SKRIPSI
Oleh
DIAN NURHAYATI
CO3211009
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Program Studi Hukum Pidana Islam
v
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang berjudul analisis hukum pidana Islam terhadap putusan No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, untuk menjawab bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan PT. No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman dan Bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap putusan PT No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Reserch) yang datanya diperoleh melalui studi kepustakaan. Data primer adalah putusan no 67/Pid.Sus/2015/PT.Mdn dan data sekunder terdiri dari buku-buku dan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode deduktif yaitu menyediakan hal-hal yang sudah ada.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hukuman yang dirasa terlalu ringgan tetapi cukup adil, hal itu diambil dari unsur-unsur yang terdapat dalam kasus dan juga melihat fakta-fakta dalam persidangan bahwa bukan pertama kalinya terdakwa menjadi perantara jual beli narkotika dan terdakwa telah mengakuinya.Sedangkan Dalam pandangan Hukum Islam terhadap pelaku kejahatan narkotika golongan I tidak dijelaskan secara terperinci dalam hukum Islamnya, akan tetapi kalau dikaitkan dengan sanksi narkotika, perbuatan penyalahgunaan narkotika dalam Hukum Islam termasuk Ta’zir, maka yang menentukan hukumannya adalah penguasa (ulil amri). Sedangkan narkotika dikaitkan dengan jarimah yaitu menggagupada kemaslahatan umum dalam kelompok jarimah yang menggangu keamanan negara.
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian... 11
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II TA’ZIR DALAM HUKUM ISLAM. A. Pengertian Ta’zir ... 20
B. Dasar Hukum Ta’zir ... 21
C. Macam-macam Hukuman Ta’zir ... 27
ix
BAB III PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR:
67/PID.SUS/2015/PT.MDN TENTANG PERANTARA JUAL BELI
NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK TANAMAN
A. Deskripsi Kasus Tentang Pidana Narkotika Golongan I ... 40 B. Keterangan Saksi ... 41 C. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan
Tinggi Medan Dalam Memutus Perkara Nomor: 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual beli
Narkotika Golongan I ... 43 D. Isi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Tentang Perantara Jual
Beli Narkotika Golongan I ... 45
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN
PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR :
67/PID.SUS/2015/PT.MDN DALAM PERKARA PERANTARA
JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM BENTUK
TANAMAN
A. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual Beli
Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Tanaman ... 48 B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan Hukum
Putusan No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara
Jual Beli Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Tanaman ... 53
BAB V PENUTUP
J. Kesimpulan ... 60 K. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan
adiktif lainnya. Istilah lainnya adalah NAPZA (narkotika, psikotropika dan
zat adiktif). Semua bentuk narkotika benda-benda atau zat kimia yang dapat
menimbulkan ketergantungan bagi orang yang mengkonsumsinya.1 Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sentetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, mengurangi sampai mengilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah
maupun sintetis, bukan narkotika yang berkasiat psikoaktif, melalui pengaruh
selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku. Prekusor narkotika adalah zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.
Zat aditif adalah bahan yang tidak termasuk kedalam golongan narkotika
atau psikotropika, tetapi menimbulkan ketergantungan atara lain seperti
alkohol tembakau, sedatif Tanaman papaver somniferum.
Euphoria adalah keadaan senang sekali yang ditimbulkan oleh
pengaruh narkotika, mengikuti hilangnya rasa nyeri. Akan tetapi ada efek
sampingnya, yaitu ketagihan. Orang ketagihan yang tidak mengunakan
narkotika pada saat penggaruhnya hilang akan mengalami “gejala bebas
pengaruh”, seperti murung, gampang marah, gelisah, koma, adakalanya terus
meninggal. Kalau penggunaannya tanpa aturan dan lama-lama akan
mendatangkan efek yang jelek, dosis yang sama tidak mendatangkan efek
yang diharapkan. Akibatnya ia akan menaikan dosis demi mendapatkan
penggaruh yang sama, dan saat ia akan mengalami kelebihan dosis yang bisa
mengakibatkan kematian itulah yang paling buruk dari ketagihan.2
Contoh kasus penyalahgunaan narkotika yang terungakap di
kecamatan gulung talang kabupaten solok. Isvan Nelza Pgl IS mengaku
mengunakan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman (sabu-sabu).
Ketika Yendi Yance dan Benny Eka Putra (anggota kepolisian Polres Solok)
sedang melakukan patroli diwilayah Lubuk Selasih, para Anggota kepolisian
sudah mencurigai melihat Isvan Nelza Pgl IS tiba-tiba berbalik arah dan
langsung mengejar Isva Nelza Pgl IS sesampai di SPBU Lubuk Selasih
sepedah montor yang dibawa langsung menyakan surat-surat kendaraan serta
melakukan pengeledahan badan Isvan Nelza Pgl IS, Yendi Yance dan Benny
Eka Putra menemukan sobekan bungkus rokok yang didalamnya berisi
serbuk putih berebntuk kristal putih ( Narkotika Golongan I Jenis Sabu-sabu).
Isvan Nelza Pgl IS diancam pasal 127 ayat (1) Huruf a Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang nrkotika “ pidana penjara 6 bulan”
Contoh kasus berikutnya yang berinisial GD yang berasal Turki. GD
ditawari kerja oleh ALI setelah mendapatkan penjelasan pekerjaan oleh ALI
kemudian GD menerima tawaran tersebut untuk mengantarkan barang ke
Jakarta, lalu ALI memberikan uang $.2000 USD untuk membeli tiket dengan
tujuan Turki – Jakarta, setelah GD tiba diterminal 2E Bandara Internasional
Soekarno Hatta Tanggerang Banten selanjutnya GD mengisi fotmulir
Customs Declaration, GD keluar menuju pinti X-Ray barang-barang GD
dimasukan kedalam X-ray, pada saat barang berupa koper GD dimasukan
kedalam X-ray dimana barang milik GD dicurigai oleh petugas Bea dan
Cukai Bandara, Raden Ridwan dan Hendra Pratama (sebagai anggota dari
Bea dan Cukai) melakukan pemeriksaan terhadap barang-barang bagasi milik
penumpang, saat melakukan pemeriksaan terhadap koper GD di monitor
X-ray ada barang yang mencurigakan bahwa dikoper tersebut terdapat barang
terlarang, selanjutnya Raden Ridwan dan Hendra Pratama mengubunggi
petugas BNN yang bernama Bamnang Sutarmanto untuk melakukan
pemeriksaan secara mendalam terhadap koper tersebut dan disaksikan oleh
GD, ditemukan didalam dinding buatan (False concealment) 1 (satu) bungkus
plastik narkotika yang berisi kristal putih jenis shabu dengan berat bruto
6.504 gram. GD diancam pasal 114 ayat (2) Undang-undang Republik
Indonesia no.35 Tahun 2009 tentang Narkotika” Pidana Mati”.
Masalah narkotika tidak mungkin dapat diatasi secara tuntas kecuali
jika menggunakan metode pendekatan yang benar dalam memberantas barang
jahanam itu. Mencermati apa yang terjadi di negara-negara barat sehubungan
masalah narkoba, menunjukkan bahwa mereka tak kunjung mampu mengatasi
menanggulangi narkotika. Untuk sementara penangulangan narkotika dinilai
belum berhasil. Banyak pihak yang beriktikad baik mencoba menaggulangi
para pecandu berat narkotika (pengkonsumsi aktif), pengguna ringan sampai
pada tingkat paling ringan, yakni baru sekedar coba - coba dan ikut - ikutan.
Namun jumlah pemakai secara keseluruhan tetap saja semakin
meningkat tajam. Berbagai upaya dilakukan dari upaya rehabilitasi,
kampanye, operasi penggeledahan dan penangkapan ke tempat - tempat
hiburan dan tempat - tempat lain yang diduga sarangnya. Sehingga anggaran
Negara terkuras dan terbuang sia - sia demi mengurusi mereka yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika.
Penyalahguaan barang haram tersebut merupakan problematika yang
komplek laksana benang kusut yang harus diurai. Meskipun orang yang
terlibat dalam narkotika diberi sanksi hukum, tapi tidak membuat peredaran
dan pemakainya jera dan terhenti. Secara nasional hampir setiap tahun kasus
ini meningkat jumlahnya. Tahun 1998 pihak kepolisian mencatat 958 kasus,
tahun 1999 meningkat menjadi 1.833, tahun 2000 menjadi 3.478, dan tahun
2001 bertambah lagi menjadi 3.617 (Data Polri tahun 1998-2001).3
Mengenai penerapan sanksi hukuman akibat penyalahgunaan narkoba
dalam perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Dalam Hukum Positif hal
penerapan sanksi bagi pengguna narkoba pada UU No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika.Sedangkan dalam hukum Islam tidak dikodifikasikan dalam sebuah
undang-undang tersendiri. Sehingga para berbeda pendapat tentang Sanksi
3http://riansuprianto.cybermq.com/post/detail/8327/narkoba-dan-akibatnya. diakses pada tanggal
(uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkotika adalah ta’zir, yaitu sanksi
yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara,
dicambuk, dan sebagainya. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman
mati.4
Ta’zir adalah sanksi yang diberlakukan kepada pelaku jarimah yang
melakukan pelanggaran baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak
manusia dan tidak termasuk kedalam kategori hukuman hudud atau kafarat.
Karena ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh Al-Qur’an dan sunah,
maka ini menjadi kompetensi penguasa setempat. Dalam memutuskan jenis
dan ukuran sanksi ta’zir, harus tetap memperhatikan petunjuk nash secara
teliti karena menyangkut kemaslahatan umum.5Narkotika dan
minum-minuman keras telah lama dikenal umat manusia. Tapi sebenarnya lebih
banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Hampir semua agama besar
melarang umatnya untuk mengkonsumsi narkotika dan minuman keras
(dalam bentuk lebih luas adalah narkotika). Dalam Islam, ada beberapa ayat
al-Quran dan hadist yang melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman
keras dan hal-hal yang memabukan. Untuk itu, dalam analoginya, larangan
mengkonsumsi minuman keras yang memabukan adalah sama dengan
mengkonsumsi narkotika
Khamar (Narkotika) biasanyamenurunkan seseorang kederajat yang
rendah dan hina, karena dapat memabukan dan melemahkan. Orang yang
terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan khamar dilaknat oleh Allah,
entah pembuatnya, pemakainya, penjualnya, pembelinya, penyuguhannya,
dan orang-orang yang disuguhi.6
Ada juga tujuan dari diberlakukan sanksi ta’zir, yaitu7
1. Preventif(pencegahan). Ditunjukan bagi orang lain yang belum
melakukan jarimah
2. Represif(membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak
mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.
3. Kuratif (islah). Ta’zir harus mampu membawa perbaikan perilaku
terpidana dikemudian hati.
4. Edukkatif (pendidikan). Diharapkam\n dapat mengubah pola hidupnya ke
arah yang lebih baik.
Syara’ tidak menentukan macam-macam hukman untuk setiap jarimah
ta’zir , tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling
ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih
hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi ta’zir tidak
mempunyai batas tertentu. Ta’zir berlaku atas semua orang yang melakukan
kejahatan. Syaratnya adalah berakal sehat. Tidak ada perbedaan, baik
laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, atau kafir maupun
muslim. Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau menggangu pihak
lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan, ucapan atau
isyarat perlu di beri sanksi ta’zir agar tidak mengulangi perbuatannya.8
6Arif Hakim, Bahaya Narkotika ( Bandung : Pustaka Setia, 2004), 83. 7Ibid ., 142..
Di dalam Undang-undang narkotika No.35 Tahun 2009 tentang
Narkotika pasal 114 ayat (1) menyebutkan “setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima
menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika
golongan I, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00(satumilyar rupiah)dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah)”.9
Tuntutan pidana dalam kasus perantara jual beli narkotika golongan I
dalam bentuk tanaman, ganja yang berat Brutto 792,34 gram dan Brutto
47,82 gram disebutkan dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009
tentang narkotika“setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima menjadi perantara
dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I, dipidana
dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan
paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah).
Berdasarkan uraian tersebut terlihat ada suatu masalah dalam
penegakan hukum terutama pada pertimbangan yang dilakukan hakim dalam
mengambil putusan ini. Oleh karena itu sehubungan dengan kondisi diatas
penulis merasa perlu menelitiputusan No 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang
menjadi perantara dalam jual beli ganja yang semula hanya dihukum 6 tahun
dan denda 1.000.000.000 apabila denda tidak dibayar oleh terdakwah maka
diganti dengan pidana penjara 6(enam) bulan menjadi 10 tahun dan denda dan
denda 1.000.000.000 apabila denda tidak dibayar oleh terdakwah maka
diganti dengan pidana penjara 6(enam) bulan
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Narkotika.
2. Pengetian Ta’zir
3. Jenis-jenis narkotika.
4. Apa ancaman hukum terhadap perantara jual beli narkotika.
5. Pertimbanganhakim dalam putusan No 67/Pid.sus/2015/PT.MDN tentang
perantara jual beli narkotika golonganI dalam bentuk tanaman.
6. Analisishukum pidana islam terhadap putusan
No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
Dari identifikasi masalah diatas maka penulis membatsi masalah
sebagai berikut:
1. Pertimbanganhakim dalam putusan No 67/Pid.sus/2015/PT.MDN tentang
2. Analisishukum pidana islam terhadap putusan
No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
C. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dimuka, maka pokok
permasalahannya adalah sebagai berikut
1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan PT. No.
67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman?
2. Bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap putusan PT No.
67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman ?
D. KajianPustaka
Dari hasil telah kajian pustaka terhadap hasil penelitian sebelumnnya,
penulis tidak menjumpai judul penelitian sebelumnya yang sama yang
dilakukan oleh mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, penulis juga tidak
menemukan penelitian atau tulisan yang secara spesifik mengkaji tentang
AnalisisHukum Pidana Islam terhadap putusan PT
No67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika golongan
I dalam bentuk tanaman. Penulis tidak mendapatkan beberapa hasil penelitian
yang memiliki relevansi terhadap penelitian yang penulis lakukan, sebagai
1. Skripsi yang ditulis oleh Fitria Ika Firdaus pada tahun 2013, jurusan
Siyasah Jinayah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, yang berjudul :
“Analisis Putusan NO.202/PID.B/2012/PN.MKT Prihal Pidana Narkotika
Golongan I dalam Perspektif Fiqh Jinayah”. Membahas tentang sanksi
hukum terhadap kejahatan narkotika dalam putusan No
202/Pid.B/2012/PN Mkt menurut fiqih jinayah dan pertimbangan hakim
dalam pandangan fiqih jinayah terhadap pelaku kejahatan narkotika
golongan I. Teknik pengumpulan datanya dengan cara Observasi ,
Reading (membaca dan mempelajari literature-literatur yang berkenaan
dengan data penelitian), writing (mencatat data yang berkenaan dengan
penelitian), wawancara yang dilakukan dengan bapak Ngurah.SH,MH.
Selaku hakim Pengadilan Negeri Mojokerto.10
Perbedaan dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalan penulis
membahas tentang Analisis Hukum Pidana Islam terhadap putusan PT
No67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
2. Skripsi yang ditulis oleh Indah Fathonah pada tahun 2006, jurusan
Siyasah Jinayah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, yang berjudul :
“Putusan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Psikotropika di
Pengadilan Surabaya Analisis Atas Pasal 291 KUHP Menurut Perspektif
10FitriaIkaFirdaus, 2013,Analisis Putusan NO.202/PID.B/2012/PN.MKT Prihal Pidana Narkotika
Golongan I dalam Perspektif Fiqh Jinayah”. Membahas tentang sanksi hukum terhadap kejahatan
narkotika dalam putusan No 202/Pid.B/2012/PN Mkt menurut fiqih jinayah dan pertimbangan hakim dalam pandangan fiqih jinayah terhadap pelaku kejahatan narkotika golongan I , IAIN –
Hukum Pidana Islam :Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Penerapan
Pasal 41 UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropi dan Pasal 47 UU No
22 Tentang Narkotika. Teknik pengumpulan datanya diperoleh melalui
wawancara dengan para hakim dan panitera maupun dengan mempelajari
dokumen, berkas-berkas perkara dan bahan kepustakaan.11
E. TujuanPenelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana hal tersebut diatas, maka
tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk menggetahui bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan No
67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap
putusan PT No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli
narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.
11Indah Fathonah, 2006, Putusan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Psikotropika di
F. KegunaanHasil Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual
dan pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam.
2. Secara praktis, sebagai bahan pertimbangan dan bahan dalam menetapkan
Keputusan memutuskan sebuah perkara dalam peradilan umum di
Indonesia.
G. DefinisiOperasional
Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas tentang topik
penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa unsur istilah yang
terdapat dalam judul skripsi ini, diantaranya:
1. Narkotika : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sentetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan sebagai lampiran undang-undang
ini, dalam ayat ini menyatakan setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima
menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika
golongan I, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara
sedikit Rp. 1.000.000.000,00(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) ”.12
2. Ta.zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ , melaikan
diserahkan kepada hakim baik penentuan maupun pelaksanaannya.13
H. MetodePenelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian sendiri berarti sarana yang
dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.14 Berdasarkan hal tersebut terdapat
empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan
kegunaan.15 Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa metode penelitian
merupakan usaha untuk menemukan sesuatu serta bagaimana cara untuk
menemukan sesuatu tersebut dengan menggunakan metode atau teori ilmiah.
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian
ini dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan (Library
Research).Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi
penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek
studi.Pustaka hakekatnya merupakan hasil olah budi karya manusia dalam
bentuk karya tertulis (Literacy) guna menuangkan gagasan/ide dan
pandangan hidupnya dari seseorang atau sekelompok orang.Penelitian
12UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika 114 13
Oemar Seno, Hukum-Hakim Pidana, (Jakarta : Erlangga, 1984),19.
14Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007),.40.
kepustakaan bukan berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi
lebih ditekankan kepada esensi dari yang terkandung pada buku tersebut
mengingat berbagai pandangan seseorang maupun sekelompok orang
selalu ada variasinya.16
Dengan demikian penelitian kepustakaan dilakukan dengan
penelaahan gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada,
aturan yang mengikat objek ilmu. Studi ini dilakukan untuk meneliti
suatu masalah yang menjadi topic karya penelitian ataupun yang menjadi
konsepsi tersebut. Dengan memperhatikan pengertian tersebut, studi
kepustakaan harus menggunakan sistematika dan proses penelitian yang
jelas serta menggunakan alat-alat analisis yang jelas pula.
2. Data Yang Akan dikumpulkan
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang
tindak pidana narkotika dengan sanksi putusan Pengadilan Tinggi Medan
yang terkait dengan pokok permasalahan yaitu:
a. Internet Pengadilan Tinggi Medan
b. Dokumentasi berupa putusan pengadilan tinggi Medan
3. Sumber Data
a. Sumber Primer
Yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang,17antara lain:
1) Internet Pengadilan Tinggi Medan
2) Dokumentasi berupa putusan pengadilan tinggi Medan
b. Sumber Sekunder
Sumber data sekundar adalah sumber secara tidak langsung
member informasi data kepada pengumpul data. Misalnya, melalui
orang lain atau dokumen18. antara lain :
1) Hukum Pidana. OlehUtrecht
2) Azas-azas Hukum Pidana. Oleh Tresna
3) Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya.Oleh
Sianturi
4) Tindak Pidana Dalam Syari’at Islam. Oleh Ahmad Hanafi MA
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam
proses penelitian, sebab untuk memperoleh hasil penelitian yang baik
sangat ditentukan oleh kualitas data yang diperoleh dalam suatu
17MukriFajar danYuliantoAhmad,DualismePenelitianHukumNormatif Dan Empiris.(Yogyakarta
:PustakaPelajar 2010), 157
penelitian. Kualitas data, sangatlah dipengaruhi oleh siapa narasumber,
bagaimana dan dengan cara apa data-data itu dikumpulkan.19
Dalam hal ini, teknik penggalian data yang akan peneliti lakukan
yaitu Kepustakaan karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa
dijawab lewat penelitian pustaka dan sebaiknya tidak mungkin
mengharapkan datanya dari penelitian lapangan. Oleh karena itu
penelitian ini akan menggunakan studi kepustakaan untuk menjawab
persoalan yang akan peneliti lakukan. Setidaknya ada empat ciri studi
kepustakaan20 yaitu sebagai berikut:
a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks dan data angka dan
bukannya dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata
berupa kejadian, orang atau benda-benda lain
b. Data pustaka siap pakai
c. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang bukan data
orisinil dari tangan pertama di lapangan
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah data berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan
pengolahan data dengan menggunakanmetode sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data secara cermat tentang
kelengkapan, relevansi serta hal yang perlu dikoreksi dari data yang
telah dihimpun yang berkaitan dengan Narkotika berdasarkan Hukum
Pidana Islam dan UU RI No 35 Tahun 2009
b. Organizing, menyusun dan mensistematika data-data tersebut
sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan
struktur deskripsi.
c. Analizing, yaitu melakukan analisis deskriptif Hukum islam terhadap
kasus perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman
yaitu ganja dan UU RI No 35 Tahun 2009
6. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan disusun secara sistematis kemudian
dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu analisa data
dengan memaparkan data yang telah diperoleh secara umum untuk ditarik
kesimpulan secara khusus.dengan melakukan pembacaan, penafsiran, dan
analisis terhadap sumber-sumber data yang diperoleh yang berkaitan
dengan putusan hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati. Sehingga
diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.dan kemudian ditarik kesimpulan secara khusus sesuai
dengan analisis Hukum Pidana Islam.
Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif yaitu
merupakan salah satu metode analisa data dengan mendeskripsikan
fakta-fakta secara nyata dan apa adanya sesuai dengan objek kajian dalam
penelitian ini yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang sedetail
Narkotika yang di putus semula penjara 6 tahun dan denda Rp.
1.000.000.000,00 menjadi 10 tahun dan denda Rp. 1.000.000.000,00
dalam Analisis Hukum Pidana Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Memberikan gambaran yang lebih jelas pada pembahasan skripsi ini,
penulis akan mencoba untuk menguraikan isi uraian pembahasannya. Adapun
sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab dengan
pembahasan sebagai berikut:
Bab Pertama pendahuluan yang berisi gambaran umum yang berfungsi
sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab berikutnya. Bab ini
memuat pola dasar penulisan skripsi, untuk apa dan mengapa penelitian ini
dilakukan. Oleh karena itu, pada Bab I ini pada dasarnya memuat sistematika
pembahasan yang meliputi : latar belakang masalah, identifikasi dan batasan
masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua merupakan Landasan teori tentang analisis Hukum Pidana
Islam terhadapperantara dalam jual beli narkotika golongan I dalam bentuk
tanaman No. 67/PID.SUS/2015/PT.MDN, yang meliputi pengertian ta’zir,
dasar hokum ta’zir, macam-macam hukman ta’zir dan tindak pidana
Bab Ketiga merupakan hasil penelitian putusan hakim dalam tingkat
banding No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN tentang perantara jual beli narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman yang menjabarkan sekilas tentang putusan
Pengadilan Negeri Medan No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN dan pertimbangan
hakim dalam putusan tersebut.
Bab Empat menjalasakan tentang analisis hukum pidana Islam
terhadap pertimbangan hakim dalam putusan No.67/PID.SUS/2015/PT.MDN
tentang perantara jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.
Bab Lima penutup, yang berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan
20 BAB II
TA’ZIR DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Ta’zir
Hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,
melainkan diserahkan kepada hakim, baik penentuannya maupun
pelaksanaanya.1 Syara’ tidak menyebutkan macam-macamnya hukuman
untuk jarimah untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan
sekumpulan hukuman, dari seringan-ringannya sampai kepada
seberat-beratnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih
hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan hukuman-hukuman ta’zir serta keadaan si
pembuatnya juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.2
Hukuman ta’zir menurut bahasa adalah ta’dib atau memberi pelajaran.
Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna
narkotika yang baru beda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah
lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik
pabrik narkotika.
Hukuman ta’zir adalah sanksi bagi kemaksiatan yang didalamnya
tidak ada had dan kifarat. dengan kata lain sanksi atas berbagai
macam-macam kemaksiatan yang kadar sanksinya tidak ditetapkan oleh Syar’i.
Dalam perkara ini, Syar’i telah menyerahkan sepenuhnya hak penetapan
1 Oemar Seno, Hukum...,19.
kadar sanksi kemaksiatan tersebut kepada ulil amri, dengan begitu, kita bisa
memahami bahwa para Fuqaha telah merinci hukum-hukum sanksi.mereka
juga berijtihad, dan melembagakan berbagai pendapat yang ada. Namun
demikian, dalam hal ta’zir mereka hanya membahasnya dalam batasan yang
masih terlalu umum, dan menjelaskan secara terperinci.
Hal ini disebabkan karena dalam penetapan sanksi untuk memecahkan
berbagai kasur ta’zir yang dilaporkan kepadanya, semuanya diserahkan pada
qadli.
B. Dasar Hukum Ta’zir
Sumber Hukum Islam selain Al-Qur’an dan Hadis adalah ijma’, Qiyas,
karena tidak adanya dalil tertentu untuk narkoba. Maka narkotika dapat
di-qiyas-kan pada khamr karena, narkotika merupakan bahasan dan
permasalahan modern, terutama dalam bidang kesehatan khususnya tentang
obat-obatan atau farmasi. Menurut bahasa kata khamr berasal dari kata
khamara yang artinya tertutup, menutup atau dapat diartikan kalut.3
Dalam al-Qur’an dan hadist kata khamr mempunyai arti benda yang
mengakibatkan mabuk, oleh karena itu secara bahasa Khamr meliputi semua
benda-benda yang dapat mengacaukan akal, baikberupa zat cair maupun
padat.4 Kata khamara pada dasarnya adalah minuman keras yang berasal dari
anggur dan lainnya yang potensial memabukan dan biasa digunakan untuk
3 Ahmad Azhar Basyu
mabuk-mabukan.5 Dengan memperhatikan pengertian kata khamar dan
esensinya tersebut kebanyakan ulama berpendapat bahwa apapun bentuknya
(khamar, sabu-sabu, ganja, ekstasi dan sejenisnya) yang dapat memabukan,
menutupi akal atau menjadikan seseorang tidak dapat mengendalikan diri dan
akal pikirannya adalah haram.6 Haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan
dengan khamr, melainkan karena dua alasan : Pertama , nash yang
mengharamkan narkoba. Kedua, menimbuklasn bahaya bagi manusia.
Pendapat ulama’ mengenai pengertian khamr. Imam al-Alusi didalam
tafsirnya menyebutkan bahwa makna Khamr,
شْا يطغي قع ا خي ك أ ع ا يصع خت ا س ا
Artinya:”Ialah zat yang memabukkan dan terbuat dari sari anggur
atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi dan menghilangkan
akal.”7
Sedangkan menurut al-Thabari dalam tafsirnya mengatakan:
ي ع ىطغ تسف قع ا خ ا ش ك
Ialah segala jenis minuman yang dapat menutupi akal.8
Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifa, yang dimaksud khamr
adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak
hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih
kembali. Sari dari buih itulah yang memabukan.9 Pendapat ini juga didukung
5 Ahmad Azhar, Kamus Istilah Hukum Islam (Yogyakarta : Fakultas Hukum UII, 1987), 53. 6 Departemen Agama RI, Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan Narkoba (Jakarta: Dirjen
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2004), 45.
7 Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008), 123.
oleh ulama-ulama Kuffah, al-Nakha’i, al-Tsauri dan Abi Laila. Adapun
menurt ulama’ Maliki, Syafi’i, Hanbali yang dimaksud dengan khamr ialah
semua zat atau barang yang memabukan baik sedikit maupun banyak.
Al-Fahru al-Rozi berpendapat bahwa hal ini merupakan argumentasi yang paling
kuat dalam hal menamakan khamr dalam pengertian semua yang
memabukan. Al-imam al-Alusi pun juga mengemukakan komentarnya sebgai
berikut :” menurut saya, sesungguhnya yang benar dan tidak boleh di ingkari,
bahwa minuman yang dibuat dari anggur, apapun adanya serta apapun
namanya, sekiranya memabukan maka hukumnya haram. Peminumnya
dihukumi had, talaknya dianggap sah serta najisnya terhitung najis
mughalladhoh. Dari berbagai argumentasi diatas, Muhamad ali al-Shabuni
berpendapat bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang memabukan adalah
khamr.10
Telah dinyatakan juga dalam al-Qur’an dengan tegas didalam surat al
-maidah ayat 90-91 :
Artinya:” Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.
Artinya :”Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).11
Dampak negatif dari khamr tersebut dalam ayat diatas adalah sebagai
berikut :
1. Dampak sosial dalam bentuk keharaman, kekerasan perkelahian dan
permusuhan dikalanagan umat.
2. Dampak terhadap agama dalam bentuk mengahalangi umat islam dalam
menjalankan tugas-tugas agamanya.
Para Ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkotika ketika bukan
dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama
halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan
para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk
dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).
Dalil - dalil yang mengarah pada keharaman narkotika sudah banyak
kita ketahui, maka dari itu penulis mengambil dalil-dalil yang dirasa cukup
mewakili dalam dasar hukumnya diantara, pertama dari al-Qur’an Surat Al
-A’rof ayat 157. Allah Ta’ala berfirman:
ثئ خ ا ي ع حي يط ا حي
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157).
Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna
khobits adalah yang memberikan efek negatif.
Dalil yang kedua Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat
195 dan Surat An-Nisa’ ayat 29 yang berbunyi:
ت ا ى إ يديأ ا ق ت َ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).
إ سف أ ا تقت َ يح ك ّا
Artinya:“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).
Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri
atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak
badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan
bahwa narkoba itu haram.
Ketiga Hadis dari Ummu Salamah, dan Hadis dari Abu Hurairah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ّا س ى
-م - تف س ك ع
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari
segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR.
Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309).12
Pada zaman pemerintahan Umar bin al-Khattab peminum khamr itu
diberi hukuman delapan puluh kali jilid, karena pada masa itu mulai banyak
12Abi Dawud Sulaiman bin Ismail bin al-Asya’ al-Sijastani al-Azri, Sunan Abi Dawud, (kairo:
peminum khamr . ketentuan ini berdasarkan hasil musyawarah beliau
bersama para Sahabat lain, yakni atas usulan Abdurahman bin Auf. Pada
pemerintahan Ali peminum khamr juga diberi hukuman delapan puluh jilid,
dengan mengqisaskan kepada penuduh zina. Disepakati para Ulama bahwa
sanksi itu tidak diberikan ketika peminum itu mabuk, karena sanksi itu
merupakan pelajaran, sedangkan orang yang sedang mabuk, tidak bisa diberi
pelajaran. Bila seseorang berkali-kali minum dan beberapa pula mabuk,
namun belum pernah dijatuhi hukuman, maka hukumannya sama dengan
sekali meminum khamr dan sekali mabuk. Dalam kasus ini ada
kemungkinana diterapkannya teori at-tadakhul, dengan ketentuan sebagai
berikut;
1. Bila minum dan mabuk beberapa kali mabuk maka hukumannya satu kali.
2. Beberapa kali minum dan hanya sekali mabuk, maka hukumannya satu
kali.
3. Dikalangan Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, bila seseorang mabuk
lalu sesudah sadar membunuh orang lain serta tidak mendapat pemaafan
dari keluarga korban, maka hukuman baginya hanya satu, yaitu hukuman
mati (qishas).13
C. Macam-Macam Hukuman Ta’zir
Ada 11 macam hukuman ta’zir antara lain :14
1. Hukuman Mati
Sebagaimana diketahui, ta’zir mengandung arti pendidikan dan
pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahw tujuan ta’zir
adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembali dan tidak
melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.
Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan si pelaku setelah
melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap hidup
setelah hukuman dijatuhakan agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Oleh
karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat jarimah tidaklah
sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan men mendidik untuk
kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai. Namun demikian apabila
hal ini tidak mampu memberantas kejahatan, si pelaku malah berulang
kali melakukan kejahatan yang sama atau mungkin lebih variatif jenis
kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan
tersebut adalah melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya tidak
terus bertambah dan mengancam kemaslahatan yang lebih luas lagi.
Hukuman ini juga berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan yang
dapat membahayakan bangsa dan negara, membocorkan rahasia negara
yang sangat penting untuk kepentingan musuh negara atau mengedarkan
atau menyelundupkan barang- barang berbahaya yang dapat merusak
generasi bangsa seperti narkotika dan sejenisnya.
2. Hukuman Jilid
Dalam jarimah ta’zir , hukuman ini sebenarnya juga ditunjuk
Al-Qur’an untuk mengatasi masalaj kejahatan atau pelanggaran yang tidak
ada sanksinya. Walaupun bentuk hukumanya tercantum dalam surat
An-Nisa’ ayat 34 ditunjukan pada tujuan ta’dib bagi istri yang melakukan
nusyuz kepada suaminya. Hukuman jilid juga mempunyai dampak lebih
maslahat bagi keluarga sebab hukuman ini hanya dirakan fisik oleh yang
menerima hukuman walaupun secara moril juga dirasakan oleh keluarga
terhukum. Namun, seiring singkatnya hukuman tersebut, damapk
terhadap morilnya tersebut akan cepat hilang. Adapun hukuman penjara
menyebabkan penderitaan yang dialami keluarga pelaku, baik moril
mauoun materil. Ini berarti bahwa hukuman tersebut juga ikut dirasakan
oleh keluarga yang tidak ikut bersalah. Dari segi moril keduanya akan
berpisah dalam jangka waktu yang lama dan dapat menyebabkan ganguan
kejiwaan kare kebutuhan kamanusiaanya tidak dapat disalurkan. Dari segi
materil, keluarga juga akan menanggung rersiko yang tak kalah beratnya,
bahkan ini yang sangat tampak dirasakan keluarga, terutama anak-anak.
Orang yang selama ini menanggung kebutuhan materil keluarga tidak
dapat lagi melakukan pekerjaanya. Akibatnya, keluarga harus hidup
seadanya atau istri harus mencari penghasilan kalu tidak mau mati
anak-anaknya, melakukan hal yang menyimpang dari kesusilaan, karena
keterbatasan keterampilan yang dimilikinya. Tentu saja ini akan
menambah masalah baru, masalah sosial yang dapat berantai.
Hukuman jilid juga dapat menghindarkan si terhukum dari akibat
sampingan hukuman penjara dan ini pada hakikatnya memberikan
kemaslahatan bagi si terhukum. Dalam hukumuan jilid, si terhukum,
setelah hukuman selesai akan kembali kedalam keseharian bersama
keluarga, terlepas darp pergaulan buruk sesama narapidana seperti
layaknya penjara. Sebaliknya di penjara, terhukum akan berkumpul
dengan sesama narapidana dengan berbagai keahlian jahat. Ini
menyebabkan akan memperoleh ilmu kejahatan yang lebih tinggi yang
dapat menjadi modal babginya setelah keluar nanti, menjadikannya lebih
berani dan percaya diri. Bahkan, teman bekas narapidana bekas di penjara
dulu, tidak jarang kemudian bergabung untuk berbuat kejahatan
bersama-sama. Oleh karena itu, penjahat-penjahat profesional banyak dimulai dari
amatiran yang telah sering keluar masuk penjara. Tenyata sistem penjara
kurang efektif dalam upaya mengembalikan si terhukum ke arah yang
lebih baik, walaupun disana diadakan pembinaan mental spiritual
terpidana secara reguler serta kegiatan-kegiatan keterampilan yang
diperlukan untuk sekembalinya ke masyarakat nanti.
3. Hukuman Penjara
Hukuman penjara dalam hukum islam berbeda dengan hukum
utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau hukuman
pilihan. Hukuman pokok dalam syari’at Islam bagi perbuatan yang tidak
diancam dengan hukuman had adalah hukuman jilid. Biasanya hukuman
ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang dinilai ringgan saja atau yang
sedang-sedang saja.
Dalam syari’at islam hukuman penjara hanya dipandang sebagai
alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada hakikatnya untuk
mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan dmikian, apabila dengan
pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai, hukumannya harus diganti
dngan yang lainnya yaitu hukuman jilid. Hukuman penjara dibagi menjadi
dua jenis yaitu hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak
terbatas. Hukuman penjara terbatas yaitu hukuman yang dibatasi lamanya
hukuman yang dijatuhkan dan harus dilaksakan terhukum, sedangkan
hukuman penjara tidak terbatas adalah dsapat berlaku sepanjang hidup,
smapai mati atau sampai si terhukum bertaubat seperti pembunuhan,
pembunuh yang terlepas dari qishash kare suatu hal-hal yang meragukan,
homoseksual, pencurian. Jadi pada prinsipnya penjara seumur hidup itu
hanya dikenakan bagi tidak kriminal yang berat-berat saja.
4. Hukuman Pengasingan
Membuang si terhukum dalam suatu tempat, masih dalam wilayah
negara dalam bentuk memenjarakannya. Sebab kalau dibuang tidak
dalam tempat yang khusus, dia akan membahayakan tempat yang menjadi
5. Hukuman Penyaliban
Dalam pengertian ta’zir , hukuman salib berbeda dengan hukuman
salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud hirabah . hukuman salib
sebagai hukuman ta’zir dilakukan tanpa didahului atau disertai dengan
mematikan sipelaku jarimah. Dalam hukuman salib ta’zir ini, si pelaku
disalib hidup-hidup dan dilarang makan dan minum atau melakukam
kewajibannya shalatnya walaupun sebatas dengan isyarat. Adapun
lamanya hukuman ini tidak lebih dari tiga hari.
6. Hukuman Pengucilan
Sanksi ini dijatuhkan bagi pelaku kejahtan ringan. Asalnya
hukuman ini diperuntukkkan bagi wanita yang nuyuz, membangkang
terhadap suaminya, Al-Qur’an memerintahkan kepada laki-laki untuk
menasehatinya.kalau hal ini tiak berhasil, maka wanita tersebut
diisolasikan dalam kamarnya sampai ia menunjukan tanda-tanda
perbaikan seperti dalam surat an-nisa ayat 34.
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
7. Hukuman Peringatan atau Ancaman
Peringatan juga merupakan hukuman dalam Islam. Bahkan dalam
berbagai bidang, seseorng menerima ancaman sebagai bagian dari sanksi.
Dalam hal ini hakim cukup memanggil si terdakwa dan menerangkan
perbuatannya salah serta menasehatinya agar tidak melakukan
dikemudian hari. Sanksi peringatan merupakan snaksi ancang-ancang
bahwa dia akan menerima hukuman dalam bentuk lain apabila melakukan
perbuatan yang sama atau lebih dari itu dikemudian hari.
8. Hukuman Pencemaran
Hukuman ini berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan seseorang
yang telah melakukan perbuatan tercela, seperti menipu dan lain-lain.
Pada masa lalu upaya membeberkan kesalahan orang yang telah
melakukan kejahtan dilakukan dengan teriakan dipasar atau ditempat
keramaian umum. Tujuannya agar orang-orang mengetahui perbuatan
orang tersebut dan menghindari kontak langsung dengan dia supaya
terhindar dari akibatnya. Pada masa sekarang, upaya itu dapat dilakukan
melalui berbagai media masa baik cetaak maupun elektronik. Sering kita
temukan dikoran-koran, pengumuman dari perusahaan yang merasa
dirugikan akibat salah satu karyawannya. Pengumuman dalam koran itu
9. Hukuman Terhadap Harta
Hukuman terhadap harta dapat berupa denda atau penyitaan harta.
Hukuman berupa denda, umpanya pencurian buah yang masih dipohon
dengan keharusan pengembalian dua kali harga asal. Hukuman denda juga
dapat dijatuhkan bagi orang yang menyembunyikan, menghilangkan,
merusakkan barang milik orang lain dengan sengaja. Perampasan terhadap
harta yang diduga merupakakn hasil perbuatan jahat atau mengabaikkan
hak orang lain yang ada didalam hartanya. Dalam hal ini , boleh menyita
harta tersebut bila terbukti harta tersebut tidak dimiliki dengn jalan yang
sah.
10.Sanksi-Sanksi Lain
Sanksi-sanksi yang disebutkan di atas itu pada umumnya dapat
dijatuhkan terhadap setiap jarimah atas dasar pertimbangan hakim.
Terhadap sanksi-sanksi lain yang bersifat khusus, sanksi-sanksi tersebut
dapat berupa penurunan jabatan atau pemecatan dari pekerjaan,
pemusnahan atau penghancuran barang-barang tertentu.
11.Kaffarat
Kaffarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan
untuk menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancam atas
perbuatan-perbuatan yang dilarang syarak karena perbuatan itu sendiri
Ditinjau dari segi terdapat dan tidak terdapatnya nas dalam Al-Qur’an
atau Al-Hadist, Hukuman dibagi menjadi dua, yaitu :15
1. Hukuman yang ada nasnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan kafarah.
Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri, perampok,
pemberontak pembunuh, dan orang yang menzihar istrinya
(menyerupakan istrinya dengan ibunya).
2. Hukuman yang tidak ada nasnya, hukuman ini disebut ta’zir, seperti
percobaan melakukan jarimah, jarimah-jarimah hudud dan kisas atau diat
yang tidak selesai, dan jarimah-jarimah ta’zir itu sendiri.
Ditinjau dari sudut pandang kaitan antara hukuman yang satu dengan
hukuman lainya, terbagi menjadi empat :
1. Hukuman pokok (Al-‘Uqubat Al-Asliyah), yaitu hukuman utama bagi
suatu kejahatan, hukuman mati bagi pembunuh yang membunuh dengan
sengaja, hukuman diyat bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja, dera (
jilid) seratus kali bagi pezina ghairah muhsan.
2. Hukuman pengganti (Al-‘Uqubat Al-Badliyah), hukuman yang
menggantikan kedudukan hukuman pokok (hukuman asli) dan karena
suatu sebab tidak bisa dilaksanakan, sepeti hukuman ta’zir dijatuhkan
bagi pelaku karena jari>mah had yang didakwakan mengadung unsur-unsur
kesamanaan atau subhad atau hukuman diat dijatuhkan bagi pembunuhan
sengaja yang dimaafkan keluarga korban. Dalam hal ini hukuman ta’zir
merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok yang tidak bisa
dijatuhkan, kemudian hukuman diat sebagai pengganti dari hukuman
kisas yang dimaafkan.
3. Hukuman tambahan (Al-‘Uqubat Al-Taba’iyah), yaitu hukuman yang
dikenakan yang mengiringi hukuman pokok. Seorang pembunuh pewaris,
tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh.
4. Hukuman pelengkap (Al-‘Uqubat Al-Takhmiliyyah), yaitu hukuman
untuk melengkapi hukuman pokok yang telah dijatuhkan, namun harus
melalui keputusan tersendiri oleh hakim. Hukuman pelengkap itu menjadi
pemisah dari yang hukuman tambahan tidak memerlukan putusan
tersendiri seperti, pemecatan suatu jabatan bagi pegawai karena
melakukan tindakan kejahatan tertentu atau mengalungkan tangan yang
telah dipotong dileher pencuri.
Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat
ringannya hukuman. Hukuman dibagi atas dua macam :
1. Hukuman yang mempunyai batas tertentu, yaitu hukuman yang telah
ditentukan besar kecilnya. Dalam hal ini hakim tidak dapat menambah
atau mengurangi hukuman tersebut atau menggantinya dengan hukuman
lain. Ia hanya bertugas menerapkan hukuman yang telah ditentukan tadi
seperti, hukuman yang termasuk kedalam kelompok jarimah hudud dan
jarimah qishash, diat.
2. Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas tertinggi
dan terrendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang dianggap
pada hukuman-hukuman yang termasuk kelompok ta’zir. Hakim dapat
memilih apakah si terhukum akan dipenjarakan atau didera (jilid),
mengenai penjarapun hakim dapat memilih, berapa lama dia dipenjarakan.
D. Tindak Pidana Narkotika sebagai Jarimah Ta’zir dalam Hukum Isalam
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman yang dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan dalam
golongan-golongan dalam UURI no 35 tahun 2009 tentang narkotika dimana
salah satu dari narkotika golongan I.16
Narkotika memang memiliki dua sisi yang sangat antagonis. Pertama,
narkotika dapat memberi manfaat besar bagi kepentingan hidup dengan
beberapa ketentuan. Kedua, narkotika dapat membahayakan pemakaiannya
karena efek negatif yang distrubtip. Dalam kaitan ini pemerintah republik
Indonesia telah membuat garis-garis kebijaksanaan yang termuat dalam
Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Penyalahgunaan
narkotika dan obat-obat perangsang yang sejenisnya oleh kaum remaja erat
kaitannya dengan beberapa hal yang menyangkut sebab. Motivasi dan akibat
yang ingin dicapai. Secara sosiologis, penyalahgunaan narkotika oleh kaum
remaja merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan pengetahuan atau
pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari proses
interaksi sosial.17
Hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’,
melainkan diserahkan kepada hakim, baik penentuannya maupun
pelaksanaanya.18 Syara’ tidak menyebutkan macam-macamnya hukuman
untuk jarimah untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan
sekumpulan hukuman, dari seringan-ringannya sampai kepada
seberat-beratnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih
hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan hukuman-hukuman ta’zir serta keadaan si
pembuatnya juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.19
Sedangkan jarimah ta’zir deserahkan kepada hakim untuk
menentukannya, dengan syarat harus sesuai dengan kepentingan-kepentingan
masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nas-nas
(ketentuan-ketentuan) syara’ dengan prinsip-prinsip yang umum.20
Mengenai hukuman ta’zir di atas ini, maka di dikelompokkan ke
dalam tiga bagian :
1. Hukuman Ta’zir atas Perbuatan Maksiat
Bahwa hukuman ta’zir diterapkan atas setiap perbuatan maksiat
yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat, baik perbuatan
maksiat tersebut menyinggung hak Allah (hak masyarakat) maupun hak
adami (hak individu).
Pengertian maksiat adalah melakukan perbuatan yang diharamkan
dilarang oleh syara’ dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
18 Ibid,19.
diharamkan (dilarang) oleh syara’ dan meninggalkan perbuatan perbutan
yang diwajibkan (diperintahkan) olehnya.21
Perbuatan-perbuatan maksiat dibagi kedalam tiga bagian :
a. Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman had, tetapi
kadang-kadang ditambah dengan human kifarat, seperti, pembunuhan,
pencurian minuman keras, dan sebgainya. Untuk jarimah tersebut,
selain dikenakan hukuman had, dapat juga dikenakan hukuman ta’zir.
Pada dasarnya jarimah-jarimah tesebut cukup dikenakan hukuman
had, tetapi dalam kondisi tertentu apabila dikenakan kemaslahatan
umum. Maka tidak ada halangannya ditambah dengan hukuman ta’zir.
b. Perbuatan maksiat yang dikenakan hukuman kifarat, tetapi tidak
dikenakakan hukuman had. Menyetubuhi istri pada siang hari bulan
Ramadhan. Pada dasarnya kifarat itu merupakan hukaman karena
wujudnya merupakan melakukan kesalahan yang dilarang oleh syara’
dan pemberian hukumanya pembebasan hamba sahaya, atau puasa
atau memberi makanan kepada orang miskin.
c. Perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula
kifarat, maka akan dikenakan hukuman ta’zir.
2. Hukuman Ta’zir dalam Rangka Mewujudkan Kemaslahatan Umum
Menurut kaidah umum yang berlaku selama ini dalam syariat
Islam hukuman ta’zir hanya dikenakan terhadap perbuatan maksiat, yaitu
perbuatan yang dilarang keras zat perbuatannya itu sendiri.
3. Hukuman Ta’zir Atas Perbuatan-Perbuatan Pelangggaran (Mukallafah)
Pelanggaran mukalafah melakukan perbuatan makruh dan
meninggalkan perbuatan mandub, menjatuhkan hukuman ta’zir atas
perbuatan mukalafah, disyaratkan berulang-ulangnya perbuatan yang
akan dikenakan hukuman ta’zir.
Para ahli fiqih dalam menentukan batas maksimal sanksi hukuman
ta’zir yaitu:22
a. Hukuman ta’zir itu diterapkan dengan pertimbangan kemaslahatan
dan dengan memperhatikan kondisi fisik terhukum.
b. Hukuman yang dijatuhkan tidak boleh melebihi hukumana had.
c. Hukuman ta’zir bisa diberikan maksimalnya tidak boleh melebihi 10
kali cambukan.
22 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar,
40 BAB III
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NO :67/PID.SUS/2015/PT.MDN
TENTANG PERANTARA JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM
BENTUK TANAMAN
A. Deskripsi Kasus tentang Perantara Jual Beli Narkotika Golongan I Dalam
Bentuk Tanaman1
Pada dasarnya kasus yang diteliti oleh penulis adalah tindak pidana
melanggar hukum tentang Perantara jual beli narkotika golongan I dalam
bentuk tanaman, yaitu dilakukan oleh SAHAT AGRIANTO HUTAPEA,
dengan kronologi sebagai berikut :
Hari Minggu tanggal 16 Juli 2014 sekitar jam 21:00 WIB saksi-saksi
dari polres Simalungun melakukan penangkapan terhadap terdakwa Biston
Sitohang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika jenis ganja
selanjutnya para saksi bertanya kepada terdakwa Biston Sitohang dari siapa
Terdakwa membeli ganja tersebut dan terdakwa Biston Sitohang mengakui
bahwa terdakwa Biston Sitohang membeli ganja tersebut dari terdakwa Sahat
Agrianto Hutapea berdasarkan pengakuan terdakwa tersebut para saksi
menyuruh untuk menghubungi terdakwa Sahat Agrianto Hutapea dengan
mengunakan handphone untuk memesan daun ganja kering seberat 1 (satu)
1 Keputusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 67/PID.SUS/2015/PT.MDN, Tanggal Putus 18
kg selanjutnya terdakwa Sahat Agrianto Hutapea mengatakan bahwa akan
mengantar daun ganja yang telah dipesan kerumah terdakwa Biston Sitohang
lalu saksi-saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Sahat Agrianto
Hutapea dan dari tanngan terdakwa Sahat Agrianto Hutapea ditemukan
barang bukti berpa 1 (satu) bungkus daun ganja kering yang di lakban
selanjutnya para saksi-saksi mengintrogasi terdakwa Sahat Agrianto Hutapea
dan menanyakan apakah masih mneyimpan daun ganja lagi dan pada saat itu
mengakui bahwa masih ada daun ganja kering dirumahnya selanjutnya para
saksi-saksi kerumag]h terdakwa Sahat Agrianto Hutapea ditemukan 1 (satu)
bungkus daun ganja kering dan tidak memiliki izin dari pihak yang
berwewenang kemudian oleh saksi-saksi melakukan penangkapan terhadap
terdakwa berserta barang bukti untuk diproses sesuai dengan hukum yang
berlaku.
B. Keterangan Saksi
JEFRI GIRSANG , menerangkan sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 16 juli 2014 sekitar pukul 21.00 WIB saksi
menangkap BISTON SITOHANG dirumahnya, setelah diperiksa BISTON
SITOHANG menerangkan bahwa ganja tersebut dibeli dari terdakwa. Setelah
itu saksi-saksi menyuruh BISTON SITOHANG menghubungi terdakwa
untuk memesan ganja seberat 1 (satu)kg, keesokan harinya ganja tersebut
diantar kerumah BISTON SITOHANG lalu saksi-saksi langsung melakukan
Sitohang dengan mengendari sepedah motor tanpa plat nomor polisi. Bahwa
pada diri terdakwa terdapat ganja seberat 1(satu)kg yang dibungkus koran,
setelahn itu saksi-saksi melanjutkan pencarian barang bukti kerumah
terdakwa dan menemukan lagi ganja seberat 47,80 gram. Terdakwa
mempercayai BISTON SITOHANG karena sebelumnya pernah memesan
ganja kepada terdakwa seberat ½ kilogram. Ganja tersebut diperoleh dari
IGUN yang tinggal di Asrama Koramil, saksi-saksi tidak berani melakukan
penyelidikan lebih lanjut dikarenakan saksi-saksi pernah melakukan
pengejaran kedalah Asrama Koramil, saksi-saksi dikejar massa.2
Saksi II
Marudut Nababan menerangkan sebagai berikut :
Bahwa benar pada tanggal 16 juli 2014 sekitar pukul 21.00 WIB saksi
Jefri Girsang dan saksi Mardut Nababan melakukan penangkapan terhadap
Biston Sitohang dirumahnya, setelah diperiksa Biston Sitohang menerangkan
bahwa ganja tersebut dibeli dari terdakwa. Setelah itu saksi-saksi menyuruh
Biston Sitohang untuk mneghubunggi terdakwa untuk memesan ganja
seberat 1 (satu)kilogram dan dalam percakapan via sms tersebut terdakwa
berjanji untuk mengantarkan pesanan tersebut kerumah Biston Sitohang,
pada tanggal 17 juli 2014 jam 08.00 wib. Saksi-saksi langsung melakukan
penangkapan terhadap terdakwa yang mengantarkan pesanan Biston
Sitohang dengan mengendari sepedah montor tanpa plat nomor polisi. Bahwa
pada diri terdakwa didapati barang bukti lebih dari 1(satu) kilogram yang
dibungkus koran. Saksi-saksi melanjutkan pencarian barang bukti dirumah
terdakwa dan dalam pemeriksaan dirumah terdakwa saksi-saksi menemukan
lagi ganja seberat 47,80 gram yang dibungkus koran. Barang bukti yang ada
pada terdakwa seluruhnya diperoleh dari IGUN yan menurut terdakwa adalah
banadar ganja yang tingal di belakang kantor Koramil, yang dibelinya dengan
harga Rp. 1.400.000,- (satu juta empat ratus ribu rupiah).. saat saksi-saksi
melakukan pengejaran terhadap IGUN, ternyata IGUN tinggal di Asrama
Koramil maka saksi-saksi tidak berani melakukan penyelidikan lebih lanjut
kepada IGUN karena saksi pernah melakukan pengejaran dan saksi-saksi
dikejar oleh massa.3
C. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan Tinggi Medan
Dalam Memutus Perkara Nomer : 67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang
Perantara Jual Beli Narkotika Golongan I dalam Bentuk Tanaman
Dalam persidangan perkara tentang perbuatan melanggar hukum
karena menjadi perantara di Pengadilan Tinggi Medan, persidangan ini di
pimpin oleh Bantu Ginting,S.H. sebagai Hakim Ketua Majelis, Janes
Aritonang SH.MH. dan Ridwan Ramli, SH.MH. sebagai Hakim Anggota ,
Marthin A.P.Sinaga, SH. Sebagai Panitera Pengganti.
Yang dijadikan alat bukti di dalam persidangan yaitu :
1. 1 (satu) bungkus daun ganja kering yang dibungkus dengan kertas koran
yang dilakban dengan berat Brutto 788,34 gram (Nettto 792,34 gram - 5
gram (digunakan untuk kepentingan Laboratoris).
2. 1 (satu) bungkus daun ganja kering yang dibungkus dengan kertas koran
seberat Brutto 44 gram (Netto 47,80 gram - 3,80 gram (digunakan untuk
kepentingan Laboratoris).
3. 1 (satu) unit HP merk Nokia
4. 1 (satu) unit sepedah motor merk merk Yamaha Vega R tanpa nomor
polisi.4
Sedangkan saksi-saksi yang diajukan didalam persidangan , yaitu :
1. Saksi “JEFRI GIRSANG”
2. Saksi “MARUDUT NABABAN”
Jaksa penuntut umum meminta kepada majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Medan memberikan tuntutan kepada terdakwa sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa SAHAT AGRIANTO HUTAPEA terbukti
bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual-beli, menukar atau menyerahkan Narkotika
Golongan I sebagaimana Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam Pasal
114 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SAHAT AGRIANTO
HUTAPEA dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun
dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan
perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah) apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan
pidana penjara selama 6 (enam) bulan.
3. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus daun ganja kering
yang dibungkus dengan kertas, koran yang dilakban dengan berat
keseluruhan 792,34 gram setelah digunakan untuk kepentingan
Laboratoris maka sisa barang bukti yang digunakan untuk kepentingan
pembuktian dengan berat 787,34 gram, 1 (satu) bungkus daun ganja
kering yang dibungkus dengan kertas koran seberat 47,80 gram setelah
digunakan untuk kepentingan Laboratoris maka sisa barang bukti yang
digunakan untuk kepentingan pembuktian dengan berat brutto 44 gram, 1
(satu) unit HP merk Nokia, dirampas untuk dimusnahkan dan 1 (satu)
unit sepeda motor merk Yamaha Vega R tanpa nomor polisi, dirampas
untuk Negara.
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-
D. Isi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Dalam Memutus Perkara Nomer :
67/PID.SUS/2015/PT.MDN Tentang Perantara Jual Beli Narkotika Golongan
I dalam Bentuk Tanaman 5
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, pengakuan terdakwa dan
dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dipersidangan, maka hakim
telah memperoleh keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti melakukan
tindak pidana karena perbuatan melanggar hukum karena menjadi perantara
jual beli narkotika golongan I dalam bentuk tanaman. Putusan Tingkat
Banding Pengadilan Tinggi Medan Nomor 67/PID.SUS/2015/PT.MDN6
Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa Penuntut
Umum Kejaksaan Negeri Simalungun ;
Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Simalungun tanggal 18
Desember 2014 Nomor : 622/Pid.Sus/2014/ PN.Sim. yang dimintakan
banding tersebut khususnya mengenai Pidana yang dijatuhkan terhadap
Terdakwa sebagaimana dalam amar dibawah ini ;
1. Menyatakan terdakwa SAHAT AGRIANTO HUTAPEA telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan
melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman“ ;
5 Ibid.
6 Keputusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 67/PID.SUS/2015/PT.MDN, Tanggal Putus 18