• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 GUNUNG TALANG

KABUPATEN SOLOK

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

RISKA EMELDA NPM 13080063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Riska Emelda (NPM: 13080063), Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok, Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2017

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode eksperimen, jenis eksperimen yang digunakan adalah Pree Eksperimental Design dengan rancangan penelitian One Group Pretest-Posttest. Populasi penelitian ini siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok yang terdaftar tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 151 orang. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas VIIC yang berjumlah 30 orang. Variabel penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) sebagai variabel bebas, dan keterampilan berbicara sebagai variabel terikat. Data penelitian ini adalah skor hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok.

Hasil penelitian ini adalah. Pertama, nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok, sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah 54,25 dengan kualifikasi Hampir Cukup (HC). Kedua, nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah 76,48 dengan kualifikasi Baik (B). Ketiga, terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok karena (4,5) > 1,70).

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya skiripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok” ini telah selesai. Tanpa rahmat dan hidayah Beliau, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Penulisan skiripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar sarjana pendidikan (S1), pada program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP PGRI Sematera Barat.

Penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan, arahan, masukan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu sebagai wujud rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini.

1. Rahayu Fitri, M.Pd. sebagai dosen pembimbing I dan Ria Satini, M.Pd. sebagai pembimbing II yang telah membimbing dan telah bersedia meluangkan waktu serta arahan demi kesempurnaan skripsi ini.

2. Lira Hayu Afdetis Mana, M.Pd sebagai penguji I, Rina Sartika, M.Pd sebagai penguji II, dan Afrini Rahmi, M.Pd sebagai penguji III.

3. Dra. Indriani Nisja, M.Pd. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat, dan Samsiarni, M. Hum. sebagai Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahaha dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat.

(7)

iii

4. Penasehat Akademik Mila Kurnia Sari, S.S. M.Pd. yang telah membimbing dan memberikan nasehat sejak awal perkuliah.

5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat yang telah membekali dengan berbagai ilmu pendidikan.

6. Kedua Kedua Orang tua yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan materi sejak awal perkuliahan sampai saat ini.

7. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga bantuan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan menjadi amal ibadah di sisi Allah Swt.Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu diperlukan kritikan dan saran demi kesempurnaan skripsiini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, Agustus 2017

(8)

iv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...5 C. Batasan Masalah...5 D. Rumusan Masalah ...5 E. Tujuan Penelitian ...6 F. Manfaat Penelitian ...6 G. Definisi Operasional...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ...8

1. Hakikat Berbicara...8

a. Pengertian Berbicara ...8

b. Tujuan Berbicara ...9

c. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara ...12

d. Cara menanggapi pembacaan cerpen ...14

e. Indikator Penilaian Keterampilan Berbicara ...15

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ...16

a. Pengertian Model Pembelajaran NHT ...16

b. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran NHT ...18

c. Kelebihan Model Pembelajaran NHT ...20

d. Kelemahan Model Pembelajaran NHT...22

e. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dalam Keterampilan Berbicara ...23

(9)

v

C. Kerangka Konseptual ...29

D. Hipotesis Penelitian ...31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...32

B. Metode Penelitian ...32

C. Rancangan Penelitian ...32

D. Populasi dan Sampel ...33

E. Variabel dan Data ...34

F. Instrumen Penelitian...35

G. Teknik Pengumpulan Data ...35

H. Teknik Analisis Data ...37

1. Uji Normalitas ...40

2. Uji Homogenitas ...41

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ...43 B. Analisis Data ...52 C. Pembahasan ...103 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...125 B. Saran ...126 DAFTAR PUSTAKA ...128 LAMPIRAN ...129 132

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT) ...24

Tabel 2 : Rancangan Penelitian ...33

Tabel 3 : Populasi dan Sampel ...34

Tabel 4 : Pedoman Konversi Skala 10 ...40

Tabel 5 : Skor Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ...45

Tabel 6 : Skor Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ...49

Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ...54

Tabel 8 : Pengelompokan KeterampilanBerbicara Sebelum Mengunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ...55

Tabel 9 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum Mengunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Indikator I Pilihan Kata ...57

Tabel 10 : Pengelompokan KeterampilanBerbicara tanpa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Indikator I Pilihan Kata...58

Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum Mengunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Indikator II Kalimat Efektif ...60

Tabel 12 : Pengelompokan KeterampilanBerbicara tanpa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Indikator II Kalimat Efektif ...61

(11)

vii

Tabel 13 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum Mengunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT) Indikator III Intonasi ...63 Tabel 14 : Pengelompokan KeterampilanBerbicara Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT) Indikator III Intonasi ...64 Tabel 15 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator IVSikap yang Wajar,

Tenang dan Tidak Kaku ...67 Tabel 16 : Pengelompokan KeterampilanBerbicara Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Indikator IV Sikap yang Wajar,

Tenang dan Tidak Kaku ...68 Tabel 17 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

SebelumMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT)untuk Indikator VKelancaran...70 Tabel 18 : Pengelompokan KeterampilanBerbicara Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT) Indikator V Kelancaran ...71 Tabel 19 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT)untuk Indikator VI Pandangan Mata ...74 Tabel 20 : Pengelompokan KeterampilanBerbicara Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT) Indikator VI Pandangan Mata ...75 Tabel 21 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

(12)

viii

Tabel 22 : Pengelompokkan Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT) ...78 Tabel 23 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT)Indikator I Pilihan Kata ...80 Tabel 24 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT)Indikator I Pilihan Kata ...81 Tabel 25 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT)Indikator II Kalimat Efektif ...83 Tabel 26 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT)Indikator II Kalimat Efektif ...84 Tabel 27 : Distribusi Frekuensi Keterampilan Berbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT)Indikator III Intonasi ...86 Tabel 28 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT)Indikator III Intonasi ...87 Tabel 29 : Distribusi Frekuensi KeterampilanBerbicara

SesudahMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator IVSikap yang

Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku ...90 Tabel 30 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator IV Sikap yang Wajar,

(13)

ix

Tabel 31 : Distribusi Frekuensi KeterampilanBerbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number

Head Together (NHT)untuk Indikator V Kelancaran ...93

Tabel 32 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator V Kelancaran ...94

Tabel 33 : Distribusi Frekuensi KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator VI Pandangan Mata ...96

Tabel 34 : Pengelompokan Keterampilan Berbicara Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator VI Pandangan Mata ...97

Tabel 35 : Perbandingan Keterampilan Berbicara Sebelum dan Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ...99

Tabel 36 : Uji Normalitas Data Pretest ...99

Tabel 37 : Uji Normalitas Data Posttest ...99

(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Bagan Kerangka Konseptual ...30 Gambar 2 : Histogram KeterampilanBerbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT) ...56 Gambar 3 : Histogram KeterampilanBerbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator I Pilihan Kata ...59 Gambar 4 : Histogram KeterampilanBerbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator II Kalimat Efektif ...62 Gambar 5 : Histogram KeterampilanBerbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator III Intonasi ...65 Gambar 6 : Histogram KeterampilanBerbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator IVSikap yang Wajar,

Tenang dan Tidak Kaku ...69 Gambar 7 : Histogram KeterampilanBerbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator V Kelancaran ...72 Gambar 8 : Histogram KeterampilanBerbicara Sebelum Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator VI Pandangan Mata ...76 Gambar 9 : Histogram KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

(15)

xi

Gambar 10 : Histogram KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator I Pilihan Kata ...82 Gambar 11 : Histogram KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator II Kalimat Efektif ...85 Gambar 12 : Histogram KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator III Intonasi ...88 Gambar 13 : Histogram KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)untuk Indikator IVSikap yang Wajar,

Tenang dan Tidak Kaku ...89 Gambar 14 : Histogram KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

Together (NHT)untuk Indikator V Kelancaran ...95 Gambar 15 : Histogram KeterampilanBerbicara Sesudah Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head

(16)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Kode Identitas Sampel Penelitian Kelas VIIC ... 134

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 135

Lampiran 3 : Instrumen Penelitian Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TipeNumber Head Together (NHT) ... 146

Lampiran 4 : Instrumen Penelitian Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ... 152

Lampiran 5 : Skor dan Nilai Per Indikator Berbicara Siswa SebelumMenggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ... 157

Lampiran 6 : Skor dan Nilai Per Indikator Berbicara Siswa Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ... 158

Lampiran 7 : Skor, Nilai, dan Kualifikasi Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ... 159

Lampiran 8 : Skor, Nilai, dan Kualifikasi Keterampilan Berbicara Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) ... 160

Lampiran 9 : Nilai Total Pretest-Posttest Keterampilan Berbicara ... 161

Lampiran 10 : Total Pretest-Posttest Keterampilan Berbicara ... 162

Lampiran 11 : Simpangan Baku dan Variansi Pretest ... 163

Lampiran 12 : Simpangan Baku dan Variansi Pretest ... 164

Lampiran 13 : Perbandingan Pretest-Posttest Keterampila Berbicara ... 165

Lampiran 14 : Uji Normalitas Pretest... 166

Lampiran 15 : Uji Normalitas Postest ... 167

(17)

xiii

Lampiran 17 : Uji Hipotesis Data ... 169 Lampiran 18 : Tabel Uji Normalitas komulatif Sebaran Frekuensi

Normal... 171 Lampiran 19 : Nilai Kritis L Uji Liliofers ... 173 Lampiran 20 : Nilai Persentil untuk Distribusi t ... 174 Lampiran 21 : Nilai Persentil untuk Distribusi F Pada Taraf Nyata 0,05

untuk Uji Homogenitas ... 175 Lampiran 22 : Daftar Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa SMP

Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok ... 176 Lampiran 23 : Transkrip Keterampilan Berbicara Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Number Head Together (NHT) ... 177 Lampiran 24 : Transkrip Keterampilan Berbicara Sesudah

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Berbicara merupakan cara berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia. Berbicara dapat mempermudah manusia dalam menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain. Sebelum berbicara, manusia akan kesulitan berinteraksi dengan orang lain.

Keterampilan berbicara bukanlah sesuatu hal yang diwariskan secara turun temurun, walaupun pada dasarnya secara ilmiah manusia dapat berbicara. Keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan, pengarahan, dan bimbingan yang intensif. Hal ini dapat diperoleh seseorang dari orang tua dan guru di sekolah. Keterampilan berbicara perlu dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang menuntut seseorang untuk terampil berbicara yaitu pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen. Menanggapi cara pembacaan cerpen yaitu siswa memberikan tanggapan atau komentar terhadap si pembaca cerpen.

Pengajaran keterampilan berbicara terdapat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP kelas VII Semester 2, yaitu diharapkan siswa dapat menanggapi cara pembacaan cerpen. SK 14 Mengungkapkan tanggapan terhadap cara pembacaan cerpen, KD 14.1Menanggapi cara pembacaan cerpen.

Pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen telah dipelajari siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang, akan tetapi masih banyak

(19)

ditemukan berbagai permasalahan. Berdasarkan hasil wawancara secara formal dengan Suryati Basir, S.Pd. selaku guru bahasa Indonesia SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok, pada tanggal 18 Mei 2017. Dari hasil wawancara tersebut didapat beberapa permasalahan sebagai berikut. Pertama, dilihat dari kemampuan berbicara, menurut guru yang mengajar di kelas VII kemampuan berbicara siswa masih rendah karena bahasa yang digunakan cenderung menggunakan bahasa Ibu dari pada bahasa Indonesia yang baik. Kedua, guru juga mengatakan, minat dan rasa percaya diri siswa masih kurang sehingga apabila berbicara di depan kelas siswa merasa malu dan tidak percaya diri. Ketiga, siswa sulit menuangkan idenya dalam bentuk kata-kata, sehingga pada saat berbicara siswa menjadi tidak lancar. Keempat, waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran berbicara juga sedikit, sehingga proses pembelajaran menjadi tergesa-gesa. Permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan indikator pembelajaran dalam menanggapi cara pembacaan cerpen belum tercapai dengan maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa terdapat beberapa permasalahan berikut. Pertama, siswa mengatakan kurangnya kemampuan dalam berbicara disebabkan karena kurang latihan dan membiasakan diri untuk berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Kedua, minat danrasa percaya diri masih kurang sehingga malu-malu berbicara di depan kelas. Ketiga, menurut siswa kata-kata dalam bahasa Indonesia yang dimiliki siswa masih sedikit sehingga kata-kata yang diucapkan menjadi tidak jelas dan sering bercampur dengan bahasa ibu. Keempat, siswa merasa kurang

(20)

termotivasi dengan cara guru mengajar, cara guru mengajar kurang menarik dan hanya menerapkan cara belajar yang sama setiap kali pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa kurangnya keterampilan siswa dalam berbicara disebabkan oleh rendahnya kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Permasalahan siswa yang lainnya adalah kurangnya rasa percaya diri siswa dalam berbicara di depan kelas, kurangnya penguasaan kosakata sehingga kata-kata yang diucapkan menjadi tidak jelas. Selain itu model pembelajaran yang digunakan guru tidak bervariasi sehingga membuat siswa tidak termotivasi dalam proses pembelajaran.

Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang dianggap sesuai. Model pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar harus dapat memotivasi siswa untuk mampu mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu model yang dapat digunakan dalam pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen adalah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

Model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah salah satu model pembelajaran yang siswanya bekerja dalam kelompok. Setiap anggota kelompok masing-masing memiliki nomor. Setelah kelompok selesai berdiskusi, guru akan memanggil salah satu nomor untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Lalu guru

(21)

memanggil nomor yang lain untuk menanggapi siswa yang tampil. Terakhir adalah kesimpulan pembelajaran.

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), siswa akan berdiskusi kelompok mengenai tanggapan yang akan mereka berikan untuk si pembaca cerpen. Melalui diskusi tersebut, siswa akan bertukar pikiran sehingga pemahaman siswa tentang tanggapan yang akan mereka berikan untuk sipembaca cerpen lebih akurat, dan dapat saling menambah kekurangan perbendaharaan kata dalam merangkai kata-kata dan kalimat yang akan mereka sampaikan pada saat menanggapi cara pembacaan cerpen.

Setelah itu siswa akan berlatih menanggapi cara pembacaan cerpen yang terdiri dari aspek kebahasaan yaitu pilihan kata, kalimat efektif, intonasi, dan aspek nonkebahasaan yaitu sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, kelancaran, serta pandangan mata. Berdasarkan hal tersebut, penting dilakukan penelitian dengan judul penelitian ini adalah “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok.”

(22)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar balakang masalah di atas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, kemampuan berbicara siswa masih rendah karena bahasa yang digunakan cendrung menggunakan bahasa Ibu dari pada bahasa Indonesia yang baik. Kedua,minat dan rasa percaya diri siswa masih kurang. Ketiga, siswa kesulitan dalam hal menuangkan ide. Keempat, waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran berbicara tidak cukup. Kelima, penguasaan kosakata siswa dalam bahasa Indonesia masih sedikit. Keenam, siswa kurang termotivasi dengan cara yang digunakan guru pada proses pembelajaran.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, bagaimanakah keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)? Kedua, bagaimanakah keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)? Ketiga,

(23)

bagaimanakah pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, mendeskripsikan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Kedua, mendeskripsikan keterampilan berbicara siswa kelasVII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Ketiga, mendeskripsikan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat penelitian ini yakni. Pertama, bagi siswa SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pembelajaran untuk meningkatkan proses belajar keterampilan berbicara di dalam kelas. Kedua, bagi guru bidang studi Bahasa Indonesia di SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok, penelitian ini bermanfaat sebagai informasi untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan berbicara. Ketiga, bagi peneliti bisa menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman baik dalam melakukan penelitian maupun

(24)

melakukan proses pembelajaran di sekolah. Keempat, bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan bandingan dalam penelitian lainnya tentang pembelajaran kooperatif.

G. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran, dijelaskan empat definisi operasional, yaitu (1) pengaruh, (2) pembelajaran kooperatif, (3) Number Head Together (NHT), dan (4) keterampilan berbicara. Keempat definisi tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, pengaruh adalah perubahan yang terjadi setelah adanya perlakukan tertentu terhadap suatu hal. Dalam penelitian ini akan dilihat seberapa besar pengaruh keterampilan berbicara dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together(NHT). Kedua, pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Ketiga, Number Head Together (NHT) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dimana siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan empat atau lima orang siswa. Setiap anggota kelompok nantinya akan mendapatkan nomor, dan setiap nomor akan tampil untuk mengeluarkan pendapatnya. Keempat, berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan pikiran, gagasa, atau perasaan.

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

Pada bagian ini akan dijelaskan landasan teori yang relevan sebagai bahan acuan dalam melakukan analisis. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) hakikat berbicara, (2) hakikat model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

1. Hakikat Berbicara

Uraian yang akan dibahas dalam hakikat berbicara adalah, (a) pengertian berbicara, (b) tujuan berbicara, (c) faktor penunjang keefektifan berbicara, (d) menanggapi cara pembacaan cerpen.

a. Pengertian Berbicara

Menurut Tarigan (2008:16), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan pikiran, gagasa, atau perasaan. Selain itu, Tarigan (2008:16) juga menambahkan bahwa berbicara menambahkan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Dalam kegiatan berbicara, gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar.

Menurut Arsjad (1988:17), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi, artikulasi, atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan 8

(26)

perasaan. Sedangkan menurut Greene dan Petty (dalam Tarigan, 2008:3-4) berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya dilalui oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar.

Nurgiyantoro (2001:276) mengungkapkan bahwa berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan, berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara, dapat dikatakan berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia, demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktar-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik dan linguistik.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada orang lain secara lisan, atau secara lagsung. Keterampilan ini didahului oleh keterampilan menyimak. Berdasarkan bunyi-bunyi yang disimak atau didengar itulah akhirnya menjadikan manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara.

b. Tujuan Berbicara

Berbicara bukan hanya sekedar mengucapkan bunyi atau kata-kata. Berbicara merupakan satu alat untuk menyampaikan gagasan yang

(27)

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar. Secara umum, tujuan berbicara untuk bertanya, menjawab pertanyaan, dan memberi saran. Menurut Tarigan (2008:16), tujuan berbicara adalah memberitahukan, melaporkan, menjamu, menghibur, membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan.

Tarigan (2008:30-36) membagi tujuan umum berbicara menjadi empat macam yaitu sebagai berikut. Pertama, berbicara untuk melaporkan. Berbicara untuk memberikan informasi, atau dalam bahasa Inggris disebut (informative speaking) dilaksanakan kalau seseorang berkeinginan untuk memberi atau menanamkan pengetahuan, menetapkan atau menentukan hubungan-hubungan antara benda-benda, menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses, dan mengapresiasikan atau menafsirkan sesuatu persetujuan ataupun menguraikan suatu tulisan.

Kedua, berbicara secara kekeluargaan merupakan cara yang paling umum untuk menjamin serta memadukan suatu persahabatan melalui obrolan yang menghibur. Menghibur adalah membuat orang lain tertawa dengan hal-hal yang dapat menyenangkan hati. Menciptakan suatu suasana keriangan dengan cara menggembirakan yang menimbulkan kebanggaan menjadi anggota kelompok tersebut.

Ketiga, berbicara untuk meyakinkan merupakan tujuan kalau kita menginginkan tindakan atau aksi. Pembicaraan yang bersifat persuasif disampaikan kepada para pendengar, bila kita menginginkan penampilan suatu tindakan atau pengajaran suatu bagian tertentu dari suatu tindakan. Keempat, berbicara untuk merundingkan bertujuan untuk membuat sejumlah keputusan

(28)

dan rencana. Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut sifat, dan hakikat tindakan masa lalu atau sifat dan hakikat tindakan masa yang akan datang.

Keraf (dalam Mustafa dan Lana 1984: 10) mengemukakan tujuan berbicara adalah sebagai berikut. Pertama, mendorong: pembicara berusaha untuk memberi semangat, membangkitkan kegairahan atau menekan perasaan yang kurang baik, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Reaksi-reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan emosi para pendengar.

Kedua, meyakinkan: pembicara berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap mental, atau intelektual para pendengar untuk tujuan meyakinkan. Ketiga, berbuat dan bertindak: pembicara menghendaki beberapa macam tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar. Keempat, memberitahukan: pembicara ingin memberitahukan atau menyampaikan sesuatu kepada pendengar agar mereka dapat mengerti tentang sesuatu hal atau memperluas bidang mereka. Kelima, menyenangkan: pembicara dengan maksud menggembirakan orang yang mendengar pembicaraannya, dengan tujuan menyenangkan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, tujuan berbicara tergantung kepada maksud yang ingin disampaikan oleh sipembicara. Pembicara harus mampu membuat pendengar mengerti dengan apa yang disampaikannya, agar apa yang disampaikan tersebut dapat terlaksana dan bermanfaat bagi pendengarnya. Contohnya apabila pembicara ingin meyakinkan pendengar dengan tuturannya, maka si pembicaraan tersebut harus bertujuan untuk meyakinkan pendengar.

(29)

c. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Arsjad (1988:17) mengatakan bahwa untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seseorang tidak hanya memberikan kesan saling menguasai masalah yang ia bicarakan tetapi ia juga berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara. Arsjad (1988:17) mengemukakan bahwa faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara ada dua macam yaitu, kebahasaan dan non kebahasaan.

Faktor kebahasaan Sebagai penunjang keefektifan berbicara akan dijelaskan sebagai berikut. Pertama, ketepatan ucapan. Seorang pembicara harus bisa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang tepat. Pengucapan lafal yang dimaksudkan adalah pegucapan dengan jelas dan tepat huruf yang diucapkan. Kedua, penempatan tekanan, nada (intonasi). Dengan adanya intonasi maka pembicaraan menjadi menarik dan pendengar tidak akan merasa bosan mendengarkan apa yang kita bicarakan.

Ketiga, pilihan kata (diksi). Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasran. Pendengar akan lebih paham kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Keempat, ketepatan sasaran pembicaraan. Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraanya.

Arsjad (1988:17) juga mengemukakan faktor- faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara akan dijelasan sebagai berikut.

(30)

Pertama, sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar.

Kedua. pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. Supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu. Ketiga, kesediaan menghargai pendapat orang lain. Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain.

Keempat, gerak-gerik dan mimik yang tepat. Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Kelima, kenyaringan suara. Kenyaringan suara juga sangat menentukan, tingkat keyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Keenam, kelancaran berbicara. Seorang pembicara yang lancar berbicara akan mempermudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Ketujuh, relevansi atau penalaran. Gagasan haruslah berhubungan dan logis. Kedelapan, penguasaan topik. Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan, tujuannya supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai.

Menurut Brooks (dalam Tarigan, 2008:28), dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang, pada prinsipnya kita harus memperhatikan lima faktor. Pertama, apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat? Kedua, apakah pola-pola intonsi, naik dan turunnya

(31)

suara, serta tekanan suku kata, memuaskan? Ketiga, apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara sebelum referensi internal memahami bahasa yang digunakannya? Keempat, apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat? Kelima, sejauh manakah “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun “kenative-speaker-an” yang tercermin bila seseorang berbicara?

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa agar berbicara seseorang lebih baik maka dibutuhkan faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan di antaranya ketepatan ucapan, penempatan tekanan, pilihan kata (diksi), dan ketepatan sasaran pembicaraan. Faktor nonkebahasaan terdiri dari sikap yang wajar, pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik (mimik yang tepat), kenyaringan suara, dan relevansi/penalaran. Faktor-faktor tersebut berguna sebagai penunjang keefektifan dalam berbicara di depan orang bayak.

d. Menanggapi Cara Pembacaan Cerpen.

Menurut Maryati (2008:86), membaca sebuah cerpen berbeda dengan membaca berita. Dalam membaca cerpen, hal-hal yang harus diperhatikan

adalahsebagai berikut. Pertama, vokal atau pengucapan: vokal atau pengucapan yang tepat akan membuat pendengar merasa senang untuk mendengar atau menyimak isi cerpen tersebut. Kedua, gerak dan mimik: gerak dalam membaca cerpen kadang diperlukan, kadang tidak. Gerakan dan mimik (perubahan raut muka) yang ditampilkan pembaca cerpen bukanlah gerakan

(32)

yang diciptakan. Ketiga, komunikatif: pembacaan cerpen bertujuan agar pendengar dapat memahami isi cerpen tersebut sekaligus menikmatinya. Untuk itu, pembaca cerpen harus mampu berkomunikasi dengan pendengar.

Menurut Indrawati dan Durianto (2008:116), membaca cerpen merupakan membaca indah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membaca indah. Pertama, memahami karya sastra yang akan dibaca. Kedua, membaca dengan lafal yang jelas dan intonasi yang tepat. Ketiga, membaca dengan wajar sebagaimana layaknya orang berbicara. Keempat, kesesuaian ekspresi dengan pokok-pokok gagasan yang terkandung dalam teks.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam menanggapi pembacaan cerpen adalah vokal, lafal, intonasi, ekspresi, dan kelancaran pembaca pada saat membaca cerpen. Vokal adalah bunyi bahasa. Lafal adalah kesesuaian ucapan. Intonasi adalah tinggi rendahnya suara yang dikeluarkan. Ekspresi adalah mimik atau raut wajah pada saat membaca cerpen. Sedangkan kelancaran adalah pengucapan si pembaca apakah lancar atau tidak.

e. Indikator Penilaian Keterampilan Berbicara

Penilaian keterampilan berbicara didasarkan pada beberapa aspek. Aspek tersebut adalah aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan yang dikemukakan oleh Arsjad. Menurut Arsjad (1998:17-21) aspek kebahasaan terdiri atas 4 bagian yaitu: (1) ketepatan ucapan, (2) penempatan tekanan, nada (intonasi), (3) pilihan kata, (4) ketepatan sasaran pembicaraan.

(33)

Sedangkan aspek non kebahasaan terdiri dari 8 bagian yaitu: (1) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, (2) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, (3) kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (5) kenyaringan suara, (6) kelancaran, (7) relevansi, (8) penguasaan topik. Berdasarkan Kompetensi Dasar (KD) 14.1 siswa di tuntut untuk terampil berbicara yaitu menanggapi cara pembacaan cerpen. Oleh karena itu aspek kebahasaan yang dinilai dari keterampilan berbicara dalam pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen yaitu pilihan kata, kalimat efektif, dan intonasi. Sedangkan aspek nonkebahasaan yang dinilai yaitu sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, kelancaran, serta pandangan mata.

2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)

Teori yang dibahas dalam sub bagian ini adalah: (a) pengertian model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), (b) langkah-lagkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), (c) kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), (d) kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)

Shoimin (2016:108) mengemukakan model pembelajaran Number Head Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa

(34)

yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Istarani (2011:12), Number Head Together (NHT) merupakan rangkaian penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadahdalammenyatukan persepsi atau pikiran siswa terhadap pertanyaanyang dilontarkan atau diajukan guru, yang kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh siswa sesuai dengan nomor permintaan guru dari masing masing kelompok. Dengan demikian, dalam kelompok siswa diberi nomor masing masing sesuai dengan urutannya.

Menurut Huda (2014:203), Number Head Together (NHT) merupakan varian dari diskusi kelompok. Tujuan dari model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa, model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)adalah model pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok. Setelah siswa dibagi kedalam kelompok, siswa diberikan nomor. Setelah siswa diberi nomor, guru memberikan pertanyaan yang harus didiskusikan oleh siswa dengan kelompoknya. Nomor siswa yang dipanggil guru harus tampil untuk mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.

(35)

b. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)

Menurut Shoimin (2016:108), langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut. Pertama, siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. Kedua, guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

Ketiga, kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/ mengetahui jawabannya dengan baik. Keempat, guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil ke luar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil kerja sama mereka. Kelima, tanggapan dengan teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. Keenam, kesimpulan.

Menurut Majid (2013:192), langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut. Pertama, penomoran yaitu guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggota 3-5 orang, dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5. Kedua, mengajukan pertanyaan yaitu guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan tersebut dapat bervariasi. Pertanyaan bisa sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Ketiga, berpikir bersama yaitu siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu, dan meyakinkan flap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Keempat, menjawab yaitu guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang

(36)

nomornya sesuai harus mengacungkan tangan dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Suprijono (2010;92) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran koopertif tipe Number Head Together (NHT) diawali dengan numbering. Guru membagi kelasmenjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok-kelompok sebaiknyamempertimbangkan jumlah materi yang akan dipelajari. Jika jumlahsiswa dalam satu kelas 40 siswa dan terbgai dalam 5 kelompokberdasarkan jumlah materi yang dipelajari, maka setiap kelompok terdiridari 8 orang.

Tiap-tiap kelompok diberi nomor urut dari nomor 1–8, setelah terbentuk kelompok, guru mengajukan beberapa pertanyaan yangharus dijawab oleh tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk menemukan jawaban, pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepala “Head Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan guru.

Langkah selanjutnya adalah guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberikan jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan berdasarkan atas diskusi kelompok. Hal ini terus dilakukan hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memeparkan jawaban tersebut. Berdasarkan jawaban tersebut, guru dapat mengembangkan diskusi lebih dalam, sehingga siswa dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

(37)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut. Pertama, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, satu kelompok terdiri dari 5 orang. Kedua, guru memberi nomor kepada tiap-tiap peserta didik.

Ketiga, peserta didik berdiskusi kelompok untuk menanggapi cara pembacaan cerpen. Keempat, nomor yang dipanggil oleh guru harus maju ke depan kelas untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. Kelima, guru bersama dengan siswa menyimpulkan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat dari ketiga ahli di atas mengenai langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), teori yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah teori Shoimin. Hal ini dikarenakan teori Shoimin lebih mudah untuk dipahami. Selain itu, teori Shoimin juga lebih mudah untuk dilaksanakan dalam pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen.

c. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)

Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak macam, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan modelpembelajaran kooperatif lainnya.

Menurut Arends (dalam Awaliyah, 2008;3), kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah sebagai

(38)

brikut. Pertama, terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kedua, siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif. Ketiga, dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan. Keempat, dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan.

Istarani (2011:12) mengemukakan keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) sebagai berikut. Pertama, dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa, sebab dalam pembelajarannya siswa ditempatkan dalam suatu kelompok untuk berdiskusi. Kedua, dapat meningkatkan tanggungjawab siswa secara bersama, sebab masing masing kelompok diberi tugas yang berbeda untuk dibahas. Ketiga, melatih siswa untuk menyatukan pikiran, karena model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) mengajak siswa untuk menyatukan persepsi dalam kelompok. Keempat, melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain, sebab dari hasil diskusi dimintai tanggapan dari peserta lain.

Shoimin (2016:108) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) sebagai berikut. Pertama, setiap murid menjadi siap. Kedua, dapat melakukan diskusi dengan sungguh sungguh. Ketiga, murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai. Keempat, terjadi interaksi intens antarsiswa dalam menjawab soal.

(39)

Kelima, tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang membatasi.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa, sebab dalam pembelajaran siswa ditempatkan dalam suatu kelompok untuk berdiskusi. Melatih siswa untuk menyatukan pikiran, karena model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) mengajak siswa untuk menyatukan persepsi dalam kelompok. Melatih siswa agar siap untuk berbicara di depan kelas.

d. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT)

Selain mempunyai kelebihan, model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) juga mempunyai kelemahan dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif lainnya. Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) menurut Arends (dalam Awaliyah, 2008;3) sebagai berikut. Pertama, siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah. Kedua, proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai sebelum memiliki pemahaman yang memadai. Ketiga, pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.

(40)

Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) menurut Istarani (2011:12) adalah sebagai berikut. Pertama, siswa merasa bingung karena mengapa dalam kelompok masih ada lagi nomor. Kedua,sulit menyatukan pikiran siswa dalam satu kelompok. Ketiga, diskusi sering menghabiskan waktu yang cukup lama. Keempat, sering terjadi perdebatan yang kurang bermanfaat. Kelima, siswa yang pendiam akan merasa sulit untuk berdiskusi di dalam kelompok dan susah dimintai pertanggungjawabannya.

Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) menurut Shoimin (2016:108) sebagai berikut. Pertama, tidak terlalu cocok diterapkan dalam jumlah siswa banyak karena membutuhkan waktu yang lama. Kedua, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan waktu yang terbatas.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, diskusi dapat menghabiskan waktu yang cukup lama. Kedua, siswa sulit menyatukan pikirannya dalam kelompok. Ketiga, siswa yang pendiam akan sulit bekerja dalam kelompok.

e. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dalam Keterampilan Berbicara

Model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merupakan tipe yang dapat merangsang siswa untuk mengemukakan ide dan beradu pendapat sehingga siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran berbicara. Model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) akan berpengaruh kepada hasil belajar siswa untuk mampu

(41)

berbicara sesuai dengan deskriptor penilaian keterampilan berbicara. Model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) yang akan digunakan dalam proses pembelajaran menggunakan teori Shoimin.

Menurut Shoimin (2016:108), langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut. Pertama, siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. Kedua, guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. Ketiga, kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/ mengetahui jawabannya dengan baik. Keempat, guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil ke luar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil kerja sama mereka. Kelima, tanggapan dengan teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. Keenam, kesimpulan.

Untuk lebih jelasnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) No Langkah-langkah Penerapan 1 Guru menjelaskan materi tentang menceritakan kembali secara lisan isi cerpen sesuai dengan (KD) Kompetensi Dasar

Pada saat pembelajaran dimulai, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan Kompetensi Dasar 14.1 menanggapi cara pembacaan cerpen. Setelah itu menjelaskan tentang aspek-aspek yang akan ditanggapi dalam menanggapi cara pembacaan cerpen, dan bagaimana cara menanggapi cara pembacaan cerpen.

(42)

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, Nurmajidah (2017) dengan judul penelitian “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Tipe Listening Team terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat”. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan adalah Quasy Eksperimental Design, dengan rancangan penelitian 2 Guru membagi

siswa dalam 6 kelompok.

Setelah selesai menjelaskan materi guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok dari 30 siswa. Setiap kelompok memiliki anggota 5 orang. Setelah itu guru memberikan nomor kepada masing-masing siswa.

3 Guru memberikan tugas kelompok

Guru meminta bantuan kepada salah seorang siswa untuk membacakan cerpen. Tugas kelompok adalah mendiskusikan tanggapan yang akan mereka berikan tentang cara pembacaan cerpen yang dilakukan yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.

4 Guru memanggil satu nomor siswa dari salah satu kelompok

Guru memanggil nomor siswa dari salah satu kelompok, nomor yang terpanggil ke luar dari kelompoknya untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka. Lalu guru memanggil nomor dari kelompok lain untuk menanggapi penampilan siswa dari kelompok tadi yaitu tentang faktor kebahasaan dan nonkebahasaannya. Begitu seterusnya.

6 Guru bersama siswa

menyimpulkan materi yang telah dipelajari

Setelah siswa mendapat bagian berbicara, guru dan siswa menyimpulkan materi pembelajaran.

7 Guru menutup pelajaran

Guru mengakhiri pembelajaran dengan cara menutup pelajaran

(43)

Randomized Control-Group Posttest Only Design. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Listening Team adalah 50,66, dengan kualifikasi hampir cukup. Kedua, nilai keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Listening Team adalah 65,33 dengan kualifikasi cukup. Ketiga, terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Listening Team terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat karena thitung (4,89) > ttabel (1,71).

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmajidah. Persamaan penelitian ini terletak pada jenis dan metode penelitian, yaitu sama-sama penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada. (1) rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-posttest, sedangkan penelitian Nurmajidah menggunakan rancangan Randomized Control-Group Posttest Only Design. (2) teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, sedangkan Nurmajidah menggunakan teknik penarikan sampel simple random sampling. (3) model pembelajaran yang digunakan Nurmajidah adalah model

(44)

pembelajaran kooperatif tipe Listening Team, sedangkan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

Kedua, Miyulianti (2016) dengan judul penelitian “Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achiviment Divisions) terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas X SMAN 14 Padang”. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode eksperimen. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, keterampilan berbicara siswa kelas X SMAN 14 Padang sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (kelas kontrol) dengan nilai rata-rata 58,71 yang berada pada taraf kualifikasi cukup (C). Kedua, pada kelas eksperimen, diperoleh hasil tes keterampilan berbicara berada pada kualifikasi lebih dari cukup (Ldc) dengan nilai rata-rata 69,48. Ketiga, terdapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum menerapkan dan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap keterampilan berbicara siswa kelas X SMAN 14 Padang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah thitung = 4, 89 dan ttabel = 1,95 thitung > ttabel dan H0 ditolak dan H1 diterima karena penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif terhadap keterampilan berbicara siswa kelas X SMAN 14 Padang.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Miyulianti. Persamaannya terletak pada jenis dan metode

(45)

yaitu sama-sama penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini juga sama-sama menggunakan teknik purposive sampling. Perbedaan penelitian ini terletak pada model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian Miyulianti adalah STAD, sedangkan penelitian ini menggunaka model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

Ketiga, Aswinda (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Membawakan Acara Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Bayang Pesisir Selatan”. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posstest design. Sampel pada penelitian ini diambil berdasarkan proporsional random sampling atau secara acak yaitu 23 orang siswa.

Data dalam penelitian ini adalah nilai kemampuan membawakan acara siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bayang Pesisir Selatan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan disimpulkan hal-hal berikut. Pertama, kemampuan membawakan acara siswa kelas VIII SMP negeri 1 Bayang Pesisir Selatan sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) berkualifikas lebih dari cukup (Ldc) dengan rata-rata 69,65 berada pada rentangan (66-75%).

(46)

Kedua, kemampuan membawakan acara siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bayang Pesisir Selatan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) berkualifikasi baik (B) dengan rata-rata (78,16) berada pada rentangan (76-85%). Ketiga, terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam pembelajaran membawakan acara siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bayang Pesisir Selatan sebelum dan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aswinda. Persamaannya terletak pada jenis penelitian dan metodenya adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Selain itu rancangan penelitian ini juga sama-sama menggunakan one group pretest-posttest design. Sedangkan perbedaan penelitian ini terlihat pada jenis penarikan sampel yang digunakan. Penelitian ini menggunakan jenis penarikan sampel purposive sampling, sedangkan penelitian Aswinda menggunakan proportional random sampling.

C. Kerangka Konseptual

Terdapat banyak masalah dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Rendahnya keterampilan berbicara siswa sangat perlu dicari pemecahan permasalahannya, diperlukan model yang cocok dalam pengajarannya agar keterampilan berbicara siswa dapat meningkat. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa

(47)

dengan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Kerangka konseptual penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1: Kerangka Konseptual Keterampilan Berbicara

Sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)

Sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)

Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok Faktor kebahasaan:

1. Pilihan kata 2. Kalimat efektif 3. Intonasi

Faktor nonkebahasaan: 1. Sikap yang wajar,

tenang, dan tidak kaku

2. Kelancaran 3. Pandangan mata

(48)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Sugiyono (2011:96) mengungkapkan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan harus didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan tersebut, maka rumusan hipotesis ini adalah sebagai berikut.

: terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok. Hipotesis diterima bila > pada taraf signifikasi 95% dengan derajat kebebasan (dk)= n-1

: tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok. Hipotesis diterima bila < pada taraf signifikasi 95% dengan derajat kebebasan (dk)= n-1

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Dikatakan penelitian ini kuantitatif karena data-data yang diolah menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, dan pemaparan hasilnya. Menurut Ibnu, dkk. (2003:8), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis dengan teknik statistik.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu pre-eksperimental design. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelas penelitian. Menurut Sugiyono (2008:72), metode eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group posttest. Menurut Suryabrata (2013:117), one group pretest-posttestmerupakan sekelompok subjek diberikan perlakuan untuk jangka waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan diberikan, dan pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan antara pengukuran awal ( ) dan pengukuran akhir ( ). Karena rancangan penelitan yang digunakan one group pretest-posttest maka metode eksperimen yang digunakan adalah pre-experimental design karena tidak adanya variabel

(50)

kontrol, dan sampel tidak dipilih secara acak atau random. Angka dalam penelitian ini adalah nilai dari kemampuan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok. Rancangan ini digambarkan sebagai barikut:

Tabel 2

The One Group Preteest-Postest Only Design Pretest (tes awal) Treatment (perlakuan) Posttest (tes akhir) T1 X T2 Keterangan:

T1: Tes awal (pretest) untuk mengukur keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok dalam menanggapi cara pembacaan cerpen sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

X: Perlakuan (treatment) yang diberikan terhadap subjek dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

T2: Tes akhir (posttest) untuk mengukur keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok dalam menanggapi cara pembacaan cerpen sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

D. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2008: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 4 Gunung Talang Kabupaten Solok, yang terdaftar pada tahun pelajaran 2016/2017. Kelas VII tersebut terdiri dari 5 kelas dengan empat kelas terdiri dari 30 orang siswa, dan satu kelas berjumlah 31 orang siswa. Jumlah keseluruhan 151 orang siswa.

Gambar

Gambar 1: Kerangka Konseptual Keterampilan Berbicara
Tabel Penilaian Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif  Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Berbicara
Diagram  Keterampilan  Berbicara  Siswa  Sebelum  Menggunakan  Model  Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Siswa Kelas  VII SMP Negeri  4  Gunung Talang Kabupaten Solok untuk Indikator III  Intonasi   051015202530frekuensi kualifikasi Ta
Diagram  Keterampilan  Berbicara  Siswa  Sebelum  Menggunakan  Model  Pembelajaran Kooperatif  Tipe Number Head Together (NHT) Siswa Kelas  VII  SMP  Negeri  4  Gunung  Talang  Kabupaten  Solok  Indikator  V  Kelancaran  051015202530frekuensi kualifikasi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa para investor yang ingin melakukan investasi pada suatu perusahaan dapat mempertimbangkan harga saham, volume perdagangan

Anda diminta untuk mengisi kode java untuk setiap konstruktor dan method yang diimplementasikan (kurung yang kosong). Langkah 3: Simpan implementasi queue yang anda

Sedangkan data yang didapatkan pada tahun 2017 terakhir sebesar 3.2 % dari 65 balita dan untuk gizi kurang 3,8 % dari 85 balita.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

Pada tahap ini dilakukan analisis pendahuluan terhadap material penyusun mortar yaitu agregat halus, limbah kulit kerang, dan air gambut. Pemeriksaan karakteristik

Pada penuaan perawatan tentang gizi tidak hanya manajemen penyakit atau terapi nutrisi medis; hal ini telah diperluas dengan fokus utama pada gaya hidup sehat dan pencegahan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC bermuatan nilai karakter

Tingkat pelayanan persimpangan jalan adalah suatu kualitas perjalanan yang arti luas menggambarkan kondisi lalu lintas yang mungkin timbul pada suatu jalan akibat dari berbagai

Tabel diatas menunjukan bahwa responden yang menyatakan terganggu dengan kelas yang tidak kondusif sebanyak 27 orang (90%), yang menyatakan sedikit terganggu ada