• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Siswa SMA termasuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Siswa SMA termasuk"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Siswa Sekolah Menengah Atas (untuk selanjutnya disingkat SMA) secara psikologis sedang memasuki perkembangan masa remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Siswa SMA termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia 15-18 tahun. Menurut Hurlock (2003:207) masa remaja merupakan masa yang sangat berhubungan pada penentuan kehidupan di masa depan, karena perilaku dan aktivitas yang dilakukan pada masa remaja menjadi masa awal dalam mengukir kehidupan yang lebih baik di masa depan mereka. Jadi, jika masa remaja mencapai perkembangan optimal maka bisa dipastikan masa depan seorang remaja akan berjalan dengan baik pula.

Siswa rentan mengalami perubahan yang sangat signifikan di lingkungan sekolah, salah satu perubahan signifikan tersebut adalah mengalami masa transisi dari jenjang Sekolah Menengah Pertama ke Sekolah Menengah Atas. Perubahan tersebut meliputi masa pubertas dan hal-hal yang berkaitan dengan citra tubuh, meningkatnya tanggung jawab dan kemandirian, perubahan dari struktur kelas yang kecil dan akrab menjadi struktur kelas yang lebih besar dan impersonal, peningkatan jumlah guru dan teman, serta meningkatnya fokus pada prestasi dan menghadapi ekspektasi-ekspektasi akademik yang lebih tinggi.

(2)

Siswa sebagai subjek dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, dalam aktifitas belajarnya banyak dihadapkan pada masalah-masalah. Permasalahan yang dialami siswa di sekolah merupakan permasalahan yang umum terjadi di fase masa remaja. Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi remaja. Apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.

Secara fisik, masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri (Hurlock, 2003:211). Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.

Merujuk kepada Piaget, remaja memasuki level tertinggi perkembangan kognitif yaitu operasi formal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat yaitu dalam bentuk berpikir abstrak, idealis dan logis (Papalia, 2011:555). Namun ketika remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka potensi intelektualnya tidak berkembang optimal.

(3)

Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis (Yadhillah dalam Arif, 2010:1). Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual.

Pencarian identitas yang didefenisikan Erikson sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang menjadi fokus pada masa remaja (Papalia, 2011:587). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion,

(4)

sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Demikianlah beberapa kecenderungan permasalahan yang terjadi pada masa remaja.

Sebagai manusia, remaja mempunyai berbagai kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi. Hal itu merupakan sumber timbulnya berbagai problem pada remaja. Problem remaja ialah masalah-masalah yang dihadapi para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat remaja itu hidup dan berkembang. Problem tersebut ada yang dapat dipecahkan sendiri, tetapi ada pula yang sulit untuk dipecahkan dalam hal ini memerlukan bantuan kaum pendidik agar tercapai kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat (Willis, 2005:43). Bantuan tersebut adalah berupa layanan konseling di sekolah.

Secara umum, layanan konseling di sekolah merupakan usaha membantu peserta didik dalam merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupannya pada masa yang akan datang; mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan

(5)

masyarakat, serta lingkungan kerjanya; mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuain dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja (Hamdani & Afifuddin, 2012:100). Layanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual maupun kelompok sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki.

Beberapa permasalahan siswa di sekolah di antaranya; tawuran, membolos, mencontek, bullying, malas belajar, hasil belajar rendah, menunjukkan sikap yang kurang wajar, suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan tugas-tugas. Permasalahan siswa ini dapat dibantu mengatasinya dengan layanan konseling di sekolah. Dalam hal ini layanan konseling di sekolah merupakan tempat pembinaan dan mengembangkan potensi siswa secara optimal, sehingga siswa menjadi kreatif, produktif, mandiri dan bersifat religius serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa sehingga siswa terlepas dari tekanan emosional (stress), dan dari sana akan muncul ide yang lebih baik dalam merencanakan kehidupannya. Idealnya siswa yang mengalami masalah baik berkaitan dengan pelajaran di sekolah maupun di rumah yang mengganggu proses belajar di sekolah dibicarakan ke layanan konseling.

Pelaksanaan layanan konseling bisa berjalan dengan baik apabila siswa memiliki minat berkonsultasi yang tinggi saat mengikuti layanan konseling di sekolah (Aminuddin, 2010:2). Konsultasi adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (misal nasehat, saran) yang sebaik-baiknya. Kata

(6)

konsultan diartikan sebagai orang (ahli) yang tugasnya memberi petunjuk atau nasehat suatu kegiatan sedangkan kata berkonsultasi diartikan sebagai bertukar pikiran atau meminta pertimbangan dalam memutuskan sesuatu.

Untuk mengetahui minat berkonsultasi siswa itu tinggi atau tidak dalam mengikuti layanan konseling, dapat dilihat dari bagaimana persepsi siswa tentang layanan konseling. Atkinson, dkk (1983:201) menyebutkan persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran pola stimulus dalam lingkungan. Menurut Sarlito persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam otak. Di dalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam sebuah pemahaman. Pemahaman ini yang kurang lebih disebut persepsi (Sarwono, 2010:86). Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehinggga merupakan suatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Walgito, 2003:53). Dengan demikian persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap sesuatu.

Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda mengenai layanan konseling, ada yang positif dan ada yang negatif. Bagi siswa yang mempersepsi positif layanan konseling akan memiliki minat berkonsultasi yang tinggi, sedangkan siswa yang mempersepsi negatif layanan konseling akan memiliki minat berkonsultasi yang rendah. Persepsi mengenai layanan konseling tidak akan terjadi tanpa adanya interaksi antara siswa dengan

(7)

konselor pemberi konseling. Interaksi antara siswa dengan konselor bisa secara langsung disebabkan siswa masuk ke ruangan konseling atau hanya sekedar mendengar mengenai konselor dari teman-teman yang pernah berkonsultasi ke layanan konseling di sekolah.

Hasil penelitian Afiatin sebagaimana dikutip Batuadji, dkk (2009:22) menemukan bahwa persepsi siswa terhadap keberadaan layanan konseling di sekolah cenderung buruk, istilah “polisi sekolah” untuk konselor sekolah menjadi umum. Banyak siswa yang menolak untuk datang menemui konselor walaupun mereka bermasalah. Jikapun harus dipanggil untuk menghadap konselor, mereka datang dengan berat hati dan ada rasa takut dan malu. Tidak jarang siswa kemudian membolos dan minta pindah sekolah hanya karena pernah berhubungan atau dipanggil menghadap konselor.

Salah satu SMA yang memiliki layanan konseling di sekolah yaitu SMAN 1 Padang Sago. SMAN 1 Padang Sago merupakan salah satu SMA Negeri di Kabupaten Padang Pariaman. Peneliti mencoba mewawancarai beberapa siswa SMAN 1 Padang Sago yang pernah melakukan layanan konseling di sekolah mengenai persepsinya tentang layanan konseling dan bagaimana minatnya berkonsultasi setelah melakukan konseling. Hasil wawancara peneliti terhadap siswa yang telah melaksanakan layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago yaitu: Subjek pertama yang diwawancarai adalah ES, menyatakan bahwa:

“Layanan konseling merupakan suatu tempat siswa untuk menyelesaikan masalah di dalam sekolah ataupun di luar sekolah. Pandangan saya terhadap bimbingan konseling di sekolah ini cukup bagus karena para guru BK dapat menyelesaikan masalah semua siswa

(8)

baik masalah yang di sekolah maupun di luar sekolah. Saya pergi ke BK ketika memiliki suatu masalah atau memiliki suatu pemikiran yang terganjal di dalamnya. Mengenai minat saya berkonsultasi, saya sudah dua kali masuk BK ketika mempunyai suatu masalah, ya tentu masalah sekolah dan juga keinginan lansung. Saya dipanggil ke ruang konseling karena ada masalah” (Padang Pariaman, Senin (21/11/2016)).

Dan subjek kedua RO menyatakan bahwa:

“BK adalah bimbingan konseling yang berisi tentang konsultasi seorang murid terhadap guru. BK yang berada di sekolah sekarang ini..pandangan saya tentang BK begitu bagus karena dalam BK banyak memotivasi anak sekolah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Mengenai minat saya berkonsultasi, saya menemui BK oo saya bertemu dengan guru BK sudah satu minggu yang lewat. Masalah tentang keluarga..solusi nya begitu singkat tapi tertutup. Disaat ada masalah saya datang ke BK, ga juga sering datang ke BK” (Padang Pariaman, Senin (21/11/2016)).

Subjek ketiga yang diwawancarai adalah PN, menyatakan bahwa: “Tentang BK dak nio ke BK doh.. BK tu mengenai misalnya mengambil jurusan untuk kuliah, misalnyo karano masalah nyo masuak sinan.. wak dak ado pernah menemui guru layanan konseling dak pernah konsultasi mengenai masalah pribadi tapi saya pernah dipanggil karena masalah dan saya diberi hukuman.. keluar ruangan BK saya ditertawai teman dan dibilang anak nakal” (Padang Pariaman, Senin (21/11/2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa siswa SMAN 1 Padang Sago tidak semuanya memiliki pandangan yang positif tentang layanan konseling, ini dapat terlihat dari pernyataan sabjek ketiga yang menyatakan ketidaksediaannya mengikuti layanan konseling di sekolah karena dia masuk ruangan konseling bukan karena keinginannya sendiri tetapi karena masalah yang dia perbuat dan diberi hukuman di sana. Tidak hanya itu setelah keluar ruangan dia juga mengalami cemoohan dan pelabelan dari teman-temannya karena telah masuk ruang konseling.

(9)

Berdasarkan ungkapan dari salah seorang guru BK di SMAN 1 Padang Sago yaitu H pada Senin (3/10/2016). Minat berkonsultasi siswa ke layanan konseling bulan-bulan belakang ini terlihat cukup baik, ini terlihat dari hasil wawancara dan laporan pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling SMAN 1 Padang Sago kelas XII di semester 1 tahun ajaran 2016/2017 dari bulan Juli-Oktober yang peneliti sajikan dalam bentuk tabel. Hasil wawancara guru Bimbingan Konseling tersebut menyatakan bahwa:

“Kalau di sini kebanyakannya anak yang berkonsultasi ya mungkin

fifty-fifty yo bal ado yang datang sendiri, “Buk saya mau curhat

buk..” ado yang semangat sekali “buk saya mau curhat masalah pribadi buk..” siswa itu berteriak dengan sangat semangat. Ada juga yang dipanggil ke dalam kelas nah yang dipanggil ke dalam kelas tu hanya anak-anak yang bermasalah dari segi kehadiran. Kehadirannya yang kurang, yang absen, yang cabut itu saja. Dan ada juga anak-anak yang insyaAllah nanti menyambung ke perguruan tinggi juga dipanggil jadi dalam artian tidak hanya anak yang nakal, anak berprestasi juga dipanggil. Selama kurang lebih tiga tahun terakhir peserta didik di sini telah rutin berkonsultasi ke BK lebih kurang dalam sebulan ada sepuluh anak yang berkonsultasi masalah pribadi di luar yang dipanggil ke BK karena bermasalah”(Padang Pariaman, Senin (3/10/2016).

Minat siswa dalam melaksanakan layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago tidak terlalu tinggi. Berdasarkan data awal yang peneliti dapat di kelas XII (karena keterbatasan informasi dari guru konseling, data kelas X dan XI belum dikumpulkan) selama 4 bulan di semester I tahun ajaran 2016/2017 yaitu bulan Juli ada 25 siswa yang mengikuti layanan konseling, Agustus ada 67 siswa, September ada 29 siswa dan Oktober 16 siswa. Total siswa kelas XII adalah 173 siswa, jadi jika dipersenkan maka akan mendapatkan hasil Juli 14,5%, Agustus 38,7%, September 16,8%, dan Oktober 9,2%. Data ini dapat dilihat pada tabel di bawah yang telah peneliti sajikan.

(10)

Tabel 1

Laporan Pelaksanaan Program Layanan BK SMAN 1 Padang Sago Kelas XII

Sumber: Guru BK SMAN 1 Padang Sago

Layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago sudah lama berdiri. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago telah memiliki ruangan sendiri dalam rangka melaksanakan kegiatan konseling. Ruangan layanan konseling ini memiliki luas kira-kira 4x4 meter. Ruangan ini dibagi dua; setengah bagian dibuat lagi ruangan tertutup dan setengah bagian untuk ruangan lepas. Fungsi ruangan tertutup adalah untuk konseling masalah pribadi antara siswa dengan guru konseling atau konselor agar masalah yang dialami tidak terdengar dan diketahui orang lain. Ruangan yang dibiarkan terbuka lepas digunakan untuk menyelesaikan masalah siswa secara berkelompok dan tempat menerima tamu yang baru masuk ke ruangan konseling. Dinding ruangan konseling di sekolah ini dipenuhi poster-poster mengenai fungsi layanan konseling dan jaminan kerahasiaan masalah siswa yang dikonsultasikan ke layanan konseling (Observasi yang peneliti lakukan di SMAN 1 Padang Sago pada Senin (3/10/2016)).

Bulan

Jenis Layanan Konseling

To-tal Orien-tasi Infor-masi Penem-patan Penya-luran Pembe-lajaran Kons. Per-orangan Bim. Kelom-pok Kons. Kelom-pok Konsul-tasi Me-diasi

Jumlah siswa yang mengikuti

Juli 5 3 - - 13 - - 2 2 25

Agustus - 10 - - 40 - 6 11 - 67

September - - - - 28 - - 1 - 29

Oktober - 7 - - 2 - - 7 - 16

(11)

Tenaga konselor sangatlah dibutuhkan karena satu guru BK memegang siswa ± 150, keputusan bahwa satu guru BK memegang 150 siswa menurut surat keputusan bersama menteri pendidikan dan kebudayaan dan kepala badan administrasi kepegawaian negara nomor: 0433/P/1993 dan nomor 25 tahun 1991 (Asmaranti dkk, 2014:368). Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan guru konseling yang ada di SMAN 1 Padang Sago bahwa terdapat tiga orang yang menjadi guru konseling di sana dengan latar belakang pendidikan dua orang dari sarjana Bimbingan Konseling dan satu orang sarjana Kewarganegaraan yang diperuntukkan sebagai guru konseling (Wawancara di SMAN 1 Padang Sago pada Senin (3/10/2016) dengan ibu guru H).

Dari segi fasilitas ruangan dan guru yang menjadi konselor idealnya siswa memiliki persepsi yang positif tentang layanan konseling dan memiliki minat berkonsultasi yang tinggi, namun dari data yang didapat minat siswa mempergunakan layanan konseling masih kurang dan masih didapati siswa tidak menyukai atau yang mempersepsi negatif layanan konseling dan malu untuk berkonsultasi karena setelah masuk ruangan konseling ditertawai teman dan dilabeli anak nakal.

Bertitik tolak dari latar belakang yang peneliti kemukakan di atas, maka timbul suatu keinginan yang mendorong peneliti untuk menelitinya dalam bentuk skripsi yang peneliti beri judul Hubungan antara Persepsi tentang Layanan Konseling dengan Minat Berkonsultasi SMAN 1 Padang Sago.

(12)

1.2Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan gejala-gejala yang telah peneliti uraikan di atas, maka identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Ada sebagian siswa yang belum memahami tujuan dan fungsi layanan konseling seutuhnya.

b. Belum semua siswa mau berkonsultasi kepada guru konseling di SMAN 1 Padang Sago.

c. Persepsi tentang layanan konseling siswa SMAN 1 Padang Sago belum diketahui secara keseluruhan.

d. Minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago belum seluruhnya dapat diketahui.

e. Ada sebagian siswa beranggapan bahwa siswa yang masuk ke ruangan konseling adalah siswa yang bermasalah.

f. Masih ada siswa yang kurang terbuka dengan masalah yang dihadapinya kepada guru konseling.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perlu sebuah pertimbangan untuk merumuskan sebuah masalah agar lebih mudah untuk melakukan sebuah penelitian. Adapun yang menjadi rumusannya adalah: “Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago?”.

(13)

1.4Batasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah maka yang menjadi batasan penelitian dalam masalah ini adalah :

a. Seberapa tinggi tingkat persepsi siswa terhadap layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago?

b. Seberapa tinggi tingkat minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago?

c. Apakah ada hubungan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago?

1.5Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat persepsi siswa tentang layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago.

b. Untuk mengetahui tingkat minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago.

c. Untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago.

1.6Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi umumnya

(14)

psikologi pendidikan, khususnya psikologi konseling yang terkait dengan layanan konseling dan minat berkonsultasi siswa.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang persepsi tentang layanan konseling dan minat berkonsultasi siswa.

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat mengetahui tingkat persepsi siswa tentang layanan konseling dan seberapa tinggi minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago, sekaligus juga untuk memberikan gambaran mengenai hubungan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai penentu kebijakan baik bagi pimpinan sekolah maupun guru layanan konseling di sekolah

c. Bagi siswa, hasil penelitian dapat memberi informasi dan pemahaman yang benar tentang layanan konseling sehingga mereka dapat memanfaatkan layanan konseling yang ada di sekolah secara optimal.

1.6.3 Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah. Hasil penelitian ini dapat memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar S. Psi (Sarjana

(15)

Psikologi) di Jurusan Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang.

1.7Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dipahami, karya tulis ini disusun atas 5 (lima) BAB, dengan tujuan agar mempunyai suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten. Adapun sistematika yang dimaksud adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisi tentang landasan teori yang mendasari variabel persepsi tentang layanan konseling dan minat berkonsultasi, penelitian yang relevan, hubungan antar variabel, kerangka konseptual dan hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, uji coba skala penelitian, dan teknik analisis data.

(16)

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisikan tentang hasil penelitian dan pembahasan, yang terdiri dari persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, deskripsi data penelitian, analisis data, hasil penelitian yang meliputi persepsi tentang layanan konseling, minat berkonsultasi siswa dan hasil uji hipotesis, dan yang terakhir pembahasan.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengolahan data dan penelitian. Selain itu, dalam bab ini juga berisi saran-saran sesuai dengan hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Adobe Flash CS3 memiliki beberapa keunggulan diantaranya, dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau objek yang lain, membuat perubahan

Karena itu knowledge management dibutuhkan sebagai solusi yang dapat mendukung proses dokumentasi yang baik, efektif, dapat digunakan, dan berdampak pada peningkatan kualitas

Meskipun sekolah SMP PGRI 7 memiliki lingkungan buruk dengan banyaknya siswa-siswa yang melanggar peraturan dan prestasi akademik yang rendah, namun masih ada

Guru BK berinteraksi dengan peserta didik dalam bentuk kegiatan : (a) membagikan kembali lembar alat ungkap pengenalan lingkungan bidang pekerjaan yang sudah diisi

Sedangkan untuk pemeriksaan syarat gradasi dan modulus kehalusan butiran tanah putih ini juga tidak layak digunakan sebagai bahan pengganti agregat halus pembuatan

Universitas Sriwijaya (NPV), internal rate of retrun (IRR), present value ratio (PVR), benefit cost ratio (BCR) dan payback period (PBP) yang dilakukan PT Bumiwarna Agung Perkasa

Pencegahan melalui kuantifikasi resiko untuk mengetahui profil resiko (Risk Profile), menyiapkan modal penyangga (Capital Buffer) dan menetapkan proses dan organisasi

Rotter berpendapat bahwa situasi mengandung semua ciri-ciri yang mengindikasikan kepada kita (berdasarkan pengalaman masa lalu seseorang) mengenai adanya penguatan