• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUISI "DADA YANG TERBELAH" KARYA RATNA AYU BUDHIARTI: ANALISIS GAYA BAHASA REPETISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PUISI "DADA YANG TERBELAH" KARYA RATNA AYU BUDHIARTI: ANALISIS GAYA BAHASA REPETISI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PUISI “DADA YANG TERBELAH” KARYA RATNA AYU BUDHIARTI (ANALISIS GAYA BAHASA REPETISI)

Oleh :Idan Setiari Email: idan.setiari@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Puisi Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti (Analisis Gaya Bahasa Repetisi). Dalam penelitian ini dikaji dan dianalisis gaya bahasa repetisi atau perulangan. Penggunaan gaya bahasa repetisi atau perulangan di dalam puisi ini sangatlah banyak (bervariatif) ruang lingkup dan kategorinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa yang digunakan oleh Ratna Ayu Budhiarti dalam kumpulan puisi “Dada Yang Terbelah.” Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan conten analysis.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam kumpulan puisi berjudul

“Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti menggunakan beberapa gaya bahasa repetisi atau perulangan. Gaya bahasa repetisi atau perulangan tersebut seperti aliterasi, asonansi, anafora, epistropa, dan simploke.

Kata kunci: gaya bahasa repetisi, karya sastra, puisi

ABSTRACT

This study ent it led “Dada Yang Terbelah” by Ratna Ayu Budhiarti (Repetition Style Analysis). In this study studied and analyzed language style repeti ion or repetitition. The use of repetition or repetition in this poem there are many (varied) scopes and categories. This study aims to describe the styles of language used by Ratna Ayu Budhiarti in a collection of poem “Dada Yang Terbelah. “This research is shaped qualitatitve descriptive. The method used is desciptive method and content analysis. Based on the results of the study it can be concluded that in a collection of poems “Dada Yang Terbelah” by Ratna Ayu Budhiarti uses several styles of repetition or repetition. The language style of repetition or repetition is like alliteration, assonance, anaphora, epistropa, and simploke.

Keywords: repetition language style, literature, poetry

A. PENDAHULUAN

(2)

Dunia kesastraan mengenal puisi sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain.

Namun demikian berhadapan dengan karya sastra tertentu sering dengan mudah kita mengenalinya sebagai puisi hanya dengan melihat konvensi penulisannya. Oleh karena itu, cerita, fiksi, puisi, atau kesastraan pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau dapat dikatakan sebagai “memanusiakan manusia.”

Seorang pembaca karya puisi kadang-kadang menyenangi karya pengarang tertentu apapun yang diceritakannya karena seorang pengarang mungkin mempunyai gaya membawakan ceritanya secara lembut, penuh perasaan, suka melukiskan hal-hal kecil tetapi bermakna. Pembaca sekategori ini akan senantiasa menyambut gembira karya pengarang kesukaannya.

Gaya bahasa dalam karya sastra (puisi) sebagai sistem lambang komunikasi akan sungguh-sungguh berfungsi jika pikiran, gagasan, dan konsep yang diungkapkan melalui kesatuan hubungan yang bervariasi dari sistem simbol yang dimiliki bersama oleh pengarang dan penikmat atau pembaca. Gaya bahasa dalam kehidupan sastrawan merupakan suatu kebutuhan dasar seperti halnya dengan makan dan minum serta aktivitas-aktivitas lainnya.

Orang mengenal gaya seorang pengarang lewat jenis kata atau kalimat yang sering

digunakannya, kepercayaannya, pandangan hidupnya, dan luas pengetahuannya. Gaya seorang pengarang baru kelihatan jika ia telah menulis banyak karya. Tetapi, pengarang yang sudah berpengalaman tentu akan mempunyai gaya tersendiri. Hal demikian dalam istilah sastra diistilahkan dengan individuasi, yaitu keunikan dan kekhasan seorang pengarang dalam penciptaan yang tidak pernah sama antara satu dengan yang lainnya.

Gaya bahasa dalam sebuah puisi meiliki manfaat dan peranan serta tujuan yang sangat penting.

Di samping hal tersebut, gaya bahasa juga mempunyai fungsi yang besar dan unsur-unsur yang perlu dipahami lebih mendalam.

Puisi merupakan karya sastra yang multigaya bahasa. Dengan tersedianya beberapa gaya bahasa dalam sebuah puisi memungkinkan adanya peluang untuk mengkaji atau menganalisisnya. Oleh karena itu, masalah gaya dalam bahasa itu sendiri, terutama bahasa pengarang. Hal ini tercermin dalam cara pengarang memilih dan menyusun kata-kata, dalam memilih tema, dalam memandang tema atau meninjau persoalan, pendek kata bahwa gaya bahasa

mencerminkan pribadi

pengarangnya. Dengan demikian, seorang pengarang meramu karangannya dengan pilihan kata dan keindahan bahasa sehingga tepat dan menarik. Melihat fakta atau kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti gaya bahasa repetisi (perulangan) khususnya

(3)

dalam kumpulan puisi berjudul

“Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini adalah jenis gaya bahasa repetisi (perulangan) apakah yang terdapat dalam kumpulan puisi “Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti?

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis gaya bahasa repetisi (perulangan) yang terdapat dalam kumpulan puisi berjudul “Dada Yang Terbelah “ karya Ratna Ayu Budhiarti.

1. Arti Gaya Bahasa

Istilah gaya bahasa diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin Stilus dan mengandung pengertian leksikal alat untuk menulis. Gaya bahasa adalah hiasan, sebagai suatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta perwujudan manusia itu sendiri (Scharbach (dalam Kaharuddin, 2006:5). Kemudian menurut Dale et.el. (dalam Tarigan, 2009:4) bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan

memperkenalkan serta

membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.

Dalam karya sastra, menurut Aminuddin (2013:72), istilah gaya bahasa mengandung pengertian cara seorang pengarang

menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.

Kemudian menurut Sujiman dalam kamus istilah sastra (1990:11) bahwa gaya bahasa atau style adalah :(1) cara menyampaikan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan, (2) cara khas dalam penyusunan dan menyampaikan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan, (3) ciri-ciri suatu kelompok karya sastra berdasarkan bentuk pernyataan (ekspresinya) dan bukan kandungan isinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan suatu susunan perkataan yang terjadi karena adanya perasaan yang tumbuh, yang membuat suatu karya sastra bernilai hidup, berjiwa serta indah, menarik dan mudah dipahami.

2. Jenis Gaya Bahasa

Pengkategorian gaya bahasa menurut para ahli sangat berbeda- beda. Hendy (1995:100) membagi gaya bahasa dalam empat kelompok yaitu: (1) Pleonasme, artinya penegasan dengan menggunakan kata yang sama

maksud dengan kata

mendahuluinya. Misalnya: majulah ke depan, (ke depan sudah berarti maju), mundur segera ke belakang (mundur sudah berarti ke belakang). (2) Repetisi, artinya penegasan dengan jalan mengulang kata yang dipakai dalam pidato atau karangan lainnya. Misalnya:

(4)

Tidak ada kata lain selain berjuang, berjuang, dan terus berjuang. (3) Klimaks, artinya melukiskan keadaan yang menaik. Misalnya:

Semua jenis kendaraan, mulai dari sepeda, motor, sampai mobil berjejer di halaman. (4) Antiklimaks, artinya melukiskan keadaan yang makin menurun.

Misalnya: Orang tua, dewasa, remaja, dan anak-anak semuanya hadir dalam kegiatan bakti sosial itu. (5) Personifikasi, artinya kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Misalnya: Nyiur melambai memanggil beta ke pantai. (6) Metonomia, artinya melukiskan arti yang mengkhusus karena telah merupakan istilah yang tertentu dan telah bergeser dari arti yang semula. Misalnya:

Ayah baru saja membeli zebra, padahal saya ingin kijang (mobil).

(7) Hiperbola, artinya gaya bahasa yang dipakai untuk melebih- lebihkan sesuatu. Misalnya: Ayah bekerja membanting tulang demi kami. (membanting tulang= kerja keras). (8) Antitesis, artinya pemakaian kata-kata yang berlawanan arti untuk lebih menghidupkan pernyataan.

Misalnya: Tua-muda, besar-kecil, pria-wanita, berduyun-duyun datang ke lapangan.

Meskipun penggolongan gaya bahasa menurut para ahli sangatlah banyak dan berbeda- beda, penelitian ini mengkategorikan gaya bahasa sesuai dengan ruang lingkup pembatasan masalah dalam

penilitian ini mengacu pada gaya bahasa menurut Tarigan (2009:5) menjadi empat kelmpok yakni perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan. Namun demikian dengan berlandaskan pada pembatasan masalah, maka penelitian ini lebih difokuskan kepada gaya bahasa repetisi (perulangan) yang terdapat dalam kumpulan puisi berjudul “ Dada Yang Terbelah” “ karya Ratna Ayu Budhiarti. Adapun gaya bahasa yang termasuk dalam kategori gaya bahasa repetisi (perulangan) yaitu aliterasi, asonansi, anafora, epistropa, dan simploke. Penjelasan masing-masing gaya bahasa repetisi (perulangan) tersebut seperti berikut ini:

1. Aliterasi, adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Contoh:

Datang dari danau, diam di diriku.

2. Asonansi, adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Contoh:

pura-pura tidak tahu, sudah tau bertanya pula.

3. Anafora, adalah gaya bahasa yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat. Contoh: Tanpa iman yang teguh engkau akan mudah terperosok ke dalam jurang kenistaan. Tanpa iman yang teguh engkau mudah tergoda wanita cantik di sekelilingmu.

4. Epistropa, adalah gaya bahasa yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat. Contoh: Bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Bahasa adalah bahasa Indonesia. Bahasa

(5)

Nasional adalah bahasa Indonesia.

Bahasa Kebangsaan adalah bahasa Indonesia.

5. Simploke, adalah gaya bahasa yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Contoh:

Ibu bilang saya pemalas. Saya bilang biar saja. Ibu bilang saya lamban. Saya bilang biar saja. Ibu bilang sanya lengah. Saya bilang biar saja. Ibu bilang saya manja.

Saya bilang biar saja.

6. Antanaklasis, adalah perulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda. Contoh: saya selalu membawa buah tangan buat buah hati saya, kalau saya pulang dari kantor.

7. Kiasmus, adalah perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat. Contoh:

Mengapa kamu menganggap siang adalah malam, dan malam adalah siang ?

8. Epizeukis, adalah perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut- turut. Contoh: Kasihanilah, kasihanilah, sekali lagi kasihanilah orang tuamu yang telah mengorbankan segala harta benda untuk membelanjai sekolah kalian.

9. Tautotes, adalah perulangan dalam sebuah konstruksi. Contoh:

kakanda mencintai adinda, adinda mencintai kakanda, kakanda dan adinda saling mencintai, adinda dan kakanda menjadi satu.

10.Epistrofa, adalah perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan. Contoh:

Kemarin adalah hari ini. Besok adalah hari ini. Hidup adalah hari ini. Segala sesuatu buat hari ini.

11. Mesodilopsis, adalah perulangan kata atau frase di tengah-tengah kalimat berurutan.

Contoh: Anak merindukan orang tua. Orang tua merindukan anak.

Aku merindukan pacarku.

12. Epanalepsis, adalah perulangan kata pertama dari baris klausa atau kalimat menjadi terakhir. Contoh;

Saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya. Ku persembahkan bagimu segala sesuatu yang dapat kupersembahkan.

13. Anadilopsis, adalah perulangan kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Contoh: Dalam mata ada kaca. Dalam kaca ada adinda. Dalam adinda ada asa.

Dalam asa ada cinta.

10. Arti Puisi

Kata puisi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan. Hal ini diartikan sebagai hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat yang tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan (Ensiklopedia Indonesia N-Z; tanpa tahun:1147).

Menurut Edgar Allan Poe (dalam Tarigan, 1993:4) bahwa puisi kata sebagai kreasi keindahan yang berirama (the rhythmical creation of beauty).

3. Hakikat Puisi

I.A. Richards (dalam Tarigan, 1993:9) mengungkapkan bahwa “suatu puisi mengandung

(6)

suatu makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenal inti pokok puisi itu), perasaan-nya (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya), nada-nya (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), dan amanat (yaitu maksud atau tujuan sang penyair). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat puisi itu terdiri dari tema, makna (sense), rasa (feeling), nada (tone), amanat;

tujuan; maksud (intention).

Puisi merupakan ekspresi jiwa penyair yang berkenaan dengan kehidupan, alam, hubungan manusia dengan Tuhan, dan lain sebagainya. Puisi juga merupakan salah satu karya sastra yang dapat dikaji dari berbagai macam aspek.

Puisi dapat dikaji dari aspek struktur, unsur-unsur pembentuknya, ragam-ragam puisi, dan sejarahnya. Kemudian menurut Waluyo (dalam Sumiati, 2010:6) bahwa “puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan penyair yang berdasarkan mood atau pengalaman jiwa dan bersifat imajinatif.”

Berdasarkan pendapat- pendapat di atas dapat disimpulkan puisi adalah rekaman dari seluruh rangkaian peristiwa yang sangat penting dalam hidup, serta ungkapan- ungkapan atau ekspresi jiwa yang berdasarkan pengalaman.

5.Unsur Puisi

Unsur-unsur puisi merupakan suatu pembangun puisi yang kemudian membentuk keutuhan sebuah puisi. Unsur-unsur puisi bersifat tidak dapat dipisahkan karena unsur-unsur tersebut saling berkaitan.

Sumiati (2010:17) mengemukakan bahwa unsur puisi terdiri dari dua unsur yaitu unsur lahir dan unsur batin. Unsur lahir disebut juga unsur metode puisi, dan unsur batin disebut juga unsur batin.

3.1 Unsur Lahir Puisi

Unsur lahir puisi disebut juga metode puisi, yakni unsur-unsur estetik yang membentuk bagian atau struktur luar puisi, atau memberi bentuk fisik puisi (Sumiati, 2010:17).

Waluyo (dalam Sumiati, 2010:17) mengungkapkan bahwa unsur lahir puisi terdiri dari: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), verifikasi (ritma dan rima), tata wajah (tipografi).

Sekaitan dengan ruang lingkup pembatasan masalah penelitian ini bahwa bahasa figuratif (majas) adalah bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa figuratif atau juga disebut majas, sering dipakai oleh penyair karena bahasanya singkat dan sangat efektif untuk menyatakan maksud si penyair, serta menimbulkan daya imaji bagi para pembacanya.

Tarigan (2011:33) mengungkapkan bahwa:

Cara lain yang sering dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan imajinasi itu adalah dengan memanfaatkan majas atau figurative language, yang merupakan bahasa kias atau gaya bahasa. Setiap orang tentu ingin, mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan sejelas mungkin kepada orang lain. Kadang-kadang dengan kata-kata belumlah begitu

(7)

jelas untuk menerangkan suatu.

Oleh karena itu, dipergunakanlah persamaan, perbandingan serta kata-kata kias lainnya.

Selanjutnya menurut Warriner (dalam Sumiati, 2010:25) mengungkapkan bahwa “majas atau figuratif language adalah bahasa yang dipergunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah saja.”

Berdasarkan kedua uraian di atas disimpulkan bahwa bahasa figuratif cara mengungkapkan sesuatu dengan tidak biasa dan tidak memaparkan makna secara langsung.

Bahasa figuratif juga merupakan bahasa kias yang melahirkan dari daya imajinatif seseorang.

4. Jenis Puisi

Jenis puisi dalam Sumardi (2007:98) terbagi dua yaitu puisi lama dan puisi baru. Puisi lama merupakan puisi yang terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, persajakan (rima), banyaknya suku kata tiap baris dan irama. Adapun jenis puisi lama yaitu mantra, pantun (seloka, gurindam, syair, talibun).

Kemudian puisi baru adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan.

Bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik di dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Jenis puisi baru seperti balada, himne, ode, epigram, romansa, elegi, satire, distikon, terzina, kutrain, kuint, sektet, oktaf/stanza,dan soneta.

B. METODE PENELITIAN

Guna memecahkan masalah dalam penelitian ini haruslah menggunakan metode pemecahan

masalah yang tepat. Dalam penelitian sastra yakni puisi harus bersandar pada metode yang sistematis. Menurut Mukhtar (2013:9), metode penelitian adalah “suatu cara yang logis, sistematis, dan objektif untuk menemukan kebenaran secara keilmuan.”

Senada dengan pendapat di atas dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Mukhtar (2013:10) menjelaskan bahwa “deskriptif berasal darai bahasa latin deskritivius yang berarti uraian.”Kemudian Nawawi (dalam Siswantoro, 2011:56), metode deskriptif dapat diartikan sebagai”

prosedur memecahkan masalah yang diselidiki dengan gambaran atau melukiskan keadaan subjek penelitian (novel, drama, cerpen, puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak apa adanya.” Selanjutnya menurut Ratna (2013:53) bahwa metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara “mendeskripsikan fakta- fakta yang kemudian disusul dengan analisis, secara etimologi deskripsi

dan analisis berarti

menguraikan.”Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif adalah metode yang bersifat menguraikan, melukiskan suatu subjek supaya lebih jelas dan terperinci.

Metode tersebut dipilih untuk mengkaji gaya bahasa repetisi yang terdapat pada kumpulan puisi berjudul

“Dada Yang Terbelah.”

Fokus kajian penelitian ini pada gaya bahasa repetisi dalam puisi berjudul “Dada Yang Terbelah. Cara yang digunakan untuk menemukan gaya bahasa yang terdapat pada kumpulan puisi tersebut dengan

(8)

tahapan seperti melakukan pengkajian, melakukan analisis, teori yang dijadikan alat kaji yaitu metode deskriptif. Lebih terperinci lagi fokus kajian terhadap gaya bahasa repetisi (perulangan) dalam kumpulan puisi berjudul “Dada Yang Terbelah”, subfokus kajian gaya bahasa repetisi dengan indikatornya gaya bahasa aliterasi, asonansi, anafora, epistropa, simploke, antaklasis, kiasmus, epizenkis, tantotes, epistrofa, mesodilopsis, epanalepsis, anadilopsis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kumpulan puisi berjudul “Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti.

Miles dan Hubermanm (dalam Siswantoro, 2011:74) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data yaitu “selama analisis dalam rentang waktu pengumpulan data, peneliti bergerak maju-mundur di antara menelaah data yang telah diperoleh dan menelaah kembali data tersebut agar diperoleh data yang baru dan berkualitas.”

Dalam penelitian ini tidak cukup satu kali saja tetapi berulang-ulang menelaah data yang sudah diperoleh dan dikaji dengan teori-teori.

Guna menunjang

keberhasilan metode penelitian yang digunkan, maka diperlukan teknik- teknik penelitian. Teknik penelitian yang digunakan seperti teknik telaah pustaka dan teknik analisis.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi berjudul “Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti salah satunya adalah gaya

bahsa repetisi (perulangan). Kategori gaya bahasa repetisi (perulangan) adalah:

1. Aliterasi, adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Contoh puisi aliterasi yang terdapat pada bait-bait puisi berjudul “Dada Yang Terbelah”

karya Ratna Ayu Budhiarti, salah satunya terdapat dalam bait puisi berikut ini.

(1) Puisi “Malam Tahun Baru”, hal itu terlihat pada bait puisi yang dicetak miring dan tebal berikut:

“Tidak akan ada

perayaan/Tidak akan ada kemeriahan”.

2. Asonansi, adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Contoh puisi asonansi yang terdapat pada bait-bait kumpulan puisi yang berjudul “Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti, salah satunya terdapat dalam bait puisi berikut ini:

(1) Puisi “Tombak Ombak”, terlihat pada penggalan bait puisi di atas bagian yang dicetak

miring yaitu:

tombak/ombak/onak.

(2) Puisi “ Tahukah Engkau Mengapa Aku”, terlihat pada penggalan bait puisi berikut,

yaitu: menungguku

memintamu menemaniku.

(3) Puisi “Mengingatmu”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini:

“tubuhku beku/lidahku kelu/di otakku berkelebatan namamu.”

3. Anafora, adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris

(9)

atau setiap kalimat. Contoh puisi anafora yang terdapat pada bait- bait kumpulan puisi berjudul

“Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti, salah satunya terdapat dalam bait puisi berikut ini.

(1) Puisi “Kangen”, terlihat pada baris pertama dan baris keenam dalam puisi ini yaitu:

“terlalu banyak udara... .”

(2) Puisi “Tetaplah Memanggilku

“An”, terdapat dalam kalimat yang dicetak miring berikut ini. “tetaplah memanggilku

“An.”

(3) Puisi “Rindu Ibu”, terdapat dalam kalimat yang dicetak miring berikut ini; “engkaulah ... .”

(4) Puisi “Pepatah”, terdapat dalam kalimat: “sebab ... .”

(5) Puisi “ Tertawalah”, terdapat dalam kalimat “tertawalah .”

(6) Puisi “Sajak Yang Sedang Melambai Padamu Ingin

Menyatakan Sebuah

Kerinduan”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini:

“setiap malam”.

(7) Puisi “Melangkahlah”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini:

“aku/pintu belakang rumahmu.”

(8) Puisi “Dihadapkan Kita Selalu Tersaji Dada Yang Terbelah”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini:

“dada/kata/luka-luka.”

(9) Puisi “Sepi Diberanda”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak

miring berikut ini: “engkau kemana saja? /daun-daun.”

(10) Puisi “Perempuan Yang Tak Sempat Dilahirkan”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring

berikut ini: “Sophie

malammalam/diamdiam/bungabun ga.”

(11) Puisi “Aku Ingin Mendengar”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini: “aku ingin mendengar suaramu lagi.”

(12) Puisi “Tahukah Engkau Mengapa Aku”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak berikut ini:

“tahukah engkau mengapa aku.”

4. Epistropa, adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat.

Contoh puisi ini yang terdapat pada bait-bait kumpulan puisi berjudul

“Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti, salah satunya terdapat dalam bait puisi berikut ini:

(1) Puisi”Dihadapan Kita Selalu Tersaji Dada Yang Terbelah,” terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini: “dada/kata/luka- luka.”

(2) Puisi “Sepi Diberanda,” terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini.” engkau kemana saja? Daun-daun.”

(3) Puisi “Perempuan Yang Tak Sempat Dilahirkan,” terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini:

“Sophie/malammalam/diamdiam/bu ngabinga.”

(4) Puisi “Aku Ingin Mendengar”, terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini: “aku ingin mendengar suaramu/lagi.”

(10)

(5) Simploke, adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Contoh puisi simploke yang terdapat pada bait-bait kumpulan puisi berjudul “Dada Yang Terbelah”

karya Ratna Ayu Budhiarti”, salah satunya terdapat dalam bait puisi berikut ini:

(1) Puisi “Selamanya”, dapat dilihat pada bait-bait puisi berikut ini: “ini pagi milik kita/ini siang milik kita.”

(2) Puisi “Matilah Kau Di Dadaku,” dapat dilihat pada bait puisi berikut ini:

“matilah kau.”

(3) Puisi “Untuk Waktu Yang Entah,” hal ini terlihat pada baris puisi berikut ini:

“aku/menunggu.”

(4) Puisi “Resah”, hal ini terlihat pada bait puisi berikut ini: “berulang- ulang.”

(5) Puisi “Ketika Orang Gila Bicara,”

terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini: “orang gila, nasi, roti, pada minggu kelabu.”

(6) Puisi Sajak Dari Kebun Binatang,”

terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini: “dikurung angan dikurung ingin.”

(7) Puisi “Kepedihan Meruyak,” terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini: “aku.”

(8) Puisi “Matilah Kau Di Dadaku,” dapat dilihat pada bait puisi berikut ini:

“matilah kau.”

(9) Puisi “Tentang Otak Yang Harus Berputar Lagi dan lagi,” terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak miring berikut ini: “mengingatkan tentang tagihan, dan perut yang bergelayutan di pundakmu.”

(10) Puisi “Ketika Orang Gila Bicara,” terlihat pada penggalan bait puisi yang dicetak

miring berikut ini: “orang gila, nasi, roti, pada minggu kelabu.”

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang kajian dan analisis gaya bahasa pada kumpulan puisi berjudul

“Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti terdapat puisi-puisi yang tergolong pada gaya bahasa perulangan sebanyak 23 puisi seperti puisi berjudul Kangen, Tetaplah Memanggilku “An”, Rindu Ibu, Pepatah, Tertawalah, Selamanya, Matilah Kau Di Dadaku, Untuk Waktu Yang Entah, Resah, Malam Tahun Baru, Tombak Ombak, Tahukah Engkau Mengapa Aku, Sajak Yang Sedang Melambai Padamu Ingin menyatakan Sebuah Kerinduan, Melangkahlah, Mengingatmu, Ketika Orang Gila Bicara, sajak Dari Kebun Binatang, Dihadapan Kita Selalu Tersaji Dada Yang Terbelah, Sepi Diberanda, Perempuan Yang Tak Sempat Dilahirkan, Aku Ingin Mendengar, Kepedihan Meruyak, dan Tentang Otak Yang Harus Berputar Lagi dan Lagi.

Bila dianalisis secara lebih jauh maka gaya bahasa repetisi (perluangan) yang terdapat pada bait-bait puisi dalam kumpulan puisi “Dada Yang Terbelah”

karya Ratna Ayu Budhiarti tersebut secara spesifik dapat diklasifikasikan kepada gaya bahasa aliterasi, asonansi, anafora, epistropa, dan simploke.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi berjudul “ Dada Yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budiarti terdiri dari beranekan macam gaya bahasa repetisi atau perulangan antara lain gaya bahasa aliterasi, asonansi, anafora, epistropa, dan simploke.

Gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi berjudul “Dada Yang Terbelah” karya Ayu Ratna Budhiarti

(11)

diketahui terdapat beraneka ragam gaya bahasa umunya dan gaya bahasa repetisi (perulangan) khususnya pada paragarf dan bait puisi tersebut termasuk pada penggolongan gaya bahasa baru yang dapat menambah khasanah gaya bahasa dalam dunia kesusastraan khususnya puisi kotemporer seperti puisi yang dihasilkan oleh penulis kumpulan puisi berjudul

“Dada Yang Terbelah” ini. Dengan demikian penikmat puisi akan memperoleh banyak pengetahuan baru dari berbagai gaya bahasa pada umumnya dan gaya bahasa perulangan khususnya yang telah ada maupun gaya bahasa baru yang mungkin ada suatu saat nanti.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin.2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Sinar Baru. Aegnasindo:

Bandung.

Budhiarti, Ratna Ayu. 2012. Kumpulan Puisi Dada Yang Terbelah. KPPI Production: Bandung.

Dermawan, Taufik.1999. Apresiasi Puisi:

Konsep Dasar, Pendekatan, dan Prosesnya. Malang: UM.

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Referensi GP Press Grup: Jakarta Selatan.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Perss:Yogjakarta.

Hendy, Zaidan. 1995.Kesusastraan Indonesia. Jakarta: LIPI.

Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka:

Jakarta.

Pradopo Djoko, Rachmat.2010. Teori Pengkajian Puisi. Gadjah Mada University Perss.Yogjakarta.

Rahmanto, Wahyudi.2004 . Pengatar Teori Sastra. Grasindo: Jakarta.

Siswantoro. 2011. Metode Penelitian Sastra (Analisis Struktur Puisi). Pustaka Pelajar: Yogjakarta.

Sumardi, Muljanto. 2007. Berbagai Pendekatan Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. UGM: Yogjakarta.

Sumiati. 2010. Metode Pembelajaran.

CV.Wacana Prima: Bandung.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Prinsip- Prinsip Dasar Sastra.PT. Angkasa:

Bandung.

Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Universitas Indonesia: Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

edisi November 2012- Januari 2013. Data dalam penelitian ini adalah penggunaan gaya bahasa repetisi dan personifikasi berupa frase, kata, maupun kalimat yang terdapat pada

Penelitian jenis penggunaan gaya bahasa repetisi dan bentuk personifikasi pada kolom puisi surat kabar Kompas edisi November 2012- Januari 2013 ini juga dapat digunakan sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis penggunaan diksi dan gaya bahasa repetisi pada wacana khotbah di radio SuaraQuran FM. Metode yang digunakan dalam

Jenis gaya bahasa repetisi apa saja yang terdapat pada wacana khotbah di radio SuaraQuran

Ku tak bisa sembunyi Gaya bahasa repetisi yang terdapat pada contoh epistrofa adalah perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan seperti yang dituliskan

Pada baris ke 6 bait ke dua puisi diatas terdapat gaya bahasa perulangan bentuk epizeuksis yaitu pada data (1.b) „selamat datang‟ diulang dua kali untuk menekankan

Dalam menganalisis puisi peneliti menggunakan teori Tarigan (2009). Hasil penelitian tentang penggunaan gaya bahasa perulangan dalam kumpulan puisi Debu di Atas Debu karya

Gaya bahasa alegori yang ditemukan pada kumpulan puisi siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Tempurejo terdapat 9 puisi.Gaya bahasa alegori adalah gaya bahasa yang menyatakan