• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi yang dirasakan saat ini telah membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti di bidang teknologi dan informasi. Perkembangan teknologi dan informasi membawa perubahan dan mengubah perilaku manusia secara meluas, sehingga membuat perubahan sosial secara cepat. Teknologi dan informasi membawa perubahan yang pastinya membawa kemudahan pada kegiatan manusia, baik dari sisi pencipta, pengembang, dan pengguna teknologi.

Salah satu dari perkembangan teknologi dan informasi yang dapat dirasakan adalah media internet. Internet sebagai suatu wadah dari informasi dan komunikasi elektronik telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang, seperti perdagangan.

Perkembangan dunia internet yang memunculkan beberapa situs online atau jejaring sosial tidak hanya digunakan untuk menambah pertemanan saja, melainkan dapat digunakan juga untuk menyediakan berbagai kebutuhan. Hampir semua barang dapat dijadikan objek jual beli melalui internet dikarenakan media internet merupakan sarana yang efektif. Perlu diingat hanya benda bergerak yang dapat diperjualbelikan, sedangkan untuk benda tidak bergerak, seperti contoh tanah harus dengan akta jual beli tanah di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Saat ini, kegiatan jual beli bisa dilakukan secara efektif tanpa hadirnya kedua belah pihak (penjual dan pembeli) secara bertatap muka, tidak perlu jauh-jauh untuk membeli barang yang diinginkan dalam hal ini menghemat biaya perjalanan, bisa belanja dari rumah dan dari mana saja lalu barang akan sampai ke tempat tujuan.

(2)

2

Melalui internet ini muncul komunitas-komunitas tertentu untuk memperdagangkan barang-barang tersebut, dimana pelaku bisnis bergabung dalam sebuah situs yang mewadahi komunitas mereka, sebagaimana sebuah toko online yang menawarkan barang untuk diperjualbelikan melalui internet atau yang dikenal dengan Electronic Commerce (E-Commerce).1

E-commerce sendiri di Indonesia, sudah ada sejak tahun 2000an. Namun,

pada tahun 2014 e-commerce ini baru diminati dan marak di kalangan masyarakat.

Dibuktikan dengan adanya perusahaan start up di Indonesia, seperti Tokopedia, Shopee, Blibli dan masih banyak lagi2. Perdagangan elektronik pada dasarnya merupakan dampak dari teknologi informasi dan telekomunikasi. Secara signifikan, ini mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang. Semakin meningkatnya dunia bisnis yang mempergunakan internet dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara tidak langsung menciptakan sebuah domain dunia baru yang kerap diistilahkan dengan cyber space atau dunia maya.

Pesatnya perkembangan e-commerce ini dimungkinkan, mengingat perdagangan melalui jaringan komputer menjanjikan efisiensi, baik dari segi waktu dan biaya serta kenyamanan dalam bertransaksi bagi konsumen, dibandingkan dengan pola bertransaksi secara tradisional. Sistem perdagangan yang dipakai dalam e-commerce dirancang untuk menandatangani secara elektronik.

Penandatanganan elektronik ini dibuat mulai dari saat pembelian, pemeriksaan dan

1 RR Dewi Anggraeni, dkk, Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Melalui Internet (E- Commerce) Ditinjau dari Aspek Hukum Perdataan, Jurnal Sosial & Budaya Syar-I, Vol. 6 No. 3, 2019, hal. 224.

2 Alvin Edgar Permana, dkk. Analisa Transaksi Belanja Online Pada Masa Pandemi Covid- 19, Jurnal Teknoinfo, Volume 15 No. 1, 2021, hal. 32.

(3)

3

pengiriman. Karena itu, ketersediaan informasi yang benar dan akurat mengenai konsumen dan perusahaan dalam e-commerce merupakan suatu prasyarat mutlak.

Transaksi e-commerce di dalam hal pembayaran (payment instruction) melibatkan beberapa pihak selain dari pembeli (cardholder) dan penjual (merchant), para pihak itu adalah payment gateway (pihak ketiga). Keterlibatan pihak-pihak lain, di dalam transaksi e-commerce merupakan suatu keharusan, karena transaksi dalam e-commerce melalui media internet merupakan bentuk transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak tanpa saling bertemu face-to-face atau bahkan tidak saling mengenal, sebab transaksi mereka dalam dunia maya atau virtual.3

Saat ini transaksi jual beli elektronik (e-commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Di Indonesia, perkembangan teknologi informasi mendorong perubahan di bidang hukum yang bertujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Jaminan kepastian dan perlindungan hukum tersebut dapat diketahui dengan dibentuknya Undang-Undang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat UU ITE). UU ITE merupakan payung hukum pertama untuk mengatur adanya aktifitas transaksi elektronik di Indonesia, dan memberikan pembaruan hukum dengan tujuan menjamin kepentingan masyarakat akan jaminan kepastian hukum untuk bertransaksi dengan memanfaatkan media elektronik4.

3 Abdul Halim Barkatullah dan Syahrida, Sengketa Transaksi e-Commerce Intemasional, FH Unlam Press, Banjarmasin, 2010, hal. 2.

4 Muhammad Kamran dan Maskun, Penipuan Dalam Jual Beli Online: Perspektif Hukum Telematika, Balobe Law Jurnal, Volume 1 Nomor 1, hal. 42.

(4)

4

Transaksi jual beli online atau e-commerce merupakan salah satu produk internet yang merupakan sebuah jaringan komputer yang saling terhubung antara satu dengan yang lainnya. Dalam satu jaringan tersebut terdapat satu rangkaian banyak terminal komputer yang bekerja dalam satu sistem komunikasi elektronik.

Jual beli online disebut juga e-commerce. E-commerce adalah satu set teknologi dinamis, aplikasi, dan proses bisnis yang mengubugkan perusahaan, konsumen serta komunitas tertentu melalui transaksi elektronik berupa perdagangan jasa maupun informasi yang dilakukan melalui media elektronik5. Pengertian lainnya, e-commerce adalah pembelian, penjualan, dan permasalahan barang serta jasa

melalui sistem elektronik. E-commerce meliputi transfer dana secara elektronik, pertukaran dan pengumpulan data. Semua diatur ddalam manajemen inventori otomatis6. Bentuk baru kegiatan jual beli ini tentu mempunyai banyak nilai positif, diantaranya kemudahan dalam melakukan transaksi (karena penjual dan pembeli tidak perlu repot bertemu untuk melakukan transaksi). Online shop biasanya menawarkan barangnya dengan menyebutkan spesifikasi barang, harga, dan gambar. Pembeli memilih dan kemudian memesan barang yang biasanya akan dikirim setelah pembeli mentransfer uang.7

Menurut Pasal 1 angka 2 UU ITE, transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer atau media elektronik lainnya. Sehingga, jual beli secara online merupakan perwujudan dari ketentuan tersebut. Pelaku usaha melihat ada peluang yang dilakukan untuk memanfaatkan

5 Onno W. Purbo dan Anang Arief Wahyudi, Mengenal e-Commerce, Alex Media computendo, Jakarta, 2000, hal. 13.

6 Jony Wong, Internet Marketing for the Beginer, Kompas Gramedia, Jakarta, 2010, hal. 23.

7 Azhar Muttaqin, Transaksi E-Commerce Dalam Tinjauan Hukum Islam, Universitas Muhamadiah, Malang, 2009, hal. 2.

(5)

5

media internet dalam menjual barang dan produk kepada konsumen dan bisnis online ini sangat diminati dan direspon baik oleh masyarakat. Dalam transaksi jual

beli secara online (E-Commerce), pihak-pihak yang terkait di dalamnya antara lain:8 1) Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah

produk melalui internet sebagai pelaku usaha.

2) Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual/ pelaku usaha /merchant.

3) Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank.

4) Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

Kegiatan jual beli secara online ini juga merupakan perbuatan hukum yang menggunakan media teknologi internet. Para pihak yang terkait, khusunya penjual dan pembeli ini saling terikat sehingga melahirkan hubungan hukum. Hubungan hukum ini juga perlu dilandasi oleh suatu perjanjian, sehingga hak dan kewajiban dari para pihak dapat diketahui dan menghindari resiko terburuk yang terjadi.

Namun, seperti yang sudah dijelaskan di atas dimana kegiatan jual beli secara online ini pihak penjual dan pembeli tidak bertatap muka secara langsung.

Perkembangan yang terjadi dalam praktek jual beli secara online ini adalah perjanjian jual beli dimana saat pembeli sudah membeli barang yang sudah dibeli maka pihak pembeli sudah dianggap sepakat dengan semua ketentuan dalam jual beli secara online. Sehingga muncul pertanyaan kesepakatan antara kedua belah

8 Heldya Natalia Simanullang, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Transaksi E-Commerce, Jurnal Melayunesia, Vol. 1 No.1, 2017, hal. 113.

(6)

6

pihak dalam perjanjian jual beli itu seperti apa jika dikaitkan dengan 4 (empat) teori kesepakatan.

Adanya jual beli pastinya terdapat perjanjian juga di dalamnya. Perjanjian itu pada umumnya tidak dibuat secara formal tetapi konsensual, dan inilah yang disebut sebagai asas konsensualisme dimana dengan adanya persesuaian kehendak maka telah terjadi perjanjian9.Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KHUPer), munculnya suatu perjanjian harus menganut 4 (empat) syarat sahnya perjanjian, diantaranya syarat mengenai kesepakatan. Dalam proses pembentukan kesepakatan, ada tawar menawar sebagai wujud kedua belah pihak saling menyatakan kehendak. Dua unsur dalam pembentukan kesepakatan adalah penawaran (offer, offerte, aanbod) dan penerimaan/akseptasi (aanvarding, acceptatie, acceptance).10 Dalam Transaksi jual beli secara online ini biasanya terdapat penawaran terlebih dahulu. Penawaran ini biasanya dengan menyediakan daftar katalog harga, dan juga menjelaskan produk-produk yang dijual. Kemudian pembeli tinggal menyetujui terhadap penawaran yang diberikan dan membeli barang tersebut.

Mengenai penetapan lahirnya/timbulnya perjanjian menimbulkan beberapa teori sebagai berikut11:

a) Teori Pernyataan (uitingstheorie); menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat telah dikeluarkannya pernyataan tentang penerimaan suatu penawaran.

b) Teori Pengiriman (verzendingtheorie); menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat pengiriman jawaban

9 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 119.

10 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Penerbit Kencana, Jakarta, 2010, hal. 162.

11 J. Satrio, Hukum Perjanjian: Perjanjian Pada Umumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 180-187.

(7)

7

akseptasi sehingga orang mempunyai pegangan relatif pasti mengenai saat terjadinya perjanjian.

c) Teori Pengetahuan (vernemingstheorie); menurut teori ini perjanjian lahir saat jawaban akseptasi diketahui oleh orang yang menawarkan yaitu pada saat jawaban diketahui isinya oleh yang menawarkannya.

d) Teori Penerimaan (ontvangstheorie); menurut teori ini perjanjian lahir pada saat diterimanya surat jawaban dari penerima penawaran, tidak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan yang penting sudah sampai.

Kesepakatan yang timbul dalam perjanjian jual beli secara online ini dapat menggunakan beberapa teori dari 4 (empat) poin di atas. Kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online ini muncul saat pembeli sudah menyatakan pernyataannya dengan menyetujui terhadap penawaran yang diberikan oleh penjual dengan cara mengklik barang yang diinginkan kemudian mengisi order form dengan data yang valid yang kemudian diterima oleh pihak penjual.

Bahwa tindak lanjut dari kesepakatan mengenai harga dan barang tersebut adalah dengan melakukan pembayaran harga oleh pihak pembeli dan penyerahan barang oleh pihak penjual. Pembayaran dapat dilakukan dimuka oleh pembeli dan mengirim bukti pembayaran tersebut ke penjual. Metode ini disebut pembayaran dimuka atau terlebih dahulu. Di samping metode tersebut, terdapat juga metode lain seperti cash on delivery (COD) atau bayar ketika barang sudah sampai.

Jika dikaitkan dengan teori kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online, maka kedua metode baik pembayaran dimuka maupun ketika barang sampai

baru dibayar telah memenuhi salah satu teori kesepakatan yaitu teori penerimaan (ontvangstheorie) yang mana lahirnya perjanjian atau kesepakatan saat telah diterimanya surat jawaban tentang penerimaan suatu penawaran, sehingga kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online ini telah memenuhi salah satu dari 4 (empat) teori kesepakatan. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka

(8)

8

penelitian ini akan mengkaji lebih dalam tentang : “KESEPAKATAN PERJANJIAN JUAL BELI SECARA ONLINE (E-COMMERCE) DITINJAU DARI TEORI KESEPAKATAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang menjadi masalah pokok penelitian ini adalah:

1. Apakah kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online dapat memenuhi salah satu dari teori kesepakatan?

2. Bagaimana keabsahan perjanjian jual beli secara online?

C. Perbandingan Penelitian

Guna mempertahankan keaslian penulisan tesis, maka penulis menggunakan perbandingan terhadap topik yang serupa, meskipun yang menjadi fokus penulis adalah teori kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online. Di antaranya sebagai berikut:

IDENTITAS PENULIS

Andri Tenri Ajeng P.

(Skripsi)

Muhammad Alirahman Djoyosugito (Tesis)

Diah A. Ndaomanu (Tesis)

JUDUL Tinjauan Hukum Perjanjian Jual-Beli melalui E-Commerce

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Online Dalam Situs Toko Online Tokopedia.com Dalam Perspektif Hukum Bisnis

Kesepakatan Perjanjian Jual Beli Secara Online (E-Commerce) Ditinjau Teori Kesepakatan RUMUSAN

MASALAH

1. Kapan terjadinya kata sepakat dalam perjanjian jual beli melalui E-Commerce?

2. Bagaimana keabsahan perjanjian jual beli melalui e-commerce?

1. Bagaimana Implementasi dari unsur kecakapan hukum dalam proses pembelian barang dalam situs online

Tokopedia.com

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli dalam pembelian barang melalui situs online Tokopedia.com?

1. Apakah kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online dapat memenuhi salah satu dari teori

kesepakatan?

2. Bagaimana keabsahan perjanjian jual beli secara online?

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui kapan terjadinya kata sepakat

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mplementasi

1. Untuk mengetahui dan mengkaji teori

(9)

9 dalam pejanjian jualbeli melalui E-Commerce.

2. Mengetahui bagaimana keabsahan perjanjian jual-beli melalui ECommerce.

dari kecakapan hukum dalam proses pembelian barang dalam situs online Tokopedia.com.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi konsumen dalam pembelian barang melalui situs online Tokopedia.com

kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online (E- Commerce) dikaitkan dengan 4 (empat) teori kesepakatan.

2. Untuk mengetahui keabsahan perjanjian jual beli secara online METODE

PENELITIAN

Metode Pendekatan:

 Menggunakan penelitian pustaka atau library research dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif (syar’i) dan pendekatan yuridis.

Metode Pengumpulan data:

 Bahan hukum primer yaitu Undang-undang dan putusan pengadilan.

Bahan hukum sekunder yaitu berbagai literatur, pendapat ahli, kamus hukum. Bahan non hukum seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan buku-buku ekonomi.

Metode Pendekatan:

 Menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual.

Metode pengumpulan data:

 Bahan hukum primer yaitu UUD NRI 1945, UU No.

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

 Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang terkait dengan hukum bisnis.

 Bahan hukum tersier yaitu kamus hukum dan ensiklopedia hukum.

Metode Pendekatan:

 Menggunakan

pendekatan perundang- undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach).

Metode pengumpulan data:

 Bahan Hukum Primer yaitu KUHPer

SUBSTANSI Kesepakatan dalam perjanjian jual beli melalui online (e-commerce) ini lahir pada saat persesuaian kehendak antar kedua belah pihak tanpa kehadiran keduanya.

Penekanan dalam mencari persesuaian kehendak diantara kedua belah pihak di dasarkan pada apa yang dinyatakan (pernyataan) salah satu pihak, kemudian pernyataan tersebut disetujui oleh pihak lainnya. Pernyataan dari kedua belah pihak tadi kemudian dijadikan dasar bahwa telah ada

persesuaian antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya

Di dalam di situs online Tokopedia.com, sudah terdapat klausula yang berkaitan dengan kecakapan hukum yang menyatakan bahwa pengguna dengan ini menyatakan bahwa pengguna adalah orang yang cakap dan mampu untuk mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian yang sah menurut hukum, sehingga perjanjian yang dibuat antara pembeli dan penjual dalam

tokopedia.com sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Akan tetapi dalam prakteknya masih Seller yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang dapat bertransaksi di tokopedia.com. Seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, hanya boleh menggunakan e-commerce khususnya tokopedia.com

Kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online (E-Commerce) ini dapat memenuhi salah satu teori dari 4 (empat) teori kesepakatan.

kesepakatan akan muncul saat pembeli telah membayar barang yang akan dibeli dan penerima menerima bukti pembayaran beserta data-data yang ada pada order form. Jika dikaitkan dengan teori kesepakatan maka perjanjian jual beli secara online (E-Commerce) ini sesuai dengan teori penerimaan (ontvangstheorie).

(10)

10

dengan keterlibatan orang tua atau wali.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:

1. Tujuan umum, yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online (e-commerce) dapat memenuhi salah satu teori kesepakatan.

2. Tujuan khusus, yaitu untuk memverifikasi teori kesepakatan yang ada atau menemukan teori kesepakatan baru dalam perjanjian jual beli secara online (e-commerce).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi atas dua jenis, yaitu : 1. Manfaat Akademik

Manfaat tulisan ini dilihat dari sisi akademis, diharapkan hasil penelitian ini nantinya bisa dijadikan bahan kontribusi dan bahan pertimbangan bagi penelitian-penelitian hukum serupa terkait kesepakatan pihak dalam transaksi jual beli secara online kedepannya.

2. Manfaat Praktis

Dari sisi praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi aparat penegak hukum maupun stakeholder, agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dan pedoman dalam membuat dan melaksanakan kontrak jual beli secara online berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

(11)

11

F. Landasan Teoritis

1. Teori Hukum Responsif

Transaksi E-Commerce merupakan suatu inovasi yang muncul akibat perkembangan teknologi informasi khusunya internet yang semakin pesat sesuai dengan kebutuhan tiap masyarakat. Dengan adanya e-commerce ini tidak ada lagi kesusahan yang dialami oleh pelaku bisnis dalam menunjang aktivitas bisnisnya. Melihat dengan berkembangnya teknologi khususnya internet ini, maka adanya e-commerce merupakan salah satu faktor yang penting untuk menunjang keberhasilan suatu produk dari usaha bisnis tersebut.

E-Commerce adalah proses pembelian, penjualan, atau pertukaran

produk, jasa, informasi melalui jaringan komputer. E-commerce merupakan bagian dari e-business dimana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan, dan lain-lain.12 Dengan adanya transaksi secara online atau e-commerce ini juga pelaku bisnis dalam memasarkan dan menjualkan produknya tidak perlu bertatap muka secara langsung dengan pembeli. Pembeli juga tidak perlu jauh-jauh datang ke toko pelaku bisnis untuk membeli produk yang dijual. Transaksi online (e- commerce) ini dapat secara efektif dilakukan tanpa hadirnya kedua belah pihak secara langsung.

12 Dewi Irmawati, Pemanfaatan E-Commerce dalam Dunia Bisnis, Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis Edisi Ke IV, 2011, hal. 97.

(12)

12

Mengingat para pihak tidak bertemu secara langsung, maka perjanjian jual beli yang akan terjadi juga tetap sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPer mengenai syarat sah nya perjanjian. Pada Pasal 1320 KUHPer, terdapat 4 (empat) syarat sah dalam membuat perjanjian. Dalam 4 (empat) syarat tersebut, poin 1 (satu) mengatur mengenai kesepakatan. Kesepakatan merupakan persesuaian kehendak dari kedua belah pihak dan kesepakatan oleh kedua belah pihak tersebut dituangkan kedalam perjanjian. Namun, berdasarkan pada latar belakang yang penulis sampaikan dimana kedua belah pihak tidak bertemu secara langsung maka kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online (e-commerce) tersebut akan dikaitkan dengan 4 (empat) teori kesepakatan mengenai penetapan lahirnya atau timbulnya perjanjian.

Penulis mengemukakan bahwa kesepakatan yang muncul dalam perjanjian jual beli secara online (e-commerce) dapat memenuhi salah satu dari 4 (empat) teori kesepakatan. Sehingga, teori kesepakatan yang ada ini dapat digunakan meskipun terjadi perkembangan zaman. Hukum responsif adalah model teori yang dikemukakan oleh Nonet-Selznick di tengah kritik pedas Neo-Marxis terhadap legal liberalism. Legal liberalism ini mengandaikan hukum merupakan institusi yang mandiri dengan sistem peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak serta benar-benar otonom. Karateristik dari hukum responsif ini adalah pergeseran dari penekanan aturan-aturan yang ada dalam hukum otonom tersebut menjadi ke prinsip-prinsip dan tujuan, hukum memiliki tujuan yang harus dipertahankan.

Teori kesepakatan itu merupakan hukum yang sudah ada sejak lama, namun dengan perkembangan zaman dimana jual beli yang dulunya terdapat pihak

(13)

13

penjual dan pembeli secara langsung, sekarang mengalami perubahan dimana penjual dan pembeli tidak perlu bertatap muka secara langsung, dalam kondisi seperti ini hukum tersebut dalam hal ini adalah teori kesepakatan tidak perlu mengalami perubahan. Penerapan teori kesepakatan masih bisa digunakan dalam perkembangan zaman yang berubah.

Hukum responsif merupakan suatu tatanan hukum yang inklusif dimana sistem hukum yang mengikatkan diri dengan sub-sistem sosial non-hukum tak terkecuali dengan kekuasaan. Sifat responsif dapat diartikan sebagai melayani kebutuhan dan kepentingan sosial yang dialami dan ditemukan tidak oleh pejabat melainkan oleh rakyat. Mengingat hukum responsif itu untum mempertahankan tujuan, maka cara untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita tersebut dengan melibatkan masyarakat atau individu dalam suatu kelompok, agar tujuan dari hukum itu tercapai. Hukum dalam tatanan hukum responsif memandang bahwa hukum sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dunia sosial yang mengelilinginya, sehingga agar benar-benar fungsional dan bermanfaat dalam melayani masyarakat maka kekuatan sosial yang menopang untuk merespon aspirasi dan kebutuhan sosial yang hendak dilayani, hukum responsif perlu merangkulnya.13

Teori hukum responsif yang dikemukakan oleh Nonet-Selznick merupakan teori yang menjelaskan bahwa hukum yang baik seharusnya menawarkan sesuatu yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural, yang mana hukum yang baik harus berkompeten dan juga adil; hukum harus mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen bagi tercapainya

13 Ibid, hal. 40.

(14)

14

keadilan substantif.14 Berdasarkan isu hukum yang Penulis sampaikan dalam latar belakang tersebut, menunjukkan bahwa hukum harus menghadapi dan menanggapi perkembangan yang ada di masyarakat. Dalam teori hukum responsif ini memandang juga bahwa hukum yang baik seharusnya menawarkan sesuatu yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural, yang mana hukum yang baik harus berkompeten dan juga adil; hukum harus mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen bagi tercapainya keadilan substantif.15

Hukum responsif yang dikemukakan oleh Nonet & Selznick ini menempatkan hukum sebagai sarana respon terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi publik. Sehingga, hukum responsif merupakan sebuah model yang bersifat sosiological jurisprudence yang menggunakan pendekatan sosiologi yang memberi perhatian pada dampak sosial yang nyata dari institusi, doktrin, dan praktik hukum. Hukum responsif ini bersifat terbuka maka tipe dari hukum ini mengedepankan akomodasi untuk menerima perubahan-perubahan sosial yang ada demi mencapai keadilan sosial dan emansipasi pubik.16 Dalam perkembangan zaman saat ini, hukum responsif menjadi perhatian yang sangat besar dan terus menerus, agar membuat hukum lebih responsif terhadap kebutuhan sosial, seperti dalam perjanjian jual beli yang dapat dilakukan melalui online (e-commerce) dan juga untuk memperhitungkan secara lebih lengkap dan lebih cerdas tentang

14 Raisul Muttaqien dan Nurainun Mangunsong, Hukum Responsif (Terjemahan dari buku Philippe Nonet dan Philip Selznick Law and Society In Transition: Toward Responsive Law), Nusa Media, Bandung, 2020, hal. 84.

15 Ibid.

16 Yoan Nursari Simanjuntak, Hukum Responsif: Interrelasi Hukum dan Dunia Sosial, Jurnal Yustika Vol. 8 No. 1, 2005, hal. 39.

(15)

15

fakta sosial yang menjadi dasar dari pembuatan hukum dan penerapannya, untuk melayani kebutuhan dan kepentingan sosial.

Berdasarkan penjelasan dari teori hukum responsif yang dikemukakan oleh Nonet & Selznick ini, maka hukum merespon apa yang menjadi perkembangan teknologi saat ini, salah satunya perjanjian jual beli melalui internet (e-commerce). Dalam perjanjian jual beli secara online (e-commerce) ini hukum merespon perkembangan tersebut dengan memberikan penjelasan yang baru secara rasional dengan perkembangan yang terjadi tetapi menggunakan teori kesepakatan yang sudah ada sejak lama, walaupun peraturan yang konkrit belum ada yang mengaturnya.

2. Teori Kepastian Hukum

Hukum secara hakiki adalah pasti dan adil, dimana hukum itu pasti sebagai pedoman untuk tatanan kehidupan dan pedoman itu pun harus adil.

Jika sifatnya merupakan pasti dan adil, maka hukum akan berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya. Menurut Kelsen, hukum merupakan suatu sistem norma yang merujuk pada aspek “seharusnya” atau das sollen disertai dengan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan. Peraturan tersebut menjadi pedoman bertingkah laku bagi individu mengenai hubungan dengan masyarakat ataupun individu lainnya. Dengan adanya aturan serta pelaksanaan tersebut, maka akan menimbulkan kepastian hukum.17

Utrecht juga berpendapat bahwa kepastian hukum itu mengandung dua arti, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum agar manusia mengetahui perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan,

17 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 158.

(16)

16

kedua adanya perlindungan hukum atau keamanan hukum dari tindakan kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan umum tersebut individu dapat mengetahui apa saja yang dapat dilakukan negara terhadap individu.18

Kepastian hukum dalam perjanjian jual beli secara online jika dikaitkan dengan kepastian hukum menurut Utrecht, isi dari perjanjian jual beli ini juga berisikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh kedua belah pihak dalam hal ini merupakan hak dan kewajiban dari para pihak itu sendiri.

Mengingat perjanjian jual beli secara online ini merupakan undang-undang bagi kedua belah pihak, jika salah satu pihak melakukan tindakan diluar dari perjanjian jual beli tersebut, maka terdapat sanksi yang akan diberikan kepada salah satu pihak tersebut yang melakukan tindakan di luar isi perjanjian jual beli. Disinlah kepastian hukum dalam bentuk perlindungan hukum terjadi.

Dalam pembuatan kontrak atau perjanjian tidak lepas juga dari adanya kepastian hukum, karena setiap subjek hukum yang melakukan perjanjian memerlukan kepastian hukum. Kepastian hukum dalam suatu perjanjian tidak hanya muncul akibat suatu kontrak yang diinginkan, tetapi juga pada substansi dari perjanjian tersebut. Perjanjian jual beli yang dibuat oleh kedua belah pihak merupakan udang-undang yang berlaku bagi kedua belah pihak.

Oleh karena perjanjian yang dibuat merupakan undang-undang bagi kedua belah pihak, maka isi perjanjian tersebut haruslah tidak menyimpang dari apa yang telah diuraikan.

18 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 23.

(17)

17

Jika dikaitkan teori kepastian hukum dalam perjanjian, sesuai apa yang tertera dalam Pasal 1313 KUHPer serta hak dan kewajiban dalam perjanjian jual beli, memberi penjelasan agar suatu perjanjian dapat memberikan kedudukan yang sama kepada subjek hukum yang terlibat dalam perjanjian jual beli. Kepastian hukum yang diberikan mengenai perbuatan hukum yang dilakukan saat melaksankan perjanjian jual beli yaitu prestasi dari kedua belah pihak, dan jika terjadi wnprestasi maka terdapat pengaturan mengenai sanksi yang dikenakan sesuai dengan kesepakatan para pihak.

G.

Metode Peneltian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang ditujukan untuk mengetahui teori kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online ditinjau dari 4 (empat) teori kesepakatan. Proses penelitian tersebut dilakukan dengan cara meletakkan “hukum” sebagai dasar untuk mengetahui teori kesepakatan dalam sebuah perjanjian. Kedua menerapkan “hukum” dalam proses memberikan argumen bahwa salah satu dari 4 (empat) teori kesepakatan dapat digunakan dalam perjanjian jual beli secara online.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan Pendekatan konsep (conseptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

(18)

18

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani19. Dalam hal ini penulis menggunakan dalam penelitian ini penulis menelaah Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan juga teori kesepakatan untuk menjawab isu hukum yang dipaparkan. Pendekatan konseptual (conseptual approach) yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum20. Dalam penelitan ini untuk membangun suatu konsep mengenai kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online penulis juga menggunakan pandangan-pandangan dan doktrin- doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas21. Bahan hukum primer yang penulis gunakan untuk penelitian ini yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta peraturan perundangan berikut peraturan pelaksana yang

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hal. 133.

20 Ibid, hal. 135.

21 Peter Mahmud Marzuki, Op Cit., hal. 181.

(19)

19

mencakup mengenai kesepakatan jual beli secara online (e-commerce) dalam yurisdiksi Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan- pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi22. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari bahan hukum berupa buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, doktrin ahli hukum yang berkaitan mengenai kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara online.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan referensi tambahan untuk memperkuat konsep yaitu dengan menggunakan kamus-kamus untuk melengkapi. Dalam penelitian ini menggunakan Kamus Hukum serta Kamus Besar Bahasa Indonesia.

22 Johny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hal. 142.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Perusahaan Daerah Taru Martani Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang disahkan dengan

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI