• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman A.Strategi Reciprocal Teaching ... 19

B.Berpikir Kritis ... 24

C.Berpikir Kritis dalam Matematika ... 32

D.Disposisi Matematika ... 34

E. Hubungan antara Strategi Reciprocal Teaching dengan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis ... 37

F. Pembelajaran Konvensional ... 39

G.Penelitian yang Relevan ... 40

H.Hipotesis Penelitian ... 40

BAB III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 43

B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

C.Instrumen Penelitian ... 47

D.Pengembangan Bahan Ajar ... 58

E.Teknik Pengumpulan data ... 59

F.Teknik Pengolahan Data ... 59

(2)

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 121 B. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ………...

LAMPIRAN

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi berkembang begitu

pesat seiring dengan perkembangan zaman. Aplikasinya sekarang sudah merambah

ke setiap relung kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sosial, agama, rumah

tangga, maupun dalam kehidupan pribadinya. Dalam kehidupan sosial misalnya,

orang jawa bisa menyaksikan bagaimana kehidupan sosial dan adat istiadat suatu

suku di pulau lain dengan menyaksikannya di TV, atau bisa berhubungan dengan

sesama teman dimana pun dia berada melalui jejaring sosial, dan lain sebagainya.

Dalam kehidupan beragama, seseorang bisa mengunduh dari internet apa-apa yang

dibutuhkan tentang agama atau orang bisa mendengar panggilan sholat dari jarak jauh

melalui pengeras suara, dan yang lainnya. Dalam rumah tangga, dengan teknologi

ibu-ibu bisa memasak dengan cepat menggunakan kompor gas dan alat masak

modern, atau melalui internet bisa melihat atau mengunduh resep masakan yang

diinginkan, dan yang lainnya. Dalam kehidupan pribadi, seseorang bisa menggunakan

telepon seluler, smart phone, flash disk untuk menyimpan data rahasia yang bersifat

(4)

pengetahuan dan teknologi dengan kehidupan. Sangat ketinggalan jika tidak

mengenalnya.

Ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi dapat dipelajari. Salah

satu sarana atau wadah yang dipakai dalam pembelajaran diantaranya lembaga

pendidikan, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan nonformal

atau informal di luar sekolah. Menurut Undang-Undang No. 20 th 2003 tentang

Sisdiknas pada ayat 14 tertulis: “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan

dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”. Sedangkan pada pasal 26 ayat 1

tertulis: “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,

dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan

sepanjang hayat”. Dan pada pasal 27 ayat 1, tertulis: “Kegiatan pendidikan informal

yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara

mandiri”.

Pada Undang-Undang RI no. 20 tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan

Nasional” pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, menyatakan bahwa :

(5)

Pada pasal di atas, menyatakan bahwa fungsi dari pendidikan nasional adalah

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak yang bermuara pada

mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini memiliki jangkauan dan kajian yang

sangat luas, terutama kajian pendidikan yang menyangkut pembelajaran di

sekolah-sekolah. Dari berbagai pelajaran yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan

salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif bagi pencerdasan dan

pencerahan kehidupan bangsa. Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas

dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, atau generalisasi

untuk suatu studi atau pun pemecahan masalah. Matematika juga mampu

meningkatkan kemampuan untuk berpikir dengan jelas, logis, teratur, dan sistematis

(Boediono, 2002:1). Oleh karena itu matematika harus dipelajari dan dikuasai oleh

segenap warga negara sebagai sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga mereka mampu bertahan dalam era globalisasi yang

berteknologi maju disaat sekarang maupun yang akan datang.

Matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari dan mendukung

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi tersebut.

Seperti yang tertulis dalam lampiran Standar Isi matematika, bahwa;

“Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit”.

Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan

(6)

matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di setiap

jenjang pendidikan formal, dari SD sampai Perguruan Tinggi, sesuai dengan UU RI

no. 20 tentang Sisdiknas pada pasal 37, bahwa matematika merupakan salah satu ilmu

dasar.

Matematika tidak hanya diperlukan untuk mempelajari matematika lebih lanjut

dalam jenjang yang lebih tinggi, tetapi juga diperlukan untuk mempelajari ilmu-ilmu

lain seperti ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu teknik, kedokteran, ilmu ekonomi,

dan ilmu sosial (Yuli Darwati, 2009:1). Matematika juga digunakan secara langsung

dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu pentingnya matematika sehingga mata pelajaran matematika mendapat

jumlah jam pelajaran yang lebih banyak dari mata pelajaran lain, selain itu di

pendidikan nonformal dan informalpun mata pelajaran matematika mendapat

perhatian yang lebih dari orang tua siswa. Banyak orang tua siswa yang memfasilitasi

anaknya untuk memperoleh tambahan jam pelajaran matematika di luar jam pelajaran

sekolah, melalui les atau bimbingan belajar pada lembaga tertentu dan orang tua di

rumah memberi perhatian lebih terhadap mata pelajaran matematika.

Salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP adalah dapat

mengembangkan berpikir kritis siswa yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,

membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. Dengan demikian pembelajaran

(7)

berpikir kritis, logis, kreatif dan bekerja sama yang diperlukan siswa dalam

kehidupan modern.

Belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas dan proses berpikir

(Sabandar : 2009). Melalui aktivitas dan proses berpikir diharapkan setiap siswa

dapat menggali kemampuan yang terpendam yang dimilikinya. Kemampuan yang

harus digali dan dikembangkan diantaranya adalah kemampuan berpikir kritis, tanpa

meningkatkan dan mengandalkan pembelajaran matematika yang berkualitas yang

menuntun siswa agar mau berpikir, akan sangat sulit untuk dapat tercapai

kemampuan berpikir dengan harapan menghasilkan sebuah hasil prestasi belajar

matematika yang baik.

Dalam belajar matematika, hal ini tentu bukan suatu hal yang sederhana.

Aktivitas dan proses berpikir akan terjadi apabila seorang individu berhadapan

dengan suatu situasi atau masalah yang mendesak dan menantang serta dapat

memicunya untuk berpikir agar diperoleh kejelasan dan solusi atau jawaban terhadap

masalah yang dimunculkan dalam situasi yang dihadapinya (Sabandar : 2009).

Dengan demikian meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi perlu

diupayakan.

Upaya meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, diantaranya

kemampuan berpikir kritis yang perlu mendapatkan perhatian. Hasil studi

internasional ke tiga dalam bidang matematika dan IPA (TIMSS) memperlihatkan

bukti bahwa soal-soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir

(8)

Indonesia yang mengikuti studi tersebut. Untuk penyelesaian soal-soal itu, prestasi

Indonesia berada jauh di bawah rata-rata (Suryadi, 2005).

Survey yang dilakukan JICA Technical Cooperation Project for Development

of Science and Mathematics Teaching for Primary and Secondary Education in

Indonesia atau IMSTEP pada tahun 1999 di kota Bandung, menemukan sejumlah

kegiatan bermatematika yang dipandang sulit oleh siswa maupun oleh guru

matematika SMP. Kegiatan tersebut diantaranya pembuktian atau justifikasi,

pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematik, menemukan

generalisasi/konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang

diberikan. Hasil studi internasional ketiga dalam bidang matematika dan IPA,

matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada

umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia (Suryadi,

2005). Selain itu, menurut Maulana (2008) hasil studi pendahuluan yang

dilakukannya melaporkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa

program D2 PGSD kurang dari 50% dari skor maksimal.

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan tingkat tinggi

khususnya kemampuan berpikir kritis masih perlu ditingkatkan. Pembelajaran yang

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis harus memberikan

kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi, baik melalui pemberian soal

yang tidak bersifat prosedural atau pemberian materi yang tidak secara langsung

(9)

Sebagai contoh kasus, pada saat siswa mengerjakan soal multiple choice,

siswa mengerjakan dengan sungguh-sungguh ternyata jawabannya ada pada

pilihannya, dengan senang hati dan tanpa berpikir panjang siswa tersebut langsung

memilih jawaban tersebut, setelah dikoreksi lagi di rumah ternyata jawaban tersebut

salah. Dengan demikian berarti siswa tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis.

Timbul pertanyaan, mengapa kemampuan berpikir kritis siswa rendah?

apakah karena siswa tersebut kurang suka terhadap matematika, atau kemampuan

dasar matematika yang rendah. Bagaimana dengan disposisi matematis siswa?

Menurut penelitian Erlita (2006), masih banyak siswa yang mengerjakan soal latihan

matematika dengan mencontoh hasil kerja temannya, tanpa memiliki keingintahuan

yang tinggi terhadap matemaika. Ini berarti disposisi matematis siswa rendah. Senada

dengan pernyataan tersebut, Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh

Kusumawati (2010) pada siswa SMP peringkat tinggi, sedang dan rendah sebanyak

297 orang di kota Palembang. Hasil studi menunjukkan persentase skor rerata

disposisi matematis siswa, baru mencapai 58 persen yang diklasisifikasikan rendah.

Berdasarkan kurikulum 2006, penilaian dari disposisi matematis termuat

dalam ranah afektif yang menjadi tujuan pendidikan matematika di SMP, yaitu,

“peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan pecaya diri dalam pemecahan masalah”.

Dari penilaian ranah afektif seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum 2006

(10)

pembelajaran matematika. Jadi selain kemampuan berpikir kritis siswa yang harus

ditingkatkan, juga diperlukan sikap positif siswa terhadap matematika (disposisi

matematis) yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Disposisi matematis tersebut

menurut Polking (dalam Sumarmo, 2009) diantaranya: Rasa percayadiri, fleksibel,

tekun, keingintahuan yang tinggi, cenderung memonitor diri sendiri, mengetahui

kegunaan matematika, dan menghargai matematika.

Bila ditelusuri lebih jauh, faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya hasil

belajar siswa, salah satu diantaranya, adalah strategi pembelajaran yang digunakan

guru tidak bervariasi dan guru kurang melakukan perbaikan terhadap program

pembelajaran dengan menerapkan strategi-strategi yang sesuai dengan materi

pelajaran yang dibicarakan dan karakteristik siswa (Erlita. 2006:7). Padahal menurut

Undang-Undang RI no. 20 tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional” pasal 1

ayat 1 menyatakan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara”.

Cukup jelas bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana, terencana disini

maksudnya pendidikan itu harus direncanakan baik oleh pemerintah, kepala sekolah,

maupun guru agar dapat mewujudkan proses pembelajaran yang menjadikan siswa

aktif. Guru merupakan garda terdepan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(11)

ekspositori. Satu strategi pembelajaran saja tidak akan banyak membantu siswa

(Pennen, 2001: 21). Pembelajaran menjadi monoton dan membosankan. Siswa

kurang perhatian terhadap pembelajaran yang diberikan guru, sehingga proses

pembelajaran peserta didik tidak aktif. Dengan demikian, materi pelajaran tak

mampu diserap oleh siswa dengan baik.

Seringnya guru menggunakan strategi pembelajaran klasikal mungkin faktor

lain yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Strategi ini bersiklus sebagai

berikut: guru menjelaskan materi pelajaran, memberi contoh dan memberi latihan

secara klasikal yang dikerjakan oleh siswa secara individual. Strategi pembelajaran

seperti ini lebih terpusat pada guru. Siswa tidak berperan aktif dalam belajar. Tidak

terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, atau antara guru dengan siswa.

Pembelajaran bersifat satu arah dari guru ke siswa. Pada saat guru memberikan

latihan soal-soal secara klasikal, hanya beberapa siswa yang mampu mengerjakan

soal. Siswa lainnya ada yang mencontoh hasil pekerjaan temannya, ada pula yang tak

mengerjakan sama sekali, dengan alasan tidak mengerti. Selain itu juga dengan tidak

adanya kerja sama/interaksi dalam pembelajaran menyebabkan siswa kesulitan

memahami materi matematika, dan selanjutnya sikap siswa terhadap pelajaran

matematika negatif. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika

dalam KTSP.

Pada saat ini masih banyak guru-guru yang mengajarkan matematika tidak

sesuai dengan pendidikan yang diharapkan undang-undang seperti yang tertulis pada

(12)

text book oriented”, menginformasikan rumus-rumus matematika dan dilanjutkan

dengan meminta siswa mengahafalnya, agar nanti dapat digunakan dalam

menyelesaikan soal.

Dengan dapat menyelesaikan soal, siswa memperoleh nilai sesuai dengan

harapannya. Di satu sisi siswa memperoleh nilai yang diharapkan tapi di sisi lain ada

sesuatu yang hilang, yang justru sangat penting untuk masa depannya, yaitu proses

untuk memperoleh rumus tersebut. Dalam proses tersebut bukan hanya rumus saja

yang didapatkan sehingga siswa bisa mengingatnya lebih lama, tapi pola pikir dalam

proses pencarian rumus tersebut akan bermanfaat dalam mengambil tindakan dalam

kehidupan sehari-hari.

Mengajarkan matematika tanpa aktivitas dan proses berpikir secara langsung

akan mengurangi kesempatan bahkan meniadakan kesempatan bagi siswa untuk

berlatih berpikir dalam pembelajaran matematika (Sabandar :2009).

Sebenarnya pembelajaran yang tidak melakukan proses yang diharapkan

terhadap siswanya dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya,

wawasannya, ilmu pengetahuannya, atau keterampilannya maka kompetensi

lulusannya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini pun tidak sejalan

dengan ciri-ciri masyarakat global saat ini.

Menurut PBB (dalam Chaeruman, 2010:3), salah satu tantangan pendidikan

dewasa ini adalah membangun keterampilan abad 21, diantaranya adalah

(13)

efektif dan keterampilan berkolaborasi. Memiliki ke lima keterampilan itu merupakan

ciri masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society).

Juga tidak sejalan dengan cita-cita luhur pendidikan bangsa Indonesia yang

tercantum dalam undang-undang atau tidak sesuai dengan Permen Diknas no. 41 thn

2007, tentang Standar Proses, yang dikeluarkan oleh BSNP. Bahwa :

“Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan

secara sistematis dan sistemik melalui proses, eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi”.

Pada kenyataan di lapangan masih banyak pembelajaran yang diselenggarakan

apa adanya atau berjalan begitu saja tanpa ada proses sesuai dengan aturan, tentunya

pendidikan seperti ini tidak sesuai dengan pendidikan yang diharapkan oleh

Undang-Undang. Pendidikan harus dilaksanakan dengan usaha sadar dan terencana untuk

meningkatkan wawasan siswa. Dengan tidak adanya usaha dan rencana yang baik

maka siswa akan bersikap acuh tak acuh terhadap matematika. Dengan demikian rasa

cinta atau menyenangi matematika kurang sekali. Siswa belajar matematika hanya

melaksanakan kewajiban saja, sehingga kemampuan disposisi matematis dan

kemampuan berpikir kritis terhadap materi pelajaran akan hilang.

Dalam upaya meningkatkan kualitas kemampuan berpikir kritis siswa dan

meningkatkan disposisi matematis siswa dalam pelajaran matematika, maka perlu

terus dilakukan usaha-usaha untuk mencari penyelesaian terbaik guna meningkatkan

kreativitas berupa pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pelajaran

(14)

inovasi-inovasi dalam pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar dapat lebih

bermakna bagi siswa, juga siswa merasa senang belajar matematika, dan akhirnya

matematika menjadi teman baik bagi siswa. Dengan demikian, kemampuan berpikir

kritis dan disposisi matematis siswa akan berkembang ke arah yang lebih baik.

Salah satu solusi dari permasalahan-permasalahan di atas adalah pembelajaran

matematika di sekolah dengan menggunakan strategi reciprocal teaching yang

merupakan suatu alternatif, dengan harapan dapat membuat siswa lebih aktif terlibat

dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Keaktifan siswa tersebut dapat

terwujud dengan mengikuti setiap proses pembelajaran matematika berupa interaksi

dalam kegiatan proses pembelajaran dan mengajukan cara-cara penyelesaian dari

suatu masalah matematika yang diberikan. Melalui keterlibatan siswa secara aktif

dalam proses reciprocal teaching tersebut, maka diharapkan kemampuan berpikir

kritis dan disposisi matematis siswa akan terus terlatih dengan baik. Reciprocal

teaching diharapkan dapat memicu keaktifan siswa di dalam kelas yang sasarannya

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa.

Reciprocal Teaching adalah suatu pendekatan pembelajaran yang didahului

dengan membaca bahan ajar kemudian menerapkan empat strategi, yaitu; siswa

menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, menyusun pertanyaan

dan menyelesaikannya, memprediksikan pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang

disodorkan kepada siswa, kemudian menyimpulkan bahan ajar. Manfaatnya adalah

(15)

aktif berdiskusi dan menjelaskan hasil pekerjaannya dengan baik sehingga

penguasaan konsep suatu pokok bahasan matematika dapat dicapai.

Berdasarkan uraian di atas, maka keperluan untuk melakukan studi yang

berfokus pada pengembangan strategi pembelajaran yang diduga dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis, dipandang oleh

penulis menjadi sangat urgen dan utama. Dalam hubungan ini, maka penulis mencoba

melakukan penelitian yang berkaitan dengan strategi reciprocal teaching, serta

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis dan diberi judul “Penggaruh

Penggunaan Strategi Reciprocal Teaching terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan

Disposisi Matematis Siswa SMP”.

Dalam penelitian ini dianalisis perbedaan kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematis siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran dengan

strategi Reciprocal teaching berdasarkan kemampuan awal matematis (atas, tengah,

dan bawah), sehingga bisa mengetahui apakah perbedaan kemampuan berpikir kritis

dan disposisi matematis antara kemampuan awal matematis tersebut signifikan atau

tidak? Kemudian dilihat di kategori mana pembelajaran dengan strategi reciprocal

teaching lebih baik digunakan? Apakah dikategori KAM atas, tengah, atau bawah?

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei. Di kelas eksperimen maupun di kelas

kontrol diasumsikan mempunyai kemampuan berpikir kritis atau disposisi matematis

awal yang sama. Dengan pertimbangan, kelas eksperimen dan kelas kontrol

mempunyai kemampuan berpikir kritis atau disposisi matematis awal yang sama dan

(16)

sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan pretes, maka pada penelitian ini tidak

dilakukan pretes.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah pokok yang menjadi

kajian dalam penelitian ini terfokus pada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir

kritis dan disposisi metematis siswa antara pembelajaran matematika konvensional

dan pembelajaran yang menggunakan strategi reciprocal teaching ditinjau dari

keseluruhan siswa serta berdasarkan kemampuan awal matematis. Rumusan masalah

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa

yang memperoleh pembelajaran Reciprocal Teaching dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional ?

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

belajar melalui pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching berdasarkan

kemampuan awal matematis (atas, tengah, dan bawah)?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan

kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, dan bawah) terhadap

kemampuan berpikir kritis matematis siswa?

4. Apakah terdapat perbedaan disposisi matematis antara siswa yang memperoleh

pembelajaran Reciprocal Teaching dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

(17)

5. Apakah terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang belajar melalui

pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching berdasarkan kemampuan awal

matematis (atas, tengah, dan bawah)?

6. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan

kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) terhadap disposisi

matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menelaah perbedaan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis

antara siswa yang belajar menggunakan strategi reciprocal teaching dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Untuk menelaah perbedaan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis

siswa yang belajar melalui pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching

berdasarkan kemampuan awal matematis siswa.

3. Untuk melihat apakah terdapat pengaruh interaksi antara faktor strategi

pembelajaran yang diberikan dan faktor kategori kemampuan awal matematis

siswa terhadap kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa.

4. Untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses belajar dengan strategi reciprocal

teaching dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis

(18)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka diharapkan penelitian ini bermanfaat:

1. Sebagai informasi dan memberikan kesempatan bagi guru matematika untuk

dapat mengenal dan mengembangkan pembelajaran dengan strategi reciprocal

teaching dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi

matematis siswa sebagai salah satu metode alternatif dalam menyampaikan

informasi kepada siswa.

2. Memberikan suatu pandangan kepada guru agar mengembangkan strategi

pembelajaran yang bersifat konstruktivistik, yang memberi kesempatan kepada

siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga guru mempunyai

keinginan untuk mengubah paradigma pembelajaran matematika dari

pembelajaran yang terpusat kepada guru menjadi pembelajaran yang terpusat

pada siswa.

3. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran

matematika di sekolah.

4. Manfaat bagi peneliti sendiri adalah agar peneliti siap menjadi guru yang

profesional dan inovatif dalam mengajarkan matematika di kemudian hari.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah

yang digunakan pada penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai

(19)

1. Berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada

pemutusan terhadap apa yang harus diyakini atau dilakukan.

2. Indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah :

a. Kemampuan memberikan penjelasan sederhana, dengan kemampuan yang

diukur, siswa mampu menjawab pertanyaan yang membutuhkan

penjelasan.

b. Kemampuan membuat kesimpulan, dengan kemampuan yang diukur,

siswa dapat melakukan dan mempertimbangkan induksi (membuat

generalisasi).

c. Kemampuan membuat penjelasan lebih lanjut, dengan kemampuan yang

diukur :

- Membuktikan (mengungkap konsep, teorema atau definisi dan

menggunakannya dalam menyelesaikan masalah).

- Merumuskan pokok-pokok permasalahan dan menggunakannya.

d. Kemampuan mengatur strategi dan taktik, dengan kemampuan yang

diukur, siswa dapat memecahkan masalah.

3. Strategi Reciprocal Teaching

Reciprocal Teaching adalah suatu strategi pembelajaran yang didahului dengan

membaca bahan ajar oleh siswa dalam kelompoknya kemudian setelah itu

menerapkan empat strategi, yaitu: menjelaskan, menyusun pertanyaan,

(20)

4. Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada

diri siswa untuk belajar dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.

Indikator untuk mengukur disposisi matematis adalah:

a. Rasa percaya diri.

b. fleksibel dalam mengeksplorasi ide matematis.

c. tekun mengerjakan tugas matematika.

d. ketertarikan dan keingintahuan untuk menemukan sesuatu yang baru

dalam mengerjakan matematika.

e. kecenderungan untuk memonitor dan merefleksi proses berpikir dan

kinerja.

f. mengaplikasi matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan

sehari-hari.

g. penghargaan matematika dalam budaya dan nilai, baik matemattika

(21)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen, karena pemilihan

sampel penelitian dilakukan berdasarkan data yang ditawarkan oleh pihak sekolah.

Artinya, pengambilan sampel tidak dilakukan secara acak.

Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok

eksperimen yang melakukan pembelajaran dengan menggunakan strategi reciprocal

teaching dan kelompok kontrol yang melakukan pembelajaran dengan pendekatan

konvensional. Sugiyono, (2009: 107) menyatakan bahwa metode penelitian quasi

eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari

pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan

variabel kontrol. Variabel bebasnya yaitu pembelajaran matematika dengan strategi

reciprocal teaching, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan berpikir kritis

dan disposisi matematis siswa, dan variabel kontrolnya adalah tingkat kemampuan

awal matematis siswa yang terdiri dari kemampuan atas, tengah dan bawah.

Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang sikap

positif siswa terhadap pembelajaran matematika dengan strategi reciprocal teaching.

Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang

kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Desain yang digunakan pada penelitian

(22)

melibatkan paling tidak dua kelompok. Kelompok pertama memperoleh perlakuan

khusus yang direncanakan dan kelompok lain hanya memperoleh perlakuan biasa

(Ruseffendi, 2005:49). Desain ini digambarkan seperti berikut.

X O --- O

Sumber : (Ruseffendi, 2005:49)

Pada penelitian ini tidak dilakukan pretes, dengan pertimbangan, kelas eksperimen

dan kelas kontrol diasumsikan mempunyai kemampuan berpikir kritis atau disposisi

matematis awal yang sama dan waktu pelaksanaan observasi di lapangan/di sekolah

mendekati ulangan umum, sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan pretes.

Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pendekatan tersebut

terhadap kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis pada siswa SMP, maka

dalam penelitian ini dilibatkan tingkat kemampuan awal matematis siswa (atas,

tengah, dan bawah). Keterkaitan antar variabel bebas, terikat, dan kontrol disajikan

dalam model Weiner yang disajikan pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel.3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol

(23)

Keterangan:

PRT(A) : Pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching

PK(B) : Pembelajaran Konvensional

KBK-A : Kemampuan berpikir kritis siswa kelompok atas

DM-A : Kemampuan disposisi matematis siswa kelompok atas

KBK-T : Kemampuan berpikir kritis siswa kelompok tengah

DM-T : Kemampuan disposisi matematis siswa kelompok tengah

KBK-B : Kemampuan berpikir kritis siswa kelompok bawah

DM-B : Kemampuan disposisi matematis siswa kelompok bawah.

RKBK(A) : Rata-rata kemampuan berpikir kritis dengan Strategi

Reciprocal teahing.

RKBK(B) : Rata-rata kemampuan berpikir kritis dengan cara konvensional

RDM(A) : Rata-rata kemampuan disposisi matematis dengan Strategi

reciprocal teaching.

RDM(B) : Rata-rata kemampuan disposisi matematis dengan pembelajaran konvensional

B. Populasi dan Responden Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII pada salah satu

SMP Negeri di Kabupaten Lampung Utara. Adapun responden sampel dalam

penelitian ini dipilih dua kelas. Sampel dipilih karena sekolah tersebut merupakan

sekolah dalam level sedang, dan tegolong pada sekolah berstandar nasional ( Sekolah

SSN ) sehingga terdapat variasi tingkat kecerdasan anak yaitu; tinggi, sedang, dan

(24)

Sampel penelitian dipilih secara purposive. Purposive sampling merupakan

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Dari delapan

kelas yang ada di kelas VIII, dipilih dua kelas secara acak dengan cara mengundi

untuk dijadikan sampel penelitian. Satu kelas untuk kelas eksperimen dan kelas yang

satunya untuk kelas kontrol. Teknik acak kelas ini digunakan karena setiap kelas dari

seluruh kelas yang ada mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai

sampel penelitian. Dari hasil undi tersebut terpilih kelas VIII A sebanyak 30 orang

dan kelas VIII G sebanyak 32 orang.

Untuk menentukan kategori kemampuan awal matematis (KAM) siswa, dari

dua kelas sampel tersebut diambil nilai tiga kali ulangan terakhir, kemudian diambil

rata-ratanya dan dirangking secara keseluruhan dari dua kelas tersebut, setelah

dirangking diambil tiga bagian untuk menentukan, atas, tengah, dan bawah. Kategori

atas 20 orang, tengah 22 orang dan bawah 20 orang. Kemudian dari tiga kategori

tersebut dipisah berdasarkan kelas masing-masing, yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Setelah dipisah, pada kelas eksperimen terdapat 11 orang kategori atas,

kategori tengah 11 orang, dan kategori bawah 8 orang, dan pada kelas kontrol, atas 9

orang, tengah 11 orang, dan bawah 12 orang.

Dalam penelitian ini, data KAM dianalisis dengan tujuan untuk mengetahui

perbedaan rata-rata KAM. Uji ini untuk meyakinkan peneliti bahwa kedua kelas

tersebut perbedaannya signifikan atau perbedaannya tidak signifikan. Dengan

(25)

H0 = tidak terdapat perbedaan rata-rata antara KAM kelas eksperimen dengan

KAM kelas kontrol.

H1 = terdapat perbedaan rata-rata antara KAM kelas eksperimen dengan KAM

kelas kontrol.

Sebelum uji hipotesis dilakukan dulu uji normalitas dan uji homogenitas

varians. Hal ini dilakukan sebagai syarat uji-t (independent samples T-test). Jika data

KAM ternyata tidak normal atau tidak homogen maka untuk uji perbadaan

rata-ratanya menggunakan uji Mann-Whitney U.

C. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan beberapa macam

instrumen, yaitu seperangkat tes kemampuan berpikir kritis,

skala sikap mengenai

pendapat siswa terhadap pelajaran matematika, sehingga bisa mengetahui disposisi

matematis siswa, serta lembar observasi untuk menjaring aktivitas siswa dan guru

selama proses pembelajaran.

1. Instrumen Tes Matematika

Instrumen tes matematika disusun berdasarkan kisi-kisi tes kemampuan

berpikir kritis. Tujuan dari penyusunan instrumen tes kemampuan berpikir kritis

matematis adalah untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis setelah

proses pembelajaran. Materi yang diteskan adalah Bangun Ruang Sisi Datar Limas

(26)

uraian. Alasan pemilihan soal berbentuk uraian adalah agar dapat terlihat sistematika

berpikir, kelogisan serta kejelasan jawaban siswa. Indikator dari kemampuan berpikir

kritis dapat dilihat pada Lampiran B-1.

Sebelum instrumen tes diujicobakan, dikonsultasikan dulu kepada dua orang

dosen pembimbing. Instrumen diperiksa dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta

akurasi gambar atau ilustrasi, kemudian soal diujicobakan secara empiris. Tujuan

ujicoba empiris ini untuk mengetahui tingkat reliabilitas seperangkat instrumen tes

dan validitas butir soal. Instrumen tes diujicobakan kepada siswa yang sudah pernah

mendapatkan materi Bangun Ruang Sisi Datar Limas dan Prisma, yaitu kelas IX pada

salah satu SMP Negeri di Kab. Lampung Utara sebanyak 32 orang. Kemudian data

yang diperoleh dari ujicoba tes kemampuan berpikir kritis matematis ini dianalisis

untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran tes

tersebut.

a. Analisis Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki

oleh sebutir soal dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal

tersebut (Sudijono, 2001). Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai

dukungan yang besar terhadap skor total.

Untuk mengukur validitas digunakan rumus sebagai berikut :

=

�( )−

� − � −

(27)

Keterangan:

rXY= koefisien korelasi antara variabel X dan Y

N = banyaknya peserta tes X = skor item tes

Y = skor total

Interpretasi mengenai besarnya koefisien validitas dalam penelitian ini

menggunakan ukuran yang dibuat Arikunto, seperti pada Tabel berikut.

Tabel 3.2

Nilai Koefisien Korelasi Validitas dan Interpretasinya

Koefisien Korelasi Interpretasi

diperoleh nilai koefisien korelasi validitas butir soal. Rangkuman uji validitas tes

kemampuan berpikir kritis matematis disajikan pada Tabel 3.3. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

Tabel 3.3

Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis no soal koefisien korelasi interpretasi

(28)

Dari delapan soal yang diujicobakan, tampak pada Tabel 3.3, soal kemampuan

berpikir kritis mempunyai interpretasi validitas yang berbeda, soal no. 5 dan 7

validitasnya sangat tinggi, soal no. 1, 2, 3, 6, dan 8 validitasnya tinggi, jadi soal

tersebut dapat dipakai untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, karena dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan soal no. 4 validitasnya sangat

rendah, sehingga soal no. 4 tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Tinggi

rendahnya validitas dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dari skor masing-masing

butir soal terhadap skor totalnya.

b. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan

hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg) (Suherman.dkk, 2003). Suatu alat ukur

memiliki reliabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun

dikerjakan oleh siapapun (dalam level yang sama), kapanpun dan di manapun berada. Sesuai

dengan bentuk soal tesnya yaitu tes bentuk uraian, maka untuk menghitung

reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha-Cronbach, sebagai berikut:

dengan: n = banyak soal

= variansi item

= variansi total (Sugiyono, 2009)

Tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan berpikir kritis didasarkan

(29)

Tabel 3.4

Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Besarnya r11 Tingkat Reliabilitas 0,00

r11 < 0,20 Kecil

0,20

r11 < 0,40 Rendah 0,40

r11 < 0,70 Sedang 0,70

r11 <0,90 Tinggi 0,90

r11

1,00 Sangat tinggi

Untuk menghitung besarnya nilai reliabilitas (r11) dalam penelitian ini

menggunakan program SPSS versi 16, sehingga diperoleh nilai reliabilitasnya.

Rangkuman uji reliabilitas tes kemampuan berpikir kritis matematis disajikan pada

Tabel 3.5. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

Tabel 3.5 Uji Reliabilitas Tes

Kemampuan Interpretasi

Berpikir kritis 0,77 Tinggi

Dari Tabel 3.5, tampak bahwa tes kemampuan berpikir kritis siswa memiliki

konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapapun (dalam level yang sama),

kapanpun dan di manapun berada.

Ruseffendi (1991:196) mengatakan bahwa instrumen yang reliabilitasnya

tinggi belum tentu valid. Tingginya koefisien reliabilitas suatu instrumen merupakan

syarat perlu agar instrumen itu valid, tapi belum cukup, tapi bila intrumen itu valid,

maka instrumen itu akan mengukur apa yang semestinya harus diukur sehingga

(30)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen yang valid adalah

reliabel, tetapi tidak sebaliknya, instrumen yang reliabel belum tentu valid. Selain

validitas dan reliabilitas, perlu juga menganalisis butiran soal, karena menurut

Ruseffendi (1991:198), bagusnya satu set soal tes itu tergantung juga dari

butiran-butiran soalnya, maka perlu menganalitis daya pembeda dan tingkat kesukarannya.

c. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kolelasi antara skor jawaban terhadap sebuah butir soal

dengan skor jawaban seluruh soal (Ruseffendi, 1991:199). Menurut Arikunto (2009),

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa

yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Suatu soal dikatakan tidak baik apabila soal tersebut tidak dapat dijawab

dengan benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang

berkemampuan rendah, atau soal tersebut bisa dijawab oleh siswa berkemampuan

rendah tapi tidak bisa dijawab oleh siswa berkemampuan tinggi. Daya pembeda akan

baik bila soal tersebut bisa membedakan siswa berkemampuan tinggi dengan siswa

berkemampuan rendah.

Soal yang digunakan pada penelitian ini merupakan soal uraian. “Sebelum

melakukan perhitungan koefisien daya pembeda, terlebih dahulu mengelompokkan

responden dengan menentukan 50% termasuk kelompok atas (pandai) dan 50%

termasuk kelompok bawah (kurang)” (Ruseffendi, 1991:199). Menurut Ebel (dalam

(31)

persentasenya 25%-25% atau 27% - 27%, meskipun perhitungannya lebih sederhana,

tetapi dengan mengambil ujung-ujungnya, bisa jadi sebagian informasinya hilang,

sehingga hasilnya bias”

Teknik yang digunakan untuk daya pembeda soal bentuk uraian adalah

menghitung dua rata-rata (mean), yaitu antara rata-rata dari kelompk atas dengan

rata-rata dari kelompok bawah, (Zaenal, 2009:278). Untuk menghitung koefisian

Daya Pembeda menggunakan Program Microsoft Office Excel 2007. Dengan rumus

yang dipakai:

x = rata-rata dari kelompok atas

2

x

= rata-rata dari kelompok bawah

2

1

x = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas

2

2

x = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok bawah N = banyak seluruh responden

n = 50% x N (baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah)

Daya pembeda ditentukan dengan membandingkan t hitung dengan t Tabel ( untuk df =

2n-2 dan tingkat kepercayaan α = 0,01). Bila t hitung > t Tabel, maka daya pembedanya

signifikan, artinya soal tersebut dapat membedakan siswa dari kelompok atas dengan

siswa kelompok bawah.

Perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada Lampiran C-3. Dengan df = 30

dan α = 0,01, diperoleh t Tabel = 2,750. Rangkuman hasil uji coba daya pembeda tes

(32)

Tabel 3.6

Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No.soal 1 2 3 4 5 6 7 8

t hitung 9,909 4,847 4,139 0,259 5,233 4,391 5,056 4,603

Sig. Sig. Sig. Tdk.

Sig.

Sig. sig Sig sig

Dari Tabel 3.6, dapat dilihat bahwa dari kedelapan butir soal kemampuan berpikir

kritis matematis yang tidak signifikan hanya soal no. 4, jadi soal tersebut tidak dapat

dipakai, sedangkan soal yang lainnya signifikan, jadi dapat membedakan antara siswa

yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

d. Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Analisis tingkat kesukaran soal perlu dilakukan pada instrumen untuk

mengetahui derajat kesukaran dalam butir soal yang kita buat. Menurut Ruseffendi

(1991), kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara jumlah skor

yang didapat siswa pada butir soal itu dengan jumlah skor ideal pada butir soal itu.

Butir-butir soal dikatakan baik, jika butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan

tidak terlalu mudah (Arikunto, 2009).

dihitung menggunakan rumus:

TK = ��

Dengan :

TK = Tingkat kesukaran

SA = Jumlah skor yang didapat siswa pada butir soal itu.

(33)

Kriteria tingkat kesukaran soal yang digunakan dalam uji coba soal

kemampuan berpikir kritis matematis didasarkan pada tabel berikut:

Tabel 3.7

Rangkuman hasil perhitungan uji tingkat kesukaran untuk tiap butir soal tes

kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8

Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis

No. Soal Koefisien Tingkat

digunakan dalam penelitian. Soal no. 3 termasuk kategori sukar. Soal no. 1, 2, 5, 6,

7, dan 8 merupakan soal dengan kategori tingkat kesukaran “sedang”. Hasil

(34)

Tabel 3.9

Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis

4 Sangat rendah Tidak baik Sangat sukar Dibuang

5 Sangat tinggi Sangat baik Sedang Digunakan

6 Tinggi Baik Sedang digunakan

7 Sangat tinggi Baik Sedang digunakan

8 Tinggi Sangat baik Sedang digunakan

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil uji coba tes kemampuan

berpikir kritis matematis yang dilaksanakan di SMPN kelas IX , dapat disimpulkan

bahwa soal tes tersebut layak untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis

siswa SMP kelas VIII yang merupakan sampel pada penelitian ini, kecuali soal no. 4.

Sehingga soal No. 4 tidak dipakai dalam soal postes.

Setelah diperoleh hasil uji coba, instrumen tes dikonsultasikan kembali kepada

pembimbing. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki instrumen tes meliputi penegasan

kalimat serta kejelasan gambar.

2. Skala Sikap

Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

disposisi matematis siswa terhadap pelajaran matematika. Model skala yang

digunakan adalah model skala Likert. Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan

tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), Netral (N),

(35)

pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi

skor 4, N diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk

pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N

diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.

Agar perangkat skala sikap ini memenuhi persyaratan yang baik, maka skala

sikap yang telah dibuat terlebih dahulu diuji validitas isinya. Uji validitas isi

dilakukan dengan meminta pertimbangan dua orang dosen pembimbing, sehingga

diperoleh 40 item pernyataan yang digunakan sebagai instrumen penelitian.

Untuk menganalisa respon siswa pada skala sikap yang diberikan, digunakan

dua jenis skor respon yang dibandingkan yaitu, skor respon siswa yang diberikan

melalui angket dan skor respon netral. Skor respon netral yang digunakan adalah 3.

Jika rata-rata skor subjek lebih besar dari pada skor netral, maka subjek tersebut

mempunyai sikap positif terhadap pernyataan tersebut. Sebaliknya jika rata-rata skor

subjek kurang dari skor netral maka subjek tersebut memiliki sikap negatif terhadap

pernyataan yang dimaksud. Jika terhadap seluruh pernyataan, rata-rata skornya lebih

dari skor netral maka responden mempunyai disposisi matematis yang baik.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama

proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperiman. Aktivitas siswa yang diamati

pada kegiatan strategi reciprocal teaching adalah keaktifan siswa dalam mengajukan

(36)

mengemukakan ide untuk menyelesaikan masalah, bekerjasama dalam kelompok

dalam melakukan kegiatan pembelajaran, berada dalam tugas kelompok, membuat

kesimpulan di akhir pembelajaran dan menulis hal-hal yang relevan dengan

pembelajaran. Sedangkan aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam

melaksanakan pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching. Tujuannya adalah

untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran

berikutnya dapat menjadi lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai

dengan skenario yang telah dibuat.

D. Pengembangan Bahan Ajar

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam

bentuk bahan ajar yang berupa teori tentang Bangun Ruang Sisi Datar Limas dan

Prisma dan juga Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Bahan ajar dan LKS tersebut

dikembangkan dari topik matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) yang berlaku di Sekolah Menengah Pertama tempat penulis

melakukan penelitian.

Semua perangkat pembelajaran untuk kelompok eksperimen dikembangkan

dengan mengacu pada keempat tahapan dalam pembelajaran dengan strategi

reciprocal teaching, yaitu menjelaskan kembali pengetahuan yang telah

diperolehnya, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, memprediksikan

pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa, kemudian

(37)

namun diberikan tugas dan latihan yang sama dengan yang diberikan pada kelas

eksperimen.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes, lembar observasi,

dan angket skala sikap. Data yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis

matematis siswa dikumpulkan melalui tes (postes). Data yang berkaitan dengan

disposisi matematis siswa terhadap pelajaran matematika dikumpulkan melalui

angket skala sikap siswa.

F. Teknik Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari kemampuan awal matematis (KAM) siswa dan

postes dianalisis secara statistik. Hasil pengamatan observasi pembelajaran dianalisis

secara deskriptif. Data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes

kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan data kualitatif berupa angket

disposisi matematis untuk siswa. Hasil dari skala disposisi matematis merupakan

skala ordinal, karena mau diuji hipotesisnya maka data dari skala disposisi matematis

ditransformasi ke data interval, dengan menggunakan Method of Successive Interval

(MSI). Dalam perhitungannya menggunakan progam MSI dengan bantuan microsoft

excel. Untuk pengolahan data penulis menggunakan bantuan program software SPSS

16, dan Microsoft Excel 2007.

1. Data Hasil Tes Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis

Dalam penelitian ini ingin melihat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir

(38)

melalui pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching dan siswa yang belajar

dengan pendekatan konvensional dengan (uji-T), juga melihat perbedaan kemampuan

berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang belajar dengan strategi reciprocal

teaching berdasarkan KAM siswa dengan (anova satu jalur), serta untuk melihat

pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran (kelas eksperimen dan kontrol)

dan kategori kemampuan awal matematis siswa (atas, tangah, dan bawah) terhadap

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa (ANOVA Dua Jalur).

Data yang diperoleh dari hasil postes diolah melalui tahap-tahap sebagai

berikut:

Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan beberapa

hal, antara lain:

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan pedoman

penskoran yang digunakan.

b. Membuat tabel skor tes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Menetapkan tingkat kesalahan atau tingkat signifikansi yaitu 5% (�= 0,05).

Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas distribusi data dan uji

homogenitas variansi data. Uji normalitas dan uji homogenitas varians dipakai

sebagai syarat untuk uji-t (independent samples T-test). Jika distribusi data tidak

normal maka menggunakan uji statistik non-parametrik.

Uraian uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas variansi data sebagai

(39)

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi

data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam

analisis selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Uji normalitas ini menggunakan Uji statistik yaitu Kolmogorov-Smirnov

untuk data (n) = 30, dan menggunakan Shapiro-Wilk untuk data > 30. Kriteria

pengujian, jika nilai signifikansi > � maka H0 diterima.

2) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk

mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Adapun

hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : variansi pada tiap kelompok sama

H1 : tidak semua variansi pada tiap kelompok sama

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene. Kriteria pengujian H0 diterima apabila

nilai signifikansi > taraf signifikansi (�= 0,05).

Hipotesis penelitian diuji menggunakan statistik inferensial. Adapun uji

statistik yang digunakan pada pengolahan data penelitian berupa tes sebagai berikut.

(40)

Uji perbedaan dua rerata yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas

data dan uji homogenitas variansi data. Adapun hipotesis yang diuji dalam uji

perbedaan dua rerata antara lain:

Uji dua pihak/arah (2-tailed)

H0 : �� = ��

H1 : �� ≠ ��

Keterangan : � = rata-rata skor kelas eksperimen

k = rata-rata skor kelas kontrol

Jika kedua data berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata

menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Idependent-Samples T Test. Jika

variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu

nilai pada baris “Equal variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua

kelompok data tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada

baris “Equal variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data

tidak berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata menggunakan uji statistik

non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney U

yaitu dikarenakan kedua sampel diuji saling bebas (independen) (Ruseffendi, 1993).

Kriteria penerimaan H0 untuk uji dua pihak yaitu bila nilai signifikansi > 0,025.

Dimana 0,025 diperoleh dari ½ , untuk � = 0,05.

(41)

Adapun hipotesis yang diuji dalam anova satu jalur adalah perbedaan

kemampuan BK dan DM siswa yang menggunakan pembelajaran dengan

strategi reciprocal teaching, terhadap kategori KAM siswa (atas, tengah, dan

bawah).

c) Uji ANOVA dua jalur

Adapun hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA dua jalur antara lain:

1) Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematis

H0 : � = �

H1 : � ≠ �

Keterangan : � = rata-rata skor kelas eksperimen

k = rata-rata skor kelas kontrol

2) Pengaruh kemampuan awal matematis (atas, tengah, dan bawah) terhadap

peningkatan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis

H0 : �1 =�2 = �3 (semua sama)

H1 : minimal ada dua yang berbeda

Keterangan : �1 = rata-rata skor pada kategori KAM atas

2 = rata-rata skor pada kategori KAM tengah

(42)

3) Pengaruh interaksi faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal

matematis terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan disposisi

matematis

H0 : tidak terdapat pengaruh interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor

kemampuan awal matematis terhadap kemampuan BK dan DM.

H1 : terdapat pengaruh interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor

kemampuan awal matematis terhadap kemampuan BK dan DM.

Kriteria penerimaan H0 yaitu bila nilai signifikansi > �. (� = 0,05)

d) Uji perbandingan tiga rerata

Uji ini dilakukan membandingkan tiga rerata kemampuan awal yaitu atas,

tengah, dan bawah. Uji yang digunakan adalah uji Scheffe karena uji ini dapat

digunakan untuk membandingkan sampel yang saling bebas. Selain itu, uji ini juga

berlaku untuk membandingkan sampel yang tidak sama besar (Ruseffendi, 1993).

Hipotesis yang diuji adalah

H0 : �1 =�2 = �3

H1 : minimal ada dua yang berbeda

Kriteria penerimaan H0 yaitu jika nilai signifikansi > �.(� = 0,05)

2. Data Hasil Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa dan guru selama

proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi.

(43)

pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan

sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan

untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara

kuantitatif dan kualitatif.

G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian

Persiapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian ini adalah :

a. Melakukan studi kepustakaan, yaitu mengidentifikasi dan merumuskan

masalah, dan melakukan studi literatur.

b. Membuat instrumen dan bahan ajar.

c. Memvalidasikan isi dan muka instrumen oleh para ahli.

d. Menguji coba instrumen dan menganalisis hasil uji coba instrumen.

e. Membuat rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan.

f. Membuat perizinan pelaksanaan penelitian.

g. Menentukan subjek penelitian, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

h. Menentukan kategori kemampuan awal matematis siswa yang diperoleh dari

data rata-rata nilai tiga kali ulangan harian terakhir.

2. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Strategi Reciprocal Teaching .

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, dimana setiap

kelompoknya berjumlah antara 3-5 orang. Setiap kelompok yang dibentuk

(44)

b. Guru membagikan bahan ajar berbentuk modul dan latihan kerja siswa

(LKS) kepada tiap-tiap kelompok yang telah terbentuk.

c. Siswa membaca bahan ajar yang telah diterimanya. Selama dalam selang

membaca siswa bisa menanyakan tentang hal-hal yang belum dimengerti.

d. Setelah selesai mambaca siswa bisa menjelaskan kembali kepada temannya

dalam satu kelompok, teman yang lain bertanya apabila ada yang tidak

mengerti, setelah itu mereka memprediksi pertanyaan masing-masing yang

akan dijawab oleh temannya dalam satu kelompok, kemudian siswa

merangkum hal-hal yang penting.

e. Siswa mendiskusikan LKS yang diberikan oleh guru dan selama siswa

berdiskusi, guru menilai :

1) Keseriusan siswa dalam keterlibatan berdiskusi (antusias).

2) Pola pikir siswa saat berdiskusi.

3) Keaktifan siswa dalam berdiskusi.

4) Cara berbicara siswa dalam berdiskusi.

5) Cara siswa menarik kesimpulan dari hasil diskusi.

f. Hasil diskusi dikelompoknya ditulis kembali oleh setiap siswa dan

dikumpulkan kepada guru.

g. Tiap-tiap wakil kelompok mempresentasikan di depan kelas materi yang telah

didiskusikan bersama anggota kelompoknya.

(45)

i. Pada tiap pertemuan guru pendamping mengisi lembar observasi untuk guru

dan untuk siswa.

3. Akhir Pelaksanaan Pembelajaran

Pada akhir pelaksanaan pembelajaran, peneliti memberikan tes pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematis.

4. Pengolahan Hasil

a. Memeriksa hasil postes kemampuan berpikir kritis dan disposisi

matematis.

b. Mengolah dan menganalisis data.

c. Menganalisis temuan dari hasil pengolahan dan analisis data.

5. Pelaporan Hasil Penelitian (penulisan tesis). 6. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian kegiatan yang telah

dilakukan dalam penelitian ini. Hasil implementasi pembelajaran yang

menerapkan strategi reciprocal teaching dianalisis dan dievaluasi. Kekurangan

yang ada di masing-masing strategi diperbaiki dan disempurnakan.

Untuk lebih jelasnya mengenai prosedur penelitian dapat diperhatikan pada

(46)

Gambar 3.1.

Flowchart Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penyusunan instrumen dan bahan ajar

Uji coba instrumen

Penentuan Subjek Penelitian

Tes BK dan DM

Pengumpulan Data

Pengolahan Data dan Analisis Data

Pelaporan hasil penelitian Observasi kegiatan

siswa dan guru

Evaluasi Pembelajaran dengan strategi

reciprocal teaching

Pembelajaran Konvensional Studi Kepustakaan: identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, studi literatur, dll

Validasi isi dan muka instrumen oleh ahli

Analisis hasil uji coba

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dikemukakan pada bab

IV, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching lebih baik dari

pada pembelajaran konvensional. Bahkan rata-rata nilai kemampuan berpikir

kritis untuk kategori KAM bawah pada kelas eksperimen lebih baik dari pada

kategori KAM atas pada kelas kontrol. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran

dengan strategi reciprocal teaching cocok untuk materi bangun ruang sisi datar.

Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis yang signifikan berdasarkan

kategori KAM (atas, tengah, dan bawah) pada pembelajaran dengan strategi

reciprocal teaching, yaitu untuk KAM atas dengan KAM tengah, dan KAM atas

dengan KAM bawah, sedangkan KAM tengah dan KAM bawah perbedaannya

tidak signifikan, atau dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan strategi

reciprocal teaching untuk KAM tengah dan KAM bawah hasilnya tidak jauh

berbeda.

Faktor pembelajaran mempengaruhi kemampuan berpikir kritis. Begitu juga

faktor kategori KAM siswa mempengaruhi kemampuan berpikir kritis. Tidak

terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara faktor pembelajaran dan

(48)

Secara keseluruhan disposisi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching lebih baik daripada

pembelajaran konvensional.

Tidak terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang signifikan

berdasarkan kemampuan awal matematis pada kelas eksperimen. Ini berarti

bahwa disposisi matematis siswa pada tiap kategori sama atau sikap siswa

terhadap pelajaran matematika sama, nilai rata-rata terkecil untuk kategori bawah

= 3,47 (dalam skala nilai 5) berarti pandangan siswa terhadap mata pelajaran

matematika sama-sama positif, atau sama-sama baik.

Pembelajaran berpengaruh terhadap disposisi matematis, KAM siswa juga

berpengaruh terhadap disposisi matematis, tetapi tidak terdapat pengaruh interaksi

antar pembelajaran dan KAM siswa terhadap disposisi matematis. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa faktor pembelajaran dan KAM tidak

bersama-sama berpengaruh terhadap disposisi matematis siswa.

Tidak terdapat pengaruh interaksi antar pembelajaran dan KAM siswa baik

terhadap kemampuan berpikir kritis ataupun disposisi matematis, artinya dengan

pembelajaran apapun yang diberikan pada kelas yang diteliti, untuk siswa yang

KAM-nya tinggi setelah dilakukan pembelajaran baik reciprocal teaching maupun

pembelajaran konvensional memiliki kemampuan yang tetap tinggi dibanding

siswa dengan KAM tengah atau rendah, begitu juga siswa dengan KAM tengah

(49)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal rekomendasi berhubungan

dengan penelitian ini, antara lain:

1. Pembelajaran matematika dengan strategi reciprocal teaching hendaknya

digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika

bagi guru untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi

matematis siswa, dan pengambil kebijakan dalam hal ini salah satunya kepala

sekolah, perlu mensosialisasikannya kepada guru-guru di sekolahnya.

2. Penelitian ini hanya terbatas pada materi Bangun Ruang Sisi Datar.

Diharapkan pada peneliti lainnya untuk mengembangkan strategi reciprocal

teaching pada materi-materi pelajaran lainnya.

3. Sampel penelitian yang diambil hanya dua kelas sehingga hasil penelitian ini

belum tentu sesuai dengan sekolah atau daerah lain yang memiliki

karakteristik dan psikologi siswa yang berbeda. Diharapkan kepada peneliti

lainnya agar bisa menggunakan sampel yang lebih besar, dengan tujuan

memperkecil kesalahan dan mendapatkan generalisasi yang lebih akurat.

4. Perlu diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran dengan strategi reciprocal

teaching terhadap kemampuan matematis lainnya.

5. Pada pembelajaran dengan strategi reciprocal teaching soal yang dibuat siswa

ada soal yang kurang berbobot atau tidak menunjukkan kemampuan berpikir

kritis, dan keragaman soalnya ada yang belum memenuhi indikator,

diharapkan kepada peneliti lain mengupayakan agar soal yang dibuat siswa

(50)

Gambar

Tabel 3.2 Nilai Koefisien Korelasi Validitas dan Interpretasinya
Tabel 3.4
Tabel 3.6
Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. © Faisal

Berdasarkan evaluasi terhadap perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan pada tahun 2006 yang dipotong oleh PT Loka Mampang Indah Realty hanya sebagian kecil yang telah sesuai dengan

“Pengaruh Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Penyadapan Perkebunan Nusantara IX (Persero) Balong Beji Kalitelo Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa harga yang ditawarkan kepada pelanggan, biaya yang sebenarnya terjadi, laba kotor yang dapat diakui sebagai laba yang

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR DAERAH DEKONSEN

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis sistem keamanan rumah melalui kombinasi kunci pintu dan pesan singkat berbasis mikrokontroler ini didapat beberapa kesimpulan, yaitu

Demikian Pengumuman Penyedia ini dibuat untuk dapat dipergunakan.

• Cth: Alamat pelajar dalam Fail Pelajar ditukar tanpa kemaskini Alamat dalam Fail Yuran - rujukan fail yang berbeza menghasilkan maklumat yang berbeza.. Kawalan Data Yang