• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESIF TERHADAP SISWA KELAS V DI MI MIFTAHUL HUDA DONO-SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESIF TERHADAP SISWA KELAS V DI MI MIFTAHUL HUDA DONO-SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos)

Oleh:

MEYTA DEWI ANGGARWATI NIM. B03212015

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)

NIM : B03212015

Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam

Judul Skripsi : Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif

Siswa Kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten Tulungagung

Skripsi oleh Meyta Dewi Anggarwati ini telah diperiksa dan disetujui untuk

diujikan.

Surabaya, 1 February 2017

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Meyta Dewi Anggarwati (B03212015), 2017 Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Kelas V DI MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung.

Dalam skripsi ini, ada dua permasalahan yang dikaji, yaitu (1) Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Kelas V DI MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung, (2) Bagaimana Hasil Akhir Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Kelas V DI MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis deskriptif yang menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan untuk mengetahui data mengenai proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif anak beserta hasil dari proses konseling tersebut. Analisa mengggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama sebelum dan sesudah dilakukan proses bimbingan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa dilakukan konselor dengan langkah-langkah identifikasi masalah, diagnosa, prognosis,

terapi/treatment dengan teknik sosiodrama yaitu konselor membuat skrip drama

yang mana akan diperankan oleh konseli sebagai pemeran utama dan teman-teman konseli sebagai pemeran pembantu, sehingga dapat membentuk perilaku baru yang lebih baik, dan evaluasi/follow up. (2) hasil akhir Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa mengalami perubahan tingkah laku yang lebih baik sebelum diadakannya pelaksanaan proses bimbingan konseling. Konseli sudah tidak lagi membuat gaduh di dalam kelas pada saat belajar,jarang bertengkar lagi, tidak memukul, mencubit atau menyakiti temannya lagi.keberhasilan dalam Bimbingan Konseling ini di ukur dengan standart uji presentase kualitatif sebanyak 71,4% dan di kategorikan cukup berhasil.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ...vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Konsep ... 8

F. Metode Penelitian ... 12

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 12

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 13

3. Jenis Dan Sumber Data ... 14

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 16

5. Teknik Pengumpulan Data ... 17

6. Teknik Analisis Data ... 21

7. Teknik Keabsaan Data ... 22

G. Sistematika Penelitian ... 24

(8)

1. Pengertian Sosiodrama ... 28

2. Ciri-ciri dan Tujuan Sosiodrama ... 29

3. Langkah-langkah Sosiodrama ... 30

4. Kelemahan dan Kelebihan Sosiodrama ... 35

C. Perilaku Agresif ... 37

1. Pengertian Perilaku Agresif ... 37

2. Ciri-ciri Perilaku Agresif ... 39

3. Jenis-jenis Agresif ... 41

4. Teori-Teori Tentang Perilaku Agresif ... 43

5. Penyabab Agresif ... 47

D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Releven ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Subjek dan Lokasi Penelitian ... 52

1. Gambaran Mengenai Lokasi Penelitian ... 52

2. Visi dan Misi MI Miftahul Huda ... 53

3. Tujuan MI Miftahul Huda ... 54

4. Sarana dan Prasarana ... 54

5. Data guru dan Karyawan MI Miftahul Huda DonoSendang ... 55

6. Data Jumlah Murid ... 55

7. Profil Konselor ... 56

8. Profil Konseli ... 56

B. Diskripsi Masalah ... 60

C. Diskripsi Penelitian ... 62

1. Proses Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif pada Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung ... 62

1) Identifikasi Masalah ... 62

2) Diagnosis ... 69

3) Prognosis ... 69

(9)

5) Follow Up ... 73

2. Hasil Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif pada

Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung ... 74

BAB IV ANALISIS DATA

A.Analisis Proses Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif

Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten

Tulungagung ... 76

B. Analisis Hasil Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif

Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten

Tulungagung ... 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 86 B. Saran-saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sekolah dasar pada hakikatnya merupakan lingkungan pendidikan

formal pertama yang dimasuki oleh anak-anak setelah mendapat pendidikan

dalam keluarga yang lebih bersifat informal. Sekolah dasar sebagai lembaga

pendidikan, fungsinya ialah mendidik anak-anak. Di samping itu, sekolah

juga mempunyai fungsi untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

sikap sebagai bekal untuk hidup di masyarakat.

Anak-anak sekolah dasar umumnya sedang berada dalam proses

perkembangan yang berlangsung dengan cepat dalam aspek fisik, emosional,

intelektual dan sosial. Perkembangan tersebut, tak jarang anak mengalami

hambatan atau bahkan melakukan perilaku yang keliru yang mampu

merugikan mereka. Salah satu perilaku tersebut adalah perilaku agresif.

Agresif adalah siksaan yang disengaja untuk menyakiti orang.

Perilaku agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar

hak pribadi orang lain. Unsur-unsur dan ciri perilaku agresi yang ada pada

seseorang antara lain adalah “(1) Adanya tujuan untuk mecelakakan, (2) Ada

individu yang menjadi korban, (4) ketidakinginan si korban menerima

tingkah laku si pelaku, (5) menyerang pendapat orang lain, (6) marah-marah

tanpa alasan yang jelas, (7) melakukan perkelahian”1

1 Supriyono, Studi Kasus Bimbingan dan konseling (Semarang : CV Niew Setapak :

(11)

Berdasarkan pendapat diatas, dapat dipahami bahwa agresif cenderung

mempertahankan hak-hahk pribadi dengan melukai orang lain. Perilaku ini

dapat membahayakan anak atau orang lain. Misalnya, memukulkan penggaris

ke tangan temannya, atau mengayun-ayunkan tasnya sehingga mengenai

orang yang berada di sekitarnya.

Menurut Bolman perilaku agresif yang muncul pada anak usia 6-14

tahun adalah kemarahan, kejengkelan, rasa iri, tamak, cemburu dan suka

mengkritik. Mereka mengarahkan perilakunya kebada teman sebayanya,

saudara kandung dan juga kepada dirinya sendiri. Sedangkan menurut Delut

bentuk-bentuk perilaku agresif yag umum adalah sebagai berikut: (1)

Menyerang secara fisik 9 memukul, merusak, mencubit), (2) menyerang

dengan kata-kata, (3) mencela orang lain, (4) menyerbu daerah lain, (5)

mengancam daerah lain, (6) Main perinitah, (7) mengambil milik orang lain,

(8) melanggar peraturan, (9) Membuta permintaan yang tidak pantas dan

tidak perlu, (10) bersorak-sorak, berteriak-teriak, atau berbicara keras pada

saat yang tidak pantas, dan (11) menyerang tinggkah laku yang di benci.2

Pendapat di atas juga diperkuat oleh pendapat Baron dan Richardson

dalam Krahe “terlepas dari respon fisik, tindakan verbal sering kali di

gunakan sebagai indikator perilaku agresif.”3 Dengan demikian dapat

dipahami bahwa perilaku agresif terbagi menjadi dua, yaitu agresif secara

fisik dan secara verbal. Agresif secara fisik meliputi kekerasan yang

dilakukan secara fisik, seperti memukul, mencubit, menendang, merampas

(12)

barang milik orang lain dan menyerang orang lain. Sedangkan agresif secara

verbal meliputi marah-marah tanpa alasan, berteriak dan bersorak-sorak pada

saat di kelas, mengancam orang lain, serta berkata-kata kasar kepada teman

maupun orang yang lebih tua.

Fenomena perilaku agresif ini terjadi di MI Miftahul Huda Dono

Sendang, ketika melakukan survey dan wawancara di sekolah tersebut. MI

Miftahul Huda adalah salah satu Madrasah Ibtida’iyah yang ada di Jl. Raya

Argowillis desa Dono, Kecamatan Sendang, kabupaten Tulungagung.

Sekolah ini terdiri dari 10 kelas, yaitu kelas I-A, I-B, I-C, II-A, II-B, III-A,

III-B, IV, V, dan VI. Berdasarkan hasil survey terhadap kelas V di sekolah ini

yang di lakukan pada tanggal 14-15 maret 2016, dari sekian banyak anak di

kelas itu ada satu anak yang terlihat menonjol dalam bertingkah agresif. Anak

itu ialah Igo Cahyo Panuntun yang biasa di panggil Igo oleh teman-temannya.

Untuk melengkapi data observasi tersebut, peneliti juga melakukan

wawancara dengan guru kelas V. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru

kelas V di MI Mifrahull Huda tersebut didapatkan data bahwa hampir setiap

hari saat anak ini bermain bermain bersama, kecenderungan permainan

berakhir dengan perkelahian. Perilaku agresif yang di tunjukkan oleh Igo ini

adalah seringnya menjahili temannya saat di kelas, berkelahi, suka memukul

dan mencubit, serta membuat keributan pada saat di kelas. Secara prestasi Igo

dikategorikan siswa yang pintar.

Berdasarkan fenomena tersebut dan di kaitkan dengan teori tentang

(13)

oleh Igo dapat di kategorikan sebagai perilaku agresif. Dilihat dari tahap

pertumbuhan manusia, anak-anak kelas V dapat dikategorikan sebagai

perilaku agresif. Dilihat dari tahap pertumbuhan manusia, anak-anak kelas V

merupakan anak-anak yang berada dalam tahap akhir masa anak-anak.

Menurut Havighurts dalam Hurlocck beberapa tugas perkembangan pada

masa akhir anak-anak yaitu: (1) belajar menyesuaikan diri bersama

teman-teman seusianya, (2) mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata

tingkatan nilai, (3) mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok

sosial dan lembaga-lembaga.4

Menurut Suryabrata siswa kelas atas yaitu kelas V memiliki beberapa

sifat yaitu “ anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok-kelompok

sebaya, biasanya untuk bisa bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini

anak-anak kerap kali tidak terikat kepada peraturan-peraturan permainan yang

tradisional, mereka membuat peraturan sendiri”.5

Berdasarkan pendapat di atas dapat di pahami bahwa dalam

perkembangan sosial peserta didik usia SD/MI, kelompok dan permainan

anak memegang peran penting. Melalui kegiatan kelompok dan permainan,

anak SD/MI belajar bergaul dan bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.

Dapat dibayangkan jika dalam kelompok bermain tersebut diwarnai dengan

perilaku agresif, maka akan memperngaruhi perkembangan anak dikemudian

hari. Bisa jadi anak-anak memiliki perilaku agresif akan dijauhi dan

dikucilkan oleh teman-temannya sehingga beranjak dewasa anak menjadi

4 Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Erlangga ; 2009 ), hal.10. 5 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada ; 2011),

(14)

introvet atau menutup diri. Menurut Coie dalam Santrock “anak-anak yang

ditolak adalah anak-anak yang tidak disukai oleh teman-teman sebaya

mereka. Mereka cenderung lebih bersifat mengganggu dan agresif

dibandingkan anak-anak yang lain.”6

Berdasarkan fenomena dan pendapat ahli tentang dampak perilaku

agresif tersebut, maka di butuhkan suatu pemecahan masalah terhadap

perilaku agresif ini. untuk mengurangi perilaku agresif ini, anak-anak perlu

diberikan suatu layanan bimbingan dan konseling. Namun, berbeda dengan

individu pada umumnya, anak SD masih belum bisa menerima layanan

konseling karena adanya sifat belum belum matang dan ketergantungan

anak-anak. Oleh karena itu, dalam menangani dan mengurangi masalah pada anak

anak SD di gunakan suatu teknik permainan.

Permainan dapat membantu anak untuk mengembangkan

teknik-teknik yang lebih efektif dalam mengontrol lingkungannya, dan memberikan

kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa.salah satu bentuk

permainan yang dibentuk untuk anak sekolah dasar yaitu melalui teknik

sosiodrama. Menurut Ahmadi dan Supriyono “teknik sosiodrama adalah suatu

cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada murid-murid

untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang

seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial sehari-hari di masyarakat.”7

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku

6 J.W Santrock, Perkembangan Masa Hidup (Jakarta : Erlangga ; 2002), hal.347. 7Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta : PT Asdi Mahasatya ; 2004),

(15)

Agresif Siswa Kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Dono-Sendang

Kabupaten Tulungagung.”

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uaraian latar belakang di atas penulis mengajukan rumusan

masalah utama yaitu apakah perilaku agresif siswa kelas V dapat di kurangi

dengan layanan bimbingan dan konseling islam dengan teknik sosiodrama?

Dari rumusan masalah utama tersebut, penulis mengajukan rumusan

masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana proses teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif

siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten

Tulungagung?

2) Bagaimana hasil dari teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku

agresif siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten

Tulungagung?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, tujuan yang akan dicapai yaitu sebagai berikut:

1) Mengetahui proses teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif

siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten

Tulungagung.

2) Mengetahui hasil dari teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku

agresif siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten

(16)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian tentang mengurangi perilaku agresif pada anak

MI kelas V ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang fungsi

sekolah dasar dalam mendidik siswa, khususnya sebagai bahan masukan

bagi personel-personel sekolah dalam memberikan bimbingan dan

tindakan pada siswa khususnya yang bertujuan untuk mengurangi

perilaku agresif siswa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis sebagai

berikut:

a. Untuk Pihak Sekolah

1) Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas sekolah

terutama dalam hal membentuk karakter siswa.

2) Sebagai bahan masukan bagi guru kelas dalam perilaku agresif.

b. Untuk Orang Tua Siswa

1) Sebagai usaha untuk menangani perilaku agresif anak.

2) Sebagai usaha alternatif dalam membantu anak bersosialisasi

dengan teman-temannya baik di sekolah maupun diluar sejolah.

c. Untuk Guru Kelas

1) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi guru kelas di

sekolah, dalam menangani masalah-masalah siswa khususnya yang

(17)

2) Sebagai usaha alternatif untuk meningkatkan kinerja guru, agar

semakin berkompeten dan profesional.

d. Untuk Peneliti Lanjut

1) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi peneliti lanjut.

E. DEFINISI KONSEP

Dalam penelitian yang berjudul ”Bimbingan dan Konseling Islam

Dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Terhadap

Siswa Kelas V Di MI Miftahul Huda Dono Sendang Kabupaten

Tulungagung”, penulis merasa perlu membahas dan menjelaskan beberapa

istilah yang mungkin menimbulkan kesalahan arti. Antaranya yaitu:

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Menurut Erhamwilda di dalam bukunya Pudji Rahmawati,

bimbingan dan konseling Islami adalah bantuan yang diberikan kepada

klien oleh seorang yang ahli dalam konseling untuk membantu klien

memecahkan permasalahannya sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadist,

sehingga klien mampu menggunakan potensi-potensinya untuk

menghadapi hidup dan kenyataan hidup dengan wajar dan benar.8

Menurut Ahmad Mubarok, MA. Dalam bukunya konseling agama

teori dan kasus, pengertian Bimbingan Konseling Islam adalah usaha

pemberian bantuan kepada seorang atau kelompok orang yang

sedangmengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan

8 Pudji Rahmawati, Bimbingan Penyuluhan Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press,

(18)

tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni

denganmembangkitkan kekuatan getaran batin didalam dirinya untuk

mendorong mengatasi masalah yang dihadapinya.9

Sedangkan menurut Dra. Hallen A, M.Pd dalam bukunya Drs.

Syamsul Munir Amin, M.A. menyatakan bahwa Bimbingan dan

Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan

sistematis, kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi

atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara

menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al Qur’an dan

Al Hadits Rasulullah Saw.kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup

selaras dan sesuai dengan tuntunan Al Qur’an, dan Al Hadits.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu proses atau aktifitas

pemberian bantuan berupa bimbingan kepada individu yang

membutuhkan, untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya agar

klien dapat mengembangkan potensi akal fikiran dan kejiwaannya,

keimanan serta dapat menanggulangi problematika hidupnya dengan baik

dan benar secara mandiri berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul,

sehingga dalam hidupnya mendapat petunjuk dari Allah SWT.

9 Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus, Cet. 1 (Jakarta : Bina Rencana

(19)

2. Sosiodrama

Sosiodrama adalah salah satu teknik untuk memecahkan

masalah-masalah sosial dengan melalui kegiatan bermain peran. Di dalam

sosiodrama ini seseorang akan memerankan suatu peran tertentu dari

situasi masalah sosial.10

Sosiodrama merupakan salah satu jenis dari permainan peran.

Menurut Djamarah sosiodrama merupakan sandiwara tanpa naskah yang

dilakukan secara spontan atau tanpa latihan terlebih dahulu. Masalah

yang didramatisasikan adalah mengenai situasi sosial.

Sedangkan menurut Ahmadi dan Supriyono teknik sosiodrama

merupakan suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan

kepada murid-murid untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau

penghayatan seseorang seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial

sehari-hari di masyarakat. Maka dari itu, sosiodrama dipergunakan dalam

pemecahan masalah-masalah sosial yang menganggu belajar dengan

kegiatan drama sosial.11

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sosiodrama merupakan

teknik bermain peran yang memiliki fungsi untuk memecahkan masalah

sosial yang timbul dalam hubungan interpersonal dalam kelompok.

Konflik-konflik sosial yang disosiodramakan adalah konflik-konflik yang

tidak mendalam yang tidak menyangkut gangguan kepribadian. Misalnya

10 Djumhur & muh Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung : CV Ilmu ;

2001), hal.109.

11 Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta ; PT Asdi Mahasatya : 2005),

(20)

konflik dengan teman dan desentisasi sistematis. Sosiodrama dapat

dilakukan bila sebagian besar anggota dalam kelompok tersebut

menghadapi masalah yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau

mengubah sikap-sikap tertentu.

3. Perilaku Agresif

Perilaku agresif secara psikologi berarti cenderung (ingin)

menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang

mengecewakan, menghalangi atau menghambat. Perilaku ini dapat

membahayakan pada anak atau orang lain.12 Agresi dapat diartikan

sebagai sebuah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi

melalui media tingkah laku yang merusak, berkuasa dan mendominasi.

Menurut Sarason dalam Tri Dayakisni dan Hudaniah, agresif

merupakan “suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organnisme lain,

obyek lain atau bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi

semua makhluk vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah

agresif sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan

proses-proses simbolik.”

Sedangkan menurut Supriyono agresi adalah suatu cara untuk

melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,

atau menghukumorang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah

(21)

tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik

orang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa

agresi merupakan perilaku yang membahayakan orang lain, yang mana

perilaku agresi melakukannya benar-benar karena kesengajaan bukan

karena membela diri atau apapun, tetapi benar-benar untuk mendapatkan

haknya, namun dengan cara melukai hak orang lain.

Agresi terefleksi dalam tingkah laku verbal dan nonverbal.

Contoh yang verbal: berkata kasar, sarkasme (perkataan yang

menyakitkan hati dan kritikan yang tajam). Sementara contoh yang

nonverbal diantaranya: menolak atau melanggar aturan (tidak disiplin),

memberontak, berkelahi, mendominasi orang lain dan membunuh.13

F. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu.14 Adapun langkah-langkah dalam

metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

13 Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung

: Rosda, 2005), hal 209.

14 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,

(22)

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya

perilaku, perspesi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Secara holistik

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.15 Jadi pendekatan yang penulis gunakan pada penelitian ini

digunakan untuk memahami fenomena yang dihadapi oleh konseli secara

menyeluruh yang di deskripsikan melalui kata-kata, bahasa, konsep, teori

dan definisi secara umum.

Pada jenis penelitian ini peneliti menggunakan studi kasus (case

study), yaitu penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan

dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.16 Jadi

pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus. Karena

peneliti ingin melakukan penelitian secara rinci dan mendalam dalam

kurun waktu tertentu untuk membantu konseli mengubah perilaku positif

serta mampu menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga subyek yang menjadi

sasaran oleh peneliti, antara lain:

15 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika,

2011), hal. 9

(23)

a. Konseli

Konseli dari penelitian ini adalah seorang anak laki-laki yang

berumur 11 tahun. Dia adalah siswa kelas V di MI (Madrasah

Ibtidaiyah) Dono Sendang, Kabupaten Tulungagung. Anak ini adalah

anak yang berperilaku agresif. Dia selalu membuat keributan baik di

sekolah maupun dirumah.

b. Konselor

Konselor adalah seorang mahasiswi UIN Sunan Ampel

Surabaya Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Lokasi penelitian ini bertempat di kelurahan Sendang kecamatan

Sendang kabupaten Tulungagung.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang

bersifat non statistic, dimana data yang diperoleh nantinya dalam

bentuk kata/ verbal dan bukan dalam bentuk angka.

Adapun jenis data dalam penelitian ini ada dua, yaitu :

1) Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama

di lapangan. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari

deskripsi tentang latar belakang dan masalah konseli,

pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir

(24)

2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber

kedua atau sumber sekunder.17 Diperoleh dari gambaran

lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli, riwayat

pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.

b. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data

diperoleh.18

1) Sumber Data Primer

Yaitu data yang langsung diambil dari sumber pertama di

lapangan. Dalam data primer dapat diperoleh keterangan kegiatan

keseharian, perilaku, latar belakang masalah klien, pandangan klien

tentang keadaan yang telah dialami, dampak-dampak yang terjadi

dari masalah yang dialami klien, pelaksanaan proses konseling,

serta ha sil akhir pelaksanaan konseling. Sumber data primer

adalah sumber data yang di peroleh langsung di lapangan, yaitu

informasi dari klien.

2) Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Data ini

digunakan untuk melengkapi data primer.19 Data diperoleh dari

gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat

17 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan Kualitatif

(Surabaya: Universitas Airlangga,2001), hal. 128.

18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2002), hal. 129.

19 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

(25)

pendidikan klien, dan perilaku keseharian klien. Sumber data

sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari orang lain guna

melengkapi data yang diperoleh dari sumber data primer. Sumber

ini penulis peroleh dari data informan seperti keluarga, guru di

sekolah, guru wali kelas dan teman klien.

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga tahapan dalam

penelitian, sebagaimana yang ditulis oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya

“Metode Penelitian Kualitatuf”. Tiga tahapan tersebut antara lain:

a. Tahap Pra Lapangan

Tahapan ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian,

memilih lapangan penelitian , mengurus perizinan, menjajaki dan

menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi,

menyiapkan perlengkapan dan persoalan lapangan, semua itu

digunakan peneliti untuk memperoleh deskripsi secara global tentang

obyek penelitian, yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian bagi

peneliti selanjutnya.

1) Tahap Persiapan Lapangan

Pada tahap ini peneliti memahami penelitian, persiapan diri

memasuki lapangan dan perperan serta sambil mengumpulkan data

yang ada di lapangan. Di sini peneliti menindaklanjuti serta

(26)

mengumpulkan data-data hasil wawancara dan observasi yang

telah dilakukan.

2) Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini, peneliti menganalisa data yang telah didapatkan

dari lapangan, yakni dengan menggambarkan dan menguraikan

masalah yang ada sesuai kenyataan.20

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

penelitii tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan.21 Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan

adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi (pengamatan) adalah metode pengumpulan data dimana

peneliti mencatat informasi sebagaimana yang disaksikan selama

penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan

melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif

mungkin.22 Pada dasarnya, tujuan dari observasi adalah untuk

mendiskripsikan lingkungan yang diamati, aktifitas-aktifitas yang

20 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),

hal. 127-148

21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2011), hal. 224

(27)

berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan tersebut

beserta aktifitas dan perilaku yang dimunculkan, serta makna kejadian

berdasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.23

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak,

yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut.24 Beberapa macam wawancara, yaitu:

1) Wawancara terstruktur (structured interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan

data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan

pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu

dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan

instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang

alternative jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara

terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan

pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini

pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa

pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara

23 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika

2011), hal. 131-132

24 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(28)

mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training

kepada calon pewawancara.

2) Wawancara semiterstuktur (semistructure interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept

interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari

wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta

pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti

perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang

dikemukakan oleh informan.

3) Wawancara tak berstruktur (unstructured intervew)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa

garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.25

Wawancara yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian

ini yaitu wawancara tidak terstruktur. Peneiti akan mudah dalam

pelaksanaan wawancara tidak terstruktur ini, dan dalam pelaksanaan

wawancara peneliti lebih mudah menggali informasi dan membuat

responden nyaman dalam proses pelaksanaan wawancara.

25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

(29)

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan

data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen

yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Metode

dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti

kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek

melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang tertulis atau

dibuat langsung oleh subyek yang bersangkutan.26

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbetuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan

harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar,

patung, film dan lain-lain. Metode dokumentasi merupakan pelengkap

dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif.27 Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai jenis

data dan teknik pengumpulan data dalam penelitian kasus ini dapat

dilihat dalam table berikut:

26 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika

2011), hal. 143

27 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

(30)

Tabel I.I

Teknik Pengumpulan Data

No Jenis Data

Sumber Data TPD

A Data Primer

1 Deskripsi tentang latar belakang

klien dan permasalahannya.

Klien dan informan

W dan O

2 Bentuk trauma pada remaja klien W dan O

3 Terapi Rasional Emotif dalam

menangani trauma

Klien dan konselor

W

B Data Sekunder

1 Gambaran lokasi penelitian Dokumen dan

informan

O dan D

Keterangan:

TPD : Teknik Pengumpulan Data D :Dokumentasi

W : Wawancara O : Observasi

6. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya

dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat

pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan

proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan dengan

langkah abstraksi-abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan, dengan

mempertimbngkan menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sangat

memungkinkan dianggap mendasar dan universal. Gambaran dan

informasi tentang peristiwa atas obyek yang dikaji tetap

mempertimbangkan derajat koherensi internal, masuk akal, dan

[image:30.595.123.515.161.519.2]
(31)

melakukan komparasi hasil temuan dan pendalaman makna, maka

diperoleh suatu analisis data yang terus menerus secara simultan sepanjang

proses penelitian.28

7. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan factor yang menentukan dalam

penelitian kualitatif untuk mendapatkan kemantapan validitas data. Salah

satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan

reliabel. Untuk itu. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan

dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Adapun

untuk reliabilitas, dapat dilakukan dengan pengamatan sistematis,

berulang, dan dalam situasi yang berbeda. Ada tiga teknik agar data dapat

memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas,29 yaitu:

a. Perpanjangan keikutsertaan

Kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian kualitatif

membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun dalam

penelitian. Peneliti adalah orang yang langsung melakukan wawancara

dan observasi pada informannya. Karena itu peneliti kualitatif adalah

peneliti yang memiliki waktu yang lama bersama dengan informan di

lapangan agar peneliti dapat menghindari distorsi yang kemungkinan

terjadi selama pengumpulan data. Bahkan peneliti dapat melakukan

28 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001),

hal. 106

29 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan

(32)

cek ulang setiap informasi yang di dapatnya, sehingga kesalahan

mendapat informasi akan dapat di hindari.

b. Ketekunan Pengamatan

Untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka jalan

penting lainnya adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam

pengamatan di lapangan. Pengamatan bukanlah suatu teknik

pengumpulan data yang hanya mengandalkan kemampuan panca indra,

namun juga menggunakan semua panca indra termasuk adalah

pendengaran, perasaan, dan insting peneliti. Dengan meningkatkan

ketekunan pengamatan di lapangan, maka derajat keabsahan data telah

ditingkatkan pula.30

c. Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978)

membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan

yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

1) Trianggulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek

kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penlitian kualitatif.

(Patton 1987: 331).

30 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

(33)

2) Trianggulasi metode menurut Patton (1987: 329), terdapat dua

strategi yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil

penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data dan

pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan

metode yang sama.31 Hal itu dapat di capai dengan jalan

membandingkan data hasil pengamatan dan hasil wawancara,

membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan

apa yang dikatakannya secara pribadi, membandingkan apa yang

dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang

dikatakannya sepanjang waktu, membandingkan hasil wawancara

dengan isi suatu dokumen yang bersangkutan

3) Trianggulasi penyidik memanfaatka peneliti atau pengamat lainnya

untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

4) Trianggulasi teori ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan

perspektif lebih dari satu teori dalm membahas permasalahan yang

di kaji.32

G. SISTEMATIKA PENELITIAN

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini,

peneliti akan mencantumkan sistematika pembahasan yang terdiri dari 5 BAB

dengan susunan sebagai berikut:

32 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

(34)

1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari Judul Penelitian (sampul), Persetujuan

Pembimbing, Pengesahan Tim Penguji, Motto, Persembahan, Pernyataan

Otentisitas Skripsi, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi dan Daftar Tabel.

2. Bagian inti

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode

Penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sasaran dan

Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian,

Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Pemeriksaan

Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam pendahuluan adalah

Sistematika Pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka membahas tentang Kajian Teoritik yang dijelaskan dari

beberapa refrensi untuk menelaah obyek kajian yang di kaji. Tinjauan

pustaka meliputi Bimbingan dan Konseling Islam, pengertian bimbingan

konseling islam, tujuan dan fungsi bimbingan konseling islam, asas- asas

bimbingan konseling islam, langkah- langkah bimbingan konseling islam

kemudian menjelaskan tentang Teknik Sosiodrama yang terdiri dari

pengertian Sosiodrama , Tujuan, Teknik-teknik, Ciri-ciri, Peran

(35)

membahas tentang Perilaku Agresif yang terdiri dari pengertian,ciri-ciri,

macam-macam dan bentuk, factor yang mempengaruhi, dampak pola dari

perilaku agresif. Selanjutnya disajikan penelitian terdahulu yang relevan

dengan penelitian yang hendak dilakukan.

BAB III PENYAJIAN DATA

Didalam penyajian data, meliputi tentang deskripsi umum objek

penelitian dan deskripsi hasil penelitian . Deskripsi umum objek

penelitian membahas tentang setting penelitian yang meliputi lokasi,

konselor, konseli, dan masalah. Sedangkan deskripsi hasil penelitian

membahas tentang factor-faktor dan dampak dari perilaku agresif, dan

deskripsi proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan teknik

Sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif pada anak, serta deskripsi

hasil yang diperoleh di lapangan mengenai Bimbingan Konseling Islam

dengan teknik Sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif pada anak.

BAB IV ANALISIS DATA

Berisi tentang pemaparan hasil penelitian yang diperoleh berupa analisis

data dari factor- factor, dampak, proses serta hasil pelaksanaan

Bimbingan Konseling Islam dengan teknik sosiodrama dalam

mengurangi perilaku agresif pada anak sehingga dapat diperoleh apakah

Bimbingan Konseling Islam dengan teknik sosiodrama dalam

mengurangi perilaku agresif pada anak dapat membantu menyelesaikan

(36)

BAB V PENUTUP

Dalam hal ini terdapat 2 point, yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan

yang isinya lebih bersifat konseptual dan harus terkait langsung dengan

rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dan saran yang berupa

rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk penelitin

lanjutan yang terkait dengan hasil penelitian.

3. Bagian Akhir

Pada bagian akhir ini berisi tentang Daftar Pustaka yakni refrensi-refrensi

atau rujukan yang digunakan konseli dalam pembuatan skripsi.,

(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Teknik Sosiodrama

1. Pengertian Sosiodrama

Nama lain dari Sosiodrama adalah Simulasi. Menurut Gilstrap

yang melihat dari sifat tiruan, simulasi dapat berbentuk: role playing,

psikodrama, sosiodrama, dan permainan. Sedangkan menurut Hyman

dalam bukunya ways of teaching, simulasi merupakan salah satu metode

yang termasuk kedalam kelompok role playing.

Winarno menjelaskan definisi tentang sosiodrama yang berasal dari

dua kata yaitu “sosio” yang berarti sosial dan “drama” yang berarti suatu

kejadian atau peristiwa dalam kehidupan manusia yang mengandung

konflik, pergolakan, benturan antara dua orang atau lebih, sedangkan

bermain peran atau drama berarti memegang fungsi sebagai yang

dimainkannya.33

Marintis Yamin, menyatakan metode sosiodrama atau bermain

peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih

tentang suatu topik atau situasi siswa dengan melakukan peran

masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni.34

33Pakguruonline, Srategi dan Metode (on line)

(http://www.pakguru.pendidikan.net/bukutuapakgurudasar_kpdd_b12.html)

34Marintis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Jakarta : Gunung Persada

(38)

Djamarah berpendapat bahwa sosiodrama adalah cara mengajar

yang memberikan kesempatan anak didik untuk melakukan kegiatan

memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.35

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosiodrama (bermain peran) adalah

suatu drama atau adegan yang diperankan oleh siswa dengan memberikan

kesempatan-kesempatan dalam memerankan permasalahan-permasalahn

yang di ambil dai kehidupan sehari-hari.

2. Ciri-ciri dan Tujuan Sosiodrama

Ciri-ciri metode sosiodrama adalah sebagai berikut :

a. Merupakan peniruan dari situasi yang sebenarnya.

b. Membahas masalah sosial.

c. Adanya peranan yang dimainkan oleh siswa.

d. Adanya pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.36

Tujuan diadakannya sosiodrama, yaitu :

a. Menggambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang

menghadapi suatu sosial tertentu.

b. bagaimana cara pemecahan suatu masalah Menggambarkan sosial.

c. Menumbuhkan dan mengembangkan sikap kritis terhadap sikap atau

tingkah laku dalam situasi sosial tertentu.

d. Meberikan pengalaman untuk meninjau suatu situasi sosial dari

berbagai sudut pandang tertentu.37

35Syaiful, Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukasi Suatu

Pendekatan Teoritis Psikologis (Bandung : PT. Rineka Cipta, 2000), hal. 200

36 Engkoswara, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran (Jakarta : Bina Aksara, 1984),

(39)

3. Langkah-langkah Sosiodrama

Keberhasilan proses permainan peran sangat tergantung pada

kecerdasan dan kemampuan pimpinan pembantu pemain dalam

menjalankan peran mereka. Kegiatan permainan peran itu sendiri

sebenarnya menjadi salah satu langkah dari proses permainan peran.

Langkah yang lain berfungsi mempersiapkan pemain dan pengamat, atau

membantu menginterpretasikan permainan.

Permainan peran sebagai proses pendidikan meliputi beberapa

langkan. Pemimpin harus menguasai setiap langkah dan memberitahukan

kepada anggota kelompok.

Langkah-langkah yang biasa berhubungan dengan proses

permainan peran antara lain :

a. Menentukan Masalah.

Partisipan kelompok dalam memilih dan menentukan

masalah sangat diperlukan. Masalah harus signifikan dan cukup

dikenal oleh pemain maupun pengamat. Masalah harus valid, jelas, dan

sederhana sehingga peserta dapat mendiskusikan secara rasional.

Diperlukan kehati-haian untuk menghindari masalah yang dapat

mengungkapkan isu yang tersembunyi, tetapi menyimpang dari tujuan

permainan peran. Dalam hal ini, baik pengamat maupun pemain harus

benar-benar mengerti permasalahannya. Sebagai contoh, petani

(40)

penyewa mencoba meyakinkan tuan tanah untuk membantu membantu

mereka membeli benih unggul untuk meningkatkan produksi.

b. Membentuk Situasi

Desain peran yang dimainkan atau situasi tergantung pada

hasil yang diinginkan. Kehati-hatian perlu diambil untuk menghindari

situasi yang kompleks, yang mungkin mengacaukan perhatian

pengamat dari masalah yang dibahas. Situasi harus memberikan

sesuatu yang nyata kepada pemain dan kelompok, dan dapat saat yang

sama memberikan pandangan umum dan pengetahuan yang

diinginkan.

c. Membentuk Karakter

Keberhasilan proses permainan peran sering ditentukan oleh

peran pemain yang layak dipilih. Peran yang akan dimainkan harus

dipilih secara hati-hati. Pilihlah peran yang akan memberikan

sumbangan untuk mencapai tujuan pertemuan. Biasanya, permainan

peran melibatkan peran yang sedikit.

Pemain yang terbaik harus dipilih setiap peran. Peran-peran

harus diberikan kepada mereka yang mampu membawakannya dengan

baik dan mau melakukannya. Orang tidak seharusnya dipaksa

memainkan suatu peran, tidak pula harus diminta untuk memainkan

(41)

d. Mengarahkan Pemain

Pemain yang spontan tidak memerlukan pengarahan. Akan

tetpai, permainan peran yang terencana memerlukan pengarahan dan

perencanaan yang matang. Penting bagi pemain untuk dapat

memainkan perannya pada saat yang tepat dan sesuai dengan tujuan

yang diinginkannya. Pengarahan diperlukan untuk memberitahukan

mereka sebagai pemain. Pengarahan mungkin dilakukan secara resmi

atau tidak resmi, tergantung situasi dan pengarahan tidak harus

menentukan apa yang harus dikatakan atau dilakukan.

e. Memahami Peran

Biasanya, suatu hal yang baik bagi pengamat untuk tidak

mengetahui peran apa yang sedang dimainkan. Permainan harus di atur

waktunya secara hati-hati dan spontan. Penting untuk diketahui,

apabila ada beberapa pemain, hendaknya mereka mulai bermain pada

saat yang sama dan berakhir pada saat yang sama pula, yaitu ketika

permainan dihentikan.

f. Menghentikan/memotong

Efektifitas permainan peran mungkin sangat berkurang jika

permainan dihentikan terlalu cepat atau dibiarkan berlangsung terlalu

lama. Pengaturan waktu sangat penting. Permainan peran yang lama

tidak efektif, jika sebenarnya hanya diperlukan beberapa menit untuk

(42)

Permainan harus dihentikan jika mungkin setelah permainan

dianggap cukup bagi kelompok untuk menganalisis situasi dan arah

yang ingin diambil. Dalam beberapa kasus, permainan dapat

dihentikan apabila kelompok sudah dapat memperkirakan apa yang

akan terjadi jika permainan tetap diteruskan, dan permainan harus

dihentikan jika pemain mengalami kebuntuan yang disebabkan

penugasan atau pengarahan yang kurang memadai.

g. Mendiskusikan dan Menganalisis Permainan

Langkah terakhir ini harus menjadi “pembersih”. Jika

peranan dimainkan dengan baik, pengertian pengamat terhadap

masalah yang dibahas akan semakin baik. Diskusi harus lebih

difokuskan pada fakta dan prinsip yang terkandung daripada evaluasi

pemain. Suatu ide yan baik, jika membiarkan pemain mengekspresikan

pandangan mereka terlebih dahulu. Ada saatnya bagi pengamat untuk

menganalisis, yaitu setelah pemain mengekspresikan diri.

Ketua mempunyai tanggungjawab untuk menyimpulkan fakta

yang telah disajikan selama permainan peran dan diskusi, dan

merumuskan kesimpulan untuk pemecahan masalah.38

Menurut Djamarah sebelum metode sosiodrama digunakan,

terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru tentang

situasi sosial yang akan didramatisasikan oleh para pemeran. Tanpa

penjelasan, siswa tidak akan dapat melakukan perannya dengan baik.

38 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006),

(43)

Setelalh menjelaskan tentang pelaksanaan sosiodrama, barulah siswa

dipersilahkan untuk melaksanankan kegiatan sosiodrama tersebut.

Sosiodrama akan lebih menarik bila pada situasi yang sedang

memuncak, kemudian dihentikan. Selanjutnya diadakan diskusi,

bagaimana jalan cerita selanjutnya.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa secara garis besar langkah

sosiodrama adalah persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut atau evaluasi.

Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama secara lebih rinci adalah

sebagai berikut:

a. Persiapan

1) Menentukan dan menceritakan situasi yang akan didramatisasikan.

2) Memilih peran.

3) Mempersiapkan pemeran untuk menentukan peranan

masing-masing.

b. Pelaksanaan

1) Siswa melakukan sosiodrama.

2) Guru menghentikan pada saat klimaks atau memuncak.

3) Akhiri sosiodrama dengan diskusi tentang jalannya cerita, atau

pemecahan masalah selanjutnya.

c. Evaluasi/tindak lanjut

1) Siswa diberi tugas untuk menilai atau memberi tanggapan terhadap

(44)

2) Siswa diberi kesempatan untuk membuat kesimpulan hasil

sosiodrama.

4. Kelemahan dan Kelebihan Sosiodrama

Sama halnya seperti metode pembelajaran lainnya, metode

sosiodrama juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan

kelemahan ini perlu diketahui ileh setiap pendidik yang akan menerapkan

metode sosiodrama dalam kegiatan pembelajaran. Adapun kelebihan dan

kelemahan dapat penulis jelaskan sebagai berikut:

Kelemahan dari teknik sosiodrama

a. Sosiodrama dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif

panjang.

b. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk

memerankan suatu adegan tertentu.

c. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami

kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi

pengajaran tidak tercapai.

d. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dengan teknik ini.39

Kelebihan teknik sosiodrama, diantaranya:

a. Dapat berkesang dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.

b. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi

dinamis dan penuh antusias.

c. Menambah pengalaman tentang situasi tertentu.

39Irfan, Prabowo, Teknik Sosiodrama, 2012

(45)

d. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan

dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya.40

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sosiodrama

Menurut Sudjana hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

Pelaksanaan Sosiodrama, antara lain:

a. Masalah yang dijadikan cerita hendaknya dialami oleh sebagian anak.

b. Penentuan pemeran hendaknya secara sukarela dan motivasi dari diri

sendiri.

c. Konselor tidak banyak menyutradarai/mengatur, biarkan anak yang

mengembangkan kreativitasnya.

d. Diskusi diarahkan kepada penyelesaian akhir (tujuan)

e. Kesimpulan diskusi dapat dirumuskan oleh konselor.

6. Tujuan teknik sosiodrama

Menurut Stenberg dan Garcia tujuan dari sosiodrama adalah

penapaian untuk membantu konseli memenuhi rasa keingintahuannya.

Sosiodrama memiliki tujuan katarsis (mengekspresikan perasaan),

wawasan (presepsi baru), dan pelatihan peran (praktik perilaku). Apapun

masalah ini , sesi sosiodrama memberikan kesempatan bagi orang untuk

mengekspresikan berbagai macam emosi, dari air mata sampai tawa, dan

untuk menambah kosa kata.

Teknik sosiorama menurut Al-Tabany bertujuan untuk: (1) melatih

keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan

40Bayu gilang purnomo, Metode Sosiodrama dan Bermain Peran (

(46)

sehari-hari, (2) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,

(3) melatih memecahkan masalah, (4) meningkatkan keaktifan belajar, (5)

memberikan motivasi belajar kepada anak, (6) melatih siswa untuk

mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, (7) menumbuhka daya

kreatif siswa, dan (8) melatih siswa mengembangkan sikap toleransi.

B. Perilaku Agresif

1. Pengertian Perilaku Agresif

Jika dipandang dari definisi emosional, pengertian agrasi adalah

hasil dari proses kemarahan yang memuncak. Sedangkan dari definisi

motivasional perbuatan agresi adalah perbuatan yang bertujuan untuk

menyakiti orang lain.41

Baron dan Richardson, agresif adalah segala bentuk perilaku yang

dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang

terdorong untuk menghindari perilaku itu.42

Strickland mengemukakan bahwa perilaku agresif adalah setiap

tindakan yang diniatkan untuk melukai, menyebabkan penderitaan, dan

untuk merusak orang lain.

Myers menjelaskan bahwa agresif adalah perilaku fisik maupun

perilaku verbal yang diniatkan untuk meluakai objek yang menjadi sasaran

agresif.

Mac Neil dan Stewart menjelaskan bahwa perilaku agresif asalah

suatu perilaku atau suatu tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau

(47)

berperilaku secara destruktif, melalui kekuatan verbal maupun kekuatan

fisik, yang diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresif. Objek sasaran

perilaku meliputi lingkungan fisik, orang lain dan diri sendiri.43

Dari beberapa pendapat pakar psikologi diatas agresif dapat

didefinisikan sebagai tanggapan yang mampu memberikan stimulus

merugikan atau merusak terhadap organisme lain.

Pengertian agresif merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk

membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresif juga dapat

menjadi setiap bentuk keinginan (drive-motivation) yang diarahkan pada

tujuan untuk menyakiti atau melukai seseorang. Agresif dapat dilakukan

secara verbal atau fisik. Perilaku yang secara tidak sengaja menyebabkan

bahaya atau sakit bukan merupakan agresif. Pengerusakan barang dan

perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresif.

Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresif

merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya

mengalami bahaya atau kesakitan. Motif utama perilaku agresif bisa jadi

adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan

perasaan-perasaan negative, seperti pada agresif permusuhan, atau keinginan

mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif, seperti dalam

agresif instrumental.44

43 Dr. Fattah hanurawan. Psikologi Social (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hal.

80

(48)

2. Ciri-ciri perilaku agresif

Menurut Antasari, pada dasarnya perilaku agresif pada manusia

adalah tindakan yang bersifat kekerasan, yang dilakukan oleh manusia

terhadap sesamanya. Dalam agresi terkandung maksud untuk

membahayakan atau menciderai orang lain. Perilaku agresif juga dapat

disebut sikap bermusuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku agresif

diindikasikan antara lain oleh tindakan untuk menyakiti, merusak, baik

secara fisik, psikis, maupun sosial. Sasaran orang yang berperilaku agresif

tidak hanya ditujukan kepada musuh tetapi juga kepada benda-benda yang

ada dihadapannya yang memberi peluang bagi dirinya untuk merusak.

Perilaku menyerang, mencubit, dan memukul yang tunjukan oleh siswa

bisa dikategorikan sebagai perilaku agresif. Ciri-ciri perilaku agresif ialah

sebagai berikut:45

a. Perilaku menyerang; perilaku menyerang lebih menekankan pada suatu

perilaku untuk menyakiti hati, atau merusak barang orang lain, dan

secara sosial tidak dapat diterima.

b. Perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain, atau

objek-objek penggantinya; perilaku agresif termasuk yang dilakukan anak,

hampir pasti menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan dapat

berupa kesakitan fisik, misalnya pemukulan, dan kesakitan secara

psikis, misalnya hinaan. Selain itu yang perlu dipahami juga adalah

sasaran perilaku agresif sering kali ditujukan seperti benda mati.

(49)

c. Perilaku yang tidak diinginkan orang menjadi sasarannya; perilaku

agresif pada umumnya juga memiliki sebuah ciri yaitu tidak

diinginkan oleh orang yang menjadi sasarannya.

d. Perilaku yang melanggar norma social; perilaku agresif pada umumnya

selalu dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial.

e. Sikap bermusuhan terhadap orang lain; perilaku agresif yang mengacu

kepada sikap permusuhan sebagai tindakan yang di tujukan untuk

melukai orang lain.

f. Perilaku agresif yang dipelajari; perilaku agresif yang dipelajari

melalui pengalamannya di masa lalu dalam proses pembelajaran

perilaku agresif, terlibat pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan

yang mendorong perwujudan perilaku agresif.

Sedangkan menurut Sukmadinanta, perilaku-perilaku agresif

dimanifestasikan keluar supaya dapat diamati oleh oran lain. Oleh karena

itu, untuk menilai siswa memiliki kecenderungan perilaku agresif atau

tidak, guru atau konselor dapat mengidentifikasi dan melihatnya

berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut: siswa sering kali berbohong,

walaupun ia seharusnya berterus terang, menyontek, meskipun seharusnya

dia tidak perlu mencontek. Suka mencuri, atau mengatakan ia kecurian bila

barangnya tidak ada. Suka merusak barang orang lain atau barangnya

sendiri, melakukan kekejaman, menyakiti orang lain, berbicara kasar,

(50)

seringkali marah-marah, uring-uringan, memukulkan kaki ke tangan,

menangis dan menjerit.

Dilihat dari uraian pendapat diatas maka penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa ciri-ciri perilaku agresif yaitu: perilaku atau tindakan

menyerang, kekejaman, seringkali marah-marah, perilaku menyakiti, dan

perilaku melanggar norma sosioal sehingga menjadikan sikap bermusuhan

terhadap orang lain, dan kerugian pihak yang menjadi korban.

3. Jenis-jenis Agresif

Jenis agresif digolongkan menjadi dua, yaitu :

a. Agresif permusuhan (hostile aggression)semata-mata dilakukan

dengan maksud menyakiti orang lain sebagai ungkapan kemarahan

dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis

pertama ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri atau melakukan

sesuatu kekerasan pada korban.

b. Agresif Instrumental (instrumental aggression) pada umumnya tidak

disertai emosi. Perilaku agresif hanya merupakan sarana untuk

mencapai tujuan lain selain penderita korbannya. Agresif instrumental

mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap

seseorang ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan

kekuasaan atau domisili seseorang. Perbedaan kedua jenis agresif ini

(51)

untuk melampiaskan emosi, sedangkan agresi jenis kedua dilakukan

untuk mencapai tujuan lain.46

Perilaku agresif bisa berupa verbal dan fisik, aktif dan pasif,

langsung dan tidak langsung. Perbedaan antara verbal dan fisik adalah

antara menyakiti secara fisik dan menyerang dengan kata-kata; aktif atau

pasif membedakan antara tindakan yang terlihat dengan kegagalan

dalambertindak; perilaku agresif langsung berarti melakukan kontak

langsung dengan korban yang diserang, sedangkan perilaku agresif tidak

[image:51.595.124.498.237.724.2]

langsung dilakukan tanpa adanya kontak langsung dengan korban.

Tabel 2.1

Bentuk Agresif Contoh

Fisik, aktif, langsung Menikam, memukul atau

menembak orang lain

Fifik, aktif, tidak langsung Membuat perangkap untuk orang

lain, menyewa seorang pembunuh untuk membunuh.

Fisik, pasif, langsung Secara fisik mencegah orang lain

memperoleh tujuan atau tindakan yang diinginkan (seperti aksi duduk dalam demokrasi)

Fisik, pasif, tidak langsung Menolak melakukan tugas-tugas

yang seharusnya

Verbal, aktif, langsung Menhina orang lain

Verbal, aktif, tidak langsung Menyebarkan gosip atau rumor

jahat tentang orang lain

Verbal, pasif, langsung Menolak berbicara kepada orang

lain, menolak menjawab

pertanyaan, dll.

46 Robert a. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Social Jilid 2 (Jakarta : Erlangga, 2005),

(52)

Verbal, aktif, tidak langsung Tidak mau membuat komentar verbal (misal: menolak berbicara ke orang yang menyerang dirinya bila dia dikritik secara tidak fair

4. Teori-teori tentang perilaku agresif

Teori tentang perilaku agresif juga terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu kelompok teori bawaan atau bakat, teori Environmentalis atau teori lingkungan, dan teori kognitif.

a. Teori Bawaan

Teori bakat atau bawaan terdiri atas teori Psikoanalisis dan teori

Biologi.

1) Teori Naluri

Freud dalam teori psikoanalis klasiknya

mengemukakan bahwa perilaku agresif adalah satu dari dua

naluri dasar manusia. Naluri perilaku agresif atau tanatos ini

merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika naluri

seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan, naluri perilaku

agresif berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri

tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada

bagian dari kepribadian yang disebut Id yang pada prinsipnya

selalu ingin agar kemampuannya dituruti prinsip kesenangan

atau pleasure pinciple). Akan tetapi, sudah barang tentu tidak

semua keinginan Id dapat dipenuhi. Kendalinya terletak pada

(53)

mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego

yang berhadapan dengan kenyataan. Karena dinamika

kepribadian seperti itulah, sebagian besar naluri perilaku

agresfi manusia diredam (repressed) dalam alam ketidak

sadaran dan tidak muncul sebagai perilaku yang nyata.

2) Teori Biologi

Teori biologi mencoba menjelaskan prilaku agresif,

baik dari proses faal maupun teori genetika (ilmu keturunan).

Yang mengajukan proses faal antara lain adalah Moyer, yang

berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses

tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat.

Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya

sebagai pembawa sifat agresif. Kenakalan remaja lebih

banyak terdapat pada remaja pria, karena jumlah testosteron

menurun sejak usia 25 tahun. Di antara remaja dan dewasa

yang nakal, terlibat kejahatan, peminum, dan penyalahguna

obat ditemukan produksi testosteron yang lebih besar dari

pada remaja dan dewasa biasa. Laki-laki lebih toleran

terhadap pelecehan seksual dari pada wanita karena pada

(54)

b. Teori Lingkungan

Inti dari teori ini adalah bahwa perilaku agresif merupakan

reaksi terhadap peristiwa atau stimulasi yang terjadi di

lingkungan.

1) Teori Frustasi- Perilaku Agresif Klasik

Teori yang dikemukakan oleh Dollard dkk. dan Miller

ini intinya berpendapat bahwa perilaku agresif dipicu oleh

frustasi. Frustasi it

Gambar

Gambaran lokasi penelitian
  Tabel 2.1
Table 3.1
  Table 3.2 Data Jumlah Murid
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini juga menunjukkan bahwa risiko likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) yang dikelola perbankan memiliki feedback yang baik bagi nilai perusahaan,

axisymmetry koordinat (x) menyatakan radius, sedangkan untuk koordinat (y) menyatakan sumbu simetris dalam arah aksial (Julius, 2013). Elemen tanah pada program PLAXIS

- Teks abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri dari 150 – 200 kata dengan menggunakan huruf Times New Roman 10 pt dengan spasi satu.. - Di bawah teks

Pernyataan dari Schult & Schult (1994) tersebut didukung oleh sebuah penelitian terhadap perawat yang menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ketabahan hati

Laporan ini bukan merupakan rekomendasi penawaran, pembelian atau menahan suatu saham tertentu.Laporan ini mungkin tidak sesuai untuk beberapa investor.Seluruh opini dalam

Jenis penelitian ini adalah analisis isi dengan menggunakan pendekatan analisis teks kuantitatif. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kecenderungan pesan

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan implementasi model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbasis etnomatematika dan

Sebuah LKPD di dalamnya terdapat materi pelajaran yang akan dipelajari. Materi dalam LKPD harus sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. Ketika menyusun materi