(STUDI PUTUSAN NO.73/Pid.B/2015/PN.Sgl)
SKRIPSI
OLEH
AHMAD KHOIRUDDIN
NIM. C03212005
Universitas Islam Negeri Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
i
(STUDI PUTUSAN NO.73/Pid.B/2015/PN.Sgl)
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum
OLEH
AHMAD KHOIRUDDIN
NIM. C03212005
Universitas Islam Negeri Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
NIM
:
C03212005
Fakultas/Jurusan/Prodi
:
Syari’ah dan Hukum/ Hukum Publik
Islam/ Hukum Pidana Islam
Judul Skripsi
:
Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap
Penerapan
Sanksi
Tindak
Pidana
Pertambangan Tanpa Izin dalam Pasal 158
UU No 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
(Studi Putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl)
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil
penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk
sumbernya.
Surabaya, 12 Juli 2016
Saya yang menyatakan,
iii
Surabaya, 01 Juli 2016
Pembimbing,
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil dari penelitian kepustakaan tentang “Tinjauan
Hukum Pidana Islam Terhadap Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pertambangan
Tanpa Izin
dalam Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Barubara (Studi Putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl)”, penelitian ini bertujuan
untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana pertimbangan hukum Hakim dalam
penerapan sanksi tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam putusan
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl? Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap
penerapan sanksi tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam putusan
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl?
Data penelitian ini diperoleh dari Putusan Pengadilan Negeri Sungailiat yang
menjadi obyek penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah dokumentasi dan kepustakaan kemudian dianalisis dengan metode
deskriptif analisis, yaitu teknik analisa yang menggambarkan data sesuai dengan
apa adanya, dalam hal ini data tentang dasar dan pertimbangan hukum hakim
dalam putusan Pengadilan Negeri Sungailiat No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl kemudian
di analisa dan diverifikasi dengan teori hukum pidana Islam kemudian dilanjutkan
dengan menggunakan metode pola pikir deduktif, yaitu metode yang membahas
persoalan yang dimulai dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa
dalil, kaidah fiqih, pendapat mujtahid (yakni yang berkaitan tentang
sanksi/hukuman pertambangan tanpa izin) kemudian ditarik suatu kesimpulan
yang bersifat khusus dari hasil penelitian tersebut.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa,
pertimbangan hukum hakim Pengadilan
Negeri Sungailiat terhadap penerapan sanksi tindak pidana pertambangan tanpa
izin pada putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl terlebih dahulu mempertimbangkan
tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut para terdakwa telah melanggar
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bentuk hukumannya adalah penjara masing-masing selama 8 bulan dan denda
Rp10.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti
dengan pidana kurungan selama 1 bulan. Dalam hukum pidana Islam perbuatan
tersebut dikategorikan dalam jari>
mah ta’zi>r
karena unsur-unsur
jari>mah ha>d dan
qis}a>s} diya>t tidak terpenuhi secara sempurna. Akan tetapi sanksi yang diterapkan
dalam putusan No.73/Pid.B/2015/Pn.Sgl berupa penjara 8 bulan yang dalam
hukum pidana Islam disebut al-habsu (penjara). Sedangkan sanksi lainnya berupa
denda Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) kepada masing-masing pelaku,
dalam hukum pidana Islam disebut al
–
gharamah (denda).
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...
i
PERNYATAAN KEASLIAN ...
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10
C.
Rumusan Masalah ... 11
D.
Kajian Pustaka ... 11
E.
Tujuan Penelitian ... 13
F.
Kegunaan Hasil Penelitian ... 14
G.
Definisi Operasional ... 15
H.
Metode Penelitian ... 16
I.
Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II
JARIMAH TA’ZI>R DALAM HAL PENGRUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP ... 21
A.
Larangan Merusak Lingkungan Menurut Syariat Islam ... 21
B.
Pengertian dan Unsur-Unsur Jarimah ... 24
C.
Pembagian Hukum Menurut Hukum Pidana Islam ... 27
D.
Pengertian Ta’zi>r ... 29
F.
Maksud Sanksi Ta’zi>r ... 33
G.
Macam-macam Sanksi Hukuman Ta’zi>r... 33
BAB III PUTUSAN
PENGADILAN
NEGERI
SUNGAILIAT
NOMOR.73/PID.B/2015/PN.SGL
TENTANG
KASUS
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN TANPA IZIN ... 47
A.
Dakwaan Penuntut Umum ... 47
B.
Alat Bukti Tindak Pinada Pertambangan Tanpa Izin ... 48
C.
Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin
... 68
D.
Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Putusan Pengadilan
Negeri Sungailiat No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl tentang Tindak
Pidana Pertambangan Tanpa Izin ... 70
E.
Sanksi Hukum Terhadap Tindak Pidana Pertambangan Tanpa
Izin
dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Sungailiat
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl ... 75
BAB IV ANALISIS
HUKUM
PIDANA
ISLAM
TERHADAP
PUTUSAN
PENGADILAN
NEGERI
SUNGAILIAT
NO.73/PID.B/2015/PN.SGL TENTANG TINDAK PIDANA
PERTAMBANGAN TANPA IZIN ... 77
A.
Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri
Sungailiat Dalam Penerapan Sanksi Tindak Pidana
Pertambangan
Tanpa
Izin
Dalam
Putusan
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl ... 77
B.
Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Penerapan Sanksi
Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin Dalam Putusan
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl ... 82
BAB V PENUTUP ... 88
A.
Kesimpulan ... 88
B.
Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sumberdaya mineral merupakan sumber daya alam yang tak terbaharui
atau
non-renewable resource, artinya sekali bahan galian itu dikeruk maka
tidak akan dapat pulih atau kembali ke keadaan semula.
1Indonesia sendiri
dianugerahi sumber daya alam berlimpah termasuk bahan galian
pertambangan dan Indonesia memiliki ketergantungan tinggi terhadap
pemanfaatan bahan galian pertambangan tersebut sebagai modal
pembangunan.
2Seringkali pertambangan yang ada di Indonesia ini
menimbulkan dampak negatif yang memicu terjadinya tindak pidana
pertambangan ilegal atau disebut pertambangan tanpa izin .
Pertambangan tanpa izin adalah kegiatan penambangan atau penggalian
yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin dan
tidak menggunakan prinsip-prinsip penambangan yang baik dan benar sesuai
ketentuan yang berlaku.
3Jadi legal dan ilegal tidak hanya dikategorikan pada
ada tidak adanya izin, karena yang berizin pun berpotensi melakukan illegal
1 Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup. (Jakarta: Ufuk Press, 2006), 141. 2 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 103.
3 Suciati Noor, “Delik Khusus Penambangan Illegal”,
mining dalam bentuk lain yang dikriminalisasi dalam UU Pertambangan
Mineral dan Batu Bara.
4Illegal mining tidak hanya terbatas pada pelanggaran regulasi peraturan
pertambangan saja, tetapi juga pelanggaran terhadap regulasi lain yang terkait
pertambangan, seperti regulasi kehutanan dan lingkungan hidup.
Pertambangan yang melakukan aktivitasnya di areal hutan larangan, seperti
hutan lindung atau aktivitasnya merusak lingkungan juga merupakan illegal
mining.
5Dalam Petunjuk Lapangan (Juklap) penanganan tindak pidana
pertambangan (illegal mining) POLRI bahkan disebutkan bahwa illegal
mining meliputi:
61.
Kegiatan pertambangan tanpa memiliki ijin sama sekali sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batu bara istilah tersebut diperbaharui/diganti
dengan (IUP, IPR, IUPK).
2.
Kegiatan pertambangan dengan ijin yang sudah mati atau berakhir, baik
berakhir karena dikembalikan, dibatalkan, maupun habis waktunya.
3.
Kegiatan pertambangan diluar areal atau diluar titik koordinat yang sudah
ditentukan dalam ijin yang diberikan.
4 Rahma Ismayanti, “Permasalahan Kesehatan Lingkungan di Indonesia” dalam
https://www.academia.edu/9001147/Permasalahan_Kesehatan_Lingkungan_di_Indonesia, diakses pada 10 Agustus 2016.
5 Ibid.
6 Niken Astiningrum Triasbudi, “Juklap Penanganan Tindak Pidana Pidana Pertambangan” dalam
4.
Kegiatan pertambangan dengan menggunakan ijin yang tidak sesuai
dengan peruntukannya.
Alam dan segala isi yang terkandung di dalamnya diciptakan Allah SWT
untuk kepentingan hidup manusia. Manusia dipersilakan untuk mengambil
manfaat dari alam lingkungannya dengan cara yang baik, sehingga kerusakan
lingkungan dapat dihindari untuk keselamatan masyarakat.
Kegiatan pertambangan illegal itu sendiri merupakan salah satu
kegiatan yang dapat merusak lingkungan hidup. Sebagai akibat dari
penambangan illegal juga dapat merugikan masyarakat yaitu adanya
pencemaran kualitas air dan tanah akibat dari aktifitas pertambangan, dan lain
sebagainya.
7Masalah lingkungan adalah berbicara tentang kelangsungan hidup
(manusia dan alam). Melestarikan lingkungan sama maknanya dengan
menjamin kelangsungan hidup manusia dan segala yang ada di alam dan
sekitarnya. Sebaliknya, merusak lingkungan hidup, apapun bentuknya,
merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup alam dan segala isinya,
tidak terkecuali manusia.
Dalam kajian hukum Islam, Islam berdiri sebagai agama yang rah}matan
lil'a>lami>n dan sebuah sistem tata nilai yang sempurna dan universal. Dari jauh
hari telah memberikan peringatan akan larangan merusak alam serta dampak
7 Niniek Suparni, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar
yang akan diterima apabila tetap melakukannya. Hal ini dapat ditemukan
dalam firman Allah Q.S. al-A’ra>f: 56, yang berbunyi:
ۡحُ
ۡ
لٱ َ ِ م ٞ يِر
َق ِ ََٱ َتَ َۡۡر َنِإ ۚ ًعَ َطَو ٗفۡ َخ ُه ُعۡدٱَو َ ِحَٰل ۡصِإ َدۡعَب ِضَۡ ۡۡٱ ِِ ْاوُدِسۡفُت َََو
َنِنِس
٥٦
Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa
takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.
8Kasus pertambangan tanpa izin akan bertentangan dengan
pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Pasal 3
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, di mana menurut pasal tersebut penambangan
seharusnya turut mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan
dengan tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah:
a.
menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha
pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
b.
menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
c.
menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau
sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;
d.
mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih
mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
e.
meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat;
f.
menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
9Pandangan hukum Islam terhadap pertambangan tanpa izin adalah
termasuk ke dalam kajian hukum Pidana Islam. Istilah hukum pidana Islam di
dalam literatur fikih klasik dikenal sebagai fikih jinayah ataupun jarimah.
Menurut Abd al-Wahab Khallaf, fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum
syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci atau fikih adalah
himpunan hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari
dalil-dalil terperinci. Adapun Abd Al-Qadir Awdah memberikan definisi jinayah
adalah perbuatan yang diharamkan oleh syara', baik perbuatan itu menimpa
atas jiwa, harta at au yang lainya.
10Sedangkan pengertian jari>mah adalah seperti yang dikemukakan oleh Al
Mawardi yaitu, perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam
Allah
ta’ala> dengan ha>d atau ta’zi>r. Sehingga fikih jinayah yang
disebandingkan dengan
jari>mah itu mempunyai pengertian sebagai ilmu
tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang
(jari>mah) dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
119 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 10 Muhsin Aseri, “Illegal Mining dalam Perspektif Hukum Islam”, An-Nahdhah, 13 (Januari -
Juni, 2014), 26.
11 Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
Suatu perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana oleh hukum Islam
harus memenuhi semua unsur yang ditetapkan, Abd Al-Qadir Awdah
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Wardi mengemukakan bahwa secara umum
unsur-unsur hukum pidana Islam adalah:
a.
Unsur Formal, yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan
dan mengancamnya dengan hukuman.
b.
Unsur Materil, yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik
yang berupa nyata (posit if) maupun sikap berbuat.
c.
Unsur Moral, yaitu unsur yang menjelaskan bahwa pelaku adalah orang
mukalaf yaitu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak
pidana yang dilakukannya.
12Akhir-akhir ini muncul fenomena menarik tenta ng penyebab bencana
alam yang menimpa manusia. Satu di antara penyebab terjadinya longsor dan
banjir bandang serta rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh rusaknya
ekosistem. Bencana ini bisa jadi akibat dari kegiatan yang dapat merubah
permukaan bumi. Oleh sebab itu, penambangan mampu memicu kerusakan
lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui
bahwa banyak sekali kegiatan penambangan yang menimbulkan kerusakan di
tempat penambangannya. Khususnya di daerah Sungailiat yang masuk dalam
kepulauan Bangka Belitung yang banyak sekali dampak yang diakibatkan oleh
pertambangan tanpa izin seperti lubang pasca tambang, tercemarnya kualitas
air bersih dan pencemaran tanah.
Mengingat Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan hidup merupakan
komponen-komponen ekosistem yang menentukan kemampuan dan fungsi
ekosistem dalam mendukung pembangunan.
13Oleh sebab itu peraturan yang
sudah baik hendaknya dapat ditegakkan dengan baik tanpa adanya
penyelewengan wewenang di dalam menangani kasus pidana. Hendaknya
aparat penegak hukum dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Untuk menindak pertambangan tanpa izin dibutuhkan suatu aturan yang
tegas. Aturan tersebut bertujuan untuk menjaga perilaku manusia agar selalu
berakhlak terpuji, tidak berbuat kerusakan, serta kemaksiatan. Sehingga
tujuan akhir yang ingin dicapai dari aturan tersebut adalah terciptanya tatanan
kehidupan yang berkeadilan. Oleh karena itu, dalam Islam terdapat berbagai
macam aturan hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan berupa sanksi
tegas yang merupakan salah satu langkah represif dan preventif dalam
mewujudkan tujuan syari’at tersebut.
Tindak pidana ini terjadi ketika terdakwa Fardiansah alias Fardi Bin
Martang dan terdakwa Sodri alias Deri Bin Mustaja serta terdakwa Baharudin
alias Lokdi Bin Mustapa baik bertindak sendiri-sendiri atau secara
13 M. Husein Harun, Berbagai Aspek Hukum Analisis Mengenai DampakLingkungan, (Jakarta:
sama, pada hari Minggu tanggal 8 Juni 2014 sekira pukul 02.30 Wib. atau
setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juni tahun 2014 bertempat di
pantai Ds. Batu belubang Kel. Batu Belubang Kep. Pangkalan Baru Kab.
Bangka Tengah Provinsi Kep. Bangka Belitung, atau setidak-tidaknya di
tempat lain di dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sungailiat yang
berwenang untuk memeriksa dan mengadili, melakukan, menyuruh
melakukan, turut serta melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha
Pertambangan, Izin Pertambangan Rakyat atau Izin Usaha Pertambangan
Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Pasal 40 ayat (3), Pasal 48,
Pasal 67 ayat (I), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) Undang-undang Nomor 4
tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut:
Pada hari Jumat sore tanggal 6 Juni 2014 sampai dengan hari Minggu
tanggal 8 Juni 2014 bertempat di lokasi penambangan timah di perairan
sampur para terdakwa melakukan kegiatan penambangan dari sebuah Ponton
tambang timah (71 apung). Bahwa dari kegiatan penambangan tersebut para
terdakwa telah berhasil mendapatkan pasir/bijih timah sebanyak tiga kampil
dengan berat sekitar 200 (dua ratus) kilogram yang kemudian secara bekerja
sama para terdakwa memuat pasir/bijih timah tersebut ke atas alat pengangkut
berupa satu unit kapal speed pancung untuk diserahkan kepada pemilik pasir
timah yaitu Saksi Jamaludin alias Uyil di rumahnya di Ds. Batu Belubang RT.
13 Kel. Batu Belubang Kec. Pangkalan Baru Kab. Bangka Tengah. Setelah
kemudian para terdakwa berangkat menuju ke Desa Batu Belubang dengan
menggunakan kapal speed pancung tersebut yang di kemudikan oleh terdakwa
Fardiansyah alias fardi. Setelah sampai di pantai Desa Batu belubang sekira
pukul 02.30 WIB. para terdakwa mulai menurunkan karung pasir/bijih timah
dari kapal speed pancung ke pantai dan pada saat itu datang petugas kepolisian
yang menanyakan kelengkapan perizinan melakukan usaha penambangan dan
karena para terdakwa tidak memiliki perizinan melakukan usaha
penambangan mereka ditangkap oleh petugas kepolisian.
Dalam putusan hakim Menyatakan Terdakwa I FARDIANSYAH als
FARDI bin MARTANG, Terdakwa II SODRI als DERI bin MUSTAJA dan
Terdakwa III BAHARUDIN als LOKDI bin MUSTAFA tersebut di atas telah
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut
serta melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP)”
sebagaimana dalam Dakwaan Tunggal. Dan menjatuhkan pidana kepada Para
Terdakwa, dengan pidana penjara masing-masing masing-masing selama 8
(delapan) bulan dan denda masing-masing sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti
dengan pidana kurungan masing-masing selama 1 (satu) bulan.
Melalui latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut dengan judul: “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap
Penerapan Sanksi Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin Dalam Pasal 158
Putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl)”. Apakah sanksi tersebut sudah sejalan
dan seirama dengan akibat yang ditimbulkan ataukah masih belum ada
kesesuaian antara keduanya.
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Unsur-unsur yang terdapat pada t indak pidana pertambangan tanpa izin .
2.
Bentuk hukuman yang diberikan pada pelaku tindak pidana pertambangan
tanpa izin
.
3.
Akibat yang ditimbulkan dari adanya tindak pidana pertambangan tanpa
izin.
4.
Pertimbangan hukum Hakim dalam penerapan sanksi tindak pidana
pertambangan tanpa izin.
5.
Tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan sanksi tindak pidana
pertambangan tanpa izin dalam putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan yang hendak dikaji atau diteliti yaitu seputar :
1.
Pertimbangan hukum Hakim dalam penerapan sanksi tindak pidana
pertambangan tanpa izin dalam putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
2.
Tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan sanksi tindak pidana
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis merumuskan
beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu :
1.
Bagaimana pertimbangan hukum Hakim dalam penerapan sanksi tindak
pidana
pertambangan
tanpa
izin
dalam
putusan
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl?
2.
Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan sanksi
tindak pidana pertambangan
tanpa izin dalam putusan
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl?
D.
Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan, sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang dan
akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian
atau penelitian terdahulu. Langkah sistematis yang diambil melalui tinjauan
pustaka yaitu menginventarisir berbagai tulisan yang terkait dengan judul
skripsi ini.
Penelitian tentang tindak pidana pertambangan tanpa izin memang
cukup banyak dan beragam, namun keberagaman tema tersebut justru
mereferensikan suatu yang berbeda, baik mengenai objek maupun fokus
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Illegal Mining
Perspektif Hukum
Islam yang dibahas oleh Iwan Setiawan yang membahas kejahatan
illegal
mining dalam perspektif hukum Islam termasuk ke dalam tindak pidana ta'zi>r,
yaitu tindak kejahatan yang tidak memenuhi syarat
ha>d ataupun qis}a>s} diya>t
secara sempurna. Adapun pihak yang berwenang menjatuhkan hukuman
tersebut adalah Ulil-Amri, yang tentunya harus didukung oleh semua
masyarakat, agar sanksi yang dijatuhkan efektif.
14Yang kedua yaitu skripsi dengan judul Penambangan Pasir Batu (Sirtu)
Illegal Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Di Desa Kuntu Kecamatan
Kampar Kiri Kabupaten Kampar) yang dibahas oleh Yuprinaldi. Dalam
bahasannya penambangan sirtu illegal menurut hukum Islam adalah haram,
karena penambangan yang dilakukan masyarakat desa Kuntu, jika ditinjau
menurut hukum islam menimbulkan dampak yang luar biasa bagi lingkungan
seperti longsor dan erosi yang bisa menyebabkan rusaknya sarana umum dan
lain sebagainya. Sehingga pertambangan sirtu illegal harus dihentikan, karena
merugikan manusia dan lingkungan yang ada disekitarnya.
15Sedangkan yang ketiga yakni, penelitian yang dilakukan oleh David
Ardiansyah dari UIN Sunan Ampel dengan judul Tinjauan Fikih Jinayah dan
Perda Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2005 Terhadap Sanksi Penambangan Pasir
Liar di Desa Dadi Tunggal Kecamatan Ploso Kabupaten Jombang. Dalam
14 Iwan Setiawan, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Illegal Mining Perspektif Hukum Islam”
(Skripsi--UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011), iii.
15 Yuprinaldi, “Penambangan Pasir Batu (Sirtu) Illegal di Tinjau Menurut Hukum Islam (Studi
penelitiannya David menjelaskan tentang persoalan sanksi bagi penambangan
pasir liar menurut fikih jinayah dan perda jawa timur no 1 tahun 2005 dengan
basis studi lapangan. Dan dalam kesimpulannya proses penambangan pasir liar
di desa daditunggal kecamatan ploso kabupaten jombang kebanyakan tidak
mempunyai surat izin pertambangan dan melanggar peraturan daerah jawa
timur nomor 1 tahun 2005 pasal 1, 2,3 dan 4.
16Dari beberapa uraian judul skripsi di atas, dapat dikatakan bahwa
penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut. Dalam
penelitian ini mengkaji hukum pidana islam terhadap penerapan sanksi
terhadap pelaku tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam pasal 158
undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara dan Pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan sanksi tindak
pidana pertambangan tanpa izin .
E.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan
sanksi tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam perkara
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
16 David Ardiansyah, “Tinjauan Fikih Jinayah dan Perda Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2005 Terhadap
2.
Untuk memahami tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan
sanksi tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam perkara
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
F.
Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu membawa beberapa
manfaat sebagai berikut:
1.
Secara Teoritis (Keilmuan): hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dan pedoman untuk menyusun hipotesis penulisan
berikutnya dan memperluas khasanah ilmu pengetahuan tentang tindak
pidana yang berkaitan dengan masalah tinjauan hukum pidana Islam
terhadap penerapan sanksi tindak pidana pertambangan tanpa izin.
2.
Secara Praktis (Terapan): hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam menganalisis argumentasi hukum yang
diperlukan agar diperoleh daya guna yang diharapkan bagi penegakan
hukum demi terciptanya suasana yang adil dan kondusif serta menjamin
kepastian hukum bagi hak-hak rakyat, sehingga diharapkan bisa ikut
memberikan andil dalam mengupayakan pemikiran ilmiah di bidang
hukum pidana dan bermanfaat bagi upaya terciptanya keadilan dan
kemaslahatan rakyat sesuai dengan Undang-Undang Dasar serta al-Quran
dan al-Ha>di>t
s, serta terwujudnya hukuman yang tepat bagi para pelaku
G.
Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari kesalahan dalam
masalah yang dibahas, maka perlu kiranya dijelaskan beberapa istilah sebagai
berikut:
1.
Hukum Pidana Islam adalah: Segala ketentuan hukum mengenai tindak
pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf
(orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman
atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan hadis.
17Maka
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori jarimah ta’zi>r.
2.
Sanksi Pidana adalah: sebuah akibat yang ditimbulkan oleh seorang
pelaku kejahatan, dan orang yang melakukan kejahatan akan dikenakan
pasal-pasal yang sesuai dengan prilaku yang dilakukanya saat melakukan
kejahatan.
3.
Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin adalah: kegiatan penambangan
atau penggalian yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan
tanpa memiliki izin dan tidak menggunakan prinsip-prinsip
penambangan yang baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku.
4.
Pasal 158 ayat 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara: Setiap orang yang melakukan usaha
penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam
17 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan
Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 18, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1)
atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
H.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang akan dipakai adalah kajian pustaka (library
research), yaitu studi kepustakaan dari berbagai referensi yang relevan dengan
pokok bahasan mengenai tinjauan hukum pidana Islam terhadap penerapan
sanksi tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam pasal 158 undang-undang
nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
1.
Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan masalah yang dirumuskan, maka data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
a.
Data sanksi tindak pidana pertambangan tanpa izin dalam putusan
No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
b.
Pandangan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku tindak pidana
pertambangan tanpa izin dalam putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
2.
Sumber Data
Sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan
keotentikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini, sumber data yang
dihimpun antara lain:
b.
Data sekunder, antara lain:
1)
Bahan primer berupa: putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
Dimana data diperoleh dari website direktori putusan Pengadilan
Negeri Sungailiat.
2)
Bahan sekunder berupa: UU No. 4 Tahun 2009, Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
3)
Bahan tersier.
3.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Dokumentasi.
Yaitu teknik mencari data dengan cara atau melalui membaca
dan menelaah dokumen, dalam hal ini dokumen putusan Pengadilan
Negeri Sungailiat No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl.
b.
Kepustakaan.
Yaitu dengan cara mengolah, menelaah dan mempelajari
buku-buku yang ditulis oleh para pakar atau ahli hukum, terutama dalam
bidang hukum pidana dan hukum pidana Islam.
Diantaranya:
1)
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1993.
2)
Ahmad Jazuli, Fiqih Jinayah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2000.
3)
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam,
4)
Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Jakarta: Ufuk Press,
2006.
4.
Teknik Pengolahan Data
Semua data yang terkumpul kemudian diolah dengan cara sebagai
berikut:
a.
Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah
diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan
makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer maupun data
sekunder,
18yang berkaitan dengan tindak pidana pertambangan tanpa
izin.
b.
Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data yang
diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan yang
tersusun pada bab III tentang tindak pidana pertambangan tanpa izin
serta pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi pidana
pertambangan tanpa izin (putusan No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl).
c.
Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah dideskripsikan pada bab
III dan menganalisa pada bab IV dalam rangka untuk menunjang
bahasa atas proses menjawab permasalahan yang telah dipaparkan di
dalam rumusan masalah. Analisis tersebut meliputi penerapan sanksi
hukuman pertambangan tanpa izin dan analisa tinjauan Hukum
pidana Islam terhadap kasus tersebut.
5.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.
Deskriptif analisis verifikatif, yaitu teknik analisa yang
menggambarkan data sesuai dengan apa adanya, dalam hal ini data
tentang dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam putusan
Pengadilan Negeri Sungailiat No.73/Pid.B/2015/PN.Sgl kemudian di
analisa dan diverifikasi dengan teori hukum pidana islam.
b.
Pola pikir deduktif, yaitu metode yang membahas persoalan yang
dimulai dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa
dalil, kaidah fiqih, pendapat mujtahid (yakni yang berkaitan tentang
sanksi/hukuman pertambangan tanpa izin) kemudian ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil penelitian tersebut.
I.
Sistemati ka Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan masalah yang ada dalam penelitian ini
dan agar dapat dipahami permasalahannya secara sistematis, maka
pembahasannya disusun dalam setiap bab yang masing-masing bab
mengandung sub bab, sehingga menggambarkan keterkaitan yang sistematis,
untuk selanjutnya sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut:
Bab I : Menjelaskan tentang gambaran apa bagaimana, dan untuk apa studi
ini disusun, oleh karena itu dalam bab pertama ini dipaparkan
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Tentang
jari>mah ta’zi>r dalam hal pengrusakan lingkungan hidup
yang terdiri dari: larangan merusak lingkungan menurut syariat
Islam, pengertian
ta’z
ī
r, dasar hukum ta’z
ī
r, tujuan sanksi ta’z
ī
r,
macam-macam ta’z
ī
r, dan sanksi perbuatan ta’z
ī
r.
Bab III : Memaparkan putusan No.73/Pid.B/2015/PN Sungailiat tentang
pertambangan illegal, deskripsi perkara di Pengadilan Negeri
Sungailiat. Pertimbangan hakim terhadap sanksi hukuman pelaku
tindak
pidana
pertambangan
tanpa
izin
(putusan
No.73/Pid.B/2015/PN Sungailiat).
Bab IV : Tentang analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Sungailiat
tentang penerapan sanksi hukuman terhadap pelaku tindak pidana
pertambangan tanpa izin, dan Analisis menurut Hukum Pidana Islam.
Bab V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dari pembahasan yang telah
diuraikan, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan terkait
21
BAB II
JARI<MAH TA’ZI<R
DALAM HAL PENGRUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP
A.
Larangan Merusak Lingkungan Menurut Syariat Islam
Hukum pelestarian lingkungan hidup adalah fardhu kifayah. Artinya,
semua orang baik individu maupun kelompok dan perusahaan bertanggung
jawab terhadap pelestarian lingkungan hidup, dan harus dilibatkan dalam
penanganan kerusakan lingkungan hidup.
1Firman Allah Q.S. al-A’ra>f: 56, yang berbunyi:
ۡحُ
ۡ
لٱ َ ِ م ٞ يِر
َق ِ ََٱ َتَ َۡۡر َنِإ ۚ ًعَ َطَو ٗفۡ َخ ُه ُعۡدٱَو َ ِحَٰل ۡصِإ َدۡعَب ِضَۡ ۡۡٱ ِِ ْاوُدِسۡفُت َََو
َنِنِس
٥٦
Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa
takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.
2Ayat ini melarang pengrusakan di muka bumi. Pengrusakan adalah salah
satu bentuk pelanggaran atau bentuk pelampauan batas. Karena itu, ayat ini
melanjutkan tutunan ayat yang lalu dengan menyatakan : dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi, sesudah perbaikannya yang dilakukan
kamu oleh Allah SWT dan atau siapapun dan berdoalah serta beribadah
kepada-Nya dalam keadaan takut sehingga kamu lebih mentataat i-Nya dalam
1 Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup. (Jakarta: Ufuk Press, 2006), 200.
keadaan penuh harapan dan anugrah-Nya, termasuk pengabulan do’a kamu.
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
al-muhsini>n, yakni
orang-orang yang berbuat baik.
3Menurut kajian ushul fiqh, ketika kita dilarang melakukan sesuatu
berarti kita diperintahkan untuk melakuakan kebalikannya. Misalnya, kita
dilarang merusak alam berarti kita diperintah untuk melestarikan alam.
Sementara itu, fakhruddin al-Raziy dalam menanggapi ayat di atas,
berkomentar bahwa, ayat di atas mengindikasikan larangan membuat
madharat. Pada dasarnya, setiap perbuatan yang menimbulkan madharat itu
dilarang agama.
4Kehidupan alam dalam pandangan islam berjalan di atas prinsip
keselarasan dan keseimbangan. Alam semesta berjalan atas dasar pengaturan
yang serasi dan dengan perhitungan yang tepat. Sekalipun di dalam alam ini
tampak seperti unit-unit yang berbeda. Semuanya berada dalam satu sistim
kerja yang saling mendukung, saling terkait, dan saling tergantung satu sama
lain. Artinya, apabila ada satu unit atau bagian yang rusak pasti menyebabkan
unit atau bagian lain menjadi rusak pula. Prinsif keteraturan yang serasi dan
perhitungan yang tepat semacam ini seharusnya menjadi pegangan atau
landasan berpijak bagi manusia dalam menjalani kehidupan di muka bumi ini.
Dengan demikian, segenap tindakan manusia harus didasarkan atas
3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Jilid 3. (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 119. 4 M. Ghufron. Rekonstruksi Paradigma Fikih Lingkungan, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
perhitungan-perhitungan cermat yang diharapkan dapat mendukung prinsip
keteraturan dan keseimbangan tersebut.
5Prinsip dasar yang merupakan tujuan syari’at adalah berbuat kebajikan
dan menghindari kemungkaran yang terformulasikan dalam
kulliyat
al-khamsah (lima kemaslahatan dasar) yang menjadi tegaknya kehidupan umat
manusia terkait dengan konservasi lingkungan diuraikan oleh Yusuf
al-Qardhawi sebagai berikut:
61.
Menjaga lingkungan sama dengan hifdz al-din
Segala usaha pemeliharaan lingkungan sama dengan menjaga agama,
karena perbuatan dosa pencemaran lingkungan sama dengan menodai
subtansi keberagaman yang benar secara tidak langsung meniadakan
eksistensi manusia sebagai khalifah fil ardhi.
2.
Menjaga lingkungan sama dengan hifdz al-nafs
Menjaga lingkungan dan melestarikannya sama dengan menjaga jiwa
dalam artian perlindungan terhadap kehidupan psikis manusia dan
keselamatan mereka dalam rusaknya lingkungan merupakan perusak
terhadap prinsip-prinsip keseimbangannya yang mengakibatkan timbulnya
ancaman dan bahaya bagi kehidupan manusia.
5 Rahma Agustina, “Adab Terhadap Lingkungan dalam Prespektif Islam”,
https://reknowidati.wordpress.com/2011/11/26/lingkungan-dalam-prespektif-islam/, diakses Pada 31 Juli 2016.
3.
Menjaga lingkungan sama dengan hifdz al-nasl
Menjaga lingkungan termasuk dalam kerangka menjaga keturunan,
yaitu keberlangsungan hidup generasi manusia di bumi. Perbuatan yang
menyimpang terkait dengan perlakuan terhadap lingkungan hidup akan
berakibat pada kesengsaraan generasi berikutnya.
4.
Menjaga lingkungan sama dengan hifdz al-aql
Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal mengandung
pengertian bahwa beban taklif untuk menjaga lingkungan dikhithabkan
untuk manusia yang berakal, hanya orang yang tidak berakal saja yang
tidak terbebani untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.
5.
Menjaga Lingkungan sama dengan hifdz al-maal
Harta bukan hanya uang, emas dan permata, melainkan seluruh benda
yang menjadi milik manusia dan segala macam bentuk usaha untuk
memperolehnya. Maka bumi, pepohonan, binatang, air, udara serta seluruh
yang ada di atas maupun di dalam perut bumi adalah harta. Jadi, keharusan
menjaga harta dalam segala bentuk dan jenisnya, mengeksploitasi tanpa
tujuan dan kepentingan yang jelas merupakan perbuatan yang nista karena
dapat berakibat pada hilangnya sumber-sumber kekayaan sebelum tiba
waktunya untuk dimanfaatkan.
B.
Pengertian dan Unsur-Unsur Jari>mah
Kata
Jari>mah sendiri berasal dari akar kata jarama, yajrimu, jarimatan
dipergunakan terbatas pada “perbuatan dosa” atau “perbuatan yang dibenci”.
Kata
jari>mah juga berasal dari kata ajrama yajrimu yang berarti “melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, keadilan, dan menyimpang dari
jalan yang lurus”.
7Sedangkan pengertian
jari>mah yang dikemukakan oleh Imam
al-Mawardi adalah sebagai berikut:
8ٌة
َ
يع ْرش ٌتار ْوظْحم مئارجلا
خز
ٍ
رْيزْعت ْوا
دحباهْنع ىلاعت
ٍ
ه
ر
Jari>mah adalah tindak pidana yang dilarang oleh Syara’ yang diancam oleh
Allah dengan hukuman had atau ta’z i>r.
Adapun suatu perbuatan dapat dinamai suatu
jari>mah (tindak pidana,
peristiwa pidana atau delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan
kerugian bagi orang lain atau masyarakat baik jasad (anggota badan atau
jiwa), harta benda, keamanan, atau aturan masyarakat, nama baik, perasaan
atau hal-hal yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya.
Intinya jari>mah adalah dampak dari perilaku yang menyebabkan kepada pihak
lain, baik berbentuk material (jasad, nyawa atau harta benda) maupun yang
berbentuk non materi atau gabungan non fisik seperti ketenangan,
ketentraman, harga diri, adat istiadat dan sebagainya.
9Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa suatu perbuatan yang dilarang
syara’ pelakunya diancam oleh hukuman had (bentuk tertentu) atau ta’zi>r dan
dianggap delik (jari>mah) bila terpenuhi syarat dan rukun. Adapun rukun
7 Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
14.
jari>mah dapat dikategorikan menjadi 2 (dua): pertama, rukun umum, artinya
unsur-unsur yang harus terpenuhi pada setiap
jari>mah. Kedua, unsur khusus
artinya unsur-unsur yang harus terpenuhi pada jenis jari>mah tertentu.
10Adapun unsur-unsur umum jari>mah adalah sebagai berikut:
11a)
Unsur formil (Undang-Undang atau
Nash).
Artinya setiap perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya
tidak dapat dipidana kecuali adanya
Nash atau Undang-undang yang
mengaturnya. Dalam hukum positif dikenal dengan istilah asas legalitas.
Dalam syariat Islam lebih dikenal dengan istilah
ar-rukn asy-syar’i.
Kaidah yang mendukung unsur ini adalah:
ص
َ
نلاد ْورو لْبق ء
َ
قعْلا لاعْف
ِ
مْكح
َ
Tiada hukuman bagi perbuatan mukallaf sebelum adanya ketentuan Nash.
b)
Unsur materiil (sifat melawan hukum).
Artinya adanya tingkah laku seseorang yang membentuk
jari>mah, baik
dengan sikap berbuat maupun sikap tidak berbuat. Unsur ini dalam
Hukum Pidana Islam disebut dengan ar-rukn al-madi.
c)
Unsur moril (pelakunya mukalaf).
Artinya pelaku
jari>mah adalah orang yang dapat dimintai pertanggung
jawaban pidana terhadap jari>mah yang dilakukannya. Dalam syariat Islam
unsur moril disebut dengan ar-rukn al-adabi.
Unsur-unsur umum diatas tidak selamanya terlihat jelas dan terang,
namun dikemukakan guna mempermudah dalam mengkaji
persoalan-persoalan hukum pidana Islam dari sisi kapan peristiwa pidana terjadi.
Sedangkan unsur khusus ialah unsur yang hanya terdapat pada peristiwa
pidana (jari>mah) tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada jenis jari>mah
yang satu dengan jenis jari>mah yang lainnya.
12Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara unsur yang umum
dengan unsur yang khusus pada
jari>mah memiliki perbedaan. Unsur umum
jari>mah macamnya hanya satu dan sama pada setiap jari>mah. Sedangkan unsur
khusus bermacam-macam serta berbeda-beda pada setiap jenis jari>mah.
C.
Pembagian Hukuman Menurut Hukum Pidana Islam
Hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak pidana
yang dituangkan dalam
syara’ ataupun yang tidak terdapat Nash hukumnya.
Ditinjau dari segi ada dan tidak ada nashnya dalam Al-Quran dan Al-Hadis,
hukuman dibagi menjadi dua bagian, yakni:
1312 Ibid, 11.
1.
Hukuman yang ada
nashnya, yaitu hudu>d, qis}a>s}, diya>t dan kafarah.
Misalnya hukuman bagi pezina, pencuri, perampok, pemberontak dan
pembunuh.
2.
Hukuman yang tidak ada
nashnya, yang disebut hukuman ta’zi>r seperti
percobaan melakukan tindak pidana, tidak melaksanakan amanah,
bersaksi palsu, dan pencuri yang tidak sampai batas jumlah yang
ditetapkan.
Ditinjau dari segi hubungan antara satu hukuman dengan hukuman yang
lain, hukuman dapat dibagi menjadi empat, antara lain:
141.
Hukuman pokok (al-‘uqubat al-ashliyah), yaitu hukuman asal (asli) bagi
suatu kejahatan, seperti hukuman qis}a>s} untuk jari>mah pembunuhan, atau
hukuman potong tangan untuk
jari>mah pencurian.
2.
Hukuman pengganti (al-‘uqubat al-badaliyah), yaitu yang menggantikan
hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena
alasan yang sah, seperti hukuman
diya>t (denda) sebagai pengganti
hukuman qis}a>s} atau hukuman ta’zi>r sebagai pengganti hukuman ha>d atau
hukuman qis}a>s} yang tidak bisa dijalankan.
3.
Hukuman tambahan
(al-‘uqubat al-thaba’iyah), yaitu hukuman yang
mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri
seperti larangan menerima warisan bagi orang yang melakukan
pembunuhan terhadap keluarga, sebagai tambahan dari hukuman
qis}a>s}
(mati), atau hukuman dicabutnya hak sebagai saksi yang dijatuhkan
terhadap orang yang melakukan
jari>mah qadzaf (memfitnah orang lain
berbuat zina) disamping hukuman pokoknya, yaitu jilid 80 (delapan
puluh) kali.
4.
Hukuman pelengkap
(al-‘uqubat al-takmiliyat), yaitu hukuman yang
dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman pokok yang telah
dijatuhkan, dengan syarat ada keputusan tersendiri dari hakim, dan syarat
inilah yang menjadi pemisahannya dengan hukuman tambahan. Contoh
hukuman pelengkap ialah mengalungkan tangan pencuri yang telah di
potong di lehernya.
Jari>mah dapat terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan berat dan
ringannya hukuman sebagaimana ditegaskan atau tidaknya oleh al-Quran dan
Hadits. Atas dasar ini ulama membaginya menjadi tiga macam yakni:
a.
Jari>mah Hudu>d
b.
Jari>mah Qis}a>s}/Diya>t
c.
Jari>mah Ta’zi>r
D.
Pengertian Ta’zi>r
Ta’zi>r berasal dari kata
رزْعي
–
رزع
yang secara etimologis berarti
عْنمْلاود
رلا, yaitu menolak dan mencegah. Akan teta pi menurut istilah, Imam Al-
َ
adalah hukuman bagi tindak pidana yang belum ditentukan hukumannya oleh
syara’ yang bersifat mendidik.
15Secara ringkas dikatakan bahwa hukuman ta’zi>r adalah hukuman yang
belum ditetapkan oleh
syara’, melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik
penentuan maupun pelaksanaannya. Dalam penentuan hukuman tersebut,
penguasa hanya menetapkan hukumannya secara global saja. Artinya pembuat
undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing
jari>mah
ta’zi>r, melainkan hanya menetapkan sejumlah hukuman, dari yang
seringan-ringannya hingga yang seberat-beratnya.
16Hakim diperkenankan untuk mempertimbangkan baik untuk bentuk
hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan
kebijaksanaan ini diberikan dengan pertimbangan khusus tentang berbagai
faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dalam peradaban manusia dan
bervariasi berdasarkan pada keanekaragaman metode yang digunakan
pengadilan ataupun jenis tindak pidana yang dapat ditunjukan dalam
undang-undang.
17Syara’ tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap jari>mah
ta’zi>r, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling
ringan hingga paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman
15 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), 136.
16 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam :Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), 19.
mana yang sesuai. Dengan demikian sanksi
ta’zi>r tidak mempunyai batas
tertentu.
18Tidak adanya ketentuan mengenai macam-macam hukuman dari
jari>mah ta’zi>r dikarenakan jari>mah ini berkaitan dengan perkembangan
masyarakat dan kemaslahatannya, dan kemaslahatan tersebut selalu berubah
dan berkembang. Sesuatu dapat dianggap maslahat pada suatu waktu, belum
tentu dianggap maslahat pula pada waktu yang lain. Demikian pula sesuatu
dianggap maslahat pada suatu tempat, belum tentu dianggap maslahat pula
pada tempat l ain.
19E.
Dasar Hukum Ta’zi>r
Dasar hukum disyariatkannya ta’zi>r terdapat dalam beberapa hadis Nabi
dan tindakan sahabat ant ara lain sebagai berikut:
201.
Hadis nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim :
انث
َ
دح
،يزا
رلا ىسوم نْب مْيهارْبإ
َ
نْب زْهب ْنع ،
رمْعم ْنع ،قا
ٍ
ز
َ
رلا دْبع انربْحأ
َ
،
ميكح
ٍ
: ه دج ْنع ،هيبأ ْنع
ى
َ
لص
يب
َ
َ
نلا
نأ
َ
ه
وبا هاور(
ةمْهت يف ا
ٍ
َ
جر سبح م
َ
لسو هْيلع
مر تلا ودواد
او ىءاس نلاو ىذ
.)مكاحلا ةح حصو ىقهيبل
Artinya : Telah menceritakan Ibrahim bin Musa ar-Razi, Abdur Razaq
memberi kabar kepada kami, dari Ma’mar, dari Bahz ibn Hakim,
dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Nabi saw menahan seseorang
18 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah..., 143.
19 Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung:
Pustaka Setia, 2013), 75.
karena disangka melakukan kejahatan‛ (hadis diriwayatkan oleh
Abu Daud, Turmudzi, Nasa’I dan Baihaqi serta dishahihkan oleh
Hakim).
Hadis di atas menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan
tersangka pelaku tindak pidana untuk memudahkan proses penyelidikan.
Apabila tidak ditahan, dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri,
menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatan tindak pidana.
2.
Hadis nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah yang berbunyi:
صْنْ
ِ
ا اةد ْرب ىبأ ْنع
ل ْوقي م
َ
لسو هْيلع
ه
ى
َ
لص
ه
ل ْوسر عمس ه
َ
نأ هْنع
ه
ىضر ْىرا
.)هيلع قفتم( ىلاعت
ه
د ْودح ْنم
دح ىف
ٍ
ََ
إ
طاوْسأ ةرْشع ق ْوف دلْجي
ٍ
َ
:
Artinya : Dari Abi Burdah Al-Ansari ra bahwa ia mendengar Rasulullah
SAW bersabda: tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk kecuali
didalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah ta’ala
(Muttafaq Alaih).
Hadis tersebut menjelaskan tentang batas hukuman ta’zi>r yang tidak
boleh lebih dari sepuluh kali cambukan untuk membedakannya dengan
hudu>d. Dengan batas hukuman ini, dapat diketahui mana yang termasuk
jari>mah hudu>d dan mana yang termasuk jari>mah ta’zi>r.
3.
Hadis nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah:
اع ْنعو
تائْيهْلا ىوذ ا ْولْيقأ : لاق م
َ
لسو هْيلع
ه
ى
َ
لص
يب
َ
َ
نلا
نأ اهْنع
َ
ه
ىضر ةشئ
.)ىقهيبلاو ىئاسنلاو دواد وبأ و دمحأ هاور( د ْودحْلا
ََ
إ ْمهت ارثع
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah menjelaskan tentang
aturan teknis pelaksanaan hukuman
ta’zi>r yang bisa jadi berbeda-beda
penerapannya, tergantung status pelaku dan hal lainnya.
F.
Maksud Sanksi Ta’zi>r
Adapun maksud utama sanksi ta’zi>r, yaitu sebagai berikut:
211.
Fungsi
preventif (pencegahan), yakni bahwa sanksi ta’zi>r harus
memberikan dampak positif bagi orang lain (orang yang tidak dikenai
hukuman), sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan yang sama
dengan perbuatan terhukum.
2.
Fungsi represif (membuat pelaku jera), dimaksudkan agar para pelaku tidak
mengulangi perbuatan
jari>mah di kemudian hari.
3.
Fungsi
kuratif (isla>h), yang maksudnya ta’zi>r harus mampu membawa
perbaikan perilaku terpidana di kemudian hari.
4.
Fungsi edukatif (pendidikan), diharapkan dapat mengubah pola hidupannya
ke arah yang lebih baik.
G.
Macam-macam Sanksi Hukuman Ta’zi>r
Sanksi ta’zi>r itu macamnya beragam, antara lain sebagai berikut:
1.
Hukuman ta’zi>r yang berkaitan dengan badan.
Hukuman
ta’zi>r yang berkaitan dengan badan terdapat dua jenis,
yakni hukuman mati dan jilid.
21 A. Djazuli, Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT Raja
a.
Hukuman mati
Hukuman mati umumnya diterapkan sebagai hukuman
qishas
untuk pembunuhan sengaja dan sebagai hukuman
ha>d untuk jari>mah
hira>bah, zina muhsan, riddah, dan jari>mah pemberontakan, untuk
jari>mah ta’zi>r, tentang hukuman mati sendiri ada beberapa pendapat dari
para fuqaha.
22Mazhab Hanafi membolehkan sanksi ta’zi>r dengan hukuman mati
tetapi dengan syarat bila perbuatan itu dilakukan secara berulang-ulang.
Sedangkan Mazhab Maliki juga membolehkan hukuman mati sebagai
sanksi
ta’zi>r yang tertinggi. Demikian juga mazhab Syafi’i, sebagian
mazhab Syafi’iyah membolehkan hukuman mati, seperti dalam kasus
homoseks.
23Sebagian ulama Hanabilah juga membolehkan penjatuhan
hukuman mati sebagai sanksi
ta’zi>r tertinggi. Para ulama yang
membolehkan hukuman mati sebagai sanksi
ta’zi>r beralasan dengan
adanya hadis-hadis yang menunjukkan adanya hukuman mati selain
pada jari>mah hudu>d, seperti:
ْمكرْمأو ْمكاتأ ْنم لوقي م
َ
لسو هْيلع
ه
ى
َ
لص
ه
لوسر تْعمس لاق ةجفْرع ْنع
ٍ
لجر ىلع ٌعيمج
.هولتْقاف ْمكتعامج ق رفي ْوأ ْمكاصع
قشي ْنأ دْيري
َ
دحاو
ٍ
Dari ‘Arfajah berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Bila datang kepadamu seseorang yang hendak
mematahkan tongkatmu (memecah belah jama’ah) atau memecah belah
persatuan kalian, maka bunuhlah dia. (HR. Muslim)
24Adapun para ulama yang melanggar penjatuhan sanksi hukuman
mati sebagai sanksi ta’zi>r beralasan dengan hadis:
و هْيلع
ه
ى
َ
لص
ه
لوسر لاق لاق
ه
دْبع ْنع
ده ْشي
ملْسم
ٍ
ئرْما مد لحي
ٍ
َ
م
َ
لس
سْف
َ
نلاب سْف
َ
نلاو ين ا
زلا ب ي
َ
َ
ثلا
ث
ٍ
َ
ث ىدْحإب
ََ
إ
ه
لوسر ي نأو
ه
ََ
إ هلإ
َ
ْنأ
.ةعامجْلل قرافمْلا هنيدل كرا
َ
تلاو
Dari Abdullah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Tidak halal darah seseorang muslim yang telah bersaksi
bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan aku
adalah utusan Allah, kecuali satu dari tiga orang berikut ini: seorang
janda yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain, orang yang
keluar dari agamanya, memisahkan diri dari Jama’ah (murtad). (HR.
Ibnu Majah)
25Dari beberapa hadis di atas, yang lebih kuat adalah pendapat yang
membolehkan hukuman mati. Hukuman mati sebagai sanksi
ta’zi>r
tertinggi hanya diberikan kepada pelaku jari>mah yang berbahaya sekali,
berkaitan dengan jiwa, keamanan dan ketertiban masyarakat, disamping
sanksi hudu>d yang tidak memberi pengaruh baginya.
2624 Lidwa Pustaka Software Kitab 9 Imam Hadits, Kitab Muslim, Bab Hukum Bagi Orang yang
Memecah Belah Urusan Kaum Muslimin, Hadits No. 3443
25 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah, Jilid 2. (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007), 460-461
b.
Hukuman jilid
Jilid adalah sanksi badan yang langsung dirasakan sakitnya oleh
badan terhukum, sehingga menjadikan si terhukum jera dengan
mempertimbangkan kejahatannya, pelakunya, tempat, dan waktunya.
27Hukuman jilid dalam
jari>mah hudu>d, baik zina maupun tuduhan
zina dan sebagainya telah disepakati oleh para ulama. Adapun hukuman
jilid pada pidana
ta’zi>r juga berdasarkan al-Qur’an dan Hadis dan
Ijma’.
28Dalam al-Qur’an misalnya adalah pada surat an-Nisa’ ayat 34:
َ
نه وبرْضاو عج اضمْلا يف
نه ورجْه او
َ
نه وظعف
َ
نه زوشن نوفاخت يت
َ
ََ
لاو
ْنإف .
.ا اريبك ا
ً
يلع ناك
ه
نإ .ا
َ
َ
يبس
نهيلع اوغْبت
َ
َ
ف ْمكنْعطأ
Artinya: Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
mentaati mu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha besar.
29Meskipun pada ayat di atas ta’zi>r tidak dijatuhkan oleh ulil amri,
melainkan oleh suami. Adapun hadis yang menunjukkan bolehnya ta’zi>r
dengan jilid adalah hadis Abu Burdah yang mendengar langsung bahwa
Nabi Saw. berkata:
27 Ibid., 203-204. 28 Ibid., 196.
ح
تْعمس لاق
يراصْنْ
َ
ِ
ا ةد ْرب ابأ عمس ه
َ
نأ هث
َ
دح هابأ
نأ
َ
رباج نْب نم ْح
ٍ
رلا دْبع ينث
َ
َ
د
دودح ْنم
َ
دح يف
ََ
إ
طاوْسأ ةرْشع ق ْوف اودلْجت
ٍ
َ
" لوقي م
َ
لسو هْيلع
ه
ى
َ
لص
يب
َ
َ
نلا
."
ه
Kemudian Sulaiman bin Yasar menghadap ke kami dan berkata;
Abdurrahman bin Jabir telah menceritakan kepadaku; bahwa bapaknya
telah menceritakan kepadanya, bahwasanya dia telah mendengar Abu
Burdah Al Anshari berkata; aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Janganlah kalian menjilid diatas sepuluh
cambukan, kecuali dalam salah satu hukuman had Allah”. (HR. Bukhari)
2.
Hukuman ta’zi>r yang berkaitan dengan kemerdekan seseorang.
Sanksi Hukuman
ta’zi>r jenis ini ada dua macam yaitu penjara dan
hukuman buang/pengasingan.
a.
Hukuman penjara (al-habsu).
Menurut bahasa, habsu itu menahan. Menurut Ibnu Qayyim,
al-habsu adalah menahan seseorang untuk tidak melakukan perbuatan
hukum, baik tahanan itu di rumah, di masjid, maupun di tempat lain.
Seperti itulah yang dimaksud dengan
al-habsu di masa Nabi dan Abu
Bakar. Akan tetapi , setelah umat Islam berkembang dan meluas pada
masa Umar, maka Umar membeli rumah Syafwan bin Umayyah untuk
dijadikan sebagai penjara. Atas dasar tindakan umar tersebutlah para
ulama membolehkan ulil amri untuk membuat penjara.
30Dalam syari’at
islam sendiri, hukuman penjara dibagi menjadi dua yaitu penjara
terbatas dan penjara tidak terbatas.
Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama
waktunya dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini
diterapkan pada jari>mah penghinaan, menjual khamr, memakan riba dan
saksi palsu. Sedangkan hukuman penjara tidak terbatas adalah hukuman
penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan berlangsung terus
hingga pelaku yang terhukum mati, atau setidaknya hingga dia
bertaubat.
31Dalam istilah lain dikenal juga dengan hukuman penjara seumur
hidup. Hukuman penjara tidak terbatas ditujukan kepada Pelaku Tindak
Pidana yang sangat berbahaya misalnya seperti pembunuhan yang
terlepas dari sanksi qis}a>s}.
32b.
Hukuman buang/pengasingan.
Dasar hukum buang terdapat pada firman Allah dalam surat Al –
Ma’idah ayat 33 yang berbunyi sebagai berikut:
ام
َ
نإ
ْوأ اول
َ
تقي ْنأ ااداسف ض ْر ْ
ِ
ا يف ن ْوعْسيو هلوسرو
ه
نوبراحي نيذ
َ
لا ءازج
يف ٌي ْزخ ْمهل كلذ ض ْر
ِ
ا نم ا ْوفْني ْوأ
ف
ٍ
َ
خ ْنم ْمهلجْرأو ْمهيدْيأ ع
طقت ْوأ اوب
َ
َ
لصي
خ
آ
ا يف ْمهلو ايْندلا
.ٌميظع ٌباذع ةر
Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hany