• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisik dan Mekanik Kombinasi Serat Daun Nanas (Ananas sp.) dan Kitosan untuk Material Alat Penangkapan Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Fisik dan Mekanik Kombinasi Serat Daun Nanas (Ananas sp.) dan Kitosan untuk Material Alat Penangkapan Ikan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

i

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KOMBINASI SERAT

DAUN NANAS (

Ananas

sp

.)

DAN KITOSAN UNTUK

MATERIAL ALAT PENANGKAPAN IKAN

MUTH MAINNAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Fisik dan Mekanik Kombinasi Serat Daun Nanas (Ananas sp.) dan Kitosan untuk Material Alat Penangkapan Ikan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Muth Mainnah

(4)
(5)

5

RINGKASAN

MUTH MAINNAH. Sifat Fisik dan Mekanik Kombinasi Serat Daun Nanas

(Ananas sp.) dan Kitosan untuk Material Alat Penangkapan Ikan. Dibimbing oleh

DINIAH dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Penggunaan serat daun nanas merupakan langkah pengembangan material alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Penentuan kekuatan material alat penangkapan ikan antara lain dilakukan dengan uji kekuatan putus. Nilai kekuatan putus berkaitan dengan sifat fisik bahan uji yang mengarah pada struktur material itu sendiri. Serat alami, termasuk serat daun nanas, diketahui lebih mudah rusak dibandingkan dengan serat sintesis, sehingga diperlukan bahan penguat untuk memperpanjang masa pakainya. Bahan penguat yang bersifat biodegradable antara lain kitosan. Kitosan mudah diperoleh dan berasal dari limbah perikanan. Penelitian ini mengamati sifat fisik dan sifat mekanik tali daun nanas dengan bahan penguat kitosan.

Penelitian ini dilakukan terhadap serat daun nanas varietas cayanne dan queen

yang dikenal dengan nama latin Ananas sp.Dua faktor percobaan dalam penelitian ini adalah konsentrasi kitosan 1%, 1,5% dan 2% serta lama perendaman dalam kitosan 15 menit, 30 menit dan 45 menit. Panjang serat daun nanas setelah dipilin adalah 25 cm dengan diameter 0,50 – 0,54 cm. Ukuran panjang serat uji setelah dan sebelum diberi kitosan adalah tetap, sedangkan diameternya berselisih rata–rata 0,05 μm dari serat daun nanas tanpa kitosan. Komposisi pengawet kitosan dan perlakuan terbaik untuk serat daun nanas yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan, dilanjutkan dengan mengamati sifat fisik dan mekanik seratnya. Sifat fisik dan mekanik serat terdiri dari serat daun nanas kering dan serat daun nanas yang direndam dalam air laut selama 4 hari berturut–turut. Contoh uji yang digunakan tiap tahap pengujian masing–masing terdiri dari dua perlakuan, yaitu serat daun nanas tanpa kitosan dan yang berkitosan. Bahan uji yang digunakan adalah tali daun nanas yang dipilin dari 60 helai serat daun nanas.

Kadar air tali serat daun nanas pada pengujian tahap awal menghasilkan nilai rata-rata sebesar 14,9149 % dengan berat jenis sebesar 0,8822 g/cm3. Hasil terbaik

dari uji kekuatan putus serat daun nanas dengan pencelupan dalam kitosan 1% selama 45 menit dengan nilai kekuatan putus sebesar 183,7497 kgf/cm2. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa lama perendaman serat di dalam kitosan berpengaruh terhadap kekuatan putus serat daun nanas. Material untuk alat penangkapan ikan harus tahan terhadap perendaman dalam air. Kekuatan putus rata-rata tali daun nanas berkitosan lebih besar dibandingkan kekuatan putus tali daun nanas tanpa kitosan (172,0734 > 152,4089 kgf/cm2), selisih kekuatan putus

keduanya adalah 19,6645 kgf/cm2 atau sekitar 6%. Nilai kemuluran yang dihasilkan yaitu 3,11 cm untuk tali daun nanas berkitosan dan 3,60 cm untuk tali daun nanas tanpa kitosan. Kadar air dan berat jenis rata-rata tali daun nanas berkitosan lebih besar dibandingkan tali daun nanas tanpa kitosan. Hasil uji menggunakan rancangan acak lengkap menghasilkan nilai 0,722 > 0,05 untuk kadar air dan 0,738 > 0,05 untuk berat jenis. Artinya, pemberian kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air dan berat jenis tali daun nanas.

(6)

6

248,7805 % untuk tali uji tanpa kitosan. Berat jenis rata-rata tali daun nanas berkisar antara 0,2235 – 0,4231 g/cm3 untuk yang diberi pengawet kitosan dan 0,2235 – 0,4268 g/cm3 untuk tali daun nanas tanpa kitosan. Peningkatan nilai kadar air memberikan pengaruh pada nilai kekuatan putus serat uji, karena tingginya kandungan air pada tali daun nanas diduga dapat mempercepat tumbuhnya bakteri, sehingga menyebabkan terjadinya pembusukan. Selain itu, nilai berat jenis suatu material perlu diketahui, karena akan berpengaruh terhadap performa alat penangkapan ikan ketika dioperasikan. Analisis tersebut penting dalam menentukan material alat penangkapan ikan. Berdasarkan nilai berat jenis serat daun nanas yang diperoleh dalam penelitian ini, maka serat ini cenderung mengapung di dalam air tawar dan air laut (0,9178 < 1,00 g/cm3 dan 1,025 g/cm3). Kekuatan putus dan

kemuluran tali serat nanas kontrol menurun (186,8659 kgf/cm2) setelah direndam selama 4 hari, sedangkan kekuatan putus tali serat nanas berkitosan (269,6212 kgf/cm2)dan kemulurannya mulai menurun setelah direndam selama 3 hari. Hal ini

menunjukkan bahwa kekuatan serat daun nanas bertahan dalam perendaman air laut selama 3 – 4 hari berturut–turut. Jika lewat dari 4 hari maka akan mulai terjadi penurunan kekuatan, artinya pada serat daun nanas mulai terjadi kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat dianggap bahwa sudah mulai terjadi degradasi pada tali daun nanas saat perendaman dalam air laut.

Berdasarkan hasil uji sifat fisik dan mekanik yang telah dilakukan, tali daun nanas dapat dijadikan material alat penangkapan ikan. Penggunaan serat daun nanas berkitosan sebagai pengganti material alat penangkapan ikan sintesis diharapkan dapat memberikan dampak baik terhadap lingkungan, yaitu mengurangi penggunaan berbagai macam material sintesis yang membutuhkan waktu lama untuk terurai di alam.

(7)

7

SUMMARY

MUTH MAINNAH. Physical and Mechanical of Pineapple Leaf Ropes and Chitosan Combination for Fishing Gear Material. Supervised by DINIAH and BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Utilization of pineapple leaf fiber is an eco-friendly development step of fishing gear material. Breaking strength tester is used to determined the material strength of fishing gear. Breaking strength value related to the physical properties of a material which lead to the structure of the material itself. Natural fibers, including pineapple leaf fiber, known to be more easily damaged than the synthetic one, so, reinforcement material to prolong its life is required. One of the reinforcement materials which is biodegradable is chitosan. Chitosan is easily obtained and extracted from fisheries waste. This research is focus to observe about physical and mechanical properties of the pineapple leaf rope with chitosan as a reinforcement material.

This research was conducted on cayenne and queen varieties of pineapple leaf rope which is known by the Latin name as Ananas sp. Two factors of the experiment in this research were chitosan concentrations 1%, 1,5%, and 2% and soaking time in chitosan during 15 minutes, 30 minutes and 45 minutes. The length of pineapple leaf rope after twisted was 25 cm with diameter 0,50 – 0,54 cm. The length size of tested rope before and after soaked by chitosan was constant, whereas the average difference of its diameter is 0,05 μm from pineapple leaf rope without chitosan. The composition of chitosan and the best treatment for pineapple leaf rope in the preliminary research was continued by finding out about physical and mechanical properties of its rope. Physical and mechanical properties of pineapple leaf ropes are the dry one and the soaked one in seawater during 4 days successively. The samples test which used in every step of each experimentation were consisted of two experiments that are pineapple leaf ropes with and without chitosan. The experiment samples used is pineapple leaf rope which twisted from 60 strands of pineapple leaf fiber.

The average water content of pineapple leaf ropes in first step experiment resulted in 14,9149 % with 0,8822 g/cm3 specific gravity. The best result came from breaking strength test of pineapple leaf ropes which soaked in chitosan 1% during 45 minutes with breaking strength was 183,7497 kgf/cm2. Statistic analysis result showed that soaking time of pineapple leaf rope in chitosan was affected for its breaking strength. The material of fishing gear must be tough against immersion in water. The average breaking strength of pineapple leaf ropes with chitosan was stronger than the ones without chitosan (172,0734 > 152,4089 kgf/cm2), the both difference of breaking strength were 19,6645 kgf/cm2 or about 6%. The elongation resulted was 3,11 cm for pineapple leaf rope with chitosan and 3,60 cm without one. The result of Complete Random Design analysis are 0,722 > 0,05 for water

content and 0,738 > 0,05 for specific gravity. It means chitosan didn’t give real

influential to water content and specific gravity of pineapple leaf ropes.

(8)

8

for ropes without chitosan. The increasing of water content affected for its breaking strength, that was fathomed high water content caused the acceleration number of the sample test bacterium until decomposition happened. Moreover, the specific gravity of material must be known, because will be affected by fishing gear performance while operated. The analysis is important when determining material for fishing gear. Based on its specific gravity values from this research, then it tends to float in freshwater and seawater (0,3980 < 1,00 and 1,025 g/cm3). The breaking strength of pineapple leaf rope without chitosan was decreased (186,8659 kgf/cm2)

and the elongation was increased after soaked in seawater for 4 days, whereas the breaking strength of ropes with chitosan (269,6212 kgf/cm2) and its elongation was decreased after soaked for 3 days. It shows that its breaking strength last in seawater soaking for 3 – 4 days successively. If more than 4 days, it will start for strength decreasing, meaning that the pineapple leaf rope will start to damage. The damage which occurs can be considered that the degradation is already occurring on a leash when the pineapple leaf rope soaked in seawater.

Based on the test results of physical and mechanical properties that have been done, pineapple leaf rope can be used as the material of fishing gear. The utilization of pineapple leaf rope with chitosan as a substitution for the synthetic one is expected to give a good impact on the environment, which is to reduce the utilization of various synthetic material that needs more time to decomposed in nature.

(9)

9

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

11

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KOMBINASI SERAT DAUN

NANAS (

Ananas

sp.) DAN KITOSAN UNTUK MATERIAL

ALAT PENANGKAPAN IKAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

MUTH MAINNAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

12

(13)
(14)
(15)

13

PRAKATA

Topik penelitian mengenai serat daun nanas belum banyak dilakukan, khususnya terkait dengan teknologi alat penangkapan ikan. Tesis ini berisi informasi tentang karakteristik fisik dan mekanik serat daun nanas sebagai bahan alat penangkapan ikan. Penulis berharap agar tesis ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang sifat serat daun nanas yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan konstruksi alat penangkapan ikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr Ir Diniah, MSi dan Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi selaku Komisi Pembimbing, yang telah mengarahkan dan mengajarkan banyak hal kepada penulis. Penyusunan tesis ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1 Dr Pipih Suptijah, MBA yang telah banyak membagi ilmu, saran dan arahan kepada penulis;

2 Seluruh dosen dan staf pegawai Program Studi Teknologi Perikanan Laut yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB;

3 Ayah (Muh. Yusuf D), ibu (Nur Haeda), kakak kandung (Sukma Irawaty) dan kakak ipar (Said Arfandi), serta seluruh keluarga besar di Kepulauan Selayar. Terimakasih atas motivasi dan doa yang diberikan selama ini;

4 Teman – teman seperjuangan TPL 2014 atas kebersamaannya;

5 Teman – teman PERMAS JABODETABEK Kepulauan Selayar, terkhusus kepada Ahmad Zulfikar, Budi Wardiman , Fitrah Arfandi, Miftahul Jannah, Iffa Fadhilah, Sri Maria Ulfa, Nurul Mukhlisa, Mustika Rini dan Kak Syamsul; 6 Teman – teman Yuni Kost (Neng Saadah, Liseu, Shofiatu Rahmah Sugis) dan

teman – teman Puri Prasetya yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu;

7 Teman – teman PSP 47 terkhusus kepada Febrina Berlianti, Aprilia Syahputri dan Muh. Yogi Prayoga, serta kakak senior di PSP (Abgusta Fajri Wiranata, Rahman Hakim dan Gunawan Wicaksono).

Penulis berharap tesis ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan isi tesis. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi banyak orang.

Bogor, April 2016

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii DAFTAR LAMPIRAN iii DAFTAR ISTILAH iv 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 4 Kerangka Pemikiran 4 2 METODE PENELITIAN 6

Tempat dan waktu 6

Bahan dan Peralatan 6 Metode Pengumpulan Data 7

Metode Analisis Data 11 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Sifat Fisik 13

Sifat Mekanik 18

4 SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 33

(18)

ii

DAFTAR TABEL

1 Rancangan percobaan perendaman tali daun nanas dalam kitosan pada

penelitian pendahuluan 8

2 Rancangan percobaan perendaman tali daun nanas sebelum direndam dalam

air laut 8

3 Rancangan percobaan perendaman tali daun nanas dalam air laut 9

4 Pembanding Kolmogorov - Smirnov 11

5 Sifat fisik serat daun nanas uji 13

6 Nilai kadar air tali daun nanas berkitosan dan tanpa kitosan 14

7 Komposisi kimia daun nanas 15

8 Nilai berat jenis tali daun nanas berkitosan dan tanpa kitosan 17 9 Nilai kekuatan putus tali daun nanas pada penelitian pendahuluan 18 10 Nilai kekuatan putus tali daun nanas tanpa kitosan dan berkitosan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 5

2 Serat daun nanas sebelum dipilin dan setelah dipilin 6 3 Pencelupan serat daun nanas dalam kitosan, penjemuran serat daun nanas

hingga kering dan penyimpanan serta pemberian label serat daun nanas

sesuai dengan perlakuan yang diberikan 7

4 Tampilan tali daun nanas pada uji sifat mekanik dengan Universal Testing Machine 10 5 Tampilan uji kemuluran dan kekuatan putus tali daun nanas pada

Universal Testing Machine 10 6 Nilai kadar air tali daun nanas hasil perendaman dalam air laut 15 7 Nilai berat jenis tali daun nanas hasil perendaman dalam air laut 17 8 Permukaan serat daun nanas melalui citra SEM 20

(19)

10 Kurva hubungan beban dan kemuluran tali daun nanas tanpa kitosan dan

berkitosan 22

11 Kurva hubungan beban dan kemuluran tali daun nanas hasil perendaman

dalam air laut 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat dan bahan penelitian 33 2 Tabel nilai kadar air dan berat jenis tali daun nanas sebelum perendaman air laut 34 3 Uji normalitas dan rancangan acak lengkap kadar air dan berat jenis

tali daun nanas sebelum dan setelah perendaman dalam air laut 35 4 Tabel nilai kadar air dan berat jenis tali daun nanas pada perendaman

dalam air laut 39

5 Nilai beban dan kemuluran rata-rata tali daun nanas tanpa kitosan

hasil perendaman dalam air laut 40 6 Nilai beban dan kemuluran rata-rata tali daun nanas berkitosan

hasil perendaman dalam air laut 41 7 Nilai beban dan kemuluran rata-rata tali daun nanas tanpa perendaman

dalam air laut 42 8 Nilai kekuatan putus (σ) tali daun nanas tiap perlakuan pada penelitian

pendahuluan 43 9 Nilai kekuatan putus (σ) tali daun nanas sebelum perendaman dalam

air laut 45 10 Hasil uji normalitas dan rancangan acak lengkap nilai kekuatan putus (σ)

(20)

iv

Chitosan (kitosan) : Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui

reaksi kimia dengan tahap-tahap deproteinisasi, demineralisasi, depigmentasi, dan deasetilasi (Tanasale

et al. 2012).

Decorticator : Sebuah mesin pemisah yang digunakan untuk

memisahkan serat dari daunnya, terdiri dari suatu silinder atau drum yang dapat berputar pada porosnya (Hidayat 2008).

Kadar air : Persentasi kandungan air pada suatu material (Dumanauw 2001).

Keawetan : Daya tahan alami suatu material terhadap organisme perusak, seperti jamur, serangga dan penggerek dimana material tersebut dipergunakan (Sumarni dan Muslich 2004).

Kekakuan (stiffnes) : Kemampuan suatu material untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya deformasi Satuan kekakuan adalah N/m (Klust 1987). Kekuatan putus : Kemampuan material dalam menahan gaya (beban)

yang diberikan hingga material tersebut putus. Satuan kekuatan putus adalah kgf/cm2 (Klust 1987).

Kemuluran : Pertambahan panjang dari suatu contoh uji yang menggunakan ketegangan. Satuan kemuluran adalah meter (Klust 1987).

Kitin (chitin) : Bentuk molekul yang hampir sama dengan selulosa, yaitu suatu bentuk polisakarida yang dibentuk dari molekul-molekul glukosa sederhana yang identik (Tanasale et. al. 2012).

Kilogram force

(kgf)

(21)

Nelayan : Orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (UU Perikanan No. 45 tahun 2009, Pasal 1 Ayat 10).

Regangan (strain) : Perubahan bentuk yang dialami sebuah benda jika dua buah gaya yang berlawanan arah (menjauhi pusat benda) dikenakan pada ujung-ujung benda (Jabbour dan Yaniv 2001).

Selulosa : Karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman (Artati et al. 2009).

Serat : Suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh (Hidayat 2008).

Sifat fisik : Sifat-sifat material yang mengarah pada struktur material itu sendiri (Jabbour dan Yaniv 2001).

Sifat mekanik : Respon atau perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya (Mardikanto et al. 2011).

Tegangan (stress) : perbandingan antara gaya tarik yang bekerja terhadap luas penampang benda (Jabbour dan Yaniv 2001).

(22)
(23)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar nelayan menggunakan material sintesis untuk bahan jaring dan tali temali pada alat penangkapan ikan yang digunakan. Ketika jaring rusak dan tali-temali putus pada saat alat tangkap dioperasikan, nelayan seringkali langsung membuang potongan jaring yang rusak atau tali temali yang putus tersebut ke laut. Ini membuat penumpukan sampah plastik di laut semakin meningkat. Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia menempati peringkat kedua untuk produksi sampah plastik mencapai 187,2 juta ton dengan jumlah sampah plastik di laut mencapai 1,29 juta ton. Dijelaskan dalam Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia ke-5 tahun 2015, bahwa polimer material sintetis berbahan dasar minyak bumi memiliki ikatan yang kompleks, sehingga sulit terdegradasi secara biologis oleh bakteri. Penggunaan material sintesis pada alat penangkapan ikan ini dapat memicu terjadinya penumpukan sampah plastik yang menyebabkan pencemaran lingkungan yang cukup serius. Hal tersebutlah yang menjadi dasar perlunya penelitian mengenai material alami yang lebih mudah terdegradasi untuk meminimalisir penggunaan serat sintesis.

Beberapa contoh serat berbahan baku sintetis untuk alat penangkapan ikan yang banyak digunakan oleh nelayan antara lain polyamide, polyethylene dan polyvinyl chloride. Serat sintesis tersebut berasal dari bahan baku kimia yang tidak dapat diperbaharui, sehingga tidak ramah lingkungan. Hal ini mendorong perlunya material alat penangkapan ikan yang tersusun dari bahan baku alami agar dapat mengurangi penggunaan serat sintetis atau bahkan bisa menggantikan penggunaan bahan sintetis pada pembuatan alat penangkapan ikan. Maka dari itu, perlunya dilakukan pengembangan teknologi pemanfaatan serat alami khusus di bidang bahan alat penangkapan ikan.

Salah satu serat alami yang memiliki banyak keunggulan di berbagai sektor adalah serat daun nanas. Pemanfaatan serat daun nanas s ebagai bahan baku tekstil diantaranya bahan benang dan kain, berbagai jenis kerajinan tangan seperti tas, hiasan rumah, gantungan kunci, interior mobil, bahan baku pembuatan furniture,

farmasi, kesehatan, pertanian dan bioteknologi. Belum ada penelitian khusus mengenai serat daun nanas yang dapat digunakan untuk materilal alat penangkapan ikan. Material lain yang berasal dari serat alami tumbuhan yang dapat dijadikan material alat penangkapan ikan antara lain rami (Boehmeria nivea) (Lenkosmanerri 1998), rumput teki (Fimbristylis sp.) (Nofrizal et al. 2011), dan hasil penelitian terbaru yaitu rumput bundung (Scirpus grossus) (Zuldry et al. 2015) serta batang pisang kepok (Musa balbisalana) dan yute (Corchorus capsularis) (Zaki et al.

2015).

Penggunaan serat daun nanas merupakan salah satu langkah pengembangan material bahan alat penangkapan ikan alami. Tumbuhan ini sangat luas penyebarannya, dapat ditemukan di daerah tropik dan daerah subtropik (Setyawan

(24)

2

putus sebesar 42,33 kg/mm2 untuk serat daun nanas tanpa pengawet dan 21,65

kg/mm2 untuk fiberglass. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dinyatakan bahwa serat daun nanas memiliki potensi sebagai bahan baku alat penangkapan ikan.

Syarat terpenting yang harus dipenuhi dalam penggunaan bahan alat penangkapan ikan yaitu memiliki ketahanan dalam air yang baik. Salah satu kekurangan serat alami adalah sangat mudah menyerap air dan rentan terhadap pembusukan. Oleh sebab itu, perlu bahan pelapis serat sebagai pengawet yang berfungsi menghambat tumbuhnya bakteri yang dapat menyebabkan serat mudah rusak. Pengawet yang dapat digunakan adalah ter aspal, ter kayu dan carbolin.

Masing–masing bahan diberi campuran bensin. Cara lainnya yaitu menggunakan larutan ‘catechu’ atau ekstrak kulit kayu ‘cutch’ (Klust 1987). Bahan–bahan kimia tersebut dapat larut di dalam air sehingga dapat mencemari air laut yang berdampak kepada sumberdaya hayati perairan. Kehidupan biota laut dapat terganggu akibat pencemaran bahan kimia tersebut.

Kitosan berasal dari limbah perikanan seperti cangkang kepiting, kulit udang, cangkang kerang dan jenis krustasea lain yang sering dikonsumsi sehari–hari. Kitosan mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, karena efisiensi daya hambat kitosan terhadap bakteri bergantung pada konsentrasi pelarutan kitosan. Kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardaniati dan Setyaningsih 2009). Selain itu, kitosan juga mempunyai sifat

biodegradable, yaitu mudah terurai secara hayati, tidak beracun dan tidak larut dalam air. Mahmiah (2005) juga menambahkan bahwa pelarut yang baik untuk kitosan adalah asam asetat, sehingga kitosan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pelarut dari asam asetat.

Penelitian mengenai serat alami untuk bahan alat penangkapan ikan pernah dilakukan oleh Nofrizal et al. (2011) yang memanfaatkan rumput teki (Fimbristylis

sp.), linggi (Penicum sp.) dan sianik (Carex sp.). Penelitian mengenai serat daun nanas sebagai bahan alat penangkapan ikan belum pernah dilakukan. Belum banyak yang mengetahui bahwa daun nanas memiliki kandungan selulosa yang tinggi yang dapat menghasilkan serat yang kuat. Daud et al. (2014) menjelaskan bahwa kualitas serat yang dihasilkan dari suatu material alami bergantung pada tiga komposisi kimia yaitu, kadar selulosa, hemiselulosa dan holoselulosa. Daun nanas memiliki kandungan komposisi kimia yang sangat baik jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Kadar selulosa daun nanas mencapai 66,2%, holoselulosa 85,7% dan hemiselulosa 19,5%. Selain itu, serat alami mudah hancur oleh mikro organisme, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk terurai di alam. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai kekuatan serat daun nanas. Penelitian-penelitian bahan alat penangkapan ikan sejenisnya akan dijadikan masukan dalam membahas hasil penelitian ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi baru mengenai kekuatan serat daun nanas sebagai material alat penangkapan ikan alami di bidang perikanan tangkap, yang juga akan memunculkan penelitian–penelitian baru lainnya.

(25)

dibutuhkan material yang memiliki kuatan tinggi dengan ketahanan rendam dalam air yang baik. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian mengenai sifat fisik dan mekanik tali daun nanas untuk material alat penangkapan ikan ini perlu dilakukan.

Perumusan Masalah

Sebagian besar bahan alat penangkapan ikan terbuat dari bahan sintetis. Bahan sintesis sulit terdegradasi, sehingga tidak ramah lingkungan. Bahan sintesis membutuhkan waktu yang lama untuk terurai di alam. Ini menjadi dasar perlunya bahan alami yang dapat digunakan sebagai material alat penangkapan ikan. Alasannya adalah karena serat alami mudah hancur oleh mikro organisme sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk terurai di alam. Keunggulan lainnya jika digunakan sebagai material alat tangkap adalah tahan terhadap korosi, seperti yang biasa terjadi pada material besi, baja maupun aluminium. Selain itu, tumbuhan ini sangat luas penyebarannya, dapat ditemukan di daerah tropik dan daerah subtropik (Setyawan et al. 2012).

Material serat alami yang berasal dari tumbuhan dan dapat dijadikan material alat penangkapan ikan antara lain serat daun nanas (Ananas sp.). Penelitian mengenai serat daun nanas sebagai material alat penangkapan ikan belum pernah dilakukan. Kendala yang ditemui pada serat daun nanas adalah cenderung mudah busuk (rusak) dibandingkan dengan bahan sintesis, sehingga dibutuhkan bahan penguat yang dapat memperpanjang daya awetnya. Pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan. Bebarapa masalah yang harus dikaji agar dapat menghasilkan tali daun nanas sebagai material alami untuk alat penangkapan ikan, yaitu:

1. Dapatkah tali daun nanas digunakan sebagai material alami untuk alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan ?

2. Berapa besar kekuatan putus tali daun nanas ?

3. Berapa konsentrasi kitosan dan lama perendaman serat daun nanas dalam kitosan yang paling baik?

4. Apakah pengawet kitosan memberikan pengaruh terhadap kekuatan putus tali daun nanas ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sifat fisik material serat daun nanas (Ananas sp.) sebagai alternatif bahan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan;

2. Menghitung kekuatan putus material tali daun nanas (Ananas sp.) sebagai alat penangkapan ikan; dan

3. Menentukan pengaruh pengawet kitosan terhadap kekuatan putus tali daun nanas.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

(26)

4

2. Memberikan informasi kepada pelaku perikanan tangkap terkait bahan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Tali daun nanas (Ananas sp.) dapat digunakan sebagai alternatif bahan alat penangkapan ikan alami yang ramah lingkungan; dan

2. Tali daun nanas memiliki kekuatan putus dan kemuluran yang baik untuk dijadikan material alat penangkapan ikan.

Kerangka Pemikiran

Bahan alat penangkapan ikan sebagian besarnya menggunakan bahan sintesis yang diketahui tidak ramah lingkungan karena tidak bersifat biodegradable. Hal tersebut menjadi dasar perlunya bahan alami yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan sintetis. Salah satu bahan alami yang dapat dijadikan solusi dari permasalahan tersebut adalah penggunaan serat daun nanas sebagai material alat penangkapan ikan. Penelitian ini hanya sebatas menguji sifat fisik dan sifat mekanik serat daun nanas hingga diketahui bahan tersebut dapat dijadikan material alat penangkapan ikan. Sifat fisik serat daun nanas yang akan diteliti meliputi diameter, kadar air dan berat jenis serat, sedangkan sifat mekaniknya yaitu kekuatan putus dan kemuluran serat.

Permasalahan lain dari serat alami adalah daya awetnya yang rendah, karena mudah membusuk, terutama jika direndam di dalam air. Sehubungan dengan ini, maka dibutuhkan pengawet untuk menambah kekuatan putus tali daun nanas. Kitosan adalah salah satu polisakarida kationik alami yang diperoleh dari destilasi kitin yang banyak terdapat di alam. Kitosan dapat menghambat proses berkembangnya bakteri. Perendaman tali daun nanas ke dalam kitosan diharapkan dapat bersifat mengawetkan dan menguatkan tali. Pengujian dilaksanakan melalui uji laboratorium yang dilakukan dengan menggunakan beberapa perlakuan dan satu kontrol. Serat daun nanas yang menjadi kontrol ini tidak mendapatkan perlakuan apapun.

(27)

Gambar 1 Kerangka pemikiran. Penggunaan material sintesis tidak ramah lingkungan

Serat alami bersifat ramah lingkungan namun mudah rusak

Serat daun nanas + larutan kitosan

Sifat fisik:

1. Pengukuran diameter; 2. Berat jenis; dan 3. Kadar air.

Sifat mekanik:

1. Uji kekuatan putus; dan 2. Uji kemuluran.

Keawetan dan kekuatan putus serat daun nanas

Bahan alat penangkan ikan yang ramah lingkungan Penumpukan sampah plastik di laut antara lain berasal dari bahan

(28)

6

2 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental laboratorium. Penelitian meliputi pengamatan sifat fisik dan pengujian sifat mekanik serat daun nanas. Sifat fisik yang diamati meliputi diameter, panjang, kadar air dan berat jenis serat daun nanas, sedangkan sifat mekanik menghitung kekuatatan putus (breaking strength) dan kemuluran (elongation) serat daun nanas.

Tempat dan Waktu

Penelitian berlangsung selama 3 bulan, antara Januari – Maret 2016. Sampel yang digunakan adalah tanaman nanas yang berasal dari Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kitosan yang digunakan berasal dari limbah perikanan yang diperoleh dari Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Tingkah Laku Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Teknik Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (Lampiran 1a):

1. Serat daun nanas varietas Cayenne dan Queen yang dipilin menjadi tali sebagai bahan uji. Panjang alami serat daun nanas berkisar antara 50 – 100 cm dengan diameter 0,008 – 0,009 cm;

2. Cairan akuades; 3. Air laut; dan

4. Larutan kitosan asetat konsentrasi 1%, 1,5% dan 2% sebagai bahan pengawet. Pembuatan tali serat daun nanas untuk bahan uji dilakukan sebagai berikut (Gambar 2):

1. Menyiapkan 30 helai serat daun nanas dengan panjang 95 – 100 cm, kemudian serat tersebut dilipat menjadi dua bagian sehingga helaian seratnya menjadi 60 helai;

2. Memilin 60 helai serat daun nanas ke arah kanan hingga menjadi seutas tali; dan 3. Tali untuk bahan uji disiapkan sepanjang 25 cm diukur dari bagian serat daun

nanas yang dilipat dan diameter tali berkisar 0,50 – 0,54 cm.

(a) (b)

(29)

Pembuatan tali bahan uji dilakukan sebanyak 68 utas untuk pengujian breaking strength, dengan rincian sebagai berikut:

a. 19 utas tali tanpa kitosan;

b. 31 utas tali untuk perlakuan perendaman dalam kitosan 1%; c. 9 utas tali untuk perlakuan perendaman dalam kitosan 1,5%; dan d. 9 utas tali untuk perlakuan perendaman dalam kitosan 2%.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (Lampiran 1b): a. Wadah plastik digunakan untuk pencelupan serat daun nanas dalam kitosan; b. Pembungkus plastik untuk wadah sampel serat daun nanas;

c. Kamera untuk dokumentasi; d. Penggaris 60 cm;

e. Gunting;

f. Mikroskop digital; g. Gelas ukur;

h. Timbangan digital kapasitas 200 gr × 0,001 gr; i. Oven listrik;

j. Desikator;

k. Jangka sorong; dan

l. Universal Testing Machine (UTM) untuk mengukur kekuatan tarik serat.

Metode Pengumpulan Data

Perlakuan uji diberikan secara bertingkat, yaitu pemberian pengawet kitosan dan perendaman serat daun nanas dalam air laut. Pemberian pengawet kitosan sebagai perlakuan dilakukan pada penelitian pendahuluan. Hasil terbaik dari penelitian pendahuluan digunakan untuk pengujian lanjutan dengan perlakuan perendaman air laut.

Perendaman dalam kitosan dilakukan pada serat daun nanas selama waktu tertentu. Setelah direndam, serat daun nanas dikeringkan terlebih dahulu selama kira–kira 2 jam (Gambar 3), selanjutnya dilakukan pemilinan dengan cara yang sama pada tali kontrol. Jumlah tali yang digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah 36 utas dengan perlakuan sebagai berikut (Tabel 1):

a. Perendaman dalam kitosan dengan konsentrasi 1%, 1,5% dan 2%; dan b. Lama perendaman adalah 15 menit, 30 menit dan 45 menit.

Gambar 3 a) Pencelupan serat daun nanas dalam kitosan; b) Penjemuran serat daun nanas hingga kering; dan c) Penyimpanan dan pemberian label serat daun nanas sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

(30)

8

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, dilakukan pengamatan sifat fisik dan pengujian breaking strength terhadap hasil terbaik. Selanjutnya bahan uji ini disebut tali tanpa kitosan dan tali berkitosan. Pengujian dilakukan sebanyak 10 ulangan (Tabel 2). Bahan uji tali tanpa kitosan juga dijadikan kontrol pada perlakuan perendaman tali uji di dalam air laut.

Tabel 2 Rancangan percobaan perendaman tali daun nanas sebelum direndam dalam air laut

Ulangan Uji Sifat Mekanik (kgf/cm

2) (i)

Serat Daun Nanas Serat Daun Nanas + kitosan

1 X.1 X.1

(31)

Tabel 3 Rancangan percobaan perendaman tali daun nanas dalam air laut

Keterangan:

i = 1, 2, 3 = kgf/cm2

j = 1, 2, 3 = kgf/cm2 3 ulangan

k = 1, 2, 3, 4 = hari

Pengamatan sifat fisik dilakukan sebelum pengujian sifat mekanik tali daun nanas, yaitu:

1. Pengukuran diameter dan panjang tali daun nanas;

Diameter setiap serat dan tali daun nanas diukur menggunakan mikroskop digital;

2. Pengamatan warna dan kesan raba; 3. Penentuan berat jenis;

a. Mengukur berat dan volume awal tali daun nanas.

b. Mengeringkan tali daun nanas di dalam oven bersuhu 100o - 103o C selama

24 jam.

c. Mendinginkan tali daun nanas dalam desikator selama 15 menit. d. Menimbang berat tali daun nanas.

e. Menghitung berat jenis tali daun nanas menggunakan rumus (Pauliza et al.

2008):

4. Penentuan kadar air tali daun nanas menggunakan rumus (Arinana 1997 dalam

(32)

10

= arah penarikan beban

Pengujian sifat mekanik yang dilakukan menggunakan alat yang disebut dengan

Universal Testing Machine (UTM) atau breaking strength tester. Cara kerja alat adalah sebagai berikut:

1. Menghidupkan Universal Testing Machine (UTM) dan monitor komputer; 2. Mengikatkan tali daun nanas pada grib atas dan grib bawah (Gambar 4). Jarak

antar grib diatur sebesar 12 cm;

Gambar 4 Tampilan tali daun nanas pada uji sifat mekanik dengan Universal Testing Machine.

3. Memasang grib atas pada mesin breaking strength tester dengan sensor tegangan lewat engsel (joint);

4. Mengatur kecepatan penarikan pada komputer yaitu sebesar 5 mm/menit dengan jumlah sampel maksimum tiap penarikan adalah 10 sampel. Menuliskan nilai diameter bahan uji dan jarak antar grib atas dan bawah yaitu 12 cm;

5. Melakukan penarikan tali daun nanas hingga putus (Gambar 5). Hasil uji akan muncul dalam layar komputer;

(a) (b) (c)

Gambar 5 Tampilan uji kemuluran dan kekuatan putus tali daun nanas pada

Universal Testing Machine saat tali uji (a) awal terpasang pada grib;

(b) dengan tegangan awal; dan (c) putus.

(33)

Semua perhitungan statistik parametrik harus memiliki asumsi normalitas sebaran. Teori probabilitas selalu menggunakan distribusi normal sebagai model dari distribusi kontinyu dalam sebuah data. Penerapan distribusi normal ini diterapkan dalam berbagai masalah. Teori sebaran normal yang digunakan adalah uji normalitas Kolmogorov – Smirnov.

Uji Kolmogorov – Smirnov menggunakan data dasar berupa data yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Luasan kurva normal dapat dihitung melalui nilai Z sebagai probabilitas kumulatif normal, sehingga data terlebih dahulu perlu ditransformasikan dalam nilai Z. Probabilitas normal yang diperoleh tersebut dicari nilai bedanya dengan probabilitas komulatif empiris. Beda terbesar dibanding dengan tabel pembanding Kolmogorov – Smirnov (Tabel 4) (Cahyono 2006). Tabel 4 Pembanding Kolmogorov – Smirnov

No. Xi =�� − �

Z : transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal;

Fr : probabilitas komulatif normal;

FT : kumulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi

Zi, dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva dapat disimpulkan bahwa data menyebar normal. Sebaliknya jika p-value kurang dari α, maka data tidak menyebar normal. Uji lanjut yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).

(34)

12

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Persamaan rancangannya dirumuskan sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2000):

Yij = μ + i + εij

Keterangan :

Yij = respon perlakuan perendaman tali uji dalam air laut ke-i ulangan ke-j;

μ = rata-rata umum;

i = pengaruh perlakuan lama perendaman serat uji dalam air laut ke-i; dan

εij = pengaruh galat percobaan.

Uji yang dilakukan yaitu uji F dengan selang kepercayaan 95%. Jika Fhit > Ftab (0,05) maka tolak H0 yang berarti perlakukan lama perendaman akan memberikan

pengaruh nyata terhadap kekuatan tarik serat uji. Apabila Fhit < Ftab (0,05) maka terima H0 yang berarti lama perendaman tidak memberikan pengaruh yang nyata

(35)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik A.Sifat fisik serat daun nanas

Ukuran panjang serat daun nanas setelah dan sebelum diberi kitosan adalah tetap, sedangkan nilai diameter rata–rata berselisih 0,05 μm diukur menggunakan mikroskop digital, lebih besar dari serat daun nanas tanpa kitosan. Sifat fisik pada serat daun nanas yang dilihat secara visual adalah kehalusan dan warna seratnya. Serat yang telah dicelupkan ke dalam kitosan memiliki tekstur benang yang lebih kasar namun tidak kaku, sedangkan warnanya berubah menjadi sedikit gelap (Tabel 5).

Tabel 5 Sifat fisik serat daun nanas uji

Parameter Serat daun nanas

Tanpa kitosan Berkitosan

Warna Coklat terang Coklat gelap

Kesan raba Kasar dan kaku Kasar dan tidak kaku

Diameter (μm) 80-90 80,05 – 90

Pembentukan tali daun nanas dilakukan setelah serat daun nanas diberi perlakuan perendaman dalam kitosan. Tali daun nanas tanpa kitosan memiliki warna coklat muda dan kesan raba yang kasar serta kaku, namun setelah direndam dalam kitosan warnanya menjadi coklat gelap dan kekakuannya berkurang. Tidak ada perubahan diameter yang terjadi pada tali daun nanas sebelum dan setelah direndam dalam kitosan. Diduga hal ini disebabkan karena serat daun nanas menyerap kitosan masuk ke dalam susunan jaringan serat yang paling dalam, sehingga tidak mempengaruhi ukuran diameter serat. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Daud et al. (2014) bahwa penyerapan cairan pada permukaan daun dalam jumlah yang sangat banyak di dalam dinding sel akan meningkat saat kondisi kering hingga kondisi basah sebesar 15 - 20 %, dimana hal tersebut dapat menyebabkan perubahan dimensi ketika terjadi perubahan kelembaban.

Perbedaan sifat fisik tali daun nanas sebelum dan setelah direndam dalam air laut adalah perubahan warna yang sedikit gelap dan muncul bintik-bintik hitam pada serat. Selain itu, perendaman tali daun nanas dalam air laut membuat kekakuan tali menjadi berkurang.

B. Kadar air tali daun nanas

(36)

14

tanpa kitosan. Sebaran nilai kadar air tali daun nanas berkitosan dan tanpa kitosan dapat dilihat pada Tabel 6 dan lebih lengkap pada Lampiran 2.

Tabel 6 Nilai kadar air tali daun nanas berkitosan dan tanpa kitosan

Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai kadar air tersebar normal

dengan nilai signifikansi 0,905 > 0,05. Hasil uji menggunakan rancangan acak lengkap menghasilkan nilai 0,722 > 0,05 (Lampiran 3), artinya pemberian kitosan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai kadar air tali daun nanas.

Nilai kadar air berpengaruh terhadap daya lekat pengawet yang digunakan pada suatu material. Menurut Klust (1987), pengaruh bahan pengawet tergantung pada kemampuan melekat antara zat pengawet dengan serabut yang diawetkan. Daya lekat pengawet terhadap serat bergantung pada kadar air serat tersebut. Reaksi kimia seperti oksidasi dipengaruhi oleh jumlah air dalam suatu material. Berdasarkan penelitian analisis morfologi oleh Daud et al. (2014) menggunakan analisis morfologi permukaan dengan metode Scanning Electrone Microscope (SEM), terlihat kandungan, susunan dan kekompakan atau kepadatan struktur dari daun nanas seperti tercantum dalam Tabel 7. Kadar air daun nanas sangat tinggi mencapai 81,6 %. Dey and Satapathy (2011) menjelaskan bahwa kadar air serat daun nanas hasil ekstraksi adalah 5%. Nilainya lebih kecil dari kadar air serat yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu sebesar 9,5154 %. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanaman nanas, lokasi penanaman tanaman dan metode untuk menghasilkan serat dari daun nanas. Intensitas matahari, curah hujan maupun kelembaban lingkungan di negara India dan Indonesia yang berbeda akan berpengaruh terhadap kondisi tanaman nanas, termasuk nilai kadar airnya. Selain itu, Dey and Satapathy (2011) menggunakan metode ekstraksi yang menyebabkan kandungan air dalam serat benar-benar kering sehingga nilai kadar airnya lebih kecil dari kadar air serat uji tanpa menggunakan metode ekstraksi seperti dalam penelitian ini.

Pemberian kitosan pada tali daun nanas ternyata dapat meningkatkan nilai kadar air tali daun nanas. Alasan yang menyebabkan hal tersebut terjadi diduga dipengaruhi oleh lama prendaman tali daun nanas dalam kitosan maupun konsentrasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan pengujian lanjutan kembali.

(37)

Tabel 7 Komposisi kimia daun nanas (Daud et al. 2014)

Constituents/Composition Pineapple leaf(%) tercantum dalam Lampiran 4, sedangkan sebaran kadar air rata-ratanya tampak pada Gambar 6. Nilai rata-rata kadar air tali daun nanas berkitosan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kadar air tali daun nanas tanpa kitosan.

Gambar 6 Nilai kadar air tali daun nanas hasil perendaman dalam air laut. Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai kadar air tersebar normal dengan nilai signifikansi 0,983 > 0,05. Hasil uji menggunakan rancangan acak lengkap menghasilkan nilai 0,085 > 0,05 untuk tali daun nanas tanpa kitosan, artinya perendaman tali daun nanas dalam air laut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air tali daun nanas. Hasil uji rancangan acak lengkap untuk tali daun nanas berkitosan menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,042 < 0,05, artinya perendaman tali daun nanas berkitosan dalam air laut memberikan pengaruh terhadap nilai kadar air tali daun nanas. Tabel perhitungan nilai statistik deskriptif secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

Holipah et al. (2010) menjelaskan bahwa kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang secara umum hanya menahan sedikit penguapan air. Oleh sebab

(38)

16

itu, perendaman serat daun nanas dalam kitosan memberikan pengaruh terhadap kandungan kadar air tali setelah perendaman tali daun nanas dalam air laut dilakukan.

Penyebab ketidakstabilan perubahan kadar air pada tali daun nanas bersifat multifaktor. Pada serat tumbuhan, umur tanam ikut mempengaruhi kadar air serat tersebut. Adanya perbedaan umur tanam pada serat daun nanas yang digunakan menyebabkan sebaran nilai kadar air yang beragam. Selain faktor kitosan, penyebab hal ini juga dikarenakan intensitas matahari dan curah hujan yang diperoleh tanaman yang dijadikan tali uji tersebut berbeda-beda. Banyak faktor alam lainnya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tersebut. Ini perlu diketahui, sebab tali daun nanas yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Kabupaten Subang dan diambil dari daun nanas dengan umur tanam beragam dari 1 – 1,5 tahun, serta berasal dari dua jenis tanaman nanas yang berbeda. Variasi tersebut dalam penelitian ini tidak dipertimbangkan, artinya perbedaan umur dan jenis tanaman nanas diabaikan.

Jenis tanaman nanas yang dijadikan serat di Kabupaten Subang adalah jenis Cayane dan Queen, sehingga dalam penelitian ini masih menggunakan tali uji dari dua jenis tanaman nanas tersebut tanpa memisahkan tiap jenisnya. Belum diketahui perbedaan sifat fisik dan mekanik dari dua jenis tanaman nanas tersebut. Selain itu, masih terdapat beberapa jenis tanaman nanas yang lain seperti Spanish, Abacxy dan Maipure yang ada di beberapa daerah seperti Palembang, Riau, Jambi, Bogor, Tasikmalaya dan daerah penghasil tanaman nanas lainnya di Indonesia. Daerah– daerah tersebut memiliki struktur tanah dan curah hujan yang berbeda–beda. Berdasarkan Abuzadan (2009), daerah Subang memiliki tekstur tanah yang liat, lempung berliat dan berpasir. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Subang dibagi menjadi empat kelas dengan kisaran 1000 – 5000 mm. Besarnya curah hujan di Kabupaten Subang dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sifat fisik maupun mekanik serat dan tali daun nanas dari jenis tanaman nanas yang berbeda serta daerah yang juga berbeda agar dapat menjadi pembanding dari hasil penelitian ini.

C.Berat jenis tali daun nanas

Berat jenis tali daun nanas berkitosan berkisar antara 0,8182 – 0,9211 g/cm3

dengan rata-rata 0,8822 g/cm3 dan tali daun nanas tanpa kitosan 0,8750 – 1,0000 g/cm3 dengan rata-rata 0,9178 g/cm3. Nilai rata-rata berat jenis untuk tali daun nanas tanpa kitosan dan yang berkitosan berselisih 0,0356 g/cm3. Nilai berat jenis tali uji berkitosan sedikit lebih rendah dibandingkan nilai tali daun nanas tanpa kitosan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kitosan pada tali daun nanas tidak terlalu mempengaruhi nilai berat jenis tali. Sebaran nilai berat jenis tali daun nanas berkitosan dan tanpa kitosan dapat dilihat pada Tabel 8.

Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai berat jenis tersebar normal

(39)

Tabel 8 Nilai berat jenis tali daun nanas berkitosan dan tanpa kitosan

Ulangan Berat Jenis (g/cm

Berat jenis rata-rata tali daun nanas berkitosan setelah direndam dalam air laut berkisar antara 0,2235 – 0,4231 g/cm3 dan tali daun nanas tanpa kitosan berkisar antara 0,2235 – 0,4268 g/cm3. Nilai berat jenis tali daun nanas untuk perendaman

dalam air laut secara rinci tercantum dalam Lampiran 4, sedangkan sebaran berat jenis rata-ratanya tampak pada Gambar 7.

Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai berat jenis tersebar normal

dengan nilai signifikansi 0,983 > 0,05. Hasil uji menggunakan rancangan acak lengkap menghasilkan nilai 0,040 > 0,05 untuk tali uji kontrol, artinya perendaman tali uji dalam air laut berpengaruh nyata terhadap nilai berat jenis tali uji. Hasil uji rancangan acak lengkap untuk tali uji berkitosan menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,039 < 0,05, artinya perendaman tali uji berkitosan dalam air laut memberikan pengaruh terhadap nilai berat jenis tali uji. Tabel perhitungan nilai statistik deskriptif secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

(40)

18

Pada perlakuan perendaman tali daun nanas dalam air laut, nilai kadar air tali uji berkitosan lebih tinggi dibandingkan dengan tali uji tanpa kitosan. Hasil yang sama terjadi pada nilai berat jenis tali daun nanas berkitosan dan tanpa kitosan, terlihat bahwa nilai kadar air dan berat jenis kedua tali uji berbanding lurus. Pada saat nilai kadar air meningkat, maka nilai berat jenis tali daun nanas meningkat. Hal ini bertentangan oleh Bowyer et al. (2003) dalam penelitiannya, bahwa makin rendah kandungan air maka makin kuat air terikat, begitupun sebaliknya.

Morfologi dari serat daun nanas menjadi penting untuk diketahui, karena memiliki kaitan terhadap berat jenis serat. Dumanauw (2001) menyatakan bahwa berat jenis ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8,3 µm, terletak antara serat sisal (12,8 µm) dan serat batang pisang (1,2 µm) (Hidayat 2008).

Sifat Mekanik Nilai kekuatan putus tali serat daun nanas

Nilai rata – rata kekuatan putus yang diperoleh dari tali daun nanas seluruh perlakuan pada penelitian ini berkisar antara 101,7900 – 183,7497 kgf/cm2. Nilai kekuatan putus untuk masing – masing perlakuan yang diberikan pada tali daun nanas dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai kekuatan putus yang terkecil diperoleh dari perlakuan perendaman tali daun nanas pada kitosan 2% selama 30 menit (101,7900 kgf/cm2), sedangkan yang tertinggi adalah pada perlakuan perendaman tali daun nanas konsentrasi 1% dengan lama perendaman 45 menit (183,7497 kgf/cm2). Uji

normalitas Kolmogorov – Smirnov menunjukkan data kekuatan putus tersebar normal dengan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,056 > 0,05.

Tabel 9 Nilai kekuatan putus (σ) tali daun nanas

Konsentrasi kitosan

σ (kgf/cm2)

0 menit 15 menit 30 menit 45 menit

1% 125,0357 154,0791 125,6707 183,7497

1,5% 122,3892 151,5936 136,0695 176,2475

2% 117,5031 148,2473 101,7900 116,4746

Komposisi kitosan terbaik berdasarkan nilai kekuatan putus yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini adalah pada perlakuan perendaman tali daun nanas konsentrasi kitosan 1% dengan lama perendaman 45 menit. Tali daun nanas pada perlakuan tersebut mampu menahan tegangan maksimum sebesar 43,86 kgf dengan regangan sepanjang 7,8950 cm sebelum bahan uji putus. Ukuran kekuatan tali uji pada perlakuan tersebut berdasarkan nilai kekuatan putus maksimum sebesar 183,7497 kgf/cm2 (Lampiran 8).

(41)

Nilai kekuatan putus rata–rata tali uji berkitosan (172,0734 kgf/cm2) lebih besar

daripada tali uji tanpa kitosan (153,4089 kgf/cm2). Hasil yang terlihat bahwa kitosan mampu meningkatkan nilai kekuatan putus tali daun nanas. Uji normalitas

Kolmogorov – Smirnov menunjukkan data kekuatan putus tersebar normal dengan

nilai signifikansi 0,812 > 0,05. Analisis statistik untuk nilai kekuatan putus tali uji menghasilkan P-value sebesar 0,309 > 0,05 (Lampiran 10). Hasil analisis statistiknya adalah gagal tolak H0, yang artinya bahwa pemberian kitosan tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai kekuatan putus tali daun nanas.

Tabel 10 Nilai kekuatan putus tali daun nanas tanpa kitosan dan berkitosan.

Ulangan σ (kgf/cm

Klust (1987) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi nilai kekuatan putus suatu material adalah kekakuannya (stiffnes). Kitosan tidak hanya mampu meningkatkan kekuatan putus tali daun nanas, namun juga mampu mengurangi kekakuan dari tali uji. Berdasarkan nilai kekuatan putus yang diperoleh, tali daun nanas tanpa kitosan mampu menahan beban sebesar 153,4089 kgf tiap luasan sebesar 1 cm2, sedangkan tali daun nanas berkitosan mampu

menahan beban lebih besar lagi yaitu 172,0734 kgf per luasan 1 cm2. Hal tersebut menunjukkan bahwa tali daun nanas tergolong kuat. Kitosan yang digunakan sebagai pengawet merupakan polisakarida yang dapat terserap dan terisolasi dalam serat daun nanas. Hal ini didukung dari hasil penelitian Dhanabalan et al. (2015) dan Yusof et al. (2015) melalui citra Scanning Electron Microscope (SEM) yang menyatakan bahwa struktur serat daun nanas yang multiselular dengan permukaan yang berongga dan memiliki struktur jaringan yang padat, mampu menyerap dan mengisolasi cairan dengan sangat baik (Gambar 8). Inilah yang membuat kekakuan serat daun nanas berkurang dan kekuatan putusnya meningkat, dimana hal tersebut berdampak positif. Meidina et al. (2011) dalam Fitriawati (2012) menyatakan bahwa muatan positif kitosan diketahui dapat berinteraksi dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan bakteri penyebab kerusakan.

(42)

20

Gambar 8 Struktur serat daun nanas melalui citra SEM (Yusof et al. 2015).

Nilai kekuatan putus (σ) tali daun nanas berkitosan sebelum direndam air laut adalah 134,4476 kgf/cm2. Setelah direndam selama sehari, kekuatan putus meningkat menjadi 207,4720 kgf/cm2, lalu kembali meningkat menjadi 299,8140 kgf/cm2 pada hari kedua dan pada hari ketiga berkurang menjadi 269,6212 kgf/cm2.

Terjadinya penurunan kekuatan putus pada perendaman hari ketiga menunjukkan bahwa serat daun nanas mulai mengalami kerusakan.

Nilai kekuatan putus (σ) tali daun nanas tanpa kitosan sebelum direndam air laut adalah 162,5075 kgf/cm2. Setelah tali daun nanas direndam selama sehari, kekuatan putusnya menjadi 161,5247 kgf/cm2, lalu kembali meningkat menjadi 234,2907 kgf/cm2 pada hari kedua dan pada hari ketiga menjadi 270,3631 kgf/cm2. Terjadinya penurunan kekuatan putus pada perendaman hari keempat menunjukkan bahwa tali daun nanas mulai mengalami degradasi. Sebaran nilai kekuatan putus pada percobaan perendaman tali daun nanas dalam air laut dapat dilihat pada Gambar 9.

(43)

Perendaman serat daun nanas dalam air laut menunjukkan waktu yang dibutuhkan serat tersebut mulai terdegradasi. Serat daun nanas berkitosan mengalami penurunan nilai kekuatan putus pada hari ketiga, sementara serat tanpa kitosan mengalami penurunan kekuatan putus pada hari keempat. Ini menunjukkan bahwa kitosan mampu mempercepat proses serat daun nanas agar lebih mudah terurai di alam, sehingga tidak menumpuk menjadi sampah yang menyebabkan

ghost fishing.

Klust (1987) menjelaskan bahwa serabut tumbuh–tumbuhan merupakan bagian dari tanaman yang sudah mati yang sebagian besarnya terdiri dari selulosa. Oleh sebab itu, mikroorganisme pemakan selulosa dari jenis bakteri mudah menyerang serat alami yang berada dalam kondisi lembab atau terendam dalam air. Hal ini mengakibatkan serat alami mudah rusak atau tidak tahan lama bila dijadikan material alat penangkapan ikan, namun kelebihannya adalah memiliki daya degradasi yang tinggi jika dibandingkan dengan serat sintesis.

Perendaman serat daun nanas dalam air akan memberikan pengaruh yang besar terhadap karakterisasi fisik dan mekanik serat tersebut. Kebenaran teori ini telah terbukti melalui penelitian yang telah dilakukan yang menjelaskan bahwa terdapat perubahan karakterisasi fisik dan mekanik serat daun nanas dengan pemberian pengawet kitosan dan perlakuan perendaman dalam air laut.

Mekanisme kerja zat anti mikroba secara umum adalah dengan merusak struktur–struktur utama dari sel mikroba seperti dinding sel, sitoplasma, ribosom dan membran sitoplasma. Adanya zat anti mikroba pengawet kitosan, akan menyebabkan denaturasi protein. Keadaan ini akan menyebabkan interaksi enzim, sehingga sistem metabolisme terganggu atau menjadi rusak dan akhirnya tidak ada aktivitas sel mikroba (Volk dan Wheeler 1990). Helander et al. 2001 menambahkan bahwa sebagai kation, kitosan mempunyai komponen untuk mengikat berbagai macam komponen seperti protein. Muatan positif dari gugus NH3+ pada kitosan

dapat berinteraksi dengan muatan negatif pada permukaan sel bakteri. Adanya kerusakan pada dinding sel bakteri mengakibatkan melemahnya kekuatan dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal dan pori–pori dinding sel bakteri membesar. Hal tersebut mengakibatkan pelemahan kekuatan dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal dan pori–pori dinding sel menjadi membesar. Hal tersebut mengakibatkan dinding sel bakteri tidak mampu mengatur pertukaran zat– zat dari dan menuju sel, kemudian membran sel menjadi rusak, sehingga aktivitas metabolisme akan terhambat. Hingga akhirnya bakteri akan mengalami kematian. Sifat–sifat tersebut yang menjadikan kitosan mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

(44)

22

uji tanpa kitosan dan 33 kgf untuk tali uji berkitosan sudah mengalami kerusakan. Aplikasinya ketika tali daun nanas digunakan pada alat penangkapan ikan melebihi beban tersebut maka penggunaannya harus benar-benar diperhatikan. Berdasarkan banyaknya jumlah titik puncak yang terbentuk pada kurva beban dan kemuluran, diketahui bahwa peningkatan beban dan perubahan nilai kemuluran untuk tali uji berkitosan lebih stabil dibandingkan tali uji tanpa kitosan. Hasil ini sesuai dengan hasil uji kekuatan putus tali daun nanas yang menunjukkan bahwa tali daun nanas berkitosan memiliki nilai kekuatan putus yang lebih tinggi dibandingkan tali daun nanas tanpa kitosan.

Nilai kemuluran yang meningkat lalu menurun secara tiba–tiba hingga menghasilkan titik puncak, menunjukkan bahwa telah terjadi indikasi kerusakan pada tali uji. Artinya, tali uji tanpa kitosan mengalami kerusakan lebih awal dengan beban yang lebih rendah dibandingkan dengan tali uji berkitosan. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa tali daun nanas tanpa kitosan lebih mulur dibandingkan tali daun nanas berkitosan. Kurva beban dan kemuluran yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10 dan data lengkapnya pada Lampiran 7.

Gambar 10 Kurva hubungan beban dan kemuluran tali daun nanas tanpa kitosan dan berkitosan.

Nilai kemuluran tali daun nanas tanpa kitosan tidak stabil, sehingga membentuk beberapa titik puncak. Artinya, bahwa pilinan beberapa helai serat nanas menjadi seutas tali, mampu menahan beban hingga puluhan kgf. Nilai kemuluran yang meningkat lalu kembali menurun hingga membentuk beberapa titik puncak disebabkan adanya helaian serat nanas yang putus. Ketika terdapat helaian serat yang putus, maka nilai kemuluran tali uji menurun. Nilai kemuluran kembali meningkat karena terdapat helaian serat lainnya yang masih mampu menahan beban yang diberikan hingga seluruh helaian serat benar–benar putus.

(45)

titik puncak pertama sebesar 1,0400 cm dengan beban sebesar 11 kgf. Nilai kemuluran tali uji berkitosan lebih besar dari tali uji tanpa kitosan yaitu 6,6625 cm dengan beban yang lebih besar yaitu 43 kgf. Hal ini menunjukkan bahwa ketika tali uji direndam dalam air laut selama satu hari, maka beban yang mampu ditahan oleh tali uji sebelum mulai mengalami kerusakan adalah sebesar 11 kgf untuk tali uji tanpa kitosan dan 43 kgf untuk tali uji berkitosan. Jika beban yang diberikan lebih dari itu, maka sebaiknya perlu berhati-hati dalam menggunakan tali uji tersebut karena pemberian beban melebihi itu sudah menyebabkan beberapa serat dari 60 helai serat yang dipilin mulai putus.

Hasil perendaman tali daun nanas dalam air laut selama dua hari hanya menghasilkan satu titik puncak untuk tali daun nanas tanpa kitosan saja sedangkan tali uji tanpa kitosan tidak mengasilkan titik puncak. Nilai kemuluran tali daun nanas berkitosan pada titik puncak pertama sebesar 3,7075 cm dengan beban 42 kgf. Ini menunjukkan bahwa pada tali uji berkitosan dengan beban sebesar 42 kgf sudah mulai membuat beberapa helaian serat pada satu tali uji mulai putus. Pada tali daun nanas tanpa kitosan yang tidak membentuk titik puncak menunjukkan bahwa pemberian beban melebihi 60 kgf masih dapat ditahan oleh tali uji tanpa kitosan. Nilai beban maksimum yang dapat ditahan oleh kedua tali uji hingga hampir seluruh helaian serat dalam satu tali uji putus adalah 60 kgf untuk tali uji tanpa kitosan dan 46 kgf untuk tali uji berkitosan.

Perendaman tali daun nanas dalam air laut selama tiga hari, menghasilkan masing-masing satu titik puncak untuk tali daun nanas tanpa kitosan dan tali daun nanas berkitosan. Titik puncak pada tali daun nanas tanpa kitosan menghasilkan nilai kemuluran sebesar 2,7642 cm dengan beban sebesar 34 kgf. Nilai kemuluran titik puncak tali uji berkitosan lebih kecil dibandingkan tali uji tanpa kitosan yaitu 2,2089 cm dengan nilai beban yang lebih tinggi sebesar 45 kgf. Hal ini menunjukkan bahwa saat tali uji diaplikasikan pada alat penangkapan ikan, maka pemberian beban pada tali uji sebaiknya disesuaikan dengan besar beban pada titik puncak pertamanya. Alasannya karena pada beban 34 kgf untuk tali uji tanpa kitosan dan 45 kgf untuk tali uji berkitosan sudah membuat beberapa helaian serat dalam satu pilinan tali uji mulai putus. Artinya bahwa tali daun nanas yang akan direndam selama tiga hari dan diberi beban melebihi nilai tersebut, memiliki kemungkinan putus lebih cepat sehingga dibutuhkan pertimbangan dan perhitungan yang lebih akurat jika tali uji digunakan dalam pembuatan alat penangkapan ikan.

(46)
(47)

Percobaan perendaman tali daun nanas dalam air laut ternyata mampu meningkatkan nilai kemuluran tali uji. Ini sejalan dengan peningkatan kekuatan putus pada tali uji, penyebabnya adalah air laut mampu mengurangi kekakuan serat sehingga meningkatkan nilai kemulurannya. Semakin panjang garis kurva menandakan bahwa semakin besar beban yang dapat ditahan oleh tali uji. Terdapat beberapa titik puncak yang terbentuk pada kurva perbandingan beban dan kemuluran selama dilakukan perendam tali uji yang direndam selama satu, dua, tiga dan empat hari. Ini menandakan bahwa serat daun nanas yang dipilin menjadi seutas tali, putus satu persatu. Ketika helaian yang satu putus maka helaian yang lain menopang beban yang semakin meningkat, hingga sampai pada beban maksimum yang membuat hampir seluruh helaian putus.

Pada penelitian ini, beban maksimum yang diperoleh belum membuat seluruh helaian serat dalam satu tali uji putus. Hal ini menunjukkan bahwa tali daun nanas memiliki kekuatan putus lebih besar dari nilai kekuatan putus dan kemuluran maksimum yang dihasilkan dalam penelitian ini. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah serat daun nanas yang digunakan sebagai tali uji berasal dari jenis tanaman nanas yang berbeda. Penelitian lanjutan mengenai kekuatan putus sehelai serat dan tali daun nanas dengan membandingkan beberapa jenis tanaman nanas yang ada di Indonesia perlu dilakukan untuk memberikan informasi tambahan mengenai kekuatan serat daun nanas sebelum dan setelah menjadi tali.

Penelitian lain mengenai serat alami sebagai material alat penangkapan ikan sudah pernah dilakukan. Beberapa penelitian tersebut terkait nilai kemuluran adalah serat daun pandan yang memiliki kemuluran 20,1 mm dan serat rami serta katun sebelum diawetkan adalah 11,9 mm dan 17,2 mm (Lenkosmanerri 1998). Nilai-nilai kemuluran serat tersebut lebih kecil dari Nilai-nilai kemuluran serat daun nanas yang diawetkan maupun serat tanpa pengawetan kitosan. Nilai kemuluruan suatu material alat penangkapan ikan perlu diperhatikan karena berkaitan erat dengan kekuatan putus material tersebut.

Tali Daun Nanas untuk Material Alat Penangkapan Ikan

Pada alat penangkapan ikan, nilai berat jenis dan kadar air suatu material alat tangkap harus benar-benar diperhitungkan, karena akan bergantung pada daya serap air dan kecepatan tenggelam material tersebut. Beberapa alat penangkapan ikan membutuhkan material yang cepat tenggelam di dalam air ketika dioperasikan, contohnya pukat cincin (purse seine), bubu dasar dan lampara dasar, sedangkan sebagian lainnya membutuhkan material yang ringan sehingga mudah ditarik atau gampang mengapung di dasar perairan. Alat tangkap tersebut seperti gillnet

permukaan dan jenis pukat tarik serta pukat hela yang sekarang ini penggunaannya sudah dilarang.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran.
Tabel  1  Rancangan  percobaan  perendaman  tali  daun  nanas  dalam  kitosan  pada  penelitian pendahuluan
Gambar 4 Tampilan tali daun nanas pada uji sifat mekanik dengan Universal
Tabel 7 Komposisi kimia daun nanas (Daud et al. 2014)
+5

Referensi

Dokumen terkait

BPRS Saka Dana Mulia Kudus menggunakan produk pembiayaan jangka pendek dengan akad musyarakah yang diberikan terhadap para petani peternak dan kontraktor yang

Berdasarkan hasil temuan penelitian pada perguruan tinggi swasta yang ada di Banten, khususnya di Cilegon, Serang dan Pandeglang, melahirkan sebuah model. Model ini

Sebagai umat muslim yang taat terhadap ajaran- ajaran Islam, tentunya dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi lebih diutamakan tentang status hukumnya halal

Kegiatan Perencanaan Siklus I Sebagai upaya untuk membuat siswa termotivasi dan memiliki rasa tanggung jawab dalam proses pembelajaran, siswa melakukan seminar

Dalam rangka menjamin kelancaran Diklat Implementasi Kurikulum 2013 bagi Kepala Sekolah, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang

Sejalan dengan berbagai pengertian budaya atau kultur yang dikemukakan dalam uraian sebelumnya maka dapat dipahami bahwa konsep kultur sebagai suatu pendekatan

Ada beberapa alasan mengapa permasalahan tentang stres yang berhubungan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan saat ini, diantaranya sebagai berikut: