• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PT NO. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN TENTANG PERANTARA JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK TANAMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PT NO. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN TENTANG PERANTARA JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK TANAMAN."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

DIAN NURHAYATI

CO3211009

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam

Program Studi Hukum Pidana Islam

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang berjudul analisis hukum pidana Islam terhadap putusan No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, untuk menjawab bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan PT. No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman dan Bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap putusan PT No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Reserch) yang datanya diperoleh melalui studi kepustakaan. Data primer adalah putusan no 67/Pid.Sus/2015/PT.Mdn dan data sekunder terdiri dari buku-buku dan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode deduktif yaitu menyediakan hal-hal yang sudah ada.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hukuman yang dirasa terlalu ringgan tetapi cukup adil, hal itu diambil dari unsur-unsur yang terdapat dalam kasus dan juga melihat fakta-fakta dalam persidangan bahwa bukan pertama kalinya terdakwa menjadi perantara jual beli narkotika dan terdakwa telah mengakuinya.Sedangkan Dalam pandangan Hukum Islam terhadap pelaku kejahatan narkotika golongan I tidak dijelaskan secara terperinci dalam hukum Islamnya, akan tetapi kalau dikaitkan dengan sanksi narkotika, perbuatan penyalahgunaan narkotika dalam Hukum Islam termasuk Ta’zir, maka yang menentukan hukumannya adalah penguasa (ulil amri). Sedangkan narkotika dikaitkan dengan jarimah yaitu menggagupada kemaslahatan umum dalam kelompok jarimah yang menggangu keamanan negara.

(6)

viii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II TA’ZIR DALAM HUKUM ISLAM. A. Pengertian Ta’zir ... 20

B. Dasar Hukum Ta’zir ... 21

C. Macam-macam Hukuman Ta’zir ... 27

(7)

ix

BAB III PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR:

67/PID.SUS/2015/PT.MDN TENTANG PERANTARA JUAL BELI

NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK TANAMAN

A. Deskripsi Kasus Tentang Pidana Narkotika Golongan I ... 40 B. Keterangan Saksi ... 41 C. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan

Tinggi Medan Dalam Memutus Perkara Nomor: 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual beli

Narkotika Golongan I ... 43 D. Isi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Tentang Perantara Jual

Beli Narkotika Golongan I ... 45

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR :

67/PID.SUS/2015/PT.MDN DALAM PERKARA PERANTARA

JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK

TANAMAN

A. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual Beli

Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Tanaman ... 48 B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan Hukum

Putusan No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara

Jual Beli Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Tanaman ... 53

BAB V PENUTUP

J. Kesimpulan ... 60 K. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA

(8)
(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan

adiktif lainnya. Istilah lainnya adalah NAPZA (narkotika, psikotropika dan

zat adiktif). Semua bentuk narkotika benda-benda atau zat kimia yang dapat

menimbulkan ketergantungan bagi orang yang mengkonsumsinya.1 Narkotika

adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

sentetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, mengurangi sampai mengilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah

maupun sintetis, bukan narkotika yang berkasiat psikoaktif, melalui pengaruh

selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada

aktifitas mental dan perilaku. Prekusor narkotika adalah zat atau bahan

pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.

Zat aditif adalah bahan yang tidak termasuk kedalam golongan narkotika

atau psikotropika, tetapi menimbulkan ketergantungan atara lain seperti

alkohol tembakau, sedatif Tanaman papaver somniferum.

Euphoria adalah keadaan senang sekali yang ditimbulkan oleh

pengaruh narkotika, mengikuti hilangnya rasa nyeri. Akan tetapi ada efek

sampingnya, yaitu ketagihan. Orang ketagihan yang tidak mengunakan

(10)

narkotika pada saat penggaruhnya hilang akan mengalami “gejala bebas

pengaruh”, seperti murung, gampang marah, gelisah, koma, adakalanya terus

meninggal. Kalau penggunaannya tanpa aturan dan lama-lama akan

mendatangkan efek yang jelek, dosis yang sama tidak mendatangkan efek

yang diharapkan. Akibatnya ia akan menaikan dosis demi mendapatkan

penggaruh yang sama, dan saat ia akan mengalami kelebihan dosis yang bisa

mengakibatkan kematian itulah yang paling buruk dari ketagihan.2

Contoh kasus penyalahgunaan narkotika yang terungakap di

kecamatan gulung talang kabupaten solok. Isvan Nelza Pgl IS mengaku

mengunakan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman (sabu-sabu).

Ketika Yendi Yance dan Benny Eka Putra (anggota kepolisian Polres Solok)

sedang melakukan patroli diwilayah Lubuk Selasih, para Anggota kepolisian

sudah mencurigai melihat Isvan Nelza Pgl IS tiba-tiba berbalik arah dan

langsung mengejar Isva Nelza Pgl IS sesampai di SPBU Lubuk Selasih

sepedah montor yang dibawa langsung menyakan surat-surat kendaraan serta

melakukan pengeledahan badan Isvan Nelza Pgl IS, Yendi Yance dan Benny

Eka Putra menemukan sobekan bungkus rokok yang didalamnya berisi

serbuk putih berebntuk kristal putih ( Narkotika Golongan I Jenis Sabu-sabu).

Isvan Nelza Pgl IS diancam pasal 127 ayat (1) Huruf a Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang nrkotika “ pidana penjara 6 bulan”

Contoh kasus berikutnya yang berinisial GD yang berasal Turki. GD

ditawari kerja oleh ALI setelah mendapatkan penjelasan pekerjaan oleh ALI

(11)

kemudian GD menerima tawaran tersebut untuk mengantarkan barang ke

Jakarta, lalu ALI memberikan uang $.2000 USD untuk membeli tiket dengan

tujuan Turki – Jakarta, setelah GD tiba diterminal 2E Bandara Internasional

Soekarno Hatta Tanggerang Banten selanjutnya GD mengisi fotmulir

Customs Declaration, GD keluar menuju pinti X-Ray barang-barang GD

dimasukan kedalam X-ray, pada saat barang berupa koper GD dimasukan

kedalam X-ray dimana barang milik GD dicurigai oleh petugas Bea dan

Cukai Bandara, Raden Ridwan dan Hendra Pratama (sebagai anggota dari

Bea dan Cukai) melakukan pemeriksaan terhadap barang-barang bagasi milik

penumpang, saat melakukan pemeriksaan terhadap koper GD di monitor

X-ray ada barang yang mencurigakan bahwa dikoper tersebut terdapat barang

terlarang, selanjutnya Raden Ridwan dan Hendra Pratama mengubunggi

petugas BNN yang bernama Bamnang Sutarmanto untuk melakukan

pemeriksaan secara mendalam terhadap koper tersebut dan disaksikan oleh

GD, ditemukan didalam dinding buatan (False concealment) 1 (satu) bungkus

plastik narkotika yang berisi kristal putih jenis shabu dengan berat bruto

6.504 gram. GD diancam pasal 114 ayat (2) Undang-undang Republik

Indonesia no.35 Tahun 2009 tentang Narkotika” Pidana Mati”.

Masalah narkotika tidak mungkin dapat diatasi secara tuntas kecuali

jika menggunakan metode pendekatan yang benar dalam memberantas barang

jahanam itu. Mencermati apa yang terjadi di negara-negara barat sehubungan

masalah narkoba, menunjukkan bahwa mereka tak kunjung mampu mengatasi

(12)

menanggulangi narkotika. Untuk sementara penangulangan narkotika dinilai

belum berhasil. Banyak pihak yang beriktikad baik mencoba menaggulangi

para pecandu berat narkotika (pengkonsumsi aktif), pengguna ringan sampai

pada tingkat paling ringan, yakni baru sekedar coba - coba dan ikut - ikutan.

Namun jumlah pemakai secara keseluruhan tetap saja semakin

meningkat tajam. Berbagai upaya dilakukan dari upaya rehabilitasi,

kampanye, operasi penggeledahan dan penangkapan ke tempat - tempat

hiburan dan tempat - tempat lain yang diduga sarangnya. Sehingga anggaran

Negara terkuras dan terbuang sia - sia demi mengurusi mereka yang menjadi

korban penyalahgunaan narkotika.

Penyalahguaan barang haram tersebut merupakan problematika yang

komplek laksana benang kusut yang harus diurai. Meskipun orang yang

terlibat dalam narkotika diberi sanksi hukum, tapi tidak membuat peredaran

dan pemakainya jera dan terhenti. Secara nasional hampir setiap tahun kasus

ini meningkat jumlahnya. Tahun 1998 pihak kepolisian mencatat 958 kasus,

tahun 1999 meningkat menjadi 1.833, tahun 2000 menjadi 3.478, dan tahun

2001 bertambah lagi menjadi 3.617 (Data Polri tahun 1998-2001).3

Mengenai penerapan sanksi hukuman akibat penyalahgunaan narkoba

dalam perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Dalam Hukum Positif hal

penerapan sanksi bagi pengguna narkoba pada UU No. 35 tahun 2009 tentang

narkotika.Sedangkan dalam hukum Islam tidak dikodifikasikan dalam sebuah

undang-undang tersendiri. Sehingga para berbeda pendapat tentang Sanksi

3http://riansuprianto.cybermq.com/post/detail/8327/narkoba-dan-akibatnya. diakses pada tanggal

(13)

(uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkotika adalah ta’zir, yaitu sanksi

yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara,

dicambuk, dan sebagainya. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman

mati.4

Ta’zir adalah sanksi yang diberlakukan kepada pelaku jarimah yang

melakukan pelanggaran baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak

manusia dan tidak termasuk kedalam kategori hukuman hudud atau kafarat.

Karena ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh Al-Qur’an dan sunah,

maka ini menjadi kompetensi penguasa setempat. Dalam memutuskan jenis

dan ukuran sanksi ta’zir, harus tetap memperhatikan petunjuk nash secara

teliti karena menyangkut kemaslahatan umum.5Narkotika dan

minum-minuman keras telah lama dikenal umat manusia. Tapi sebenarnya lebih

banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Hampir semua agama besar

melarang umatnya untuk mengkonsumsi narkotika dan minuman keras

(dalam bentuk lebih luas adalah narkotika). Dalam Islam, ada beberapa ayat

al-Quran dan hadist yang melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman

keras dan hal-hal yang memabukan. Untuk itu, dalam analoginya, larangan

mengkonsumsi minuman keras yang memabukan adalah sama dengan

mengkonsumsi narkotika

Khamar (Narkotika) biasanyamenurunkan seseorang kederajat yang

rendah dan hina, karena dapat memabukan dan melemahkan. Orang yang

terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan khamar dilaknat oleh Allah,

(14)

entah pembuatnya, pemakainya, penjualnya, pembelinya, penyuguhannya,

dan orang-orang yang disuguhi.6

Ada juga tujuan dari diberlakukan sanksi ta’zir, yaitu7

1. Preventif(pencegahan). Ditunjukan bagi orang lain yang belum

melakukan jarimah

2. Represif(membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak

mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.

3. Kuratif (islah). Ta’zir harus mampu membawa perbaikan perilaku

terpidana dikemudian hati.

4. Edukkatif (pendidikan). Diharapkam\n dapat mengubah pola hidupnya ke

arah yang lebih baik.

Syara’ tidak menentukan macam-macam hukman untuk setiap jarimah

ta’zir , tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling

ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih

hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi ta’zir tidak

mempunyai batas tertentu. Ta’zir berlaku atas semua orang yang melakukan

kejahatan. Syaratnya adalah berakal sehat. Tidak ada perbedaan, baik

laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, atau kafir maupun

muslim. Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau menggangu pihak

lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan, ucapan atau

isyarat perlu di beri sanksi ta’zir agar tidak mengulangi perbuatannya.8

6Arif Hakim, Bahaya Narkotika ( Bandung : Pustaka Setia, 2004), 83. 7Ibid ., 142..

(15)

Di dalam Undang-undang narkotika No.35 Tahun 2009 tentang

Narkotika pasal 114 ayat (1) menyebutkan “setiap orang yang tanpa hak atau

melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima

menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika

golongan I, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

1.000.000.000,00(satumilyar rupiah)dan paling banyak Rp.

10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah)”.9

Tuntutan pidana dalam kasus perantara jual beli narkotika golongan I

dalam bentuk tanaman, ganja yang berat Brutto 792,34 gram dan Brutto

47,82 gram disebutkan dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009

tentang narkotika“setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum

menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima menjadi perantara

dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I, dipidana

dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan

paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

1.000.000.000,00(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.

10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah).

Berdasarkan uraian tersebut terlihat ada suatu masalah dalam

penegakan hukum terutama pada pertimbangan yang dilakukan hakim dalam

mengambil putusan ini. Oleh karena itu sehubungan dengan kondisi diatas

penulis merasa perlu menelitiputusan No 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang

(16)

menjadi perantara dalam jual beli ganja yang semula hanya dihukum 6 tahun

dan denda 1.000.000.000 apabila denda tidak dibayar oleh terdakwah maka

diganti dengan pidana penjara 6(enam) bulan menjadi 10 tahun dan denda dan

denda 1.000.000.000 apabila denda tidak dibayar oleh terdakwah maka

diganti dengan pidana penjara 6(enam) bulan

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Pengertian Narkotika.

2. Pengetian Ta’zir

3. Jenis-jenis narkotika.

4. Apa ancaman hukum terhadap perantara jual beli narkotika.

5. Pertimbanganhakim dalam putusan No 67/Pid.sus/2015/PT.MDN tentang

perantara jual beli narkotika golonganI dalam bentuk tanaman.

6. Analisishukum pidana islam terhadap putusan

No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika

golongan I dalam bentuk tanaman.

Dari identifikasi masalah diatas maka penulis membatsi masalah

sebagai berikut:

1. Pertimbanganhakim dalam putusan No 67/Pid.sus/2015/PT.MDN tentang

(17)

2. Analisishukum pidana islam terhadap putusan

No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika

golongan I dalam bentuk tanaman.

C. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dimuka, maka pokok

permasalahannya adalah sebagai berikut

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan PT. No.

67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika

golongan I dalam bentuk tanaman?

2. Bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap putusan PT No.

67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika

golongan I dalam bentuk tanaman ?

D. KajianPustaka

Dari hasil telah kajian pustaka terhadap hasil penelitian sebelumnnya,

penulis tidak menjumpai judul penelitian sebelumnya yang sama yang

dilakukan oleh mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, penulis juga tidak

menemukan penelitian atau tulisan yang secara spesifik mengkaji tentang

AnalisisHukum Pidana Islam terhadap putusan PT

No67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan

I dalam bentuk tanaman. Penulis tidak mendapatkan beberapa hasil penelitian

yang memiliki relevansi terhadap penelitian yang penulis lakukan, sebagai

(18)

1. Skripsi yang ditulis oleh Fitria Ika Firdaus pada tahun 2013, jurusan

Siyasah Jinayah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, yang berjudul :

“Analisis Putusan NO.202/PID.B/2012/PN.MKT Prihal Pidana Narkotika

Golongan I dalam Perspektif Fiqh Jinayah”. Membahas tentang sanksi

hukum terhadap kejahatan narkotika dalam putusan No

202/Pid.B/2012/PN Mkt menurut fiqih jinayah dan pertimbangan hakim

dalam pandangan fiqih jinayah terhadap pelaku kejahatan narkotika

golongan I. Teknik pengumpulan datanya dengan cara Observasi ,

Reading (membaca dan mempelajari literature-literatur yang berkenaan

dengan data penelitian), writing (mencatat data yang berkenaan dengan

penelitian), wawancara yang dilakukan dengan bapak Ngurah.SH,MH.

Selaku hakim Pengadilan Negeri Mojokerto.10

Perbedaan dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalan penulis

membahas tentang Analisis Hukum Pidana Islam terhadap putusan PT

No67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika

golongan I dalam bentuk tanaman.

2. Skripsi yang ditulis oleh Indah Fathonah pada tahun 2006, jurusan

Siyasah Jinayah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, yang berjudul :

“Putusan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Psikotropika di

Pengadilan Surabaya Analisis Atas Pasal 291 KUHP Menurut Perspektif

10FitriaIkaFirdaus, 2013,Analisis Putusan NO.202/PID.B/2012/PN.MKT Prihal Pidana Narkotika

Golongan I dalam Perspektif Fiqh Jinayah”. Membahas tentang sanksi hukum terhadap kejahatan

narkotika dalam putusan No 202/Pid.B/2012/PN Mkt menurut fiqih jinayah dan pertimbangan hakim dalam pandangan fiqih jinayah terhadap pelaku kejahatan narkotika golongan I , IAIN –

(19)

Hukum Pidana Islam :Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Penerapan

Pasal 41 UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropi dan Pasal 47 UU No

22 Tentang Narkotika. Teknik pengumpulan datanya diperoleh melalui

wawancara dengan para hakim dan panitera maupun dengan mempelajari

dokumen, berkas-berkas perkara dan bahan kepustakaan.11

E. TujuanPenelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana hal tersebut diatas, maka

tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggetahui bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan No

67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika

golongan I dalam bentuk tanaman.

2. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap

putusan PT No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli

narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.

11Indah Fathonah, 2006, Putusan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Psikotropika di

(20)

F. KegunaanHasil Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual

dan pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam.

2. Secara praktis, sebagai bahan pertimbangan dan bahan dalam menetapkan

Keputusan memutuskan sebuah perkara dalam peradilan umum di

Indonesia.

G. DefinisiOperasional

Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas tentang topik

penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa unsur istilah yang

terdapat dalam judul skripsi ini, diantaranya:

1. Narkotika : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sentetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan kedalam golongan-golongan sebagai lampiran undang-undang

ini, dalam ayat ini menyatakan setiap orang yang tanpa hak atau

melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima

menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika

golongan I, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara

(21)

sedikit Rp. 1.000.000.000,00(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.

10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) ”.12

2. Ta.zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ , melaikan

diserahkan kepada hakim baik penentuan maupun pelaksanaannya.13

H. MetodePenelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian sendiri berarti sarana yang

dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta

mengembangkan ilmu pengetahuan.14 Berdasarkan hal tersebut terdapat

empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan

kegunaan.15 Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa metode penelitian

merupakan usaha untuk menemukan sesuatu serta bagaimana cara untuk

menemukan sesuatu tersebut dengan menggunakan metode atau teori ilmiah.

1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian

ini dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan (Library

Research).Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi

penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek

studi.Pustaka hakekatnya merupakan hasil olah budi karya manusia dalam

bentuk karya tertulis (Literacy) guna menuangkan gagasan/ide dan

pandangan hidupnya dari seseorang atau sekelompok orang.Penelitian

12UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika 114 13

Oemar Seno, Hukum-Hakim Pidana, (Jakarta : Erlangga, 1984),19.

14Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007),.40.

(22)

kepustakaan bukan berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi

lebih ditekankan kepada esensi dari yang terkandung pada buku tersebut

mengingat berbagai pandangan seseorang maupun sekelompok orang

selalu ada variasinya.16

Dengan demikian penelitian kepustakaan dilakukan dengan

penelaahan gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada,

aturan yang mengikat objek ilmu. Studi ini dilakukan untuk meneliti

suatu masalah yang menjadi topic karya penelitian ataupun yang menjadi

konsepsi tersebut. Dengan memperhatikan pengertian tersebut, studi

kepustakaan harus menggunakan sistematika dan proses penelitian yang

jelas serta menggunakan alat-alat analisis yang jelas pula.

2. Data Yang Akan dikumpulkan

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang

tindak pidana narkotika dengan sanksi putusan Pengadilan Tinggi Medan

yang terkait dengan pokok permasalahan yaitu:

a. Internet Pengadilan Tinggi Medan

b. Dokumentasi berupa putusan pengadilan tinggi Medan

3. Sumber Data

a. Sumber Primer

(23)

Yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau

kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang,17antara lain:

1) Internet Pengadilan Tinggi Medan

2) Dokumentasi berupa putusan pengadilan tinggi Medan

b. Sumber Sekunder

Sumber data sekundar adalah sumber secara tidak langsung

member informasi data kepada pengumpul data. Misalnya, melalui

orang lain atau dokumen18. antara lain :

1) Hukum Pidana. OlehUtrecht

2) Azas-azas Hukum Pidana. Oleh Tresna

3) Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya.Oleh

Sianturi

4) Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam. Oleh Ahmad Hanafi MA

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam

proses penelitian, sebab untuk memperoleh hasil penelitian yang baik

sangat ditentukan oleh kualitas data yang diperoleh dalam suatu

17MukriFajar danYuliantoAhmad,DualismePenelitianHukumNormatif Dan Empiris.(Yogyakarta

:PustakaPelajar 2010), 157

(24)

penelitian. Kualitas data, sangatlah dipengaruhi oleh siapa narasumber,

bagaimana dan dengan cara apa data-data itu dikumpulkan.19

Dalam hal ini, teknik penggalian data yang akan peneliti lakukan

yaitu Kepustakaan karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa

dijawab lewat penelitian pustaka dan sebaiknya tidak mungkin

mengharapkan datanya dari penelitian lapangan. Oleh karena itu

penelitian ini akan menggunakan studi kepustakaan untuk menjawab

persoalan yang akan peneliti lakukan. Setidaknya ada empat ciri studi

kepustakaan20 yaitu sebagai berikut:

a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks dan data angka dan

bukannya dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata

berupa kejadian, orang atau benda-benda lain

b. Data pustaka siap pakai

c. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang bukan data

orisinil dari tangan pertama di lapangan

d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan

pengolahan data dengan menggunakanmetode sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data secara cermat tentang

kelengkapan, relevansi serta hal yang perlu dikoreksi dari data yang

(25)

telah dihimpun yang berkaitan dengan Narkotika berdasarkan Hukum

Pidana Islam dan UU RI No 35 Tahun 2009

b. Organizing, menyusun dan mensistematika data-data tersebut

sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan

struktur deskripsi.

c. Analizing, yaitu melakukan analisis deskriptif Hukum islam terhadap

kasus perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman

yaitu ganja dan UU RI No 35 Tahun 2009

6. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan disusun secara sistematis kemudian

dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu analisa data

dengan memaparkan data yang telah diperoleh secara umum untuk ditarik

kesimpulan secara khusus.dengan melakukan pembacaan, penafsiran, dan

analisis terhadap sumber-sumber data yang diperoleh yang berkaitan

dengan putusan hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati. Sehingga

diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

dirumuskan.dan kemudian ditarik kesimpulan secara khusus sesuai

dengan analisis Hukum Pidana Islam.

Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif yaitu

merupakan salah satu metode analisa data dengan mendeskripsikan

fakta-fakta secara nyata dan apa adanya sesuai dengan objek kajian dalam

penelitian ini yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang sedetail

(26)

Narkotika yang di putus semula penjara 6 tahun dan denda Rp.

1.000.000.000,00 menjadi 10 tahun dan denda Rp. 1.000.000.000,00

dalam Analisis Hukum Pidana Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Memberikan gambaran yang lebih jelas pada pembahasan skripsi ini,

penulis akan mencoba untuk menguraikan isi uraian pembahasannya. Adapun

sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab dengan

pembahasan sebagai berikut:

Bab Pertama pendahuluan yang berisi gambaran umum yang berfungsi

sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab berikutnya. Bab ini

memuat pola dasar penulisan skripsi, untuk apa dan mengapa penelitian ini

dilakukan. Oleh karena itu, pada Bab I ini pada dasarnya memuat sistematika

pembahasan yang meliputi : latar belakang masalah, identifikasi dan batasan

masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua merupakan Landasan teori tentang analisis Hukum Pidana

Islam terhadapperantara dalam jual beli narkotika golongan I dalam bentuk

tanaman No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN, yang meliputi pengertian ta’zir,

dasar hokum ta’zir, macam-macam hukman ta’zir dan tindak pidana

(27)

Bab Ketiga merupakan hasil penelitian putusan hakim dalam tingkat

banding No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika

golongan I dalam bentuk tanaman yang menjabarkan sekilas tentang putusan

Pengadilan Negeri Medan No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN dan pertimbangan

hakim dalam putusan tersebut.

Bab Empat menjalasakan tentang analisis hukum pidana Islam

terhadap pertimbangan hakim dalam putusan No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN

tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.

Bab Lima penutup, yang berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan

(28)

20 BAB II

TA’ZIR DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ta’zir

Hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,

melainkan diserahkan kepada hakim, baik penentuannya maupun

pelaksanaanya.1 Syara’ tidak menyebutkan macam-macamnya hukuman

untuk jarimah untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan

sekumpulan hukuman, dari seringan-ringannya sampai kepada

seberat-beratnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih

hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan hukuman-hukuman ta’zir serta keadaan si

pembuatnya juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.2

Hukuman ta’zir menurut bahasa adalah ta’dib atau memberi pelajaran.

Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna

narkotika yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah

lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik

pabrik narkotika.

Hukuman ta’zir adalah sanksi bagi kemaksiatan yang didalamnya

tidak ada had dan kifarat. dengan kata lain sanksi atas berbagai

macam-macam kemaksiatan yang kadar sanksinya tidak ditetapkan oleh Syar’i.

Dalam perkara ini, Syar’i telah menyerahkan sepenuhnya hak penetapan

1 Oemar Seno, Hukum...,19.

(29)

kadar sanksi kemaksiatan tersebut kepada ulil amri, dengan begitu, kita bisa

memahami bahwa para Fuqaha telah merinci hukum-hukum sanksi.mereka

juga berijtihad, dan melembagakan berbagai pendapat yang ada. Namun

demikian, dalam hal ta’zir mereka hanya membahasnya dalam batasan yang

masih terlalu umum, dan menjelaskan secara terperinci.

Hal ini disebabkan karena dalam penetapan sanksi untuk memecahkan

berbagai kasur ta’zir yang dilaporkan kepadanya, semuanya diserahkan pada

qadli.

B. Dasar Hukum Ta’zir

Sumber Hukum Islam selain Al-Qur’an dan Hadis adalah ijma’, Qiyas,

karena tidak adanya dalil tertentu untuk narkoba. Maka narkotika dapat

di-qiyas-kan pada khamr karena, narkotika merupakan bahasan dan

permasalahan modern, terutama dalam bidang kesehatan khususnya tentang

obat-obatan atau farmasi. Menurut bahasa kata khamr berasal dari kata

khamara yang artinya tertutup, menutup atau dapat diartikan kalut.3

Dalam al-Qur’an dan hadist kata khamr mempunyai arti benda yang

mengakibatkan mabuk, oleh karena itu secara bahasa Khamr meliputi semua

benda-benda yang dapat mengacaukan akal, baikberupa zat cair maupun

padat.4 Kata khamara pada dasarnya adalah minuman keras yang berasal dari

anggur dan lainnya yang potensial memabukan dan biasa digunakan untuk

3 Ahmad Azhar Basyu

(30)

mabuk-mabukan.5 Dengan memperhatikan pengertian kata khamar dan

esensinya tersebut kebanyakan ulama berpendapat bahwa apapun bentuknya

(khamar, sabu-sabu, ganja, ekstasi dan sejenisnya) yang dapat memabukan,

menutupi akal atau menjadikan seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan

akal pikirannya adalah haram.6 Haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan

dengan khamr, melainkan karena dua alasan : Pertama , nash yang

mengharamkan narkoba. Kedua, menimbuklasn bahaya bagi manusia.

Pendapat ulama’ mengenai pengertian khamr. Imam al-Alusi didalam

tafsirnya menyebutkan bahwa makna Khamr,

شْا يطغي قع ا خي ك أ ع ا يصع خت ا س ا

Artinya:”Ialah zat yang memabukkan dan terbuat dari sari anggur

atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi dan menghilangkan

akal.”7

Sedangkan menurut al-Thabari dalam tafsirnya mengatakan:

ي ع ىطغ تسف قع ا خ ا ش ك

Ialah segala jenis minuman yang dapat menutupi akal.8

Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifa, yang dimaksud khamr

adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak

hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih

kembali. Sari dari buih itulah yang memabukan.9 Pendapat ini juga didukung

5 Ahmad Azhar, Kamus Istilah Hukum Islam (Yogyakarta : Fakultas Hukum UII, 1987), 53. 6 Departemen Agama RI, Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan Narkoba (Jakarta: Dirjen

Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2004), 45.

7 Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008), 123.

(31)

oleh ulama-ulama Kuffah, al-Nakha’i, al-Tsauri dan Abi Laila. Adapun

menurt ulama’ Maliki, Syafi’i, Hanbali yang dimaksud dengan khamr ialah

semua zat atau barang yang memabukan baik sedikit maupun banyak.

Al-Fahru al-Rozi berpendapat bahwa hal ini merupakan argumentasi yang paling

kuat dalam hal menamakan khamr dalam pengertian semua yang

memabukan. Al-imam al-Alusi pun juga mengemukakan komentarnya sebgai

berikut :” menurut saya, sesungguhnya yang benar dan tidak boleh di ingkari,

bahwa minuman yang dibuat dari anggur, apapun adanya serta apapun

namanya, sekiranya memabukan maka hukumnya haram. Peminumnya

dihukumi had, talaknya dianggap sah serta najisnya terhitung najis

mughalladhoh. Dari berbagai argumentasi diatas, Muhamad ali al-Shabuni

berpendapat bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang memabukan adalah

khamr.10

Telah dinyatakan juga dalam al-Qur’an dengan tegas didalam surat al

-maidah ayat 90-91 :

Artinya:” Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

(32)



Artinya :”Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan

permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan

pekerjaan itu).11

Dampak negatif dari khamr tersebut dalam ayat diatas adalah sebagai

berikut :

1. Dampak sosial dalam bentuk keharaman, kekerasan perkelahian dan

permusuhan dikalanagan umat.

2. Dampak terhadap agama dalam bentuk mengahalangi umat islam dalam

menjalankan tugas-tugas agamanya.

Para Ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkotika ketika bukan

dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama

halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan

para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk

dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).

Dalil - dalil yang mengarah pada keharaman narkotika sudah banyak

kita ketahui, maka dari itu penulis mengambil dalil-dalil yang dirasa cukup

mewakili dalam dasar hukumnya diantara, pertama dari al-Qur’an Surat Al

-A’rof ayat 157. Allah Ta’ala berfirman:

ثئ خ ا ي ع حي يط ا حي

(33)

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan

bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157).

Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna

khobits adalah yang memberikan efek negatif.

Dalil yang kedua Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat

195 dan Surat An-Nisa’ ayat 29 yang berbunyi:

ت ا ى إ يديأ ا ق ت َ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).

إ سف أ ا تقت َ يح ك ّا

Artinya:“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).

Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri

atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak

badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan

bahwa narkoba itu haram.

Ketiga Hadis dari Ummu Salamah, dan Hadis dari Abu Hurairah,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ّا س ى

-م - تف س ك ع

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari

segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR.

Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309).12

Pada zaman pemerintahan Umar bin al-Khattab peminum khamr itu

diberi hukuman delapan puluh kali jilid, karena pada masa itu mulai banyak

12Abi Dawud Sulaiman bin Ismail bin al-Asya’ al-Sijastani al-Azri, Sunan Abi Dawud, (kairo:

(34)

peminum khamr . ketentuan ini berdasarkan hasil musyawarah beliau

bersama para Sahabat lain, yakni atas usulan Abdurahman bin Auf. Pada

pemerintahan Ali peminum khamr juga diberi hukuman delapan puluh jilid,

dengan mengqisaskan kepada penuduh zina. Disepakati para Ulama bahwa

sanksi itu tidak diberikan ketika peminum itu mabuk, karena sanksi itu

merupakan pelajaran, sedangkan orang yang sedang mabuk, tidak bisa diberi

pelajaran. Bila seseorang berkali-kali minum dan beberapa pula mabuk,

namun belum pernah dijatuhi hukuman, maka hukumannya sama dengan

sekali meminum khamr dan sekali mabuk. Dalam kasus ini ada

kemungkinana diterapkannya teori at-tadakhul, dengan ketentuan sebagai

berikut;

1. Bila minum dan mabuk beberapa kali mabuk maka hukumannya satu kali.

2. Beberapa kali minum dan hanya sekali mabuk, maka hukumannya satu

kali.

3. Dikalangan Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, bila seseorang mabuk

lalu sesudah sadar membunuh orang lain serta tidak mendapat pemaafan

dari keluarga korban, maka hukuman baginya hanya satu, yaitu hukuman

mati (qishas).13

(35)

C. Macam-Macam Hukuman Ta’zir

Ada 11 macam hukuman ta’zir antara lain :14

1. Hukuman Mati

Sebagaimana diketahui, ta’zir mengandung arti pendidikan dan

pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahw tujuan ta’zir

adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembali dan tidak

melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.

Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan si pelaku setelah

melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap hidup

setelah hukuman dijatuhakan agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Oleh

karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat jarimah tidaklah

sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan men mendidik untuk

kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai. Namun demikian apabila

hal ini tidak mampu memberantas kejahatan, si pelaku malah berulang

kali melakukan kejahatan yang sama atau mungkin lebih variatif jenis

kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan

tersebut adalah melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya tidak

terus bertambah dan mengancam kemaslahatan yang lebih luas lagi.

Hukuman ini juga berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan yang

dapat membahayakan bangsa dan negara, membocorkan rahasia negara

yang sangat penting untuk kepentingan musuh negara atau mengedarkan

(36)

atau menyelundupkan barang- barang berbahaya yang dapat merusak

generasi bangsa seperti narkotika dan sejenisnya.

2. Hukuman Jilid

Dalam jarimah ta’zir , hukuman ini sebenarnya juga ditunjuk

Al-Qur’an untuk mengatasi masalaj kejahatan atau pelanggaran yang tidak

ada sanksinya. Walaupun bentuk hukumanya tercantum dalam surat

An-Nisa’ ayat 34 ditunjukan pada tujuan ta’dib bagi istri yang melakukan

nusyuz kepada suaminya. Hukuman jilid juga mempunyai dampak lebih

maslahat bagi keluarga sebab hukuman ini hanya dirakan fisik oleh yang

menerima hukuman walaupun secara moril juga dirasakan oleh keluarga

terhukum. Namun, seiring singkatnya hukuman tersebut, damapk

terhadap morilnya tersebut akan cepat hilang. Adapun hukuman penjara

menyebabkan penderitaan yang dialami keluarga pelaku, baik moril

mauoun materil. Ini berarti bahwa hukuman tersebut juga ikut dirasakan

oleh keluarga yang tidak ikut bersalah. Dari segi moril keduanya akan

berpisah dalam jangka waktu yang lama dan dapat menyebabkan ganguan

kejiwaan kare kebutuhan kamanusiaanya tidak dapat disalurkan. Dari segi

materil, keluarga juga akan menanggung rersiko yang tak kalah beratnya,

bahkan ini yang sangat tampak dirasakan keluarga, terutama anak-anak.

Orang yang selama ini menanggung kebutuhan materil keluarga tidak

dapat lagi melakukan pekerjaanya. Akibatnya, keluarga harus hidup

seadanya atau istri harus mencari penghasilan kalu tidak mau mati

(37)

anak-anaknya, melakukan hal yang menyimpang dari kesusilaan, karena

keterbatasan keterampilan yang dimilikinya. Tentu saja ini akan

menambah masalah baru, masalah sosial yang dapat berantai.

Hukuman jilid juga dapat menghindarkan si terhukum dari akibat

sampingan hukuman penjara dan ini pada hakikatnya memberikan

kemaslahatan bagi si terhukum. Dalam hukumuan jilid, si terhukum,

setelah hukuman selesai akan kembali kedalam keseharian bersama

keluarga, terlepas darp pergaulan buruk sesama narapidana seperti

layaknya penjara. Sebaliknya di penjara, terhukum akan berkumpul

dengan sesama narapidana dengan berbagai keahlian jahat. Ini

menyebabkan akan memperoleh ilmu kejahatan yang lebih tinggi yang

dapat menjadi modal babginya setelah keluar nanti, menjadikannya lebih

berani dan percaya diri. Bahkan, teman bekas narapidana bekas di penjara

dulu, tidak jarang kemudian bergabung untuk berbuat kejahatan

bersama-sama. Oleh karena itu, penjahat-penjahat profesional banyak dimulai dari

amatiran yang telah sering keluar masuk penjara. Tenyata sistem penjara

kurang efektif dalam upaya mengembalikan si terhukum ke arah yang

lebih baik, walaupun disana diadakan pembinaan mental spiritual

terpidana secara reguler serta kegiatan-kegiatan keterampilan yang

diperlukan untuk sekembalinya ke masyarakat nanti.

3. Hukuman Penjara

Hukuman penjara dalam hukum islam berbeda dengan hukum

(38)

utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau hukuman

pilihan. Hukuman pokok dalam syari’at Islam bagi perbuatan yang tidak

diancam dengan hukuman had adalah hukuman jilid. Biasanya hukuman

ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang dinilai ringgan saja atau yang

sedang-sedang saja.

Dalam syari’at islam hukuman penjara hanya dipandang sebagai

alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada hakikatnya untuk

mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan dmikian, apabila dengan

pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai, hukumannya harus diganti

dngan yang lainnya yaitu hukuman jilid. Hukuman penjara dibagi menjadi

dua jenis yaitu hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak

terbatas. Hukuman penjara terbatas yaitu hukuman yang dibatasi lamanya

hukuman yang dijatuhkan dan harus dilaksakan terhukum, sedangkan

hukuman penjara tidak terbatas adalah dsapat berlaku sepanjang hidup,

smapai mati atau sampai si terhukum bertaubat seperti pembunuhan,

pembunuh yang terlepas dari qishash kare suatu hal-hal yang meragukan,

homoseksual, pencurian. Jadi pada prinsipnya penjara seumur hidup itu

hanya dikenakan bagi tidak kriminal yang berat-berat saja.

4. Hukuman Pengasingan

Membuang si terhukum dalam suatu tempat, masih dalam wilayah

negara dalam bentuk memenjarakannya. Sebab kalau dibuang tidak

dalam tempat yang khusus, dia akan membahayakan tempat yang menjadi

(39)

5. Hukuman Penyaliban

Dalam pengertian ta’zir , hukuman salib berbeda dengan hukuman

salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud hirabah . hukuman salib

sebagai hukuman ta’zir dilakukan tanpa didahului atau disertai dengan

mematikan sipelaku jarimah. Dalam hukuman salib ta’zir ini, si pelaku

disalib hidup-hidup dan dilarang makan dan minum atau melakukam

kewajibannya shalatnya walaupun sebatas dengan isyarat. Adapun

lamanya hukuman ini tidak lebih dari tiga hari.

6. Hukuman Pengucilan

Sanksi ini dijatuhkan bagi pelaku kejahtan ringan. Asalnya

hukuman ini diperuntukkkan bagi wanita yang nuyuz, membangkang

terhadap suaminya, Al-Qur’an memerintahkan kepada laki-laki untuk

menasehatinya.kalau hal ini tiak berhasil, maka wanita tersebut

diisolasikan dalam kamarnya sampai ia menunjukan tanda-tanda

perbaikan seperti dalam surat an-nisa ayat 34.

(40)

nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

7. Hukuman Peringatan atau Ancaman

Peringatan juga merupakan hukuman dalam Islam. Bahkan dalam

berbagai bidang, seseorng menerima ancaman sebagai bagian dari sanksi.

Dalam hal ini hakim cukup memanggil si terdakwa dan menerangkan

perbuatannya salah serta menasehatinya agar tidak melakukan

dikemudian hari. Sanksi peringatan merupakan snaksi ancang-ancang

bahwa dia akan menerima hukuman dalam bentuk lain apabila melakukan

perbuatan yang sama atau lebih dari itu dikemudian hari.

8. Hukuman Pencemaran

Hukuman ini berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan seseorang

yang telah melakukan perbuatan tercela, seperti menipu dan lain-lain.

Pada masa lalu upaya membeberkan kesalahan orang yang telah

melakukan kejahtan dilakukan dengan teriakan dipasar atau ditempat

keramaian umum. Tujuannya agar orang-orang mengetahui perbuatan

orang tersebut dan menghindari kontak langsung dengan dia supaya

terhindar dari akibatnya. Pada masa sekarang, upaya itu dapat dilakukan

melalui berbagai media masa baik cetaak maupun elektronik. Sering kita

temukan dikoran-koran, pengumuman dari perusahaan yang merasa

dirugikan akibat salah satu karyawannya. Pengumuman dalam koran itu

(41)

9. Hukuman Terhadap Harta

Hukuman terhadap harta dapat berupa denda atau penyitaan harta.

Hukuman berupa denda, umpanya pencurian buah yang masih dipohon

dengan keharusan pengembalian dua kali harga asal. Hukuman denda juga

dapat dijatuhkan bagi orang yang menyembunyikan, menghilangkan,

merusakkan barang milik orang lain dengan sengaja. Perampasan terhadap

harta yang diduga merupakakn hasil perbuatan jahat atau mengabaikkan

hak orang lain yang ada didalam hartanya. Dalam hal ini , boleh menyita

harta tersebut bila terbukti harta tersebut tidak dimiliki dengn jalan yang

sah.

10.Sanksi-Sanksi Lain

Sanksi-sanksi yang disebutkan di atas itu pada umumnya dapat

dijatuhkan terhadap setiap jarimah atas dasar pertimbangan hakim.

Terhadap sanksi-sanksi lain yang bersifat khusus, sanksi-sanksi tersebut

dapat berupa penurunan jabatan atau pemecatan dari pekerjaan,

pemusnahan atau penghancuran barang-barang tertentu.

11.Kaffarat

Kaffarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan

untuk menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancam atas

perbuatan-perbuatan yang dilarang syarak karena perbuatan itu sendiri

(42)

Ditinjau dari segi terdapat dan tidak terdapatnya nas dalam Al-Qur’an

atau Al-Hadist, Hukuman dibagi menjadi dua, yaitu :15

1. Hukuman yang ada nasnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan kafarah.

Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri, perampok,

pemberontak pembunuh, dan orang yang menzihar istrinya

(menyerupakan istrinya dengan ibunya).

2. Hukuman yang tidak ada nasnya, hukuman ini disebut ta’zir, seperti

percobaan melakukan jarimah, jarimah-jarimah hudud dan kisas atau diat

yang tidak selesai, dan jarimah-jarimah ta’zir itu sendiri.

Ditinjau dari sudut pandang kaitan antara hukuman yang satu dengan

hukuman lainya, terbagi menjadi empat :

1. Hukuman pokok (Al-‘Uqubat Al-Asliyah), yaitu hukuman utama bagi

suatu kejahatan, hukuman mati bagi pembunuh yang membunuh dengan

sengaja, hukuman diyat bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja, dera (

jilid) seratus kali bagi pezina ghairah muhsan.

2. Hukuman pengganti (Al-‘Uqubat Al-Badliyah), hukuman yang

menggantikan kedudukan hukuman pokok (hukuman asli) dan karena

suatu sebab tidak bisa dilaksanakan, sepeti hukuman ta’zir dijatuhkan

bagi pelaku karena jari>mah had yang didakwakan mengadung unsur-unsur

kesamanaan atau subhad atau hukuman diat dijatuhkan bagi pembunuhan

sengaja yang dimaafkan keluarga korban. Dalam hal ini hukuman ta’zir

merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok yang tidak bisa

(43)

dijatuhkan, kemudian hukuman diat sebagai pengganti dari hukuman

kisas yang dimaafkan.

3. Hukuman tambahan (Al-‘Uqubat Al-Taba’iyah), yaitu hukuman yang

dikenakan yang mengiringi hukuman pokok. Seorang pembunuh pewaris,

tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh.

4. Hukuman pelengkap (Al-‘Uqubat Al-Takhmiliyyah), yaitu hukuman

untuk melengkapi hukuman pokok yang telah dijatuhkan, namun harus

melalui keputusan tersendiri oleh hakim. Hukuman pelengkap itu menjadi

pemisah dari yang hukuman tambahan tidak memerlukan putusan

tersendiri seperti, pemecatan suatu jabatan bagi pegawai karena

melakukan tindakan kejahatan tertentu atau mengalungkan tangan yang

telah dipotong dileher pencuri.

Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat

ringannya hukuman. Hukuman dibagi atas dua macam :

1. Hukuman yang mempunyai batas tertentu, yaitu hukuman yang telah

ditentukan besar kecilnya. Dalam hal ini hakim tidak dapat menambah

atau mengurangi hukuman tersebut atau menggantinya dengan hukuman

lain. Ia hanya bertugas menerapkan hukuman yang telah ditentukan tadi

seperti, hukuman yang termasuk kedalam kelompok jarimah hudud dan

jarimah qishash, diat.

2. Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas tertinggi

dan terrendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang dianggap

(44)

pada hukuman-hukuman yang termasuk kelompok ta’zir. Hakim dapat

memilih apakah si terhukum akan dipenjarakan atau didera (jilid),

mengenai penjarapun hakim dapat memilih, berapa lama dia dipenjarakan.

D. Tindak Pidana Narkotika sebagai Jarimah Ta’zir dalam Hukum Isalam

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman yang dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan dalam

golongan-golongan dalam UURI no 35 tahun 2009 tentang narkotika dimana

salah satu dari narkotika golongan I.16

Narkotika memang memiliki dua sisi yang sangat antagonis. Pertama,

narkotika dapat memberi manfaat besar bagi kepentingan hidup dengan

beberapa ketentuan. Kedua, narkotika dapat membahayakan pemakaiannya

karena efek negatif yang distrubtip. Dalam kaitan ini pemerintah republik

Indonesia telah membuat garis-garis kebijaksanaan yang termuat dalam

Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Penyalahgunaan

narkotika dan obat-obat perangsang yang sejenisnya oleh kaum remaja erat

kaitannya dengan beberapa hal yang menyangkut sebab. Motivasi dan akibat

yang ingin dicapai. Secara sosiologis, penyalahgunaan narkotika oleh kaum

remaja merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan atau

pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari proses

interaksi sosial.17

(45)

Hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,

melainkan diserahkan kepada hakim, baik penentuannya maupun

pelaksanaanya.18 Syara’ tidak menyebutkan macam-macamnya hukuman

untuk jarimah untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan

sekumpulan hukuman, dari seringan-ringannya sampai kepada

seberat-beratnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih

hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan hukuman-hukuman ta’zir serta keadaan si

pembuatnya juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.19

Sedangkan jarimah ta’zir deserahkan kepada hakim untuk

menentukannya, dengan syarat harus sesuai dengan kepentingan-kepentingan

masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nas-nas

(ketentuan-ketentuan) syara’ dengan prinsip-prinsip yang umum.20

Mengenai hukuman ta’zir di atas ini, maka di dikelompokkan ke

dalam tiga bagian :

1. Hukuman Ta’zir atas Perbuatan Maksiat

Bahwa hukuman ta’zir diterapkan atas setiap perbuatan maksiat

yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat, baik perbuatan

maksiat tersebut menyinggung hak Allah (hak masyarakat) maupun hak

adami (hak individu).

Pengertian maksiat adalah melakukan perbuatan yang diharamkan

dilarang oleh syara’ dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang

18 Ibid,19.

(46)

diharamkan (dilarang) oleh syara’ dan meninggalkan perbuatan perbutan

yang diwajibkan (diperintahkan) olehnya.21

Perbuatan-perbuatan maksiat dibagi kedalam tiga bagian :

a. Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman had, tetapi

kadang-kadang ditambah dengan human kifarat, seperti, pembunuhan,

pencurian minuman keras, dan sebgainya. Untuk jarimah tersebut,

selain dikenakan hukuman had, dapat juga dikenakan hukuman ta’zir.

Pada dasarnya jarimah-jarimah tesebut cukup dikenakan hukuman

had, tetapi dalam kondisi tertentu apabila dikenakan kemaslahatan

umum. Maka tidak ada halangannya ditambah dengan hukuman ta’zir.

b. Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman kifarat, tetapi tidak

dikenakakan hukuman had. Menyetubuhi istri pada siang hari bulan

Ramadhan. Pada dasarnya kifarat itu merupakan hukaman karena

wujudnya merupakan melakukan kesalahan yang dilarang oleh syara’

dan pemberian hukumanya pembebasan hamba sahaya, atau puasa

atau memberi makanan kepada orang miskin.

c. Perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula

kifarat, maka akan dikenakan hukuman ta’zir.

2. Hukuman Ta’zir dalam Rangka Mewujudkan Kemaslahatan Umum

Menurut kaidah umum yang berlaku selama ini dalam syariat

Islam hukuman ta’zir hanya dikenakan terhadap perbuatan maksiat, yaitu

perbuatan yang dilarang keras zat perbuatannya itu sendiri.

(47)

3. Hukuman Ta’zir Atas Perbuatan-Perbuatan Pelangggaran (Mukallafah)

Pelanggaran mukalafah melakukan perbuatan makruh dan

meninggalkan perbuatan mandub, menjatuhkan hukuman ta’zir atas

perbuatan mukalafah, disyaratkan berulang-ulangnya perbuatan yang

akan dikenakan hukuman ta’zir.

Para ahli fiqih dalam menentukan batas maksimal sanksi hukuman

ta’zir yaitu:22

a. Hukuman ta’zir itu diterapkan dengan pertimbangan kemaslahatan

dan dengan memperhatikan kondisi fisik terhukum.

b. Hukuman yang dijatuhkan tidak boleh melebihi hukumana had.

c. Hukuman ta’zir bisa diberikan maksimalnya tidak boleh melebihi 10

kali cambukan.

22 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar,

(48)

40 BAB III

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NO :67/PID.SUS/2015/PT.MDN

TENTANG PERANTARA JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM

BENTUK TANAMAN

A. Deskripsi Kasus tentang Perantara Jual Beli Narkotika Golongan I Dalam

Bentuk Tanaman1

Pada dasarnya kasus yang diteliti oleh penulis adalah tindak pidana

melanggar hukum tentang Perantara jual beli narkotika golongan I dalam

bentuk tanaman, yaitu dilakukan oleh SAHAT AGRIANTO HUTAPEA,

dengan kronologi sebagai berikut :

Hari Minggu tanggal 16 Juli 2014 sekitar jam 21:00 WIB saksi-saksi

dari polres Simalungun melakukan penangkapan terhadap terdakwa Biston

Sitohang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika jenis ganja

selanjutnya para saksi bertanya kepada terdakwa Biston Sitohang dari siapa

Terdakwa membeli ganja tersebut dan terdakwa Biston Sitohang mengakui

bahwa terdakwa Biston Sitohang membeli ganja tersebut dari terdakwa Sahat

Agrianto Hutapea berdasarkan pengakuan terdakwa tersebut para saksi

menyuruh untuk menghubungi terdakwa Sahat Agrianto Hutapea dengan

mengunakan handphone untuk memesan daun ganja kering seberat 1 (satu)

1 Keputusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 67/PID.SUS/2015/PT.MDN, Tanggal Putus 18

(49)

kg selanjutnya terdakwa Sahat Agrianto Hutapea mengatakan bahwa akan

mengantar daun ganja yang telah dipesan kerumah terdakwa Biston Sitohang

lalu saksi-saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Sahat Agrianto

Hutapea dan dari tanngan terdakwa Sahat Agrianto Hutapea ditemukan

barang bukti berpa 1 (satu) bungkus daun ganja kering yang di lakban

selanjutnya para saksi-saksi mengintrogasi terdakwa Sahat Agrianto Hutapea

dan menanyakan apakah masih mneyimpan daun ganja lagi dan pada saat itu

mengakui bahwa masih ada daun ganja kering dirumahnya selanjutnya para

saksi-saksi kerumag]h terdakwa Sahat Agrianto Hutapea ditemukan 1 (satu)

bungkus daun ganja kering dan tidak memiliki izin dari pihak yang

berwewenang kemudian oleh saksi-saksi melakukan penangkapan terhadap

terdakwa berserta barang bukti untuk diproses sesuai dengan hukum yang

berlaku.

B. Keterangan Saksi

JEFRI GIRSANG , menerangkan sebagai berikut :

Bahwa pada tanggal 16 juli 2014 sekitar pukul 21.00 WIB saksi

menangkap BISTON SITOHANG dirumahnya, setelah diperiksa BISTON

SITOHANG menerangkan bahwa ganja tersebut dibeli dari terdakwa. Setelah

itu saksi-saksi menyuruh BISTON SITOHANG menghubungi terdakwa

untuk memesan ganja seberat 1 (satu)kg, keesokan harinya ganja tersebut

diantar kerumah BISTON SITOHANG lalu saksi-saksi langsung melakukan

(50)

Sitohang dengan mengendari sepedah motor tanpa plat nomor polisi. Bahwa

pada diri terdakwa terdapat ganja seberat 1(satu)kg yang dibungkus koran,

setelahn itu saksi-saksi melanjutkan pencarian barang bukti kerumah

terdakwa dan menemukan lagi ganja seberat 47,80 gram. Terdakwa

mempercayai BISTON SITOHANG karena sebelumnya pernah memesan

ganja kepada terdakwa seberat ½ kilogram. Ganja tersebut diperoleh dari

IGUN yang tinggal di Asrama Koramil, saksi-saksi tidak berani melakukan

penyelidikan lebih lanjut dikarenakan saksi-saksi pernah melakukan

pengejaran kedalah Asrama Koramil, saksi-saksi dikejar massa.2

Saksi II

Marudut Nababan menerangkan sebagai berikut :

Bahwa benar pada tanggal 16 juli 2014 sekitar pukul 21.00 WIB saksi

Jefri Girsang dan saksi Mardut Nababan melakukan penangkapan terhadap

Biston Sitohang dirumahnya, setelah diperiksa Biston Sitohang menerangkan

bahwa ganja tersebut dibeli dari terdakwa. Setelah itu saksi-saksi menyuruh

Biston Sitohang untuk mneghubunggi terdakwa untuk memesan ganja

seberat 1 (satu)kilogram dan dalam percakapan via sms tersebut terdakwa

berjanji untuk mengantarkan pesanan tersebut kerumah Biston Sitohang,

pada tanggal 17 juli 2014 jam 08.00 wib. Saksi-saksi langsung melakukan

penangkapan terhadap terdakwa yang mengantarkan pesanan Biston

Sitohang dengan mengendari sepedah montor tanpa plat nomor polisi. Bahwa

(51)

pada diri terdakwa didapati barang bukti lebih dari 1(satu) kilogram yang

dibungkus koran. Saksi-saksi melanjutkan pencarian barang bukti dirumah

terdakwa dan dalam pemeriksaan dirumah terdakwa saksi-saksi menemukan

lagi ganja seberat 47,80 gram yang dibungkus koran. Barang bukti yang ada

pada terdakwa seluruhnya diperoleh dari IGUN yan menurut terdakwa adalah

banadar ganja yang tingal di belakang kantor Koramil, yang dibelinya dengan

harga Rp. 1.400.000,- (satu juta empat ratus ribu rupiah).. saat saksi-saksi

melakukan pengejaran terhadap IGUN, ternyata IGUN tinggal di Asrama

Koramil maka saksi-saksi tidak berani melakukan penyelidikan lebih lanjut

kepada IGUN karena saksi pernah melakukan pengejaran dan saksi-saksi

dikejar oleh massa.3

C. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan Tinggi Medan

Dalam Memutus Perkara Nomer : 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang

Perantara Jual Beli Narkotika Golongan I dalam Bentuk Tanaman

Dalam persidangan perkara tentang perbuatan melanggar hukum

karena menjadi perantara di Pengadilan Tinggi Medan, persidangan ini di

pimpin oleh Bantu Ginting,S.H. sebagai Hakim Ketua Majelis, Janes

Aritonang SH.MH. dan Ridwan Ramli, SH.MH. sebagai Hakim Anggota ,

Marthin A.P.Sinaga, SH. Sebagai Panitera Pengganti.

Yang dijadikan alat bukti di dalam persidangan yaitu :

(52)

1. 1 (satu) bungkus daun ganja kering yang dibungkus dengan kertas koran

yang dilakban dengan berat Brutto 788,34 gram (Nettto 792,34 gram - 5

gram (digunakan untuk kepentingan Laboratoris).

2. 1 (satu) bungkus daun ganja kering yang dibungkus dengan kertas koran

seberat Brutto 44 gram (Netto 47,80 gram - 3,80 gram (digunakan untuk

kepentingan Laboratoris).

3. 1 (satu) unit HP merk Nokia

4. 1 (satu) unit sepedah motor merk merk Yamaha Vega R tanpa nomor

polisi.4

Sedangkan saksi-saksi yang diajukan didalam persidangan , yaitu :

1. Saksi “JEFRI GIRSANG”

2. Saksi “MARUDUT NABABAN”

Jaksa penuntut umum meminta kepada majelis Hakim Pengadilan

Tinggi Medan memberikan tuntutan kepada terdakwa sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa SAHAT AGRIANTO HUTAPEA terbukti

bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan hukum

menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual-beli, menukar atau menyerahkan Narkotika

Golongan I sebagaimana Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam Pasal

114 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

(53)

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SAHAT AGRIANTO

HUTAPEA dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun

dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan

perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah) apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan

pidana penjara selama 6 (enam) bulan.

3. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus daun ganja kering

yang dibungkus dengan kertas, koran yang dilakban dengan berat

keseluruhan 792,34 gram setelah digunakan untuk kepentingan

Laboratoris maka sisa barang bukti yang digunakan untuk kepentingan

pembuktian dengan berat 787,34 gram, 1 (satu) bungkus daun ganja

kering yang dibungkus dengan kertas koran seberat 47,80 gram setelah

digunakan untuk kepentingan Laboratoris maka sisa barang bukti yang

digunakan untuk kepentingan pembuktian dengan berat brutto 44 gram, 1

(satu) unit HP merk Nokia, dirampas untuk dimusnahkan dan 1 (satu)

unit sepeda motor merk Yamaha Vega R tanpa nomor polisi, dirampas

untuk Negara.

4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-

(54)

D. Isi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Dalam Memutus Perkara Nomer :

67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual Beli Narkotika Golongan

I dalam Bentuk Tanaman 5

Berdasarkan keterangan saksi-saksi, pengakuan terdakwa dan

dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dipersidangan, maka hakim

telah memperoleh keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti melakukan

tindak pidana karena perbuatan melanggar hukum karena menjadi perantara

jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman. Putusan Tingkat

Banding Pengadilan Tinggi Medan Nomor 67/PID.SUS/2015/PT.MDN6

Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut

Umum Kejaksaan Negeri Simalungun ;

Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Simalungun tanggal 18

Desember 2014 Nomor : 622/Pid.Sus/2014/ PN.Sim. yang dimintakan

banding tersebut khususnya mengenai Pidana yang dijatuhkan terhadap

Terdakwa sebagaimana dalam amar dibawah ini ;

1. Menyatakan terdakwa SAHAT AGRIANTO HUTAPEA telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan

melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I

dalam bentuk tanaman“ ;

5 Ibid.

6 Keputusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 67/PID.SUS/2015/PT.MDN, Tanggal Putus 18

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui apakah perusahaan telah melakukan penerapan good corporate governance secara efektif yang berimbas terhadap kinerja perusahaan... 5 Analisis Penerapan...,

Hari ini penulis memberikan sedikit tantangan kepada adik-adik anggota Pramuka Pasukan Wira Buana SMPN 1 Way Bungur Kabupaten Lampung Timur untuk membuat sebuah sandi

Pengertian Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Dengan ini diumumkan kepada semua peserta pelelangan, bahwa setelah melalui penelitian menurut ketentuan yang berlaku, maka Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan

Untuk dapat diterapkannya hukuman qishash kepada pelaku harus memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat tersebut adalah korban harus orang orang yang

Dinas Pendapat Daerah Kabuapaten Malang dapat memberikan Kepastian Hukum Pengenaan NPOPTKP (Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak) atas BPHTB (Bea Perolehan

Tujuan Mengecek apakah aplikasi dapat menggerakkan karakter dalam lingkungan virtual sesuai dengan gestur tangan yang telah ditentukan serta sesuai dengan arah

Analisis internal dilakukan untuk mendapatkan faktor kekuatan yang akan digunakan dan faktor kelemahan yang akan diantisipasi terkait dari hasil daya dukung