• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPOSENTER RELOKASI DI WILAYAH JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIPOSENTER RELOKASI DI WILAYAH JAWA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LINEASI

PATAHAN GEOLOGI

BERDASARKAN DISTRIBUSI

HIPOSENTER RELOKASI DI WILAYAH JAWA

GEOLOGICAL LINEATIONS OF THE HYPOCENTER RELOCATION DISTRIBUTION

IN JAVA

1* 2

Supriyanto Rohadi , Masturyono

1

Puslitbang BMKG, Jl. Angkasa I No.2 , Jakarta 10720

2

Kedeputian Geofisika, BMKG, Jl. Angkasa I No.2 , Jakarta 10720 *E-mail: srohadi@yahoo.com

Naskah masuk: 27 Mei 2015; Naskah diperbaiki: 17 Desember 2015; Naskah diterima: 22 Desember 2015 ABSTRAK

Penentuan hiposenter gempabumi sebelum relokasi biasanya menggunakan metode single even determination (SED). Hiposenter gempabumi yang diperoleh dengan metode tersebut umumnya masih mengandung kesalahan akibat struktur model kecepatan di permukaan bumi yang tidak termodelkan. Pada penelitian ini dilakukan relokasi hiposenter menggunakan metode tomografi double-difference (tomoDD), metode ini mampu meningkatkan akurasi posisi hiposenter karena mampu mereduksi kesalahan akibat struktur model di permukaan yang tidak termodelkan. TomoDD adalah program tomografi yang melakukan inversi lokasi hiposenter dan struktur kecepatan secara simultan dengan menggunakan data waktu tiba absolut dan waktu tiba diferensial. Data gempabumi yang digunakan berasal dari katalog BMKG, yaitu gempabumi yang terekam bulan April 2009 hingga Februari 2011di wilayah Jawa, dengan batas lintan 5 LS - 11 LS dan batas bujur 105 BT - 115 BT, serta interval kedalaman 2 km hingga 684 km. Jumlah stasiun seismograf yang digunakan adalah 36 stasiun. Relokasi gempabumi mengindikasikan dengan jelas lineasi geologi beberapa patahan geologi lokal, seperti: Jawa Barat Fault Zone, Pelabuhan Ratu Fault Zone, patahan geologi Cimandiri, dan patahan geologi di selat Sunda. Relokasi gempabumi di zona patahan geologi Opak terbagi menjadi dua kelompok atau klaster, yaitu distribusi sumber pada patahan geologi Opak dan distribusi sumber gempabumi di timur patahan geologi Opak. Kata Kunci: double-difference, Jawa, lineasi geologi, relokasi gempabumi

ABSTRACT

Single event determination (SED) method is generally used for Earthquake hypocenter determination. Earthquake hypocenter which is obtained by these methods generally still contains errors as a result of unmodeled surface velocity structure. In this research, hypocenter relocation using double-difference tomography (tomoDD) method is conducted. This method can improve the accuracy of hypocenter position since it is able to reduce the error due to unmodel surface velocity structure. TomoDD is a tomography program that simultaneously invert event locations and velocity structure by using absolute and differential arrival time data. Earthquake data used came from BMKG catalogues, with the earthquake were being recorded from April 15,2009 to the April15,2009 in ​​Java, latitude boundary5S-11 S, longitude105E-115E, and the depth interval ranged from 2 to 684 km. The total numbers of seismograph stations are 36 stations. Relocation of earthquakes clearly indicates the existence of geological lineation of some local faults, such as: Fault Zone West Java, Pelabuhan Ratu, Cimandiri Fault, and Fault in Sunda strait. Relocation of earthquakes in Opak fault zones were divided into two clusters, which are the seismicity distribution around Opak fault and seismicity distribution east of Opak fault.

Keywords: double-difference, Java, geological lineation, earthquake relocation

1.

Pendahuluan

Penentuan hiposenter yang akurat dan konsisten merupakan kebutuhan mutlak untuk analisis kegempaan lebih lanjut. Akurasi dalam penentuan hiposenter ditentukan oleh beberapa faktor, seperti:

geometri jaringan, fase gelombang, akurasi pembacaan waktu tiba dan model struktur kecepatan [1].

F. Waldhauser, dan W. L. Ellsworth [2] telah mengembangkan teknik relokasi hiposenter yang

(2)

memanfaatkan data korelasi silang pada proses relokasi hiposenter secara akurat, metode relokasi ini dikenal sebagai metode hypo double-difference (hypoDD). Metode ini telah diuji dengan menggunakan data gempabumi di bagian utara Hayward fault, California[2]. Hasil relokasi menunjukkan adanya dua kluster kegempaaan di wilayah tersebut yang tidak tampak sebelum relokasi. Relokasi juga menunjukkan adanya perubahan distribusi hiposenter yang semula acak menjadi sebaran yang fokus. Distribusi hiposenter secara horizontal mampu mengungkap lineasi mengarah p a d a s u a t u a r e a s e m p i t p a d a f a u l t y a n g mengindikasikan zona getas dimana akumulasi stress biasanya dilepaskan.

Tomografi double-difference (tomoDD) adalah perkembangan lebih lanjut dari metode relokasi (hypoDD) [3]. Perhitungan lintasan dan waktu tiba gelombang pada tomoDD dilakukan menggunakan algoritma ray-tracing pseudo-bending [4]. Metode ini secara simultan mendapatkan struktur model kecepatan tiga dimensi dan relokasi hiposenter hasil inversi gabungan data waktu tiba relatif (dari korelasi silang dan atau katalog) dan waktu tiba absolut (dari katalog).

Relokasi hiposenter gempabumi di wilayah Jawa telah dilakukan pada penelitian terdahulu menggunakan metode relokasi hypoDD[5]. Relokasi pada penelitian tersebut menunjukkan peningkatan kualitas bila dilihat dari distribusi residual. Hasil distribusi hiposenter relokasi mengindikasikan bahwa pergeseran hiposenter tidak memiliki kecenderungan ke arah tertentu. Selain itu, relokasi hiposenter dengan kedalaman awal 10 km menunjukkan pergeseran yang random. Penelitian relokasi hiposenter menggunakan m e t o d e t o m o D D t e l a h d i l a k u k a n d e n g a n menggunakan data gempabumi jaringan seismograf temporal MERAMEX[6]. Hasil yang menarik dari relokasi hiposenter tersebut adalah adanya indikasi zona seismik ganda lebih jelas terlihat daripada sebelum relokasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi dari hasil relokasi hiposenter terhadap tektonik dan patahan geologi di wilayah Jawa. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk usaha mitigasi bencana gempa bumi dan penelitian terkait kegempaan.

Tektonik Pulau Jawa. Pulau Jawa dalam kerangka tektonik terletak pada batas aktif zona penunjaman lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia. Perkembangan tektonik memberikan empat pola busur atau jalur magmatisme, yang terbentuk sebagai formasi batuan beku dan volkanik. Empat jalur magmatisme tersebut adalah: Jalur volkanisme Eosen hingga Miosen Tengah, terwujud sebagai zona

pegunungan selatan; Jalur volkanisme Miosen atas hingga Pliosen, terletak di sebelah utara jalur pegunungan selatan, berupa intrusi lava dan batuan beku; jalur volkanisme Kuarter busur samudera yang terdiri dari sederetan gunungapi aktif; jalur volkanisme Kuarter busur belakang, jalur ini ditempati oleh sejumlah gunungapi yang berumur Kuarter yang terletak di belakang busur volkanik aktif sekarang [7]. Geologi Jawa (Gambar 1) merupakan hasil proses komplek meliputi penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, terdapat tiga arah pola umum struktur yaitu arah timur-laut - barat-daya yang disebut pola Meratus, arah utara-selatan atau pola Sunda dan arah timur-barat atau pola Jawa. Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Patahan geologi Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari pola penyebaran singkapan batuan pra-Tersier di Karangsambung. Pola Meratus di bagian timur Jawa ditunjukkan oleh patahan geologi pembatas cekungan Pati dan cekungan Tuban. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur. Pola Sunda berarah utara-selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Pola Sunda pada umumnya berupa struktur regangan. Pola Jawa di bagian barat diwakili oleh patahan geologi naik seperti patahan geologi Baribis dan patahan geologi di cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola patahan geologi yang terdapat pada zona pegunungan utara dan pegunungan selatan. Di bagian timur pola ini ditunjukkan oleh arah patahan geologi pegunungan Kendeng yang berupa patahan geologi naik. Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Patahan geologi yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat.

2. Metode Penelitian

Data yang digunakan adalah katalog BMKG mulai bulan April 2009 hingga Februari 2011, dengan batas lintang 5 º LS hingga 11 º LS dan bujur 105º BT hingga 115 º BT. jumlah data adalah 1606 gempa dengan interval magnitude 2 hingga 7,5 dan kedalaman gempabumi 2 km hingga 684 km (Gambar 2,3). Data yang terekam dengan baik berjumlah 1606 gempa. Jumlah stasiun seismograf yang digunakan adalah 36 stasiun (Tabel 1) yang tersebar di Lampung, Jawa dan Bali, sensor yang digunakan adalah seismograf broadband tiga komponen (nanometrics), stasiun seismograf ini merupakan bagian dari jaringan seismograf Indonesia-Tsunami Early Warning System (INA-TEWS).

(3)

Gambar 1. Peta daerah penelitian dengan fitur geologi yang dipilih di Jawa (modifikasi dari [8]).

Gambar 2. Peta distribusi episenter 1606 gempa dari katalog BMKG dari bulan April 2009 hingga Februari 2011 dan distribusi 36 stasiun di Lampung, Jawa dan Bali (segitiga kuning).

Tabel 1. Daftar nama dan koordinat stasiun seismograf Jaringan INA-TEWS.

Metode Tomografi Double-Difference. Penurunan persamaan tomoDD berikut mengikuti penulisan peneliti sebelumnya [3]. Waktu tiba gelombang badan T dari sebuah gempabumi i ke stasiun k (persamaan dapat dinyatakan menggunakan teori penjalaran sinar (ray theory) sebagai sebuah integral lintasan

(1)

i

dimana τ adalah waktu kejadian (origin time) dari gempabumi ke-i, u adalah medan slowness dan ds adalah sebuah elemen dari panjang lintasan.

Hubungan antara waktu tiba dan lokasi gempabumi adalah sangat tidak linier, sehingga penyederhanaan dari deret Taylor biasanya digunakan untuk m e l i n i e r k a n p e r s a m a a n . K e l i n i e r a n i n i merepresentasikan misfit antara waktu tiba observasi

(4)

dan waktu tiba teoritis terhadap perturbasi hiposenter dan parameter struktur kecepatan yang sesuai, sehingga dapat dituliskan sebagai:

(1) Pada penulisan matrik tomografi, sebagian besar notasi yang digunakan mengikuti penelitian C.J. Wolfe [9]. Misalkan sekumpulan gempabumi p = 1, . . . , P, dengan Np waktu tiba untuk tiap gempabumi, sehingga untuk setiap gempabumi, persamaan (2 a,b) dapat dinyatakan dalam bentuk matrik sebagai berikut:

(2) dimana A (N x 4) adalah matrik parsial derivatif yang p p

berhubungan dengan hiposenter dan waktu terjadinya gempabumi (origin time), X (4x1) adalah vektor p

perturbasi dari lokasi gempabumi dan waktu terjadinya, C (N x L) adalah matrik model derivatif p p

(panjang lintasan) dari model slowness, M (L x 1) adalah vektor perturbasi slowness dan T (N x 1) p p

adalah vektor residual waktu tiba. (catatan: ini didefinisikan sebagai anomali lintasan oleh Wolfe [9] (2002)). Bentuk matrik dari tomografi double-difference adalah:

(3) dengan Q Operator difference .DD

Parameterisasi Model. Selain data gempabumi, untuk inversi tomografi digunakan model referensi kecepatan gelombang P (Tabel 2) menggunakan model pendekatan interpolasi dari model kecepatan permukaan dari studi Wagner dkk., untuk kedalaman hingga 20 km. Sedangkan untuk kedalaman yang lebih dari 20 km menggunakan interpolasi model AK135 [10] seperti dilakukan peneliti terdahulu [11].

Tabel 2. Model referensi struktur kecepaan gelombang P and S.

Gambar 3. Peta grid pengolahan data, lingkaran warna merah menunjukkan gempabumi, segitiga warna kuning adalah stasiun seismograf.

Oleh karena tidak adanya informasi model gelombang S dari penelitian sebelumnya, maka untuk model referensi gelombang S menggunakan nilai rasio yang ditetapkan yaitu 1,74. Parameterisasi grid pengolahan data dipilih ukuran grid di bagian dalam adalah 40 km x 30 km dan ukuran dua grid terluar berjarak 50 km dari grid bagian dalam sebelumnya (Gambar 3).

Masukan (input) tomoDD. Tomografi

double-difference dapat menggunakan data gelombang P dan gelombang S yang berasal dari katalog atau ditambah data korelasi silang waveform. Inversi secara bersamaan untuk mendapatkan struktur kecepatan (Vp, Vs) dan relokasi gempabumi. Inversi tomoDD p a d a p e n e l i t i a n i n i d i l a k u k a n d e n g a n mengkombinasikan dua tipe data yaitu data absolut dan data diferensial dari katalog gempabumi.

TomoDD menggunakan hirarki skema pembobotan, yang memberikan bobot lebih besar pada tipe data tertentu pada tiap iterasi dari inversinya. Pada realisasinya direkomendasikan bahwa pada awal iterasi sebaiknya bobot yang lebih besar diberikan pada data absolut daripada data diferensial untuk mendapatkan struktur skala yang luas dan untuk menentukan lokasi absolutnya [9]. Pada iterasi berikutnya dilakukan pembobotan yang lebih besar pada data diferensial untuk memperbaiki resolusi struktur dan lokasi gempabumi. Besarnya nilai bobot ditentukan dengan memperhatikan perubahan perturbasi model akibat nilai bobot yang diberikan. Dari beberapa kombinasi pada awal iterasi pembobotan dipilih nilai bobot 1 untuk data absolut dan 0,1 untuk data diferensial katalog. Pada iterasi berikutnya data diferensial diberi bobot lebih besar untuk memperbaiki lokasi gempabumi dan struktur kecepatan di dekat sumber gempabumi.Sedangkan pada iterasi terakhir pembobotan jarak dapat dilakukan terhadap pasangan gempabumi yang berjauhan.

Luaran (output) tomoDD. Hasil luaran (output)

tomoDD berupa beberapa file diantaranya model kecepatan, residual, lokasi, file log dan output run time per iterasi. Nilai residual menyimpulkan kondisi semua gempabumi dan stasiun menafsirkan kualitas

(5)

relokasi, nilai ini diekstraksi dari file log. Residual lokasi digunakan untuk melihat kualitas sebelum dan setelah relokasi.

M o d e l k e c e p a t a n a k h i r d i p i l i h y a n g merepresentasikan distribusi kecepatan gelombang P dan S yang terbaik secara horizontal dan vertikal. Menentukan kualitas model kecepatan akhir merupakan tahap yang krusial [13]. Menurut mereka, pada prakteknya perhitungan matriks resolusi dengan menghitung nilai dekomposisi singular (SVD) dari matriks sensitivitas adalah tidak efisien karena memerlukan waktu beberapa minggu dengan menggunakan super komputer. Untuk menghindari perhitungan resolusi matriks menggunakan SVD, digunakan alternatif ukuran yang disebut kerapatan sampling sinar gelombang atau disebut derivative weighted sum (DWS). Nilai ini memberikan perkiraan kerapatan sinar gelombang melalui suatu node tertentu pada model, semakin besar nilai DWS maka semakin besar nilai singular atau resolusi model [13]. Node yang memiliki sampel yang besar diasumsikan memiliki kesesuaian antara model kecepatan dan data waktu tempuhnya. Pengujian pada data riil dan sintetik menunjukkan bahwa asumsi ini adalah valid [13] [14]. Dari tahapan metode double-difference secara ringkas dapat dikatakan bahwa prosedur dasar dibalik relokasi tomoDD adalah bagaimana mengidentifikasi sebuah stasiun dan setiap pasangan gempabumi yang terbentuk sehingga dapat dihubungkan satu sama lain untuk membuat koreksi waktu tiba pada stasiun tersebut. Kumpulan dari pasangan gempabumi selanjunya dihubungkan untuk membentuk cluster gempabumi, kemudian solusi kuadrat terkecil setiap cluster ditentukan untuk memperoleh lokasi relatif dari hiposenter.

Pada inversi tomografi dilakukan parameterisasi model agar inversi berjalan stabil. Pemilihan model awal struktur kecepatan dan pemilihan parameter damping merupakan tahap krusial pada inversi tomografi. Cara untuk mensiasati agar lebih cepat dalam pemilihan damping yang sesuai, adalah dengan membuat suatu kurva trade-off antara varian data dan varian model (kuadrat RMS dari selisih antara kecepatan akhir dan model awal). Pemilihan damping dilakukan dengan inversi menggunakan nilai damping yang berbeda-beda sehingga mendapatkan nilai optimum yaitu dengan meminimalkan varian data dan varian model. Pada Gambar 4 ditunjukkan bagaimana damping yang berbeda mempengaruhi varian data dan varian model yang dihasilkan oleh inversi. Inversi untuk checkerboard dilakukan dengan memilih secara random nilai damping yaitu 275, 200, 150, 100 dan 10, diantara nilai damping tersebut dipilih nilai 20 dimana terjadi varian data minimum.

Gambar 4. Kurva trade-off antara varian data dan varian model.

3.

Hasil dan Pembahasan

Hasil inversi tomografi dari data gempabumi di wilayah Jawa menghasilkan struktur kecepatan gelombang seismik dan hiposenter relokasi. Pada paparan ini dibatasi hanya hasil relokasi gempabumi saja, karena sesuai dengan tujuannya untuk menunjukkan distribusi hiposenter relokasi dikaitkan dengan kondisi geologi di beberapa bagian wilayah Jawa. Pada Gambar 5 ditunjukkan distribusi episenter gempabumi (a) sebelum relokasi dan (b) setelah relokasi menggunakan tomoDD. Perubahan posisi gempabumi secara horizontal terlihat bahwa posisi hasil relokasi lebih mengumpul (fokus) dari pada posisi awal, terutama kumpulan gempabumi yang membentuk kluster di bagian Selat Sunda, Pelabuhan Ratu dan Yogyakarta. Pergeseran yang besar dialami oleh gempabumi yang tidak membentuk kluster sehingga gempabumi tersebut tidak mengalami kontrol yang baik, kemungkinan lain adalah akibat error pada saat pembacaan waktu tiba gelombang.

Pada Gambar 6.a ditunjukkan peta distribusi episenter gempabumi pada seluruh kedalaman a) sebelum relokasi; b) setelah relokasi dan c) geologi bagian selatan Jawa Barat, Pelabuhan Ratu-Ujung Kulon. Pada gambar 6.b tersebut terlihat bahwa terdapat perubahan posisi episenter setelah relokasi, terutama pada gempa-gempa yang membentuk kluster. Pada gambar tersebut terlihat lineasi yang lebih jelas mengenai keberadaan patahan geologi lokal, seperti Pelabuhan Ratu Fault Zone, West Java Faul Zone, patahan geologi Cimandiri dan patahan geologi di selat Sunda.

Secara tektonik selat Sunda merupakan wilayah dengan kondisi tektonik yang komplek dan merupakan wilayah transisi antara dua tipe penunjaman yang berbeda. Penunjaman oblik atau miring mengakibatkan terbentuknya patahan geologi

(6)

geser di selat Sunda dan di selatan Pelabuhan Ratu. Selat Sunda telah dikenal sebagai wilayah tektonik ekstensi aktif yang ditandai adanya kelurusan vulkanik yang berarah barat daya-timur laut. Di selatan Ujung Kulon dan di selatan Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Penelitian seismisitas di Selat Sunda telah dilakukan oleh beberapa peneliti [15] [16]. Penelitian terdahulu [15] membagi distribusi pusat

gempabumi dalam tiga wilayah, yaitu pusat gempabumi di wilayah graben Selat Sunda (pull apart), di selatan Selat Sunda dan wilayah di sekitar Gunung Krakatau. Hasil penelitian Nishimura, dkk. [17], menduga adanya zona patahan yang berimpit dengan kelurusan seismisitas dan kelurusan vulkanik di wilayah tersebut.

(7)

Gambar 6. a) Posisi episenter awal, b) posisi episenter setelah relokasi di selat Sunda. (c) Geologi bagian selatan Jawa Barat, Pelabuhan Ratu-Ujung Kulon [18].

Di selatan Pelabuhan Ratu memetakan terusan dari Patahan geologi Cimandiri yang disebut sebagai Pelabuhan Ratu Fracture Zone (PRFZ) dengan arah barat daya-timur laut dan patahan geologi di selatan Ujung Kulon yang cenderung berarah barat-timur yang disebut sebagai Ujung Kulon Fracture Zone (UFZ) [17]. Sakti, dkk.[16] telah melakukan kajian seismisitas di wilayah selat Sunda dan Jawa Barat bagian selatan menggunakan gempabumi lokal. Berdasarkan plot seismisitas terlihat adanya pola kelurusan di Selat Sunda, selatan Ujung Kulon, Selatan Pelabuhan Ratu, sepanjang Patahan geologi Cimandiri dan kelurusan kejadian gempa dengan magnitudo kecil (M<4) di wilayah Bogor-Bekasi. Gempabumi di daratan di Jawa Barat adalah konsekuensi tumbukan antara lempeng Eurasia dengan Indo-Australia yang menghasilkan struktur lipatan dan pensesaran, patahan geologi aktif utama di Jawa Barat antara lain: Cimandiri, Lembang dan Baribis.

Pada Gambar 7 ditunjukkan posisi episenter sebelum dan setelah relokasi di sekitar Tasikmalaya, terlihat bahwa distribusi sebaran episenter setelah relokasi tampak lebih menyebar dari pada sebelim relokasi, hal ini kemungkinan karena pemilihan kriteria pembentukan kluster yang kurang tepat. Oleh karena

itu kemungkinan relokasi untuk aftersock yang jumlahnya sangat besar perlu dilakukan secara terpisah.

Pada Gambar 8 terlihat distribusi episenter gempabumi yang kemungkinan merupakan aftershock gempabumi Yogyakarta, terlihat distribusi episenter setelah relokasi terbagi menjadi dua kelompok, yaitu gempa-gempa yang berada pada patahan geologi Opak dan gempa-gempa di sebelah timur patahan geologi Opak. Selain itu terdapat episenter gempabumi di sekitar gunung Merapi. Patahan geologi Opak bukan merupakan sumber gempabumi bila dilihat berdasarkan distribusi hiposenter aftershock gempabumi Yogyakarta, tetapi patahan geologi sumber gempabumi berada sekitar 10-15 km di sebelah timur patahan geologi Opak [19].

Perbandingan residual sebelum relokasi dan setelahnya ditunjukkan pada Gambar 9, pada gambar terlihat bahwa jumlah data dengan residual mendekati nol bertambah setelah dilakukan inversi tomoDD dari residual data awal, hal ini mengindikasikan bahwa metode tomoDD mampu meningkatkan akurasi pada hasil inversi relokasinya. Nilai residual ini menjadi indikator bahwa hiposenter relokasi lebih akurat

(8)

daripada sebelum relokasi.

Gambar 7. Sama dengan Gambar 6 a-b di wilayah Jawa bagian barat.

Gambar 8. Sama dengan Gambar 6 a-b di sekitar patahan geologi Opak.

Gambar 9. Perbandingan RMS hasil inversi menggunakan a) antara hyppoDD dan b) tomoDD dari inversi data katalog BMKG.

(9)

4.

Kesimpulan

Relokasi gempabumi mengindikasikan adanya keberadaan beberapa patahan geologi lokal, seperti: Jawa Barat Fault Zone, Pelabuhan Ratu Fault Zone, patahan geologi Cimandiri dan patahan geologi di selat Sunda.

Hiposenter relokasi pada kluster gempabumi Tasikmalaya 2009 tidak menunjukkan reduksi sebaran hiposenter.

Aftershock gempabumi Yogyakarta, terlihat distribusi episenter setelah relokasi terbagi menjadi dua kelompok, yaitu gempa-gempa yang berada pada patahan geologi Opak dan gempa-gempa di sebelah timur patahan geologi Opak.

Berdasarkan perbandingan residual sebelum dan setelah relokasi, pengggunaan data diferensial pada tomoDD mampu mereduksi kesalahan dan meningkatan akurasi, namun sebagian distribusi episenter setelah relokasi justru lebih menyebar Saran. Pada penelitian selanjutnya diperlukan penambahan data baik data stasiun ataupun data gempabumi dengan sebaran yang merata sehingga aplikasi metode tomoDD lebih optimal.

Ucapan Terima Kasih. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: GFZ Poztdam untuk data gempabumi katalog MERAMEX, BMKG, NEIC, CMT Harvard, code tomoDD (Zhang), GMT program (Wessel, P. & Smith, W.M.F).

Daftar Pustaka

[1] G.L. Pavlis, Appraising earthquake hypocenter location errors: a complete practical approach for single-event location. Bull Seism. Soc. Am, 1600-1717, 1986.

[2] F. Waldhauser, and W. L. Ellsworth, A double-difference earthquake location algorithm: Method and application to the Northern Hayward Fault, California, Bull. Seism. Soc. Am. 90, 1353-1368, 2000.

[3] H. Zhang, and C. H. Thurber, Double-difference tomography: The method and its application to the Hayward fault, California, Bull. Seism. Soc. Am., 93, 5, 2003.

[4] J. Um, and C.H. Thurber, A fast algorithm for two-point seismik ray tracing, Bull. Seism. Soc. Am. 77, 972-986, 1987.

[5] B. Sunardi, S. Rohadi, Masturyono, S. Widiyantoro, Sulastri, P. Susilanto, T. Hardy, dan W Setyonegoro, Relokasi Hiposenter Gempabumi Wilayah Jawa Menggunakan Teknik Double Difference, Jurnal Meteorologi

dan Geofisika, Vol. 13, No. 3, 179-188, 2012. [6] S. Rohadi, S. Widiyantoro, A.D. Nugraha, dan

Masturyono. Relokasi Hiposenter Gempa di Jawa Tengah Menggunakan Inversi Tomografi Double Difference Simultan dan Data Dari Katalog Meramex, JTM Vol. XVIII No. 2, 95-105, 2012.

[7] A . R . S o e r i a , R . C . M a u r y, B e l l o n , H . Pringgoprawiro, M Polve, and B. Priadi, The Tertiary magmatic belt in Jawa, Proc. Sympos. In the Dynamic of Subduction and Its Products, p . 9 6 - 1 2 1 , Yo g y a k a r t a , P u s l i t b a n g Geoteknologi-Lipi, Bandung, 1991.

[8] R.B. Van Bemmelen, Sumatra in The geology of Indonesia Vol. 1A: General geology of Indonesia and adjacent archipelagoes, 659-707, 1949.

[9] C. J. Wolfe, On the mathematics of using difference operators to relocate earthquakes, Bull.Seism. Soc. Am. 92, 2879-2892, 2002.

[10] B. L. N. Kennett, E. R. Engdahl, and R. Buland, Constraints on seismic velocities in the Earth from travel times, Geophys. J. Int., 122, 108–124, 1995.

[11] I. Koulakov, M. Bohm, G. Asch, B.-G. Luhr, A. Manzanares, K.S. Brotopuspito, Fauzi, M.A. Purbawinata, N.T. Puspito, A. Ratdomopurbo, H. Kopp, W. Rabbel, and E. Shevkunova, P- and S-velocity structure of the crust and the upper mantle beneath Central Java from local tomography inversion, J. Geophys. Res., 112, B08310, doi:10.1029/2006JB004712, 2007. [12] D. Wagner, I. Koulakov, W. Rabbel, A. Luehr,

B-G. Wittwer, H. Kopp, M. Bohm, and B-G.Asch, Joint inversion of active and passive seismic data in Central Java, J. Geophys. Int. doi: 10.1111/j.1365- 46X.2007.03435.x, 2007. [13] H. Zhang, and C. H. Thurber, Development and

Applications of Double-difference Seismic Tomography, Pure appl. geophys. 163, 373–, doi: 10.1007/s00024-005-0021-y, 2006. [14] D.R. Toomey, and G.R. Foulger, Tomographic

inversion of local earthquakes data from the Hengil-Grensdalur central volcano complex, Iceland, J. Geophysics. Res., 94, 17, 947-17, 510, 1989.

[15] H. Harjono, M. Diament, J. Dubois, M. Larue, and M.T. Zen, Seismicity of The Sunda Strait: Evidence for Crustal Extension and Volcanological Implications, Tectonics, Vol. 10, No. 1,1991.

[16] A.P. Sakti, D.N. Nugraha, dan S. Rohadi. Kajian Seismisitas Wilayah Selat Sunda dan Jawa Bagian Barat Menggunakan Data Hasil Relokasi Simultan Terhadap Struktur Kecepatan Yiga Dimensi Gelombang P, JTM Vol. XIX No. 2/2012, 75-81, 2012.

(10)

Hehuwat, Neo-tectonics of the Strait of Sunda, Indonesia. Journal of Southeast Asian Earth Science, Vol. 1, No. 2, 81-91, 1986.

[18] J.A, Malod, K.Karla, M.O. Bellier, and M.T. Zen, From Normal to Oblige Subduction: Tectonics Relationship between Java and Sumatra. Journal of SE Asian Earth Science 12(1/2), 85-93, 1995.

[19] H. Z. Abidin, H. Andreas, I. Meilano, M. Gamal, I. Gumilar, dan C.I. Abdullah, Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta dari Hasil Survei GPS, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No.4 Desember 2009: 275-284, 2006.

[20] P. Wessel, and W. M. F. Smith, Free software helps map and display data, Eos Trans. AGU, 72(41), 441, 1991.

Gambar

Tabel 1. Daftar nama dan koordinat stasiun seismograf Jaringan INA-TEWS.
Gambar 3.  Peta grid pengolahan data, lingkaran warna  merah  menunjukkan  gempabumi,  segitiga  warna kuning  adalah stasiun seismograf.
Gambar  4.  Kurva  trade-off  antara  varian  data  dan  varian  model.
Gambar 5. a) Distribusi episenter gempabumi sebelum relokasi dan b) setelah relokasi di wilayah Jawa.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka unsur yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap anak yang masih dalam kandungan dengan alasan dan tata cara

Untuk mendukung pembelajaran berbasis Pedagogi Ignasian yang diharapkan akan dapat melahirkan “character building yang unggul” yang dapat digunakan sebagai bekal

Berdasarkan analisis sistem yang berjalan dan hasil wawancara terhadap Manajer Seksi Sarana &amp; Prasarana RRI cabang Jakarta maka dapat diketahui bahwa sistem jaringan antara

(hablumminannas), dan hubungan dengan alam sekitarnya. Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian antara tingkat kepentingan atribut pelayanan menurut konsumen dengan tingkat kinerja yang telah diberikan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui atribut-atribut produk dan pelayanan yang dianggap penting oleh konsumen, (2) mengukur tingkat kinerja

Pertama, nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok, sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

[r]