• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proyeksi Ekstra Oral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proyeksi Ekstra Oral"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI I

Proyeksi Ekstra Oral

Disusun Oleh :

Mochammad Aldy Sudarminto 021511133084

Rifda Raysyfa Anindita 021511133085

Sekar Firdhea Rizkifa Soetanto 021511133086

Erika Setyowati 021511133087

Ghina Anjani Faizahrizqitha 021511133088

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya Tugas Kelompok berupa makalah dengan judul

“Proyeksi Ekstra Oral” ini dapat penulis selesaikan. Makalah ini dibuat guna

memenuhi tugas mata kuliah Radiologi Kedokteran Gigi I Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.

Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak lepas bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Sri Wigati Mardi Mulyani drg., M.Kes selaku dosen Penanggungjawab Tugas Kelompok Radiologi Kedokteran Gigi I.

2. Otty Ratna Wahyuni, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing Tugas Kelompok Radiologi Kedokteran Gigi I.

3. Orang tua serta rekan-rekan penulis, yang telah memberikan dukungan secara moral maupun material

Tidak dipungkiri dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih serta semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pembaca.

Surabaya, 30 April 2017

(3)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 1 I.3 Tujuan... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi... 3 II.1.1 Pengertian ... 3 II.1.2 Klasifikasi ... 3

II.2 Skull Projection... 4

II.2.1 Cephalometric Projection

... 4

II.2.2 Waters Projection

... 9

II.2.3 Reverse Town Projection

...

(4)

II.2.4 Submentovertex Projection

... 12

II.3 Manibular Lateral Oblique Projection/Eisler... 14

II.3.1 Mandibular Body Projection

... 14

II.3.2 Mandibular Ramus Projection

... 16

II.4 Panoramic Radiography... 18

II.5 Temporo Mandibular Joint Radiograph... 21

II.5.1 Transcranial View

... 21

II.5.2 Transpharyngeal View

... 22

II.5.3 Transorbital View

... 22

II.5.4 Tomography (CT)

... 22

BAB III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan... 25

DAFTAR PUSTAKA... 26

(5)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

Radiologi pada bidang oral merupakan ilmu yang penting. Penemuan x-ray oleh Wilhelm Röntgen sangat berpengaruh dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi. Saat ini, dokter gigi memiliki akses terhadap berbagai jenis alat proyeksi yang memudahkan untuk merawat pasien. Tujuan utama radiologi pada bidang oral adalah untuk menghasilkan gambar yang dapat diinterpretasikan untuk menegakkan diagnosa (White and Pharoah, 2014).

Ada berbagai macam teknik proyeksi pada radiologi bidang kedokteran gigi. Berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan filmnya, proyeksi pada bidang kedokteran gigi dibagi menjadi dua, yaitu : proyeksi intra oral dan proyeksi ekstra oral. Proyeksi ekstra oral merupakan proyeksi yang sering digunakan dokter gigi untuk menegakkan diagnosa.

Radiografi ekstra oral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi namun fokusnya terletak pada rahang dan tengkorak. Radiografik ekstraoral digunakan untuk melihat gigi yang impaksi, memantau pertumbuhan dan perkembangan rahang dan hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara gigi, rahang dan sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain. Oleh karena manfaatnya yang besar, penting bagi dokter gigi untuk memahami tentang radiografi ekstra oral untuk memaksimalkan perawatan terhadap pasien.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari proyeksi ekstra oral?

2. Bagaimana klasifikasi dari proyeksi ekstra oral? 3. Apa fungsi dari proyeksi ekstra oral?

4. Bagaimana teknik untuk melakukan proyeksi ekstra oral? I.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari proyeksi ekstra oral. 2. Mengetahui klasifikasi dari proyeksi ekstra oral.

(6)

3. Mengetahui fungsi dari proyeksi ekstra oral.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI

II.1.1 Pengertian

Radiografi ekstra oral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi tetapi fokusnya terletak pada rahang dan tengkorak. Sinar-x pada radiografi ekstraoral tidak memberikan detail yang baik seperti pada radiografi intraoral. Hal ini mengakibatkan radiografi ekstraoral tidak digunakan untuk mendeteksi masalah pada gigi secara individual. Sebaliknya radiografi ekstraoral digunakan untuk melihat gigi yang impaksi, memantau pertumbuhan dan perkembangan rahang dan hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara gigi, rahang dan sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain. (Arfianty, 2014) Indikasi pembuatan radiograf ini adalah sebagai berikut :

- Kelainan yang mencakup daerah luas, lebih dari 4 gigi di rahang atas atau bawah.

- Kelainan yang berhubungan dengan struktur anatomi sekitarnya.

- Evaluasi pertumbuhan skeletal - Pasien Khusus

- Perawatan Orthodonsia II.1.2 Klasifikasi

Macam-macam proyeksi radiograf ekstraoral, antara lain : 1. SKULL PROJECTION

a. Cephalometric Projection :

 Cephalometric Projection of Posteroanterior of skull/

Posteroanterior Projection

 Lateral Cephalaometric of Facial Bones b. Waters Projection

c. Reverse-Towne Projection d. Submentovertex Projection

(8)

2. MANDIBULAR LATERAL OBLIQUE PROJECTION/EISLER a. Lateral Oblique Projection of Body Mandible

b. Lateral Oblique Projection of Ramus Mandible

3. PANORAMIC RADIOGRAPHY = ROTATIONAL RADIOGRAPHY 4. TEMPORO MANDIBULAR JOINT RADIOGRAPHY

a. Transcranial Projection b. Transorbital Projection c. Transpharyngel Projection d. Tomography e. Panoramic Radiography f. Reverse-Towne Projection II.2 SKULL PROJECTION

II.2.1 Cephalometric Projection (Sefalogram) a. Pengertian Sefalogram

Cephalometric projection atau sefalogram rontgenografi atau yang lebih

dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta disproporsi rahang (Kresnananda, 2014) Pada tahun 1931, H. Broadbent, menerbitkan teknik baru rontgenogram dan aplikasi untuk ortodontis dan melahirkan era baru dalam diagnosis pada sefalometri. Cephalostat tersebut menciptakan berbagai analisis, diagnostis dan rencana perawatan seperti analisis Downs (1948), Steiner (1960), Tweed (1953), Coben, Jenkins (Wits) (1955), Ricketts (1960), Johnston (Wits) (1968), Sassouni (1973), Enlow (1969), Jarabak (1970), Bimler (1973), Kim (1974), Jacobson (Wits) (1975), Legan-Burstone (1980), Mc Namara (1984), dan Fastlicht (2000). Sefalometri telah menjadi salah satu alat penting dalam menentukan diagnosis ortodonti, juga merupakan alat penting untuk menentukan rencana perawatan, mempelajari bentuk wajah, menganalisis kelainan kraniofasial dan mengevaluasi perkembangan perawatan ortodonti yang sedang dilakukan (Kresnananda, 2014).

Berikut adalah beberapa kegunaan sefalometri dalam bidang ortodonti (Arfianty, 2014).

1. Mempelajari pertumbuhan tengkorak kepala. Penelitian lanjutan pada sefalogram telah menghasilkan informasi-informasi mengenai:

(9)

a) Pola pertumbuhan yang bervariasi b) Pembentukan standar tengkorak

c) Perdiksi pertumbuhan di masa yang akan datang

2. Untuk mendiagnosa deformitas kraniofasial. Sefalogram membantu dalam mengidentifikasi, menemukan dan merumuskan sumber dari masalah, salah satu yang paling penting adalah membedakan antara malrelasi skeletal dan dental.

3. Untuk membuat rencana perawatan. Sefalogram juga membantu membedakan kasus yang dapat dirawat dengan piranti ortodonti maupun yang harus dirawat dengan bedah ortognati.

4. Evaluasi perawatan yang sedang dilakukan.

5. Untuk mempelajari kasus relaps dalam kasus ortodonti. Sefalometri memudahkan dokter gigi untuk mempelajari dan mengidentifikasi penyebab relaps dan stabilitas setelah perbaikan maloklusi dilakukan. 6. Untuk menganalisis pertumbuhan atau prediksi pertumbuhan.

7. Sebagai sarana untuk penelitian.

Selain itu sefalometri juga berperan penting dalam hal bedah orthognatik, yaitu digunakan untuk mengevaluasi pre-operasi dari tulang skeletal dan jaringan lunak di sekitarnya, rencana perawatan untuk pembeda dengan perawatan orthodonti, serta digunakan sebagai evaluasi post-operasi.

b. Jenis-Jenis Sefalogram

Sefalogram merupakan alat yang diperlukan untuk melakukan tracing. Sefalogram dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Lateral Cephalometric of Facial

Bones dan Cephalometric Projection of Posteroanterior of Skull

 Lateral Cephalometric of Facial Bones (Lateral Sefalogram) Lateral sefalogram merupakan bagian dari sefalogram yang menggambarkan struktur kepala dari sisi lateral yang berguna di bidang orthodontik. Lateral sefalogram memberikan informasi tentang hubungan vertikal dan sagital kerangka kraniofasial, profil jaringan lunak, gigi-geligi, faring dan tulang leher (Arfianty, 2014). Proyeksi ini memiliki beberapa kegunaan yaitu untuk merencanakan perawatan, mendukung diagnosa dari suatu penyakit, trauma, dan lesi dilihat dari sisi lateral wajah, serta untuk mengevaluasi hasil perawatan dan titik-titik referensi struktural pada radiografi ini yang merujuk pada pengukuran jarak dan angular berguna untuk menaksir pola pertumbuhan (Arfianty, 2014). Proyeksi ini digunakan untuk indikasi orthodontik, yaitu catatan pre dan post perawatan, mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan, serta sebagai profil jaringan lunak wajah. Selain itu lateral sefalogram juga dapat berfungsi untuk indikasi adanya

(10)

suatu penyakit dan kelainan, seperti adanya neoplasma, osteitis, tumor, sinusitis sphenoid, serta kelainan rahang.

Gambar 1. Hasil proyeksi lateral sefalogram Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:

a) Anterior mandibula, anterior maxilla, orbit dan sinus maxillaris tampak jelas.

b) Korpus Mandibula, posterior maxilla, processus zygomaticus, rongga hidung, dan sinus ethmoideus tampak tidak jelas.

c) Nasal bones, sinus frontalis dan sinus sphenoideus sangat tampak jelas.

Teknik pemeriksaan lateral sefalogram adalah meliputi penempatan film dan posisi dari pasien. Film diletakkan vertikal terhadap alat cassette-holding, sedangkan pasien diposisikan sebagai berikut:

a) Film diposisikan secara vertical pada Holding Device dan sejajar dengan bidang mediosagittal pasien.

b) Sisi wajah pasien berada di sebelah film

c) Jika menginginkan visualisasi jaringan lunak wajah, filter pada head

tube diposisikan di atas sisi anterior untuk menyerap sebagian radiasi

(11)

Gambar 2. Pemeriksaan lateral sefalogram  Cephalometric Projection of Posteroanterior of Skull

Sejak munculnya radiografi sefalometri, bidang orthodontik telah memfokuskan pada sefalogram lateralis sebagai catatan utama untuk melihat skeletal dan dentoalveolar. Namun, proyeksi sefalometri postero-anterior dan pemeriksaan lain yang sifatnya relevan merupakan tambahan penting untuk kualitatif dan evaluasi kuantitatif dari wilayah dentofasial (Kresnananda, 2014). Postero-Anterior Sefalogram disebut juga proyek Caldwell. Disebut proyeksi posteroanterior karena arah sinar-x dari posterior secara langsung menuju ke anterior kepala. Frontal sefalogram menampilkan informasi-informasi yang berhubungan dengan lebar, simetris, dan proporsi vertikal tengkorak, complex kraniofasial, dan struktur oral. Sama halnya dengan lateral sefalogram, sefalogram ini digunakan untuk melihat pola pertumbuhan yang abnormal dan juga trauma yang ada, evaluasi dari asimetri wajah untuk penilaian pre operasi dan post operasi ortognatik, pemeriksaan tulang kranium dalam arah medio lateral, memperlihatkan adanya perubahan progresif pada beberapa struktur tulang di bagian fasial, serta untuk rencana perawatan dalam ortodonti (Arfianty, 2014).

Posteroanterior sefalogram berguna dalam indikasi adanya kelainan tumor atau kista, trauma (fraktur), pertumbuhan abnormal (acromegali, hydrocephalus) dari tulang tengkorak, investigasi sinus frontalis, kalsifikasi intracranium, dan kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi cranium, seperti paget’s disease of bone,

(12)

Gambar 3. Hasil pemeriksaan posteroanterior sefalogram Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:

a) Anterior korpus mandibula, ramus mandibula, processus coronoideus,

condular body, anterior maxilla dan sinus ethmoideus tampak jelas.

b) Condylar head, posterior maxilla, processus zygomaticus, nasal bones, dan sinus maxilaris tampak tidak jelas.

c) Orbit, nasal cavity dan sinus frontalis sangat tampak jelas.

Teknik pemeriksaan posteroanterior sefalogram adalah sebagai berikut:

a) Film ditempatkan di depan pasien, tegak lurus terhadap bidang mediosagittal dan sejajar dengan bidang koronal

b) Pasien ditempatkan sehingga garis canthomeatal membentuk sudut 9 derajat dengan bidang horizontal dan bidang Frankfurt tegak lurus terhadap film

c) Posisi Central X-Ray Beam tegak lurus terhadap film, diarahkan dari posterior ke anterior, sejajar dengan bidang mediosagittal pasien, dan berpusat di batang hidung.

(13)

Gambar 4. Pemeriksaan posteroanterior sefalogram II.2.2 Water’s Projection

Teknik ini merupakan variasi dari gambaran posteroanterior. Radiografi proyeksi Water’s adalah radiografi yang digunakan untuk melihat keadaan sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus orbita, sutura zigomatikus frontalis dan rongga nasal. Fungsi dari pemeriksaan water’s adalah untuk menunjukkan tulang wajah dan maxillary antra serta untuk menghindari superimposisi tulang padat dari dasar cranium. Teknik ini digunakan untuk indikasi maxilarry sinusitis, polip, malignan, investigasi maxillary antra, investigasi sinus frontalis dan ethmoidal, dan investigasi sinus sphenoidal (proyeksi diambil dengan mulut pasien terbuka) (Ahmad, 2009) Selain itu dapat digunakan untuk deteksi middle third facial

fractures (Le Fort I, Le Fort II,Le Fort III) zygomatic complex, blow-out, dan

fraktur prosessus coronoideus

(14)

Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:

a) Processus coronoideus, orbit, processus zygomaticu, dan sinus

maxillaris sangat tampak jelas.

b) Condylar head, anterior maxilla, posterior maxilla, dan sinus

sphenoid tampak tidak jelas

c) Arcus zygomatic, nasal bones, nasal cavity, sinus frontalis dan sinus

ethmoideus tampak jelas.

Teknik pemeriksaan water’s adalah sebagai berikut: a) Film ditempatkan didepan pasien

b) Tegak lurus dengan midsagittal plane

c) Kepala pasien dimiringkan ke atas sehingga membentuk sudut 37o antara garis canthomethal dan film

d) Sinar x-ray tegak lurus terhadap film dan terfokus di daerah sinus maksilaris

Gambar 6. Pemeriksaan water’ II.2.3 Reverse Town Projection

Radiografi reverse towne adalah radiografi yang digunakan untuk melihat keadaan kondilus pada pasien yang mengalami pergeseran kodilus dan untuk melihat dinding postero lateral pada maksila (Ahmad, 2009). Pada teknik ini pasien menghadap film dengan ujung dahi atau biasa disebut forehade-nose

position. Pemeriksaan ini digunakan untuk indikasi adanya fraktur pada leher

kondilus, fraktur intrakapsular TMJ, investigasi kualitas permukaan artikulasi kondilus pada TMJ disorders, condylar hypoplasia atau hyperplasia, serta untuk memperlihatkan dinding/posisi posterolateral dari maxillary antrum (Ahmad, 2009)

(15)

Gambar 7. Hasil pemeriksaan reverse towne

Hasil pemeriksaan reverse towne menunjukkan hasil processus coronoideus dan nasal cavity tampak tidak jelas dibandingkan daerah condylar neck dan

condylar head yang sangat tampak jelas. Teknik pemeriksaan reverse towne

adalah sebagai berikut:

a) Kepala pasien dimiringkan ke bawah sehingga terbentuk sudut 25-30

derajat terhadap horizontal

b) Tubehead diarahkan ke atas dari bawah occippital

c) Mulut pasien dibuka shg terlihat gambaran condylus lebih baik krn

letaknya inferior dari articular eminence

d) Sinar-x tegak lurus terhadap film dan terfokus pada condyles

Gambar 8. Pemeriksaan reverse towne II.2.4 Submentovertex Projection

Radiografi submentovertex adalah radiografi yang digunakan untuk melihat keadaan dasar tengkorak, posisi mandibula, dinding lateral sinus maksila dan arkus zigomatikus (Ahmad, 2009). Pemeriksaan ini digunakan untuk indikasi adanya lesi destruktif atau ekspansif yang mempengaruhi palatum, regio pteygoideus, dan dasar cranium, sebagai investigasi sinus sphenoidalis, penilaian

(16)

ketebalan (mediolateral) bagian posterior mandibula sebelum osteotomy, serta adanya fraktur arkus zygomatikus (Ahmad, 2009).

Gambar 9. Hasil pemeriksaan submentovertex Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:

a) Anterior mandibula, condylar head, posterior maxilla, dan sinus ethmoideus tampak jelas.

b) Mandibular body, orbit, zygoma, nasal cavity, sinus maxillaris dan sinus frontalis tampak tidak jelas.

c) Arcus zygomatic dan sinus sphenoideus sangat tampak jelas.

Pada pemeriksaan submentovertex, pasien diposisikan sehingga bidang mediosagital pasien tegak lurus terhadap film dan posisi Central X-Ray Beam tegak lurus terhadap film dan berpusat sekitar 2 cm ke anterior kondilus pasien.

(17)

Gambar 10. Pemeriksaan submentovertex

II.3 MANDIBULAR LATERAL OBLIQUE PROJECTION/EISLER

Radiografi ini masih menggunakan dental Sinar-X namun sudah termasuk metode ekstra oral. Umumnya digunakan untuk membuat radiografi pada mandibula (Kresnananda, 2014). Namun, mandibular lateral oblique projection ini telah banyak digantikan oleh radiografi panoramik (Singer, 2008). Guna radiografik eisler ini adalah untuk melihat kelainan corpus, angulus dan ramus salah satu sisi mandibular (Andy, 2011). Indikasi dilakukannya radiografik jenis ini adalah (Singer, 2008):

- Impaksi molar 3

- Fraktur pada ramus, kondilus, atau badan dari mandibular (namun bukan symphysis)

Ada 2 macam teknik Mandibular Lateral Oblique Projection, yaitu :

1. Mandibular Body Projection, digunakan untuk mendapatkan gambaran radiografik badan dari mandibula.

2. Mandibular Ramus Projection, digunakan untuk mendapat gambaran radiografik ramus dari mandibula.

II.3.1 Mandibular Body Projection

1.1 Penempatan reseptor gambar dan pasien

Reseptor gambar diletakkan pada pipi pasien, lebih tepatnya pada bagian tengah area molar-premolar (Gambar 11). Batas bawah dari kaset paralel dan setidaknya 2 cm di bawah batas inferior mandibula. Kepala dimiringkan ke arah area yang dilakukan pengambilan gambar, mandibula dalam keadaan protusi (White and Pharoah, 2009).

(18)

Gambar 11. Posisi reseptor gambar dan arah central x-ray beam

1.2 Letak Central X-Ray Beam

Central beam diarahkan ke regio molar-premolar, mulai titik yang berada

2 cm di bawah sudut dari sisi mandibula yang berlawanan (Gambar 11). (White and Pharoah, 2009).

1.3 Hasil Gambar

Sebuah gambar yang jelas dan terlihat gigi geligi , alveolar ridge,dan badan dari mandibula harus didapatkan dari hasil radiografik ini (Gambar 12). Jika kepala terlalu dimiringkan berlebih, distorsi yang signifikan dapat terjadi. Jika sisi yang kontralateral dari mandibula tecetak lebih banyak dari area yang dinginkan untuk dicetak, berarti kepala kurang dimiringkan(White and Pharoah, 2009).

(19)

II.3.2 Mandibular Ramus Projection

2.1. Penempatan reseptor gambar dan pasien

Reseptor gambar diletakkan pada ramus mandibula dan cukup jauh secara posterior agar kondilus dapat terambil dalam gambar. Tepi bawah dari kaset paralel dan setidaknya 2 cm di bawah tepi inferior dari mandibula. Kepala dimiringkan ke arah area yang dilakukan pengambilan gambar agar kondilus dari area tersebut dan sudut yang kontralateral dengan mandibula membentuk garis horisontal. Mandibula dalam keadaan protusi (White and Pharoah, 2009).

2.2. Posisi Central X-Ray Beam

Central beam diarahkan pada bagian tengah dari ramus, mulai dari 2 cm di

bawah tepi inferior dari sisi mandibula yang berlawanan pada area M1 (White and Pharoah, 2009). Central Ray disudutkan 25 derajat secara kranial (Gambar 13) (Singer,2008).

Gambar 13. Posisi reseptor gambar, pasien, dan central beam. 2.3. Hasil Gambar

Gambar dari M3-area retromolar, sudut dari mandibula, ramus, dan kepala dari kondilus harus tercetak dalam pengambilan gambar (Gambar 14). Jika kepala terlalu dimiringkan berlebih, distorsi yang signifikan dapat terjadi. Jika sisi yang kontralateral dari mandibula tecetak lebih banyak dari area yang dinginkan untuk dicetak, berarti kepala kurang dimiringkan (White and Pharoah, 2009).

(20)

Gambar 14. Hasil radiografik teknik mandibular ramus projection Kriteria Gambaran (Singer, 2008):

• Ramus mandibula • Kondilus mandibula • Angulus mandibula

• Ramus mandibula kanan dan kiri tidak overlapping

II.4 PANORAMIC RADIOGRAPHY = ROTATIONAL RADIOGRAPHY

Adalah suatu cara pembuatan foto sinar-x ekstra oral yang dapat memperlihatkan seluruh daerah rahang atas dan bawah dalam satu lembar film. Indikasi pembuatan radiografik panoramik :

- Untuk pemeriksaan rutin secara global

- Studi penelitian pada sampel kelompok besar yang tidak memungkinkan survei intraoral karena keterbatasan tenaga dan waktu - Pemeriksaan global pasca trauma

- Adanya kelainan patologis/anomalis pada rahang dan gigi, seperti : gigi impaksi, supernumerary teeth, fraktur rahang, tumor/kista pada rahang

- Perawatan orthodontik

(21)

- Dapat memperlihatkan struktur gigi dan jaringan pendukungnya dalam satu lembar film

- Teknik pembuatan radiograf mudah

- Dosis radiasi lebih rendah dibandingkan menggunakan full mouth periapical teknik

Prinsip kerja :

Radiografik panoramik merupakan suatu teknik pembuatan rafiograf yang unik. Hal ini disebabkan fokus proyeksi pada dimensi vertikal tidak sama dengan fokus proyeksi dalam dimensi horisontal. Fokus proyeksi pada dimensi vertikal merupakan fokus fungsional sebagai hasil dari proyeksi radiografik konvensional (Gambar 15). Sedangkan untuk dimensi horisontalnya, fokus proyeksi berupa pusat rotasi berkas sinar sempit (Gambar 16). Obyek akan diproyeksikan secara berturut-turut pada film oleh berkas sinar yang berotasi tersebut.

(22)
(23)

Gambar 17. Hasil dari Radiografi Panoramik

Foto ekstra oral sebaiknya diambil sebelum foto intra oral karena bibir dan pipi pasien akan ditarik dan meregang saat pembuatan foto intra oral. Pada pembuatan foto ekstra oral posisi pasien perlu diperhatikan. Apabila tinggi pasien dan operator tidak seimbang, maka diperlukan upaya agar operator dapat memposisikan tinggi sesuai dengan yang difoto (McKeown et al, 2005).

Untuk mendapatkan hasil fotografi yang baik, mungkin diperlukan pelatihan dan pengalaman (Ahmad 2009b). Lebih baik klinisi sendiri yang membuat foto, karena dia lebih tahu apa saja yang perlu dicatat atau apa saja yang menjadi fokus perhatian.

Tujuan utama fotografi dental adalah dokumentasi. Ini berarti bahwa informasi maksimum harus dapat dicatat dengan baik (Bengel 1985). Foto dapat meningkatkan komunikasi dengan pasien, teman sejawat dan laboratorium (Ergin, 2012) serta dapat dipakai sebagai alat pembelajaran (Sandler & Murray, 2010).

Dokumentasi disertai penjelasan yang baik sebaiknya dituliskan dalam persetujuan tindakan medis (informed consent). Persetujuan tindakan medis dibuat setelah pasien mendapatkan informasi yang cukup tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan, sehingga mengurangi resiko tuntutan pasien yang berhubungan dengan faktor miskomunikasi atara dokter dengan pasien. Surat persetujuan ini termasuk dalam arsip rekam medis sehingga pencatatan yang baik, termasuk pembuatan foto ekstra oral yang baik akan meminimalkan kesalahpahaman antara dokter gigi dan pasien. (Council Of Clinical Affairs, 2005)

(24)

II.5 TEMPORO MANDIBULAR JOINT RADIOGRAPHY

Sendi temporomandibular atau temporo mandibular joint (TMJ) adalah sendi yang paling komplek di tubuh manusia dan paling aktif bekerja karena berhubungan dengan fungsi mastikasi, berbicara, menyedot, menggigit, dan lainnya. Varietas penyakit yang dapat mempengaruhi TMJ antara lain: Malformasi

congenital dan pertumbuhan dari mandibula dan atau tulang cranial; penyakit

yang didapatkan seperti neoplasia, fraktur, dislokasi, ankylosis, dan dislokasi

disk; penyakit inflamasi yang menghasilkan sinovitis, kondisi pasca perawatan

(American Academy og Orofacial Pain, 1993). Perlu dicatat bahwa kondisi patologis yang mempengaruhi TMJ sama dengan yang melibatkan sendi lainnya. Kedua TMJs bagaimanapun, secara fungsional unik karena berperilaku sebagai satu kesatuan. Diagnosis kondisi ini seringkali tidak bisa dilakukan dengan pemeriksaan klinis saja. Kemajuan dalam pengelolaan penyakit sendi temporo

mandibular erat kaitannya dengan pemahaman etiologi yang lebih baik mengenai

berbagai kondisi yang mempengaruhi wilayah ini dan juga perbaikan diagnostik. (Roberts C, 1991; Westesson P,1989; Paesani D, 1992; Larheim TA, 1995)

Ada banyak teknik Radiografi TMJ yaitu  Conventional radiography  Conventional tomography  Computed tomography  Arthrography  Arthro-tomography Arthroscopy  Nuclear medicine

 MRI and USG.

II.5.1 Trans-cranial projection

Tampilan Transkranial memberikan proyeksi yang cukup benar melalui sumbu panjang kondilus (pandangan Sagittal). Sudut vertikal positif 20-25 menunjukkan

fososa glenoid dan batas latero kepala kondom, Bagian tengah dan medial dari

sendi diproyeksikan ke bawah, adalah lazim untuk mengambil pandangan transkranial baik terbuka maupun posisi mulut tertutup. Ini memberikan hubungan antara kepala fossa kondilus & glenoid. Pandangan transkranial dapat digunakan untuk memeriksa sendi untuk fraktur dengan dislokasi yang ditandai dan untuk

(25)

perubahan rematik yang parah, terutama pada bagian lateral sendi. (Sharon L.Brooks, 1997)

II.5.2 Trans-pharyngeal projection

Juga disebut teknik parma / teknik Macquins / infra-cranial view. Pandangan

transpharyngeal memberikan pandangan saggital pada kutub medial kondilus.

Pada tampilan transfaringeal sinar X-ray diproyeksikan ke TMJ melalui cekungan sigmoid yang berlawanan, pada sudut kira-kira 5 derajat dari bawah dan 7 sampai 8 derajat dari anterior. Mulut harus dibuka untuk menghindari superimposisi struktur tetangga (Berret A,1973).

Pandangan ini efektif untuk menunjukkan perubahan kondilus yang rusak, namun kurang bermanfaat untuk perubahan produktif, mungkin juga bernilai untuk diagnosis fraktur leher condylar, namun informasi tentang komponen temporal sendi tidak tersedia.

II.5.3 Trans-orbital projection

Disebut juga proyeksi Zimmer / Trans Maxillary adalah jenis radiograf frontal yang menunjukkan aspek medial dan lateral kondilus dan permukaan artikulasi kondilus. Proyeksi posterior anterior yang dimodifikasi ini mengarahkan berkas kira-kira tegak lurus terhadap poros panjang kondilus. Rahang bawah harus menonjol untuk menghindari superimposisi kondilus ke dasar tengkorak dan membiarkan sinar-x bersinggungan dengan permukaan inferior dari keunggulan. Permukaan yang superior dari kondilus (Sharon L.Brooks, 1997)

Hal ini memungkinkan evaluasi tiga dimensi sendi untuk fraktur yang lebih jelas, neoplasma, anomali dan penyakit sendi degeneratif yang parah.

II.5.4 Tomography (CT)

Dalam studi film polos, ada superimposisi dari struktur yang berbeda; untuk menghindari hal itu, beberapa teknik radiografi ini telah dikembangkan dengan tujuan untuk menunjukkan area tubuh individu yang berbeda dari struktur anatomi sekitarnya (Del Balso A M,1990) Metode tomografi yang biasa digunakan dalam kedokteran gigi dapat dibagi menjadi tomografi konvensional dan computed

tomography. Teknik tomografi konvensional terdiri dari komponen umum seperti

(26)

titik tumpu tetap. Jenis gerak tabung mempengaruhi apakah suatu teknik disebut linier.

Salah satu aplikasi utama untuk tomografi konvensional dalam kedokteran gigi adalah proyeksi diagnostik kompleks temporomandibular joint (TMJ). Studi tomografi di bidang lateral dan koronal menunjukkan komponen sendi osseous, memberikan penilaian posisi condylar yang lebih akurat di dalam fosa daripada pandangan transkranial (Knoemschild KL, 1991; Pullinger A, 1985’ Eckerdal O, 1986). Kelemahan utama tomografi adalah kurangnya visualisasi jaringan lunak sendi seperti halnya radiografi film biasa.

Kebanyakan studi tomografi konvensional TMJ meliputi proyeksi lateral pada posisi dekat dan terbuka, sehingga TMJ tegak lurus terhadap film selama pemotongan tomografi lateral dan sejajar dengan tomogram frontal atau coronal. Gambar tomografi koroner yang terkoreksi memberikan informasi tambahan tentang kepala condylar dan fossa glenoid (Curry TS, 1990)

a. Computed Tomography (CT)

Computed Tomography: Computed tomography (CT) adalah teknik

radiografi yang memadukan konsep radiografi layer tipis (tomografi) dengan sintesis gambar komputer (computed) dan dilihat dalam berbagai kondisi yang menyoroti jaringan keras atau lunak. CT memecahkan masalah superimposisi dengan membiarkan klinisi melihat serangkaian bagian tipis, tebal 1,5 sampai 10 mm tergantung pada daerah anatomis, sepenuhnya melalui area yang diminati. Setiap lapisan dapat divisualisasikan tanpa terhalang oleh fitur anatomis lainnya biasanya, semua lapisan dilihat secara berurutan sehingga klinisi dapat menentukan patologi patologis secara keseluruhan (Preda L, 1997).

CT scan dapat membedakan antara kepadatan jaringan yang berbeda dari 1% sampai 2% dimana paling sedikit 10% dibutuhkan untuk film pesawat untuk membantu diagnosis dini. Gambar bisa diformat ulang ke rencana lain tanpa perlu pemindaian lagi. Beberapa pemindai CT dapat memotret mandibula dan rahang atas pada satu pemindaian. Hal ini juga memungkinkan untuk meningkatkan citra yang diperoleh yang membuat interpretasi menjadi lebih mudah dan akurat. Dengan bantuan CT, gambar aksial atau cross-sectional dibuat secara rutin, juga dapat memberikan citra rekonstruksi tiga dimensi dari data asli. Pemeriksaan CT

(27)

cocok untuk diagnosis kelainan tulang termasuk fraktur, dislokasi, arthritides, ankylosis dan neoplasia.

b. Cone Beam Computed Tomography

Peran Computed Beam Cone Tomography (CBCT), untuk tugas osseus diagnostik dental dan maxilla facial telah berkembang pesat sebagai alternatif CT konvensional untuk penilaian sendi temporomandibular, CBCT menghasilkan gambar berkualitas seperti CT, namun Dibuat dengan peralatan dan komponen yang lebih murah, waktu pemeriksaan pasien lebih pendek, dan dosis radiasi jauh lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk CT konvensional (Cohnen M, 2002’ Danforth RA, 2003; Hashimoto K, 2003; Schulze D, 2004; Tasaki MM,1993).

Pengenalan teknologi CBCT yang dirancang khusus untuk penggunaan di bidang kedokteran gigi telah membuka peluang baru dalam pencitraan TMJ. CBCT telah diakui sebagai metode yang andal untuk pemeriksaan komponen osseus TMJ (Arai Y, 1999; Farrar WB, 1979). CBCT menyediakan gambar yang dapat direkonstruksi di bidang sejajar atau tegak lurus terhadap poros panjang condyle, bukan bidang koronal anatomis sejati dan Sagital. Hal ini menghasilkan gambar berkualitas tinggi dari komponen tulang di semua bidang. Karena pasien diposisikan dalam posisi kepala yang relatif alami, hubungan posisi TMJ dapat dievaluasi lebih akurat daripada pemeriksaan CT di mana pasien terlentang.

(28)

BAB III PENUTUP III.1 KESIMPULAN

Radiografi ekstra oral adalah gambaran yang dihasilkan dari gigi geligi tetapi fokusnya terletak pada rahang dan tengkorak yang digunakan untuk melihat gigi yang impaksi, memantau pertumbuhan dan perkembangan rahang dan hubungannya dengan gigi, serta mengidentifikasi masalah antara gigi, rahang dan sendi temporomandibular atau tulang wajah yang lain. Radiografi ekstra oral dibagi menjadi 4, yaitu Skull Projection, Mandibular Lateral Oblique

Projection/Eisler, Panoramic Radiography, dan Temporo Mandibular Joint Radiography.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I. (2009). Digital Dental Photography. Part 8: Intra-Oral Set-Ups. Br Dent J, 207(4), 151-157.

American Academy of Orofacial Pain. McNeill C, ed. Temporomandibular disorders: guidelines for classification, assessment, and management. Carol Stream, IL: Quintessence Pub Co, 66-7,1993.

Andy,C. 2011. Mandible Oblique. Australia: Wiki Radiography.

Arai Y, Tammisalo E, et al, Development of a compact computed tomographic apparatus for dental use. Dentomaxillofac Radiol 28(4):245-8, 1999. Arfianty, Fitri. 2014. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Tentang

Kesalahan Pembuatan Radiografi Intraoral Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Denpasar Bali. Fakulitas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara : Medan.

Bengel, W. (1985). Standardization in dental photography. Int Dent J, 35(3),210-217.

Berrett A,Brunner S,Valvassori GE:History of tomography.ln Modern Thin-Section Tomography.Springfield,IL,Charles C. Thomas, -p-3,1973.

Clinical Photography. Journal of orthodontics, 32, 43-45.

Cohnen M, Kemper J, et al, Radiation dose in dental radiology. Eur Radiol 12(3):634-7, 2002.

Council Of Clinical Affairs. (2005). Guideline on Informed Concent. Reference Manual, 36(6), 14-15.

CurryTS, Dowdey JE,MurryRC: Body section radiography.ln Christensens Physics of Diagnostic Radiology,ed 4 Philadephia,Lea&Febiger, p-242,1990.

Danforth RA, Cone beam volume tomography: a new digital imaging option for dentistry. J Calif Dent Assoc 31(11):814-5,2003.

Eckerdal 0, Kvint,S:Presurgical planning for osseointegrated implants in the maxilla.Int J Oral Surg 15;722-726,1986.

Ergin, U. (2012). Photography in Medicine and Oral Mucosa. Turk Derm, 46 Suppl 2, 150-156.

(30)

Farrar WB, McCarty WL Jr. Inferior joint space Arthrography and characteristics of condylar paths in internal derangements of the TMJ. J Pratet Dent 41:548-55,1979.

Hashimoto K, Arai Y, et al, A comparison of a new limited cone beam computed tomography machine for dental use with a multidetector row helical CT machine. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radio( Endod 95(3):371-7, 2003. Schulze D, Heiland M, et al, Radiation exposure during midfacial imaging using 4- and 16-slice computed tomography, cone beam computed tomography systems and conventional radiography. Dentomaxillofac Radiol 33(2):83-6, 2004

Knoemschild KL, Aquilino SA, Ruprecht A. Transcranial radiography and linear tomography: a comparative study. J Proaet Dent 66:239-50,1991.

Kresnananda, IB. Posisi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan foto periapikal teknik tube shift pada RSGM FKG Universitas Mahasaraswati. Denpasar. 2014. 10-11.

Laheim TA. Current trends in temporomandibular joint imaging. Oral Surg Med Oral Path01 Oral Radio1 Endod 80:555-76,1995.

McKeown, H.F., Murray, A.M., Sandler, P.J. (2005). How to Avoid Common Errors in

Paesani D, Westesson P-L, Hatala MP, Tallents RH, Brooks SL. Accuracy of clinical diagnosis for TMJ internal derangement and arthrosis. Oral Surg Oral Med Oral Path01 73:360-3,1992.

Preda L, Di Maggio EM, et al, Use of spiral computed tomography for multiplanar dental reconstruction. Dentomaxillofac Radiol 26(6):327-31,1997.

Pullinger A, Hollender L. Assessment of mandibular condyle position: a comparison of transcranial radiographs and linear tomograms. Oral Surg Oral Med Oral Path01 60:329-34,1985.

Roberts C, Katzberg RW, Tallents RH, Espeland MA, Handelman SL. The Clinical Predictability Of Internal Derangements Of The Temporo Mandibular Joint. Oral Surg Oral Med Oral Path01 71:412-4,1991.

(31)

Sandler, J., Murray, A. (2010). Clinical Photography in an Orthodontic Practice Environment Part 1. Ortho Update, 3, 70-75.

Singer, Steven. 2008. Extraoral Radiology. Columbia:Repository of Columbia University.

Tasaki MM Westesson PL, Temporomandibutar joint: diagnostic accuracy with sagittal and corona( MR imaging. Radiology 186(3):723.9,1993.

Westesson P-L, Eriksson L, Kurita K. Reliability Of A Negative Clinical Temporo Mandibular Joint Examination: Prevalence Of Disk Displacement In Asymptomatic Temporo Mandibular Joints. Oral Surg Oral Med Oral Path01 68:551-4,1989.

White, S.C. and Pharoah, M.J. 2009. Oral Radiology: Principles and

Interpretation 6th ed. St. Louis: Elsevier. Andy,C. 2011. Mandible Oblique.

Australia: Wiki Radiography.

Williamson EH, Wilson CW. Use of submental-vertex analysis for producing quality temporomandibular joint laminagraphs. Am J Orthod 70:200-7,1976.

Gambar

Gambar 1. Hasil proyeksi lateral sefalogram Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:
Gambar 2. Pemeriksaan lateral sefalogram
Gambar 3. Hasil pemeriksaan posteroanterior sefalogram Dari hasil pemeriksaan, tampak bahwa:
Gambar 4. Pemeriksaan posteroanterior sefalogram II.2.2 Water’s Projection
+7

Referensi

Dokumen terkait

Krista Veronica Siagian : Gambaran Oral Higiene Dan Karies Gigi Pada Siswa Sekolah Tunarungu Dan Tidak Tunarungu Kelompok Usia 11-12 Tahun Dan 14-16 Tahun, 2005.. Krista