• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 212013705 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 212013705 Full text"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pendahuluan

Saat ini setiap negara tidak lepas dari Perdagangan international, Perdagangan international adalah kegiatan pertukaran barang dan jasa yang melintasi batas-batas negara dan berhubungan dengan pemerintah serta pendududk negara lain ,perdagangan international bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyrakat yang ada pada negara tersebut serta untuk Memperoleh barang dan jasa yang tidak dapat di hasilkan di dalam negeri dan mendorong terciptanya kemajuan teknologi, dapat memperluas pasar, meningkatkan penerimaan negara melalui bea masuk maupun bea keluar, mempererat hubungan dengan negara lain seringnya perdagangan international di lakukan oleh setiap negara maka harus berhati-hati dalam melakukan perdagangan international karena perdagangan international terdapat kerugian yang di timbulkan bagi negara yang tidak tahan seperti ketidakmampuan beradaptasi di pasar global menyebabkan perekonomian negara terpuruk. Produksi dalam negeri yang tidak mampu bersaing dengan barang impor akan ditinggalkan konsumen karena hal tersebutlah akan menyebabkan inflasi pada negara tersebut.

Barang-barang impor sangat berpengaruh dengan barang-barang produk dalam negeri, karena selain harga barang-barang impor yang sangat murah kualitasnya pun dapat dibilang baik. Sehingga orang-orang dalam negeri cenderung lebih memilih produk impor. Hal tersebut disebabkan karena belum maksimalnya penerapan sebuah teknologi dalam proses produksi. Kebanyakan pengusaha dalam kegiatan proses produksi tanpa diiringi penguasaan konsep dan teknologi yang membuat tidak maksimalnya proses produksi. Permasalahan yang selanjutnya adalah dalam menjalankan proses produksinya, pelaku usaha di tanah air selalu dibayang-bayangi masalah finansial atau pendanaan proses produksi.

(2)

2 konvensional yang membuat proses produksi tidak maksimal. Dua permasalahan klasik diatas merupakan sebagian kecil dari hambatan-hambatan yang membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih rendah mutunya jika dibandingkan dengan produk-produk yang diproduksi negara-negara maju. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius bagi pelaku usaha nasional karena kita telah memasuki gerbang perdagangan bebas. Sedangkan pada perdagangan bebas itu diharapkan barang-barang produksi Indonesia mampu menyaingi produk luar yang masuk ke Indonesia sehingga dapat tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Guna memasuki pasar internasional, maka perusahaan dalam kegiatan produksinya harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas. Peningkatan kualitas produk dengan harapan tercapainya tingkat cacat produk mendekati zero defect membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Perbaikan kualitas dan perbaikan proses terhadap sistem produksi secara menyeluruh harus dilakukan jika perusahaan ingin menghasilkan produk yang berkualitas baik dalam waktu yang relatif singkat. Suatu perusahaan dikatakan berkualitas bila perusahaan tersebut mempunyai sistem produksi yang baik dengan proses terkendali. Melalui pengendalian kualitas (quality control) diharapkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan efektifitas pengendalian dalam mencegah terjadinya produk cacat (defect prevention), sehingga dapat menekan terjadinya pemborosan dari segi material maupun tenaga kerja yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas produksi dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Nenny Ika Cendrawati (2007), menyatakan bahwa dalam kegiatan proses produksi tekstil untuk meningkatkan mutu produksi diperlukan rancangan pengendalian mutu dengan metode six sigma. Melalui metode ini proses spinning dapat menghasilkan produk benang yang bermutu. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sahrial Amri dan I Wayan Suletra (2009), mengungkapkan bahwa terdapat gangguan yag bersifat khusus (di luar sistem) yang mempunyai potensi menganggu proses produksi, sehingga diperlukan analisis stabilitas dan kapabilitas dalam proses spinning.

(3)

3 Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Yogi Yusuf Wibisono dan Theressa Suteja (2013), mengemukakan bahwa aplikasi dan potensi DMAIC Six Sigma dalam proyek perbaikan mutu untuk satu jenis produk di mana dalam proyek ini hanya melibatkan orang-orang di bagian produksi. Salah satu pendekatan dan metode yang efektif dalam kegiatan produksi adalah DMAIC Six Sigma yang berhasil memperbaiki kualitas produksi.

PT. Pismatex yang berada di Kota Pekalongan Jawa Tengah salah satu perusahan tekstil yang sudah merambah di bidang produk tekstil, kemudian mengembangkan bisnisnya menjadi tekstil yang memproduksi kain sarung pelekat. Sistem modal dan saham yang dimiliki adalah milik keluarga. PT Pismatex didirikan pada tahun 1971 oleh H. Ghozi Salim sebagai pemilik perusahaan dan pada tahun 1972 mulai memproduksi kain sarung pelekat merek ‘Gajah Duduk’. Sejalan dengan perkembangan penggunaan teknologi dalam industri tekstil, maka sarung ‘Gajah Duduk’ diproduksi dengan berbagai tingkatan mutu, antara lain mutu 4.000 benang, 5.000 benang dan 7.000 benang.

Pada awal berdiri PT. Pismatex menggunakan proses produksi kain sarung dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Penggunaan teknologi yang semakin berkembang dalam industri tekstil menuntut perusahaan mengadopsi perkembangan teknologi dalam proses produksinya. Oleh karena itu, pada tahun 1973 perusahaan melakukan pembaharuan teknologinya dengan mengganti penggunaan ATBM menjadi Alat Tenun Mesin (ATM). Penggantian penggunaan mesin dalam proses produksi kain sarung atas pertimbangan perusahaan dan dikarenakan meningkatnya daya beli masyarakat, tingkat produktivitas yang tinggi dan mutu kain sarung yang lebih baik.

(4)

4 lebih bermutu. Sebaliknya, bila produk sarung yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik dari perusahaan pesaing, konsumen akan lebih memilih untuk menggunakan produk sarung tersebut (Faris Andinova Yuliawan, 2005).

Untuk menjaga persaingan PT. Pismatex harus selalau menjaga kualitas produk yang baik dengan menerapkan proses pengendalian kualitas sangatlah penting untuk diaga dan dilakukan guna menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasaran. Proses pengendalian kualitas dilihat dari manajemen operasional, maka dapat muncul kualitas produk yang baik. Pengendalian kualitas produk merupakan salah satu kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing produk, dengan kualitas produk yang bagus diharapkan perusahaan dapat meningkatkan omset pendapatan, dan ditambah lagi jika kualitas produk dapat tejaga dengan baik dapat meningkatkan persaingan dibandingkan dengan produk lain (Muhaemin, 2005).

Dalam melakukan kegiatan produksi di PT Pismatex, kualitas menjadi sangat penting untuk menjaga reputasi merek dagang, maka dari itu PT Pismatex selalu melakukan pengendalian kualitas (Quality Control) mengurangi tingkat produk cacat mendekati zero defect, tetapi untuk melakukannya dibutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Maka dari itu hal yang perlu dilakukan PT Pismatex adalah melakukan perbaikan kualitas maupun perbaikan proses terhadap sistem produksi secara menyeluruh untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan efisiensi biaya dan proses produksi yang relatif singkat.

(5)

5 Tabel 1

Jumlah Produksi, Jumlah Produk Cacat dan Presentase Kecacatan Tahun 2008 – 2012

Tahun Jumlah Produksi Jumlah Produk Cacat Presentase Kecacatan

2008 253.150,04 17.064,33 6,74%

2009 235.582,10 19.906,69 8,45%

2010 209.495,95 19.923,06 9,51%

2011 252.981,45 27.853,26 11,01%

2012 243.486,50 28.080,70 8,67%

Sumber: Dokumen arsip PT. Pismatex, 2012

Dari permasalahan yang terjadi maka implementasi metode Six sigma digunakan dalam memperbaiki prinsip nilai dan teknik kualitas. Pihak perusaahaan harus mengubah sistem pengendalian kualitas yang semula menggunakan TQM ke metode six sigma. Metode Sig sima mengutamakan pengurangan produk cacat agar lebih efisien dalam proses produksi serta mengurangi biaya produksi untuk penggantian produk cacat. Mengingat metode Six sigma sebagai salah satu metode baru yang paling popular dan salah satu alternatif dalam prinsip-prinsip pengendalian kualitas yang merupakan terobosan di bidang manajemen kualitas (Gasperzs, 2005). Six sigma dapat dijadikan ukuran kinerja sistem industri yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan yang luar biasa dengan terobosan strategi yang aktual. Six sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri yang berfokus pada pelanggan dengan memperhatikan kemampuan proses. Pencapaian six sigma hanya terdapat 3,4 cacat per sejuta kesempatan. Semakin tinggi target sigma yang dicapai maka kinerja sistem industri semakin membaik.

(6)

6 peningkatan kualitas dengan metode six sigma menggunakan DMAIC pada produk sarung Gajah Duduk.

Rumusan Masalah

Berkenaan dengan deskripsi di atas, masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran pengendalian kualitas produk sarung gajah duduk

dengan metode six sigma menggunakan DMAIC untuk mengurangi produk cacat?

2. Hambatan apakah yang terjadi dalam proses pengendalian kualitas dengan metode six sigma menggunakan DMAIC guna mengurangi produk cacat pada PT. Pismatex?

3. Solusi apa yang diterapkan untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam pengendalian kualitas dengan metode six sigma menggunakan DMAIC guna mengurangi produk cacat pada PT. Pismatex?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mendeskripsikan dan menganalisis proses pengendalian kualitas dengan metode six sigma menggunakan DMAIC untuk mengurangi produk cacat pada PT. Pismatex.

2. Mendeskripsikan hambatan-hambatan pengendalian kualitas dengan metode six sigma menggunakan DMAIC untuk mengurangi produk cacat pada PT. Pismatex.

(7)

7 Kerangka Teoritis

Kualitas Produk

Pengertian atau definisi kualitas mempunyai cakupan yang sangat luas, relatif, berbeda-beda dan berubah-ubah, sehingga definisi dari kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat bergantung pada konteksnya terutama jika dilihat dari sisi penilaian akhir konsumen dan definisi yang diberikan oleh berbagai ahli serta dari sudut pandang produsen sebagai pihak yang menciptakan kualitas. Konsumen dan produsen itu berbeda dan akan merasakan kualitas secara berbeda pula sesuai dengan standar kualitas yang dimiliki masing-masing. Begitu pula para ahli dalam memberikan definisi dari kualitas juga akan berbeda satu sama lain karena mereka membentuknya dalam dimensi yang berbeda. Oleh karena itu definisi kualitas dapat diartikan dari dua perspektif, yaitu dari sisi konsumen dan sisi produsen. Namun pada dasarnya konsep dari kualitas sering dianggap sebagai kesesuaian, keseluruhan ciri-ciri atau karakteristik suatu produk yang diharapkan oleh konsumen.

“Kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan/tersirat” (Philip Kotler diterjemahkan oleh Hendra Teguh & Rommy. A. Rusli, 2002).

(8)

8 manfaat yang sesuai dengan kebutuhan setara dengan pengorbanan yang dikeluarkan. Apabila kualitas produk tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan, maka konsumen menganggap sebagai produk yang berkualitas jelek. (Latief & Utami, 2009).

“Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas “ Lupiyoadi (2007). Kata kualitas juga mengandung banyak sekali definisi makna, setiap orang berbeda-beda dalam mengartikannya. Akan tetapi dapatlah diambil kesimpulan bahwa ada beberapa contoh definisi yang kerap dijumpai mengenai kualitas :

1. Kecocokkan dengan persyaratan atau ketentuan. 2. Kecocokkan untuk pemakaian.

3. Perbaikan atau penyempurnaan berkelanjutan. 4. Bebas dari kerusakan atau cacat.

5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat.

Kualitas mempunyai definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari produk seperti performansi (Performance), keandalan (Realibility), mudah didalam penggunaan (Easy of use) dan estetika (Easthetic). dikutip dari buku Jurnal mutu Proyek Pembangunan Gedung (Gaspersz, 2004).

Dari pengertian kualitas produk diatas dapat disimpulkan kualitas produk adalah suatu kondisi dinamis yang saling berhubungan meskipun dapat memiliki definisi yang berbeda tetapi produk pada intinya memiliki suatu spesifikasi terhadap suatu barang dan/ atau jasa yang dapat menimbulkan kepuasan yang memenuhi atau melebihi harapan bagi konsumen yang menggunakannya.

Pengendalian Kualitas Produk

(9)

9 saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan. standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan kualitas yang telah sesuai.

Menurut Schermerhorn (2003) pengendalian merupakan kegiatan atau aktivitas yang sudah atau sedang dilakukan, dengan tujuan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Pengendalian merupakan proses pengukuran kinerja, membandingkan antara hasil sesungguhnya dengan rencana serta mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan.

Tetapi menurut Gasperz, 2004 pengendalian tidak cukup memantau kegiatan atau aktivitas dalam proses produksi tetapi juga dapat berarti evaluasi yang bersifat korektif untuk menjadikan produk berkualitas. Control can mean an evaluation to indicate needed corrective responses, the act guilding, or the state of process in

which the variability is attributeto a constant system of chance couses.

Pendapat Agus Ahyari (2000) menyatakan bahwa pengendalian kualitas produk tidak hanya mencakup pengukuran kinerja, menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk yang dihasilkan,tetapi juga dapat dilakukan sebagai tindakan preventif dengan tujuan tidak terjadi produk cacat pada hasil akhir produksi.

(10)

10 Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas pengendalian kualitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas dengan cara memfokuskan pada proses control yaitu dengan cara membuat rencana produksi yang baik sehingga dapat sesuai dengan realisasinya, kemudian memastikan kinerja yang dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan serta mengevaluasi hasil proses produksi. Selain itu juga pengendalian kualitas juga dapat dilakukan sebagai tindakan preventif perusahaan agar tidak terjadi produk cacat.

Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri (1998) adalah: 1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah

ditetapkan.

2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.

3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin.

Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan dari pengendalian produksi, karena pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengendalian produksi. Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena semua kegiatan produksi yang dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diusahakan serendah-rendahnya.

(11)

11 Six Sigma

Menurut Breyfogle dalam Rahardjo (2003), six sigma merupakan tingkat variabilitas yang menyatakan performance dari suatu proses. Tingkat mutu enam sigma merupakan tingkat mutu dimana proses dengan penyebaran enam sigma terhadap rataan proses masih memenuhi spesifikasi. Six sigma juga diartikan sebagai tingkat mutu, dimana 3,4 persen kecacatan dihasilkan dari satu juta kesempatan terjadinya kecacatan.

Nama "Six sigma" berasal dari tingkatan mutu : performa pada tingkatan enam sigma yang berarti hanya 3,4 DPMO. Abjad Yunani Sigma adalah lambang dalam statistik untuk deviasi standar, suatu ukuran variasi (Brue, 2005).

Six Sigma juga bisa diartikan sebagai suatu framework atau sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk melakukan proses perbaikan yang berkesinambungan. Dalam prosesnya Six Sigma dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan. Kemudian mengikuti perkembangan jaman sigma dapat digunakan untuk mengukur kemampuan proses untuk menghasilkan produk tanpa cacat. Indeks pengukuran yang sering digunakan adalah "defect per unit". Nilai sigma mengindikasikan seberapa sering kecacatan terjadi. Semakin meningkat nilai sigma, jumlah cacat semakin sedikit sehingga biaya dan cycle time menurun. Selain itu tingkat kepuasan pelanggan akan semakin meningkat (Muslim, 2005).

SixSigma memiliki dua metodologi, yaitu (1) six sigma– DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan (2) Design For Six Sigma – DFSS DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, Verify)(Gaspersz, 2007).

(12)

12 Dalam Six Sigma ada siklus 5 fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) yaitu proses peningkatan terus menerus menuju target six sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik berdasarkan pengetahuan dan fakta. DMAIC merupakan suatu proses closed–loop yang menghilangkan langkah– langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran– pengukuran baru dan menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma.

Menurut Pete dan Holpp (2002), tahap-tahap implementasi peningkatan kualitas dengan Six sigma terdiri dari lima langkah yaitu menggunakan metode DMAIC atau Define, Measure, Analyse, Improve and Control.

1. Define

Define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci (Gaspersz, 2005). Tanggung jawab dari definisi proses bisnis kunci berada pada manajemen.

Menurut Pande dan Cavanagh (2002:166) tiga aktivitas utama yang berkaitan dengan mendefinisikan proses inti dan para pelanggan adalah

a. Mendefinisikan proses inti mayor dari bisnis.

b. Menentukan output kunci dari proses inti tersebut, dan para pelanggan kunci yang mereka layani.

c. Menciptakan peta tingkat tinggi dari proses inti atau proses strategis.

(13)

13 menurunkan tingkat cacat produk, menurunkan downtime mesin, meningkatkan output dari setiap proses produksi.

2. Measure

Measure merupakan tindak lanjut logis terhadap langkah define dan merupakan sebuah jembatan untuk langkah berikutnya. Menurut Pete dan Holpp (2002) langkah measure mempunyai dua sasaran utama yaitu:

a. Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkualifikasikan masalah dan peluang. Biasanya ini merupakan informasi kritis untuk memperbaiki dan melengkapi anggaran dasar proyek yang pertama.

b. Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar masalah.

Measure merupakan langkah oprasional yang kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan, yaitu:

a. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (Critical to Quality) kunci.

(14)

14 b. Mengembangkan rencana pengumpulan data

Pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tingkat, yaitu

1) Pengukuran pada tingkat proses (process level)

Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan dan memengaruhi karakteristik kualitas output yang diinginkan

2) Pengukuran pada tingkat output (output level)

Adalah mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu proses dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik kualitas yang diinginkan oleh pelanggan.

3) Pengukuran pada tingkat outcome(outcome level)

Adalah mengukur bagaimana baiknya suatu produk (barang dan atau jasa) itu memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspektasi rasional dari pelanggan.

c. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output

Karena proyek peningkatan kualitas Six sigma yang ditetapkan akan difokuskan pada upaya peningkatan kualitas menuju ke arah zero defect sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan, maka sebelum proyek dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja yang sekarang atau dalam terminology Six sigma disebut sebagai baseline kinerja, sehingga kemajuan peningkatan yang dicapai setelah memulai Six sigma dapat diukur selama masa berlangsungnya Six Sigma.

(15)

15 3. Analyze

Merupakan langkah operasional yang ketiga dalam program peningkatan kualitas six sigma. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini yaitu:

a. Menentukan stabilitas dan kemampuan ( kapabilitas) proses

Proses industri dipandang sebagai suatu peningkatan terus menerus (continous improvement) yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide ide untuk menghasilkan suatu produk (barang dan atau jasa), pengembangan produk, proses produksi/operasi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Target six sigma adalah membawa proses industri yang memiliki stabilitas dan kemampuan sehingga mencapai zero defect. Dalam menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu akan dibutuhkan alat-alat statistik sebagai alat analisis. Pemahaman yang baik tentang metode-metode statistik dan perilaku proses industri akan meningkatkan kinerja sistem industri secara terus-menerus menuju zero defect.

b. Menetapkan target kinerja dari karakteristik kualitas (CTQ) kunci

Secara konseptual penetapan target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma merupakan hal yang sangat penting dan harus mengikuti prinsip :

1) Spesific, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus bersifat spesifik dan dinyatakan secara tegas.

2) Measureable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran (matrik) yang tepat, guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang.

(16)

16 4) Result-Oriented, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja yang telah didefinisikan dan ditetapkan.

5) Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap karakteristik kualitas.

6) Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap karakteristik kualitas. (CTQ) kunci itu dan target kinerja harus dicapai pada batas waktu yang telah ditetapkan (tepat waktu).

c. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

Untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan sumber penyebab masalah kualitas, digunakan alat analisis diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan. Diagram ini membentuk cara-cara membuat produk-produk yang lebih baik dan mencapai akibatnya (hasilnya).

Money Media Material Method

Akibat

Predictable Motivation Machine Manpower Causes

(17)

17 Sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan berdasarkan prinsip 7 M, yaitu (Gasperz, 2005) :

1) Manpower (tenaga kerja), berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan, kekurangan dalam ketrampilan dasar akibat yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dan lain-lain.

2) Machiness (mesin) dan peralatan, berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan preventif terhadap mesim produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlau panas, dan lain-lain.

3) Methods (metode kerja), berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dan lain-lain.

4) Materials (bahan baku dan bahan penolong), berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dan lain-lain.

5) Media, berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memerhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang konduktif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dan lain-lain.

6) Motivation (motivasi), berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan professional, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.

(18)

18 4. Improve

Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six sigma. Rencana tersebut mendeskripsikan tentang alokasi sumber daya serta prioritas atau alternatif yang dilakukan. Tim peningkatan kualitas Six sigma harus memutuskan target yang harus dicapai, mengapa rencana tindakan tersebut dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan dilakukan, bilamana rencana itu akan dilakukan, siapa penanggungjawab rencana tindakan itu, bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu dan berapa besar biaya pelaksanaannya serta manfaat positif dari implementasi rencana tindakan itu. Tim proyeksi Sigma telah mengidentifikasikan sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas sekaligus memonitor efektifitas dari rencana tindakan yang akan dilakukan di sepanjang waktu. Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ) terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya kapabilitas Sigma. Seyogyanya setiap rencana tindakan yang diimplementasikan harus dievaluasi tingkat efektivitasnya melalui pencapaian target kinerja dalam program peningkatan kualitas Six sigma yaitu menurunkan DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect oriented) atau mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6-Sigma, serta mengkonversikan manfaat hasil-hasil ke dalam penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ).

5. Control

(19)

19 Terdapat dua alasan dalam melakukan standarisasi, yaitu:

a. Apabila tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak distandarisasikan, terdapat kemungkinan bahwa setelah periode waktu tertentu, manajemen dan karyawan akan menggunakan kembali cara kerja yang lama sehingga memunculkan kembali masalah yang telah terselesaikan itu.

b. Apabila tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak distandarisasikan dan didokumentasikan, maka terdapat kemungkinan setelah periode waktu tertentu apabila terjadi pergantian manajemen dan karyawan, orang baru akan menggunakan cara kerja yang akan memunculkan kembali masalah yang sudah pernah terselesaikan oleh manajemen dan karyawan terdahulu.

Pengendalian Kualiatas dengan Metode Six Sigma

Hubungan pendekatan dengan proses pengendalian kualitas di dalam proses produksi merupakan salah satu inovasi penting yang membuat six sigma berhasil. Ketiga unsur dasar tersebut adalah (Nasfiendry, 2003) :

1. Perbaikan proses

Perbaikan proses dilakukan untuk menemukan target dan melakukan perbaikan untuk mengurangi kecacatan dalam proses produksi. Istilah perbaikan proses merujuk pada sebuah strategi membangun solusi terfokus untuk mengeliminasi akar penyebab dari dan menganalisis penyebab yang lain terkait temuan produk yang cacat.

2. Desain ulang proses

(20)

20 3. Manajemen proses

Infrastruktur untuk kepemimpinan Six Sigma merupakan strategi yang paling revolusioner karena melibatkan suatu perubahan fokus, dari kekeliruan dan arah fungsi-fungsi kepada memahami dan memfasilitasi proses-proses, aliran kerja yang memberikan nilai kepada pelanggan dan para pemegang saham.

Jadi secara singkat Pengendalian Kualitas dengan metode Six Sigma dapat dijadikan ukuran kinerja sistem industri yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan yang luar biasa dengan terobosan strategi yang actual dengan hanya menaai target terdapat 3,4% barang cacat per sejuta kesempatan, perusahaan bisa menerapkan Six Sigma sebagai proses pengendalian kualitas dengan menggunakan suatu pengukuran Defect Per million Opportunities (DPMO) tingkat kapabilitas Six Sigma level, mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai (Critical To Quality) CTQ sebagai standar produk,serta terus melakukan control dalam proses produksi ataupun hasil produksi (output akhir),dan terus melakukan penyempurnaan dengan tujuan meminimalisai pemborosan pada neraca keuangan perusahaan.

Penelitian Terdahulu

(21)

21 Tabel 2

Penelitian Terdahulu Penggunaan Six Sigma di Perusahaan

Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian Hasil Penelitian Nenny Ika Cendrawati, (2007),

Rancangan Pengendalian Mutu dengan Metode Six Sigma pada Divisi Spinning PT. Unitex Tbk Bogor Australia, Mesir, Ultima dan America Hotco. Selain kapas, bahan baku lain langsung dijual kepada konsumen. Benang yang akan diolah menjadi kain tersebut melalui beberapa proses selanjutnya yaitu proses Weaving atau penenunan dan proses Dyeing yang memoles kain terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling) sedangkan benang yang langsung dijual kepada konsumen melewati proses yarn dyeing atau pencelupan benang untuk memberikan warna pada benang yang akan dijual. Benang yang dihasilkan divisi spinning terbagi menjadi tiga jenis yaitu jenis TC, CVC, dan Cotton.

Limbong W.H, (2008), Analisis Strategi Perusahaan PT. Pismatex Pekalongan

(22)

22 Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian Hasil Penelitian

didapatkan kekuatan perusahaan adalah mutu sarung ‘Gajah Duduk’ bagus dan harga sarung yang terjangkau, serta keterbatasan modal merupakan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Peluang perusahaan adalah pelanggan yang terdiri dari hampir penetrasi pasar, pengembangan produk dan perluasan pasar. Analisis SWOT menghasilkan beberapa alternatif strategi untuk memudahkan penilaian matriks QSPM. Dari matriks QSPM didapatkan alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan, yaitu efisiensi biaya produksi dalam proses produksi (pengolahan, bahan baku dan bahan bakar).

Faris Andinova Yuliawan, (2009), Kajian Optimasi untuk Meningkatkan Profitabilitas pada PT. Pismatex, Pekalongan

Hasil penelitian dengan metode linier programing yang bertujuan meningkatkan profit PT. Pismatex dengan cara meningkatkan kinerja karyawan dan mengoptimalkan pengggunaan bahan baku secara optimal sehingga dapat meningkatakan profit secara signifikan.

Sahrial Amri dan I Wayan Suletra, (2009), Analisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses Spinning Benang Katun dengan Metode Six Sigma

(23)

23 Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian Hasil Penelitian

Bayu Sopyan, (2010), Usulan Pengendalian Kualitas untuk Mengurangi Cacat pada Produk Kain Sarung Tipe 40/2 Tr Di Departemen Finishing PT. Pismatex

Hasil penelitiannya adalah ditemukan cacat pada warna yang kotor, corak warna yang putus-putus (ngombak), dan kerusakan pada kain yang sobek

Jadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini memfokuskan pada solusi yang harus dilakukan oleh PT. Pismatex untuk menjaga kualitas produk sarung ‘Gajah Duduk’.

Metode Penelitian

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dengan cara melakukan wawancara kepada Manajer Produksi Bapak Khulwan untuk menanyakan proses pengendalian kualitas pada perusahaan, hasil wawancara tersebut dapat mengetahui sistem yang digunakan PT. Pismatex dalam melakukan pengendalian kualitas sarung yang akan diekspor serta mendapatkan data tentang prosentase kecacatan sarung dari jumlah yang diproduksi tiap tahunnya.

Wawancara juga dilakukan kepada manajer penjualan khususnya di Bagian Departemen Ekspor dengan Bapak Taufik untuk menanyakan tentang volume penjualan terkait dengan jumlah produksi yang layak untuk dijual (tidak terjadi kecacatan). Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari dokumen-dokumen perusahan yang berkaitan dengan pengendalian kualitas seperti dokumen data tentang prosesntasi kecacatan dan data produksi sarung tiap tahunnya dari tahun 2008 – 2012.

(24)

24 distribusi hingga sampai ke tangan konsumen. Observasi dilakukan mulai pertengahan Mei 2013.

Teknik Analisis

Teknik analisis menggunakan metode six sigma dengan DMAIC untuk melakukan proses pengendalian kualitas produk ekspor dan sebelum dilakukan DMAIC memerlukan tahap dimana perusahaan harus mencari dan mengetahui kriteria kecacatan yang terjadi, maka dilakukan tahap sebagai berikut:

1. Menentukan kapabilitas dan kemampuan (proses capability). Dalam proses produksi ini perlu dilakukan karena merupakan suatu proses dimana menentukan penyebab produk cacat terjadi.

2. Penyebab kecacatan produk ada dua penyebab yang tidak dapat dikendalikan dan penyebab yang dapat dikendalikan. Penyebab diidentifikasi dari sumber-sumber dan akar masalah dari kemampuan dan kapabilitas produksi, sehingga memungkinkan pihak manajemen mengantisipasi dan meminimalisasi dengan mencegah dan memperkirakan agar tidak terjadi kecacatan, dan jika terjadi produk cacat pihak manajemen yang bertanggung jawab. Sedangkan penyebab yang tidak dapat dikendalikan yaitu penyebab kecacatan produk akibat pihak manajemen tidak menguasai atau tidak ada pengetahuan sebelumnya.

3. Dari penyebab yang tidak dapat dikendalikan tersebut, maka pihak manajemen harus melakukan menetapkan target kinerja dari karateristik kunci (CTQ). Setelah mengetahui CTQ maka perusahaan melakukan analisis stabilitas dan kemampuan proses. CTQ ini sangat penting untuk menjalankan metode Six Sigma karena untuk mengukur kesiapan pihak manajemen melakukan proses agar proses terus berjalan dan selalu meningkat (Countinously and Improve).

(25)

25 1. Perumusan (define)

Fase menentukan/mendefinisikan masalah, menetapkan persyaratan pelanggan. Setelah menentukan menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan kemudian bisa dirumuskan apa saja yang harus dilakukan untuk menetapkan masalah kemudian masalah langkah berikutnya untuk mengukur masalah yang sering terjadi dengan tujuan agar dapat mengambil langkah yang efektif untuk mengurangi produk cacat.

2. Pengukuran (measure)

Setelah ditemukan CTQ atau garis besar masalah kemudian perusahaan mengukur masalah yang terjadi dengan menggunakan perbandingan data produksi sarung dibandingkan dengan prosentase kecacatan yang terjadi, hal ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan untuk mengurangi produk cacat.

3. Analisis (analyze)

Fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Fokus pada fase ini adalah pada pertanyaan mengapa cacat, kesalahan atau variasi yang berlebihan terjadi. Alat yang digunakan untuk menganalisis adalah diagram tulang ikan dan diagram pareto dengan menggunakan dua alat analisis ini dapat diketahui kecacatan yang sering terjadi, disertai penyebab kecacatan sehingga dapat mengetahui mengapa terjadi kecacatan.

4. Improve

(26)

26 5. Control

Setelah hasil analisis dan improve perlu dibuat sistem yang bertujuan mengendalikan terhadap proses dengan tujuan mengurangi kesalahan yang sama, dan juga untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma.

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Perusahaan

PT. Pismatex Pekalongan merupakan sebuah perusahaan berbentuk Perseroan tertutup, yaitu perusahaan perseroan terbatas yang modalnya berasal dari kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum. PT. Pismatex bergerak di bidang industri tekstil kain sarung pelekat, di mana saham atau modal yang dimiliki adalah milik keluarga. PT Pismatex didirikan pada tahun 1971 oleh H. Ghozi Salim sebagai pemilik perusahaan dan pada tahun 1972 mulai memproduksi kain sarung pelekat merek Gajah Duduk. Sejalan dengan perkembangan penggunaan teknologi dalam industri tekstil, maka sarung Gajah Duduk diproduksi dengan berbagai tingkatan mutu, antara lain mutu 4.000 benang, 5.000 benang dan 7.000 benang.

(27)

27 PT. Pismatex merupakan perusahaan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), Ijin Perusahaan No. 28/DJAI/IUT/III/NON PMA-PMDN/1998. Tanggal 26 Januari 1988. SIUP No. 40/II.03/PB/III/1994. Proses produksi sarung ‘Gajah Duduk’ terbagi dalam lima unit produksi, yaitu unit pencelupan (dyeing), Unit Persiapan (Preparation), Unit Pertenunan (Weaving), Unit Penyempurnaan (Finishing) dan Unit Jahit Sarung (Sewing). Keseluruhan proses produksi tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Unit Pencelupan (Dyeing)

Pada unit pencelupan terdiri dari dua bagian, yaitu:

1) Bagian Soft Cone, proses mengcover benang cone (ex patal) dengan standar tension tertentu (soft) untuk mempermudah dalam proses pewarnaan.

2) Bagian Pencelupan (Cone Dyeing), merupakan proses pemberian warna benang dengan bahan, temperatur dan tekanan tertentu, agar menghasilkan warna yang tidak luntur dan rata, sesuai dengan warna yang dikehendaki desaigner.

b. Unit Persiapan (Preparation)

Pada unit persiapan terdiri dari lima bagian, yaitu:

1) Kelos (cone winder) proses menutupi cone warna dengan standar isi tertentu dan mengatur kembali jajaran atau gulungan benang untuk memperlancar proses selanjutnya, yaitu proses palet dan hani.

2) Palet (pirn winder) merupakan proses mengcover cone warna yang sudah melalui proses kelos (ex kelos) menjadi palet dengan isi dan tension tertentu untuk menghasilkan gulungan pakan.

(28)

28 4) Kanji (sizing) merupakan proses melapisi benang yang sudah digulung

terpisah sesuai dengan corak bahan atau obat kanji. Proses pelapisan tersebut bertujuan untuk memperlancar proses tenun benang.

5) Cucuk (reach in) yaitu memisahkan helaian benang lusi ex hani dan kanji, sehingga membentuk mulut lusi untuk jalannya pakan.

c. Unit Pertenunan (Weaving)

Hal ini merupakan proses menganyam atau menyilangkan benang pakan ke dalam mulut lusi, sesuai kartu dan corak yang terpasang pada mesin dengan standar penyetelan mesin. Tujuan proses ini adalah adalah untuk memperoleh hasil anyaman sesuai dengan standar corak dan kerataan pick, panjang dan lebar kain agar tidak timbul BS.

d. Unit Penyempurnaan (Finishing)

Pada proses penyempurnaan (finishing) terdiri dari lima bagian, yaitu:

1) Inspeksi (inspection) merupakan proses memperbaiki, memisahkan dan mengklasifikasikan produk yang cacat untuk menghindari tercampurnya dengan produk yang baik dan BS.

2) Bakar Bulu (singeing) merupakan proses untuk menghilangkan atau membersihkan bulu atau kapuk yang melekat pada permukaan sarung, agar menghasilkan produk bersih dan tidak mengapuk.

3) Pencucian (washing) merupakan proses mencuci atau membersihkan kain sarung karena kotoran dari proses bakar bulu. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk bersih dan warna kain cerah.

(29)

29 5) Kalender (calendaring) yaitu proses memperhalus permukaan kain

sarung, agar mutu kain sarung jadi lebih bermutu dan menarik.

e. Unit Jahit Sarung (Sewing)

Hal ini merupakan proses menghubungkan ujung dan pangkal kain, sehingga terbentuk sarung. Pada unit sewing terdiri dari dua bagian, yaitu :

1) Lipat (folding), yaitu proses melipat kain sarung dengan standar lipatan untuk menyesuaikan dengan kemasan.

2) Pengemasan (packing), proses pemberian logo, cap atau merek, etiket perusahaan dan membungkusnya dengan rapi, agar produk mudah dikenal oleh konsumen.

f. Unit distribusi dan penjualan

(30)

30 Pengendalian Kualitas dengan Metode Six Sigma untuk Mengurangi

Produk Cacat pada PT Pismatex

Berikut gambaran hasil dari proses DMAIC untuk mengurangi produk cacat

1. Define

Tahap ini menentukan/mendefinisikan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan (CTQ - critical to quality). CTQ disini sendiri mempunyai arti garis besar masalah yang terjadi adalah kecacatan sarung pada proses produksi yang menimbulkan turunnya penurunan penjualan. Setelah menentukan CTQ kemudian dirumuskan garis besar masalah yang terjadi sehingga bisa melakukan langkah berikutnya untuk mengukur masalah yang sering terjadi dengan tujuan agar dapat mengambil langkah yang efektif untuk mengurangi produk cacat.

2. Measure

Ditahap ini perusahaan melakukan pengukuran masalah dengan menggunakan sistem perbandingan data produksi sarung dibandingkan dengan presentase kecacatan yang terjadi.

Berikut tabel yang menggambarkan perbandingan antara jumlah produksi sarung presentase rata-rata cacat produk.

No Masalah Persyaratan Pelanggan

1 Kesalahan perwarnaan kain Warna cerah, tajam, dan sesuai tema

2 Ngombak pada kain Kain mulus

3 Pemberian logo dan pengemasan Print logo pada tempatnya, pengemasan rapi 4 Cat buh bercak pada motif Motif tidak pecah

(31)

31 Tabel 3

Perbandingan Jumlah Produksi Sarung dan Presentase Rata-Rata Cacat Produk

Tahun Jumlah Produksi

Jumlah

Produk Cacat Presentase Kecacatan

2008 253.150 17.064 6,74%

2009 235.582 19.907 8,45%

2010 209.496 19.923 9,51%

2011 252.981 27.853 11,01%

2012 243.487 28.081 8,67%

1.194.696 112.828 Rata-rata cacat per tahun 8,8%

Setelah mengetahui jumlah produksi sarung yang bagus dan cacat serta rata-rata kecacatan dari tahun 2008 sampai 2012 kemudian dilakukan pengukuran nilai Sigma yang menggunakan ukuran Defect Per Oportunities (DPO) dan Defect Per Milions Oportunities (DPMO)

Tabel 4

1.194.696 112.828 0,09444076 112828

DPU : DPMO:

Prob Kerusakan: jumlah produksi x rata-rata kerusakan

(32)

32 3. Analisis (Analyze)

Fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Fokus pada fase ini adalah pada pertanyaan mengapa cacat, kesalahan atau variasi yang berlebihan terjadi. Alat yang digunakan untuk menganalisis adalah diagram tulang ikan dan diagram pareto dengan menggunakan dua alat analisis ini dapat diketahui kecacatan yang sering terjadi, disertai penyebab kecacatan sehingga dapat mengetahui mengapa terjadi kecacatan.

Berikut diagram tulang ikan untuk menggambarkan dan menjabarkan sebab akibat kecacatan yang sering terjadi:

(33)

33 b. Cacat kesalahan penggunaan benang (lusi putus), dan ngombak pada kain

(34)

34

Tabel 4

Hasil Deskripsi Diagram Tulang Ikan

No Masalah

Prosentase Kesalahan

Penyebab

Material Manpower Method Machine

1 Kesalahan

(35)

35

Diagram Pareto Menunjukan Prosentase Kecacatan

No Jenis Cacat Jumlah Dalam

Persen 1. Bercak pada motif (catbuh) 30 2. Kesalahan pewarnaan kain 20 3. Pemberian logo dan

pengemasan

10

4. Lusi putus (benang tidak sesuai)

(36)

36 4. Improve

Setelah melakukan analisis dengan menggunakan diagram tulang ikan dan diagram pareto yang harus dilakukan untuk mengurangi produk cacat kemudian dilakukan tahap improve atau tindak lanjut untuk melakukan peningkatan dengan cara memperbaiki sistem. Penggabungan antara hasil analisis dengan hasil Wawancara yang telah dilakukan kepada manajer produksi ditemukan solusi untuk mengurangi hasil cacat kemudian dibuat tabel sebagai berikut:

Tabel 5

Aktivitas Improve pada Produk Cacat

No Faktor 1 Material Kesalahan perwarnaan kain Kesalahan

pencampuran bahan kimia,tidak seimbang

antara air dan warna

Standar bahan baku lebih diperhatikan.

Ngombak pada kain Kain licin Standar mesin dan bahan baku lebih

Cat buh bercak pada motif Kebanyakan air Standar bahan baku lebih diperhatikan. 2 Manpower Kesalahan pewarnaan kain Kurang teliti

membaca spesifikasi pesanan,terburu-buru.

Membuat form pemesanan lebih

baik lagi.

Ngombak pada kain Operator baru, lalai memonitor,kurang

(37)

37 3 Method Kesalahan perwarnaan kain Tidak mengikuti

standar yang ditentukan.

Mengatur kembali standar agar bisa

diterapkan.

Ngombak pada kain Prosedur kurang

diperhatikan.

Cat buh bercak pada motif Kontrol tidak

maksimal.

4 Machine Kesalahan pewarnaan kain Mesin rusak,kurang perawatan,pemakaian

terus menerus.

Mengatur kembali sistem perawatan

mesin.

Ngombak pada kain Umur mesin tua. Mengatur kembali peremajaan mesin

(38)

38 5. Control

Setelah melakukan langkah-langkah analisis dan improve kemudian melakukan control kegiatan di setiap bagiannya dengan tujuan agar langkah-langkah yang ditempuh akan bisa dilakukan secara kontinu dan konsisten tidak mengulangi kesalahan yang sama, dampak langsung yang akan dirasakan yaitu produk cacat berkurang, serta lebih efisien dalam penggunan bahan baku,mesin dan karyawan yang bekerja akan lebih efektif. Berikut tabel yang menggambarkan langkah control yang dilakukan perusahaan.

Tabel 6

Aktivitas Control pada Produk Cacat

No Faktor Produksi

Masalah (Define) Cara Mengatasi (Improve)

Pengendalian (Control)

1 Material Kesalahan perwarnaan kain Standar bahan baku lebih diperhatikan. Ngombak pada kain Standar mesin dan

bahan baku lebih Cat buh bercak pada motif Standar bahan baku

lebih diperhatikan. Lusi putus (benang tidak

sesuai)

Standar bahan baku lebih diperhatikan. 2 Manpower Kesalahan pewarnaan kain Membuat form

pemesanan lebih baik Ngombak pada kain. Selalu cek dan

memberi pengarahan. Cat buh bercak pada motif. Menataulang kembali

(39)

39

3 Method Kesalahan pewarnaan kain Tidak mengikuti standar yang Ngombak pada kain. Prosedur kurang

diperhatikan.

Cat buh bercak pada motif. Kontrol tidak

maksimal.

Lusi putus (benang tidak sesuai).

Tidak ada prosedur

yang jelas.

4 Machine Kesalahan pewarnaan kain Mesin rusak,kurang perawatan,pemakaian Ngombak pada kain. Umur mesin tua.

Pemberian logo dan pengemasan.

Mesin rusak,Alat

pasang logo kurang

tajam.

Cat buh bercak pada motif. Mesin rusak.

Lusi putus (benang tidak sesuai).

Mesin dol konslet

Hambatan-hambatan Peningkatan Kualitas Produk pada PT. Pismatex

Hambatan-hambatan Peningkatan Kualitas Produk pada PT. Pismatex dengan menggunakan metode Six sigma,antara lain:

(40)

40 2. Pihak manajemen perusahaan belum mengidentifikasi CTQ (critical to quality),

kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi, dan taksiran resiko.

3. Perusahaan hanya menggunakan pola produksi yang konstan, sehingga perusahaan belum menganalisa alternatif-alternatif yang dirancang dan dibangun, menciptakan rancangan tingkat atas dan mengevaluasi kapabilitas rancangan untuk memilih rancangan yang terbaik.

4. Perusahaan melalui manajemen operasional belum merancang detail, mengoptimalkan rancangan, dan merencanakan verifikasi rancangan.

Solusi Mengatasi hambatan Pengendalian Kualitas dengan Metode Six Sigma

Menggunakan DMAIC Guna Mengurangi Produk Cacat pada PT. Pismatex

No Faktor 1 Material Bahan baku belum

terstandarisasi.

2 Manpower Pembuatan form pemesanan tidak mengikuti standar.

harus memenuhi job spek dan job disknya.

(41)

41 3 Method Metode yang digunakan tidak

mengikuti standar. 4 Machine Sistem perawatan mesin harus

mengikuti standar.

Membuat dan

mengatur kembali

Solusi mengatasi hambatan pengendalian kualitas dengan metode six sigma menggunakan DMAIC guna mengurangi produk cacat pada PT. Pismatex, antara lain:

1. Perusahaan berupaya dalam melakukan aktivitas produksinya untuk memenuhi keinginan pasar konsumen dan mampu menerapkan sistem pengendalian kualitas produk yang lebih baik.

2. Pihak manajemen perusahaan dapat mengatasi hambatan yang terjadi dalam mengatasi produk cacat dengan cara:

a. Perbaikan proses

(42)

42 b. Desain ulang proses

Membangun bisnis yang lebih baik. Dalam Six Sigma dilakukan perbaikan proses maupun perancangan ulang, menggabungkannya sebagai strategi paling penting yang komplementer untuk meraih sukses terus menerus. Pada model desain ulang harus dilakukan pengawasan terhadap standar penggunaan bahan baku serta memperhatiakn standar operasi karyawan bagian produksi agar mutu barang yang dihasilkan lebih baik.

c. Manajemen proses

Infrastruktur untuk kepemimpinan Six Sigma merupakan strategi yang paling revolusioner karena melibatkan suatu perubahan fokus, dari kekeliruan dan arah fungsi-fungsi kepada memahami manajemen proses, dan aliran kerja yang memberikan nilai kepada pelanggan dan para pemegang saham. Dalam melakukan manajemen proses dilakukan pengaturan ulang dengan melakukan pencatatan dan penimbangan seluruh produk catat setiap hari dari masing-masing jenis yang dilakukan oleh karyawan dalam proses produksi. Kemudian melaporkan hasil penimbangan produk cacat berdasarkan type produk catat kepada supervisor, sehingga manajemen perusahaan dapat mengubah pola produksi sesuai dengan permintaan pasar, dan pihak manajemen produksi mampu menganalisa penggunaan alternatif-alternatif sistem manajemen yang baru, dan terus melakukan evaluasi kapabilitas rancangan untuk memilih rancangan yang terbaik dalam kegiatan produksi agar proses pengendalian produk yang dilakukan oleh perusahaan dapat optimal.

Kesimpulan, dan Saran

Kesimpulan

(43)

43 target selama 5 tahun terakhir. Langkah terpenting dalam tahap DMAIC adalah pada langkah analisis yang bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan produk cacat beberapa faktor tersebut yaitu faktor bahan baku serta mesin yang digunakan,faktor tenaga kerja, serta faktor metode atau standar yang digunakan. Faktor yang dianggap penting oleh perusahaan untuk dapat menjaga kualitas adalah faktor penggunaan bahan baku dan mesin serta faktor metode atau standar yang digunakan disaat proses produksi. Kedua faktor ini dianggap penting karena sarung dapat terjaga kualitasnya jika bahan baku yang digunakan bagus dari kain yang tidak cacat kain tidak bergelombang ataupun tidak cacat pada proses pewarnaan. Standar operasi juga dianggap penting karena jika dalam proses produksi tidak mengikuti standar atau prosedur yang diterapkan oleh manajemen maka sarung akan menjadi jelek dan cacat. Faktor lain yang dianggap penting adalah lemahnya pengawasan kinerja adalah kurangnya dukungan manajemen dan organisasi. Karyawan yang ditugaskan mengawasi kegiatan karyawan atau biasa yang disebut mandor terkadang lalai mengawasi kinerja bawahannya sehingga menimbulkan kesalahan metode yang digunakan ataupun kesalahan dalam melakukan pekerjaan sehingga menyebabkan produk cacat. Selain itu dukungan dari manajemen dan organisasi juga penting untuk mengevaluasi kebijakan standar kinerja yang telah dibuat atau bahkan bisa membuat standar baru jika dimungkinkan dengan tujuan untuk meminimalisasi kesalahan kinerja karyawan, sehingga berdampak kepada berkurangnya produk cacat.

(44)

44 Saran

1. Perusahaan perlu menggunakan metode six sigma untuk dapat mengetahui jenis kerusakan yang sering terjadi dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Dengan demikian perusahaan dapat segera melakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi terjadinya produk cacat.

2. Secara umum penyebab utama terjadinya produksi cacat berasal dari faktor manusia dan mesin.. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya produksi cacat yang disebabkan oleh faktor tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Manusia

1) Melakukan pengawasan atas para pekerja dengan lebih ketat.

2) Memberikan pelatihan kepada para pekerja baru.

3) Membuat sistem penilaian kerja yang baru dengan tujuan untuk memotivasi kinerja para pekerja agar lebih baik.

b. Mesin

1) Melakukan perawatan mesin rusak, kurang perawatan, pemakaian terus menerus.

(45)

45

DAFTAR PUSTAKA

Agus Ahyari, 2000. Pengertian Kualitas Produk Sebagai Tindakan Preventif. Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta.

Heizer and Render. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Salemba Empat. Jakarta.

Anis Wahyuningsih 2002. Definisi Kualitas Sebagai Strategi Bisnis. Jurnal Ekonomi IPB.

Kotler terjamahan Rommy A Rusli 2002. Pengertian Kualitas Produk PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Nasfiendry 2003. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengendalian Kualitas Dengan Metode Six Sigma. Jurnal Ilmiah Teknik Industri IPB

Schermerhorn 2003. Filosofi Pengendalian Kualitas Dengan Metode Six Sigma. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Gasperz 2004. Pengendalian Kualitas Dengan Metode Six Sigma. PT Gramedia Pusaka Utama Jakarta.

Kotler 2005 terjemahan Tjiptono Fandi. Manajemen Pengendalian Kualitas Produk PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Lupiyoadi Rambat 2007. Manajemen Pemasaran implementation and Control. Jurnal Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Ika Cendrawati, N 2007 Rancangan Pengendalian Mutu dengan Metode Six Sigma pada Divisi Spinning PT Unitex Bogor.

Arman Hakim Nasution 2008. Perencanaan dan Pengendalian Proses Produksi. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Limbong WH 2008. Analisis Strategi Perusahaan PT Pismatex Pekalongan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang Jawa Tengah.

Amri Sahrial 2009. Analisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses Spining Benang Katun dengan Metode Six Sigma. Jurnal Teknik Industri Institut Teknik Bandung.

(46)

46 Latief dan R.P Utami 2009. Penerapan Pendekatan Metode Six Sigma dalam Menjaga

Kualitas Produk. Jurnal Makara Teknologi Institut Teknik Bandung.

Susetyo Joko, Winarni,Hartanto Catur. 2010. Aplikasi Six Sigma DMAIC dan KAIZEN sebagai Metode Pengendalian dan Perbaikan Kualitas Produk. Jurnal teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1  Jumlah Produksi, Jumlah Produk Cacat dan Presentase Kecacatan
Gambar 1. Diagram Sebab Akibat (Gaspersz, 2005)
tabel penelitian
Tabel 2
+5

Referensi

Dokumen terkait

mempelajari fungsi atau manfaat setiap alat untuk bisa memilih mana yang dibutuhkan untuk suatu kegiatan; alat-alat dari berbagai sumber bisa ditambahkan ke dalam keranjang

Dalam pandangan AS, kemunculan EAEC dianggap akan menjadi penghambat bagi pelaksanaan APEC yang telah dirancang sebagai forum kerjasama regional negara Asia Pasific sejak tahun

Dari Gambar 4.12 dapat dilihat grafik respon dinamis dari simulasi dengan input sinusoidal dan variasi Dimensi PCB yang meliputi (a) gaya eksitasi; (b) percepatan

Soalan - soalan di bahagian ini adalah tentang penggunaan teknologi komunikasi sebagai saluran maklumat pertanian padi MADA yang meliputi jangkaan prestasi, jangkaan

Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Angkatan II bertujuan untuk membantu pegawai yang ditugaskan untuk memproses pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

Berkaitan dengan evaluasi kinerja terhadap Program Anti Kemiskinan ( Anti Poverty Program ) Bidang Pertanian di Kabupaten Tuban yang juga mengkaji proses

Unsur- unsur kapasitas untuk mendukung keswadayaan lembaga yang harus dimiliki pengurus sebagai pengelola inti dari KUSP meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam

Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya