• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan berlanjut hingga akhir kehidupan (Stolte, 2003). 2) Lanjut usia (Ederly) : antara tahun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan berlanjut hingga akhir kehidupan (Stolte, 2003). 2) Lanjut usia (Ederly) : antara tahun."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

A. TELAAH PUSTAKA 1. Lanjut Usia

a. Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas. Usia lanjut adalah masa yang dimulai sekitar usia 60 hingga 65 tahun dan berlanjut hingga akhir kehidupan (Stolte, 2003).

Menurut Undang-Undang No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia Bab I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

b. Pengelompokan Lanjut Usia

Menurut WHO (2006), lanjut usia dikelompokkan menjadi : 1) Usia pertengahan (Middle Age) : kelompok usia 45 – 59 tahun. 2) Lanjut usia (Ederly) : antara 60 – 74 tahun. 3) Lanjut usia tua (Old) : antara 75 – 90 tahun. 4) Usia sangat tua (Very Old) : diatas 90 tahun.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2007) dijelaskan bahwa kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa virilitas meliputi :

1) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium. 2) Kelompok usia lanjut (>65 tahun) sebagai masa senium.

(2)

Menurut Setyonegoro (2009), pengelompokan lanjut usia dibagi menjadi :

1) Usia dewasa muda (Elderly Adulthood) 18 atau 20-25 tahun. 2) Usia dewasa penuh (Elderly) atau maturitas, 25-60 tahun atau 65

tahun.

3) Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun a) 70-75 tahun (Young Old)

b) 75-80 tahun (Old) c) Lebih dari 80 (Very Old) c. Proses Penuaan

Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh ”mati” sedikit demi sedikit (Iqbal, 2009).

Meskipun secara teknik proses penuaan (aging process) berlangsung setelah konsepsi, istilah penuaan (aging) tidak sinonim dengan tua (aged, misalnya aged adult). Aged adult atau lanjut usia

(3)

orang dewasa yang sistem-sistem biologisnya telah dewasa (matur), dan karena usianya yang sudah lanjut terjadi perubahan-perubahan struktur dan fungsi. Perubahan itu sangat berjalan mulus sehingga tidak menimbulkan ketidakmampuan atau dapat terjadi sangat nyata dan berakibat ketidakmampuan total (Maurus, 2007).

Proses penuaan, seseorang akan menjadi tua dengan berbagai masalah pada orang tua. Masalah-masalah umum yang sering dialami oleh lansia, antara lain (Setiawati, 2008) :

1) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pada orang lain.

2) Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya.

3) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.

4) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal atau pergi jauh dan / cacat.

5) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah.

6) Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa.

7) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa.

(4)

8) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk lansia dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat dengan yang lebih cocok.

d. Masalah Kesehatan Pada Lansia 1) Diabetes mellitus

Diabetes melitus (DM) /kencing manis adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Damayanti, 2006).

2) Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang rendah, disertai mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Damayanti, 2006).

3) Osteoartritis

Osteoartritis (OA, dikenal sebagai artritis degeneratif, penyakit degeneratif sendi), adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi (Damayanti, 2006).

(5)

Teknan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Hipertensi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyabab utama gagal jantung kronis (Damayanti, 2006).

5) Gagal jantung

Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) saat istirahat dan aktifitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi keadaan dimana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Marulam, 2006).

6) Alzheimer

Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf otak yang komplek dan progresif yang disebabkan karena gizi diotak (Damayanti, 2006).

7) Penyakit paru obstruktif kronik

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi

(6)

paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik (Damayanti, 2006). 2. Hipertensi

a. Definisi

1) Tekanan darah adalah kekuatan yang digunakan oleh darah yang bersirkulasi pada dinding-dinding dari pembuluh darah, dan merupakan satu dari tanda-tanda vital yang utama dari kehidupan, yang juga termasuk detak jantung, kecepatan pernafasan, dan temperatur (Muhammadun, 2010).

2) Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung (pembuluh arteri) dan yang kembali ke jantung (pembuluh balik) (Alam, 2005). Secara umum ada dua komponen tekanan darah, yaitu tekanan sistolik (angka atas) yaitu tekanan yang timbul akibat pengerutan bilik jantung sehingga ia akan memompa darah dengan tekanan terbesar, dan tekanan diastolik (angka bawah) yang merupakan kekuatan penahan pada dinding pembuluh darah saat jantung mengembang antar denyut, terjadi pada saat jantung dalam keadaan mengembang (saat beristirahat), sehingga tekanan darah akan berkurang (Martuti, 2009).

3) Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan keadaan perubahan dimana tekanan darah meningkat secara kronik (Kholish, 2011).

(7)

4) Hipertensi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Alam, 2005).

5) Hipertensi yaitu tekanan tinggi di dalam arteri, arteri adalah pembuluh yang mengakut darah dari jantung yang memompa ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Muhammadun, 2010). 6) Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan sistole dan

diastole mengalami kenaikan yang melebihi batas normal dimana tekanan sistole diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90 mmHg (Muwarni, 2009).

Hipertensi sering kali disebut dengan silent killer, karena penyakit ini termasuk penyakit mematikan, yang tanpa disertai gejala peringatan. Bahkan sakit kepala yang sering menjadi indikator hipertensi tidak terjadi pada sebagian orang atau dianggap keluhan ringan yang akan sembuh dengan sendirinya. Namun yang berbahaya adalah hipertensi yang tidak disadari dan tidak mendapatkan penanganan medis hingga menyebabkan komplikasi. Komplikasi tersebut seperti stroke dan serangan jantung hingga menyebabkan kematian.

b. Epidemiologi

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor

(8)

yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga. Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat nasional, multisenter, yang menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat.

Boedhi Darmojo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian melaporkan bahwa 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah pasien hipertensi. Pada umumnya prevalensi berkisar antara 8,6-10%. Prevalensi terendah yang dikemukakan dari data tersebut adalah berasal dari desa Kalirejo, Jawa Tengah, yaitu 1,8%, sedangkan di daerah Arun, Aceh, Sumatra Utara, sebesar 5,3%. Data lain yang dikemukakan Gunawan S, yang menyelidiki masyarakat terisolasi di Lembah Baliem, Irian Jaya mendapatkan prevalensi hipertensi 0,65% (Suyono, 2001).

Kalau ditinjau perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% pada pria dan 11,6% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat, menunjukkan 18,6% pada pria dan 17,4 pada wanita. Di daerah perkotaan Jakarta (petukangan) didapatkan 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita (Suyono, 2001).

(9)

hipertensi perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensi yang tinggi dan komplikasi yang ditimbulkan hipertensi cukup berat (Suyono, 2001).

c. Penyebab Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.

1) Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya kenaikan tekanan darah sebagai dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan (Diana, 2009). Hipertensi primer diduga mempunyai etiologi multifaktor dan belum ditemukan adanya satu mekanisme sentral sebagai penyebabnya. Namun ada banyak faktor resiko yang mempengaruhinya, yaitu genetik, usia, stress, obesitas, diabetes mellitus, alkoholisme, konsumsi tinggi garam dan kebiasaan merokok (Suyono, 2001). a) Genetik

Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dibuktikan berbagai kenyataan yang dijumpai. Adanya bukti bahwa keajdian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot daripada heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi, menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran terhadap terjadinya

(10)

hipertensi (Soeparman dan Waspadji, 2000).

Meskipun hipertensi dianggap sebagai penyakit keturunan, namun hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam, sehingga tidak ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang beresiko untuk terjadi hipertensi secara konsisten (Muhammadun, 2010).

b) Usia

Semakin tua seseorang pengaturan metabolisme kalsium terganggu, sehingga terjadi Hypercalcidemia yang menyebabkan darah menjadi lebih padat. Aterosklerosis akibat endapan kalsium menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga aliran darah yang menuju jaringan terhambat. Hal ini dapat memacu peningkatan tekanan darah. Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang dan cenderung kaku, sehingga volume darah masuk kedalam jaringan berkurang. Agar kebutuhan darah di jaringan terpenuhi, maka jantung harus memompa darah lebih kuat lagi (Muhammadun, 2010). c) Obesitas

Makan yang berlebihan dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kegemukan lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan olahraga). Jika

(11)

makanan yang dimakan banyak mengandung lemak jahat seperti kolesterol, dapat menyebabkan penimbunan lemak di sepanjang pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah kurang lancar. Pada orang yang memiliki kelebihan lemak (hyperlipidemia), dapat menyebabkan penyumbatan darah sehingga mengganggu suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh. Selain itu kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler karena beberapa penyebab. Semakin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi kejaringan tubuh. Hal ini membuat volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadsi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri dan menyebabkan tekanan darah naik (Muhammadun, 2010).

d) Stress

Hipertensi diduga akan mudah muncul pada orang yang sering stress dan mengalami ketegangan pikiran yang berlarut-larut. Hubungan antara sress dengan hipertensi terjadi melalui aktivasi saraf simpatik, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten. Salah satu tugas saraf simpatis adalah merangsang pengeluaran hormon adrenalin. Hormon ini dapat menyebabkan terjadinya

(12)

peningkatan tekanan darah dan jantung berdebar-debar (Muhammadun, 2010).

e) Diabetes Mellitus

Hipertensi juga bisa muncul sebagai komplikasi dari penyakit diabetes mellitus khususnya penderita diabetik nefropati, yaitu diabetes yang menyebabkan kerusakan pada sistem saraf. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi pada penderita DM tergantung insulin (IDDM atau DM tipe II). Penderita diabetes tipe II pada umumnya memiliki kondisi yang disebut degan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana seseorang yang mempunyai jumlah insulin yang cukup untuk merombak glukosa, namun tidak bekerja sebagaimana mestinya. Insulin yang tidak berkerja ini tidak akan diubah dalam bentuk apapun, dan akan tetap dalam bentuk insulin. Insulin inilah yang menyebabkan hipertensi pada penderita DM. Hal tersebut terjadi karena selain insulin bekerja untuk mengubah glukosa menjadi glikogen juga dapat mengakibatkan peningkatan resistensi natrium di ginjal dan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik. Retensi natrium dan meningkatnya sistem saraf simpatik merupakan dua hal yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut, insulin juga dapat meningkatkan

(13)

konsentrasi kalium di dalam sel, yang mengakibatkan naiknya resitensi pembuluh, yang merupakan salah satu faktor meningkatnya tekanan darah (Suyono, 2001).

f) Alkoholisme

Alkohol dapat merusak fungsi sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi. Apabila saraf simpatis terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami gangguan. Pada seorang yang sering minum-minuman dengan kadar alkohol tinggi, tekanan darah mudah berubah dan cenderung tinggi. Alkohol juga bisa meningkatkan keasaman darah, darah menjadi lebih kental. Keadaan darah yang kental membuat jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar darah dapat sampai ke jaringan yang membutuhkan. Hal ini menyebabkan hipertensi (Muhammadun, 2010).

g) Asupan Tinggi Garam

Natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Mengkonsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstravaskuler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstrasesuler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

(14)

Pada umumnya konsumsi garam dapur yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh (Muhammadun, 2010).

h) Rokok

Rokok, selain mengandung zat racun (toksin) yang berjumlah jutaan, juga menjadi oksidan (radikal bebas) yang merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan keelastisitasan pembuluh darah berkurang. Akibatnya tekanan darah meningkat (Muhammadun, 2010).

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan yang disebabkan oleh penyakit lain. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya, penyakit ginjal intrinsik, stenosis arteri renalis, hiperaldosteronisme primer, dan penyebab lainnya (O‟Callaghan, 2010).

a) Penyakit ginjal intrinsik

Setiap penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Penyakit parenkim ginjal adalah penyebab tersering hipertensi sekunder yaitu sebanyak 2,5-5%. Hipertensi esensial dapat menyebabkan penyakit ginjal menahun, sedangkan penyakit ginjal merupakan penyebab paling sering hipertensi sekunder (Suyono, 2001). Gangguan ginjal berat mengurangi eksresi natrium serta menyebabkan

(15)

hipervolemia dan hipertensi, yang bersifat „sensitif terhadap garam‟ karena hipertensi meningkat seiring dengan asupan garam. Pada gangguan ginjal ringan, hipoperfusi ginjal yang dipersepsi memacu sekresi renin dan vasokontriksi yang dimediasi oleh angiotensin II. Hipertensi ini tidak sensitif terhadap garam dan disebut resisten garam (O‟Callaghan, 2010).

b) Stenosis arteri renalis

Stenosis arteri renalis adalah penyebab dari hipertensi renovaskuler. Stenosis arteri renalis menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG), menstimulasi pelepasan renin dan angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan hipertensi melalui vasokontriksi dan stimulasi pelepasan aldosteron dan retensi natrium. Jika kedua ginjal terkena, hipervolemia dan hipertensi akhirnya mengembalikan perfusi ginjal dan kadar renin sedikit turun. Jika salah satu ginjal normal, hipertensi akan meningkatkan LFG. Hal ini memacu eksresi natrium oleh ginjal sehat, namun perfusi pada ginjal yang mengalami stenosis tetap kurang dan terus menghasilkan kadar renin yang sangat tinggi (O‟Callaghan, 2010).

c) Hiperaldosteronisme primer

(16)

semua kasus hipertensi. Kelebihan aldosteron meningkatkan retensi natrium dan sekresi kalium oleh ginjal. Hipervolemia yang terjadi menyebabkan hipertensi. Produksi renin disupresi karena tekanan perfusi ginjal dan penyampaian natrium klorida ke makula densa meningkat (O‟Callaghan, 2010).

d) Penyebab lain hipertensi

Koarktasio aorta mengurangi perfusi ginjal dan memicu sekresi renin. yang khas, pulsasi di tungkai lebih lemah daripada lengan. Steroid menyebabkan retensi natrium dan hipertensi ini merupakan efek mineralkortikoid dari glukokortikoid baik dari luar maupun endogen. Pelepasan katekolamin oleh feokromositoma menyebabkan hipertensi vasokonstriktif. Obat dapat menyebabkan hipertensi, terutama steroid, siklosporin, dan estrogen pada kontrasepsi oral (O‟Callaghan, 2010).

d. Proses Terjadinya Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah, seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stress dan obesitas (Suyono, 2001).

(17)

perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang beraksi segera, bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi dalam jangka panjang (Suyono,2001).

Refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus aorta yang berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dalam rongga interstitial yang dikontrol oleh hormoneangiotensin dan vasopressin termasuk sistem kontrol yang bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal (Suyono, 2001).

Salah satu sistem yang berperan dalam pengaturan tekanan darah adalah sistem renin-angiotensin-aldosterone. Renin dihasilkan di ginjal yang berguna mengubah angiotensin hati menjadi angiotensin I. Zat ini dengan bantuan angiotensin converting enzyme (ACE) akan diubah menjadi angiotensin II (Ramadhan, 2010).

Angiotensin II meningkatkan sekresi antidiuretic hormone (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi oleh hipotalamus (kelenjar

(18)

pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh, sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah menigkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Anonim, 2008).

e. Klasifikasi Tekanan Darah

Tabel 2.1 klasifikasi tekanan darah Klasifikasi Tekanan

Darah

Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pre hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89 Hipertensi ringan 140 – 159 atau 90 – 99 Hipertensi sedang ≥ 160 atau ≥ 100 Hipertensi berat ≥ 180 atau ≥ 110

Sumber: The Sixth Report Of The Joint National Commite (JNC-6) On Prevention Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure.

f. Tanda dan Gejala Penyakit Hipertensi

Tanda dan gejala penyakit hipertensi yaitu sakit kepala, epistaksis, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang biasa terjadi pada penderita hipertensi. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati bisa timbul gejala, yaitu sakit kepala, mual dan muntah, kelelahan, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal (Smeltzer, 2001).

(19)

g. Komplikasi Hipertensi 1) Komplikasi Ginjal

Kelompok yang paling rentan terkena kerusakan ginjal akibat hipertensi adalah orang berusia lanjut, penyandang obesitas, orang berkulit hitam, dan penyandang diabetes. Dampak primernya adalah kerusakan pada pembuluh darah ginjal akibat tekanan yang meningkat. Pada dinding arteri interlobularis, otot digantikan oleh jaring sklerotik. Dinding anterior aferen mengalami hialinisasi-deposit lipid dari glikoprotein subtintima yang keluar dari plasma. Kerusakan pada pembuluh resiten ini membuat`endotel kapiler glomerulus yang terkena hipertensi rusak. Hal ini menurunkan aliran darah dan filtrasi glomerulus, dan memacu proteinuria. Protein inflamasi tereksudasi dari plasma dan akhirnya terjadi sklerosis glomerular atau atrofi iskemik (O‟Callaghan, 2010).

2) Komplikasi Kardiovaskuler

Resistensi vaskuler yang tinggi membuat jantung teregang dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi juga meningkatkan aterosklerosis arteri (O‟Callaghan, 2010).

3) Retinopati

Retinopati sering terjadi dan dibagi dalam stadium menurut keparahannya. Stadium 3 atau 4 menandakan hipertensi

(20)

terakselerasi atau „maligna‟. Stadium 1 terjadi spasme arteri, arteri berbelit, gambaran silver-wire. Stadium 2 terjadi nipping arteriovena, vena terlihat lebih sempit ketika arteri melintas diatasnya. Stadium 3 terjadi perdarahan, termasuk perdarahan api. Ekstravasasi lipid menyebabkan eksudat (eksudat keras merupakan eksudat lama, sedangkan eksudat lunak atau bercak cotton-wool menunjukkan hipertensi berat yang akut). Stadium 4 terjadi edema pupil dan pembengkakan diskus optikus (O‟Callaghan, 2010).

h. Penatalaksanaan Hipertensi 1) Penatalaksanaan Farmakologi

Menrut Stein (2005), golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), beta‐bloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan alphablocker (misalnya doksasozin).

a) Diuretik tiazid

Diuretik tiazid adalah diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek

(21)

vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari.

Efek samping: Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatremi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi karena penuruna ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat mengakibatkan hiperurisemia, sehingga penggunaan tiazid pada pasien gout harus hati‐hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2. Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL.

b) Beta-blocker

Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat

(22)

ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system renninangiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta‐blocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Beta‐blocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.

Efek samping: Blokade reseptor beta‐2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐bloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangan‐kaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Kesadaran

(23)

terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena beta‐blocker memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk “memberi peringatan“ jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan beta‐blocker yang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Beta‐blockers non‐selektif juga menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.

c) ACE inhibitor

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu pelepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika system angiotensin ‐ rennin ‐ aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk

(24)

bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEii harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah. d) Antagonis Angiotensin II

Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok system renin‐angitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberian antagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat. Antagonis reseptor angiotensin II (AIIRA) mempunyai banyak kemiripan dengan

(25)

ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada stenosis arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu.

Efek samping ACEi dan AIIRA: Sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEi atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus terus dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini dapat mengganggu fungsi ginjal. Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan hiperkalemia karena menurunkan produksi aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus dihindari jika pasien mendapat terap iACEI atau AIIRA. Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEi. AIIRA tidak menyebabkan batuk karena tidak mendegaradasi bradikinin.

e) Calcium channel blocker

Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung

(26)

dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan digunakan untuk menurunkan denyut jantung dan mencegah angina. Semua CCB dimetabolisme di hati.

Efek samping: Pemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki sering dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomen dan mual juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastro‐intestinal, termasuk konstipasi.

f) Alpha-blocker

Alpha‐blocker (penghambat adreno‐septor alfa‐1) memblok adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten.

(27)

postural, yang sering terjadi pada pemberian dosis pertama kali. Alpha‐blocker bermanfaat untuk pasien laki‐laki lanjut usia karena memperbaiki gejala pembesaran prostat.

2) Terapi Non Farmakologi a) Perubahan Gaya Hidup

Menurut Dalimartha, et al dalam Palmer (2007), upaya pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Penderita hipertensi membutuhkan perubahan gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, faktor yang menentukan dan membantu kesembuhan pada dasarnya adalah diri sendiri.

Empat langkah dalam perubahan gaya hidup yang sehat bagi para penderita hipertensi yaitu menurut Dalimartha, et al (2008):

(1) Mengontrol Pola Makan

Mengkonsumsi garam sebaiknya tidak lebih dari 2000 sampai 2500 miligram. Karena tekanan darah dapat meningkat bila asupan garam meningkat. Dimana pembatasan asupan sodium dapat mempertinggi efek sebagian besar obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi kecuali kalsium antagonis.

(28)

Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan darah.

(3) Aktivitas (Olah Raga)

Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.

(4) Berhenti Merokok dan Hindari Konsumsi Alkohol

Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan darah. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Dalam beberapa detik nikotin mencapai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin), sehingga dengan pelepasan hormon ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Demikian juga dengan alkohol, efek semakin banyak mengkonsumsi alkohol maka semakin tinggi

(29)

semakin tinggi. Alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin) dan hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air. Selain itu minum-minuman alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan magnesium, rendahnya kadar dari kalsium dan magnesium berkaitan dengan peningkatan tekanan darah. Beberapa laporan menyimpulkan bahwa efek alkohol dimulai dari asupan alkohol yang paling rendah. Jadi, seseorang yang tidak mengkonsumsi alkohol maka cenderung memiliki tekanan darah yang normal. Laporan lain menunjukkan ada batas atau ambang tertentu dari alkohol yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

b) Terapi Herbal

Di dalam Traditional Chinesse Pharmacology, ada lima macam cita rasa dari tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian jenis obat-obatan herbal khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan dengan beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan ataupun dimasak

(30)

sebagai pelengkap menu sehari-hari (Dalimartha, et al, 2008).

Adapun tanaman obat tradisional yang dapat di gunakan untuk penyakit hipertensi yaitu: bawang putih (Allimun sativum L), seledri (Apium graveolens L), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), belimbing (Averrhoa carambola L), teh (Camellia sinensis L), wortel (Daucus carota L), mengkudu (Morinda citrifolia L), mentimun (Cucumis sativus L) dan lain-lain.

3. Belimbing Wuluh a. Nama tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) (Ulfah, 2012).

b. Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan (Averrhoa bilimbi L.) menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (2001) adalah :

1) Divisi : Spermatophyta 2) Sub divisi : Angiospermae 3) Kelas : Dicotyledonae 4) Bangsa : Gerantales 5) Suku : Oxalidaceae 6) Marga : Averrhoa

(31)

c. Nama daerah

Limeng (Aceh); selemeng (Gayo); asom belimbing, balimbingan (Batak); malimbi (Nias); blimbing wuluh (Jawa); bhalimbing bulu (Madura); blimbing buloh (Bali); calene (Bugis); dan malimbi (Halmahera) ( Muhlisah, 2001).

d. Morfologi tanaman

Tanaman belimbing wuluh merupakan pohon dengan tinggi 5-10 meter; batang berbentuk tegak bercabang-cabang, banyak benjolan dan berwarna hijau kotor; daun majemuk menyirip, mempunyai anak daun 21-45 helai berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing dan pangkal membulat, mempunyai panjang 7-10 cm dan lebar 1-3 cm, bertangkai pendek, bertulang menyirip, berwarna hijau muda atau hijau; bunga majemuk berbentuk malai pada tonjolan batang dan cabang, menggantung, panjang 5-20 cm, kelopak ± 6 mm, berwarna merah keunguan, daun mahkota bergandengan dan berbentuk lanset; buah berbentuk bulat dengan panjang 4-6 cm, berwarna hijau kekuningan; biji berbentuk lanset atau segitiga, bila masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kuning kehijauan; akar berbentuk tunggang dan berwarna coklat kehitaman (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2001).

b. Efek Herbal

Bagian yang digunakan untuk herbal adalah daun, bunga dan buahnya. Belimbing wuluh mempunyai efek herbal yaitu

(32)

mengilangkan rasa sakit (sebagai analgesik), memperbanyak pengeluaran racun empedu, antiinflamasi, peluruh urine, astringent. Buahnya bersifat antiradang, analgesik, antipiretik, dan hipoglikemik. Daun belimbing wuluh digunakan sebagai antipiretik (Ulfah, 2012).

c. Khasiat Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh digunakan untuk mengobati batuk dan sariawan. Daunnya sebagai pereda rasa sakit, mengobati gondongan, dan rematik. Buahnya berguna untuk batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, meredakan sakit gigi, mengempiskan jerawat, mengecilkan pori-pori, mengilangkan panu, menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi, menurunkan kolesterol dan memperbaiki fungsi pencernaan (Ulfah, 2012).

d. Senyawa Aktif

Batang : saponin, tannin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, dan perisidase. Daun: tannin, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, dan kalsium sitrat. Buah mengandung ascorbic acid, niacin, ribovlavin, carotene, thiamine, kalsium, besi, serat, dan protein (Ulfah, 2012).

e. Belimbing wuluh sebagai Antihipertensi

Beberapa studi penelitian menunjukkan pengaruh belimbing wuluh sebagai obat hipertensi. Tanaman obat yang digunakan sebagai obat hipertensi paling tidak memiliki beberapa sifat, yaitu

(33)

diuretik, antiadrenergik dan vasodilator. Diuretik agar jumlah air didalam plasma darah berkurang. Antiadrenergik, menurunkan produksi, sekresi, dan aktivitas hormone adrenalin. Vasodilator agar peredaran darah lancar, sehingga suplai darah ke organ pun lancar (Ulfah, 2012).

Hipertensi bisa terjadi salah satunya karena konsumsi garam berlebih. Konsumsi garam berlebihan bisa menyebabkan penumpukan cairan didalam tubuh, karena garam menarik cairan didalam sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Akibatnya tekanan darah naik. Belimbing wuluh sebagai diuretik, analgetik, memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang, dan astringent. Kandungan kalium sitrat didalam buahnya merangsang pengeluaran cairan dalam tubuh yang tadinya diikat oleh garam. Jika proses pengeluran urine lancar, maka tekanan darah akan turun (Ulfah, 2012).

(34)

B. KERANGKA TEORI PENELITIAN

Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting (Wahyuni, 2009).

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi dari Suyono (2001), Ulfah (2012), Smeltzer (2001) Lansia

Masalah kesehatan pada lansia 1. Diabetes melitus 2. Osteoartritis 3. Osteoporosi 4. Hipertensi 5. Gagal jantung 6. Alzeimer

7. Penyakit paru obstruksi kronik Penatalaksanaan hipertensi : 1. Terapi farmaklogi 2. Terapi farmakologi 3. Peranan keluarga 1. Terapi nonfarmakologi

Terapi non farmakologi: 1. Perubahan gaya hidup 2. Terapi alternative 3. Terapi herbal

1.

3. Terapi herbal Khasiat belimbing wuluh:

1. Batuk 2. Sariawan 3. pereda rasa sakit 4. mengobati gondongan 5. rematik 6. batuk rejan, 7. gusi berdarah, 8. sariawan 9. mengempiskan jerawat, 10. mengecilkan pori-pori 11. mengilangkan panu 12. menurunkan kolesterol 13. memperbaiki fungsi pencernaan Terapi herbal (belimbing wuluh)

14. menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi

Bersifat sebagai diuretic, antiadrenergik, dan vasodilator Tekanan darah menurun

System renin mengubah angiotensi menjadi angiotensi I dan dibantu ACE menjadi angiotensi II, menghasilkan ADH (antidiuretic hormone). ADH tinggi, volume darah meningkat

(35)

C. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaian antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Usia

Jenis kelamin

Terapi Belimbing Wuluh

Tekanan Darah

System renin mengubah angiotensi menjadi angiotensi I dan dibantu ACE menjadi angiotensi II, menghasilkan ADH (antidiuretic hormone).

(36)

D. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan pernyataan atau jawaban sementara yang perlu diuji kebenarannya (Riyanto, 2011).

Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh terapi belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi

Ha : Ada pengaruh terapi belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi

Gambar

Tabel 2.1 klasifikasi tekanan darah  Klasifikasi Tekanan
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Usia

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan kurator dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) yang menyebutkan terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit

3. Memiliki kemampuan mengelola kelompok dalam lingkup tanggung jawabnya, menggunakan komunikasi secara lisan dan tertulis serta menyusun laporan tertulis secara

PENGERTIAN Serangkaian Kegiatan yang dilakukan dalam memberikan makanan kepada pasien guna terapi diit pada pasien di rumah sakit, untuk mencapai status gizi

”coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau perasaan marah itu muncul?”, dan jangan lupa cara mengatasi seperti yang

Jika seragam polisi anda tidak langsung dicuci bagaimanakah anda menyimpan seragam tersebut.. Dijemur dibawah sinar matahari langsug

Hasil dari penelitian ini adalah Ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum basilium L) dapat dijadikan sediaan salep yang memenuhi syarat, evaluasi sifat fisik meliputi

di Negeri Bawah Angin dengan Jantung Islam di Timur.. Tengah

Ketika anda dan rombongan melakukan perjalanan wisata, tiba-tiba ada tanah longsor sehingga tidak dapat melanjutkan perjalanan dengan rute yang direncanakan, maka yang