• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan materi dan metode pelatihan pasien simulasi sebagai alat evaluasi KIE obat maag di Fakultas Farmasi USD.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan materi dan metode pelatihan pasien simulasi sebagai alat evaluasi KIE obat maag di Fakultas Farmasi USD."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

Apoteker berperan penting dalam memberikan KIE kepada pasien dan selama ini apoteker lebih banyak berperan di belakang layar. Hal ini kurang sesuai dengan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan materi dan metode pelatihan yang sesuai dengan pasien simulasi terkait pelayanan obat maag.

Penelitian ini termasuk kuasi eksperimetal. Subyek pada penelitian ini ialah pasien simulasi yang telah melewati masa pelatihan. Pengambilan data dilakukan saat penilaian pasien simulasi dan saat pemberian KIE yang dilakukan oleh mahasiswa S1. Analisis data kuantitatif dari hasil checklist penilaian KIE mahasiswa dihitung dengan t-test tidak berpasangan, kemudian dilakukan perhitungan Cohen’s kappa.

Hasil t-test tidak berpasangan kasus non resep adalah p=0,806 dan pada kasus resep adalah p=0,095, sedangkan uji Cohen’s kappa pada kasus non resep 0,885 dan pada kasus resep 0,782. Metode yang sesuai untuk melatih pasien simulasi yaitu pasien simulasi dilatih satu per satu dan dilakukan perekaman video untuk mengevaluasi performa pasien simulasi, seleksi pasien simulasi dilakukan untuk memperoleh pasien simulasi dengan performa terbaik, performa pasien simulasi dilihat dari checklist penilaian KIE. Skenario dibuat berdasarkan literatur dan disesuaikan dengan syarat KIE. Checklist penilaian performa pasien telah disesuaikan dengan skenario dan checklist rubrik penilaian KIE telah disesuaikan dengan poin-poin KIE berdasarkan literatur.

(2)

ii ABSTRACT

Pharmacists play an important role in providing the Communication, Information and Education to patients and so far the pharmacist has a greater role behind the scenes. However, this practice has not been appropriate for the Indonesian Pharmacist Competence Standard. This research aimed to develop training materials and methods according to the relevant simulated patients in ulcer drug services.

This study included quasi-experimental. Subjects in this study were simulated patients who have passed the training period. Data was taken during the assessment of a simulated patient and during the Communication, Information, and Education conducted by undergraduate students. Quantitative data analysis of the results of assessment’s checklist of Communication, Information and Education students was calculated by independent t-test, then calculate Cohen's kappa.

Independent t-test result showed that the non-prescription case was p=0,806, while the prescription case was p=0.095, with Cohen's kappa value of 0,885 on the non-prescription case and 0,782 in prescription case. A suitable method for training simulated patients was by doing the training of simulated patients one by one. Video recording was also done in order to evaluate the performance of simulated patients. Patient simulations selection were carried out to obtain simulated patients with the best performance, while the performance of simulated patients was seen from assessment’s checklist of Communication, Information, and Education. The scenario was based on the literature and adapted to the requirements of Communication, Information, and Education. In addition to that, patient performance assessment checklist has been adapted to the scenario and checklist assessment, while the rubric of Communication, Information, and Education has been adapted to the points of Communication, Information, and Education based on the literature.

(3)

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN PASIEN

SIMULASI SEBAGAI ALAT EVALUASI KIE OBAT MAAG DI FAKULTAS

FARMASI USD

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yosephine Charisma Agrilia Sundoro

NIM : 138114143

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN PASIEN

SIMULASI SEBAGAI ALAT EVALUASI KIE OBAT MAAG DI FAKULTAS

FARMASI USD

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yosephine Charisma Agrilia Sundoro

NIM : 138114143

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku tahu, bahwa Engkau sanggup

melakukan segala sesuatu, dan tidak

ada rencana-Mu yang gagal

Ayub 42:2

Karya ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Yang Maha Esa,

Mama, Papa, dan Adikku tercinta

Keluarga dan Sahabat,

(10)

vii PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan bimbingan, rahmat, dan cinta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “Pengembangan Materi dan Metode Pelatihan Pasien Simulasi sebagai Alat Evaluasi KIE Obat Maag di Fakultas Farmasi USD” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini mendapat dukungan dan bantuan

dari berbagai pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah berbagi ilmu, pengetahuan, dan wawasan, serta bersedia meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran untuk berdiskusi, memberikan semangat dan motivasi,

serta kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes, Ph.D., Apt. dan Ibu Putu Dyana

Christasani, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas semua masukan dan saran,

serta dukungan yang membangun selama proses penyusunan skripsi.

3. Kedua orang tua ku tercinta Bapak Yulius Agung Sundoro dan Ibu Indah

Murdianingsih, adikku Graciella Girlani Chavara Sundoro dan seluruh keluarga

yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan.

4. Para pemeran pasien simulasi, kakak mahasiswa PSPA, praktisi apoteker, dan

teman-teman mahasiswa S1 yang telah membantu dalam penelitian ini.

5. Teman-teman seperjuangan skripsi Kinanti Dita, Febry Nawacatur, Yunita,

Francisca Natasha, Francisca Aninda, dan Stephanie Afrillia yang selalu

memberikan semangat dan dukungan.

6. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan Afni Meliana Putri dan Ika

(11)

viii

7. Teman-teman penulis yang selalu berbagi suka dan duka selama masa kuliah

Keke, Nawa, Yunita, Noni, Reny, Rosa, Dini, Elin, Ninda, Tari, Natalia, kelas

FSM D, dan Kelas FKK C.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima semua kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak agar hasil karya dapat lebih baik dan

bermanfaat, terutama di bidang kefarmasian. Terimakasih.

Yogyakarta, 7 Februari 2017

(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Peryataan Keaslian Karya ... iv

Lembar Persetujuan Publikasi ... v

Halaman Persembahan ... vi

Rancangan dan Subyek Penelitian ... 3

Tahap Persiapan ... 3

Pembuatan Pedoman Pelatihan ... 3

Pembuatan Skenario Kasus ... 3

Pembuatan Instrumen Evaluasi ... 3

Pemilihan Pasien Simulasi ... 4

(13)

x

Performa Pasien Simulasi ... 6

Uji Reliabilitas ... 8

KESIMPULAN DAN SARAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10

LAMPIRAN ... 11

(14)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rata-rata hasil penilaian performa PS kasus non resep ... 7

(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent Apoteker ... 11

Lampiran 2. Informed Consent Mahasiswa PSPA ... 12

Lampiran 3. Informed Consent Pasien Simulasi... 13

Lampiran 4. Informed Consent Mahasiswa Farmasi ... 14

Lampiran 5. Lembar Penilaian Kuantitatif Pasien Simulasi Skenario Non Resep .. 15

Lampiran 6. Lembar Penilaian Kualitatif Pasien Simulasi Skenario Non Resep .... 16

Lampiran 7. Lembar Penilaian Kuantitatif Pasien Simulasi Skenario Resep ... 17

Lampiran 8. Lembar Penilaian Kualitatif Pasien Simulasi Skenario Resep ... 18

Lampiran 9. Lembar Penilaian KIE Skenario Non Resep ... 19

Lampiran 10. Lembar Penilaian KIE Skenario Resep ... 20

Lampiran 11. Contoh perhitungan t-test tidak berpasangan menggunakan SPSS ... 21

Lampiran 12. Contoh perhitungan Cohen’s kappa menggunakan SPSS ... 22

(16)

xiii ABSTRAK

Apoteker berperan penting dalam memberikan KIE kepada pasien dan selama ini apoteker lebih banyak berperan di belakang layar. Hal ini kurang sesuai dengan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan materi dan metode pelatihan yang sesuai dengan pasien simulasi terkait pelayanan obat maag.

Penelitian ini termasuk kuasi eksperimetal. Subyek pada penelitian ini ialah pasien simulasi yang telah melewati masa pelatihan. Pengambilan data dilakukan saat penilaian pasien simulasi dan saat pemberian KIE yang dilakukan oleh mahasiswa S1. Analisis data kuantitatif dari hasil checklist penilaian KIE mahasiswa dihitung dengan t-test tidak berpasangan, kemudian dilakukan perhitungan Cohen’s kappa.

Hasil t-test tidak berpasangan kasus non resep adalah p=0,806 dan pada kasus resep adalah p=0,095, sedangkan uji Cohen’s kappa pada kasus non resep 0,885 dan pada kasus resep 0,782. Metode yang sesuai untuk melatih pasien simulasi yaitu pasien simulasi dilatih satu per satu dan dilakukan perekaman video untuk mengevaluasi performa pasien simulasi, seleksi pasien simulasi dilakukan untuk memperoleh pasien simulasi dengan performa terbaik, performa pasien simulasi dilihat dari checklist penilaian KIE. Skenario dibuat berdasarkan literatur dan disesuaikan dengan syarat KIE. Checklist penilaian performa pasien telah disesuaikan dengan skenario dan checklist rubrik penilaian KIE telah disesuaikan dengan poin-poin KIE berdasarkan literatur.

(17)

xiv ABSTRACT

Pharmacists play an important role in providing the Communication, Information and Education to patients and so far the pharmacist has a greater role behind the scenes. However, this practice has not been appropriate for the Indonesian Pharmacist Competence Standard. This research aimed to develop training materials and methods according to the relevant simulated patients in ulcer drug services.

This study included quasi-experimental. Subjects in this study were simulated patients who have passed the training period. Data was taken during the assessment of a simulated patient and during the Communication, Information, and Education conducted by undergraduate students. Quantitative data analysis of the results of assessment’s checklist of Communication, Information and Education students was calculated by independent t-test, then calculate Cohen's kappa.

Independent t-test result showed that the non-prescription case was p=0,806, while the prescription case was p=0.095, with Cohen's kappa value of 0,885 on the non-prescription case and 0,782 in prescription case. A suitable method for training simulated patients was by doing the training of simulated patients one by one. Video recording was also done in order to evaluate the performance of simulated patients. Patient simulations selection were carried out to obtain simulated patients with the best performance, while the performance of simulated patients was seen from assessment’s checklist of Communication, Information, and Education. The scenario was based on the literature and adapted to the requirements of Communication, Information, and Education. In addition to that, patient performance assessment checklist has been adapted to the scenario and checklist assessment, while the rubric of Communication, Information, and Education has been adapted to the points of Communication, Information, and Education based on the literature.

(18)

1

Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan (Depkes RI, 2014).

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat, masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial. Untuk menghindari hal tersebut, apoteker harus menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, apoteker dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan obat, evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitasnya (Depkes RI, 2014).

Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan (Depkes RI, 2014).

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat, masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial. Untuk menghindari hal tersebut, apoteker harus menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Dalam melakukan praktik tersebut, apoteker dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan obat, evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitasnya (Depkes RI, 2014).

(19)

2

bahwa pelayanan swamedikasi masih banyak dilakukan oleh asisten apoteker (Purwanti, Harianto, dan Supardi, 2004).

Penyelenggaraan pendidikan farmasi di Indonesia saat ini mengacu pada kurikulum nasional yang ditetapkan oleh APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) yaitu Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Farmasi dan Kurikulum Program Pendidikan Apoteker tahun 2008. Analisis situasi saat ini menunjukkan bahwa implementasi standar kurikulum tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan sarjana farmasi maupun pendidikan profesi apoteker masih sangat bervariasi dan terlihat dari adanya disparitas kualifikasi lulusan antar Perguruan Tinggi Farmasi. Di sisi lain, orientasi kurikulum pendidikan farmasi belum mampu menjawab tuntutan perubahan di tingkat lokal, nasional, maupun global, kurikulum belum dirancang berbasis kompetensi, dan kurikulum pendidikan sarjana farmasi dan pendidikan profesi apoteker belum terintegrasi menyeluruh (APTFI, 2013).

Berdasarkan silabus Farmakoterapi yang diperoleh dari beberapa Universitas, didapatkan bahwa evaluasi pembelajaran yang digunakan untuk menilai keberhasilan silabus berupa diskusi, penyusunan makalah, tes essay, dan multiple choice questoion. Pada penelitian ini, peneliti menawarkan cara evaluasi lain yang dapat digunakan dalam mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan selama perkuliahan, yaitu dengan menyiapkan alat evaluasi berupa pasien simulasi. Cara evaluasi dengan pasien simulasi masih jarang dilakukan pada mahasiswa farmasi. Keuntungan menggunakan alat evaluasi pasien simulasi adalah mahasiswa dapat mempunyai gambaran mengenai apa yang akan mereka hadapi saat bekerja, serta melatih mahasiswa dalam berkomunikasi dan melatih mahasiswa dalam menyelesaikan masalah dengan waktu yang cepat. Pada penelitian ini, peneliti mengangkat materi mengenai obat maag/dispepsia yang akan dilatihkan dalam pasien simulasi. Dispepsia/maag merupakan penyakit tidak menular yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari.

Menurut WHO 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta disebabkan oleh penyakit tidak menular. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh penyakit tidak menular, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Sekitar 25% populasi di seluruh dunia memiliki gejala dispepsia enam kali setiap tahunnya (Omega dan Mansyur, 2013). Berdasarkan laporan SIRS tahun 2012 diketahui bahwa kunjungan pasien dispepsia pada unit rawat jalan di Rumah Sakit di DIY menduduki peringkat ke 5 (Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013).

(20)

3 Rancangan dan Subyek Penelitian

Penelitian mengenai Pengembangan Materi dan Metode Pelatihan Pasien Simulasi sebagai Alat Evaluasi KIE Obat Maag di Fakultas Farmasi USD termasuk jenis penelitian kuasi eksperimental.

Subyek penelitian pada penelitian ini yaitu pemeran pasien simulasi sebanyak 5 orang untuk pelatihan dan kemudian dipilih dua orang yang memenuhi kriteria untuk berperan dalam KIE dengan mahasiswa farmasi. Kriteria inklusi pemeran pasien simulasi pada penelitian ini adalah individu diluar bidang pendidikan kesehatan, berusia minimal 18 tahun, menandatangani informed consent, bersedia mengikuti pelatihan sebelum akhirnya dinyatakan siap menjadi pasien simulasi, bersedia berpartisipasi minimal 3 sesi rekaman video, dapat diandalakan, tepat waktu dalam mengikuti setiap sesi pelatihan, dan mampu bekerja sama dalam tim. Kemampuan yang dapat mendukung pemeran pasien simulasi ialah mampu berimprovisasi (kalimat yang diucapkan tidak menghafal dari skenario tetapi dapat memahami inti dari skenario dan dapat mengembangkan selama melakukan KIE sehingga percakapan dapat berjalan dengan baik) serta memiliki daya ingat yang baik.

Tahap Persiapan

Pembutan Pedoman Pelatihan

Pedoman pelatihan diperoleh dari studi literature Gastritis (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2014) mengenai tanda, gejala, dan pengobatan penyakit maag.

Pembuatan Skenario Kasus

Pembuatan skenario kasus obat maag berdasarkan studi literatur dan/atau pengamatan/pengalaman pribadi. Skenario yang dibuat sejumlah dua skenario yang terdiri dari skenario resep dan non resep. Skenario yang dibuat kemudian dilanjutkan dengan expert judgement dan uji bahasa, kemudian direvisi. Skenario kasus tersebut digunakan untuk pelatihan pasien simulasi dalam bentuk role play.

Pembuatan Instrumen Evaluasi

Checklist penilaian dibagi menjadi dua, yaitu checklist penilaian pasien simulasi dan checklist penilaian untuk KIE obat maag. Checklist rubrik penilaian KIE obat maag diperoleh dari Wijoyo (2016) yang telah disesuaikan dengan Permenkes No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Isi checklist penilaian untuk KIE yaitu kemampuan berkomunikasi dengan tenang dan jelas.

(21)

4

dihitung dengan t-test tidak berpasangan dan dilakukan perhitungan koefisien Cohen’s Kappa.

Pemilihan Pasien Simulasi

Pasien simulasi diminta dapat menyerupai pasien yang sebenarnya, baik dari sikap, mimik muka, dan cara berbicara. Pasien simulasi berjumlah lima orang dilatih mengenai penyakit maag dan kemudian dipilih dua orang yang sesuai kriteria untuk berperan dalam KIE dengan mahasiswa farmasi. Kriteria inklusi pemilihan pasien simulasi yaitu bersedia mengikuti pelatihan sebelum akhirnya dinyatakan siap menjadi pasien simulasi, bersedia berpartisipasi minimal 3 sesi rekaman video, dapat diandalkan, tepat waktu dalam mengikuti setiap sesi pelatihan, dan mampu bekerja sama dalam tim. Kemampuan yang dapat mendukung pemeran pasien simulasi ialah mampu berimprovisasi serta memiliki daya ingat yang baik. Pemilihan pasien berdasarkan performa pasien berdasarkan peningkatan hasil dan konsisten pada checklist penilaian.

Implementasi Penelitian

Peneliti menjelaskan tentang latar belakang teori dari setiap skenario yang sesuai dengan literatur mengenai penyakit maag, termasuk penjelasan penyakit, gejala yang dirasakan, pencegahan, pengobatan yang diberikan dan terapi non farmakologi. Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi bersama. Peneliti menjelaskan tugas kepada mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) sebagai pemeran apoteker.

Pemeran pasien simulasi dilatih satu per satu sesuai dengan kasus pada skenario oleh mahasiswa PSPA yang ditunjuk sebagai pelatih pasien simulasi, setelah pasien simulasi memahami skenario dan perannya maka pasien simulasi dipertemukan oleh mahasiswa PSPA yang berperan sebagai apoteker yang akan melakukan role play dengan pasien simulasi. Pasien simulasi akan dibiasakan sedemikian rupa sesuai dengan situasi dalam skenario agar dapat berperan menyerupai keadaan nyata dalam kehidupan. Selama melakukan role play dengan pemeran apoteker, performa pasien simulasi akan direkam dan dinilai oleh mahasiswa PSPA yang berperan sebagai observer dan peneliti. Hasil rekaman video diputar pada akhir sesi pelatihan untuk dilakukan evaluasi bersama dan untuk mengantisipasi apabila peneliti tidak dapat melakukan penilaian berupa checklist penilaian, terutama terhadap performa pemeran pasien simulasi.

(22)

5

berupa checklist penilaian KIE yang diperoleh dari Wijoyo (2016) yang telah disesuaikan dengan Permenkes sebagai validitas.

Analisis Data

Hasil checklist penilaian pemeran pasien yang sudah bisa mencapai nilai sempurna dari nilai total checklist dan/atau memiliki nilai yang stabil serta konsisten berdasarkan yang diberikan oleh observer dan peneliti, maka pasien simulai dinyatakan siap dan layak. Checklist penilaian pasien simulasi antara kasus non resep dan resep berbeda, hal ini dikarenakan checklist penilaian disesuaikan dengan skenario kasus. Nilai maksimal pada kasus non resep adalah 10 poin, sedangkan pada kasus resep adalah 12 poin.

Hasil checklist penilaian KIE, berupa data kuantitatif dihitung dengan dua cara. Hasil uji t-test tidak berpasangan menunjukkan p>0,05 maka hasil penilaian telah konsisten. Hasil koefisien Cohen’s kappa >0,7 maka cara penilaian kedua observer adalah baik; apabila >0,8 maka sangat baik. Apabila hasil penilaian Cohen’s kappa <0,7 maka kedua observer perlu pemahaman lebih lanjut sehingga diperlukan lagi pelatihan pasien simulasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pada penelitian ini adalah pedoman pelatihan pasien simulasi, penilaian performa pasien simulasi dan uji reliabilitas yang penjelasannya akan dijabarkan dibawah ini.

Pedoman Pelatihan

Pedoman pelatihan pasien simulasi berisi tujuan, waktu, jumlah personil pelatihan, skenario dan instrumen pelatihan. Pedoman pelatihan ini akan diberikan kepada pemeran pasien simulasi. Pedoman pelatihan pasien simulasi dibuat karena merupakan landasan dan petunjuk yang digunakan untuk melatih pasien simulasi, supaya dalam pelatihan pasien simulasi tidak keluar dari ranah penelitian ini.

Pada penelitian ini pasien simulasi dilatih satu per satu oleh mahasiswa PSPA. Selama melakukan peran dengan mahasiswa PSPA, dilakukan perekaman video untuk melihat performa pasien simulasi. Rekaman video diputar pada akhir sesi untuk evaluasi bersama. Selain itu perekaman video dilakukan untuk mengantisipasi jika ada penilaian yang terlewatkan. Menurut Perera, et. al (2009) evaluasi dengan melibatkan individu yang dilatih dapat meningkatkan efektifitas dalam pembelajaran.

Skenario

(23)

6

literatur diperoleh gejala-gejala maag dan pengobatan yang harus diberikan pada pasien. Selain diperoleh dari literatur, skenario juga berasal dari hasil wawancara dengan praktisi apoteker untuk memperoleh skenario yang semirip mungkin dengan keadaan yang sebenarnya dan kondisi yang terjadi di apotek sehingga mahasiswa dapat belajar bagaimana keadaan yang sesungguhnya jika berhadapan dengan pasien.

Hal yang khas dalam skenario ini adalah skenario disesuaikan dengan literatur Gastritis (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2014) dan telah disesuaikan dengan syarat KIE yang ditetapkan oleh Permenkes No.35 Tahun 2014. Dimana dalam melakukan KIE harus mencakup three prime question dan verifikasi terkait pengobatan yang dijalani.

Instrumen Evaluasi

Terdapat dua instrumen evaluasi, yaitu checklist PS dan checklist rubrik penilaian KIE sebagai data kuantitatif. Checklist PS dibuat berdasarkan Permenkes No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang telah disesuaikan dengan skenario yang telah dibuat sehingga antara checklist kasus resep dan non resep berbeda, sedangkan checklist KIE diperoleh dari Wijoyo (2016). Checklist rubrik KIE mencakup kemampuan berkomunikasi dengan tenang dan jelas, pemilihan kata yang mudah dimengerti, menggali informasi terkait penyakit, dan memverifikasi pemahaman pasien terkait obat yang akan digunakan. Sedangkan checklist PS mencakup gejala penyakit, riwayat penyakit, pengobatan, terapi non-farmakologi. Data kualitatif diperoleh dari pengamatan terhadap performa pasien simulasi yaitu mimik muka, cara berbicara, dan sikap pasien simulasi saat berperan.

Performa Pasien Simulasi

Pemeran PS yang dilatih sebanyak 5 orang, digunakan 5 orang PS karena adanya keterbatasan waktu dalam penelitian. Lima orang pasien simulasi terdiri dari 4 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Pemeran PS yang terlibat adalah yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan supaya hasil penilaian tidak bias dan menghindari adanya pendapat pribadi saat adanya arahan dan penjelasan terkait penyakit pada penelitian ini. Dari 5 orang pemeran pasien simulasi dipilih 2 orang yang bertemu dengan mahasiswa S1 farmasi, dimana 1 dari pemeran pasien simulasi tersebut akan memerankan skenario non resep dan 1 orang lagi memerankan kasus resep.

(24)

7

Gambar 1. Rata-rata hasil penilaian performa PS kasus non resep

Nilai maksimal untuk penilaian kasus non resep adalah 10. Nilai maksimal pasien simulasi 10 jika pasien simulasi menanyakan atau melakukan semua hal yang terdapat dalam checklist penilaian pasien simulasi. Rata-rata hasil penilaian performa pasien simulasi dapat dilihat pada Gambar 1. Pasien simulasi 4 menunjukan hasil yang stabil dan dapat mencapai nilai maksimal sejak penilaian hari pertama. Pasien simulasi 1, 2, dan 5 menunjukan peningkatan nilai dari penilaian pertama dan dapat mencapai nilai maksimal dan stabil pada penilaian hari ke-2 dan hari ke-3. Sedangkan pasien simulasi 3 menunjukan nilai yang konstan pada penilaian hari petama dan kedua dan baru mencapai nilai maksimal pada penilaian hari ke-3. Pasien simulasi 4 cenderung memberikan penampilan yang mendekati real setting baik dari segi mimik muka, artikulasi, dan volume suara. Sehingga untuk memerankan kasus non resep dipilih pasien simulasi 4.

(25)

8

menunjukan hasil yang stabil dan dapat mencapai nilai maskimal sejak penilaian pertama. Pasien 1 dan 3 menunjukan hasil yang peningkatan hasil dari penilaian pertama ke penilaian kedua, pasien simulasi 3 dapat mencapai nilai maksimal dan stabil pada pertemuan kedua, sedangkan pasien simulasi 1 baru mendapat nilai maksimal pada pertemuan ketiga. Pasien simulasi 5 menunjukan hasil yang stabil pada penilaian 1 dan 2, tetapi pasien simulasi baru mendapatkan nilai maksimal pada penilaian ke 3. Pasien simulasi 2 dan 4 menunjukan hasil yang sama sehingga dapat dilihat hasil pengamatan terhadap mimik wajah, artikulasi, dan volume suara. Hasil pengamatan cenderung menunjukan bahwa pasien simuasli 2 lebih baik dari pasien simulasi 4. Pada penilaian mimik wajah, pasien simulasi 4 terkadang tidak menunjukan ekspresi sakit, pasien simulasi 4 menunjukan ekspresi bahagia dan tersenyum sendiri. Sehingga untuk memerankan kasus resep dipilih pasien simulasi 2.

Uji Reliabilitas

Kedua pasien simulasi yang terpilih kemudian dihadapkan dengan mahasiswa farmasi. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa baik pasien simulasi dapat membantu performa mahasiswa farmasi dalam melakukan KIE.

Mahasiswa farmasi yang dipilih untuk melakukan KIE kepada pasien simulasi adalah yang menempuh pembelajaran ± 2 tahun dan sedang/telah memperoleh pendidikan mengenai KIE. Pada penelitian ini, mahasiswa farmasi yang dipilih adalah mahasiswa farmasi semester 7 dan telah menerima mata kuliah komunikasi farmasi (dimana terdapat materi mengenai poin-poin KIE) pada semester sebelumnya. Tetapi karena materi mengenai KIE telah diperoleh di semester sebelumnya maka hal ini menjadi kendala karena ada beberapa mahasiswa yang kurang mengingat poin-poin penting yang harus disampaikan dalam memberikan KIE.

Rubrik penilaian KIE yang digunakan diperoleh dari Wijoyo (2016). Poin-poin penilaian KIE antara lain cara berkomunikasi dan sikap mahasiswa farmasi terhadap pasien, edukasi masalah obat yang digunakan, serta perubahan gaya hidup pasien/terapi non-farmakologi. Komunikasi mahasiswa farmasi dalam memberikan KIE harus baik dari setiap poin yaitu dari awal perkenalan, informasi obat, dan pada akhir sesi konseling.

Hasil nilai KIE mahasiswa dari kedua penilai kemudian dibandingkan dan dilakukan uji t tidak berpasangan. Menggunakan uji t tidak berpasangan karena penilaian dilakukan oleh dua individu yang berbeda. Uji t diperoleh dari jumlah nilai KIE masing-masing mahasiswa. Hasil uji t pada kasus resep adalah p = 0,806, yang menunjukan bahwa jumlah nilai dari kedua penilai berbeda tidak bermakna. Sedangkan hasil uji t pada kasus resep adalah p = 0,095, yang berarti jumlah nilai dari kedua penilai berbeda tidak bermakna.

(26)

9

Cohen’s kappa 0,81-0,99 menandakan kesepakatan hampir sempurna. Zenk, et. al. (2007) mengatakan bahwa gold standar koefisien Kappa adalah 0,60-1,00. Pada kasus non resep diperoleh rata-rata Cohen’s kappa 0,885 yang menunjukan kesepakatan hampir sempurna, sedangkan pada kasus resep diperoleh rata-rata Cohen’s kappa 0,782 yang menunjukan kesepakatan substansial. Dari hasil penilaian KIE mahasiswa farmasi dapat dilihat bahwa pasien simulasi dapat membantu performa mahasiswa farmasi dalam melakukan KIE.

Keunggulan menggunakan Cohen’s kappa menurut Silcocks (1983) adalah tidak terpengaruh oleh jumlah nilai 0 yang dimasukkan. Cohen’s kppa digunakan untuk menilai kesepakatan antara 2 peneliti dan adanya proporsi untuk koreksi kesepakatan (Cohen, 1960).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pasien simulasi dilatih satu per satu dan dilakukan perekaman video untuk evaluasi performa pasien simulasi, pasien simulasi diseleksi untuk mendapatkan pasien simulasi terbaik melalui checklist penilaian pasien simulasi. Checklist penilaian pasien simulasi disesuaikan dengan skenario, sedangkan checklist penilaian KIE mahasiswa farmasi telah disesuaikan dengan poin-poin KIE berdasarkan literatur. Skenario yang dibuat berdasarkan literatur dan hasil wawancara praktisi apoteker, serta disesuaikan dengan syarat KIE.

(27)

10

APTFI, 2013, Naskah Akademik Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Kurikulum Pendidikan Farmasi, APTFI, 1-2, 8.

Bertawati, 2013, Profil Pelayanan Kefarmasian Dan Kepuasan Konsumen Apotek Di Kecamatan Adiwerna Kota Tegal, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 1–11.

Cohen, J., 1960, Coefficient of agreement for nominal scales. Educational and Psychological Measurement, 20:37-46.

Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013, Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Kesehatan, Yogyakarta, 34.

Depkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2012, Penyakit Tidak Menular, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 1.

Omega, A., dan Mansyur, M., 2013, Prevalensi Dispepsia Fungsional pada Pasien Dewasa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada Tahun 2010 dan Faktor-faktor yang Berhubungan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Perera et. al, 2009, Training Simulated Patients: Evaluation of A Training Approach Using Self-Assessment and Peer/Tutor Feedback to Improve Performance, BMC Medical Education, 9(37), 1-6. doi:10.1186/1472-6920-9-37.

Purwanti, A., Harianto, dan Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Di Apotek Dki Jakarta Tahun 2003,Majalah Ilmu Kefarmasian,I(2), 102–115.

Silcocks, 1983, Measuring repeatability and validity of histological diagnosis- a brief review with some practical examples, J Clin Pathol, 36, 1269-1275.

Viera, A. J., dan Garrett, J. M.,2005, Understanding Interobserver Agreement: The Kappa Statistic, Family Medicine, 37(5), 360-3.

(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)

21 Group Statistics

Penilai N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Nilai Apoteker 20 18.05 1.638 .366

(39)

22 Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Penilai_1 * Penilai_2 21 100.0% 0 .0% 21 100.0%

Penilai_1 * Penilai_2 Crosstabulation

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Measure of Agreement Kappa 1.000 .000 4.583 .000

N of Valid Cases 21

a. Not assuming the null hypothesis.

(40)

23

Kasus Maag Non Resep Kasus Maag Resep

Mahasiswa

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

1 17 0 17 0 1 1 20 0 20 0 1

X̅nilai Kappa 0,8846 nilai Kappa 0,7823

(41)

24

Gambar

Gambar 1. Rata-rata hasil penilaian performa PS kasus non resep .................... 7
Gambar 1. Rata-rata hasil penilaian performa PS kasus non resep

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan sistem ekonomi kapitalis seperti itu, menimbulkan Keadaan ini yang menyebabkan terjadinya eksploitasi sumber daya dengan alasan; apapun yang dikerjakan, adalah

Hick ey h as coaut hor ed and aut h ored sev eral paper s on Polarizat ion... Phy sical lay er im plement at ion s can b e cat eg or ized as eit her LAN or WAN

Pengaruh yang mengakibatkan orang di dalamnya untuk terlibat aktif dalam aktivitas yang lebih hebat, adalah pengaruh.... Prototip yang mempunyai keinginan yang sangat besar

sqouhie hllloir rc

Modal sosial akan lebih dapat tumbuh pada kondisi perekonomian. yang tumbuh, karena pada perekonomian yang tumbuh

Kristalisasi dari larutan dikategorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Secara umum, tujuan dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal dengan

Dengan melihat proses pengembangan modal sosial di dalam klaster cor logam Ceper mulai dari awal pertumbuhan/embrio, tumbuh dan dewasa serta penurunan dan transformasi ada

ne puryai sitdr sepeni ircd (tidak bc.sksi), kua( hh rerhadap k&amp;u$kaD, ugat baik sbagai bmicr !c.had.p bcndr pada! can, dar 96, lahm teftadap suhu linsgi.