• Tidak ada hasil yang ditemukan

L.) DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA, KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "L.) DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA, KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN TEBU (

Saccharum officinarum

L.)

DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA,

KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI

BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS

ANTONIUS HARI KRISTANTO

A24070001

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

ANTONIUS HARI KRISTANTO. Pengelolaan Tebu (Saccharum Officinarum L.) di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal dengan Aspek Khusus Modifikasi Budidaya untuk Menurunkan Salinitas. (Dibimbing oleh PURWONO).

Program peningkatan produksi tebu dengan ektensifikasi menemui berbagai kendala. Tingginya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dan kompetisi dengan komoditas lain menjadi penghambat program ini. Semakin sulitnya menemukan lahan untuk areal pertanaman tebu memaksa berbagai pihak untuk menanam tebu di lahan marginal yang sulit untuk pertanaman tebu, salah satu contohnya adalah lahan di dekat pesisir laut dengan cekaman salinitas. Penanaman tebu di lahan tercekam salinitas membutuhkan teknik budidaya yang khusus. Teknik budidaya ini bertujuan untuk mengurangi tingginya kadar garam yang dapat menyebabkan cekaman fisiologi pada tebu. Beberapa teknik budidaya khusus sebenarnya telah diterapkan, seperti pada kebun tebu PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara. Teknik budidaya tersebut dilakukan yaitu modifikasi teknik tata air melalui ukuran got yang lebih besar untuk mengurangi kadar garam pada lahan sehingga memungkinkan tebu untuk tumbuh dan berproduksi di lahan tersebut.

PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara adalah pabik gula dengan produk gula kristal putih. Bahan baku yang dugunakan adalah tebu dan raw sugar. Kapasitas pabik mencapai 1 800 TCD (ton cane per day). Luas area perkebunan tebu mencapai 2 471 ha yang terbagi dalam beberapa pola kemitraan yaitu kemitraan A, kemitraan B, dan tebu mandiri.

Upaya reklamasi lahan salin menggunakan metode kolam-alur ( basin-furrow method). Berdasarkan pengamatan, perlakuan khusus yang diterapkan di lahan tercekam salinitas dapat menurunkan tingkat salinitas lahan, namun pertumbuhan tebu tetap terhambat pada fase vegetatif awal. Akibat hambatan pertumbuhan tersebut, produktivitas tebu di lahan salin lebih rendah daripada lahan nonsalin. Pada lahan salin menghasilkan 58.87 ton/ha sedangkan lahan nonsalin 96.40 ton/ha. Meskipun produksinya rendah, usaha tani tebu di lahan

(3)

salin tetap menguntungkan dan tidak jauh berbeda dengan lahan nonsalin. Dengan upaya yang telah dilakuan, usaha tani tebu di lahan salin tetap menguntungkan sehingga budidaya tebu di lahan salin tetap dapat dilanjutkan. Saran penulis untuk PT Industri Gula Nusantara menyangkut budidaya tebu di lahan salin adalah penelitian lebih lanjut tentang penentuan dosis pemupukan khusus lahan salin dan penambahan bahan kimia selain pupuk untuk membantu reklamasi lahan salin dengan gipsum (CaSO4.2H2O).

(4)

PENGELOLAAN TEBU (

Saccharum officinarum

L.)

DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA,

KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI

BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ANTONIUS HARI KRISTANTO

A24070001

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul

:

PENGELOLAAN TEBU (

Saccharum officinarum

L.)

DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA

NUSANTARA, KENDAL DENGAN ASPEK

KHUSUS MODIFIKASI BUDIDAYA UNTUK

MENURUNKAN SALINITAS

Nama

:

ANTONIUS HARI KRISTANTO

NIM

:

A24070001

Menyetujui, Pembimbing Ir. Purwono, MS. NIP 19580922 198203 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Punggur, Lampung Tengah pada tanggal 26 Januari 1990. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Drs. Andreas Sutrisno, M.M. dan Hartini, S.Pd.

Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis diantaranya TK Pertiwi Punggur dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 3 Tanggulangin dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Punggur dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kotagajah pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program S-1 Mayor-Minor, dengan Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, dan Minor Manajemen Fungsional.

Tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum Fisika Tingkat Persiapan Bersama dan asisten matakuliah Agama Katolik (Tim Pendamping) sebagai penaggung jawab kuliah. Penulis juga aktif di berbagai organisasi. Tahun 2007 sebagai anggota Paduan Suara Mahasiswa IPB (Agria Swara) dan Paduan Suara Mahasiswa Katolik IPB (Pluela Domini). Tahun 2008 sebagai pengurus HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi). Tahun 2009 sebagai Ketua Divisi PSDM dan salah satu pendiri Koperasi Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura. Beberapa prestasi yang didapat penulis antara lain Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Dikti, yaitu di bidang penelitian, pengabdian masyarakat, dan kewirausahaan pada tahun 2010 dan 2011.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat kasih dan karunia-Nya, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, dan secara khusus kepada:

1. Ayahanda Andreas Sutrisno, Ibunda Hartini dan Kakak Andre Hari Wibowo tercinta yang telah memberikan dukungan doa, moral, dan material selama menjalani pendidikan.

2. Ir. Purwono, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama proses magang sampai dengan penyusunan skripsi ini.

3. Direksi PT. Industri Gula Nusantara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan magang.

4. Ibu Wahyu Ningsih selaku pemimbing lapang yang banyak memberi bantuan, masukan, dukungan dan fasilitas selama kegiatan magang.

5. Bapak Giardi, Harimuladi, Judiman, Heriyono, Badawi, Ngaluwi, Rochmat, Mbah Tunut, Mbah Roso, dan Mbah Wadji selaku staf Kantor Tanaman dan staf lapang PT. IGN yang telah membantu dan mendampingi penulis selama kegiatan magang berlangsung.

6. Tim Tanaman IGN : Bang Choirul, Mas Moko, Mas Agung, “Genk’e” Mono, Anggi, mandor kecil (Eka, Agung, dan Salin) dan sinder muda (Mas Hari dan Mas Adi) atas kebersamaan yang indah selama 4 bulan.

7. Partner magang dan PS, Bagus dan Manahan, atas kebersamaan dan kerjasama selama magang dan bimbingan, “Ini baru awal perjuangan panjang kita kawan”.

8. My Special one dan penghuni Perwira43 (Leo, Brury, Adit, abang-abang, kakak-kakak, teman-teman dan adik-adik) atas dukungan dan kenangan tak terlupakan.

(8)

9. Tim Pendamping IPB secara khusus “Densus08” (Eny, Lusi, Lisa, Brury, Adian, Chisi, Rio, Manta, Sari, Bambang, Ayu, Ella, Arianti, Dika, Leo, Ishak, dan Ulin), terimakasih atas kebersamaan dan kenangan indah tak terlupakan, “Mari kita terus berproses dari sebuah kepompong, menjadi kupu-kupu”.

10.Teman-teman Agronomi dan Hortrikultura angkatan 44 yang telah memberikan semangat dan persahabatan yang tak terlupakan

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk bagi pihak yang memerlukan, serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2011 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani dan Morfologi Tanaman Tebu ... 4

Ekologi Tanaman ... 5

Tanah Salin ... 6

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman ... 7

Upaya Pemanfaatan Tanah Salin ... 8

METODE MAGANG ... 10

Tempat dan Waktu ... 10

Metode Pelaksanaan ... 10

Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 11

Analisis Data ... 14

KEADAAN UMUM ... 15

Sejarah PG Cepiring ... 15

Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif ... 16

Keadaan Iklim dan Tanah ... 16

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 17

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 19

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 20

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 24

Aspek Teknis ... 24

Pembukaan lahan dan penanaman tebu ... 24

Pemeliharaan tanaman tahun pertama ... 29

Pemeliharaan tanaman keprasan ... 37

Pemanenan ... 38

Pengolahan gula ... 42

Aspek Manajerial ... 46

Pengelolaan kegiatan lapang ... 46

Aspek Khusus ... 48

Kondisi salinitas kebun ... 48

Teknis budidaya tebu di lahan salin ... 49

Kondisi tebu di lanah salin ... 51

Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin ... 52

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu ... 24

Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan ... 27

Gambar 3. Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang Telah Selesai (b) ... 28

Gambar 4. Bibit Bagal Tebu 2 Mata ... 28

Gambar 5. Penanaman Tebu ... 29

Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama ... 30

Gambar 7. Pengairan Tebu dengan Metode Furrow Irrigation ... 32

Gambar 8. Pekerjaan Kletek Tebu (a) dan Tebu yang Telah Dikletek (b) ... 35

Gambar 9 . Alur Pemeliharaan Tebu Keprasan ... 37

Gambar 10. Alur Pemanenan Tebu ... 39

Gambar 11. Hand Refractometer untuk Pengukuran Brix Nira Tebu di Lapang ... 40

Gambar 12. Penebangan Tebu ... 41

Gambar 13. Pengangkutan Tebu ke Truk Angkutan (a) dan Kapasitas Muatan Truk Angkutan (b) ... 42

Gambar 14. Skema Proses Pengolahan Tebu dan Raw Sugar PG Cepiring ... 43

Gambar 15. Got Lahan Salin (a), Got Lahan Nonsalin (b), Penampang Melintang Got Lahan salin (c), dan Penampang Melintang Got Lahan Nonsalin (d) ... 50

(11)

PEMBAHASAN ... 55

Aspek Teknis ... 55

Sistem tata air kebun ... 55

Aspek Manajerial ... 57

Sistem kemitraan ... 58

Kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E Tebu) ... 59

Sistem beli putus ... 61

Manajemen kemitraan ... 63

Struktur organisasi bagian tanaman PG Cepiring ... 64

Aspek Khusus ... 64

Kondisi salinitas kebun ... 64

Teknis budidaya tebu di lahan salin ... 66

Kondisi tebu di lanah salin ... 66

Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin ... 68

Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin ... 69

KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

Kesimpulan ... 71

Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Tabel 1. Keadaan Iklim Selama 3 Tahun Terakhir di Wilayah PG Cepiring ... 17 Tabel 2. Luas Areal (ha) PG Cepiring Berdasarkan Kategori Kebun ... 17 Tabel 3. Luasan Kebun Bibit (ha) Berdasarkan Kategori Kebun Bibit ... 18 Tabel 4. Produktivitas, Rendemen Tebu dan Produksi Gula Kristal

Putih (GKP) Selama 4 Tahun ... 20 Tabel 5. Produksi Gula Kristal Putih dengan Bahan Baku Raw Sugar

selama 4 tahun ... 20 Tabel 6. Jumlah Karyawan PG Cepiring Tahun 2011 ... 22 Tabel 7. Analisis Salinitas Tanah Saat Tebu Berumur 31 MSK ... 48 Tabel 8. Tinggi Tanaman Tebu (cm), Jumlah Ruas, Diameter (cm), dan

Bobot Batang (kg) pada 27 MSK sampai 41 MSK ... 51 Tabel 9. Jumlah Batang Tebu per Meter dan Jumlah Sogolan ... 52 Tabel 10. Brix Nira Tebu di Lapang pada Umur 27 MSK dan 41 MSK ... 52 Tabel 11. Pertumbuhan Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin pada 27 MSK

sampai 41MSK ... 53 Tabel 12. Produktivitas Tebu (ton/ha) di Lahan Salin dan Nonsalin

Selama Tiga Musim Tanam ... 53 Tabel 13. Keuntungan Usaha Tani Tebu (Rp) di Kebun Salin dan Nonsalin Masa Tanam 2010/2011 ... 54 Tabel 14. Nilai KKP-E Setiap Tahapan Budidaya Tebu PC per Hektar ... 60 Tabel 15. Curah Hujan Kebun Pidodo pada Stasiun Hujan Terdekat ... 65

(13)

85

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian di Kebun

PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ... 75 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di Kebun

PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ... 76 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun

PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ... 78 4. Bobot Batang per Meter per Jenis Tebu Berdasarkan Diameter Batang

5 Tahun Terakhir ... 81 5. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2007-2009 di

Kabupaten Kendal ... 82 6. Struktur Organisasi PG Cepiring PT Industri Gula Nusantara ... 83 7. Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Cepiring, PT Industri Gula

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman perkebunan penting di Indonesia. Tebu merupakan tanaman keluarga rumput-rumputan (Graminae) sebagai bahan baku pembuatan gula.

Dewasa ini masih terjadi masalah dalam kecukupan produksi gula untuk kebutuhan dalam negeri. Dengan luas areal perkebunan tebu nasional sebesar 438 957 ha pada tahun 2008, Indonesia mampu memproduksi tebu segar sebesar 2 800 946 ton. Dengan rendemen rata-rata nasional sebesar 6.99% - 7.23%, produksi gula dalam negeri baru sekitar 2.6 juta ton. Sementara itu, Indonesia membutuhkan 4.85 juta ton gula yang terdiri dari 2.7 juta ton untuk konsumsi langsung dan 2.15 juta ton untuk keperluan industri. Produksi gula menurun pada tahun 2010 yaitu hanya sebesar 2.3 juta ton. Berdasarkan data tersebut poduksi gula nasional sampai saat ini belum mencukupi kebutuhan gula nasional dan Indonesia masih mengalami kekurangan gula (Kementrian Pertanian, 2011).

Kesenjangan antara produksi gula dan kebutuhan gula dalam negeri membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang telah ditempuh adalah meningkatkan produktivitas tebu. Peningkatan produktivitas tebu telah dilakukan baik secara intensifikasi, maupun secara ekstensifikasi. Kegiatan ekstensifikasi telah dilakukan pemerintah dengan berusaha menambah luas areal pertanaman tebu. Berbagai fasilitas yang telah diberikan pemerintah kepada petani tebu guna memenuhi tujuan tersebut antara lain program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). Tujuan utama fasilitas tersebut adalah memicu petani untuk menanam tebu di lahan pertanian mereka.

Program peningkatan produksi gula dengan ektensifikasi menemui berbagai kendala. Tingginya laju konversi dan kempetisi dengan komoditas lain merupakan penghambat program ini. Semakin sulitnya menemukan lahan untuk areal pertanaman tebu memaksa berbagai pihak untuk menanam tebu di lahan marginal yang sulit untuk pertanaman tebu, salah satu contohnya adalah lahan di dekat pesisir laut dengan cekaman salinitas. Lahan marjinal didefinisikan sebagai lahan yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dimanfaatkan

(15)

sebagai lahan pertanian, namun dengan penerapan suatu teknologi dan sistem pengelolaan yang tepat, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif dan berkelanjutan (Alihamsyah dan Noor, 2003).

Lahan salin mempunyai potensi untuk dimanfaatkan menjadi pertanaman tebu. Total lahan salin yang mencapai 0.44 juta ha di Indonesia merupakan potensi untuk upaya ektensifikasi perkebunan tebu (Alihamsyah dan Noor, 2003). Dengan luasan yang cukup besar tersebut, lahan salin dapat dikembangkan menjadi perkebunan tebu untuk manambah produksi tebu Indonesia. Penambahan produksi tebu akan meningkatkan produksi gula nasional untuk memenuhi kebutuhan gula nasional.

Pertanaman tebu sudah merambah lahan marginal dengan cekaman salinitas. Usaha perkebunan tebu di pulau Jawa yang didominasi oleh kebun tebu rakyat banyak dilakukan di daerah pesisir laut utara. Salah satu contohnya adalah perkebunan tebu di wilayah PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara (IGN) yang terletak di Kendal, yaitu kabupaten di pesisir laut utara Jawa. Penggunaan lahan yang dekat dengan laut kerap menimbulkan masalah cekaman salinitas di wilayah PG Cepiring dan kebun tebu lain yang berada di wilayah jalur pantai utara. Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang berlebihan dalam larutan tanah.

Penanaman tebu di lahan tercekam salinitas membutuhkan teknik budidaya yang khusus. Teknik budidaya ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari tingginya kadar garam yang dapat menyebabkan cekaman fisiologi pada tebu. Beberapa teknik budidaya khusus sebenarnya telah diterapakan, seperti pada kebun tebu PG Cepiring. Teknik budidaya tersebut dilakukan untuk mengurangi kadar garam pada lahan sehingga memungkinkan tebu untuk bertahan dan tumbuh di lahan tersebut.

Kegiatan magang ini mempelajari pengelolaan perkebunan tebu serta mempelajari budidaya, pertumbuhan dan produksi tebu di lahan tercekam salinitas di PG Cepiring. Hasil yang didapat diharapkan menjadi referensi untuk diterapkan di tempat lain berkenaan dengan budidaya tebu tercekam salinitas.

(16)

Tujuan

Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah mengetahui dan memahami pengelolaan perkebunan tebu secara nyata di lapangan serta mengaplikasikan dan membandingkan teori yang telah dipelajari dengan kondisi nyata di lapangan.

Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah mempelajari modifikasi teknik budidaya yang diterapkan di lahan tercekam salinitas, serta mengetahui petumbuhan, produksi dan analisis usaha tani tebu di lahan tercekam salinitas dengan teknik budidaya yang telah diterapkan oleh perusahaan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Tanaman Tebu

Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, family Graminae dan genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang lain adalah Saccharum officianrum, Saccharum robustum, Saccharum spontaneum, dan Saccharum barberi. Saccarum officinarum merupakan spesies tebu paling modern dan paling banyak dibudidayakan (James, 2004).

Menurut James (2004), tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang, daun, dan bunga. Tanaman tebu memiliki perakaran serabut, yang dapat dibedakan menjadi akar primer dan akar sekundar. Akar primer adalah akar yang tumbuh dari mata akar buku tunas stek batang bibit. Karakteristik akar primer yaitu halus dan bercabang banyak. Sedangkan akar sekunder adalah akar yang tumbuh dari mata akar dalam buku tunas yang tumbuh dari stek bibit, bentuknya lebih besar, lunak, dan sedikit bercabang. Menurut Supriyadi (1992) pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah dan ada yang mendatar dekat permukaan tanah.

Tebu memiliki tipe batang beruas-ruas. Di antara ruas-ruasnya terdapat buku-buku ruas dan terletak mata tunas yang tumbuh menjadi pucuk tanaman baru. Susunan ruas-ruas pada batang tebu dapat berliku atau lurus. Bentuk ruas yang menyusun batang dibedakan menjadi enam bentuk, yaitu silindris, tong, kelos, konis, konis berbalik, dan cembung cekung. Tinggi batang dipengaruhi oleh baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Tinggi tanaman tebu antara 2-5 m. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang penting untuk pertumbuhan meninggi (Supriyadi, 1992).

Daun tebu terdiri atas dua bagian yaitu helai daun dan pelepah daun. Helai daun berbentuk pita yang panjangnya 1-2 m (tergantung varietas dan keadaan lingkungan),dan lebar 2-7 cm. Tebu tidak memiliki tangkai daun. Diantara pelepah dan helaian daun terdapat sendi segitiga daun dan pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun yang membatasi helaian dan pelepah daun. Warna daun tebu bermacam-macam ada yang hijau tua, hijau kekuningan, merah

(18)

keunguan dan lain-lain. Ujung daun tebu meruncing dan tepinya bergerigi (James, 2004).

Bunga tersusun dalam malai yang terbentuk setelah pertumbuhan vegetatif. Bunga berkembang pada pagi hari dengan jangka waktu pembungaan pada satu malai berlangsung beragam antara 5 sampai 12 hari. Bunga tebu termasuk bunga sempurna. Tangkai sari dan tepung sari menjurai keluar setelah bunga cukup matang. Kepala putik berambut yang umumnya berwarna keunguan. Buahnya termasuk buah padi-padian, bijinya berukuran kecil memiliki panjang antara 1.0-1.5 mm dan lebar 0.5 mm (James, 2004).

Ekologi Tanaman

Menurut James (2002), tebu pada umumnya dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki iklim tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran 390 LU dan 350 LS. Dibutuhkan suhu rata-rata tahunan di atas 210 C, apabila kuarang dari 200 C maka pertumbuhannya akan terhambat dan pertumbuhan akan terhenti pada suhu 160 C. Suhu perkecambahan tunas stek tebu antara 32-380 C. Suhu yang diperlukan untuk dapat menghasilkan sukrosa yang tinggi adalah antara 26-270 C. Curah hujan tahunan yang dikehendaki adalah 1 500- 2 500 mm per tahun dengan penyebaran merata. Kelembaban yang baik bagi pertanaman tebu adalah 63-85%. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat pertumbuhan tebu adalah tidak lebih dari 600 m dpl.

Tanaman tebu menghendaki penyinaran matahari langsung. Penyinaran matahari penting bagi tanaman tebu untuk pembentukan gula, tercapainya kadar gula yang tinggi pada batang, dan mempercepat proses pemasakan. Menurut Supriyadi (1992) kadar sukrosa tertinggi dapat dicapai pada penyinaran matahari selama 7-9 jam per hari. Selain itu, menurut Siswoyo at al (2007), kandungan sukrosa juga dipengaruhi oleh pascapanen tebu, yaitu penyimpanan. Intensitas cahaya yang baik untuk fotosintesis tebu adalah 3 000-4 500 footcandle.

Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur dan mudah menyerap serta melepaskan air. Menurut Sutardjo (2002) tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah lempung liat dengan solum dalam atau tanah lempung berpasir dengan lempung berdebu. Tebu dapat ditanam pada tanah

(19)

dengan kisaran pH 5.5-7.0. Pada pH di bawah 5.5 dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat menyerap air sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH di atas 7.0 tanaman akan sering kekurangan unsur fosfor .

Pertumbuhan tebu dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap perkecambahan, pemunculan anakan, pemanjangan batang, dan pengisian sukrosa di batang (pemasakan). Kebutuhan air yang diperlukan pada setiap tahapan berbeda. Fase awal pada perkecambahan dan pemunculan anakan membutuhkan air sedang. Fase pemanjangan batang membutuhkan air yang cukup banyak. Fase kemasakan membutukan air dengan jumlah sedikit. Fase perkecambahan dimulai saat tanam sampai 1 BST. Fase pemunculan tunas pada 1-3 BST. Fase pemanjangan batang pada 3-9 BST. Fase kemasakan pada 9-12 BST (Sutardjo, 2002)

Tanah Salin

Salinitas tanah adalah suatu kondisi dimana kadar garam terlarut tanah mencapai tingkat meracuni tanaman (Santoso, 1993). Pada umumnya tanah salin tergolong ordo Aridisol, yaitu tanah yang terbentuk pada daerah kering atau dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm/tahun. Jumlah air hujan tidak cukup untuk mengimbangi air yang hilang melalui tanah dan tanaman (evapotranspirasi). Pada waktu air diuapkan ke udara, garam tertinggal di lapisan permukaan. Proses akumulasi garam berlangsung terus yang disebut proses salinisasi. Garam-garam yang diakumulasikan diantaranya adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3 dan MgCO3. Di daerah iklim basah (humid) salinisasi hanya terjadi di delta sungai yang terpemgaruh air laut dan pantai yang telaknya rendah. Salinisasi juga dapat terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya tanah-tanah yang direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah di daerah pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut ( Tan, 1991).

Ciri kimia tanah salin tidak dapat didasarkan atas nilai pH saja. Tanah salin mempunyai pH 8,5 atau lebih. Tanah salin ditentukan berdasarkan jumlah garam terlarut dan garam yang dapat dipertukarkan. Parameter yang diukur adalah daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductivity (EC) untuk kandungan garam dan presentase pertukaran garam atau exchangeable sodium percentage

(20)

(ESP). Tanah salin dicirikan oleh nilai EC lebih dari 4 mmho/cm pada 250C dengan ESP kurang dari 15%, dan pH kurang dari 8,5 (Tan, 1991).

Proses salinisasi umumnya terjadi pada daerah iklim kering sampai agak kering, berupa tanah-tanah yang biasanya ditumbuhi vegerasi Halophyta sampai semak. Selama musim kering permukaan tanah ditutupi oleh efflorescense atau kerak garam, yang larut di dalam air tanah setiap kali tanah tersebut basah. Proses salinisasi terjadi tidak hanya karena curah hujan yang kurang untuk melarutkan dan mencuci garam, tetapi juga karena penguapan yang menyebabkan terkumpulnya garam dalam tanah dan dalam air tergenang di atas permukaan tanah. Drainase yang buruk menyebabkan evaporasi lebih besar daripada perkolasi. Hal ini merupakan faktor utama berlangsungnya proses salinasi. Tentang lambatnya perkolasi air tanah, dapat disebabkan oleh keadaan tekstur yang sangat halus, struktur mampat atau adanya lapisan padas kedap air. Sebagai akibat perkolasi yang sangat menghambat, air yang menguap dari dalam tanah akan menarik air tanah yang melarutkan garam keatas, sehingga waktu menguap akan meninggalkan garam, berbentuk kerak di permukaan tanah atau lapisan yang banyak mengandung garam yang disebut horizon silikan, atau kristal (Santoso, 1993).

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman

Pengaruh utama salinitas terhadap tanaman adalah ganguan penyerapan air (Shalhevet dan Bernstein, 1985). Konsentrasi yang tinggi dari garam-garam netral seperti NaCl dan Na2SO4 akan mengganggu penyerapan air oleh tanaman. Hal ini diakibatkan oleh tekanan osmotik yang tinggi dalam larutan tanah yang melampaui tekanan osmosis dalam sel akar (Santoso, 1993).

Menurut Tan (1991), kepekatan garam yang tinggi menyebabkan tanaman mengalami plasmolisis, sehingga air dalam tanaman bergerak keluar menuju larutan tanah. Tanaman yang keracunan garam mengalami hambatan perpanjangan sel dan daun berwarna hijau kotor (berbintik hitam). Mekanisme gangguan garam terhadap tanaman dapat melalui ketidakseimbangan hara. Kelebihan bikarbonat dapat menyebabkan kahat Fe. Kelebihan garam

(21)

menyebabkan kahat Ca dan Mg. Kondisi pH yang tinggi dapat menyebabkan kelarutan unsur mikro berkurang, sehingga menyebabkan kahat unsur mikro.

Keberadaan ion Na dalam jumlah tinggi menyebabkan tanah tersuspensi. Bila tanah dikeringkan seakan-akan menjadi gumpalan kompak dan keras, dan membentuk lapisan keras dipermukaan. Hal ini menyebabakan penurunan porositas tanah dan menghambat kelancaran udara, sehingga dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan tanaman.

Bahaya bagi tanaman bisa juga datang dari garam terlarut walaupun konsentrasinya belum cukup untuk memengaruhi penyerapan air. Masuknya ion unsur hara ke dalam bulu akar dipengaruhi oleh sifat dan konsentrasi ion lain yang ada. Oleh karena itu, garam dapat menimbulkan kesulitan nutrisi tanaman karena tanaman tidak mampu menyerap hara yang diperlukan dari tanah. Tanaman yang tumbuh pada tanah salin terlihat terganggu dan mempunyai daun-daun tebal serta warna daunnua hijau tua. Pengaruh salinitas pada tanaman pertama kali terlihat pada penyebaran energi dari proses pertumbuhan dalam mempertahankan tingkat tekanan osmosis yang berbeda. Proses yang pertama kali dari energi pertumbuhan adalah penghambatan dari perpanjangan sel. Sel-sel daun secara kontinu akan membelah tetapi tidak memanjang. Dari serangkaian kejadian, sebagian sel-sel tiap unit daun dicirikan dengan warna hijau gelap yang disebabkan oleh tekanan osmosis tanaman (Santoso, 1993).

Cekaman salinitas berakibat pada penurunan produksi tanaman, termasuk pada tebu. Menurut Putri (2011), tebu tidak mengalami penurunan hasil pada nilai EC tanah 1.7 dS/m. Ketika nilai EC tanah sebesar 3.3 dS/m akan menurunkan hasil tebu sebesar 10 %. Hasil tebu akan menurun sebesar 25% pada nilai EC tanah sebesar 6 dS/m. Penurunan hasil tebu lebih besar terjadi pada nilai EC 10.4 dS/m,yaitu sebesar 50%. Pada nilai EC 18.6 dS/m tebu tidak dapat bertahan hidup.

Upaya Pemanfaatan Tanah Salin

Drainase yang baik diperlukan dalam pemanfaatan tanah-tanah salin (reklamasi tanah salin). Dalam proses reklamasi sangat penting untuk mengusir kelebihan garam dari zone akar. Hal ini hanya dapat dikerjakan dengan

(22)

penggunaan air secukupnya untuk mencuci garam ke dalam lapisan tanah bagian bawah. Dengan kondisi drainase yang tidak baik, penambahan air yang banyak akan meningkatkan permukaan air tanah dan menyebabkan meningkatnya akumulasi garam di tanah permukaan, sehingga akan memperburuk kondisi tanah salin. Drainase yang cukup harus disediakan untuk mereduksi permukaan air tanah hingga di bawah zone akar tanaman, yaitu tidak kurang dari 2.4-3 m di bawah permukaan tanah (Santoso, 1993).

Metode reklamasi tradisional adalah metode telaga (ponding) yaitu membuat parit lebar di sekeliling lahan. Kedalaman air 0,3 m atau lebih diharapkan dapat menampung garam yang tercuci dari tanah. Metode ini relatif kurang efektif karena laju pengurangan garam berjalan sangat lambat.

Metode pencucian yang lebih efektif adalah metode kolam-alur ( basin-furrow method). Tanah diratakan dan air irigasi dilewatkan melalui parit yang dibuat di sekeliling lahan. Air dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air. Kepekatan garam dalam tanah menurun karna pencucian aliran air irigasi. Kebutuhan air dengan metode ini lebih sedikit daripada metode telaga.

Ion garam divalen (umunya Ca) diharapkan tersedia selama reklamasi. Untuk itu diperlukan penambahan gipsum (CaSO4.2H2O). Penambahan gipsum dapat mencapai beberapa ton per hektar dan dapat diulang setelah 2 atau 5 tahun atau sesuai kadar sodium tanah.

Bila pencucian tidak mungkin dilakukan, misalnya air tidak tersedia, maka upaya mencari tanaman yang toleran garam adalah jalan yang terbaik. Rekayasa para pemulia tanaman sangat berperan dalam menciptakan varietas-verietas yang toleran garam ( Dirjen Pendidikan Tinggi, 1991).

(23)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 14 Februari sampai 14 Juni 2011. Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan di kebun Pidodo, yaitu kebun dengan salinitas tinggi, dan kebun Gondang, yaitu kebun dengan kondisi yang normal. Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan selama kegiatan magang.

Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan magang terdiri atas kerja lapang dan pengamatan langsung. Kegiatan kerja lapang yang dilakukan yaitu pada aspek teknis dan manajerial. Kegiatan pengamatan langsung mendapatkan data primer yang akan membantu menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam.

Kegiatan kerja lapang pada aspek teknis yaitu menjadi karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan mengikuti semua tugas lapang yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan kebun. Kegiatan meliputi pembukaan dan pengolahan lahan, persiapan dan penyediaan bahan tanam, penanaman, irigasi, perawatan, taksasi, dan pemanenan tebu (Tabel Lampiran 1). Kegiatan kerja lapang pada aspek manajerial adalah menjadi pendamping mandor dan menjadi pendamping sinder. Kegiatan sebagai menjadi pendamping mandor dilakukan selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan adalah membantu mengawasi karyawan harian pada setiap kegiatan budidaya tanaman di lapangan, membuat analisis pada setiap kegiatan di lapangan, membantu memotivasi karyawan, dan membantu mengorganisasi karyawan pada setiap pekerjaan (Tabel Lampiran 2).

Kegiatan sebagai pendamping sinder dilakukan selama dua bulan. Kegiatan yang dilakukan adalah mempelajari kegiatan di tingkat bagian kebun, memonitor hasil kegiatan kebun, mempelajari kegiatan administrasi kebun. Kegiatan juga meliputi manajemen kebun kemitraan beserta pembiayaannya

(24)

melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Tebu (KKP-E Tebu). Kegiatan ini meliputi pengukuran luas kebun pengajuan dan membantu administrasi dalam pencairan kredit KKP-E kepada petani mitra (Tabel Lampiran 3).

Aspek khusus yang diperdalam adalah modifikasi teknik budidaya di lahan salin. Pengamatan dilakukan di kebun Pidodo yang termasuk kebun salin. Pegamatan meliputi teknik budidaya dan keadaan tebu. Pengamatan juga dilakukan pada kebun Gondang sebagai kebun nonsalin dengan parameter pengamatan yang sama dengan pengamatan di kebun Pidodo.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Kegiatan magang juga meliputi pengumpulan data yang akan membantu menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam. Pengumpulan data dilakukan dengan dua metode, yaitu metode langsung untuk data primer dan metode tidak langsung untuk data sekunder.

Pengamatan dan analisis dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tebu dengan cekaman salinitas, serta teknik budidaya yang diterapkan di kebun tersebut. Pengamatan tebu yang tercekam salinitas ini dilakukan di kebun Pidodo, yaitu kebun di pesisir pantai utara Jawa yang berjarak 1 km dari pantai, sehingga terkendala dengan salinitas yang tinggi.

Pengamatan juga dilakukan pada kebun yang tidak terkendala salinitas sebagai pembanding. Variabel pengamatan di kebun ini sama seperti yang diterapkan di kebun terkendala salinitas. Pengamatan tebu sebagai pembanding ini dilakukan di kebun Gondang, yaitu kebun sawah tadah hujan yang tidak terkendala dengan salinitas.

Pengamatan di kedua kebun dilakukan pada satu blok untuk masing-masing kebun. Setiap blok diambil satu petak contoh. Setiap petak contoh diambil lima bak tanam tebu sebagai ulangan. Setiap bak tanam tebu diambil empat juringan contoh. Setiap juringan contoh terdapat satu tanaman contoh, sehingga terdapat empat tanaman contoh pada setiap ulangan. Kategori tanaman yang diamati adalah variatas Bululawang (BL) dengan kategori RC I (Ratoon Cane) atau tebu keprasan pertama.

(25)

Penentuan contoh dilakukan dengan metode acak dan sistematis, disesuaikan dengan keadaan kebun dan homogenitasnya (Mantra dan Kasto, 2008). Blok dan petak contoh dipilih secara acak. Bak contoh untuk kebun Gondang dipilih secara sistematis karena lingkungan yang homogen. Bak contoh untuk kebun Pidodo dipilih dengan menyesuaikan keadaan lahan karena tingkat homogenitasnya yang rendah dan kondisi kebun yang sulit terjangkau. Penentuan juringan dan tanaman contoh untuk kedua kebun dilakukaan dengan cara sistematis.

Beberapa variable pengamatan yang dilakukan meliputi : a. Tinggi Batang

Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tebu contoh dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman tebu. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK (minggu setelah keprasan).

b. Diameter batang

Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter batang tebu menggunakan jangka sorong. Diameter batang yang diambil adalah diameter yang terbesar pada bagian batang tebu contoh. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK.

c. Jumlah ruas batang

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ruas batang tebu mulai dari permukan tanah sampai titik tumbuh tebu. Pengamatan dilakukan pada 27, 31, 35, dan 39 MSK.

d. Jumlah batang dan jumlah sogolan per meter juringan

Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah batang tebu dan

sogolan yang terdapat pada juringan contoh kemudian membaginya dengan panjang juringan tersebut dalam satuan meter. Pengamatan jumlah batang dilakukan pada 27 MSK sementara jumlah sogolan pada 41 MSK.

e. Umur Berbunga

Pengamatan dilakukan pada umur tebu saat bunga pertama kali muncul. f. Brix nira

Pengukuran brix nira dilakukan di lapangan menggunakan alat Hand Refractometer pada bagian batang atas, tengah dan bawah. Nilai brix batang

(26)

contoh adalah rata-rata dari ketiga nilai brix tersebut. Pengukuran brix nira dilakukan pada lima batang tebu yang diambil secara acak pada setiap bak tanam contoh pada setiap kebun. Pengamatan dilakukan pada 27 MSK dan 41 MSK.

g. Electronic Conductivity (EC) dan salinitas tanah

Pengukuran EC dan salinitas tanah dilakukan pada komposit tanah kedua kebun. Pengukuran EC tanah dan salinitas tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.

h. Tata Layout Kebun

Dilakukan pengamatan langsung terhadap tata layout kebun. Pengukuran dilakukan pada lebar dan dalam got keliling, got malang, dan got mujur.

i. Produktivitas

Data produktivitas kebun didapat dari studi arsip bagian tanaman serta wawancara dengan mandor dan sinder kebun. Data produktivitas mencakup produktivitas kategori PC, RC1, dan produktivitas RC2 selama tiga tahun.

j. Analisis Usaha Tani

Analisis usaha tani dilakukan pada kebun contoh dengan memasukkan rencana anggaran kebun pada masa tanam 2010/2011, produktivitas kabun berdasarkan taksasi maret, serta besaran biaya kebun dan harga produk gula dan tetes yang berlaku sesuai standar perusahaan. Analisis dilakukan pada setiap blok pada kebun contoh menurut kategori tanaman yang ada.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan berkonsultasi dengan pihak manajemen perusahaan. Data sekunder yang diperlukan meliputi :

a. Produksi tebu, gula, dan rendemen.

Data meliputi produksi tebu, produksi gula, dan rendemen tebu. Data mencakup semua kebun milik PG termasuk kebun Pidodo dan Gondang yang digunakan dalam analisis aspek khusus. Data produksi tebu juga mencakup produksi tebu tahun ini berdasarkan taksasi Maret.

b. Penyebaran lokasi kebun.

Data meliputi kebun yang dimiliki perusahaan, penyebarannya dilapangan, serta pembagian kebun.

(27)

Informasi meliputi data giling pabrik setiap hari, yaitu jumlah tebu yang digiling, produksi gula dan rendemen tebu setelah digiling.

d. Keadaan umum perusahaan

Informasi yang meliputi sejarah dan kondisi umum perusahaan. e. Keadaan lahan

Informasi keadaan lahan perkebunan meliputi jenis tanah, tekstur dan struktur tanah.

f. Iklim

Informasi mengenai tipe iklim, curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan, jumlah bulan basah, bulan kering dan jumlah hari hujan.

g. Kondisi umum pertanaman

Informasi tentang luas pertanaman, varietas, dan produksi tebu. h. Organisasi dan manajemen perusahaan

Informasi tentang struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawabnya.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari variebel pengamatan dianalisis menggunakan analisis statistika, yaitu uji t dan analisis deskriptif.

(28)

KEADAAN UMUM

Sejarah PG Cepiring

Pabrik gula Cepiring didirikan tahun 1835 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming sebagai suatu perseroan di atas tanah seluas 1 298 594 m2. Rehabilitasi pabrik pertama dilakukan tahun 1917 dengan menyempurnakan proses defekasi. Rehabilitasi yang kedua dilakukan pada tahun 1926 dengan mengganti proses pemunian dari cara defekasi menjadi karbonatasi rangkap.

Pabik gula Cepiring menjadi milik pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. PG Cepiring dikoordinir oleh Pusat Perkebunan Negara (PPN) pada masa transisi kemerdekaan. Pada tahun 1968, PNP diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dan PG Cepiring di bawah pengawasan PNP XV di Semarang. Kemudian tahun 1973, PNP XV diubah statusnya menjadi PTP XV (Persero) dan tahun 1981, PTP XV digabung dengan PTP XVI menjadi PTP XV – XVI (Persero) yang berpusat di Surakarta.

PG Cepiring beroperasi dan mengalami masa kejayaan, hingga pada tahun 1998 terpaksa berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan kekurangan bahan baku tebu akibat persaingan lahan dengan komoditas pertanian lain, sehingga tidak memenuhi kapasitas giling dan biaya operasional.

PG Cepiring mulai direnovasi dibawah manajemen PT Industri Gula Nusantara (IGN) dan diresmikan pada tahun 2008, setelah berhenti beroperasi selama 10 tahun. PT IGN merupakan perusahaan patungan antara PT Multi Manis Mandiri (MMM) dan PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX) dengan kepemilikan saham sebesar 70% untuk PT MMM dan 30% untuk PTPN IX. PG Cepiring direnovasi bangunan dan mesinnya dengan menggunakan dua macam bahan baku, yaitu tebu dan raw sugar. PG Cepiring melakukan giling perdana untuk kedua bahan baku tersebut pada tahun 2008. Hingga saat ini PG Cepiring tetap beroperasi dengan menggiling bahan baku tebu pada masa panen dan bahan baku raw sugar diluar masa panen tebu.

(29)

Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif

PT Industri Gula Nusantara adalah perusahaan perkebunan tebu dengan pabrik gula yang terletak di Cepiring, Kendal. Areal perkebunan tebu yang dimiliki mencakup tebu dengan sistem kemitraan pola A (KMA), sistem kemitraan pola B (KMB) dan sistem kemitraan pola D (KMD).

Kebun KMA dan KMB tersebar di wilayah Kabupaten Kendal sampai Kabupaten Semarang. Kebun tebu yang terletak di Kabupaten Kendal meyebar pada kecamatan Patebon di wilayah utara, Kecamatan Weleri, Cepiring, sampai Kecamatan Sukorejoi di wilayah selatan. Kebun tebu di Kabupaten Semarang menyebar pada Kecamatan Kedung Pane di wilayah barat sampai kecamatan Bergas di wilayah timur. Secara umum letak geografis kebun milik PG Cepiring terletak di antara 60 32’ LS – 60 18’LS dan 1090 40’ BT– 1100 18’ BT untuk wilayah Kabupaten Kendal.

Ketinggian kebun tebu berkisar antara 0 mdpl sampai lebih dari 1000 mdpl. Kebun dengan ketinggian 0-100 mdpl mencakup kebun di Kecamatan Cepiring, Patebon, Kaliwungu, Rowosari dan Weleri. Kebun dengan ketingian 101-500 mdpl terdapat di Kecamatan Limbanganan. Kebun dengan ketinggian 501-1000 mdpl terdapat di Kecamatan Boja, Pegandon, Gemuh serta kebun di wilayah Kebupaten Semarang. Sedangkan kebun dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl terdapat di Kecamatan Plantugan, Pageruyung, Singorejo, Sukorejo, Patean, Boja, dan Limbangan pada kebun Bergas.

Topografi kebun tebu bervariasi, yaitu topografi datar pada kebun sawah tadah hujan dan irigasi teknis, sampai topografi bergelombang pada kebun tegalan. Tingkat kemiringan kebun sawah tadah hujan dan sawah irigasi teknis kurang dari 25%. Tingkat kemiringan kebun tegalan lebih bervariasi, yaitu antara 0% - daiatas 45%. Kebun dengan tingkat kemiringan yang tinggi dalah kebun tegalan yang terdapat di daerah bergunung sampai berbukit.

Keadaan Iklim dan Tanah

Secara umum keadaan iklim di wilayah PG Cepiring memiliki curah hujan yang cukup tinggi (Tabel 1). Musim kemarau terjadi sekitar bulan Juni sampai dengan Oktober karena pada saat itu arus angin tidak banyak mengandung uap air.

(30)

Sebaliknya mulai bulan Novenber hingga Mei arus angin banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan (PBS Kendal, 2010).

Tabel 1. Keadaan Iklim Selama 3 Tahun Terakhir di Wilayah PG Cepiring Tahun Curah Hujan Tahunan Hari Hujan Tahunan

2007 1 473 83

2008 2 802 127

2009 2 131 105

Sumber : BPS Kabupaten Kendal

Jenis tanah yang ada di PC Cepiring sebagian besar adalah tanah berat. Secara umum, tanah yang ada termasuk jenis tanah endapan atau tanah alluvial. Sangat sedikit batuan muda yang ada pada lapisan tanah. Lapisan olah tanah cukup dalam. Pada beberapa kebun terdapat kandungan liat yang tinggi sehingga drainase tanah tidak terlalu baik dan akan bermasalah ketika musim penghujan. Pada kebun di daerah pesisir, kandungan pasir lebih banyak sehingga drainase tanah lebih baik dari pada kebun lain yang jauh dari pantai.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Terdapat beberapa jenis kebun tebu berdasarkan sistem kemitraan yang diterapkan. Pola kemitraan yang diterapkan antara lain pola kemitraan A (KMA), pola kemitraan B (KMB), dan pola kemitraan D (KMD) atau tebu mandiri. Kebun KMA adalah kebun kemitraan dengan pola bagi hasil di awal. Kebun KMB adalah kebun kemitraan dengan pola bagi hasil yang dilakukan setelah panen tebu. Kebun KMD (mandiri) adalah kebun dengan keseluruhan teknik budidaya dan pembiayaan dilakukan oleh petani.

Total luas kebun tebu milik perusahaan mengalami peningkatan sejak awal berdirinya IGN. Besarnya luasan tebu pada masing-masing kategori kebun dapat dilihat pada Tebel 2. Total luasan untuk tabu giling belum mencukupi kapasitas giling pabrik yang mencapai 1 800 TCD (ton cane per day). Untuk mencukupi kebutuhan tebu tersebut, banyak dipenuhi oleh kiriman tebu KMD. Tebu kiriman petani tersebut berasal dari berbagai daerah antara lain Pati, Rembang, Kudus dan Jepara.

(31)

Masa Tanam Kategori Kebun

KMA KMB Tebu Mandiri Total

………...….…ha………...……..

2008 26 74 101 201

2009 155 164 547 866

2010 185 259 1 389 1 833

2011 236 282 1 953 2 471

Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara

Kebun yang dimiliki oleh PG Cepiring terdiri dari kebun produksi dan kebun bibit. Kebun bibit diterapkan pada kebun implasemen dan kebun lain yang terdapat di area cakupan PG Cepiring. Sistem kebun bibit yang diterapkan adalah kebun bibit berjenjang. Beberapa kategori kebun bibit yang ada antara lain kebun bibit pokok (KBP), kebun bibit nenek (KBN), kebun bibit ibu (KBI), dan kebun bibit datar (KBD). Bibit yang akan digunakan untuk kebun tebu giling (KTG) berasal dari KBD. Luasan kebun bibit setiap kategori terdapat pada Tabel 3.

Dalam pemenuhan kebutuhan bibit, terdapat beberapa cara selain menggunakan bibit dari kebun bibit berjenjang. Bibit juga didapatkan dari pembelian bibit dari kebun bibit P3GI.

Tabel 3. Luasan Kebun Bibit Berdasarkan Kategori Kebun Bibit

Masa Tanam Kategori Kebun Bibit

KBP KBN KBI KBD

……….……….……..ha……….………..

2009 0.1 0.5 3.1 21.5

2010 0.18 1.27 8.89 71.83

2011 0.16 1.25 9.97 79.75

Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara

Kebun produksi terdiri dari kebun PC (plant cane), dan tanaman keprasan (ratoon cane). Tanaman keprasan dipertanahkan sampai keprasan keempat (RC4). Perbandingan luasan kelima kategori kebun tersebut relatif sama karena setiap tahun dilaksanakan pembukaan lahan untuk penggantian kebun tebu yang telah mencapai ratoon keempat. Pada masa tanam 2009/2010, sebagian besar kebun produksi adalah tanaman PC yaitu sebesar 25.82 %. Proporsi luas kebun dengan tanaman RC1 sebesar 23.10%, untuk RC2 sebesar 19.67%, RC3 sebesar 17.40%, dan RC4 sebesar 14.00 %.

(32)

Keadaan Tanaman dan Produksi

Varietas yang ditanaman antara lain BL, PS 864, PS 881, PSJT 941. Penanaman dalam satu blok menggunakan varietas yang sama. Untuk suatu kebun dengan beberapa blok terdapat kemungkinan penggunaan lebih dari satu macam varietas.

Kategori tanaman tebu meliputi tanaman pertama dan tanaman ratoon. Kategori tanaman yang ada meliputi PC, RC1, RC2, dan RC3. Umur tanaman juga bervariasi, tergantung bulan tanamnya untuk tanaman PC dan bulan keprasannya pada tanaman Ratoon. Bulan tanam dan kepras antara bulan Juni sampai Desember, sehingga umur tanaman saat pengamatan berkisar antara 3-8 bulan.

Pola penanaman pada budidaya reynoso dan tegalan menggunakan pembagian bak tanam tebu yang disebut lidah. Pada setiap lidah terdapat lajur-lajur tebu yang disebut juringan atau laci. Panjang juring tanam tebu pada

umumnya 8 m. Kerapatan tebu pada satu bak diupayakan mencapai lebih dari 75 juringan/bak. Jarak antar juring adalah 1m. Satu juring rata-rata terdapat 75-85

batang tebu yang dapat dipanen. Satu bak tanam tebu terdapat 60 juring. Satu hektar kebun tebu rata-rata terdapat 20 bak tanam. Oleh karena itu, dalam satu hektar terdapat 1200 juring tebu. Angka tersebut biasa disebut dengan istilah faktor. Pembuatan bak dan juring tanam akan mengikuti dan menyesuaikan keadaan kebun sehingga besarnya faktor setiap kebun berbeda.

Varietas tebu yang digunakan berdasal dari kategori varietas masak awal, masak tengah dan masak akhir. Varietas masak awal yang digunakan adalah PS 864 dan PS 881. Varietas masak tengah dan akhir yang digunakan adalah BL dan PS JT.

Pabrik Gula Cepiring memproduksi produk utama berupa gula kristal putih. Bahan baku yang digunakan selain tebu adalah raw sugar. Hasil sampingan beruma tetes (molasses), blotong, dan ampas. Tetes digunakan sebagai bahan baku industri etanol. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar boiler. Bahan blotong belum termanfaatkkan.

(33)

Produksi tebu dan gula PG cepiring meningkat setiap tahunnya (Tabel 4). Hal ini dikarenakan upaya perluasan area tebu. Peningkatan ini juga dipengaruhi oleh semakin banyaknya petani mandiri yang menggilingkan tebunya di PG Cepiring karena sistem beli putus yang sudah diterapkan PG Cepiring. Sistem beli putus ini dapat menarik petani karena proses pembayaran yang cepat lebih menguntungkan bagi petani daripada sistem bagi hasil yang harus menunggu tebu selesai digiling dan menjadi gula. Peningkatan produksi gula juga terdapat pada gula dengan bahan baku raw sugar (Tabel 5).

Tabel 4. Produktivitas, Rendemen Tebu dan Produksi Gula Kristal Putih (GKP) Selama 4 Tahun Tahun Produksi Tebu (ton) Luas Lahan (ha) Produktivitas (ton/ha) Rendemen (%) GKP (ton) 2008 15 622 201 77.7 6.93 1 082 2009 63 944 866 73.8 7.53 4 815 2010 135 902 1 833 74.1 6.31 8 210 2011 * 166 506 2 471 67.4 7.07 11 775

Ket : * proyeksi berdasarkan taksasi maret

Sumber : Kantor Tanaman, PT Indistri Gula Nusantara

Tabel 5. Produksi Gula Kristal Putih dengan Bahan Baku Raw Sugar selama 4 tahun

Tahun Raw Sugar

(ton) Rendemen (%) GKP (ton) 2008 32 948 89.82 29 594 2009 104 737 94.32 98 783 2010 142 594 93.38 133 151 2011 100 000 94.77 94 770

Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Pabrik Gula Cepiring merupakan unit produksi gula yang dimiliki oleh PT Industri Gula Nusantara (IGN) dan PT Perkebunan Nusantara IX. Struktur organisasi yang ada di PG Cepiring merupakan gabungan dari karyawan PG sebelum berhenti beroperasi dan karyawan baru PT IGN. PG Cepiring dikepalai oleh seorang direktur utama. Direktur utama membawahi beberapa direktur yaitu direktur operasional, direktur komersial.

(34)

Struktur organiasasi PG Cepiring dibagi kedalam beberapa bagian. Bagian yang terdapat di PG Cepiring antara lain, Commercial, Proces and laboratory,

Teknical, Plantation (tanaman), Electrical and power plant, umum, logistik,

Human Resources Development (HRD), Information and technology system (IT),

Procurment, dan Marketing. Setiap bagian dikepalai oleh seorang manager.

Direktur utama adalah pembuat kebijakan-kebijakan strategis dan mengarahkan kepada tujuan-tujuan jangka panjang perusahaan. Direktur operasional berfokus kepada kebijakan-kebijakan tentang operasional perusahaan, meliputi operasional pabrik dan bahan bakunya yang bersal dari tebu dan raw sugar. Direktur komersial berfokus kepada kebijakan-kebijakan pemasaran produk gula dan kebijakan pengembangan serta pembiayaan keuangan perusahaan.

Terdapat kepala pabrik (factory), yang membawahi beberapa bagian yang berhubungan dengan pabrik, yaitu Proces and laboratory, Teknical, Electrical and power plant. Tugas kepala pabrik adalah menkoordinasikan semua bagian yang terlibat dalam pabrik dalam kegiatan operasional pabrik. Bagian Proces and laboratory adalah bagian yang memiliki tugas manajemen operasional proses pabrikasi bahan baku tabu dan raw sugar menjadi gula kristal putih. Bagian

Teknical berhubungan dengan kinerja mesin-mesin pabrik serta perawatannya. Bagian Electrical and power plant bertanggung jawab atas penyediaan tenaga listrik bagi operasional pabrik.

Bagian Commmercial adalah bagian yang memiliki tugas pokok manajemen segala urusan keuangan untuk opresional perusahaan dan membawahi beberapa sub bagian, yaitu keuangan, akuntan, pajak dan ekspor-impor. Bagian Umum berhubungan dengan operasional perusahaan diluar pabik, kantor dan perkebunan tebu serta membawahi sub bagian Sipil, Lanskap, dan Keamanan. Bagian Logistik memiliki tugas menyediakan segala keperluan barang untuk operasional kantor dan pabrik, yang mencakup bahan baku produksi gula, bahan bakar pabrik, serta barang-barang lain yang diperlukan pabrik dan kantor.

Bagian HRD memiliki tugas memanajemen sumber daya manusia yang berperan dalam operasional perusahaan. Bagian Information and technology system (IT) memiliki tugas dalam membuat sistem informasi dan komputerisasi

(35)

keseluruhan perusahaan. Bagian Precurement memiliki tugas sebagai penyedia barang yang dibutuhkan bagian logistik untuk operasional perusahaan. Bagian

Marketing berhubungan dengan pemasaran produk gula kepada konsumen.

Bagian Tanaman memiliki tugas pokok menyediakan bahan baku tebu yang cukup dan berkualitas sesuai dengan kapasitas giling pabrik selama musim giling pabrik. Bagian tanaman juga bertugas untuk memanajemen kebun petani mitra.

Karyawan di PG Cepiring diklasifikasikan menjadi tiga yaitu karyawan staf IGN, staf perwakilan PTPN IX, karyawan outsourcing, dan karyawan harian lepas. Karyawan staf IGN adalah karyawan yang direkrut dan diangkat oleh bagian HRD PT IGN secara internal.

Karyawan outscourcing adalah karyawan yang diangkat oleh perusahaan

outscourcing mitra IGN, yaitu PT Dyka Konsultama (Tabel 6). Karyawan

outscourcing termasuk kedalam karyawan harian dan karyawan musiman. Karyawan musiman biasanya memenuhi pekerjaan musiman, seperti saat musim giling tebu.

Karyawan harian lepas adalah karyawan yang diangkat oleh mandor berdasarkan perjanjian antara mandor dan karyawan tersebut dalam waktu tertentu. Banyaknya karyawan dan jangka waktu bekerja akan disesuaikan dengan pekerjaan yang akan diselesaikan.

Tabel 6. Jumlah Karyawan PG Cepiring Tahun 2011

Karyawan Jumlah

Staf IGN 407

Staf PTPN IX 41

Harian (outscourcing) 199

Musiman (outscourcing) 134

Sumber : Kantor Besar, PT Industri Gula Nusantara

PG Cepiring memberlakukan hari kerja yang sama, baik pada musim tebangan dan maupun diluar musim tebangan. Hal ini dikarenakan pabrik akan selalu beroperasi setiap hari untuk mengolah raw sugar diluar musim tebangan. Kegiatan produksi berlangsung 24 jam, terutama di dalam pabrik sehingga dibutuhkan pengaturan tenaga kerja (shift) agar proses produksi tetap berjalan.

(36)

Jam kerja selama 24 jam dibagi kedalam tiga shift, yaitu pagi, siang, dan malam. Waktu yang diberlakukan pada ketiga shift tersebut yaitu, shift pagi dimulai pukul 07.00-15.00 WIB, shift siang dimulai pukul 15.00- 23.00 WIB, dan shift malam dimulai pukul 23.00-07.00 WIB.

(37)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Kegiatan magang mencakup pengamatan dan praktek langsung kegiatan-kegiatan teknis di kebun. Kegiatan teknis yang telah dilakukan meliputi kegiatan-kegiatan pembukaan lahan dan penanaman, pemeliharaan tanaman PC maupun tanaman

ratoon, pemanenan, dan pengolahan tebu. Berikut ini kegiatan teknis yang telah dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan urutan kegiatan.

Pembukaan lahan dan penanaman tebu

Pembukaan lahan adalah kegiatan pertama yang mengawali proses budidaya. Kegiatan penanaman selanjutnya dilakukan setelah proses pembukaan lahan. Beberapa kegiatan pembukaan lahan dan penanaman di wilayah PG Cepiring mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu

Peninjauan dan pengukuran lahan. Peninjauan lahan dan pengukuran merupakan kegiatan sebelum pembukaan lahan. Beberapa tujuan diantaranya adalah mengetahui jumlah luasan yang akan ditanam, pembuatan jalan tebang, pengaturan sistem irigasi, dan menentukan biaya sewa dengan petani berdasarkan luasan yang didapat pada saat pengukuran.

Pengukuran lahan dilakukan menggunakan sistem Global Positioning System (GPS). Kegiatan ini menggunakan alat GPS yang dapat menentukan koordinat suatu lokasi berdasarkan garis lintang dan bujurnya. Selain alat GPS,

Peninjauan dan pengukuran lahan

Pembuatan got

Pembuatan Juringan dan persiapan penanaman

(38)

dibutuhkan program komputer yang dapat menghitung luasan kebun berdasarkan koordinat yang didapatkan dari GPS. Program komputer tersebut juga dapat digunakan untuk menampilkan peta kebun yang diukur serta denahnya.

Pengukuran lahan menggunakan GPS yaitu pertama menentukan titik-titik koordinat dari setiap petakan yang akan diukur, terutama pada bagian tepi-tepi kebun. Selanjutnya adalah memasukkan data dari masing-masing titik koodinat tersebut ke dalam GPS. Kemudian data-data yang didapat dilahan tersebut dapat diolah dengan menggunakan software komputer Map Source dan ArcView. Dari pengolahan melalui program tersebut dapat diketahui luasan serta sketsa bentuk kebun yang diukur.

Pembuatan got. Got merupakan sistem pengaturan air di lahan tebu. Got diperlukan dalam upaya penambahan air ketika musim kemarau dan upaya drainase air ketika musim penghujan. Terdapat beberapa macam got, yaitu got keliling, got mujur, got malang, serta afur.

Got keliling adalah got yang mengelilingi petakan lahan. Jika kebun memiliki luasan yang besar, biasanya got keliling akan mengelilingi petakan seluas 1 ha, atau biasa disebut geblekan. Nama lain got keliling ini adalah got besar I atau grondang. Kedalaman got ini yaitu 70 cm dan lebarnya 60 cm. Got keliling berfungsi sebagai pemasukan (inlet) dari sumber air, serta penampung dari got yang lain pada pengeluaran (outlet).

Got mujur adalah got yang searah dengan barisan tanam tebu. Got mujur dibuat bersamaan dengan pembutan got keliling. Got ini terletak di dalam

geblekan. Nama lain dari got mujur adalah got besar II atau Wengku. Kedalaman got ini yaitu 60 cm dan lebarnya 50 cm. Fungsi dari got mujur adalah menampung air dari got malang dan mengalirkannya ke saluran outlet got keliling.

Got malang adalah got yang tegak lurus dengan barisan tanam tebu. Got malang dibuat setelah pembuatan got keliling dan got mujur selesai. Jarak antara got malang sama dengan panjang juringan yaitu 8 m, karena PG Cepiring menggunakan pola bukaan lahan faktor 1200. Nama lain dari got malang adalah got kecil, karena merupakan got dengan ukuran yang paling kecil. Kedalaman got malang yaitu 50 cm dan lebar 50 cm.

(39)

Proses pembuatan got menggunakan alat bantu yang terdiri dari Eblek,

Tonjo, Rucik, dan Mekris. Eblek adalah alat bantu yang terbentuk bilah bambu dengan panjang 3 m dengan papan segiempat berukuran 10 cm x 5 cm yang dipasang mendatar di bagian atasnya. Eblek berfungsi sebagai patokan dalam pembuatan got agar lurus dengan patokan di ujung yang lain. Proses pencetakan got dan pemasangan alat bantu tersebut dilakukan oleh mandor dengan arahan sinder kebun.

Tonjo adalah bilah bambu sepanjang 2 m yang dipasang diantara dua eblek

dengan meluruskannya pada kedua eblek di kedua sisi. Di antara dua eblek utama, terdapat beberapa tonjo yang dipakai sebagai panduan untuk membuat got agar pembuatan got dapat lurus. Tonjo juga dipakai sebagai tanda dalam pembuatan juringan agar jumlah juringan di antara lidahan seragam dalam jumlah dan arahnya. Tonjo kelima yang dipasang biasanya ditandai menggunakan rumput yang disebut jumbul. Upaya ini bertujuan untuk mempermudah penghitungan jumlah juring atau lidahan yang akan dibuat.

Rucik adalah bilah bambu sebanjang 60 cm yang dipasang mendampingi

eblek atau tonjo. Rucik berfungi untuk menunjukkan tanah yang akan didalamkan untuk pembuatan got.

Mekris adalah alat bantu yang berbentuk “+”, dan ditempatkan secara vertikal pada kayu lain setinggi 1.5 m. Mekris digunakan untuk menentukan got yang tegak lurus dengan got yang telah dibuat. Alat ini digunakan untuk pembuatan got keliling dan got mujur.

Pembuatan got dilakukan secara manual dengan menggunakan beberapa alat, yaitu cangkul, garpu dan golok. Prestasi kerja yang didapatkan untuk pekerjaan pembuatan got adalah 53,2 m/HOK. Sistem upah untuk pekerjaan pembuatan got adalah sistem borongan. Upah yang diterima untuk pekerjaan pembuatan got yaitu Rp 500,00/m.

(40)

Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan

Pembuatan juringan dan persiapan penanaman. Juringan adalah jalur penanaman bibit tebu yang berupa bibit bagal. Juringan berbentuk seperti got dengan kedalaman 20 cm yang terdapat diantara got malang. Dengan pola pembukaan lahan reynoso dengan faktor 1200, panjang juringan adalah 8 m, selebar bak tanam atau disebut juga lidahan, yang dibatasi oleh got malang. Jumlah juringan yang umum dalam satu bak tanam adalah 60 buah.

Juringan dibuat dengan cara manual, menggunakan alat cangkul dan garpu. Kedalaman juringan yaitu 20 cm. Tanah yang telah dipecah dengan garpu tidak seluruhnya dinaikkan ke atas membentuk guludan. Pada juringan ditinggalkan tanah remah dengan ketebalan 10 cm. Tanah ini nantinya akan digunakan sebagai kasuran, yaitu tempat untuk menempatkkan bibit bagal tebu.

Sebelum penanaman, dilakukan pemberaan lahan. Setelah juringan selesai dibuat, lahan dibiarkan selama 7 hari. Hal ini bertujuan agar tanah teroksidasi dan tekstur tanah menjadi halus, sehingga tanah yang terdapat di dalam juringan siap untuk dibuat menjadi kasuran.

Pembuatan juringan dilakukan secara manual dengan sistem pembayaran borongan. Tenaga kerja yang dipekerjaan adalah laki-laki. Prestasi kerja yang didapatkan tenaga kerja borongan yaitu 26 juringan/HOK. Besaran upah yang diterapkan adalah Rp 1 500,00 per juringan dengan panjang 8 m.

(41)

(a) (b)

Gambar 3. Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang Telah Selesai (b)

Penanaman. Kegiatan penanaman merupakan tahapan yang membutuhkan persiapan dalam penyediaan bahan tanam, yaitu bibit. Bibit yang akan ditanam di kebun wilayah PG Cepiring berasal dari kebun bibit milik PG (KBD) maupun berasal dari pembelian bibit berasal dari kebun bibit P3GI

Kegiatan penyediaan bibit meliputi tebang bibit di KBD, angkut bibit, kletek bibit, dan pemotongan bibit. Penebangan dilakukan sampai tandas ke tanah serta memotong pucuk bibit. Setelah bibit ditebang, bibit diangkut ke truk dengan kapasitas muat berkisar 6-7 ton, kemudian langsung diangkut ke lahan tujuan. Pekerjaan kletek dan pemotongan bibit segera dilaksanakan maksimal satu hari setelah bibit tiba di lahan. Bibit dipotong dengan dua mata tunas setiap potongannya. Bidang potong bibit akan disesuaikan dengan letak mata bibit agar mempermudah dalam penanaman bibit. Bibit yang terpotong-potong dimasukkan kedalam karung untuk ditanam keesokan harinya. Prestasi kerja karyawan pada perkerjaan kletek dan potong bibit yaitu 0.568 ton/HOK dengan sistem pengupahan borongan.

(42)

Penanaman dilakukkan dengan metode single planting, yaitu bibit ditanam secara berbaris dengan jumlah 24 potongan bibit setiap juringan sepanjang 8 m. Setiap ujung juringan ditambahkan satu potongan bibit yang digunankan sebagai cadangan bibit untuk penyulaman, sehingga total kebutuhan potongan bibit pada satu juringan adalah 26 buah. Penanaman dilakukan dengan pembagian tugas yaitu petugas pengecer bibit, petugas penata bibit di juringan, dan petugas yang menutup bibit yang telah ditanam. Petugas pengecer bibit menghitung potongan bibit dan menempatkan di setiap juringan. Petugas penanam akan menata bibit di juringan dengan kedua mata tunas berada di samping potongan bibit. Bibit yang telah ditata kemudian dibenamkan ke tanah. Pekerjaan yang terakhir adalah menutup bibit menggunakan tanah remah atau gembur setebal 5 cm. Prestasi kerja karyawan penanaman yaitu 0.028 ha/HOK dengan sistem pengupahan borongan.

Sebelum kegiatan penanam dilakukan pemupukan pertama dengan dosis setengah dosis 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phonzka/ha. Pemupukan dilaksanakan bersamaan dengan penanaman, yaitu sebelum potongan bibit ditata untuk ditanam di juringan.

Gambar 5. Penanaman Tebu Pemeliharaan tanaman tahun pertama

Tanaman PC (Plant Cane) adalah tanaman tahun pertama yang baru ditanam di lahan. Beberapa kegiatan budidaya yang dilaksanakan pada tanaman

(43)

PC antara dimulai setelah penaman sampai pemanenan. Berikut adalah berbagai kegiatan budidaya yang dilakukan pada tanaman PC.

Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama

Pemupukan. Pemupukan yang dilakukan PG Cepiring menggunakan pupuk tunggal dan majemuk. Pupuk yang dipakai yaitu pupuk ZA dan NPK Phozka. PG Cepiring menggunakan dosis yang seragam pada semua kebun. Pemupukan berdasarkan analisis hara tanah dan daun belum dapat dilakukan karena laboratorium tanaman belum selesai dikembangkan. Dosis yang diterapkan yaitu 500 kg ZA/ha dan 500 kg Phonzka/ha. Kandungan pupuk ZA adalah 21%N, sedangkan NPK Phozha adalah 15% N, 15%, dan 15% K2O. Maka dosis setiap unsur yang diterapkan adalah 165 kg N/ha, 75 kg P2O5/ha dan 75 kg K2O/ha

Pemupukan dilaksanakan dua kali, yaitu pemupukan I dan pemupukan II. Pemupukan I dilaksanakan bersamaan dengan tanam bibit atau maksimal 1 minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan untuk pemupukan I adalah 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pemupukan kedua dilaksanakan pada 4 minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan sama dengan pemupukan I, yaitu adalah 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pada pemupukan kedua bisanya ditambahkan insektisida butir sistemik Furadan 3G sebagai upaya pengendalian hama dan penyakit.

Aplikasi pemupukan yaitu dengan mencampurkan terlebih dahulu pupuk ZA dan Phonzka sebanyak dosis untuk satu hektar lahan. Kemudian karyawan harian mengambil dari campuran pupuk kemudian menempatkan pupuk di sekitar batang tananam. Aplikasi pemupukan tidak disertai dengan penutupan pupuk.

Pemupukan Penyulaman Pemberian air

Pengendalian gulma Pencacahan gulud

Pembumbunan

Gambar

Tabel 1. Keadaan Iklim Selama 3 Tahun Terakhir di Wilayah PG Cepiring  Tahun  Curah Hujan Tahunan  Hari Hujan Tahunan
Tabel 3. Luasan Kebun Bibit Berdasarkan Kategori Kebun Bibit
Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu
Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyelesaian perkara wanprestasi atas pinjam uang yang dilakukan anggota koperasi simpan pinjam KUD

[r]

Perbandingan sari mengkudu dan sirsak memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, daya larut, kecepatan larut, kadar vitamin C, total asam, pH, dan

Susu mentah adalah susu dari sapi, kambing atau domba yang tidak dipasteurisasi, sehingga ia berasal langsung dari alam tanpa proses pengolahan dan dipercaya mengandung lebih banyak

Berkaca pada kasus eksekusi mati gelombang I dan II yang telah dilakukan Januari dan April 2015 lalu, tidak ada mekanisme koreksi dan ruang evaluasi yang dilakukan oleh Kejaksaan

Guru menerapkan model pembelajaran problem based learning pada kompetensi dasar menjelaskan struktur batang tumbuhan dan fungsinya dengan Langkah-langkah pembelajaran dengan

Sunarto dan Hartono (Rosita, 2013) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial anak adalah lingkungan anak. Interaksi sosial terbentuk

Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian