• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bringham dan Houston (2006:6), Manajemen Keuangan adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bringham dan Houston (2006:6), Manajemen Keuangan adalah"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

A. Kajian Pustaka

1. Definisi Manajemen Keuangan

Menurut Bringham dan Houston (2006:6), Manajemen Keuangan adalah bidang yang terluas dari bidang pasar uang, pasar modal, serta investasi dan yang paling banyak memiliki peluang pekerjaan. Manajemen keuangan memiliki arti penting disemua jenis bisnis, termasuk perbankan dan institusi-institusi keuangan lainnya, sekaligus juga perusahan-perusahan industri dan real. Manajemen keuangan juga penting artinya dalam operasi-operasi pemerintahan, mulai dari sekolah sampai rumah sakit hingga departemen jalan raya.

Menurut Sutrisno (2007:3), Manajemen Keuangan atau sering disebut juga pembelanjaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.

Menurut Martono dan Harjito (2007:4), Manajemen Keuangan atau dalam literatur lain disebut sebagai pembelanjaan adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana dan mengelola aset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh.

(2)

2. Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan

Menurut Kasmir (2009:13), manajemen keuangan memiliki tujuan melalui dua pendekatan, yaitu:

a. Profit risk approach, dalam hal ini menajer keuangan tidak hanya sekedar mengejar memaksimalkan profit, akan tetapi juga harus mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi. Disamping itu, manajer keuangan juga harus terus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh aktivitas yang dijalankan.

b. Liquidity and Profitability, merupakan kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana seorang manajer keuangan mengelola likuiditas dan profitabilitas perusahaan. Kemudian manajer keuangan juga dituntut untuk mampu me-manage keuangan perusahaan, sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan dari waktu ke waktu.

Menurut Halim (2007:2), fungsi manajemen keuangan pada dasarnya adalah sebagai pengambil beberapa keputusan dibidang keuangan (financial decision).

Tentunya keputusan-keputusan tersebut merupakan keputusan yang relevan dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (value of the firm). Keputusan yang relevan dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan adalah keputusan berikut:

(3)

Keputusan Investasi yang dikatakan efektif akan tercermin pada pencapaian tingkat imbalan hasil (rate of return) yang maksimal. Dengan melakukan investasi, berarti perusahaan menggunakan dana dengan harapan mampu menghasilkan arus kas masuk (cash in flow) pada waktu-waktu mendatang melebihi nilai investasi awal selama periode tertentu. b. Keputusan Pembelanjaan (Financing Decision)

Karena penggunaan dana merupakan arus kas keluar (cash out flow), maka keputusaan investasi (investment decision) yang layak dibiayai selanjutnya dicarikan sumber dananya. Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan (apakah sumber dana internal atau eksternal, jangka pendek ataukah jangka panjang) disebut keputusan pembelanjaan (financing decision). keputusan pembelanjaan yang dikatakan efektif akan tercemin pada biaya dana (cost of fund) yang minimal.

c. Kebijakan Dividen (Dividend Policy)

Kebijakan dividen pada prinsipnya menyangkut keputusan mengenai berapa persen dari laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan berapa persen yang akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa mendatang. Kebijakan dividen yang dikatakan optimal akan tercermin pada peningkatan harga saham. Dengan demikian, ketiga keputusan tersebut secara simultan akan turut menyumbang pencapaian tujuan perusahaan.

(4)

3. Kebangkrutan

a. Definisi Kebangkrutan

Menurut Abdurrachman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Kebangkrutan adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang menyatakan bahwa ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya atau hutang-hutangnya dan bersedia dinyatakan bangkrut.

Menurut Foster dalam Darsono dan Ashari (2005:101), Kesulitan Keuangan atau Kebangkrutan menunjukan adanya masalah likuiditas yang parah yang tidak dapat dipecahkan tanpa melalui penjadwalan kembali secara besar-besaran terhadap operasi dan struktur perusahaan.

Menurut Rudianto (2013:251), kebangkrutan atau kegagalan keuangan perusahaan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan.

Menurut Prihadi (2009:77), Kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja diperusahaannya. Ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih awal kalau kita membaca laporan keuangan secara lebih cermat.

(5)

b. Penyebab Kebangkrutan

Secara umum, kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai tujuannya. Karena itu penting sekali memahami berbagai jenis kegagalan yang mungkin terjadi dalam sebuah perusahaan. Terdapat tiga jenis kegagalan dalam perusahaan (Rudianto, 2013:252), yaitu:

1) Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo tetapi nilai aset perusahaan lebih tinggi daripada utangnya.

2) Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai aset perusahaan lebih rendah daripada nilai utang perusahaan.

3) Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan, yaitu jika tidak membayar utangnya dan oleh pengadilan dikatakan pailit.

Secara umum, penyebab utama kegagalan sebuah perusahaan adalah manajemen uang kurang kompeten, tetapi penyebab utama kegagalan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang saling terkait satu dengan lainnya.

Menurut Rudianto (2013:252), Pada prinsipnya, penyebab kegagalan sebuah perusahaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manjemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.

(6)

1) Faktor Internal

Kurang kompetennya manajemen perusahaan akan berpengaruh terhadap kebijakan dan keputusan yang diambil. Kesalahan dalam mengambil keputusan akibat kurang kompetennya manajemen yang dapat menjadi penyebab kegagalan perusahaan, meliputi faktor keuangan maupun nonkeuangan.

Kesalahan pengelolaan dibidang keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan perusahaan, meliputi :

a) Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap yang berat bagi perusahaan.

b) Adanya “current liabilities” yang terlalu besar diatas “current asset

c) Lambatnya penagihan piutang atau banyaknya “bad debts” (piutang tak tertagih)

d) Kesalahan dalam “dividend policy” e) Tidak cukupnya dana-dana penyusutan

Kesalahan pengelolaan dibidang non keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan perusahaan meliputi :

a) Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan b) Kesalahaan dalam penentuan produk yang dihasilkan c) Kesalahaan dalam penentuan besarnya perusahaan d) Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan e) Kesalahaan dalam pemilihan pimpinan perusahaan

(7)

f) Kesalahan dalam kebijakan pembelian, produksi dan pemasaran

g) Adanya ekspansi yang berlebih-lebihan. 2) Faktor eksternal

Berbagai faktor eksternal dapat menjadi penyebab kegagalan sebuah perusahaan. Penyebab eksternal adalah berbagai hal yang timbul atau berasal dari luar perusahaan dan yang berada diluar kekuasaan atau kendali pimpinan perusahaan atau badan usaha, yaitu : a) Kondisi perekonomian secara makro baik domestik maupun

internasional

b) Adanya persaingan yang ketat

c) Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkannya.

d) Turunnya harga-harga dan sebagainya.

c. Manfaat Informasi Kebangkrutan

Kebangkrutan merupakan akumulasi dari kesalahan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang. Karena itu, diperlukan alat untuk mendeteksi potensi kebangkrutan yang mungkin dialami perusahaan. Analisis kebangkrutan diperlukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Alat pendeteksi dini kebangkrutan akan memberikan informasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan

(8)

tersebut. Menurut Hanafi dan Halim (2009:259), Informasi kebangkrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak berikut ini : 1) Manajemen

Apabila manajemen perusahaan bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan lebih awal, maka tindakan pencegahan bias dilakukan. Berbagai aktivitas atau biaya yang dianggap dapat menyebabkan kebangkrutan akan dihilangkan atau diminimalkan. Langkah pencegahan kebangkrutan yang merupakan tindakan akhir penyelamatan yang dapat dilakukan bisa berupa merger atau restrukturisasi keuangan.

2) Pemberi Pinjaman (Kreditor)

Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha yang berposisi sebagai kreditor untuk mengambil keputusan mengenai diberikan-tidaknya pinjaman kepada perusahaan tersebut. Pada langkah berikutnya, informasi tersebut berguna untuk memonitori pinjaman yang telah diberikan.

3) Investor

Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk

(9)

melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.

4) Pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sector perbankan). Pemerintah juga mempunyai badan usaha yang harus selalu diawasi (BUMN). Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal. 5) Akuntan Publik

Akuntan publik perlu menilai potensi keberlangsungan hidup badan usaha yang sedang diauditnya, karena akuntan akan menilai kekampuan going concern perusahaan tersebut.

d. Alat Pendeteksi Kebangkrutan

Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan. Beberapa alat pendeteksi tersebut dihasilkan dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang memiliki perhatian terhadap kebangkrutan pada berbagai perusahaan didunia. Menurut Rudianto (2013:254) ada beberapa alat pendeteksi kebangkrutan tersebut antara lain Altman Z-Score, Springate Model dan Zmijewski Model.

(10)

4. Analisis Kebangkrutan a. Analisis Altman Z-Score

Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat univariate, yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Pengaruh kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada pertimbangan para analisis keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan dari analisis rasio maka perlu dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi yang berarti. Untuk tujuan tersebut digunakan dua teknik statistik yaitu analisis regresi dan analisis diskriminan.

Analisis regresi menggunakan data masa lampau untuk meprediksi nilai yang akan datang dari suatu variabel dependen, sedangkan analisis diskriminan menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat a priori.

Masalah umum dari klasifikasi timbul jika seorang analis mempunyai ciri-ciri pengamatan tertentu dan mengharapkan klasifikasi tersebut menjadi satu dari beberapa kategori yang ditentukan sebelumnya berdasarkan ciri-ciri tersebut. Sebagai contoh, seorang analis keuangan memiliki berbagai rasio keuangan dari suatu perusahaan dan ingin menggunakan rasio tersebut untuk mengklasifikasikan apakah suatu perusahaan bangkrut atau tidak bangkrut. Analisis diskriminan

(11)

merupakan salah satu teknik statistik yang bisa digunakan untuk mengklasifikasikan yang demikian.

Pada dasarnya, analisis diskriminan terdiri dari tiga tahap :

1) Menyusun klasifikasi kelompok yang bersifat mutually exclusive.Setiap kelompok dibedakan dengan suatu probalility distribution dari ciri-cirinya.

2) Mengumpulkan data untuk pengamatan dalam kelompok.

3) Menurunkan kombinasi linier dari ciri-ciri tersebut yang paling baik mendiskriminasikannya (membedakan) diantara kelompok-kelompok.

Prediksi kebangkrutan usaha berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak dimasa mendatang.

Z-score merupakan suatu persamaan multi variabel yang digunakan oleh Altman dalam rangka mempresiksi tingkat kebangkrutan (Prihadi, 2009 : 179), sedangkan menurut Supardi (2003:73) metode Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.

1) Model Z-Score Pertama

Salah satu model kesulitan keuangan yang paling terkenal adalah Altman Z-score. Edward I Altman seorang Profesor di New York University pada pertengahan tahun 1960 menggunakan analisis

(12)

diskriminan dengan menyusun suatu model untuk menggolongkan atau memprediksi kemungkinan bangkrut atau tidak bangkrutnya perusahaan. Z-Score merupakan suatu persamaan multivariabel yang digunakan oleh Altman dalam rangka memprediksi tingkat kebangkrutan. Z-Score orisinil pertama kali dirumuskan oleh Altman dengan kondisi latar belakang, antara lain:

a) Sampel diambil dari perusahaan manufaktur public b) Perusahaan berlokasi di Amerika

c) Dirumuskan tahun 1968

d) Jumlah sampel 66 perusahaan, terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut.

Dalam studinya, setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, Altman menemukan 5 rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut atau tidak bangkrut. Altman melakukan beberapa penelitian dengan objek perusahaan yang berbeda kondisinya. Karena itu, altman menghasilkan beberapa rumus yang berbeda untuk digunakan pada beberapa perusahaan dengan kondisi yang berbeda. Model ini menekankan pada profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan.

Rumus yang ditemukan oleh Altman pertama kali (1968) adalah Z = 1.2 X₁ + 1,4 X₂ + 3,3 X₃ + 0,6 X₄ + 0,999 X₅

(13)

Keterangan: X₁ = Modal kerja / Total Aset X₂ = Laba Ditahan / Total Aset

X₃ = Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset X₄ = Nilai pasar ekuitas / Nilai buku total hutang X₅ = Penjualan / Total Aset

Rasio modal kerja terhadap total asset (X1), Rasio ini menunjukan

ukuran likuiditas dari asset lancar bersih terhadap kapitalisasinya. Modal kerja didefinisikan sebagai selisih antara asset lancar dengan hutang lancar. Sedangkan kapitalisasi terecermin pada total asset yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam rasio ini, likuiditas dan ukuran perusahaan juga dipertimbangkan secara tegas.

Rasio laba ditahan terhadap total asset (X2), laba ditahan

merupakan sebuah rekening yang mencatat laba atau rugi perusahaan yang direinvestasikan sepanjang umur perusahaan tersebut. Rekening ini juga menunjukan surplus atau tambahan yang diperoleh perusahaan. Rasio ini secara tegas mempertimbangkan umur perusahaa. Contohnya, perusahaan yang relatif muda mungkin akan menunjukan rasio laba ditahan terhadap total asset yang kecil karena perushaan itu belum punya waktu yang cukup untuk membuat laba atau keuntungan kumulatif. Oleh karena itu, sebuah perusahaan yang tergolong masih muda atau baru berdiri dikecualikan dalam analisis ini, karena kemungkinannya untuk dikelompokan bangkrut relatif

(14)

lebih tinggi dibanding perusahaa-perusahaan yang sudah berumur lebih tua.

Rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total asset (X3),

Rasio ini mengukur profitabilitas, yaitu tingkat pengembalian atas asset, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (Earning Before Interest and Tax) tahunan perusahaan dengan total asset pada neraca akhir tahun. Rasio ini menjelaskan pentingnya pencapaian laba perusahaan terutama dalam rangka memenuhi kewajiban bunga para investor. Kemampuan untuk betahan sangan tergantung pada earning power asetnya. Karena itu, rasio ini sangat sesuai digunakan dalam menganalisis resiko kebangkrutan.

Rasio nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku total hutang (X4),

Dalam hal ini, ekuitas diukur dari nilai pasar dari semua saham yang beredar, baik saham biasa maupun preferen. Sedangkan nilai hutang mencakup nilai buku hutang lancar dan hutang jangka panjang. Ukuran ini menunjukan bagaimana nilai asset perusahaan dapat menurun (dimana asset diukur dari nilai pasar ekuitas ditambah nilai buku hutang) sebelum nilai hutang melebihi nilai asset dan perusahaan menjadi bangkrut.

Rasio penjualan terhadap total asset (X5), Rasio perputaran total

asset merupakan rasio keuangan standar yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan dari asset yang dimiliki. Ini merupakan salah satu ukuran kemampuan

(15)

manajemen dalam menghadapi kkondisi persaingan dalam industrinya.

Untuk dapat menyatakan dan mengelompokan apakah perusahaan yang diprediksi akan bangkrut atau tidak dalam dua tahun mendatang, maka Altman (1968) membuat suatu daerah pembatasan (discriminant area) sebagai berikut :

Z > 2.99 : zona aman

1.81 < Z < 2.99 : zona abu-abu (grey area) Z < 1.81 : zona berbahaya

2) Model Z-Score Revisi (Z’-Score)

Setelah menciptakan model kebangkrutan yang pertama, Altman kemudian merevisi model tersebut. Tujuan dari revisi adalah untuk menyesuaikan model prediksi kebangkrutan tersebut apabila diterapkan pada perusahaan yang tidak mempunyai nilai pasar ekuitas atau perusahaan non public. Untuk beberapa Negara seperti Indonesia, perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Dalam revisi tersebut, terdapat perubahan pada variabelnya, yaitu variabel X4

dimana Altman mengganti rasio nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku total hutang menjadi nilai buku ekuitas terhadap total kewajban. Dengan cara demikian model tersebut bisa dipakai baik untuk perusahaan go public maupun tidak go public.

(16)

Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam itu adalah sebagai berikut Altman (1983) :

Keterangan : X₁ = Modal Kerja / Total Aset X₂ = Laba yang ditahan / Total Aset

X₃ = Laba sebelum bunga dan pajak / Total aset X₄ = Nilai buku ekuitas / Total kewajiban X₅ = Penjualan / Total Aset

Untuk dapat memprediksi apakah sebuah perusahaan kemungkinan bangkrut atau tidak, Altman membuat discriminant area sebagai berikut :

Z’ > 2,90 : zona aman

1,23 < Z’ < 2,90 : zona abu-abu (grey area) Z’ < 1,23 : zona berbahaya

3) Model Z-Score Modifikasi (Z”-Score)

Versi terakhir yang dibuat oleh Altman yang disebut sebagai versi empat variabel dapat digunakan untuk perusahaan publik maupun perusahaan pribadi, dan untuk perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa yang beroperasi di negara berkembang. Z-Score hasil kreasi Altman telah teruji keandalannya sehingga bertahan sampai sekarang.

(17)

Pada model modifikasi ini rasio sales to total asset dihilangkan dengan harapan industry effect, dalam pengertian ukuran perusahaan terkait dengan asset atau penjualan dapat dihilangkan. Untuk menghitung Z”-Score, dapat dilakukan dengan menghitung angka-angka ke empat rasio yang disebut Altman dari Laporan Keuangan.

Rumus Z”-Score yang telah dikembangkan oleh Altman (1995) adalah:

Keterangan : X₁ = Modal Kerja / Total Aset X₂ = Laba Ditahan / Total Aset

X₃ = Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset X₄ = Nilai Buku Ekuitas / Nilai Buku Total Utang

Untuk memprediksi apakah sebuah perusahaan di negara berkembang akan mengalami kebangkrutan atau tidak dalam dua tahun mendatang, maka discriminant area yang ditetapkan Altman adalah sebagai berikut :

Z” > 2,60 : zona aman

1,21 < Z” < 2,60 : zona abu-abu (grey area) Z” < 1,21 : zona berbahaya

Model kebangkrutan modifikasi ini bisa diterapkan pada perusahaan publik dan non publik, pada semua jenis ukuran

(18)

perusahaan, dan untuk semua perusahaan dalam industri yang berbeda-beda.

Tiga penelitian yang dilakukan Altman dengan 3 objek penelitian yang berbeda menghasilkan tiga rumus pendeteksi kebangkrutan yang berbeda. Ketiga rumus tersebut juga menggunakan standar penilaian yang berbeda. Tolak ukur dari ketiga rumus Z-score yang digunakan untuk menilai keberlangsungan hidup berbagai kategori perusahaan.

Z-Score yang pertama kali dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan dapat juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan. Hal yang menarik mengenai Z-Score adalah keandalannya sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Meskipun seandainya perusahaan sangat makmur, bila Z-Score mulai turun dengan tajam, lonceng peringatan harus berdering. Atau, bila perusahaan baru saja maju survive, Z-Score bisa digunakan untuk membantu mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan (Sawir, 2005:24).

Tujuan dari perhitungan Z-Score adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk untuk bertindak. Bila Z-Score perusahaan lebih rendah daripada yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangannya untuk mencari mengapa terjadi seperti itu. Model-model klasifikasi kebangkrutan yang ada tidaklah mutlak bisa

(19)

digunakan. Kenyataannya antara model yang satu dan lainnya seringkali bertentangan. Model-model ini dapat memberi peringatan-peringatan yang berharga akan adanya kesulitan dan petunjuk-petunjuk yang berguna untuk menghindari kesulitan dimasa depan.

5. Penelitian Terdahulu

TABEL 2.1

PENELITIAN TERDAHULU

No. Judul Penelitian Peneliti Hasil Penelitian 1. Analisis Akurasi Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z-Score pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Sheilly Olivia Marcelinda, Hadi Paramu, Novi Puspitasari, (e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2014, Vol 1 (1) : 1-3)

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa akurasi model Altman Z-Score dalam memprediksi tingkat kebangkrutan atau kesehatan keuangan perusahaan di Indonesia relatif rendah. Hal ini mengimplikasikan bahwa model tersebut harus digunakan secara berhati-hati dalam memprediksi kondisi kesehatan keuangan perusahaan di Indonesia. 2. Analisis Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Altman Z- Score

(Studi Pada Sub Sektor Rokok Yang Listing Dan Perusahaan Delisting Di BEI Tahun 2009-2013) Rafles W.Tambunan , Dwiatmanto dan M.G. Wi Endang N.P (Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 2 No. 1 Februari 2015)

Pada subsektor rokok yang listing di Bursa Efek Indonesia, terdapat 1 perusahaan yang masuk dalam kategori rawan dan bangkrut, perusahaan tersebut adalah PT Bentoel International Investama, Tbk. PT Bentoel International Investama, Tbk masuk dalam kategori sehat pada tahun 2009, 2010, dan 2011, sedangkan tahun 2012 perusahaan masuk dalam kategori rawan, kemudian tahun 2013 perusahaan semakin terpuruk dengaan menurunnya Z-Score membuat perusahaan masuk dalam kategori bangkrut.

(20)

TABEL 2.1

LANJUTAN PENELITIAN TERDAHULU

No. Judul Penelitian Peneliti Hasil Penelitian 3. Analisis Financial Distress Dengan Metode Z -Score Altman, Springate, Zmijewski Etta Citrawati Yuliastary & Made Gede Wirakusuma (E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.3 (2014) : 379-389)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan secara garis besar dalam keadaan sehat atau tidak berpotensi bangkrut hal ini dtunjukkan dari hasil pengujian menggunakan ketiga metode yaitu metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski. 4. Penerapan Analisis Diskriminan Altman untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Studi kasus pada Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI) Ani Rahmawati dan Joko Pramono (Among Makarti Vol.6 No.11, Juli 2013)

Kinerja industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2006-2010 berada pada posisi daerah rawan (Grey Area), yaitu posisi dengan perolehan nilai Z-Score berkisar antara angka 1,20 – 2,90. Terdapat satu perusahaan yang termasuk dalam kategori tidak bangkrut yaitu PT. Fastfood

Indonesia Tbk, tigabelas

perusahaan yang termasuk dalam kategori grey area dan empat perusahaan yang termasuk dalam kategori bangkrut.

5. Analisis

Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate Dan Zmijewski pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005 – 2009 Peter dan Yoseph (Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi No. 04 Tahun ke-2 Januari - April 2011)

Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Altman Z-Score pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. untuk tahun 2005-2009 berkesimpulan bahwa perusahaan berpotensi bangkrut sepanjang periode tersebut.

(21)

B. Rerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori maka rerangka pemikiran penelitian yang disusun peneliti adalah sebagai berikut :

GAMBAR 2.1

RERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN Perusahaan Pertambangan

Batubara yang terdaftar di BEI

Perusahaan Pertambangan Barubara berpotensi mengalami kebangkrutan

berdasarkan penerapan metode Altman Z”-Score

Alat Analisis

Z”-Score = 6,56 X₁ + 3,26 X₂ + 6,72 X₃ + 1,05 X₄

Hasil Analisis

Zona Aman (Altman,1995)

Zona Abu-abu (grey area) (Altman,1995)

Zona Berbahaya (Altman,1995)

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan data, Dalam perancangan interior ini data yang didapat berupa data hasil survey, observasi lokasi, observasi tipologi, wawancara dan literatur dikumpulkan dan

Display nodes present environment data to public user (campus community) in informative and meaningful fashion, such as shows environmental standard index or

Karena setting sosial muculnya pemikiran pendidikan ketiga tokoh ini sama, maka usaha-usaha mereka dalam bidang pendidikan diarahkan pada tujuan yang sama yaitu

Menimbang : bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 10 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Darurat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi jo Pasal 4 ayat (1) huruf a Perpu 8/1962 Tentang

Menurut Iskandar (2012), motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, tidak ada kegiatan pembelajaran tanpa motivasi, oleh karena itu

ARAHAN : SEGERA MENGHUBUNGI ANGGOTA KODAL LAPANGAN KABUPATEN ACEH BESAR UNTUK SEGERA DATANG KE RUANG KRISIS TERKAIT DIBERLAKUKANNYA PROSEDUR KHUSUS BENCANA TSUNAMI ACEH

Tinggi Tanaman Akhir Penelitian Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk kompos berbeda tidak nyata, sedangkan perlakuan dosis pupuk berbeda sangat