Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos)
Oleh:
MEYTA DEWI ANGGARWATI NIM. B03212015
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
NIM : B03212015
Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam
Judul Skripsi : Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif
Siswa Kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten Tulungagung
Skripsi oleh Meyta Dewi Anggarwati ini telah diperiksa dan disetujui untuk
diujikan.
Surabaya, 1 February 2017
ABSTRAK
Meyta Dewi Anggarwati (B03212015), 2017 Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Kelas V DI MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung.
Dalam skripsi ini, ada dua permasalahan yang dikaji, yaitu (1) Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Kelas V DI MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung, (2) Bagaimana Hasil Akhir Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Kelas V DI MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis deskriptif yang menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan untuk mengetahui data mengenai proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif anak beserta hasil dari proses konseling tersebut. Analisa mengggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama sebelum dan sesudah dilakukan proses bimbingan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa dilakukan konselor dengan langkah-langkah identifikasi masalah, diagnosa, prognosis,
terapi/treatment dengan teknik sosiodrama yaitu konselor membuat skrip drama
yang mana akan diperankan oleh konseli sebagai pemeran utama dan teman-teman konseli sebagai pemeran pembantu, sehingga dapat membentuk perilaku baru yang lebih baik, dan evaluasi/follow up. (2) hasil akhir Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa mengalami perubahan tingkah laku yang lebih baik sebelum diadakannya pelaksanaan proses bimbingan konseling. Konseli sudah tidak lagi membuat gaduh di dalam kelas pada saat belajar,jarang bertengkar lagi, tidak memukul, mencubit atau menyakiti temannya lagi.keberhasilan dalam Bimbingan Konseling ini di ukur dengan standart uji presentase kualitatif sebanyak 71,4% dan di kategorikan cukup berhasil.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii
MOTTO ...iv
PERSEMBAHAN ...v
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ...vi
ABSTRAK ...vii
KATA PENGANTAR ...viii
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR TABEL ...xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Konsep ... 8
F. Metode Penelitian ... 12
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 12
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 13
3. Jenis Dan Sumber Data ... 14
4. Tahap-Tahap Penelitian ... 16
5. Teknik Pengumpulan Data ... 17
6. Teknik Analisis Data ... 21
7. Teknik Keabsaan Data ... 22
G. Sistematika Penelitian ... 24
1. Pengertian Sosiodrama ... 28
2. Ciri-ciri dan Tujuan Sosiodrama ... 29
3. Langkah-langkah Sosiodrama ... 30
4. Kelemahan dan Kelebihan Sosiodrama ... 35
C. Perilaku Agresif ... 37
1. Pengertian Perilaku Agresif ... 37
2. Ciri-ciri Perilaku Agresif ... 39
3. Jenis-jenis Agresif ... 41
4. Teori-Teori Tentang Perilaku Agresif ... 43
5. Penyabab Agresif ... 47
D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Releven ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Subjek dan Lokasi Penelitian ... 52
1. Gambaran Mengenai Lokasi Penelitian ... 52
2. Visi dan Misi MI Miftahul Huda ... 53
3. Tujuan MI Miftahul Huda ... 54
4. Sarana dan Prasarana ... 54
5. Data guru dan Karyawan MI Miftahul Huda DonoSendang ... 55
6. Data Jumlah Murid ... 55
7. Profil Konselor ... 56
8. Profil Konseli ... 56
B. Diskripsi Masalah ... 60
C. Diskripsi Penelitian ... 62
1. Proses Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif pada Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung ... 62
1) Identifikasi Masalah ... 62
2) Diagnosis ... 69
3) Prognosis ... 69
5) Follow Up ... 73
2. Hasil Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif pada
Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten Tulungagung ... 74
BAB IV ANALISIS DATA
A.Analisis Proses Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif
Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten
Tulungagung ... 76
B. Analisis Hasil Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif
Siswa Kelas V di MI Miftahul Huda Dono-Sendang, Kabupaten
Tulungagung ... 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 86 B. Saran-saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekolah dasar pada hakikatnya merupakan lingkungan pendidikan
formal pertama yang dimasuki oleh anak-anak setelah mendapat pendidikan
dalam keluarga yang lebih bersifat informal. Sekolah dasar sebagai lembaga
pendidikan, fungsinya ialah mendidik anak-anak. Di samping itu, sekolah
juga mempunyai fungsi untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sebagai bekal untuk hidup di masyarakat.
Anak-anak sekolah dasar umumnya sedang berada dalam proses
perkembangan yang berlangsung dengan cepat dalam aspek fisik, emosional,
intelektual dan sosial. Perkembangan tersebut, tak jarang anak mengalami
hambatan atau bahkan melakukan perilaku yang keliru yang mampu
merugikan mereka. Salah satu perilaku tersebut adalah perilaku agresif.
Agresif adalah siksaan yang disengaja untuk menyakiti orang.
Perilaku agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar
hak pribadi orang lain. Unsur-unsur dan ciri perilaku agresi yang ada pada
seseorang antara lain adalah “(1) Adanya tujuan untuk mecelakakan, (2) Ada
individu yang menjadi korban, (4) ketidakinginan si korban menerima
tingkah laku si pelaku, (5) menyerang pendapat orang lain, (6) marah-marah
tanpa alasan yang jelas, (7) melakukan perkelahian”1
1 Supriyono, Studi Kasus Bimbingan dan konseling (Semarang : CV Niew Setapak :
Berdasarkan pendapat diatas, dapat dipahami bahwa agresif cenderung
mempertahankan hak-hahk pribadi dengan melukai orang lain. Perilaku ini
dapat membahayakan anak atau orang lain. Misalnya, memukulkan penggaris
ke tangan temannya, atau mengayun-ayunkan tasnya sehingga mengenai
orang yang berada di sekitarnya.
Menurut Bolman perilaku agresif yang muncul pada anak usia 6-14
tahun adalah kemarahan, kejengkelan, rasa iri, tamak, cemburu dan suka
mengkritik. Mereka mengarahkan perilakunya kebada teman sebayanya,
saudara kandung dan juga kepada dirinya sendiri. Sedangkan menurut Delut
bentuk-bentuk perilaku agresif yag umum adalah sebagai berikut: (1)
Menyerang secara fisik 9 memukul, merusak, mencubit), (2) menyerang
dengan kata-kata, (3) mencela orang lain, (4) menyerbu daerah lain, (5)
mengancam daerah lain, (6) Main perinitah, (7) mengambil milik orang lain,
(8) melanggar peraturan, (9) Membuta permintaan yang tidak pantas dan
tidak perlu, (10) bersorak-sorak, berteriak-teriak, atau berbicara keras pada
saat yang tidak pantas, dan (11) menyerang tinggkah laku yang di benci.2
Pendapat di atas juga diperkuat oleh pendapat Baron dan Richardson
dalam Krahe “terlepas dari respon fisik, tindakan verbal sering kali di
gunakan sebagai indikator perilaku agresif.”3 Dengan demikian dapat
dipahami bahwa perilaku agresif terbagi menjadi dua, yaitu agresif secara
fisik dan secara verbal. Agresif secara fisik meliputi kekerasan yang
dilakukan secara fisik, seperti memukul, mencubit, menendang, merampas
barang milik orang lain dan menyerang orang lain. Sedangkan agresif secara
verbal meliputi marah-marah tanpa alasan, berteriak dan bersorak-sorak pada
saat di kelas, mengancam orang lain, serta berkata-kata kasar kepada teman
maupun orang yang lebih tua.
Fenomena perilaku agresif ini terjadi di MI Miftahul Huda Dono
Sendang, ketika melakukan survey dan wawancara di sekolah tersebut. MI
Miftahul Huda adalah salah satu Madrasah Ibtida’iyah yang ada di Jl. Raya
Argowillis desa Dono, Kecamatan Sendang, kabupaten Tulungagung.
Sekolah ini terdiri dari 10 kelas, yaitu kelas I-A, I-B, I-C, II-A, II-B, III-A,
III-B, IV, V, dan VI. Berdasarkan hasil survey terhadap kelas V di sekolah ini
yang di lakukan pada tanggal 14-15 maret 2016, dari sekian banyak anak di
kelas itu ada satu anak yang terlihat menonjol dalam bertingkah agresif. Anak
itu ialah Igo Cahyo Panuntun yang biasa di panggil Igo oleh teman-temannya.
Untuk melengkapi data observasi tersebut, peneliti juga melakukan
wawancara dengan guru kelas V. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
kelas V di MI Mifrahull Huda tersebut didapatkan data bahwa hampir setiap
hari saat anak ini bermain bermain bersama, kecenderungan permainan
berakhir dengan perkelahian. Perilaku agresif yang di tunjukkan oleh Igo ini
adalah seringnya menjahili temannya saat di kelas, berkelahi, suka memukul
dan mencubit, serta membuat keributan pada saat di kelas. Secara prestasi Igo
dikategorikan siswa yang pintar.
Berdasarkan fenomena tersebut dan di kaitkan dengan teori tentang
oleh Igo dapat di kategorikan sebagai perilaku agresif. Dilihat dari tahap
pertumbuhan manusia, anak-anak kelas V dapat dikategorikan sebagai
perilaku agresif. Dilihat dari tahap pertumbuhan manusia, anak-anak kelas V
merupakan anak-anak yang berada dalam tahap akhir masa anak-anak.
Menurut Havighurts dalam Hurlocck beberapa tugas perkembangan pada
masa akhir anak-anak yaitu: (1) belajar menyesuaikan diri bersama
teman-teman seusianya, (2) mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata
tingkatan nilai, (3) mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok
sosial dan lembaga-lembaga.4
Menurut Suryabrata siswa kelas atas yaitu kelas V memiliki beberapa
sifat yaitu “ anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok-kelompok
sebaya, biasanya untuk bisa bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini
anak-anak kerap kali tidak terikat kepada peraturan-peraturan permainan yang
tradisional, mereka membuat peraturan sendiri”.5
Berdasarkan pendapat di atas dapat di pahami bahwa dalam
perkembangan sosial peserta didik usia SD/MI, kelompok dan permainan
anak memegang peran penting. Melalui kegiatan kelompok dan permainan,
anak SD/MI belajar bergaul dan bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.
Dapat dibayangkan jika dalam kelompok bermain tersebut diwarnai dengan
perilaku agresif, maka akan memperngaruhi perkembangan anak dikemudian
hari. Bisa jadi anak-anak memiliki perilaku agresif akan dijauhi dan
dikucilkan oleh teman-temannya sehingga beranjak dewasa anak menjadi
4 Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Erlangga ; 2009 ), hal.10. 5 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada ; 2011),
introvet atau menutup diri. Menurut Coie dalam Santrock “anak-anak yang
ditolak adalah anak-anak yang tidak disukai oleh teman-teman sebaya
mereka. Mereka cenderung lebih bersifat mengganggu dan agresif
dibandingkan anak-anak yang lain.”6
Berdasarkan fenomena dan pendapat ahli tentang dampak perilaku
agresif tersebut, maka di butuhkan suatu pemecahan masalah terhadap
perilaku agresif ini. untuk mengurangi perilaku agresif ini, anak-anak perlu
diberikan suatu layanan bimbingan dan konseling. Namun, berbeda dengan
individu pada umumnya, anak SD masih belum bisa menerima layanan
konseling karena adanya sifat belum belum matang dan ketergantungan
anak-anak. Oleh karena itu, dalam menangani dan mengurangi masalah pada anak
anak SD di gunakan suatu teknik permainan.
Permainan dapat membantu anak untuk mengembangkan
teknik-teknik yang lebih efektif dalam mengontrol lingkungannya, dan memberikan
kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa.salah satu bentuk
permainan yang dibentuk untuk anak sekolah dasar yaitu melalui teknik
sosiodrama. Menurut Ahmadi dan Supriyono “teknik sosiodrama adalah suatu
cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada murid-murid
untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang
seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial sehari-hari di masyarakat.”7
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku
6 J.W Santrock, Perkembangan Masa Hidup (Jakarta : Erlangga ; 2002), hal.347. 7Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta : PT Asdi Mahasatya ; 2004),
Agresif Siswa Kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Dono-Sendang
Kabupaten Tulungagung.”
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uaraian latar belakang di atas penulis mengajukan rumusan
masalah utama yaitu apakah perilaku agresif siswa kelas V dapat di kurangi
dengan layanan bimbingan dan konseling islam dengan teknik sosiodrama?
Dari rumusan masalah utama tersebut, penulis mengajukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana proses teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif
siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten
Tulungagung?
2) Bagaimana hasil dari teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku
agresif siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten
Tulungagung?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, tujuan yang akan dicapai yaitu sebagai berikut:
1) Mengetahui proses teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif
siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten
Tulungagung.
2) Mengetahui hasil dari teknik sosiodrama dalam mengurangi perilaku
agresif siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Dono-Sendang Kabupaten
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian tentang mengurangi perilaku agresif pada anak
MI kelas V ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang fungsi
sekolah dasar dalam mendidik siswa, khususnya sebagai bahan masukan
bagi personel-personel sekolah dalam memberikan bimbingan dan
tindakan pada siswa khususnya yang bertujuan untuk mengurangi
perilaku agresif siswa.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis sebagai
berikut:
a. Untuk Pihak Sekolah
1) Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas sekolah
terutama dalam hal membentuk karakter siswa.
2) Sebagai bahan masukan bagi guru kelas dalam perilaku agresif.
b. Untuk Orang Tua Siswa
1) Sebagai usaha untuk menangani perilaku agresif anak.
2) Sebagai usaha alternatif dalam membantu anak bersosialisasi
dengan teman-temannya baik di sekolah maupun diluar sejolah.
c. Untuk Guru Kelas
1) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi guru kelas di
sekolah, dalam menangani masalah-masalah siswa khususnya yang
2) Sebagai usaha alternatif untuk meningkatkan kinerja guru, agar
semakin berkompeten dan profesional.
d. Untuk Peneliti Lanjut
1) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi peneliti lanjut.
E. DEFINISI KONSEP
Dalam penelitian yang berjudul ”Bimbingan dan Konseling Islam
Dengan Teknik Sosiodrama Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Terhadap
Siswa Kelas V Di MI Miftahul Huda Dono Sendang Kabupaten
Tulungagung”, penulis merasa perlu membahas dan menjelaskan beberapa
istilah yang mungkin menimbulkan kesalahan arti. Antaranya yaitu:
1. Bimbingan dan Konseling Islam
Menurut Erhamwilda di dalam bukunya Pudji Rahmawati,
bimbingan dan konseling Islami adalah bantuan yang diberikan kepada
klien oleh seorang yang ahli dalam konseling untuk membantu klien
memecahkan permasalahannya sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadist,
sehingga klien mampu menggunakan potensi-potensinya untuk
menghadapi hidup dan kenyataan hidup dengan wajar dan benar.8
Menurut Ahmad Mubarok, MA. Dalam bukunya konseling agama
teori dan kasus, pengertian Bimbingan Konseling Islam adalah usaha
pemberian bantuan kepada seorang atau kelompok orang yang
sedangmengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan
8 Pudji Rahmawati, Bimbingan Penyuluhan Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press,
tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni
denganmembangkitkan kekuatan getaran batin didalam dirinya untuk
mendorong mengatasi masalah yang dihadapinya.9
Sedangkan menurut Dra. Hallen A, M.Pd dalam bukunya Drs.
Syamsul Munir Amin, M.A. menyatakan bahwa Bimbingan dan
Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan
sistematis, kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi
atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara
menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al Qur’an dan
Al Hadits Rasulullah Saw.kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup
selaras dan sesuai dengan tuntunan Al Qur’an, dan Al Hadits.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu proses atau aktifitas
pemberian bantuan berupa bimbingan kepada individu yang
membutuhkan, untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya agar
klien dapat mengembangkan potensi akal fikiran dan kejiwaannya,
keimanan serta dapat menanggulangi problematika hidupnya dengan baik
dan benar secara mandiri berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul,
sehingga dalam hidupnya mendapat petunjuk dari Allah SWT.
9 Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus, Cet. 1 (Jakarta : Bina Rencana
2. Sosiodrama
Sosiodrama adalah salah satu teknik untuk memecahkan
masalah-masalah sosial dengan melalui kegiatan bermain peran. Di dalam
sosiodrama ini seseorang akan memerankan suatu peran tertentu dari
situasi masalah sosial.10
Sosiodrama merupakan salah satu jenis dari permainan peran.
Menurut Djamarah sosiodrama merupakan sandiwara tanpa naskah yang
dilakukan secara spontan atau tanpa latihan terlebih dahulu. Masalah
yang didramatisasikan adalah mengenai situasi sosial.
Sedangkan menurut Ahmadi dan Supriyono teknik sosiodrama
merupakan suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan
kepada murid-murid untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau
penghayatan seseorang seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial
sehari-hari di masyarakat. Maka dari itu, sosiodrama dipergunakan dalam
pemecahan masalah-masalah sosial yang menganggu belajar dengan
kegiatan drama sosial.11
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sosiodrama merupakan
teknik bermain peran yang memiliki fungsi untuk memecahkan masalah
sosial yang timbul dalam hubungan interpersonal dalam kelompok.
Konflik-konflik sosial yang disosiodramakan adalah konflik-konflik yang
tidak mendalam yang tidak menyangkut gangguan kepribadian. Misalnya
10 Djumhur & muh Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung : CV Ilmu ;
2001), hal.109.
11 Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta ; PT Asdi Mahasatya : 2005),
konflik dengan teman dan desentisasi sistematis. Sosiodrama dapat
dilakukan bila sebagian besar anggota dalam kelompok tersebut
menghadapi masalah yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau
mengubah sikap-sikap tertentu.
3. Perilaku Agresif
Perilaku agresif secara psikologi berarti cenderung (ingin)
menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang
mengecewakan, menghalangi atau menghambat. Perilaku ini dapat
membahayakan pada anak atau orang lain.12 Agresi dapat diartikan
sebagai sebuah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi
melalui media tingkah laku yang merusak, berkuasa dan mendominasi.
Menurut Sarason dalam Tri Dayakisni dan Hudaniah, agresif
merupakan “suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organnisme lain,
obyek lain atau bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi
semua makhluk vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah
agresif sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan
proses-proses simbolik.”
Sedangkan menurut Supriyono agresi adalah suatu cara untuk
melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,
atau menghukumorang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah
tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik
orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa
agresi merupakan perilaku yang membahayakan orang lain, yang mana
perilaku agresi melakukannya benar-benar karena kesengajaan bukan
karena membela diri atau apapun, tetapi benar-benar untuk mendapatkan
haknya, namun dengan cara melukai hak orang lain.
Agresi terefleksi dalam tingkah laku verbal dan nonverbal.
Contoh yang verbal: berkata kasar, sarkasme (perkataan yang
menyakitkan hati dan kritikan yang tajam). Sementara contoh yang
nonverbal diantaranya: menolak atau melanggar aturan (tidak disiplin),
memberontak, berkelahi, mendominasi orang lain dan membunuh.13
F. METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.14 Adapun langkah-langkah dalam
metode penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
13 Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung
: Rosda, 2005), hal 209.
14 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, perspesi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.15 Jadi pendekatan yang penulis gunakan pada penelitian ini
digunakan untuk memahami fenomena yang dihadapi oleh konseli secara
menyeluruh yang di deskripsikan melalui kata-kata, bahasa, konsep, teori
dan definisi secara umum.
Pada jenis penelitian ini peneliti menggunakan studi kasus (case
study), yaitu penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan
dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.16 Jadi
pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus. Karena
peneliti ingin melakukan penelitian secara rinci dan mendalam dalam
kurun waktu tertentu untuk membantu konseli mengubah perilaku positif
serta mampu menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga subyek yang menjadi
sasaran oleh peneliti, antara lain:
15 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika,
2011), hal. 9
a. Konseli
Konseli dari penelitian ini adalah seorang anak laki-laki yang
berumur 11 tahun. Dia adalah siswa kelas V di MI (Madrasah
Ibtidaiyah) Dono Sendang, Kabupaten Tulungagung. Anak ini adalah
anak yang berperilaku agresif. Dia selalu membuat keributan baik di
sekolah maupun dirumah.
b. Konselor
Konselor adalah seorang mahasiswi UIN Sunan Ampel
Surabaya Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Lokasi penelitian ini bertempat di kelurahan Sendang kecamatan
Sendang kabupaten Tulungagung.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang
bersifat non statistic, dimana data yang diperoleh nantinya dalam
bentuk kata/ verbal dan bukan dalam bentuk angka.
Adapun jenis data dalam penelitian ini ada dua, yaitu :
1) Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama
di lapangan. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari
deskripsi tentang latar belakang dan masalah konseli,
pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir
2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber
kedua atau sumber sekunder.17 Diperoleh dari gambaran
lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli, riwayat
pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.
b. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data
diperoleh.18
1) Sumber Data Primer
Yaitu data yang langsung diambil dari sumber pertama di
lapangan. Dalam data primer dapat diperoleh keterangan kegiatan
keseharian, perilaku, latar belakang masalah klien, pandangan klien
tentang keadaan yang telah dialami, dampak-dampak yang terjadi
dari masalah yang dialami klien, pelaksanaan proses konseling,
serta ha sil akhir pelaksanaan konseling. Sumber data primer
adalah sumber data yang di peroleh langsung di lapangan, yaitu
informasi dari klien.
2) Sumber Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Data ini
digunakan untuk melengkapi data primer.19 Data diperoleh dari
gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat
17 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan Kualitatif
(Surabaya: Universitas Airlangga,2001), hal. 128.
18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002), hal. 129.
19 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
pendidikan klien, dan perilaku keseharian klien. Sumber data
sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari orang lain guna
melengkapi data yang diperoleh dari sumber data primer. Sumber
ini penulis peroleh dari data informan seperti keluarga, guru di
sekolah, guru wali kelas dan teman klien.
4. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga tahapan dalam
penelitian, sebagaimana yang ditulis oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya
“Metode Penelitian Kualitatuf”. Tiga tahapan tersebut antara lain:
a. Tahap Pra Lapangan
Tahapan ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian , mengurus perizinan, menjajaki dan
menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi,
menyiapkan perlengkapan dan persoalan lapangan, semua itu
digunakan peneliti untuk memperoleh deskripsi secara global tentang
obyek penelitian, yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian bagi
peneliti selanjutnya.
1) Tahap Persiapan Lapangan
Pada tahap ini peneliti memahami penelitian, persiapan diri
memasuki lapangan dan perperan serta sambil mengumpulkan data
yang ada di lapangan. Di sini peneliti menindaklanjuti serta
mengumpulkan data-data hasil wawancara dan observasi yang
telah dilakukan.
2) Tahap Pekerjaan Lapangan
Dalam tahap ini, peneliti menganalisa data yang telah didapatkan
dari lapangan, yakni dengan menggambarkan dan menguraikan
masalah yang ada sesuai kenyataan.20
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitii tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan.21 Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan
adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi (pengamatan) adalah metode pengumpulan data dimana
peneliti mencatat informasi sebagaimana yang disaksikan selama
penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan
melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif
mungkin.22 Pada dasarnya, tujuan dari observasi adalah untuk
mendiskripsikan lingkungan yang diamati, aktifitas-aktifitas yang
20 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
hal. 127-148
21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), hal. 224
berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan tersebut
beserta aktifitas dan perilaku yang dimunculkan, serta makna kejadian
berdasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.23
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut.24 Beberapa macam wawancara, yaitu:
1) Wawancara terstruktur (structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan
data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu
dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan
instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
alternative jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara
terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan
pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini
pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa
pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara
23 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika
2011), hal. 131-132
24 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training
kepada calon pewawancara.
2) Wawancara semiterstuktur (semistructure interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept
interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara
lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti
perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan.
3) Wawancara tak berstruktur (unstructured intervew)
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa
garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.25
Wawancara yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini yaitu wawancara tidak terstruktur. Peneiti akan mudah dalam
pelaksanaan wawancara tidak terstruktur ini, dan dalam pelaksanaan
wawancara peneliti lebih mudah menggali informasi dan membuat
responden nyaman dalam proses pelaksanaan wawancara.
25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan
data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen
yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Metode
dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti
kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek
melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang tertulis atau
dibuat langsung oleh subyek yang bersangkutan.26
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbetuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan
harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan,
kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar,
patung, film dan lain-lain. Metode dokumentasi merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.27 Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai jenis
data dan teknik pengumpulan data dalam penelitian kasus ini dapat
dilihat dalam table berikut:
26 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika
2011), hal. 143
27 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
Tabel I.I
Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data
Sumber Data TPD
A Data Primer
1 Deskripsi tentang latar belakang
klien dan permasalahannya.
Klien dan informan
W dan O
2 Bentuk trauma pada remaja klien W dan O
3 Terapi Rasional Emotif dalam
menangani trauma
Klien dan konselor
W
B Data Sekunder
1 Gambaran lokasi penelitian Dokumen dan
informan
O dan D
Keterangan:
TPD : Teknik Pengumpulan Data D :Dokumentasi
W : Wawancara O : Observasi
6. Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya
dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat
pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan
proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan dengan
langkah abstraksi-abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan, dengan
mempertimbngkan menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sangat
memungkinkan dianggap mendasar dan universal. Gambaran dan
informasi tentang peristiwa atas obyek yang dikaji tetap
mempertimbangkan derajat koherensi internal, masuk akal, dan
[image:30.595.123.515.161.519.2]melakukan komparasi hasil temuan dan pendalaman makna, maka
diperoleh suatu analisis data yang terus menerus secara simultan sepanjang
proses penelitian.28
7. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan factor yang menentukan dalam
penelitian kualitatif untuk mendapatkan kemantapan validitas data. Salah
satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan
reliabel. Untuk itu. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan
dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Adapun
untuk reliabilitas, dapat dilakukan dengan pengamatan sistematis,
berulang, dan dalam situasi yang berbeda. Ada tiga teknik agar data dapat
memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas,29 yaitu:
a. Perpanjangan keikutsertaan
Kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian kualitatif
membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun dalam
penelitian. Peneliti adalah orang yang langsung melakukan wawancara
dan observasi pada informannya. Karena itu peneliti kualitatif adalah
peneliti yang memiliki waktu yang lama bersama dengan informan di
lapangan agar peneliti dapat menghindari distorsi yang kemungkinan
terjadi selama pengumpulan data. Bahkan peneliti dapat melakukan
28 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001),
hal. 106
29 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
cek ulang setiap informasi yang di dapatnya, sehingga kesalahan
mendapat informasi akan dapat di hindari.
b. Ketekunan Pengamatan
Untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka jalan
penting lainnya adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam
pengamatan di lapangan. Pengamatan bukanlah suatu teknik
pengumpulan data yang hanya mengandalkan kemampuan panca indra,
namun juga menggunakan semua panca indra termasuk adalah
pendengaran, perasaan, dan insting peneliti. Dengan meningkatkan
ketekunan pengamatan di lapangan, maka derajat keabsahan data telah
ditingkatkan pula.30
c. Trianggulasi
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978)
membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan
yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
1) Trianggulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek
kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penlitian kualitatif.
(Patton 1987: 331).
30 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
2) Trianggulasi metode menurut Patton (1987: 329), terdapat dua
strategi yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data dan
pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.31 Hal itu dapat di capai dengan jalan
membandingkan data hasil pengamatan dan hasil wawancara,
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi, membandingkan apa yang
dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang
dikatakannya sepanjang waktu, membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang bersangkutan
3) Trianggulasi penyidik memanfaatka peneliti atau pengamat lainnya
untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
4) Trianggulasi teori ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalm membahas permasalahan yang
di kaji.32
G. SISTEMATIKA PENELITIAN
Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini,
peneliti akan mencantumkan sistematika pembahasan yang terdiri dari 5 BAB
dengan susunan sebagai berikut:
32 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1. Bagian Awal
Bagian awal terdiri dari Judul Penelitian (sampul), Persetujuan
Pembimbing, Pengesahan Tim Penguji, Motto, Persembahan, Pernyataan
Otentisitas Skripsi, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi dan Daftar Tabel.
2. Bagian inti
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode
Penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sasaran dan
Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian,
Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Pemeriksaan
Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam pendahuluan adalah
Sistematika Pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka membahas tentang Kajian Teoritik yang dijelaskan dari
beberapa refrensi untuk menelaah obyek kajian yang di kaji. Tinjauan
pustaka meliputi Bimbingan dan Konseling Islam, pengertian bimbingan
konseling islam, tujuan dan fungsi bimbingan konseling islam, asas- asas
bimbingan konseling islam, langkah- langkah bimbingan konseling islam
kemudian menjelaskan tentang Teknik Sosiodrama yang terdiri dari
pengertian Sosiodrama , Tujuan, Teknik-teknik, Ciri-ciri, Peran
membahas tentang Perilaku Agresif yang terdiri dari pengertian,ciri-ciri,
macam-macam dan bentuk, factor yang mempengaruhi, dampak pola dari
perilaku agresif. Selanjutnya disajikan penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian yang hendak dilakukan.
BAB III PENYAJIAN DATA
Didalam penyajian data, meliputi tentang deskripsi umum objek
penelitian dan deskripsi hasil penelitian . Deskripsi umum objek
penelitian membahas tentang setting penelitian yang meliputi lokasi,
konselor, konseli, dan masalah. Sedangkan deskripsi hasil penelitian
membahas tentang factor-faktor dan dampak dari perilaku agresif, dan
deskripsi proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan teknik
Sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif pada anak, serta deskripsi
hasil yang diperoleh di lapangan mengenai Bimbingan Konseling Islam
dengan teknik Sosiodrama dalam mengurangi perilaku agresif pada anak.
BAB IV ANALISIS DATA
Berisi tentang pemaparan hasil penelitian yang diperoleh berupa analisis
data dari factor- factor, dampak, proses serta hasil pelaksanaan
Bimbingan Konseling Islam dengan teknik sosiodrama dalam
mengurangi perilaku agresif pada anak sehingga dapat diperoleh apakah
Bimbingan Konseling Islam dengan teknik sosiodrama dalam
mengurangi perilaku agresif pada anak dapat membantu menyelesaikan
BAB V PENUTUP
Dalam hal ini terdapat 2 point, yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan
yang isinya lebih bersifat konseptual dan harus terkait langsung dengan
rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dan saran yang berupa
rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk penelitin
lanjutan yang terkait dengan hasil penelitian.
3. Bagian Akhir
Pada bagian akhir ini berisi tentang Daftar Pustaka yakni refrensi-refrensi
atau rujukan yang digunakan konseli dalam pembuatan skripsi.,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Teknik Sosiodrama
1. Pengertian Sosiodrama
Nama lain dari Sosiodrama adalah Simulasi. Menurut Gilstrap
yang melihat dari sifat tiruan, simulasi dapat berbentuk: role playing,
psikodrama, sosiodrama, dan permainan. Sedangkan menurut Hyman
dalam bukunya ways of teaching, simulasi merupakan salah satu metode
yang termasuk kedalam kelompok role playing.
Winarno menjelaskan definisi tentang sosiodrama yang berasal dari
dua kata yaitu “sosio” yang berarti sosial dan “drama” yang berarti suatu
kejadian atau peristiwa dalam kehidupan manusia yang mengandung
konflik, pergolakan, benturan antara dua orang atau lebih, sedangkan
bermain peran atau drama berarti memegang fungsi sebagai yang
dimainkannya.33
Marintis Yamin, menyatakan metode sosiodrama atau bermain
peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih
tentang suatu topik atau situasi siswa dengan melakukan peran
masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni.34
33Pakguruonline, Srategi dan Metode (on line)
(http://www.pakguru.pendidikan.net/bukutuapakgurudasar_kpdd_b12.html)
34Marintis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Jakarta : Gunung Persada
Djamarah berpendapat bahwa sosiodrama adalah cara mengajar
yang memberikan kesempatan anak didik untuk melakukan kegiatan
memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.35
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosiodrama (bermain peran) adalah
suatu drama atau adegan yang diperankan oleh siswa dengan memberikan
kesempatan-kesempatan dalam memerankan permasalahan-permasalahn
yang di ambil dai kehidupan sehari-hari.
2. Ciri-ciri dan Tujuan Sosiodrama
Ciri-ciri metode sosiodrama adalah sebagai berikut :
a. Merupakan peniruan dari situasi yang sebenarnya.
b. Membahas masalah sosial.
c. Adanya peranan yang dimainkan oleh siswa.
d. Adanya pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.36
Tujuan diadakannya sosiodrama, yaitu :
a. Menggambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang
menghadapi suatu sosial tertentu.
b. bagaimana cara pemecahan suatu masalah Menggambarkan sosial.
c. Menumbuhkan dan mengembangkan sikap kritis terhadap sikap atau
tingkah laku dalam situasi sosial tertentu.
d. Meberikan pengalaman untuk meninjau suatu situasi sosial dari
berbagai sudut pandang tertentu.37
35Syaiful, Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukasi Suatu
Pendekatan Teoritis Psikologis (Bandung : PT. Rineka Cipta, 2000), hal. 200
36 Engkoswara, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran (Jakarta : Bina Aksara, 1984),
3. Langkah-langkah Sosiodrama
Keberhasilan proses permainan peran sangat tergantung pada
kecerdasan dan kemampuan pimpinan pembantu pemain dalam
menjalankan peran mereka. Kegiatan permainan peran itu sendiri
sebenarnya menjadi salah satu langkah dari proses permainan peran.
Langkah yang lain berfungsi mempersiapkan pemain dan pengamat, atau
membantu menginterpretasikan permainan.
Permainan peran sebagai proses pendidikan meliputi beberapa
langkan. Pemimpin harus menguasai setiap langkah dan memberitahukan
kepada anggota kelompok.
Langkah-langkah yang biasa berhubungan dengan proses
permainan peran antara lain :
a. Menentukan Masalah.
Partisipan kelompok dalam memilih dan menentukan
masalah sangat diperlukan. Masalah harus signifikan dan cukup
dikenal oleh pemain maupun pengamat. Masalah harus valid, jelas, dan
sederhana sehingga peserta dapat mendiskusikan secara rasional.
Diperlukan kehati-haian untuk menghindari masalah yang dapat
mengungkapkan isu yang tersembunyi, tetapi menyimpang dari tujuan
permainan peran. Dalam hal ini, baik pengamat maupun pemain harus
benar-benar mengerti permasalahannya. Sebagai contoh, petani
penyewa mencoba meyakinkan tuan tanah untuk membantu membantu
mereka membeli benih unggul untuk meningkatkan produksi.
b. Membentuk Situasi
Desain peran yang dimainkan atau situasi tergantung pada
hasil yang diinginkan. Kehati-hatian perlu diambil untuk menghindari
situasi yang kompleks, yang mungkin mengacaukan perhatian
pengamat dari masalah yang dibahas. Situasi harus memberikan
sesuatu yang nyata kepada pemain dan kelompok, dan dapat saat yang
sama memberikan pandangan umum dan pengetahuan yang
diinginkan.
c. Membentuk Karakter
Keberhasilan proses permainan peran sering ditentukan oleh
peran pemain yang layak dipilih. Peran yang akan dimainkan harus
dipilih secara hati-hati. Pilihlah peran yang akan memberikan
sumbangan untuk mencapai tujuan pertemuan. Biasanya, permainan
peran melibatkan peran yang sedikit.
Pemain yang terbaik harus dipilih setiap peran. Peran-peran
harus diberikan kepada mereka yang mampu membawakannya dengan
baik dan mau melakukannya. Orang tidak seharusnya dipaksa
memainkan suatu peran, tidak pula harus diminta untuk memainkan
d. Mengarahkan Pemain
Pemain yang spontan tidak memerlukan pengarahan. Akan
tetpai, permainan peran yang terencana memerlukan pengarahan dan
perencanaan yang matang. Penting bagi pemain untuk dapat
memainkan perannya pada saat yang tepat dan sesuai dengan tujuan
yang diinginkannya. Pengarahan diperlukan untuk memberitahukan
mereka sebagai pemain. Pengarahan mungkin dilakukan secara resmi
atau tidak resmi, tergantung situasi dan pengarahan tidak harus
menentukan apa yang harus dikatakan atau dilakukan.
e. Memahami Peran
Biasanya, suatu hal yang baik bagi pengamat untuk tidak
mengetahui peran apa yang sedang dimainkan. Permainan harus di atur
waktunya secara hati-hati dan spontan. Penting untuk diketahui,
apabila ada beberapa pemain, hendaknya mereka mulai bermain pada
saat yang sama dan berakhir pada saat yang sama pula, yaitu ketika
permainan dihentikan.
f. Menghentikan/memotong
Efektifitas permainan peran mungkin sangat berkurang jika
permainan dihentikan terlalu cepat atau dibiarkan berlangsung terlalu
lama. Pengaturan waktu sangat penting. Permainan peran yang lama
tidak efektif, jika sebenarnya hanya diperlukan beberapa menit untuk
Permainan harus dihentikan jika mungkin setelah permainan
dianggap cukup bagi kelompok untuk menganalisis situasi dan arah
yang ingin diambil. Dalam beberapa kasus, permainan dapat
dihentikan apabila kelompok sudah dapat memperkirakan apa yang
akan terjadi jika permainan tetap diteruskan, dan permainan harus
dihentikan jika pemain mengalami kebuntuan yang disebabkan
penugasan atau pengarahan yang kurang memadai.
g. Mendiskusikan dan Menganalisis Permainan
Langkah terakhir ini harus menjadi “pembersih”. Jika
peranan dimainkan dengan baik, pengertian pengamat terhadap
masalah yang dibahas akan semakin baik. Diskusi harus lebih
difokuskan pada fakta dan prinsip yang terkandung daripada evaluasi
pemain. Suatu ide yan baik, jika membiarkan pemain mengekspresikan
pandangan mereka terlebih dahulu. Ada saatnya bagi pengamat untuk
menganalisis, yaitu setelah pemain mengekspresikan diri.
Ketua mempunyai tanggungjawab untuk menyimpulkan fakta
yang telah disajikan selama permainan peran dan diskusi, dan
merumuskan kesimpulan untuk pemecahan masalah.38
Menurut Djamarah sebelum metode sosiodrama digunakan,
terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru tentang
situasi sosial yang akan didramatisasikan oleh para pemeran. Tanpa
penjelasan, siswa tidak akan dapat melakukan perannya dengan baik.
38 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006),
Setelalh menjelaskan tentang pelaksanaan sosiodrama, barulah siswa
dipersilahkan untuk melaksanankan kegiatan sosiodrama tersebut.
Sosiodrama akan lebih menarik bila pada situasi yang sedang
memuncak, kemudian dihentikan. Selanjutnya diadakan diskusi,
bagaimana jalan cerita selanjutnya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa secara garis besar langkah
sosiodrama adalah persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut atau evaluasi.
Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama secara lebih rinci adalah
sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Menentukan dan menceritakan situasi yang akan didramatisasikan.
2) Memilih peran.
3) Mempersiapkan pemeran untuk menentukan peranan
masing-masing.
b. Pelaksanaan
1) Siswa melakukan sosiodrama.
2) Guru menghentikan pada saat klimaks atau memuncak.
3) Akhiri sosiodrama dengan diskusi tentang jalannya cerita, atau
pemecahan masalah selanjutnya.
c. Evaluasi/tindak lanjut
1) Siswa diberi tugas untuk menilai atau memberi tanggapan terhadap
2) Siswa diberi kesempatan untuk membuat kesimpulan hasil
sosiodrama.
4. Kelemahan dan Kelebihan Sosiodrama
Sama halnya seperti metode pembelajaran lainnya, metode
sosiodrama juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan
kelemahan ini perlu diketahui ileh setiap pendidik yang akan menerapkan
metode sosiodrama dalam kegiatan pembelajaran. Adapun kelebihan dan
kelemahan dapat penulis jelaskan sebagai berikut:
Kelemahan dari teknik sosiodrama
a. Sosiodrama dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif
panjang.
b. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerankan suatu adegan tertentu.
c. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
pengajaran tidak tercapai.
d. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dengan teknik ini.39
Kelebihan teknik sosiodrama, diantaranya:
a. Dapat berkesang dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
b. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi
dinamis dan penuh antusias.
c. Menambah pengalaman tentang situasi tertentu.
39Irfan, Prabowo, Teknik Sosiodrama, 2012
d. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan
dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya.40
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sosiodrama
Menurut Sudjana hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
Pelaksanaan Sosiodrama, antara lain:
a. Masalah yang dijadikan cerita hendaknya dialami oleh sebagian anak.
b. Penentuan pemeran hendaknya secara sukarela dan motivasi dari diri
sendiri.
c. Konselor tidak banyak menyutradarai/mengatur, biarkan anak yang
mengembangkan kreativitasnya.
d. Diskusi diarahkan kepada penyelesaian akhir (tujuan)
e. Kesimpulan diskusi dapat dirumuskan oleh konselor.
6. Tujuan teknik sosiodrama
Menurut Stenberg dan Garcia tujuan dari sosiodrama adalah
penapaian untuk membantu konseli memenuhi rasa keingintahuannya.
Sosiodrama memiliki tujuan katarsis (mengekspresikan perasaan),
wawasan (presepsi baru), dan pelatihan peran (praktik perilaku). Apapun
masalah ini , sesi sosiodrama memberikan kesempatan bagi orang untuk
mengekspresikan berbagai macam emosi, dari air mata sampai tawa, dan
untuk menambah kosa kata.
Teknik sosiorama menurut Al-Tabany bertujuan untuk: (1) melatih
keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan
40Bayu gilang purnomo, Metode Sosiodrama dan Bermain Peran (
sehari-hari, (2) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,
(3) melatih memecahkan masalah, (4) meningkatkan keaktifan belajar, (5)
memberikan motivasi belajar kepada anak, (6) melatih siswa untuk
mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, (7) menumbuhka daya
kreatif siswa, dan (8) melatih siswa mengembangkan sikap toleransi.
B. Perilaku Agresif
1. Pengertian Perilaku Agresif
Jika dipandang dari definisi emosional, pengertian agrasi adalah
hasil dari proses kemarahan yang memuncak. Sedangkan dari definisi
motivasional perbuatan agresi adalah perbuatan yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain.41
Baron dan Richardson, agresif adalah segala bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang
terdorong untuk menghindari perilaku itu.42
Strickland mengemukakan bahwa perilaku agresif adalah setiap
tindakan yang diniatkan untuk melukai, menyebabkan penderitaan, dan
untuk merusak orang lain.
Myers menjelaskan bahwa agresif adalah perilaku fisik maupun
perilaku verbal yang diniatkan untuk meluakai objek yang menjadi sasaran
agresif.
Mac Neil dan Stewart menjelaskan bahwa perilaku agresif asalah
suatu perilaku atau suatu tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau
berperilaku secara destruktif, melalui kekuatan verbal maupun kekuatan
fisik, yang diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresif. Objek sasaran
perilaku meliputi lingkungan fisik, orang lain dan diri sendiri.43
Dari beberapa pendapat pakar psikologi diatas agresif dapat
didefinisikan sebagai tanggapan yang mampu memberikan stimulus
merugikan atau merusak terhadap organisme lain.
Pengertian agresif merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk
membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresif juga dapat
menjadi setiap bentuk keinginan (drive-motivation) yang diarahkan pada
tujuan untuk menyakiti atau melukai seseorang. Agresif dapat dilakukan
secara verbal atau fisik. Perilaku yang secara tidak sengaja menyebabkan
bahaya atau sakit bukan merupakan agresif. Pengerusakan barang dan
perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresif.
Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresif
merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya
mengalami bahaya atau kesakitan. Motif utama perilaku agresif bisa jadi
adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan
perasaan-perasaan negative, seperti pada agresif permusuhan, atau keinginan
mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif, seperti dalam
agresif instrumental.44
43 Dr. Fattah hanurawan. Psikologi Social (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hal.
80
2. Ciri-ciri perilaku agresif
Menurut Antasari, pada dasarnya perilaku agresif pada manusia
adalah tindakan yang bersifat kekerasan, yang dilakukan oleh manusia
terhadap sesamanya. Dalam agresi terkandung maksud untuk
membahayakan atau menciderai orang lain. Perilaku agresif juga dapat
disebut sikap bermusuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku agresif
diindikasikan antara lain oleh tindakan untuk menyakiti, merusak, baik
secara fisik, psikis, maupun sosial. Sasaran orang yang berperilaku agresif
tidak hanya ditujukan kepada musuh tetapi juga kepada benda-benda yang
ada dihadapannya yang memberi peluang bagi dirinya untuk merusak.
Perilaku menyerang, mencubit, dan memukul yang tunjukan oleh siswa
bisa dikategorikan sebagai perilaku agresif. Ciri-ciri perilaku agresif ialah
sebagai berikut:45
a. Perilaku menyerang; perilaku menyerang lebih menekankan pada suatu
perilaku untuk menyakiti hati, atau merusak barang orang lain, dan
secara sosial tidak dapat diterima.
b. Perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain, atau
objek-objek penggantinya; perilaku agresif termasuk yang dilakukan anak,
hampir pasti menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan dapat
berupa kesakitan fisik, misalnya pemukulan, dan kesakitan secara
psikis, misalnya hinaan. Selain itu yang perlu dipahami juga adalah
sasaran perilaku agresif sering kali ditujukan seperti benda mati.
c. Perilaku yang tidak diinginkan orang menjadi sasarannya; perilaku
agresif pada umumnya juga memiliki sebuah ciri yaitu tidak
diinginkan oleh orang yang menjadi sasarannya.
d. Perilaku yang melanggar norma social; perilaku agresif pada umumnya
selalu dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial.
e. Sikap bermusuhan terhadap orang lain; perilaku agresif yang mengacu
kepada sikap permusuhan sebagai tindakan yang di tujukan untuk
melukai orang lain.
f. Perilaku agresif yang dipelajari; perilaku agresif yang dipelajari
melalui pengalamannya di masa lalu dalam proses pembelajaran
perilaku agresif, terlibat pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan
yang mendorong perwujudan perilaku agresif.
Sedangkan menurut Sukmadinanta, perilaku-perilaku agresif
dimanifestasikan keluar supaya dapat diamati oleh oran lain. Oleh karena
itu, untuk menilai siswa memiliki kecenderungan perilaku agresif atau
tidak, guru atau konselor dapat mengidentifikasi dan melihatnya
berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut: siswa sering kali berbohong,
walaupun ia seharusnya berterus terang, menyontek, meskipun seharusnya
dia tidak perlu mencontek. Suka mencuri, atau mengatakan ia kecurian bila
barangnya tidak ada. Suka merusak barang orang lain atau barangnya
sendiri, melakukan kekejaman, menyakiti orang lain, berbicara kasar,
seringkali marah-marah, uring-uringan, memukulkan kaki ke tangan,
menangis dan menjerit.
Dilihat dari uraian pendapat diatas maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa ciri-ciri perilaku agresif yaitu: perilaku atau tindakan
menyerang, kekejaman, seringkali marah-marah, perilaku menyakiti, dan
perilaku melanggar norma sosioal sehingga menjadikan sikap bermusuhan
terhadap orang lain, dan kerugian pihak yang menjadi korban.
3. Jenis-jenis Agresif
Jenis agresif digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Agresif permusuhan (hostile aggression)semata-mata dilakukan
dengan maksud menyakiti orang lain sebagai ungkapan kemarahan
dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis
pertama ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri atau melakukan
sesuatu kekerasan pada korban.
b. Agresif Instrumental (instrumental aggression) pada umumnya tidak
disertai emosi. Perilaku agresif hanya merupakan sarana untuk
mencapai tujuan lain selain penderita korbannya. Agresif instrumental
mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap
seseorang ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan
kekuasaan atau domisili seseorang. Perbedaan kedua jenis agresif ini
untuk melampiaskan emosi, sedangkan agresi jenis kedua dilakukan
untuk mencapai tujuan lain.46
Perilaku agresif bisa berupa verbal dan fisik, aktif dan pasif,
langsung dan tidak langsung. Perbedaan antara verbal dan fisik adalah
antara menyakiti secara fisik dan menyerang dengan kata-kata; aktif atau
pasif membedakan antara tindakan yang terlihat dengan kegagalan
dalambertindak; perilaku agresif langsung berarti melakukan kontak
langsung dengan korban yang diserang, sedangkan perilaku agresif tidak
[image:51.595.124.498.237.724.2]langsung dilakukan tanpa adanya kontak langsung dengan korban.
Tabel 2.1
Bentuk Agresif Contoh
Fisik, aktif, langsung Menikam, memukul atau
menembak orang lain
Fifik, aktif, tidak langsung Membuat perangkap untuk orang
lain, menyewa seorang pembunuh untuk membunuh.
Fisik, pasif, langsung Secara fisik mencegah orang lain
memperoleh tujuan atau tindakan yang diinginkan (seperti aksi duduk dalam demokrasi)
Fisik, pasif, tidak langsung Menolak melakukan tugas-tugas
yang seharusnya
Verbal, aktif, langsung Menhina orang lain
Verbal, aktif, tidak langsung Menyebarkan gosip atau rumor
jahat tentang orang lain
Verbal, pasif, langsung Menolak berbicara kepada orang
lain, menolak menjawab
pertanyaan, dll.
46 Robert a. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Social Jilid 2 (Jakarta : Erlangga, 2005),
Verbal, aktif, tidak langsung Tidak mau membuat komentar verbal (misal: menolak berbicara ke orang yang menyerang dirinya bila dia dikritik secara tidak fair
4. Teori-teori tentang perilaku agresif
Teori tentang perilaku agresif juga terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu kelompok teori bawaan atau bakat, teori Environmentalis atau teori lingkungan, dan teori kognitif.
a. Teori Bawaan
Teori bakat atau bawaan terdiri atas teori Psikoanalisis dan teori
Biologi.
1) Teori Naluri
Freud dalam teori psikoanalis klasiknya
mengemukakan bahwa perilaku agresif adalah satu dari dua
naluri dasar manusia. Naluri perilaku agresif atau tanatos ini
merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika naluri
seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan, naluri perilaku
agresif berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri
tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada
bagian dari kepribadian yang disebut Id yang pada prinsipnya
selalu ingin agar kemampuannya dituruti prinsip kesenangan
atau pleasure pinciple). Akan tetapi, sudah barang tentu tidak
semua keinginan Id dapat dipenuhi. Kendalinya terletak pada
mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego
yang berhadapan dengan kenyataan. Karena dinamika
kepribadian seperti itulah, sebagian besar naluri perilaku
agresfi manusia diredam (repressed) dalam alam ketidak
sadaran dan tidak muncul sebagai perilaku yang nyata.
2) Teori Biologi
Teori biologi mencoba menjelaskan prilaku agresif,
baik dari proses faal maupun teori genetika (ilmu keturunan).
Yang mengajukan proses faal antara lain adalah Moyer, yang
berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses
tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat.
Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya
sebagai pembawa sifat agresif. Kenakalan remaja lebih
banyak terdapat pada remaja pria, karena jumlah testosteron
menurun sejak usia 25 tahun. Di antara remaja dan dewasa
yang nakal, terlibat kejahatan, peminum, dan penyalahguna
obat ditemukan produksi testosteron yang lebih besar dari
pada remaja dan dewasa biasa. Laki-laki lebih toleran
terhadap pelecehan seksual dari pada wanita karena pada
b. Teori Lingkungan
Inti dari teori ini adalah bahwa perilaku agresif merupakan
reaksi terhadap peristiwa atau stimulasi yang terjadi di
lingkungan.
1) Teori Frustasi- Perilaku Agresif Klasik
Teori yang dikemukakan oleh Dollard dkk. dan Miller
ini intinya berpendapat bahwa perilaku agresif dipicu oleh
frustasi. Frustasi it