DAFTAR ISI
PERNYATAAN PLAGIARISME ...
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMAKASIH ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1. Tujuan Umum ... 8
2. Tujuan Khusus ... 8
1.4 Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 8
1.5 Struktur Organisasi Tesis ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1 Transformasi ... 11
2.1.1 Pengertian Transformasi ... 11
2.1.2 Transformasi Etnonasionalisme ... 13
2.2Etnonasionalisme ... 18
2.2.1 Pengertian Etnis ... 18
2.2.2Ciri-Ciri Etnis/Etnik ... 21
2.2.3Bergabungnya Etnis Kedalam Bangsa/Negara ... 24
2.2.4Pengertian Nasionalisme ... 27
2.2.5Ciri-ciri dan Bentuk Nasionalisme ... 33
2.2.6 Nasionalisme Indonesia ... 35
2.2.7 Pengertian Etnonasionalisme ... 47
2.2.8 Sebab Munculnya Etnonasionalisme ... 49
2.3 PendidikanCinta Tanah Air ... 58
2.3.1Pengertian Pendidikan ... 58
2.3.2 Pengertian Dan Indikator Cinta Tanah Air ... 61
2.3.3 Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Landasan Cinta Tanah Air ... 65
2.4 Penelitian Terdahulu ... 69
2.4.1 Perbedaan Dan Keunggulan Penelitian Ini ... 71
BAB III METODE PENELITIAN... 74
3.1 Desain Penelitian ... 74
3.1.1 Pendekatan Penelitian ... 75
3.1.2 Metode Penelitian... 75
3.1.3 Instrumen Penelitian... 78
3.2 Partisipan Dan Tempat Penelitian ... 79
3.2.1 Partisipan Penelitian ... 79
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 84
1. Wawancara ... 84
2. Observasi ... 85
3. Dokumentasi ... 86
3.4 Teknik Analisis Data ... 88
1. Reduksi Data ... 89
2. Display Data ... 90
3. Simpulan dan Verifikasi ... 90
4. Triangulasi... 90
3.5 Isu Etik ... 91
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 93
4.1 Temuan ... 93
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 93
A. Sejarah Singkat Kabupaten Bener Meriah ... 93
B. Gambaran Wilayah Kabupaten Bener Meriah ... 95
C. Visi dan Misi ... 96
D. Pertanian Perdagangan dan industri ... 97
E. Suku dan Bahasa Gayo ... 98
F. Kebudayaan Suku Gayo ... 100
G. Asal Usul Suku Gayo ... 100
H. Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo ... 101
4.2 Hasil Temuan ... 103
4.2.1 Proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air ... 103
4.2.2 Upaya apa yang dilakukan masyarakat suku Gayo untuk mengatasi permasalahan serta kendala yang dihadapi dalam proses trans- formasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air ... 110
4.2.3 Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air pada masyarakat suku Gayo di Kabupaten Bener Meriah ... 117
4.2.4 Model transformasi etnonasionalisme pada masyarakat Gayo di Kabupaten Bener Meriah ... 126
4.3 Pembahasan Hasil Temuan ... 136
4.3.1 Proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air ... 136
1. Tahap pengenalan yang terjadi di lingkungan keluarga ... 158
2. Tahap penanaman yang terjadi di lingkungan masyarakat ... 160
3. Tahap pembinaan yang terjadi di lingkungan sekolah dan pesantren ... 161
4.3.2 Upaya yang dilakukan dalam proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air ... 168
1. Sosialisasi/Edukasi ... 172
3. Mengikutsertakan Masyarakat Secara Aktif ... 179
4. Melibatkan TokohMasyarakat ... 181
4.3.3Hambatan proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air ... 184
1. Pendidikan ... 185
2. Tingkat Kesejahteraan ... 189
3. Globalisasi ... 193
4.3.4Model transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air ... 203
1. Ceramah ... 211
2. Sosialisasi dari tokoh masyarakat ... 211
3. Kegiatan yang bermanfaat... 212
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 214
5.1 Simpulan ... 214
5.1.1 Simpulan Umum ... 214
5.1.2 Simpulan Khusus ... 215
5.2 Implikasi ... 216
5.3 Rekomendasi ... 217
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Triangulasi ... 109
Tabel 4.2 Triangulasi ... 117
Tabel 4.3 Triangulasi ... 125
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Komponen-komponen analisis data ... 89
Bagan 4.1 Proses transformasi etnonasionalisme ... 167
Bagan 4.2 Upaya transformasi etnonasionalisme ... 184
Bagan 4.3 Hambatan proses transformasi etnonasionalisme ... 203
DAFTAR GAMBAR
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan aspek metode penelitian sebagai bagian dari penelitian
yang banyak berperan dalam proses pengumpulan data dan analisis data yakni: (1)
Desain Penelitian; (2) Partisipan dan Tempat Penelitian; (3) Teknik Pengumpulan
Data; (4) Teknik Analisis data.
3.1Desain Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian transformasi etnonasionalisme
sebagai landasan pendidikan cinta tanah air ini adalah pendekatan penelitian
kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan upaya kuantifikasi atau
perhitungan-perhitungan statistik. Basrowi dan Suwandi (2008, hlm. 1), qualitative
research adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak
dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara
kuantifikasi lainnya.
Miles dan Humberman dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hlm. 1)
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah conducted through an intense and or
prolonged contact with a “field” or life situation, these situations are typically
“banal” or normal ones, reflective of the everyday life induviduals, groups, societies,
and organizations. Sementara itu menurut Cresswell, (2008, hlm. 4-5),
mendefinisikan penelitian merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap
berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kuantitatif ini
melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan,
menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan penelitian kualitatif adalah
proses penelitian untuk pemahaman tentang kenyataan melalaui proses berpikir
induktif dan dapat memahami tradisi metodologi penelitian, tertentu dengan cara
menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks
bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para
informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi yang alamiah.
Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berimplikasi pada
penggunaan ukuran-ukuran kualitatif secara konsisten, artinya dalam pengolahan
data, sejak mereduksi, menyajikan dan menverifikasi dan menyimpulkan data tidak
menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan
lebih menekankan pada kajian interpretatif.
3.1.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode studi kasus
menurut Yin (2014, hlm. 1) studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu
sosial. Sedangkan menurut Smith dalam Denzin dan Lincoln (2009, hlm. 300) kasus
adalah suatu sistem yang terbatas (a bounded system). Sedangkan lebih lanjut Denzin
dan Lincoln berpendapat bahwa studi kasus bisa berarti proses mengkaji kasus
sekaligus hasil dari proses pengkajian tersebut. Penggunaan model studi kasus dalam
penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitiannya dilakukan pada
sebuah kelompok/etnis dimasyarakat.
Menurut Cohen & Manion dalam Alwasilah (2015, hlm. 75) …is to
probe deeply and analyse intensively the multivarious phenomena that constitute the
cycle of the unit with a view to establishing generalisations about the wider
population to which that unit belongs. Maka melalui metode studi kasus penelitian
secara mendalam dan intensif dapat menganalisis bermacam-macam gejala dalam ada
dalam kehidupan populasi yang lebih luas.
Studi kasus mempunyai kelebihan dibanding studi lainnya yaitu peneliti dapat
mempelajari sasaran penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Menurut
Alwasilah (2015, hlm. 82-83) mengunggapkan ada sejumlah kelebihan dari studi
a. Peneliti bisa berfokus pada hal-hal yang subtil (subtle) dan rumit dari situasi sosial yang kompleks. peneliti bisa menjelaskan hubungan sosial antarpihak yang tidak mungkin bisa dijelaskan lewat survai. ini disebabkan studi kasus pendekatannya holistik sedangkan survei melihat persoalan secara terisolasi.
b. Peneliti bisa menggunakan berbagai cara (multiple methods) untuk mendapatkan realitas yang kompleks yang sedang diteliti.
c. Sejalan dengan kemungkinan digunakannya berbagai cara, studi kasus memungkinkan pengunaan berbagai sumber data (multiple source of data) yakni yang lazim disebut triangulation.
d. Studi kasus layak untuk meneliti fenomena yang diteliti terjadi secara alamai dan peneliti tidak memiliki kewajiban melakukan kontrol untuk merubah keadaan. Ini berbeda dengan kaji tindakan (action research). e. Studi kasus cocok untuk penelitian skala kecil tetapi memungkinkan
peneliti untuk berkosentrasi pada satu kasus topik penelitian sehingga pemahamannya mendalam. Studi kasus cocok untuk memahami proses yang terjadi, yang akan tetap tersembunyi bila hanya dilakukan lewat survei.
f. Dan menurut Densombe (1998), studi kasus bisa dipakai untuk mengetes teori (theory testing) dan membangun teori (teory building).
Berdasarkan kelebihan tersebut diharapakan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dapat mengungkap fakta-fakta, data atau informasi sebanyak mungkin
tentang tranformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air
pada masyarakat Gayo. Sesuai dengan hakikat pendekatan penelitian kualitatif,
peneliti ingin memperoleh pemahaman dengan masalah tersebut, maka aspek-aspek
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan
etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air (dalam hal ini tokoh
masyarakat, kebudayaan, agama) dan khususnya yang terkait dengan sikap, perilaku,
pemahaman, pengetahuan dan pandangan mereka tentang metode dan desain
etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air.
Ketika melakukan pendekatan penelitian kualitatif, peneliti dapat lebih leluasa
mengetahui sejauh mana proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan
pendidikan cinta tanah air. Selain itu peneliti ingin dapat mengungkapkan perilaku
persons, pengetahuan, gagasan dan pikirannya, sebab penelitian kualitatif pada
hakekatnya juga merupakan pengamatan kepada orang-orang tertentu dalam
serta menafsirkannya sesuai dengan untuk mengungkap kenyataan yang ada dalam
diri orang yang unik tersebut menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai
instrumen dan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif pada umumnya
menggunakan peneliti sendiri sebagai instrumen atau manusia sebagai instrumen
utama.
Berkaitan dengan hal tersebut bahwa, hanya manusia sebagai instrumen dapat
memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami
perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden.
Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran utama
sebagai alat penelitian. Menurut Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2015, hlm 143)
menyatakan bahwa: we believe that the human will tend, therefore, toward
interviewing, obrserving, mining availebel documents and records, taking account of
nonverbal cues, and interpreting inadvertent unobtrusive meansures. Maka manusia
sebagai seorang peneliti khususnya peneliti naturalistik memiliki keunggulan sebagai
instrumen penelitian dapat melihat, mendengar membaca merasa dan sebagainya.
Selanjutnya Alwasilah (2003, hlm. 18) menerangkan bahwa:
Penelitian kualitatif sesungguhnya merupakan istilah umum yang memayungi berbagai metode yang sangat beragam dengan menggunakan label yang beragam pula antara lain kualitatif (untuk menggambarkan sifat data), naturalistic (untuk seting penelitian), grounded research (sifat induktif penelitian), fenomenologis (pemaknaan realitas), etnografi (cara kerja dilapangan), hermeuntik (interprestasi), verstehen (cara menarik inferensi), iluminatif, participant observation.
Berdasarkan pengertian tersebut, pada rencana penelitian tesis yang hendak
peneliti lakukan ini menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus dipilih
sebagai metode dalam penelitian ini karena permasalahan yang dikaji terjadi pada
tempat dan situasi tertentu. Hal diatas sejalan dengan apa yang di kemukakan
Alwasilah, (2012, hlm. 225), yang menyatakan bahwa: Studi kasus pada umumnya
lebih menantang daripada penulis laporan ini, seperti artikel jurnal, buku ajar, artikel
koran, dan sejenisnya.
Metode studi kasus lebih menitik beratkan pada suatu kasus, adapun kasus
pendidikan cinta tanah air. Kasus tersebut dibatasi dalam suatu ruang lingkup
masyarakat suku Gayo yang berada di Kabupaten Bener Meriah. Penggunaan
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus diharapkan mampu mengungkap
aspek-aspek yang diteliti terutama, mengetahui bagaimana metode tranformasi
etno-nasionalisme masyarakat suku Gayo sebagai landasan pendidikan cinta tanah air,
untuk mengetahui bagaimana metode atau strategi suku Gayo dalam melakukan
aktivitas mentransformasikan etnonasionalisme.
Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif dengan studi kasus dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi yang obyektif dan mendalam
tentang fokus penelitian. Pendekatan studi kasus dipilih karena permasalahan yang
dijadikan fokus penelitian ini hanya terjadi di tempat tertentu (masyarakat Suku Gayo
di Kabupaten Bener Meriah). Dalam pelaksanaannya, penulis lebih banyak
menggunakan pendekatan antar personal didalam penelitian ini, artinya selama proses
penelitian penulis akan lebih banyak mengadakan kontak atau berhubungan dengan
orang-orang di lingkungan lokasi penelitian. Dengan demikian diharapkan peneliti
dapat lebih leluasa mencari informasi dan mendapatkan data yang lebih terperinci
tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Selain juga
berusaha mendapatkan pandangan dari orang diluar sistem dari subjek penelitian, atau
dari pengamat, untuk menjaga obyektifitas hasil penelitian.
3.1.3Instrumen Penelitian
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa dalam penelitian yang
menggunakan pendekatan kualitatif pada umumnya menggunakan peneliti sendiri
sebagai instrumen atau manusia sebagai instrumen utama. Menurut Creswell (2012,
hlm. 261), mengungkapkan bahwa peneliti berperan sebagai instrumen kunci
(researcher as key istrument) atau yang utama para peneliti kualitatif mengumpulkan
sendiri data melalaui dokumentasi, observasi prilaku atau wawancara.
Peneliti memiliki kemampuan dalam meneliti dan mempersiapkan hal-hal
yang dianggap perlu dalam penelitiannya. Sedangkan menurut Sugiyono (2008, hlm.
305), mengemukakan, terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kaulitas dari hasil
instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan
kualitas pengumpul data berkaitan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri.
3.2 Partisipan Dan Tempat Penelitian
3.2.1Partisipan Penelitian
Melaksanakan penelitian peneliti harus menentukan atau merumuskan subjek
dari penelitian, penentuan subjek penelitian dimaksudkan agar peneliti dapat
sebanyak mungkin memperoleh informasi dengan segala kompleksitas yang berkaitan
dengan transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air di
masyarakat suku Gayo tepatnya di Kabupaten Bener Meriah. Meskipun demikian,
pemilihan subjek penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari persamaan yang
mengarah pada pengembangan generalisasi, melainkan untuk mencari
informasi-informasi secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan data yang dibutuhkan
dalam proses penelitian.
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian,
yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses
(process) (Miles dan Huberman, 1992, hlm. 56-57; Alwasilah, 2003, hlm. 145-146).
Kriteria pertama: adalah latar, yang dimaksud adalah situasi dan tempat
berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni di masyarakat suku Gayo,
wawancara dirumah, wawancara dikantor, wawancara formal dan informal. Kriteria
kedua: pelaku yang di maksud adalah yang berlatar pengetahuan terkait dengan
transformasi etnonasionalisme, serta banyak berpartisipasi dan melibatkan diri dalam
permasalahan tersebut. Kriteria ketiga: adalah peristiwa yang dimaksud adalah
pandangan, pendapat dan penilaian tentang etnonasionalisme dan nasionalisme di
masyarakat Suku Gayo Kabupaten Bener Meriah yang disampaikan secara individual
baik dalam pengetahuan dan evaluasi maupun dalam proses tranformasi tersebut.
Kriteria keempat: adalah proses, yang dimaksud wawancara peneliti dengan subjek
penelitian berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah
Informasi dalam bentuk lisan dan tulisan dalam penelitian kualitatif
berturut-turut menjadi data primer dan sekunder penelitian. Data primer yang dikumpulkan
mencakup persepsi dan pemahaman person serta deskripsi lainnya yang berkaitan
dengan fokus penelitian (transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan
cinta tanah air di masyarakat Suku Gayo): sedangkan data sekunder adalah data
mengenai jumlah person dan kualifikasinya serta berkas kertas kerja yang dapat
mengungkapkan informasi, tentang transformasi etnonasionalisme sebagai landasan
pendidikan cinta tanah air.
Sesuai dengan bentuk-bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini, maka sumber-sumber data penelitian ini meliputi manusia, benda, dan peristiwa.
Manusia dalam penelitian kualitatif merupakan sumber data, berstatus sebagai
informan mengenai fenomena atau masalah sesuai fokus penelitian. Maka untuk
menentukan Teknik mendapatkan informan yang jelas dan berkualitas dalam
menjawab masalah-masalah penelitian ini. Menurut Alwasilah (2003, hlm. 146)
mengemukakan penelitian kualitatif menempuh probability sampling, yakni
pemilihan sampel dengan asumsi bahwa sampel itu mewakili populasinhya. maka
peneliti menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling.
Purposive sampling merupakan salah satu bentuk pengambilan atau
menentukan subjek atau objek penelitian sesuai dengan tujuan dari pada penelitian itu
sendiri, dengan menggunakan pertimbangan pribadi dari peneliti sendiri sesuai
dengan topik setiap pemasalahan yang ingin dijawab. Sehingga nantinya informan
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak bias atau mengerti permasalahan yang
akan diajukan oleh peneliti. Peneliti memilih subjek atau objek sebagai unit analisis
berdasarkan kebutuhan dan mengganggap bahwa unit analisi tersebut representatif.
Sedangkan snowball sampling merupakan salah satu bentuk pengambilan
sampel yang dilakukan secara berantai, teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar. Maka kedua teknik inilah yang akan
digunakan oleh peneliti dalam menentukan dan mendapatkan informan yang cocok
dijadikan sebagai sumber utama dari penelitian ini. Sedangkan sumber data utama
daerah, Ketua dan anggota DPRD, tokoh agama, budaya dan masyarakat, dan ketua
atau anggota organisasi yang memiliki visi misi menguatkan semangat nasionalisme.
Adapun Pertimbangan pemilihan sumber data atau informan dilakukan
peneliti berdasarkan penjelasan sebagai berikut:
1. Tokoh Adat
Tokoh adat dipilih sebagai responden dalam penelitian ini karena peneliti
membutuhkan informasi mendalamterkait dengan kondisi masyarakat yang berada di
Kabupaten Bener Meriah. Terutama yang berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan adat istiadat dan budaya masyarakat suku Gayo itu sendiri. Tokoh adat
di daerah suku Gayo memiliki peran yang cukup banyak dan memiliki pengaruh yang
cukup besar dikalangan masyarakat sekitar, karena tokoh adat merupakan sesepuh
dan panutan di dalam masyarakat suku Gayo. adapun tokoh masyarakat yang
diwawancarai sebanyak 1 orang, masing-masing berasal dari Majelis adat Aceh atau
disingkat dengan MAA.
2. Anggota Masyarakat
Anggota masyarakat dipilih sebagai responden karena penelitian ini sangat
membutuhkan informasi atau keterangan yang mendalam mengenai keadaan rill di
masyarakat dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
diKabupaten Bener Meriah dalam upaya mereka mentransformasikan dan
menumbuhkan semangat nasionalisme. Adapun anggota masyarakat yang akan
diwawancarai sebanyak 1 orang, pertimbangan ini di ambil karena mengingat saat
melaksanakan penelitian data yang terkumpul telah mencukupi.
3. Tokoh Agama
Tokoh agama dipilih sebagai resonden karena peneliti membutuhkan
informasi yang mendalam tentang peran dari pada agama dan tokoh agama itu
sendiri, dalam menumbuhkan nasionalisme masyarakat suku Gayo di Kabupaten
Bener Meriah. Tokoh agama sama halnya dengan tokoh adat yang mana tokoh agama
memiliki pengaruh yang cukup besar dikalangan masyarakat Gayo terlebih
masyarakat Gayo dikenal sangat religius atau taat dalam beragama. Adapun tokoh
permusyawaratan ulama yang ada di Kabupaten Bener Meriah atau disingkat dengan
MPU.
4. Tokoh Pemuda atau Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS)
Tokoh pemuda dipilih sebagai resonden karena peneliti membutuhkan
informasi yang mendalam tentang peran serta dari tokoh pemuda dan organisasi
kemasyarakatandalam proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan
pendidikan cinta tanah air dan upaya pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama
dalammenjalankan proses transformasi etnonasionalisme. Adapun tokoh pemuda
atau organisasi kemasyarakat yang akan di wawancarai berjumlah 2 orang yang akan
berasal dari organisasi kemasyarakat yang memiliki visi dan misi menguatkan serta
menumbuhkan nasionalisme masyarakat suku Gayo.
5. Tokoh Pendidikan
Tokoh pendidikan yang dipilih sebagai responden dikarenakan peneliti
membutuhkan informasi yang mendalam tentang proses penumbuhan atau
penyemaian nasionalisme pada masyarakat suku Gayo di Kabupaten Bener Meriah
dan kualitas pendidikan pada masyarakat di Kabupaten Bener Meriah. Adapun tokoh
pendidikan yang akan di wawancarai berjumlah 2 orang yaitu kepala Dinas
Pendidikan dan Ketua PGRI atau Pemerhati pendidikan di Kabupaten Bener Meriah.
6. Pemerintah
Pemerintah dipilih sebagai responde dikarenakan peneliti membutuhkan
informasi yang mendalam dari pemerintah daerah Kabupaten Bener Meriah mengenai
proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air dan
sebagai penanggung jawab dalam menumbuhkan atau pembinaan nasionalisme
masyarakat Suku Gayo di Kabupaten Bener Meriah dan lebih memahami kondisi rill
kondisi masyarakat. Adapun jumlah responden yang akan di wawancarai berjumlah 1
orang yaitu Wakil Bupati Kabupaten Bener Meriah.
7. Anggota DPRD
Anggota DPRD dipilih sebagai responde dikarenakan peneliti membutuhkan
informasi dari anggota DPRD tentang program dari pemerintah serta program dari
Suku Gayo di Kabupaten Bener Meriah, sehingga data yang telah di dapat dari
pemerintah bisa di cross cek apakah sesuai dengan program yang diajukan ke DPRD.
adapun jumlah anggota DPRD yang akan di wawancarai berjumlah 1 orang, yaitu
ketua DPRD Kabupaten Bener Meriah.
Maka dari beberapa subjek penelitian telah dikemukakan di atas berdasarkan
kreteria yang peneliti tentukan dan sesuai dengan kondisikan keadaan masyarakat
suku Gayo di Kabupaten Bener Meriah maka subjek yang akan di ambil oleh peneliti
sebagai responden penelitian ini secara keseluruhan berjumlah sebanyak 10 orang
responden, terdiri dari Tokoh pendidikan, masyarakat, Tokoh agama, Tokoh pemuda
dan organisasi masyarakat (ORMAS), Pemerintah Daerah, dan anggota DPRD. Serta
dokumen-dokumen yang dibutuhkan yang relevan dengan fokus penelitian.
3.2.2Tempat Penelitian
Sedangkan untuk Tempat pelaksanaan penelitian ini di Kabupaten Bener
Meriah Provinsi Aceh Pemilihan lokasi penelitian ini merujuk kepada pendapat
Nasution dalam Fitrayadi, (2014, hlm. 74), beliau mengemukakan bahwa “lokasi
penelitian menunjukan pada pengertian tempat atau lokasi penelitian yang dirincikan oleh adanya 3 unsur yaitu pelaku, tempat dan kegiatan yang dapat diobservasi”.
Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Bener
Meriah sendiri adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang didiami oleh
mayoritas suku Gayo. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Aceh Tengah Berdasarkan undang- undang No. 41 tahun 2003 tanggal 18 Desember
2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh. Diresmikan
oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 7 Januari 2004. Kabupaten Bener Meriah yang
beribu kota di Simpang Tiga Redelong, yang memiliki luas 1.919,69 km² terdiri dari
10 Kecamatan. Mayoritas penduduk yang mendiami wilayah ini adalah suku Gayo
dan ikuti suku Jawa, dan suku Aceh. Bahasa daerah yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari di daerah ini adalah bahasa Gayo, bahasa Jawa dan Aceh. Selain bahasa
Indonesia.
Lokasi penelitian dalam penelitian ini, peneliti melihat klasifikasi yang
Provinsi Aceh. Dimana hampir seluruh masyarakat diwilayah ini bermata pencarian
sebagai petani, tingkat pendidikan di dalam masyarakat Gayo ini juga bervariasi,
tetapi sebagaian besar pendidikan masyarakat hanya tamatan Sekolah Menangah Atas
(SMA), agama yang di anut oleh mayoritas penduduk di daerah ini adalah agama
Islam, sosial budaya masyarakat di daerah Bener Meriah juga berbeda dengan daerah
lain yang ada di pesisir (pantai barat selatan dan timur Aceh), dan bidang
kesejahteraan sendiri daerah Bener Meriah ini belum dapat dikatagorikan sejahtera.
3.3Teknik Pengumpulan Data
Tahapan-tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tahap
orientasi, tahap eksplorasi, dan tahap member-chek. Kegiatan yang dilakukan dalam
tahap pertama adalah pra-survei atau survei pendahuluan ke lokasi penelitian untuk
mendapatkan gambaran tentang masalah yang akan diteliti. Dalam tahap yang kedua
dilakukan pengumpulan data sesuai dengan fokus penelitian. Pengumpulan data dan
informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara dan teknik yang
berasal dari berbagai sumber. Dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi.
Sesuai dengan peranan peneliti sebagai alat penelitian yang utama, maka
peneliti dapat melakukan sendiri pengamatan dan wawancara tak berstruktur kepada
informan penelitian ini (Bupati atau yang wakil daerah, Ketua DPRD, anggota
DPRD, tokoh agama, budaya dan masyarakat, dan ketua atau anggota organisasi yang
memiliki visi misi menguatkan semangat nasionalisme). Karena peranannya sebagai
instrumen utama dalam pengumpulan informasi atau data, maka informasi atau data
penelitian yang terkumpul tersebut diharapkan dapat dipahami secara utuh, termasuk
makna interaksi antar manusia, dan peneliti juga diharapkan dapat menyelami
perasaan dan nilai yang terkandung dari ucapan atau perbuatan informan penelitian.
1. Wawancara
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
menggunakan pedoman (guide) wawancara dimana pewawancara dan informan
terlibat dalam keidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2011, hlm. 111).
Bersandar pada klasifikasi Moleong (2013, hlm. 187), bahwa
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, wawancara pembicaraan informal. Pada wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada wawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.
Kedua, pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis
wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Ketiga. Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden.
Maksud dilakukannya wawancara tersebut antara lain untuk membuat suatu
konstruksi sekarang dan di sini mengenai orang, peristiwa, aktivitas, motifasi,
perasaan dan lain sebagainya. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini:
Bupati atau yang wakil daerah, Ketua dan anggota DPRD, tokoh agama, budaya dan
masyarakat, dan ketua atau anggota organisasi yang memiliki visi misi menguatkan
semangat nasionalisme sebagian informan yang dipilih dikarenakan peneliti melihat
keterkaitan mereka dalam fokus penelitian ini.
Wawancara sebagai dikemukakan Moleong, (2013, hlm. 186) adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Teknik wawancara
dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek
penelitian, antara lain tokoh adat, tokoh masyarakat, dan yang dianggap perlu dalam
penelitian ini, dalam rangka memperoleh penjelasan atau informasi tentang hal-hal
yang belum tercantum dalam observasi dan dokumentasi.
2. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya
sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan
dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner (Sugiyono, 2013, hlm. 203).
Menurut Alwasilah (2012, hlm. 110) teknik ini memungkinkan menarik inferensi
(kesimpulan) ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau
proses yang diamati. Lewat observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman
yang tidak terucapkan (tacit understanding), bagaimana yang digunakan langsung
(theory-in user), dan sudut pandang responden yang mungkin tidak tercungkil lewat
wawancara atau survei.
Peneliti yang murni menjadi pengamat sangat memungkinkan membuat
catatan di lapangan, karena saat mengamati ia bebas membuat catatan. Namun yang
berperan lain, harus segera dicatat setelah melakukan pengamatan. Catatan berupa
laporan langkah-langkah peristiwa yang dibuat dalam bentuk kategori sewaktu
dicatat, atau dapat pula berupa catatan tentang gambaran umum yang singkat tentang
transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air. Kegiatan
observasi ini dilakukan berulang kali sampai diperoleh semua data yang diperlukan.
Pelaksanaan yang berulang ini memiliki keuntungan dimana informan yang diamati
akan terbiasa dengan kehadiran peneliti sehingga informan berperilaku apa adanya
(tidak dibuat-buat).
3. Dokumentasi
Dokumen dan catatan (dokumen dan record) merupakan sumber informasi
yang sangat berguna. Menurut Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2015, hlm. 140),
membedakan keduanya dengan batasan sebagai berikut:
Thus we shall use the termn “record” to mean any written or recorded
statement prepared by or for an individual or organization for the purpose of attesting to an event or providing an accunting. Examples of records would thus include airline schedules, audit reports, tax forms, government directories, brith certificates, school grade files pupils, and minutes of
meetings. The term “document” is used to denote any written or recorded material other than a record that was not prepared spcifically in response to a request from the inquirer (such as a test ar a set of interview notes). examples of documents include letters, diaries, speeches, newspaper editorials, case studies, television scripts, photographs. medical histories, epitaphs and suicide notes.
bukti-bukti tertulis yang dapat dijadikan sebagai bukti untuk kepentingan audit dan
akutansi. Seperti laporan pajak, catatan rapat dan lainnya. Sedangkan dokumen
merujuk kepada catatan selain, seperti surat, teks pidato, koran dan lain sebagainya,
yang diminta dan dipersiapkan karena permintaan dari peneliti atau penyidik.
Lebih lanjut Menurut Lincoln dan Guba dalam Basrowi dan Suwandi (2008,
hlm. 159) dokumen dan record digunakan karena beberapa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan seperti berikut:
1) Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.
2) Berguna sebagai bukti untuk pengujian.
3) Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang ilmiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. 4) Record relatif mursah dan tidak sukar untuk diperoleh, tetapi dokumen
harus dicari dan ditemukan.
5) Keduanya tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
Catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari
kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggung jawaban. Untuk keperluan
penelitian ini, peneliti mengumpulkan catatan dan dokumen yang dipandang perlu
untuk membantu analisis dengan memanfaatkan sumber kepustakaan berupa buku
teks, makalah, jurnal, dokumen kurikulum, hasil penelitian, dokumen negara. Kajian
dokumen difokuskan pada aspek materi atau substansi yang ada kaitannya dengan
bagaimana proses tranformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta
tanah air di masyarakat Suku Gayo Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.
Selain menggunakan teknik wawancara dan observasi untuk pengumpulan
data atau informasi sesuai fokus penelitian, peneliti juga menggunakan studi
dokumentasi. Dokumen-dokumen yang dikaji peneliti adalah yang berhubungan
dengan tranformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air
dan rasa nasionalisme pada masyarakat Gayo. Ketiga teknik diatas yakni wawancara,
observasi dan studi dokumentasi adalah cara kerja yang digunakan oleh peneliti
Hal ini sejalan dengan tuntutan penelitian naturalistik-kualitatif, dimana salah
satu cirinya adalah peneliti berperan sebagai instrumen. Peneliti yang berperan
sebagai intrumen terjun langsung ke lapangan, menjaring data melalui tehnik
wawancara, observasi dan studi dokumentasi dengan melakukan judgment selama
tahap pengumpulan data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian.
3.4Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif, Bogdan dalam Sugiyono, (2013, hlm. 334)
menyatakan bahwa “Data analysis is the process of systematically searching and
arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you
accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present
what you have discovered to others”. Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain.
Penelitian ini, analisis data meliputi “bagaimana proses tranformasi
etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air pada masyarakat suku
Gayo di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh”. Kegiatannya antara lain adalah
menyusundata, memasukkannya kedalam unit-unit secara teratur, mensintesiskannya,
mencari pola-pola, menemukan apa yang penting dan apa yang harus dipelajari, dan
memutuskan apa yang akan dikemukakan kepada orang lain. Proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari
wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen
pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.
Proses analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Untuk
mendeskripsikan dan mengeksplanasi peristiwa berdasarkan data atau informasi yang
terkumpul, maka harus dilakukan kegiatan-kegiatan yang identik dan sekaligus
sebagai pengganti pengukuran dan pengolahan data yang lazim dilakukan dalam
Penelitian ini pada tahap analisis data mengacu pada langkah-langkah yang
dipakai oleh Miles dan Huberman (1992, hlm. 16-20 ) bahwa analisis terdiri dari tiga
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/vervikasi. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang
berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul
menyusul.
Bagan Komponen-komponen Analisis Data
(Miles dan Huberman, 1992:20)
Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama pengumpulan
data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi) merupakan
proses siklus interaktif. Penulis harus siap bergerak di antara empat sumbu kumparan
itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan
reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
1. Reduksi Data
Reduksi Data (data reduction) diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang diperoleh di lapangan
jumlahnya cukup banyak, sehingga memerlukan pencatatan secara teliti dan rinci.
Untuk itu perlu dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok dan penting. Reduksi data Pengumpulan
data
Reduksi data
Kesimpulan: Penarikan/verifikasi
ini dilakukan dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan aspek-aspek
permasalahan penelitian. Dengan cara melakukan pengelompokan tersebut maka
peneliti dapat dengan mudah menentukan unit-unit analisis data penelitiannya.
2. Display Data
Data yang telah direduksi kemudian disajikan atau ditampilkan (display)
dalam bentuk deskripsi sesuai dengan aspek-aspek penelitian.Penyajian data ini di
maksudkan untuk memudahkan peneliti menafsirkan data dan menarik kesimpulan.
Sesuai dengan aspek-aspek penelitian ini, maka data atau informasi yang diperoleh
dari lapangan disajikan secara berturut-turut mengenai keadaan aktual lokasi
penelitian, dan tranformasi etno-nasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta
tanah air pada masyarakat suku Gayo di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan berdasarkan pemahaman
terhadap data yang telah dikumpulkan. Sesuai dengan hakikat penelitian kualitatif,
penarikan kesimpulan ini dilakukan secara bertahap. Pertama, menarik kesimpulan
sementara atau tentatif, namun seiring dengan bertambahnya data maka harus
dilakukan verifikasi data dengan cara mempelajari kembali data yang telah ada.
Kemudian, verifikasi data juga dilakukan dengan cara memintapertimbangan dari
pihak-pihak lain yang ada keterkaitannya dengan penelitian, yaitu dengan meminta
pertimbangan dari sumber-sumber lain, atau dengan cara membandingkan data yang
diperoleh dari sumber tertentu dengan sumber-sumber lain. Akhirnya peneliti
menarik kesimpulan akhir untuk mengungkapkan temuan-temuan penelitian ini.
4. Triangulasi
Menurut Wiliam Wiersma dalam Sogiyono, (2013, hlm. 372) Triangulation is
qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the
convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Sedangkan menurut
yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu.
3.5Isu Etik
Saat proses penelitian berlangsung, di Kabupaten Bener Meriah sedang
mengalami musim kemarau, sehingga memudahkan peneliti untuk berkunjung
kepusat Ibukota Kabupaten Bener Meriah, untuk mengurus surat izin penelitian ke
Kesbangpol Kabupaten Bener Meriah, setelah semua surat-surat penelitian telah
selesai maka peneliti berangkat kekantor DPRD Kabupaten. Kantor Bupati, MPU,
MAA dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah untuk mengantar surat izin
untuk melakukan penelitian.
Setelah surat izin untuk melaksanakan penelitian diproses oleh masing-masing
instansi yang terkait dengan data-data penelitian transformasi etnonasionalisme
sebagai landasan pendidikan cinta tanah air, maka pihak bagian umum
mengagendakan pertemuan peneliti dengan informan yang ingin diwawancarai oleh
peneliti. Peneliti sendiri sebelum melakukan penelitian telah mempersiapkan alat
pendukung penelitian seperti pedoman wawancara, kamera digital, dan tesis
transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air.
Peneliti saat melakukan penelitian dengan cara mewawancarai informan
mendapatkan kendala-kendala seperti susahnya bertemu dengan sebahagian informan
dikarenakan waktu yang dimiliki oleh informan sangat padat dan ada sebahagian dari
informan yang sedang berada di luar kota karena sedang berobat sehingga peneliti
harus mengganti informan untuk mendapatkan data-data yang benar-benar diperlukan
dan dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Setelah informan pengganti sudah
menyediakan waktu maka peneliti dapat melaksanakan wawancara, barulah peneliti
datang kembali ke kantor ataupun kerumah informan pada waktu yang sudah
ditentukan oleh informan.
hfProses wawancara berlangsung berapa lama tergantung dari waktu yang
ditentukan oleh peneliti berdasarkan kisi-kisi pertanyaan dari setiap rumusan masalah
yang ingin didapatkan oleh peneliti dan kesediaan informan dalam memberikan
terbuka saat melakukan wawancara di rumah (kediaman) dan memberikan waktu
sebanyak-banyaknya kepada peneliti untuk mendapatkan data melalui wawancara.
proses wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan dipastikan tidak
mengganggu aktivitas informan, tidak ada tindak paksaan, dan tidak ada unsur
kekerasaan, semua sudah kesepakatan bersama. Untuk mengambil dokumentasi atau
foto lokasi dan sebagainya peneliti juga harus meminta izin, kalau tidak
diperbolehkan mengambil foto peneliti tidak akan mengambil foto, agar tidak
memberatkan salah satu pihak.
Kendala-kendala yang dihadapi peneliti saat melaksanakan penelitian dapat
dianggap sangat minim, karena peneliti sendiri berasal dari masyarakat suku Gayo
sehingga dalam melaksanakan penelitian mengerti etika serta adat istiadat yang
berlaku didalam masyarakat suku Gayo dan proses wawancara kebanyakan
menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dan Gayo, karena jika
menggunakan bahasa Gayo lebih terdengar sopan dan informan lebih bisa mengerti
apa sebenarnya yang ingin ditanyakan oleh peneliti.
Sesudah selesai melakukan wawancara peneliti memberikan ucapan terima
kasih kepada masing-masing informan yang telah meluangkan waktu dan telah
memberikan data-data kepada peneliti. Peneliti memberikan cendramata dan makan
siang bersama dengan informan. Dengan demikian penelitian ini dapat berlangsung
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI
Bab ini menguraikan tentang simpulan penelitian, implikasi penelitian, dan
rekomendasi penelitian.
5.1Simpulan
5.1.1Simpulan Khusus
Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan berkaitan
dengan transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air
pada masyarakat Suku Gayo, bahwa trasformasi etnonasionalisme adalah perubahan
yang direncanakan oleh masyarakat (tokoh masyarakat) dan pemerintah daerah untuk
merubah mainset masyarakat suku gayo yang semula memiliki sifat primodialisme
dan etnosentrisme yang mengarah kepada etnonasionalisme menjadi nasionalisme
kepada Negara kesatuan republic Indonesia. Transformasi etnonasionalisme tersebut
merupakan keinginan dari segenap masyarakat suku gayo dan dalam melakukan
proses tersebut masyarakat dibantu oleh pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama
dan organisasi kemasyarakatan.
Masyarakat Indonesia yang pluralis (majemuk) harus dapat menempatkan
nasionalisme Indonesia diatas nasionalisme kesukuan. etnonasionalisme harus
diarahkan kepada prinsip kesamaan, yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD
1945. Transformasi etnonasionalisme sebagai sebuah cara atau strategi dalam
masyarakat untuk membina dan menumbuhkan nasionalisme Indonesia yang
berlandaskan cinta tanah air. Transformasi etnonasionalisme belum merupakan
strategi yang dapat dikatakan ideal, karenanya perlu dikembangkan sebagai sebuah
model. Transformasi etnonasionalisme yang ada pada masyarakat suku gayo
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta mengedepankan asas
kekeluargaan dan memperhatikan kearifan lokal masyarakat suku gayo, karena
5.1.2 Simpulan Khusus
Secara khusus, dari hasil penelitian ini dapat dirumuskan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah
air pada masyarakat suku Gayo merupakan sebuah perubahan bentuk
primodialisme, dan etnosentrisme yang mengarah kepada etnonasionalisme.
Perasaan etnonasionalisme yang berkembang dalam masyarakat Suku Gayo
tersebut sengaja diarahkan menjadi nasionalisme melalui transformasi
etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air. Secara khusus
transformasi etnonasionalisme dilandasi oleh keinginan survive, merasa
senasib, merasa sebagai etnis, dan ingin mewujudkan tujuan yang lebih besar.
Tetapi secara umum transformasi etnonasionalisme tersebut dilandasi
kesadaran masyarakat Suku Gayo akan pentingnya keberadaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Transformasi etnonasionalisme dijalankan oleh
pemerintah, tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, proses tersebut
berlangsung dalam tiga tahapan, tahapan pertama dilingkungan keluarga,
tahapan kedua dilingkungan masyarakat dan tahapa yang terakhir
dilingkungan sekolah. Ketiga tahapan ini memiliki peran masing-masing
tetapi peran yang paling dominan terletak di lingkungan masyarakat dan
dilakukan oleh tokoh masyarakat.
2. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pada proses transformasi
etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air di masyarakat
Gayo pemerintah telah berupaya bekerjasama dengan aparat keamanan, tokoh
masyarakat yang tergabung dalam lembaga majelis permusyawaratan ulama
dan majelis adat aceh, dan organisasi kemasyarakatan dalam menghadapi
hambatan tersebut. Melalui pendidikan, pelatihan, sosialisasi, himbauan
kepada masyarakat tentang pentingnya memiliki rasa cinta tanah air dan
3. Hambatan yang dihadapi dalam proses transformasi etnonasionalisme sebagai
landasan pendidikan cinta tanah air pada masyarakat Gayo adalah masih
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga berpengaruh terhadap
pemahaman masyarakat terhadap pentingnya nasionalisme, tingkat
kesejahteraan masyarakat yang masih rendah sehingga masyarakat mudah
terprovokasi dan globalisasi yang berdampak buruk terhadap nasionalisme
masyarakat gayo, khususnya nasionalisme generasi muda Gayo. Selain faktor
pendukung proses transformasi etnonasionalisme pada masyarakat suku Gayo
adalah faktor keadaan alam yang subur, faktor kepercayaan/agama dan
karakter masyarakat Gayo yang cinta damai.
4. Transformasi etnonasionalisme yang berkembang dimasyarakat Gayo
merupakan sebuah strategi yang dilakukan untuk mendorong masyarakat suku
gayo agar memiliki rasa nasionalisme. Strategi tersebut mengedepankan
pendekatan kekeluargaan dengan melibatkan tokoh masyarakat dan organisasi
kemasyarakat, cara yang digunakan adalah ceramah, sosialisasi, himbauan dan
kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan karena dianggap lebih efektif dan
efesien dalam mewujudkan masyarakat suku gayo yang memiliki jiwa
nasionalisme.
5.2 Implikasi
Penelitian transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta
tanah air memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan Pendidikan
Kewarganegaraan, karena saat ini etnonasionalisme mulai mengancam kesatuan dan
persatuan bangsa Indonesia. Ditengah menguatnya arus otonomi daerah dan
globalisasi serta konteks Indonesia majemuk. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
ujung tombak pemerintah untuk membentuk warga negara yang pintar dan baik
(smart and good citizen) harus mampu mencari solusi yang tepat dalam membina
semangat nasionalisme agar etnonasionalisme yang selama ini berkembang dapat
Etnonasionalisme yang berkembang dalam masyarakat Suku Gayo di
Kabupaten Bener Meriah ternyata dapat di transformasikan menjadi landasan
pendidikan cinta tanah air, maka pengalaman, metode dan strategi yang digunakan
dalam proses transformasi tersebut dapat digunakan memperkaya kajian teori
Pendidikan Kewarganegaraan khususnya di masyarakat sehingga dapat digunakan
untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan etnonasionalisme di daerah
lain di Indonesia dan dapat diadopsi sebagai metode penanaman kembali nilai-nilai
kebangsaan, budaya dan kemanusiaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan di
sekolah. Sehingga diharapkan terwujudlah nasionalisme didalam hati sanubari setiap
warganegara Indonesia.
Nasionalisme menjadi fokus kajian penting Pendidikan Kewarganegaraan
karena warganegara yang smart and good citizen hanya akan dapat dibentuk jika
warganegara telah memiliki rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negaranya. Saat
ini metode-metode transformasi dianggap sebagai formulasi yang tepat untuk
merubah mindset warga negara yang masih memiliki bersifat primodial, etnosentris,
dan etnonasionalisme yang tinggi kearah nasionalisme pancasila dan uud yang
semula dicita-citakan oleh seluruh bangsa Indonesia.
5.3Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan beberapa hal
berkaitan dengan transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta
tanah air.Rekomendasi ini disampaikan kepada berbagai pihak terkait yang memiliki
kontribusi kuat terhadap pembinaan semangat nasionalisme kebangsaan
Indonesia.khususnya bagi Pemerintah daerah.
1. Kepada pemerintah daerah Kabupaten Bener Meriah diharapkan dapat
melakukan evaluasi dan pengembangan model transformasi etnonasionalisme
sebagai landasan pendidikan cinta tanah air pada masyarakat suku Gayo. Hal
yang perlu untuk dievaluasi ialah metode dan teknik yang digunakan dalam
proses penyampaian sosialisasi, himbauan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
2. Kepada organisasi kemasyarakatan sebagai mitra dari pemerintah yang
memiliki komitmen dalam meningkatkan dan pembinaan semangat
nasionalisme Indonesia agar terus melakukan pengembangan dan inovasi
terhadap model transformasi etnonasionalisme yang telah berjalan sehingga
model tersebut dapat mendekati kesempurnaan/ideal, dan terus mendukung
program-program yang dilakukan oleh pemerintah dalam pembinaan
semangat nasionalisme Indonesia.
3. Kepada masyarakat khususnya masyarakat Gayo direkomendasikan agar terus
meningkatkan kesadarannya sebagai warganegara Indonesia, memiliki
semangat nasionalisme yang tinggi dan senantiasa mendukung program
pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi kemasyarakatan.
Transformasi etnonasionalisme hanya merupakan sebuah model untuk
membina semangat nasionalisme diharapkan tanpa menggunakan sebuah
model, nasionalisme masyarakat Gayo tetap tinggi dan terus menjunjung
tinggi kepentingan bangsa dan negara tanpa membeda-bedakan suku, agama
dan ras.
4. Kepada pihak sekolah diharapkan dapat terus meningkatkan upaya pembinaan
semangat nasionalisme Indonesia kepada siswa melalui program-programnya.
Selain itu, diharapkan juga dapat memberikan pengarahan tentang pentingnya
nasionalisme dan cinta tanah air kepada masyarakat khususnya masyarakat
pedalaman Kabupaten Bener Meriah.
5. Kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Aceh
direkomondasikan untuk lebih memperdayakan lagi program-program yang
telah ada, memberikan perhatian khusus masyarakat Gayo yang tinggal
dipedalaman Kabupaten Bener Meriah dan kepada seluruh pihak yang
memiliki komitmen meningkatkan dan membina semangat nasionalisme
Indonesia.
6. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan tersebut
direkomendasikan untuk secara spesifik mengkaji dan menelaah
daerah-daerah rawan konflik, mengembangkan strategi transformasi etnonasionalisme
pada masyarakat atau suku lainnya, mengkaji dan menelaah kelemahan
strategi transformasi etnonasionalisme serta diuji lebih jauh lagi sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alwasilah, A. Chaedar. (2012). Pokoknya kualitatif. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Alwasilah, A. Chaedar. (2003). Pokoknya kualitatif. Bandung: PT. Dunia Pustaka
Jaya.
Alwasilah, A. Chaedar. (2015). Pokoknya Studi kasus kualitatif. Bandung: PT. Kiblat
Buku Utama.
Barrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Bungin, Burhan.(2007). Penelitian kualitatif. Jakarta: PT Kencana Prenada Media
Grup.
Crerwell, W. Jhon. (2012). Research Design Pendekatan Kualitaif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Cogan, (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education. Bandung: CICED.
Denzin Norman K. dan Lincoln Yvonna S. (2009). Handbook Of Qualitative
Research, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Grosby Steven. (2011). Sejarah Nasionalisme Asal Usul Bangsa dan Tanah Air,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hans, Kohn terjemahan Sumantri Mertodipuro. (1984). Nasionalisme arti dan
sejarahnya. P.T. Pembangunan dan Penerbit ERLANGGA Jakarta Anggota
IKAPI.
Harrison E. Lawrence dan Huntington P. Samuel. (2006). Kebangkitan Peran
Budaya. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Harsojo.(1988). Pengantar Antropologi. Bandung: PenerbitBinacipta
Hidayah Zulyani, (1996). Ensklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka
Ihsan, Negara Nasionalisme Dan Politik Identitas, Diskusi Buku Anthony Reid
Review. Diskusi edisi 007, Agustus 2012, Democracy Project Yayasan Abad
Demokrasi.
Ju Land, Thung dan Manan M. Azzam. (2011). Nasionalisme dan Ketahanan Budaya
di Indonesia sebuah tantangan. LIPI
Kaelan, (2013).Negara Kebangsaan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kasmahidayat, Yuliawan. (2010). Agama Dalam Transformasi Budaya Nusantara.
Bandung: CV. Bintang Warliartika.
Kalidjernih Freddy K, (2011).Puspa Ragam, Konsep dan Isu Kewarganegaraan.
Bandung: WidyaAksara Press.
Kahin, George Mc Turnan. (2013). Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Depok:
Komunitas Bambu.
Kukathas Chandran dan Gaus F. Gerald (2013). Handbook Teori Politik. Bandung:
Nusa Media.
Latif Yudi, (2012). Negara Paripurna Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila. Jakarta: PT. Gramedia.
Latif Yudi, (2014). Mata Air keteladanan Pancasila dalam Perbuatan. Jakarta:
Mizan.
Miles B. Matthew dan Humberman A. Michael. (1992). Analisis data kualitatif.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Melalatoa, M. Yunus. (1982). Kebudayaan Gayo. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Meteray, Bernarda. (2012).Nasionalisme Ganda Orang Papua, Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara.
Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mukhlis, Paenin, (2003). Riak Di Danau Laut Tawar Kelanjutan Tradisi Dalam
Perubahan Sosial Di Gayo-Aceh Tengah: Gajah Mada University Press.
Nur’aeni, Nani dkk. (2014). Model Pembelajaran Kreatif Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandung: Pustaka Aura Semesta.
Oommen, TK. (2009). Kewarganegaraan, Kebangsaan, dan Etnisitas. PT: Kreasi
Pandie B. W. David. (2009), Transformasi Birokrasi Menjangkau Indonesia Sehat.
Bandung. UNPAD Press.
Poespowardojo Soerjanto dan Parera M. Frans. (1994). Pendidikan Wawasan
Kebangsaan Tantangan dan Dinamika Perjuangan Kaum Cendikiawan
Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.
Ritzer Geoger dan Smart Barry (2012).Handbook Teori Sosial. Bandung: Penerbit
Nusa Media.
Sapriya, dkk. (2011).Konsep dasar PKn. Bandung: Laboratorium PKn UPI Press.
Sanjayawina,(2010).Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jakarta: Prenada Media Group.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. (2012). Otonomi Daerah, Etnonasionalisme dan
Masa Depan Indonesia.Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Simanjuntak Bungaran Antonius. (2014). Korelasi kebudayaan dan pendidikan.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Simatupang, Maurits (2002). Budaya Indonesia yang Supraetnis, Jakarta: Penerbit
Papas Sinar Sinanti.
Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitaif dan RND. Bandung:
Alfabeta.
Somantri N (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syah Sirikit dan Martadi. (2012), Rekontruksi Pendidikan; Kumpulan Pemikiran
Tentang Perlunya Merekontruksi Pendidikan di Indonesia. Surabaya: UNESA
University Press.
Sztompka Piotr, (2011). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Prenada Media
Group.
Tilaar, H.A.R. (2007). Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Wahab, A.A. (2007). “Pendidikan Kewarganegaraan”. dalam Ali, Mohammad dan
Wahab Abdul Azis Dan Sapriya. (2011), Teori Dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan Bandung, CV. ALFABETA
Winataputra, U.S. (2001). Jati diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.
Winataputra & Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan SPs UPI.
Yaqin, M. Ainul. (2005). Pendidikan multicultural. Yogyakarta: Nuansa Aksara
Yin Robert K. (2014). Studi kasus desain & metode, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Jurnal, Tesis, dan Disertasi
Abdullah, Irwan (2002). Tantangan Pembangunan Ekonomi Dan Transformasi
Sosial: Suatu Pendekatan Budaya. Humaniora VOLUME XIV No. 3/2002
Allen, J. (1960). “The Role of Ninth Grade Civics in Citizenship Education”. The High School Journal. 44,(3),106-111.
Caturiasari, Jennyta. (2013). Pembinaan karakter melalui seni tradisional untuk
menumbuhkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
Converse, Daniele. (2000). Conseptualizing nationalsm an introduction to walker connor’s work.
Dewi, Ita Mutiar. (2008). Nasionalisme dan kebangkitan dalam teropong. Mozaik
Vol. 3 :juli 2008.
Djariyo, Bayu Iqbal Setiaji, (2014), Pendekatan Multikultural Terhadap Pendidikan
Cinta Tanah Air Pada Pembelajaran Siswa Sd Kelas Iv Di Kecamatan
Purwanegara Univeritas PGRI Semarang, Volume 4 No. 2 Desember 2014.
Erawan, Nindy Victoria.(2014). Penerapan model pembelajaran tandur berbasis
kearifan lokal pada mata pelajaran pkn untuk menumbuhkan karakter cinta
Erawati, Desi. (2011). Pengembangan model sosialisasi nilai kebersamaan sebagai
upaya menanggulangi konflik antarumat beragama dalam kehidupan
bermasyarakat.
Firmansyah, Syarif. (2013). Tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk
membangun karakter warganegara pada masyarakat perbatasan.
Fitrayadi, Dinar Sugianto. (2010). Peran pendidikan kewarganegaraan dalam
mengembangkan karakter tanggung jawab peserta didik di era globalisasi.
Herniwati, (2011). Menanamkan Nilai Nasionalisme Melalui Pembelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Jurnal Kependidikan Triadic, April 2011, Volume 14, No. 1.
Hendrawan, Jajang Hendar. (2013). Transformasi nilai-nilai kepemimpinan sunda
melalui pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
Isiksal, Huseyin. (2002). Two perspectives on the relationship of ethnicity to
nationalism: comparing gellner and smith. Alternatives: turkish journal of
international relations, vol. 1, no. 1 spring 2002.
Kuntadi, Iwa. (2010). Pengembangan model pembelajaran praksis dengan aplikasi
jobsheet terpadu untuk meningkatkan kompetensi siswa SMK
Mardawani. (2010). Pembinaan semangat nasionalisme Indonesia dalam
menghadapi tantangan kosmopolitanisme dan etnisitas melalaui
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Munawar, Anwar (2013). Warisan Politik Dan Dinamika Politik Indonesia Kekinian
Jurnal Online WESTPHALIA, VOL.12, NO.1 (Januari-Juni 2013)
Metumara, Moses Duruji. (2010). Democracy and the challenge of ethno-nationalisme in nigeria’s fourth republic: interrogating instutional machnics. Jurnal of peace, confilict and development.
Murod, Abdul Choliq, (2011). Nasionalisme Dalam Pespektif Islam. Jurnal Sejarah
CITRA LEKHA, Vol. XVI, No. 2 Agustus 2011: 45-58.
Rahmat, Pupu Saeful. (2013). Transformasi nilai-nilai budaya bisnis pada pengusaha
etniscina keturunan di kabupaten kuningan.
Rosita, M. Japar dan Dwi Afrimetty Timoera,(2013). Hubungan Pemahaman Bela
Negara Dengan Nasionalisme Siswa Di Smp Negeri 03 Tambun Selatan
Bekasi. Jurnal PPKN UNJ ONLINE Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013.
Riyanto, Astim (2010) Law And Order Dalam Perspektif Hukum Konstitusi. Jurnal
Sekretariat Negara RI No. 16 Mei 2010.
Suhaida, Dada. (2010). Orientasi politik masyarakat etnis tionghoa kota Pontianak
dalam penguatan komitmen kebangsaan.
Tippe, Syarifudin.(2013) Implementasi Kebijakan Bela Negara Di Perbatasan: Studi
Kasus Di Provinsi Papua Jurnal Sosioteknologi Edisi 29 Tahun 12, Agustus
2013.
Uduma, Oji Uduma. (2013). The challenges of ethnonationalism for the nigerian
state, journal of african studies and development. Vol. 5 (3), pp. 33-40, July
2013.
Widodo Suwarno, Implementasi Bela Negara Untuk Mewujudkan Nasionalisme,
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume I, No 1, Januari 2011.
Yuliatin Lina, (2013). Upaya Penanaman Rasa Cinta Tanah Air Pada Para Santri Di
Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Kabupaten Jombang Universitas
Negeri Malang jurnal-online.um.ac. Fakultas Ilmu Sosial UM,
Yunus, Rasid. (2013). Transformasi nilai-nilai budaya lokal sebagai upaya
pembangunan karakter bangsa. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 14 No. 1
April 2013.
Zaeny A. (2005), Transformasi Sosial Dan Gerakan Islam Di Indonesia. Komunitas
Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Volume 1, Nomor 2, Juni 2005.
Internet
http:///E:/DanielDhakidaeIndonesiaDalamAncamanEtnonasionalismeANTARANews
.htm
http://koran.tempo.co/konten/2005/12/02/57067/Nasionalisme-Warga-Aceh-Menurun