKSI) FISKAL 12

1. Koreksi Waktu 12 a. Penyusutan 12 b. Amortisasi 14

c. Harga Pokok Penjualan (HPP) 16 d. Piutang Tidak Tertagih 18

e. Pendapatan Diterima Dimuka 18 2. Koreksi Tetap 19

a. Pengeluaran Natura dan Kenikmatan 19 b. Sumbangan/Bantuan/Hibah 20 c. Pemakaian Untuk Kepentingan Pribadi 20 d. Biaya Bunga 21

e. Pengalihan Aktiva Tetap 24

f. Penghasilan Yang Telah Dikenakan Pajak Bersifat Final 25 g. Penghasilan Yang Tidak Termasuk Obyek Pajak 26

BAB 4 KAPITA SELEKTA 27

1. Penjualan Konsinyasi 27 2. Ability to Pay 27

3. Penjelasan Pos-Pos Dalam Neraca Fiskal 27 a. Aktiva Lancar 28

(5)

HARGA POKOK PENJUALAN 32 RINGKASAN REKONSILIASI 33 PENGELOMPOKAN HARTA 36

DAFTAR PUSTAKA 40

BONUS :

(6)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Pengertian Umum

Dalam setiap pembicaraan mengenai perpajakan muncul permasalahan yang selalu hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat seiring dengan perkembangan kondisi sosial ekonomi. Dimana kita menyadari adanya perbedaan deamental antara pemerintah (fiskus) dengan wajib pajak, fiskus berusaha memperoleh pemasukan sebesar-besarnya dari pajak sedangkan wajib pajak berpikir sebaliknya, yaitu bagaimana memperkecil atau menghindari pembayaran pajak.

Kontroversi tersebut dalam kenyataan selalu ada, namun bagaimana hal ini dapat dijembatani dengan suatu kebijakan pemerintah yang dapat meminimalisir ekses negatif yang mungkin timbul. Untuk mendukung hal tersebut perlu adanya perangkat aturan yang jelas, transparan dan adil yang didukung dengan aparat yang profesional dengan birokrasi yang sederhama.

Sejak dilaksanakan “Tax Reform” tahun 1984 terdapat perubahan yang sangat mendasar didalam sistem pemungutan pajak, yaitu dengan digunakan Self Assessment System dimana wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Fiskus melakukan pembinaan , pelayanan dan pengawasan terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak yang dilakukan wajib pajak (tax compliance). Salah satu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak adalah menyusun laporan keuangan yang dalam istilah pajak disebut pembukuan/pencatatan sebagai sumber data dalam proses penghitungan pajak.

(7)

2. Akuntansi sebagai sumber data

Dirjen Pajak sebagai aparat pajak (fiskus) sesuai dengan Undang-undang menghendaki informasi akuntansi untuk kepentingan penghitungan pajak haruslah disusun secara khusus yaitu berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Akuntansi yang disusun secara khusus tersebut selanjutnya disebut Akuntansi Fiskal (Akuntansi Pajak).

Masalah yang timbul dalam hal ini adalah adanya perbedaan-perbedaan prinsip didalam penyusunan laporan keuangan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, dan muncul pertanyaan apakah wajib pajak harus menyusun dari awal lagi untuk membuat laporan keuangan berdasarkan akuntansi fiskal. Untuk menyusun laporan keuangan fiskal tidak perlu dimulai dari awal penyusunan informasi akuntansi komersial, namun dapat dilakukan dengan jalan mengadakan penyesuaian-penyesuaian atau koreksi dari laporan akuntansi komersial yang sudah ada.

Penyesuaian atau koreksi yang dilakukan atas laporan akuntansi komersial tersebut menjadi laporan akuntansi fiskal berdasarkan peraturan pajak yang berlaku disebut sebagai koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.

Langkah awal dari koreksi fiskal adalah mengadakan koreksi pada laporan laba rugi akuntansi. Laporan laba rugi akuntansi yang semula disusun berdasarkan SAK kemudian dilakukan koreksi baik pada pos-pos pendapatan maupun pos-pos biaya. Koreksi fiskal ini dilakukan berdasarkan peraturan pajak yang berlaku. Laporan laba rugi yang penyusunannya telah sesuai dengan peraturan perpajakan inilah yang disebut sebagai Laporan Laba rugi Fiskal. Dari laporan laba rugi fiskal akan didapat laba bersih sebelum pajak yang selanjutnya disebut Laba Fiskal atau dalam istilah pajaknya disebut sebagai Penghasilan Kena Pajak (PKP).

(8)

Dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) tersebut dengan tarif PPh pasal 17, akan diperoleh besarnya PPh terhutang yang menjadi kewajiban wajib pajak pada tahun pajak yang bersangkutan.

Koreksi fiskal juga dilakukan pada laporan perubahan modal dan neraca. Pada laporan perubahan modal akuntansi dilakukan koreksi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku sehingga menjadi laporan perubahan modal fiskal. Koreksi ini dilakukan untuk mendapatkan laba ditahan fiskal atau modal fiskal yang akan dicantumkan dalam Neraca Fiskal . Selain pos laba ditahan atau modal, pos-pos lain dalam neraca akuntansi juga harus dikoreksi agar menjadi neraca fiskal yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

(9)

BAB 2

REKONSILIASI FISKAL

1. Akuntansi Komersial

Perusahaan dalam menyampaikan informasi keuangannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (manajemen, pemilik / pemegang saham, Bank dan lain-lain) yaitu dengan menggunakan Informasi Akuntansi.

Informasi Akuntansi Yang merupakan informasi keuangan - Perusahaan atas hasil operasional atau Posisi keuangan perusahaan.

Disusun secara sistematis-

yang diterima secara umum Standart Akuntansi Keuangan (SAK) (generally accepted)

AKUNTANSI KOMERSIAL

2. Akuntansi Fiskal

Untuk keperluan menghitung Pajak Penghasilan (PPh), Dirjen Pajak (fiskus) menghendaki informasi akuntansi yang disusun secara Khusus (tidak berdasarkan pada SAK) tetapi berdasarkan pada peraturan pajak yang berlaku.

Informasi Akuntansi

(10)

3. Rekonsiliasi Fiskal

Untuk membuat Akuntansi Fiskal perlu dilakukan Koreksi Fiskal terhadap Akuntansi Komersial.

Akuntansi Komersial Akuntansi Fiskal

Koreksi Fiskal

Koreksi (rekonsiliasi) fiscal dilakukan antara lain pada :

a. Laporan Laba Rugi

L/R Akuntansi L/R Fiskal

Koreksi pos-pos pendapatan dan biaya

Sistematika selanjutnya adalah :

L/R Fiskal Laba Bersih Sebelum Pajak

Laba Fiskal

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Tarif PPh Pasal 17

(11)

b. Neraca

Koreksi fiskal ini dilakukan pada : Laporan perubahan modal dan pos-pos lain didalam neraca.

Hal ini untuk mendapatkan laba ditahan fiscal atau modal fiscal yang tercantum dalam neraca fiscal.

(12)

BAB 3

MACAM REKONSILIASI (KOREKSI) FISKAL

Rekonsiliasi (koreksi) fiskal diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

a. Koreksi Waktu

Yaitu perbedaan yang bersifat waktu (waktu pengakuan) baik pada pendapatan maupun pada biaya.

b. Koreksi Tetap

Yaitu perbedaan yang bersifat tetap (permanent), dalam arti boleh atau tidaknya pengakuan baik pada pendapatan atau biaya.

1. KOREKSI WAKTU

Koreksi waktu dapat dilakukan pada pos-pos antara lain :

a. Penyusutan

Pengertian penyusutan adalah : sebagian harga perolehan aktiva tetap yang secara sistematis dialokasikan sebagai biaya. Dimana besarnya penyusutan yang dibebankan setiap tahunnya dipengaruhi oleh metode penyusutan yang digunakan.

Berdasarkan metode penyusutan yang digunakan, maka :

Menurut Akuntansi Komersial

Banyak metode, antara lain : • Garis Lurus

• Saldo Menurun

• Saldo Menurun Ganda • Jumlah Angka Tahun, dll.

(13)

Menurut Akuntansi Fiskal

Metode yang boleh digunakan adalah : Garis Lurus dan Saldo Menurun.

a. Metode Garis Lurus ( straight line method )

Yaitu : penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat.

Harga Perolehan x Tarif Penyusutan

b. Metode Saldo Menurun ( declining balance method )

Yaitu : penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat.

Nilai Sisa Buku Aktiva Tetap x Tarif Penyusutan

Catatan : Pada akhir masa manfaat, Nilai Sisa Buku (NSB) yang ada disusutkan sekaligus (closed ended).

Didalam pemilihan metode penyusutan yang ada, wajib pajak dapat memilih salah satu diantara 2 (dua) metode tersebut, dengan ketentuan Taat Asas.

Taat Asas :

Sekali memilih untuk menggunakan salah satu metode penyusutan, maka untuk tahun-tahun berikutnya harus menggunakan metode yang sama. Hal ini berlaku untuk seluruh aktiva tetap dalam perusahaan.

(14)

b. Amortisasi

Harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, misalnya : - Biaya pendirian perusahaan

- Biaya perluasan modal

- Biaya sewa tanah / bangunan

Dapat diamortisasikan sesuai dengan masa manfaatnya.

Berdasarkan peraturan pajak, metode amortisasi yang boleh digunakan adalah :

a. Metode Garis Lurus b. Metode Saldo Menurun

TABEL PENYUSUTAN AKTIVA TETAP

Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan

Garis Lurus Saldo Menurun

Bukan Bangunan Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV 4 Th 8 Th 16 Th 20 Th 25 % 12,5 % 6,25 % 5 % 50 % 25 % 12,5 % 10 % Bangunan Permanen Tidak Permanen 20 Th 10 Th 5 % 10 % - -

(15)

TABEL AMORTISASI AKTIVA TETAP

Kelompok masa manfaat diterapkan atas dasar pada kelompok masa manfaat yang terdekat dengan masa manfaat yang sesungguhnya.

Beberapa perbedaan aturan penyusutan antara Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Fiskal, yaitu :

No. AKUNTANSI KOMERSIAL AKUNTANSI FISKAL 1. Aktiva yang disusutkan adalah

seluruh aktiva tetap yang dimiliki atau dikuasai

Aktiva yang disusutkan hanya aktiva yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

2. Saat dimulainya pengakuan penyusutan adalah pada tanggal pemakaian.

Saat dimulainya pengakuan penyusutan adalah pada bulan pembelian.

3. Tidak terdapat pengelompokan aktiva.

Aktiva tetap dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok aktiva.

4. Banyak metode penyusutan yang dapat dipilih.

Hanya 2 (dua) metode yang diperkenankan, yaitu : Garis Lurus dan Saldo Menurun.

Kelompok Harta Tidak

Berwujud Masa Manfaat

Tarif Amortisasi

Garis Lurus Saldo Menurun

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV 4 Th 8 Th 16 Th 20 Th 25 % 12,5 % 6,25 % 5 % 50 % 25 % 12,5 % 10 %

(16)

c. Harga Pokok Penjualan (HPP)

Merupakan harga pokok dari barang dagangan atau produk jadi perusahaan yang sudah dilakukan penjualannya.

HPP = (Persediaan Awal + Pembelian) - Persediaan Akhir

Untuk menentukan jumlah persediaan, baik persediaan awal maupun persediaan akhir, sangat dipengaruhi oleh metode penilaian persediaan yang dipakai.

Menurut Akuntansi Komersial :

Metode yang digunakan antara lain : - FIFO - Rata-Rata

- LIFO - Identifikasi Khusus

Menurut Akuntansi Fiskal :

Hanya ada 2 (dua) metode yang boleh digunakan adalah : - FIFO (Fist In Fist Out)

- Rata-Rata (Average)

Contoh penghitungan persediaan dengan masing-masing metode sebagai Berikut :

(17)

MASUK KELUAR SALDO

FIFO RATA-RATA LIFO FIFO RATA-RATA LIFO

SALDO AWAL 100 @9 = 900 100 @9 = 900 100 @9 = 900 100 @10 = 1000 100 @ 9 = 900 100 @10 = 1000 1900 200 @9,5 = 1900 100 @ 9 = 900 100 @10 = 1000 1900 100 @14 = 1400 100 @9 = 900 100 @10 = 1000 100 @14 = 1400 3300 300 @11 = 3300 100 @9 = 900 100 @10 = 1000 100 @14 = 1400 3300 100 @9 = 900 100 @11 = 1100 100 @14 = 1400 100 @10 = 1000 100 @14 = 1400 2400 200 @11 = 2200 100 @ 9 = 900 100 @10 = 1000 1900 100 @10 = 1000 100 @11 = 1100 100 @10 = 1000 100 @14 = 1400 1400 100 @11 = 1100 100 @ 9 = 900 900

Dari penghitungan persediaan diatas, maka penghitungan HPP untuk masing-masing metode penilaian persediaan sebagai berikut :

KETERANGAN FIFO RATA-RATA LIFO

Persediaan Awal Pembelian Persediaan Akhir 900 2.400 1.400 900 2.400 1.100 900 2.400 900

(18)

d. Piutang Tidak Tertagih

PIUTANG / TAGIHAN

Mengandung resiko untuk tidak tertagih / macet

Akuntansi Komesial Akuntansi Fiskal Dibuat rekening cadangan - Tidak boleh menggunakan - Kerugian piutang. Metode cadangan.

Dibebankan langsung sebagai - Menggunakan metode langsung, Kerugian dalam lap. L/R yaitu : pembebanan piutang tidak

tertagih ditentukan sebesar – piutang yang benar-benar sudah tidak dapat ditagih lagi.

Catatan :

Nilai piutang dalam neraca harus dicantumkan secara Netto, dalam arti saldo piutang setelah dikurangi dengan piutang yang tidak dapat ditagih lagi.

e. Pendapatan Diterima Dimuka

Menurut Akuntansi Komersial :

Pendapatan yang diterima misalnya : uang sewa untuk jangka waktu tertentu belum dapat diakui sebagai pendapatan, tetapi baru diakui sebagai pendapatan yang diterima dimuka.

(19)

Menurut Akuntansi Fiskal :

Pendapatan yang diterima dimuka (misalnya : uang sewa) Harus diakui sebagai penghasilan fiscal untuk periode yang bersangkutan, yaitu pada saat uang itu diterima.

2. KOREKSI TETAP

Koreksi tetap dapat dilakukan pada pos-pos antara lain :

a. Pengeluaran Natura dan Kenikmatan

Menurut Akuntansi Komersial :

Pengeluaran untuk pemberian natura / kenikmatan Boleh dibebankan

sebagai biaya. Misalnya : beras, gula, makan siang, seragam, harga pokok dari produk yang diberikan karyawan.

Menurut Akuntansi Fiskal :

Pengeluaran untuk pemberian natura / kenikmatan Tidak Boleh diperlakukan sebagai biaya.

Ketentuan Khusus : Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor : 83/PMK.03/2009 yang mulai berlaku 1 Januari 2009 menegaskan hal-hal sebagai berikut :

Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adaIah :

1. Pemberian atau penyediaan makanan dan/ atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.

2. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.

(20)

3. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.

b. Sumbangan / Bantuan / Hibah

Menurut Akuntansi Komersial :

Pengeluaran untuk sumbangan baik yang bersifat sosial atau komersial

Boleh dibebankan sebagai biaya.

Menurut Akuntansi Fiskal :

Sumbangan / bantuan / hibah Tidak Boleh dibebankan sebagai biaya, kecuali terdapat hubungan kerja, hubungan usaha, atau hubungan kepemilikan.

c. Pemakaian Untuk Kepentingan Pribadi

Menurut Akuntansi Komersial :

Hal ini dapat terjadi karena adanya penarikan dana / aktiva untuk keperluan pribadi pemilik perusahaan atau pengeluaran biaya untuk pribadi pemilik perusahaan.

Pengeluaran tersebut Tidak Boleh dibebankan sebagai biaya usaha, tetapi dibebankan sebagai pengurang modal (prive / deviden)

Menurut Akuntansi Fiskal :

Pengeluaran untuk keperluan pribadi Tidak Boleh dibebankan sebagai biaya.

Pemakaian untuk keperluan pribadi menurut fiscal mempunyai arti yang sangat luas, yaitu :

(21)

b. Pembayaran bunga atas pinjaman untuk pribadi.

c. Pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi (kecuali yang diatur lain dalam PPh Pasal 21).

d. Gaji untuk pemilik badan usaha yang modalnya tidak terbagi atas saham, dimana gaji pemilik diakui sebagai pengurang modal.

d. Biaya Bunga

KREDIT / HUTANG

Mengakibatkan perusahaan

Membayar biaya bunga

Menurut Akuntansi Komersial :

Pengeluaran membayar bunga atas hutang / kredit dapat dibebankan sebagai biaya yang mengurangi pendapatan bersih.

Menurut Akuntansi Fiskal :

Pengeluaran membayar bunga atas hutang / kredit pada prinsipnya dapat dibebankan sebagai biaya secara fiscal dengan syarat :

a. Biaya bunga atas hutang bukan untuk kepentingan pribadi. b. Dalam struktur modal, hutang menunjukkan rasio yang wajar.

c. Dalam hal tingkat bunga, sebatas pada tingkat bunga yang wajar (misalnya : tingkat bunga bank)

d. Dalam hal menempatkan dana pinjamannya dalam deposito atau tabungan, maka biaya bunga yang boleh dibebankan secara fiscal ditentukan dengan formulasi sebagai berikut :

(22)

Pengecualian dari ketentuan diatas, dimana biaya bunga pinjaman dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya secara fiscal, apabila :

a. Dana yang ditempatkan di Bank dalam bentuk rekening Giro.

b. Penempatan dalam deposito atau tabungan merupakan keharusan (peraturan), misalnya : syarat suatu proyek / tender.

c. Dapat dibuktikan bahwa deposito atau tabungan tersebut berasal dari tambahan modal atau sisa laba.

Contoh :

PT. MAJU pada tahun 2013 mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimal sebesar Rp. 200.000.000,- dan tingkat bunga 20% pertahun. Dari jumlah tersebut telah diambil dengan rincian sebagai berikut :

- Bulan Februari diambil Rp. 125.000.000,- - Bulan Juni diambil Rp. 25.000.000,- - Bulan Agustus diambil Rp. 50.000.000,-

Disamping itu PT. MAJU mempunyai dana yang ditempatkan dalam deposito dengan rincian sebagai berikut :

- Bulan Februari s/d Maret Rp. 25.000.000,- - Bulan April s/d Agustus Rp. 46.000.000,- - Bulan Sept s/d Desember Rp. 50.000.000,-

(23)

Dengan demikian besarnya biaya bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya secara fiscal sebagai berikut :

RATA-RATA PINJAMAN :

Bulan Pinjaman Jangka Waktu

Januari 0 1 bulan = Rp. 0 Pebruari s/d Mei RP. 125.000.000 4 bulan = Rp. 500.000.000 Juni s/d Juli Rp. 150.000.000 2 bulan = Rp. 300.000.000 Agustus s/d Desember Rp. 200.000.000 5 bulan = Rp. 1.000.000.000 Jumlah = Rp. 1.800.000.000

Rata-rata pinjaman perbulan :

Rp. 1.800.000.000,- : 12 = Rp. 150.000.000,-

RATA-RATA DEPOSITO :

Bulan Deposito Jangka Waktu

Januari 0 1 bulan = Rp. 0 Pebruari s/d Maret RP. 25.000.000 2 bulan = Rp. 50.000.000

April s/d Agustus Rp. 46.000.000 5 bulan = Rp. 230.000.000

September s/d Desember Rp. 50.000.000 4 bulan = Rp. 200.000.000 Jumlah = Rp. 480.000.000

(24)

Rata-rata deposito perbulan :

Rp. 480.000.000,- : 12 = Rp. 40.000.000,-

Jadi besarnya biaya bunga yang dapat dibebankan secara fiscal = (Rp.150.000.000 - Rp. 40.000.000) x 20% = Rp. 22.000.000,-

e. Pengalihan Aktiva Tetap

Pengalihan Aktiva Tetap

• Penjualan • Pertukaran

• Penghapusan karena sebab luar biasa (Hilang, kebakaran, atau rusak berat)

Menurut Akuntansi Komersial :

Apabila terjadi pengalihan aktiva tetap, maka selisih lebih atau selisih kurang antara harga jual dengan nilai bukunya, diakui sebagai laba atau rugiatas penjualan aktiva tetap.

Menurut Akuntansi Fiskal :

a. Nilai sisa buku aktiva tetap tersebut dibebankan sebagai penghapusan / kerugian.

b. Harga jual / penggantian asuransi yang diterima, diperlakukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan aktiva tetap tersebut.

(25)

Apabila :

Aktiva Tetap Dijual Kepada pihak yang ada hubungan Istimewa, misal :

• pemegang saham • direktur

• karyawan, dll

Maka penjualan tersebut (yaitu adanya hubungan istimewa) secara fiskal yang diakui adalah Harga Pasar.

Aktiva Tetap Diserahkan Sebagai penyertaan modal (saham)

Dinilai dengan harga pasar

Dibukukan sebagai Nominal Saham

Apabila harga pasar Lebih Besar dari nominal saham, maka selisih lebih dibukukan sebagai Agio Saham.

f. Penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final

Menurut Akuntansi Komersial :

Semua pendapatan, baik yang telah dikenakan pajak final atau tidak final diakui sebagai pendapatan.

(26)

Pendapatan yang telah dikenakan pajak yang bersifat final tidak boleh diakui sebagai pendapatan.

g. Penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak

Menurut Akuntansi Komersial :

Semua pendapatan, baik yang tidak dikenakan pajak (bukan obyek pajak)

diakui sebagai pendapatan.

Menurut Akuntansi Fiskal :

Pendapatan yang tidak termasuk obyek pajak, boleh tidak diakui sebagai

pendapatan, misalnya :

a. Sumbangan, bantuan, hibah, sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja / usaha dan hubungan kepemilikan.

b. Deviden / pembagian laba atas penyertaan modal yang diperoleh PT, Koperasi, Yayasan, BUMN / BUMD.

(27)

BAB 3

KAPITA SELEKTA

1. Penjualan Konsinyasi

System penjualan konsinyasi adalah barang telah diserahkan tetapi hak pemilikan masih berada dipihak pabrik (yang menyerahkan).

Penyerahan barang Sistem Konsinyasi Bukan Penghasilan

Dianggap sebagai Penghasilan Jika telah ada laporan penjualannya

Apabila belum terjual Dicatat sebagai persediaan

2. Ability to Pay

Dalam perpajakan konsep ability to pay, yaitu pajak harus dipungut pada saat WP mempunyai kemampuan untuk membayar (likuid).

Misalnya : Sewa yang diterima dimuka, dalam perpajakan diakui sekaligus sebagai penghasilan saat diterimanya uang sewa tersebut.

3. Penjelasan Pos-Pos Dalam Neraca Fiskal

(28)

a. AKTIVA LANCAR :

1. Kas (sama dengan pada akuntansi komersial) 2. Kas Bank (sama dengan pada akuntansi komersial) 3. Piutang

Yang dicantumkan adalah piutang netto, yaitu setelah dikurangi dengan piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih, yang telah dibebankan dalam biaya operasional.

4. PPh dibayar dimuka

Merupakan besarnya PPh yang telah dibayar selama tahun pajak yang bersangkutan, yang dapat dikreditkan dalam penghitungan PPh terhutang.

5. Persediaan

Merupakan persediaan barang dagangan yang telah dihitung berdasarkan metode FIFO atau Rata-rata.

b. AKTIVA TETAP :

1. Jumlah Aktiva tetap

Merupakan jumlah harga perolehan aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan secara langsung dalam kegiatan usaha.

2. Akumulasi Penyusutan

Merupakan nilai akumulasi dari penyusutan yang dilakukan secara fiskal selama masa manfaat.

Pada sisi Pasiva dalam neraca fiscal terdapat pos-pos antara lain :

c. KEWAJIBAN :

Merupakan pengorbanan ekonomis yang wajib dilakukan dimasa yang akan datang yang timbul karena adanya transaksi dimasa sebelumnya,

(29)

Dalam perpajakan kewajiban yang dicantumkan adalah kewajiban yang jelas statusnya.

Klasifikasi Kewajiban :

1. Kewajiban (hutang) jangka pendek.

Merupakan hutang yang harus dilunasi dalam jangka waktu sampai dengan satu tahun, misalnya :

 Hutang usaha

 Uang muka penjualan  Hutang pajak

 Hutang sewa  Hutang deviden

 Hutang pembelian aktiva, dll

2. Kewajiban (hutang) jangka panjang.

Merupakan hutang yang jatuh tempo pembayarannya lebih dari satu tahun, dan sumber pembayarannya tidak diambil dari aktiva lancar, misalnya :

 Pinjaman bank  Pinjaman gadai  Kredit investasi, dll

3. Kewajiban (hutang) lain-lain.

Merupakan kewajiban yang tidak dapat dikelompokkan dalam hutang jangka pendek atau jangka panjang.

Misalnya :

 Pendapatan ditangguhkan  Uang jaminan dari pelanggan

(30)

Bagaimana jika hutang dalam mata uang asing ?

Hutang dalam M.U. Asing

Dibukukan dalam M.U. rupiah

Berdasarkan : a. Nilai tukar tetap, atau b. Nilai tukar pada akhir tahun pajak

Memilih salah satu, tapi taat asas.

Catatan :

Dalam neraca, kewajiban disajikan disisi pasiva berdasarkan urutan jatuh temponya (dari yang terdekat sampai dengan yang paling lama)

d. MODAL :

Adalah sejumlah harta yang menjadi hak milik suatu usaha. Rekening modal terdiri dari :

1. Modal disetor

Yaitu : harta yang ditanamkan pemiliknya ke perusahaan. 2. Laba ditahan

Yaitu : akumulasi laba setelah pajak termasuk laba tahun berjalan dan telah dikurangi dengan laba yang dibagikan (deviden).

(31)

Catatan :

Semua pembayaran yang bersumber dari Laba Ditahan tidak boleh dibebankan sebagai biaya untuk tahun buku selanjutnya. Misalnya :

 Pembayaran bonus  Gratifikasi

 Jasa produksi  Tantiem  Dll

Bagaimana caranya biaya yang tidak boleh dibebankan, Secara fiscal dapat dibebankan sebagai biaya ?

(mis : fasilitas kesehatan, perumahan, dll)

Dengan merubah menjadi tunjangan sebesar fasilitas yang diberikan

(32)

HARGA POKOK PENJUALAN (INDUSTRI)

Uraian Bahan Baku Bahan Pembantu Jumlah

Persediaan awal tahun Rp………… Rp……… Rp………… Pembeliah dalam tahun-

Yang besangkutan Rp…………(+) Rp………(+) Rp……….(+)

Bahan tersedia Rp………… Rp…………... Rp…………

Persediaan bahan akhir th Rp………… (-) Rp…………... (-) Rp………..(-)

Pemakaian bahan Rp…………. Rp……… Rp………….

Gaji/upah Rp…………

Penyusutn / amortisasi Rp…………

Biaya lain-lain Rp……….(+)

Total biaya proses produksi Rp…………

Barang dalam proses awal tahun Rp……….(+)

Barang dalam proses tersedia Rp………….

Barang dalam proses akhir tahun Rp………..(-)

Harga Pokok Produksi Rp…………

Persediaan barang jadi awal tahun Rp..……..(+)

Barang jadi tersedia Rp………….

Persediaan barang jadi akhir tahun Rp……….(-)

Harga Pokok Penjualan Rp………….

Catatan :

1. Persediaan dan pemakaian persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara Rata-rata atau FIFO.

2. Penyusutan / amortisasi dilakukan dengan metode Garis Lurus atau Saldo Menurun.

(33)

RINGKASAN REKONSILIASI

LAPORAN KEUANGAN FISKAL

NO KETERANGAN KOMERSIAL KOREKSI FISKAL

I. PENGHASILAN USAHA 1. Penjualan Neto a. Metode pengakuan b. Potongan penjualan/rabat - Metode realisasi - Metode penyisihan c. Retur penjualan - Metode realisasi - Metode penyisihan

2.Harga Pokok Penjualan (HPP) a. Penilaian persediaan

- Harga perolehan - HP & H.Pasar terendah - Prosentase laba bruto - Harga eceran b. Metode - FIFO - LIFO - Rata-rata c. Pencatatan - Fisik - Perpetual Akrual              - -  -  -    -  - - - Akrual  -  -  - - -  -   

(34)

II.

III.

PENGHASILAN LUAR USAHA

1. Deviden penyertaan di DN 2. Deviden penyertaan di LN

3. Bunga tabungan, deposito, jasa giro 4. Keuntungan penjualan tanah

a. Bukan usaha pokok b. Usaha pokok

5. Keuntungan pengalihan harta 6. Penghasilan royalty

7. Penghasilan sewa a. Aktiva tetap bergerak b. Aktiva tetap tidak bergerak

8. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya, mis : PBB, PPn.BM

9. Keuntungan pembebasan hutang 10. Keuntungan selisih kurs valas 11. Hadiah / penghargaan

a. Sehubungan prestasi b. Sehubungan undian

12. Penerimaan dari piutang yang telah dihapuskan

13. Penerimaan hibah dari pihak yang ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, dan penguasaan

BEBAN USAHA

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memeliharan penghasilan :

a. Obyek pajak penghasilan b.Bukan obyek pjk penghasilan 2. Gaji / upah

3. Menanggung PPh Pasal 21 4. Tunjangan dalam bentuk uang 5. Premi asuransi jiwa yang dibayar perusahaan

6. Iuran THT

a. Dibayar perusahaan b. Dibayar karyawan

7. Iuran Pensiun ke dana pensiun yang telah disahkan M.K : a. Dibayar perusahaan b. Dibayar karyawan                -        -  -  -  -  - - -  - - - -  - Harga Pasar -  -  - - - - - - -  -  -    -     -  Harga Pasar  - -     -  -

(35)

8. Iuaran pensiun ke dana pensiun yang belum disahkan M.K

9. Tunjangan Hari Raya (THR) 10. Uang lembur

11. Pengobatan a. Cuma-Cuma b. Penggantian

c. Tunjangan pengobatan 12. Imbalan dalam bentuk natura 13. Tunjangan cuti / uang cuti 14. Perjalanan dinas

15. Biaya rekreasi 16. Bonus / pesangon

17. Biaya pendidikan pegawai 18. Beasiswa :

a. Ada ikatan kerja b. Tidak ada ikatan kerja c. GN-OTA

19. Sumbangan pada karyawan : a. Barang

b. Uang

20. Gaji yang dibayarkan kpd anggota persekutuan, Firma, CV

21. Bunga pinjaman 22. Beban sewa 23. Beban royalty

24. Jasa manajemen / tehnik 25. Litbang

26. Intertaiment

27. Keperluan pribadi direksi / pegawai 28. Iklan / promosi

29. Rugi selisih kurs valas 30. Kerugian pengalihan harta 31. Beban ATK kantor

32. Beban Listrik, Telp dan Fax 33. Perangko dan meterai 34. Handphone dan radio pager 35. Pemeliharaan & perbaikan aktiva

                 Bukan Biaya       Bukan Biaya          - -  - -  - -  - - -  -  - - - - - - - - - - - - - - - 50% - -   -   -   -    -  -  Bukan Biaya       Bukan Biaya       50%

(36)

Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.04/2002

Jenis-Jenis Harta Berwujud yang Termasuk

Kelompok I

No. Jenis Usaha Jenis Harta

1. Semua Jenis Usaha

a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.

b. Mesin kantor seperti mesin ketik, mesin hitung, duplikator, mesin photo copy, accounting machine dan sejenisnya. Komputer, printer, scanner dan

c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/casette, video recorder, televisi, dan sejenisnya.

d. Sepeda motor, sepeda dan becak.

e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan.

f. Alat dapur untuk memasak, makanan dan minuman. Dies, jigs, dan mould.

2. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan

Alat yang digerakkan bukan dengan mesin

3. Industri Makanan dan Minuman

Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya. 4. Perhubungan,

Pergudangan dan Komunikasi

Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum.

5. Industri Semi Konduktor

Flash memory tester, writer machine, bipolar test system, eliminator (PE8-1), pose checker.

Jenis-Jenis Harta Berwujud yang Termasuk Kelompok II

No. Jenis Usaha Jenis Harta

1. Semua Jenis Usaha

a .

Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, almari, dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin, dan sejenisnya.

b .

Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.

(37)

2. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan a .

Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.

3. Industri Makanan dan Minuman

a .

Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan. b

.

Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, margarine, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.

c .

Mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan buah-buahan minuman segala jenis.

d .

Mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis.

4. Industri Mesin Mesin yang menghasilkan/produksi mesin ringan (misalnya mesin jahit, pompa air)

5. Perkayuan Mesin dan peralatan penebangan kayu

6. Kontruksi Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane, buldoser dan sejenisnya

7. Perhubungan, Pergudangan dan Komunikasi

a .

Truck kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat, truck peron, truck ngangkang dan sejenisnya.

b .

Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin dan kapal tanki, kapal penangkap c

.

Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya,

d .

Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT.

e

. Kapal balon. 8. Telekomunikasi a

.

Perangkat pesawat telepon. b

.

Pesawat telegraf, termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.

9. Industri Semi Konduktor

Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning chine, coating machine, curing oven, cutting press, ambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system ovn, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full

automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press,

(38)

Jenis-Jenis Harta Berwujud yang Termasuk Kelompok III

No. Jenis Usaha Jenis Harta

1. Pertambangan Selain Minyak dan Gas

Mesin-Mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk dan gas mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.

2. Pemintalan, Penenunan, dan Pencelupan

a. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk dan

tekstil (misalnya kain katun, sutra serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).

3. Perkayuan a. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk kayu,

barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.

b. Mesin dan peralatan penggergajian kayu 4. Industri Kimia

a. Mesin dan peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industri kimia dan industri yang ada hubungannya dengan industri kimia (misalnya bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dari logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinoida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat rias, obat

organis pembersih lainnya , zat albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.

b. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk industri lainnya, (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester

dan eter dari selulosa, karet, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).

5. Industri Mesin Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan erat (misalnya mesin mobil, mesin kapal)

6. Perhubungan dan Komunikasi

a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk

pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai

(39)

berat diatas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT c. Dok terapung. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat di atas 250

d. DWT

e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis 7. Telekomunikasi Perangkat radio navigasi, radar, dan kendali jarak jauh.

Jenis-Jenis Harta Berwujud yang Termasuk Kelompok IV

No. Jenis Usaha Jenis Harta

1. Konstruksi Mesin berat untuk konstruksi

2. Perhubungan dan Komunikasi

a. Lokomotif uap dan tender atas rel.

b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan tenaga listrik dari sumber luar.

c. Lokomotif atas rel lainnya.

d. Kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk kontainer khusus dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau beberapa alat engangkutan. e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang tertentu (misalnya

gandum, batu-batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sebagainya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT.

f. Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal

keruk, keran- keran terapung dan sebagainya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal Pajak, 2007 Undang-undang nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.

2. Direktorat Jenderal Pajak, 2008 Undang-undang nomor 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

3. ---, 2009 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 83/PMK.03/2009. Tentang Pemberian Natura & Kenikmatan yang Dapat Mengurangi Penghasilan Bruto. 4. ---, 2009 Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor : 12/PJ/2009 Tentang Tata Cara Revaluasi Aktiva Tetap.

5. ---, 2001 Himpunan Peraturan Pelaksanaan Perubahan Undang-Undang Perpajakan Tahun 2001, CV Eko Jaya, Jakarta. 6. Tunas Hariyulianto, 1996 Pajak Penghasilan Indonesia, CV Eko

Jaya, Jakarta.

7. ---, 2000 Undang - Undang Pajak Tahun 2000, Edisi Lengkap, PT Salemba Empat, Jakarta.

8. Waluyo, Wirawan B. Ilyas, 2002 Perpajakan Indonesia, Buku 1 dan 2, PT Salemba Empat, Jakarta.

9. --- Himpunan Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

(41)

PETUNJUK PENGHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN BADAN

( UU No.36 Tahun 2008)

A. Formulasi Penghitungan

(-) (=) PENGHASILAN BRUTO BIAYA-BIAYA PENGHASILAN NETO

(-) KOMPENSASI KERUGIAN (=) PPH (=) TARIF (X) PENGHASILAN

TERUTANG PASAL 17 KENA PAJAK (-)

PPh YG DIPOTONG / DIPUNGUT PIHAK LAIN

(=)

PPh YG HARUS (-) PPh YANG TELAH (=) PPh KURANG/LEBIH DI BAYAR SENDIRI DIBAYAR SENDIRI BAYAR

B. Keterangan :

1. Penghasilan Bruto

Merupakan penghasilan yang diperkenankan sebagai obyek pajak, baik penghasilan dari usaha maupun penghasilan dari luar usaha kecuali penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final.

2. Biaya-Biaya

Merupakan pengurang-pengurang yang diperkenankan didalam penghitungan Pajak Penghasilan, yaitu :

(42)

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk :

- Biaya pembelian bahan

- Upah, gaji, honorarium, bonus, tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.

- Biaya bunga - Biaya sewa - Biaya royalti

- Biaya perjalanan dinas - Biaya pengolahan limbah

- Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. - Premi asuransi

- Biaya administrasi

- Pajak, kecuali pajak penghasilan

b. Penyusutan dan amortisasi, untuk harta yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta perusahaan. e. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan. g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan.

h. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur Peraturan Pemerintah.

i. Sumbangan dalam rangka penelitian pengembangan yang dilakukan di Indonesia ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

j. Biaya pembangunan infrastruktur sosial ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

k. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(43)

l. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pengurang yang tidak diperkenankan

a. Pembagian laba, termasuk dividen dan sisa hasil usaha koperasi.

b. Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. c. Pembentukan cadangan, kecuali untuk usaha bank, sewa guna usaha

dengan hak opsi, usaha asuransi dan pertambangan.

d. Imbalan dalam bentuk natura (barang) dan kenikmatan (fasilitas), kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta kenikmatan daerah tertentu berkaitan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

e. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

f. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan. g. Pajak penghasilan.

h. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV.

i. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang berkenaan dengan perpajakan.

3. Penghasilan Neto dan Kompensasi Kerugian

Selisih dari penghasilan bruto dengan biaya-biaya yang diperkenankan adalah yang disebut penghasilan neto. Apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan didapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

Contoh :

PT. X dalam tahun 2007 mengalami kerugian fiskal sebesar Rp.1.200.000.000,- Diketahui dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal PT. X sebagai berikut :

(44)

Th. 2008 laba fiscal : Rp. 200.000.000 Th. 2009 Rugi fiscal : (Rp. 300.000.000) Th. 2010 laba fiscal : NIHIL

Th. 2011 laba fiscal : Rp. 100.000.000 Th. 2012 laba fiscal : Rp. 800.000.000

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut : Rugi fiskal Th.2007 : (Rp. 1. 200.000.000)

Laba fiskal Th.2008 : 200.000.000 (+) Sisa rugi fiskal Th.2007 : ( 1.000.000.000) Rugi fiskal Th.2009 : ( 300.000.000) Sisa rugi fiskal Th.2007 : ( 1.000.000.000) Laba fiskal Th.2010 : NIHIL Sisa rugi fiskal Th.2007 : ( 1.000.000.000) Laba fiskal Th.2011 : 100.000.000 (+) Sisa rugi fiskal Th.2007 : ( 900.000.000) Laba fiskal Th.2012 : 800.000.000 (+) Sisa rugi fiskal Th.2007 : ( 100.000.000)

Rugi fiskal tahun 2007 sebesar Rp. 100.000.000,- yang masih tersisa akhir tahun 2012 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2013. Sedangkan rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp. 300.000.000,- hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2013 dan 2014, karena jangka waktu 5 (lima) tahun yang dimulai sejak tahun 2009 berakhir pada tahun 2014.

4. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif dihitung dengan jalan mengurangkan penghasilan neto dengan kompensasi kerugian tahun sebelumnya. Dengan kata lain jika tidak ada kompensasi kerugian tahun

(45)

sebelumnya, maka penghasilan neto dianggap sebagai Penghasilan Kena Pajak (PKP).

5. Tarif Pajak Pasal 17

Berdasarkan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang efektif berlaku per 1 Januari 2009, dimana tarif PPh Badan menggunakan tarif tunggal 28% untuk tahun pajak 2009 (Pasal 17 ayat 1 huruf b) dan berubah menjadi 25% untuk tahun pajak 2010 (Pasal 17 ayat (2a)).

Selanjutnya sesuai Pasal 31E ayat (1) menyatakan bahwa : Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Contoh 1:

Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penghitungan pajak yang terutang:

Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Pajak Penghasilan yang terutang:

(46)

Contoh 2:

Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:

1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:

(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00

2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:

Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang:

- (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp67.200.000,00 - 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00

Jadi Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp67.200.000,00 + Rp705.600.000,00 = Rp772.800.000,00

6. PPh Terhutang

Besarnya pajak terhutang (PPh terhutang) diperoleh dengan jalan mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan Tarif Pajak Pasal 17. Untuk keperluan penerapan tarif pajak ini jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.

7. PPh Yang Dipotong/Dipungut Pihak Lain

(47)

penghasilan) yang boleh diperhitungkan sebagai Kredit Pajak (dikreditkan) terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Kredit Pajak hanya dapat diperhitungkan untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya tidak bersifat final.

Adapun jenis Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan antara lain : a. Pajak Penghasilan Pasal 22

Pajak Penghasilan yang dipungut oleh bendaharawan atau badan lain yang ditunjuk sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang tertentu lainnya. b. Pajak Penghasilan Pasal 23/26

Pajak Penghasilan yang dipotong sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh atas penggunaan modal (capital income) dan penghasilan sehubungan dengan jasa yang diterima wajib pajak badan. Misalnya royalti, sewa, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan. c. Pajak Penghasilan Pasal 24

Pajak yang dibayar atau terhutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.

8. PPh Yang Harus Dibayar Sendiri

Merupakan selisih antara PPh terhutang dengan PPh yang dipotong/dipungut pihak lain ( sebagaimana yang dimaksud kredit pajak pasal 22, pasal 23 dan pasal 24). Dimana besarnya PPh yang harus dibayar sendiri tersebut menjadi dasar penghitungan Angsuran Pajak (PPh. Pasal 25) untuk tahun pajak berikutnya, dengan formulasi penghitungan yaitu PPh yang harus dibayar sendiri dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

9. PPh Yang Telah Dibayar Sendiri

(48)

(dikreditkan) terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang telah dibayar sendiri dapat meliputi :

a. PPh. Pasal 25 (angsuran pajak setiap bulannya)

b. Surat Tagihan Pajak (STP) PPh. Pasal 25 (hanya pokok pajak) c. Fiskal luar negeri

10. PPh Yang Kurang / Lebih Bayar

Merupakan selisih antara PPh yang harus dibayar sendiri dengan PPh yang telah dibayar sendiri oleh wajib pajak. Dimana jika PPh yang harus dibayar sendiri lebih besar dari pada PPh yang telah dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang masih harus dibayar (PPh kurang bayar). Demikian pula jika PPh yang harus dibayar sendiri lebih kecil dari pada PPh yang telah dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang lebih bayar.

Apabila terdapat hasil PPh kurang bayar, maka kekurangan tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan dilaporkan di akhir bulan April tahun pajak berikutnya.

C. KREDIT PAJAK

Yang dimaksud dengan kredit pajak adalah pelunasan / pembayaran pajak dalam tahun berjalan yaitu melalui dibayar sendiri oleh wajib pajak ataupun melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain (pada saat wajib pajak menerima penghasilan) yang boleh diperhitungkan sebagai Kredit Pajak (dikreditkan) terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.

Kredit Pajak hanya dapat diperhitungkan untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya tidak bersifat final.

(49)

3. Pajak Penghasilan Pasal 24 4. Pajak Penghasilan Pasal 25

Dalam hal ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud kredit pajak adalah :

1. Pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak 2. Baik dengan cara dipotong/dipungut pihak lain 3. Maupun dengan cara dibayar sendiri

4. Yang tidak bersifat final

5. Untuk tahun pajak yang sama

6. Yang dapat diperhitungkan sebagai angsuran pajak

D. KELENGKAPAN LAPORAN SPT TAHUNAN PPh. PASAL 29

BADAN

1. 1 (satu) set formulir SPT-Tahunan PPh WP Badan (Form.1771) 2. Laporan laba rugi fiskal

3. Neraca Fiskal

4. Daftar aktiva dan penghitungan penyusutan/amortisasi fiskal 5. Surat Setoran Pajak (SSP), apabila kurang bayar

Gambar

TABEL PENYUSUTAN AKTIVA TETAP
TABEL AMORTISASI AKTIVA TETAP

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan oleh Dokter Hewan berwenang di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner yang didukung dengan pemeriksaan dan pengujian terhadap cemaran mikroba, residu,

oh’ya Untuk membunuh atau memblokir koneksi komputer target sepenuhnya, klik kanan pada salah satu komputer yang ada di daftar dan pilih "Drop Hosts Selected". Ya

(2005) found that the application of humic acid and Zn before sowing affects the activation of the growth of the roots and the top of the plant, thereby increasing the

c. Pengaruh semua unsur pendapatan dan biaya yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan, seperti laba atau rugi penjualan aktiva tetap. Perusahaan dianjurkan untuk

Penelitian mengenai pengaruh penetrasi sosial perempuan lesbian terhadap sikap pertemanan; (studi survei eksplanasi perempuan lesbian di Organisasi Perempuan

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Islam dalam Serat Sastra Gending karya Sultan Agung. Yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam dan dua disiplin Ilmu yaitu Teologi

Dengan kat a lain , j ika Anda selalu m em bayangkan pikir an yan g negat if. – kecew a, gagal, m ar ah, selalu m enyalahkan or ang lain , fr ust asi,

Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana kadar betakaroten yang dipersyaratkan adalah minimum 3 mg/100mg (setara dengan vitamin A 250 RE), maka semua