• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL DISKUSI SASTRA DI KELAS 5 SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL DISKUSI SASTRA DI KELAS 5 SEKOLAH DASAR."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

i

KATA PENGANTAR

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

v

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

1.2

Indentifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian

1.3

Tujuan Penelitian

1.4

Signifikansi dan Manfaat Penelitian

1.5

Asumsi

1.6

Hipotesis

1.7

Penelitian Sebelumnya yang Relevan

1

1

10

15

16

17

18

18

BAB II KAJIAN TEORI YANG RELEVAN

2.1 Sastra dan Anak 2.2 Pembelajaran Sastra 2.3 Pengalaman Bersastra 2.4 Model Diskusi Sastra 2.4.1 Konsep Dasar 2.4.1.1 Teks

2.4 1.2 Diskusi

2.4.1.3 Lingkungan Belajar Kolaboratif 2.4.1.4 Asesmen Kinerja

2.4.2 Tujuan dan Asumsi 2.4.3 Konsep Model

21 21 28 39 47 47 47 49 53 55 63 66

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

3.2.2 Sampel 3.3 Instrumen

3.3.1 Rencana Pembelajaran

3.3.2 Format Tugas Pembelajaran Murid 3.3.2 Format Observasi

3.4 Analisis Data

(2)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengantar

4.2 Pengembangan Model Awal 4.2.1 Lokasi

4.2.2 Prosedur Pengembangan

4.2.2.1 Pengembangan Model Diskusi Sastra Edisi Pertama 4.2.2.2 Pengembangan Model Diskusi Sastra Edisi Kedua 4.2.2.2 1. Kegiatan Guru

4.2.2.2.2 Pengalaman Bersastra Murid dalam Diskusi

4.2.2.2.3 Wujud Pengalaman Bersastra Murid dalam Bentuk Respons 4.2.2.2.3.1 Respons Individual

4.2.2.2.3.2 Respons Kelompok

4.3 Model Diskusi Sastra Hasil Pemberlakuan Pertama dan Kedua 4.4 Pemberlakuan Model Diskusi Sastra Edisi Ketiga

4.5.Analisis Data 4.5.1 Kegiatan Guru

4.5.2 Pengalaman Bersastra Murid dalam Diskusi

4.5.3 Wujud Pengalaman Bersastra Murid dalam Bentuk Respons 4.5.3.1 Respons Individual

4.5.3.2 Respons Kelompok 4.5.4 Analisis Statistik

4.6 Siklus Model Diskusi Sastra 4.7 Pembahasan danTemuan 4.7.1 Pembahasan 4.7.2 Temuan 97 97 97 97 98 99 113 117 126 135 136 150 163 167 169 169 178 210 210 249 278 284 287 287 315 BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan 5.2 Rekomendasi

5.3 Saran bagi Peneliti Selanjutnya

321 321 334 338

DAFTAR RUJUKAN 340

DAFTAR LAMPIRAN 351

(3)
(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran sastra pada hakikatnya menuntut pelibatan membaca,

mendengarkan, berbicara, dan menulis. Keempat kegiatan itu menjadi penting

sebagai usaha penanaman pemahaman sastra kepada murid. Karya sastra

sebagai karya kreatif menuntut pendekatan pembacaan secara kreatif juga.

Kesalahan pendekatan terhadap karya sastra berakibat pada ketidakmenarikan

karya sastra itu sendiri. Betapa banyak orang yang tertarik membaca karya

sastra, juga begitu banyak orang yang tidak tertarik terhadap karya sastra. Para

murid berada dalam keragaman seperti itu. Di antara mereka banyak yang

menunjukkan minatnya terhadap sastra, juga tidak sedikit yang kurang peduli

terhadap sastra. Keragaman ini dimungkinkan karena salah satu di antaranya

pengaruh sajian guru pada saat menyelenggarakan pembelajaran sastra di

kelas. Kekurangan guru adalah kekurangseriusan dalam menyiapkan

pengajakan interaksi murid terhadap karya sastra. Karya sastra tidak akan berarti

apa-apa bagi siapa pun selama tidak disiapkan dengan cara yang tepat untuk

memperilakukannya. Sikap kita, sikap guru, sikap pembaca terhadap karya

sastra berakibat pada taraf keberartian karya sastra tersebut. Oleh karena itu,

sehubungan dengan pembelajaran sastra di sekolah guru menjadi unsur

terpenting dalam penentuan keragaman sikap murid terhadap karya sastra.

Penarikan minat merupakan tanggung jawab guru. Minat eksternal menjadi

keharusan pewujudannya oleh guru. Murid berkemungkinan belum mempunyai

(5)

dari ketentuan penyikapan murid terhadap karya sastra yang dibicarakan di

kelas.

Karya sastra selama ini, menurut pengamatan penulis, tidak dibicarakan.

Sastra dianggap sebagai benda mati, dianggap sebagai alat, dianggap sebagai

bahan pembelajaran yang memang seharusnya diajarkan kepada murid sesuai

dengan pesan kurikulum. Pergerakan guru dibatasi dengan keinginan yang

tertera dalam kurikulum. Penyikapan ini berakibat buruk terhadap irama

pembelajaran di kelas. Pembelajaran sastra tidak dapat hanya dianggap sebagai

bagian dari kurikulum yang harus diajarkan. Hal itu tidak dapat dipungkiri, tetapi

guru juga sebaiknya melihat sastra sebagai bagian dari yang dapat

mempengaruhi keseluruhan kehidupan murid di sekolah dan terutama di

masyarakat. Penyudutpandangan ini penting sebagai awal penentu arah

pembelajaran sastra di sekolah. Pengecilartian akan peran karya sastra dalam

keseluruhan kehidupan anak di sekolah berakibat pada ketidaksemangatan anak

dalam menggeluti karya sastra. Fenomena itu tampak jelas dengan murid yang

kurang menghargai sastra sebagai karya yang dapat mempengaruhi keberpikiran

mereka, kebersikapan mereka, keberperilakuan keseharian mereka. Sastra bagi

mereka sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran di sekolah. Bagian yang

seharusnya diselesaikan sebagai syarat kelulusan mereka. Padahal dalam

kenyataannya banyak murid yang membaca komik, membaca cerita populer,

membaca novel terjemahan. Situasi ini dapat dimanfaatkan guru sebagai awal

yang baik untuk menggiring murid ke arah situasi kesastraan di sekolah dan

diharapkan berlanjut di dalam kehidupan keseharian mereka.

Pandangan seperti di atas bermunculan sebagai akibat, salah satunya

(6)

3

pembelajaran sastra. Murid sebenarnya mempunyai potensi berkepedulian

terhadap karya sastra bila pengenalannya tepat: saat dan cara,

tepat-materi, tepat-interaksi. Karya sastra menuntut dibicarakan karena ia berisi. Isi

karya sastra tidak mungkin ditemukan jika kita tidak berusaha menemukannya.

Karakteristik karya sastra seperti ini sebenamya merupakan tantangan bagi guru

untuk berpikir bagaimana mengajak berpikir murid dalam proses pembelajaran

sastra. Proses berpikir inilah yang semestinya menjadi prioritas pertimbangan

utama guru pada saat dia memutuskan corak pembelajaran apa pun. Jadi,

sebenamya inti pembelajaran sastra itu bagaimana murid dapat berpikir,

berperasaan, dan berpengalaman pada saat berinteraksi dengan karya sastra.

Pemberian kesempatan kepada murid seluas-luasnya menjadi bagian yang tidak

dapat diabaikan begitu saja dalam pembelajaran sastra. Pada intinya setiap guru

mengajak belajar murid. Perlu diingat bahwa murid itu membawa sesuatu dalam

dirinya. Sebelum masuk ke kelas, sebelum berinteraksi dengan materi di kelas

murid telah membawa sesuatu yang dapat dijadikan pengayaan dan pemudahan

pada saat pembelajaran berlangsung. Ketertarikan murid akan terwujud jika

mereka mempunyai kepentingan untuk memperoleh jawaban, informasi, atau

pengalaman sehubungan dengan apa yang ada dalam dirinya. Penuntutan ini

seharusnya dapat dibaca guru. Apalagi karya sastra sangat berkemungkinan

'memuaskan' keinginan murid tersebut.

Karya sastra merupakan renungan penulisnya. Di dalamnya terdapat

kekhususan. Apa yang ditulisnya telah mengalami proses pemilihan dari sekian

pengalaman yang terdapat di dalam diri penulis. Karya sastra ditulis mengikuti

cara khusus, cara yang tidak biasa. Karya sastra biasanya menyajikan

(7)

Karakter ini sebenarnya menjadi tantangan bagi pembaca. Dalam proses

pembelajaran, guru dapat mengubah karakter ini menjadi tantangan.

Pengubahan inilah sebenarnya gambaran sikap guru terhadap karya sastra.

Banyak guru yang sekedar menginformasikan isi karya sastra secara

eksplanatori. Dalam kegiatan ini guru telah menghilangkan berbagai karakter

karya sastra. Karakter ini dapat diubah menjadi tantangan yang mengasyikkan

bagi pembaca. Persyaratan utama adalah guru harus menyediakan suasana,

lingkungan yang menyebabkan murid masuk ke dalamnya. Guru seperti ini

adalah guru yang berkompetensi memadai di bidang sastra. Bagaimanapun

kualitas pembelajaran sastra sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas

kompetensi guru di bidang sastra. Segalanya tidak akan berjalan baik, dalam

pembelajaran sastra bila tidak diawali dengan niat bahwa karya sastra itu harus

dihayati, dibaca ulang sebelum diinteraksikan kepada murid. Bekal ini menjadi

permulaan yang berjanjikan berdampak pada berkualitasnya keberjalanan

pembelajaran sastra di kelas. Jadi, sebenamya gurulah yang menentukan arah

pembelajaran sastra. Ke mana gerakannya bergantung kepada niat guru.

Keikutsertaan murid akibat dari tantangan yang disajikan guru. Guru dapat

menyajikan tantangan bila dia sendiri telah menantangkan dirinya pada karya

sastra. Kita dapat memberitahukan kenikmatan bergelut dengan karya sastra

kepada murid manakala kita telah menjalaninya. Segi inilah yang masih tersisa

pada pembelajaran sastra. Guru terkadang lupa membaca ulang atau membaca

karya sastra. Mereka langsung memberikan perintah kepada murid untuk

menikmatinya tanpa memberitahukan bagaimana cara menikmatinya dan

mengapa harus menikmatinya, karena guru itu belum menggelutinya. Karya

(8)

5

berbagai sudut pandang, dengan cara berbeda pandang dengan pengarangnya

sekalipun.

Karya sastra menuntut keterlibatan seluruh kemampuan berbahasa.

Pengawalan kebersentuhan pembaca (murid) dan teks harus dengan membaca.

Pembacaan menjadi bagian utama. Menurut Rosenblatt (1978) teks itu hanya

kertas dan tinta hitam. Dia tidak akan berarti sebelum dimaknai pembacanya.

Penikmatan karya sastra sebagai teks dapat dihentikan pada tahap ini. Pembaca

dapat menemukan berbagai kemungkinan dalam teks sesuai dengan apa yang

diinginkannya bahkan kemungkinan bermunculan hal yang tidak diinginkannya

setidaknya tidak pemah dipikirkan sebelumnya. Kebermunculan berbagai

kemungkinan itu dapat terjadi karena karya sastra berkemungkinan berbeda

tafsiran. la menjadi tidak tunggal. Dunia pengarang dan dunia pembaca berbeda.

Pembacaan itu media utama untuk mengetahui keberbedaan tersebut.

Pelanjutan pemahaman karya sastra dilakukan dengan penuangan dalam bentuk

tulisan. Keberpikiran pada saat berinteraksi dengan teks akan makin

terpahamkan seandainya dituangkan dalam bentuk tulisan. Kebertulisan

pemaknaan menjadikan bermunculannya penambahan makna. Betapa pun akan

berkejadian konstruksi makna kedua kalinya pascapembacaan. Mungkin ketiga

atau keempat kalinya pemaknaan dapat terjadi. Hal itu bergantung kepada jeda

yang memunculkan penentuan perenungan pascapembacaan. Keintensifan

pemaknaan terjadi manakala kita masih berada dalam situasi keinteraksian

dengan teks/karya sastra. Pemusatan pikiran, perasaan, dan pengalaman

berjalan otomatis pada titik-tentu yang menjadi fokus kita dalam karya sastra.

Keberuntunan penelusuran karya sastra berlanjut pada arah

(9)

atas karya sastra, teks yang dibacanya kepada orang lain akan mendapat

balikan respons dari pembaca lain. Dalam situasi seperti itu terjadi

keberlengkapan pemaknaan, kebertambahan atau keberkurangan. Dalam situasi

seperti itu terjadi keberpengaruhan pemaknaan di antara peserta diskusi. Dalam

situasi itu dibicarakan, dipertanyakan, diperkuatkan berbagai gagasan yang

muncul pascabaca dan pascatulis konstruksi makna.

Keterlibatan semua aspek keterampilan berbahasa tersebut menjadi

bagian tidak terpisahkan dalam proses pemaknaan karya satra. Pemisahan di

antara keterampilan tersebut berhubungan dengan kekuranglengkapan

pemaknaan teks sastra. Unsur inilah yang tidak disadari telah terhilangkan dalam

pembelajaran sastra. Pembacaan teks (karya sastra) berhenti pada pembacaan.

Penulisan bukan kelanjutan dari pembacaan. Diskusi sastra jarang terlaksana

dalam pembelajaran sastra. Padahal diskusi berpotensi menjadi alat efektif bagi

pendorongan keberanian murid dalam menyampaikan respons. Peran guru

dalam diskusi penting. Pertanyaan-pertanyaan guru kepada murid menjadi

titik-asal sudut respons murid. Peran itu dapat dimainkan guru bila ia memahami

teks. Guru mempunyai wawasan tentang keberbedaan latar belakang murid,

pengetahuan murid. Pengetahuan sebelumnya dapat ditarik menyatu dalam

respons murid secara lisan.

Diskusi merupakan bagian yang penting sebagai usaha pemahaman

menyeluruh cerita, teks sastra yang dibacanya. Serpihan pemahaman personal

dapat berkontribusi dalam lingkup sosial. Pemerhatian terhadap respons yang

lain akan menjadi pengayaan respons masing-masing. Kebersamaan dalam

usaha pemahaman tidak dengan sendirinya memunculkan kebersamaan dalam

(10)

7

Kekhasan itu akan menjadi milik personal karena keberbedaan pengalaman,

pemikiran, dan perasaan. Jadi, diskusi itu mungkin menjadi bagian dari

pengayaan pemahaman. Pemahaman inilah yang menjadi tujuan pembacaan

karya sastra, penulisan respons personal, perbincangan dalam lingkup sosial,

dan penuangan respons pascadiskusi dalam bentuk respons sebagai wujud

pengalaman bersastra murid.

Apa yang akan muncul dalam keterbukaan ruangan respons itu

berkemungkinan memunculkan gagasan, pendapat, pikiran, perasaan, yang

inkonvensional. Pembukaan kanal kebebasan ini diharapkan dapat menjadi

wahana pencintaan murid terhadap teks sastra. Ruang inilah yang menjadi fokus

studi ini.

Pencapaian tujuan di atas memerlukan perangkat yang dapat merekam

respons murid itu. Perangkat tulis dan perangkat lisan. Kebersatuan itu dapat

membergunakan mengetahui adanya keragaman respons, mungkin persamaan

respons, mungkin juga respons tak terduga.

Bagaimana pengajaran sastra di sekolah dasar diselenggarakan? Penulis

berkesempatan mengamati langsung beberapa guru mengajarkan sastra di

sekolah dasar. Pada umumnya mereka memperlakukan karya sastra sebagai

materi ajaran. Mereka berusaha menyampaikan materi itu agar dipahami oleh

murid. Pemahaman dalam pengertian seperti yang diinginkan oleh guru, seperti

tujuan yang telah ditentukan guru. Jadi, guru sebenamya mengajar untuk

kepentingan guru- Pada umumnya mereka seperti tidak beranggapan sedang

berhadapan dengan murid. Kehadiran murid di ruang kelas itu sebagai

pelangkap unsur pengajaran dan pembelajaran. Gaya ini termasuk gaya

(11)

murid memiliki tujuan dan kepentingan seperti yang telah direncanakan guru,

seperti yang telah digariskan kurikulum. Gaya ini berakibat pada pengecekan

kemampuan yang telah dimiliki murid yang berpatokan pada apa yang telah

dibcrikan kepada murid. Situasi kesekolahan seperti ini diamati oleh Flander

(1973) seperti dikutip oleh Brooks & Brooks, (1999). Flander menyatakan bahwa

kelas-kelas di Amerika didominasi oleh pembicaraan guru. Murid tidak

memperoleh kesempatan untuk berbicara. Amatan Flanders dilengkapi dengan

pemyataan Ben-Peretz,(1990) seperti dikutip Brooks & Brooks, (1999). Dia

menyatakan beberapa hal tentang pengajaran di kelas. Pertama, sebagian besar

guru sangat menyandarkan pendapatnya pada buku teks. Sering, informasi guru

disebarkan kepada murid secara langsung bersejajaran dengan informasi yang

ditawarkan buku teks. Kedua, dalam kelas sebenamya tumbuh kesadaran

kooperatif, tetapi guru mengecilkan keberanian murid untuk mewujudkannya. Hal

ini tampak pada tugas yang terisolasi yang bermuatan pada keterampilan

rendah, tidak mengarah pada kepemilikan kemampuan tinggi yang kelak dimiliki

murid. Ketiga, kemampuan berpikir murid tidak dinilai pada hampir semua kelas.

Pertanyaan yang diajukan kepada murid oleh hampir sebagian besar guru tidak

mengarah kepada kemungkinan cara berpikir murid melalui isu yang rumit, tetapi

pertanyaan itu diarahkan untuk mencari apakah murid mengetahui jawaban yang

benar.

Bagaimana situasi pembelajaran di sekolah dasar, khususnya

pembelajaran sastra? Pada umumnya pernyataan di atas akan berdata di kelas

sekolah dasar di kota Cirebon. Para guru sangat percaya pada buku teks.

(12)

9

yang disajikan adalah Membaca Cerita Rakyat dan Membuat Ringkasan

Ceritanya. Tugas yang harus dikerjakan oleh murid terdiri atas tiga buah.

a. Bacalah cerita rakyat di hawah ini dengan lafal dan intonasi yang baik di

depan kelas'

b. Bacalah pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban yang telah tersedia'

No. Jawaban Pertanyaan

1 Ajisaka

2 Gunung Kendeng 3 Medan Kumulan

4 Tanah seluas ikat kepalanya 5 Daging manusia

c. Buatlah ringkasan dari cerita di atas dengan bahasamu sendiri!

Tugas

Carilah cerita rakyat yang lain yang ada di daerahmu, kemudian baca di

depan.

Bagaimana pelatihan itu akan mengungkapkan daya berpikir murid? Apa

yang ditugaskan kepada murid tidak berhubungan dengan kepentingan murid.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa guru dan beberapa murid apa yang

ada dalam buku teks itu (buku penunjang itu) disajikan kepada murid, tanpa

modifikasi. Mereka, para guru mempercayai apa yang ada dalam buku pelajaran

tersebut sudah dipikirkan oleh penulisnya dan materi itu cocok disampaikan

kepada murid. Pertanyaan di atas bahkan tidak menggiring murid untuk

menemukan tema teks sastra yang disajikan. Oleh karena itu, pertanyaan itu

kurang bermakna. Padahal pertanyaanlah yang menjadi dasar langkah

(13)

1.2 Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Situasi pembelajaran seperti itu perlu diubah agar tidak berlarut sampai

pada rasa ketidakbersalahan dan keberbedaan dalam kenyamanan bahwa hal itu

benar dan perlu dipertahankan. Apa yang harus diperbaiki? Situasi itu

memunculkan beragam masalah pengajaran dan pembelajaran sastra

khususnya karena penulis mengadakan observasi dan interviu dalam

hubungannya dengan kepentingan itu. Dalam pembelajaran di kelas sebenarnya

ada sesuatu yang dapat dipertajam. Bagaimana guru melihat materi sastra

adalah bagian yang pertama-tama perlu diluruskan agar sampai juga kepada

murid bahwa sastra itu bukan sekedar bagian dari bahasa yang tetap sebagai

pelengkap. Pada umumnya guru berpandangan bahwa sastra merupakan bagian

dari bahasa. Padahal sastra semestinya dimandirikan. Ia bagian yang menuntut

dikelola sendiri karena mempunyai kriteria yang berbeda dari bahasa meskipun

tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran bahasa.

Para guru di kelas telah mempunyai dasar yang dapat dikembangkan,

yaitu para guru yang senantiasa bertanya jawab dengan murid. Segi inilah yang

dapat dikembangkan dalam pembelajaran sastra dengan cara meningkatkannya

dalam bentuk diskusi. Permasalahannya diskusi seperti apakah yang cocok

untuk pembelajaran sastra di sekolah dasar. Dari segi inilah penelitian akan

dikembangkan. Sebuah diskusi tidak mungkin terarah tanpa bertujuan.. Diskusi

diperlakukan sebagai alat dan sarana. Ia sebagai sarana pemahaman teks

sastra.

Peneliti akan menemani para guru untuk mengembangkan pembelajaran

(14)

11

Pertama, pilihan teks sastra. Masalah sastra untuk anak di Indonesia

belum menjadi perhatian. Buku kumpulan cerita anak yang ditangani dengan

serius sampai kini belum ada bahkan mungkin belum dipikirkan. Beberapa

sastrawan, beberapa peminat sastra telah membukukan karya sastra untuk

orang dewasa. Beberapa penerbit secara khusus telah mengeluarkan kumpulan

cerita pendek. Beberapa pengamatan khusus mengenai karya sastra (dewasa)

telah banyak dilakukan dan dibukukan. Akan tetapi, masalah teks sastra anak

jarang yang menyentuhnya. Tampaknya teks sastra anak identik dengan bacaan

anak dan disejajarkan dengan komik (impor) yang diminati anak-anak. Sastra

anak menjadi bagian dari masalah, kalau memang ada, karena anak-anak tidak

pernah diberi kesempatan untuk memilih sendiri.

Hingga saat ini semua mempercayai bahwa sastra anak ditulis orang tua untuk anak. Orang tua jugalah yang mengedit, mengilustrasi, mencetak, menerbitkan, mendistribusikan, memilihkan-nya di rumah atau di seko-lah, -sering kali— membacakannya, dan —sesekali- membicarakannya. Sastra anak adalah karya sastra yang dikonsumsi anak dan diurus serta dikerjakan oleh orang tua. Orang dewasalah yang membimbing anak dalam memilih dan mengusahakan bacaan yang baik bagi anak (Sarumpaet, 1976; Tomlinson, 1996). (Sarumpaet, 2002).

Data yang kurang berakibat pada sulitnya memilih teks sastra anak yang

layak didiskusikan di kelas. Ini menjadi masalah serius jika kita tetap tidak

beranggapan bahwa sastra anak itu ada dan perlu. Guru berkeharusan bekerja

keras memilih teks sastra yang cocok untuk dipercakapkan di kelas. Kondisi ini

menuntut persyaratan yang mesti terpenuhi oleh guru, yaitu keluasan bacaan

sastra dan kemampuan menilai teks sastra berdasarkan kreteria tertentu; segi

sastra, psikologi, kultural, dan pendidikan. moral, misalnya

Kedua, interaksi antara guru dan murid dalam situasi pembelajaran. Sastra itu bukan untuk diajarkan. Isi teks sastra sebaiknya ditawarkan,

(15)

pembelajaran bukan sesuatu yang statis. la akan menjadi dinamis. Guru dan

murid berkesempatan luas mempercakapkan teks sastra, masalah ini yang

kurang ditampakkan dalam pembelajaran sastra di sekolah dasar. Guru tidak

berkehendak mengetahui bagaimana murid berinteraksi dengan teks sastra dan

bagaimana murid menampakkan pemaknaannya. Padahal ini yang penting

karena interaksi antara pembaca dan teks sastra bersifat personal. Kepersonalan

ini akan menarik jika dibincangkan dengan sesama dalam situasi yang

memungkinkan adanya keterbukaan dan kebebasan dalam bercerita.

Tampaknya guru merasakan kesulitan untuk menampakkan respons personal

murid karena berbagai alasan. Akan tetapi, cara yang tepat dapat menampakkan

hal itu. Salah satu cara yang digunakan guru adalah pembelajaran melalui

percakapan dalam suasana diskusi sastra. Pada kenyataannya guru telah

melaksanakan percakapan dengan murid dalam kerangka tanya jawab. Akan

tetapi, percakapan ini perlu ditajamkan sebagai media dalam pembalajaran yang

bertujuan agar murid memperoleh pengetahuan atas usaha sendiri dengan

bantuan guru.

Ketiga, pendekatan terhadap teks sastra. Ini masalah sikap guru terhadap teks. Bagaimana ia memperlakukan teks. Berdasarkan pengamatan

penulis para guru sekolah dasar yang penulis amati memperlakukan teks sastra

sebagai objek. Teks sastra diuraikan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan

dalam bentuk tugas dan dijelaskan hingga tuntas menurut pengetahuan para

guru di hadapan murid. Para murid tidak berkesempatan menyampaikan apa

yang dipikirkannya, apa yang dirasakannya. Para murid berbicara sesuai dengan

(16)

13

memberikan kebebasan kepada murid untuk berinteraksi dengan teks sastra

yang dibacanya..

Keempat, penciptaan kelas sebagai lingkungan belajar. Murid berkepribadian menarik. Setiap murid merupakan pribadi yang khas.

Kemasing-masingan itu dapat menyibukkan guru yang berkeinginan semua murid aktif

dalam situasi pembelajaran. Keberbedaan murid tersebut dapat difasilitasi

dengan penyediaan kelas sebagai lingkungan belajar. Guru sebaiknya

mempunyai kepercayaan bahwa para murid hadir di kelas karena mereka ingin

belajar. Dengan cara seperti ini guru berkewajiban menciptakan kesempatan

agar para murid dapat belajar dalam kondisi yang kondusif.

Kelima, bagaimana cara menggerakkan murid agar aktif berinteraksi

dengan teks sastra. Hal ini berhubungan dengan ketepatan bentuk tugas. Guru

biasanya mendisain tugas berdasarkan niat pengecekan pengetahuan murid

tentang materi yang telah disampaikannya. Tugas itu biasanya dimaksudkan

sebagai media kepentingan guru untuk mengetahui apakah murid telah

membaca teks sastra atau belum. Tugas sebaiknya didesain untuk mengetahui

apa yang sedang dipikirkan murid, apa yang sedang dirasakan murid.

Keenam, bentuk tanya jawab. Peran guru dalam pembelajaran di sekolah

dasar masih dominan. Pergerakan arah pembelajaran banyak ditentukan oleh

arahan guru. Diskusi akan sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam

memilih pertanyaan yang diupayakan mendorong guru bergerak aktif dalam

diskusi. Oleh karena itu, perlu dicari bentuk pertanyaan yang menyebabkan

murid berpikir aktif-kritis sesuai dengan potensi yang ada pada diri murid.

Fokus penelitian itu adalah bagaimana cara menyelenggarakan diskusi

(17)

sekolah dasar menjadi tantangan sendiri mengingat latar belakang murid yang

belum terbiasa menyampaikan pendapatnya sendiri. Akan tetapi, kemungkinan

keaktifan anak tetap ada. Murid sebenarnya mempunyai potensi untuk diaktifkan

dalam situasi diskusi. Hal ini bergantung kepada kemampuan guru mengeluarkan

potensi murid. Hal itu akan terwujud bila guru menggunakan dominasinya

sebagai penentu situasi pembelajaran di kelas menggunakan cara yang tepat.

Guru memperhitungkan berbagai aspek yang memungkinkan diskusi akan

terwujud. Penyelenggaraan diskusi sastra secara matang dapat mengarahkan

para murid berpengalaman bersastra.

Sastra sebagai sebuah karangan mengandung struktur dan isi. Cerita

rekaan misalnya mengandung unsur intrinsik dan ektrinsik. Unsur-unsur itu

berpotensi bermuatan masalah. Dalam karya sastra terdapat bagian-bagian yang

dapat dijadikan masalah. Pemilihan sastra sebagai materi ajar perlu dilakukan.

Langkah selanjutnya menentukan cara mengajar. Diskusi menjadi sarana penting

untuk menguji pengetahuan murid, perhatian murid terhadap orang lain, cara

pengungkapan gagasan dalam bentuk lisan, pembelajaran berkerja sama

dengan orang lain, pembelajaran sumbang gagasan, pelatihan berpikir cepat,

belajar memisahkan gagasan-gagasan. Diskusi sebagai model mengajar

mempunyai kriteria tertentu yang berbeda dengan diskusi pada umumnya.

Apa yang harus diusahakan agar diskusi itu berjalan dengan lancar dan

mendorong murid melibatkan diri dalam pengalaman bersastra? Pertanyaan

yang disajikan bersumber pada teks sastra ditengarai berhubungan dengan

murid, bersifat kontekstual.

Keterlibatan murid dalam diskusi perlu dipantau sebagai pengarahan

(18)

15

Oleh karena itu, instrumen menjadi bagian penting dalam pemantauan diskusi ini

yang juga berfungsi sebagai alat penilaian.

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas masalah pokok dalam penelitian

ini adalah model diskusi bagaimanakah yang dapat menjadi sarana pengalaman

bersastra murid.

Masalah pokok di atas dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian

di bawah ini.

1. Dengan cara bagaimanakah agar teks sastra dapat mendorong

pengalaman bersastra murid melalui diskusi?

2. Apakah bentuk respons murid dalam diskusi menggambarkan transaksi

mereka dengan teks?

3. Apa yang terjadi dalam respons murid sebagai wujud pengalaman

bersastra setelah mereka berdiskusi kelas?

4. Apa yang terjadi bila murid menyusun respons sebagai bentuk

pengalaman bersastra secara berkelompok?

5. Bagaimanakah wujud diskusi sastra yang terjadi di kelas pada saat murid

melakukan kegiatan bersastra?

6. Apakah penggunaan diskusi sastra sebagai media pengalaman bersastra

dalam pembelajaran sastra di sekolah dasar efektif?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan model diskusi sebagai teknik

pembelajaran sastra di sekolah dasar, yang efektif. Efektif diartikan bahwa model

diskusi yang dikembangkan di samping mengarah pada bagaimana seharusnya

memperlakukan karya sastra, bagaimana seharusnya para murid berinteraksi

(19)

diharapkan menghasilkan bagaimana dialog sastra terwujud atau pola tanya

jawab sastra di kelas, bagaimana mengungkapkan gagasan serta pemaknaan

yang dilakukan murid, dan bagaimana hal-hal yang tidak terduga muncul dalam

diskusi sastra.

1.4 Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Pembelajaran sastra di sekolah dasar menurut pengamatan penulis,

selama ini belum ditangani dengan baik. Para murid mempunyai potensi diajak

berapresiasi sastra dan berekspresi sastra. Guru bertugas memfasilitasi agar

pengalaman bersastra murid itu menjadi terwujud dalam kegiatan pembelajaran.

Salah satu fasilitas untuk itu adalah diskusi. Diskusi di sekolah dasar menjadi

bagian yang .penting untuk dikembangkan. Kebebasan berpikir dan keberbedaan

pendapat dapat dilatihkan kepada murid dalam pembelajaran diskusi sastra.

Pendiskusian karya sastra menjadi bagian penting yang dapat meneruskan

pengembangan berpikir dalam berbagai aspek kehidupan murid dalam

keseharian dan dalam mata pelajaran lainnya.

Secara teoretis hasil penelitian berkontribusi dalam hal pembelajaran

sastra dengan model diskusi. Atas dasar ini diharapkan penelitian ini dapat

mengungkapkan bagaimana sebaiknya tugas dalam pembelajaran sastra

disusun, bagaimana tanya jawab dilaksanakan dalam diskusi sastra Melalui

penelitian ini diharapkan tersusun teori tata cara pelaksanaan diskusi yang cocok

untuk pembelajaran apresiasi sastra dan ekspresi sastra. Dari segi praktis

diharapkan para guru dapat memperbaiki pembelajaran sastra berdasarkan hasil

penelitian ini. Jangka panjangnya melalui penelitian diharapkan dapat

berkontribusi dalam keterwujudan para murid mencintai sastra, menghargai

(20)

17

1.5 Asumsi

a. Membaca, diskusi, dan menulis tentang sastra membantu murid untuk

lebih baik memahami makna teks dan bagaimana teks bermakna. Studi

sastra menyediakan praktik dalam pemahaman membaca dan sangat

membergunakan kosakata murid sebagaimana kemampuan mereka

untuk sintesis dan berpikir kritis tentang materi yang mereka tanyakan

untuk membaca (Beach & Marshall, 1991:17).

b. Beberapa studi menyebutkan bahwa terdapat data dalam keterlibatan

proses pemahaman sastra produktif bersehubungan dengan problem

kehidupan sehari-hari. (Langer,2000).

c. Pembaca pada umumnya merespons yang ditawarkan oleh teks, tetapi

dalam waktu yang bersamaan dia harus menggambarkan pemilihan

sumber simpanan-pengalamannya sendiri dan kesanggupan merasakan

untuk menyiapkan dan menyusun substansi respons (Rosenblatt,

1978:43).

d. Inti pembelajaran adalah bagaimana membantu kinerja pembelajar sesuai

dengan kapasitas yang dimilikinya dan salah satu pembantuan untuk

mewujudkannya adalah pembelajaran melalui percakapan. (Tharp &

Galimore, 1991).

e. Murid lebih penting memahami kekuatan sastra, mereka mengerti

kekuatan mempercakapkan tentang sastra (Probst, http://www.

nputterson. net/probsl /um.html).

f. Sastra anak adalah alat yang berkekuatan untuk pembelajaran membaca

(21)

1.6 Hipotesis

Model diskusi sastra efektif digunakan dalam pembelajaran sastra di

kelas 5 sekolah dasar negeri Cirebon.

1.7 Penelitian Sebelumnya yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijangkau dan relevan akan

dikemukakan di bawah ini. Penelitian ini berhubungan dengan diskusi sastra.

Marshall, Smagorinsky & Smith (1995) melaporkan hasil studi mereka

tentang pembicaraan sastra dalam diskusi. Dari tiga studi yang mereka lakukan,

dua di antaranya berhubungan dengan diskusi sastra, yaitu (1) teacher-led large

groups,(kelompok besar yang dipinpin guru) dan (2) teacher-orchestrated small

group (kelompok kecil yang dipersiapkan guru. Berdasarkan hasil studi diperoleh

hasil bahwa terdapat perbedaan pelaksanaan diskusi pada kelas atas, kelas

menengah, dan kelas rendah. Pada kelas atas diskusi menyerupai pertemuan

pemain musik dan khususnya dalam hal berbagi kontribusi dan kesepakatan

interpretasi. Murid-murid memberikan kontribusi dalam usaha saling melengkapi.

Pembicaraan dalam diskusi berjalan dengan saling perhatian. Pada kelas

menengah tanggapan juga muncul tegangan, tetapi tegangan diperluas karena

wawasan sastra sebagai sarana personal pertumbuhan yang unik dirintangani

oleh apa yang terdapat dalam diri mereka, hanya beberapa murid yang terlibat

dalam sastra. Pada kelas rendah murid merasakan adanya tegangan bahkan..

Tujuan mereka mendorong murid dengan sastra pada tahap personal sering

dirintangi oleh keduanya, yaitu oleh kekurangan persiapan murid dan oleh

ketiadaan kemauan untuk terlibat pada sastra. Pada kelompok kecil diskusi

(22)

19

Godinho & Shrimpon (2002) melaporkan hasil penelitian tentang diskusi

sastra dengan fokus pada (1) pengujian perbedaan pola-bicara yang digunakan

anak laki-laki dan anak perempuan dalam diskusi kelompok dan tahap

keterikataan mereka dalam proses diskusi, dan (2) mengidentifikasi pola-bicara

guru yang mendukung dalam kelompok diskusi sastra. Penelitian ini

dilaksanakan tiga sekolah yang berlokasi di bagian pinggir kota Melbourne. Dua

puluh orang guru dan 120 murid terlibat dalam penelitian ini. Berdasarkan

analisis data, murid laki-laki mendominasi pembicaraan dalam diskusi. mengenai

peran guru, guru sangat mengendalikan pembicaraan diskusi melalui dominasi

mereka dalam pembicaraan. Guru berinisiatif bertanya, murid merespons

pertanyaan murid, guru menilai atau meminta umpan balik respons murid.

Almasi, McKeown & Beck (1996) mengadakan studi untuk mengetahui

pemahaman keterlibatan murid dan guru dalam usaha mengkonstruksi

interpretasi bermakna selama diskusi sastra berlangsung di kelas. Data diperoleh

dengan menggunakan videotape diskusi, catatan lapangan, dan interviu dengan

murid-murid dan guru-guru dan data tersebut dianalisis secara induktif. Peristiwa

keterlibatan pada saat guru dan murid menggunakan alat interpretatif untuk

memilih, menghubungkan, dan menyusun informasi dalam teks untuk untuk

mengkonstruksi interpretasi bermakna. Konteks kegiatan bersastra dan kultur

kelas mempengaruhi keterlibatan membaca. Di sana terdapat kognitif,

metakognitif, dan unsur motivasi keterlibatan amatan.

Roberts & Langer (2000) melaporkan hasil penelitian mengenai analisis

diskusi sastra, yang melibatkan murid dengan pertimbangan matang dalam

pengembangan, pendukungan, penganalisisan, dan pengayaan interpretasi

(23)

mendukung murid-murid dalam usaha mereka mencapai pemahaman mereka

sendiri dan murid yang merespons dalam diskusi dengan bukti-bukti keterlibatan

mereka dengan petikan teks itu berbeda dengan cara tradisional.

Hasil penelitian di atas menjadikan dasar penulis bahwa diskusi sastra

dapat dilaksanakan dalam semua tingkat satuan pendidikan. Penelitian di atas

belum menyentuh pendidikan dasar. Oleh karena itu, penulis terdorong

melaksanakan diskusi sastra di tingkat dasar. Dari segi usia murid sekolah dasar

mempunyai kemampan mengeluarkan pendapat. Menurut Piaget usia 7 – 11 ada

pada usia operasional konkret. Pada usia itu anak-anak dapat berpikir abstrak

sederhana, dapat mengklasifikasikan karakter secara sederhana sederhana.

Murid mempunyai bekal untuk masuk ke wilayah diskusi sastra dalam

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Studi ini dilaksanakan dengan pendekatan penelitian dan pengembangan

(research and develop-ment) yang mengacu pada Borg dan Gall (2003) dengan

penyesuaian seperlunya sesuai dengan kondisi. Pendekatan penelitian tersebut

menggunakan paradigma di bawah ini.

Gambar 3.1

PARADIGMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEGIATAN AWAL

PERENCANAAN R & D STUDI PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN MODEL AWAL

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENGUJIAN OPERASIONAL

UJI COBA PRODUK AWAL

PENYUSUNAN ISI POKOK MODEL, MATERI, PROSEDUR SISTEM EVALUASI

UJI

LAP/OPERASIONAL

REVISI AKHIR UJI

ANALITIK

REVISI UJI LAP

(25)

Dalam penelitian dan pengembangan ini, langkah-langkah tersebut

dijabarkan secara lebih rinci sebagai berikut.

(2) Kegiatan awal meliputi beberapa kegiatan.

i. Pengumpulan informasi yang dilakukan dengan kegiatan observasi

dan interviu. Pemerolehan informasi ditekankan pada pembelajaran

sastra yang selama ini dilakukan di sekolah dasar. Observasi

dilakukan secara langsung. Peneliti mengamati beberapa kali

pembelajaran sastra. Interviu dilakukan dengan beberapa murid yang

mengikuti pembelajaran sastra dan dengan guru pengajar. Observasi

dan hasil interviu dimaksudkan sebagai dasar pemikiran dalam

me-nentukan model diskusi sebagai teknik pembelajaran sastra sebagai

produk yang diharapkan. Informasi sebagai dasar analisis kebutuhan.

Apa yang dibutuhkan guru agar pembelajaran sastra bernuansa

integrasi dengan keterampilan berbahasa dan sesuai dengan kognisi

anak.

ii. Kajian pustaka. Kajian pustaka diarahkan pada kajian teori dan hasil

riset. Eksplorasi teori dilakukan untuk mencari dasar penetapan

model diskusi sebagai teknik mengajarkan sastra di sekolah dasar.

Kajian teori meliputi (a) sastra dan anak, (b) pembelajaran sastra(c)

pengalaman bersastra (d) diskusi sastra, (e) lingkungan belajar

kolaboratif, dan (f) asesmen kinerja. Di samping itu, beberapa hasil

riset yang berhubungan dengan pembelajaran sastra berdasarkan

diskusi sastra akan dikaji. Kajian terhadap hasil riset sebagai

pemerlengkapan dan dasar pengembangan model diskusi.

(26)

71

(2) Perencanaan penelitian dan pengembangan.

i. Penetapan jenis keterampilan yang akan dikaji. Pembelajaran sastra di

sekolah dasar pada intinya bernuansa pengalaman bersastra yang

mengandung dua hal penting, yaitu apresiasi sastra dan ekspresi

sastra. Kedua kegiatan itu diintegrasikan dengan keterampilan

berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Penelitian ini diarahkan untuk mengkaji apresiasi sastra melalui

keterampilan berbicara (berdiskusi) dengan melibatkan pembacaan

dan penulisan setelah dilaksanakan diskusi, kegiatan penyimakan dan

pembicararaan pada saat diskusi dilaksanakan. Kemudian dilanjutkan

dengan kegiatan ekspresi sastra yang meliputi kegiatan (1)

menceritakan ulang,(2) memainkan peran, dan (3) menyusun

selesaian. Kajian ditekankan pada (1) diskusi sastra yang dapat dilihat

unsur-unsur pendukung diskusi tersebut, yaitu cara bertanya jawab,

cara berkerja sama (kolaborasi), cara memperhatikan, cara berpikir,

cara bersikap dan (2) pengaruh apa yang akan muncul pada

pengalaman bersastra setelah diskusi dilaksanakan dan pada saat

diskusi Unsur-unsur itu akan ditelaah dengan cara menyiapkan

instrumen observasi diskusi dan istrumen pascadiskusi.

ii. Pengindentifikasian kegiatan pembelajaran dalam rangka penelitian

dan pengembangan.

(3) Pengembangan model awal. Kegiatan ini meliputi (a) materi

pembelajaran, (b) prosedur pembelajaran, dan (c) sistem evaluasi. Bahan

ajar ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria dan dikaitkan dengan

(27)

anak, kualitas sastra anak, berkemungkinan mendorong anak berpikir

kreatif dan mengembangkan imajinasinya. Kriteria tersebut sebagai dasar

penentuan bahan ajar, materi sastra. Murid disiapkan dengan diberikan

materi sederhana tentang alur dan karekter. Murid memerlukan

pengetahuan itu agar mereka mampu mengapresiasi karya sastra yang

dibacanya. Kajian sebagai kegiatan apresiasi sastra, akan dirahkan pada

alur dan karakter. Unsur intrinsik tersebut sebagai instrumen agar murid

berpedoman dalam berdiskusi yang akan diarahkan pada pemahaman isi,

dihubung-kan dengan pengetahuan siap para murid, pengalaman, dan

perasaan.

Pembelajaran sastra dilakukan dengan diskusi. Model diskusi inilah yang

akan dikembangkan sebagai teknik mengajarkan sastra di sekolah dasar.

Beberapa perangkat yang diharapkan dapat memperlancar diskusi

disiapkan. Sebelum diskusi para murid dibekali dengan tata cara diskusi,

tata cara penulisan catatan sastra, membaca teks sastra, dan cara

merespons karya sastra. Adapun prosedur pembelajaran dimulai dengan

pemilihan teks sastra sebagai bahan diskusi. Pemilihan teks sastra

didasarkan pada petunjuk kurikulum 2004. Langkah selanjutnya

membagikan cerita anak terpilih kepada murid. Mereka diminta mencatat

beberapa bagian-penting yang akan diajukan dalam diskusi. Pada bagian

ini guru telah merancang bentuk tugas pembelajaran. Sebelum diskusi

para murid diminta mengisi kuis sekitar cerita pendek.

Pertanyaan-pertanyaan untuk mengecek kegiatan baca. Di kelas guru membimbing

murid dalam berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

(28)

73

diskusi. Pertanyaan-pertanyaan guru bersifat terbuka (open-ended

question).

Penilaian menggunakan asesmen kinerja. Keterampilan yang dinilai

mencakup aktivitas diskusi, kualitas respons tulis dan respons lisan.

(4.) Uji coba produk awal yang mencakup kegiatan (a) interviu dengan

beberapa guru bahasa Indonesia, para pakar pendidikan, para pakar

sastra dan (b) uji analitik oleh guru bahasa Indonesia, ahli PBM, dan

para pengawas sekolah. Langkah ini dilanjutkan dengan revisi.

(5.) Pengujian produk utama. Pengujian dilakukan secara terbatas.

Diskusi sastra dilakukan dengan murid yang terbatas. Uji coba akan

dilaksanakan beberapa kali. Percobaan ini mengarah pada revisi

produk secara operasional.

(6.) Pengujian Lapangan secara operasional, mencakup kegiatan

pemberlakuan model pada 4 sekolah dasar negeri di Cirebon..

Penelitian pmberlakuan dimaksudkan untuk menguji kefektifan model

diskusi sastra. Penelitian eksperimen dilakukan dengan

menggunakan rancangan static-group comparasion design sebagai

berikut.

X O

O

(Gall & Borg, 2003:403)

Keterangan:

X : Perlakuan (model diskusi sastra)

(29)

(7.) Kegiatan penyusunan laporan di dalamnya termasuk penyusunan

model akhir dan rekomendasi.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar negeri yang berada

di Kota Cirebon. Jumlah sekolah dasar negeri di Cirebon adalah 137 buah yang

tersebar di 5 kecamatan, yaitu di Kecamatan Kejaksan 32 buah, di Kecematan

Kesambi 35 buah, di Kecamatan Lemahwungkuk 21 buah, di Kecamatan

Pekalipan 12 dan di Kecamatan Harjamukti 37 buah

3.2.2 Sampel

Sampel ditentukan dengan menggunakan sampel wilayah dan bertujuan

(Arikunto, 1989:121). Setiap kecamatan diambil satu sekolah dengan kriteria

yang sama, yaitu sekolah dasar negeri yang bertipe A. Berdasarkan

pertimbangan tersebut penulis menentukan sampel penelitian sebagai berikut.

1. Sekolah Dasar Negeri Bima yang berada di Kecamatan Kesambi.

2. Sekolah Dasar Negeri Kebon Baru IV yang berada di Kecamatan

Kajaksan.

3. Sekolah Dasar Negeri Pengampon I yang berada di Kecamatan

Lemahwungkuk

4. Sekolah Dasar Negeri Pulasaren 2 yang berada di Kecamatan

Pekalipan

5. Sekolah Dasar Negeri Galunggung yang berada di Kecamatan

(30)

75

3.3 Instrumen

3.3.1 Rencana Pembelajaran

Rencana pembelajaran disusun setiap kali pembelajaran. Setiap kelas

dilakukan 6 kali pertemuan. Skenario pembelajaran berisi garis besar

pembelajaran yang dijadikan pegangan guru. Guru diberikan keleluasan untuk

memodifikasi dan berimprovisasi pada saat pembelajaran berlangsung.

Pada intinya rencana pembelajaran disusun berdasarkan tahapan model

(31)
[image:31.595.119.518.113.619.2]

Gambar 3.2 Model Diskusi Sastra Edisi Pertama Langkah I. Membaca Teks

Langkah ini ditandai dengan beberapa kegiatan di bawah ini.

1. Membaca teks. Murid membaca teks yang sudah disiapkan. Sebelum

murid membaca teks guru mengadakan pengecekan terhadap

pengetahuan dan pengalaman yang dipunyai murid yang Langkah I : Prabaca

Guru mengecek kesiapan pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki murid.

Langkah IX : refleksi Murid menyampaikan pendapat mengenai kesan pengalaman bersastra Langkah VII : Diskusi kelas

(laporan diskusi kelompok) Perwakilan kelompok menyampaikan/memperaga kan hasil diskusi kelompok Langkah V : Menulis respons 2

Tugas ini dikerjakan di rumah. Murid menulis respons 2

Langkah III L Menulis respons 1

Murid menjawab beberapa pertanyaan yang

berhubungan dengan teks

Langkah VIII : Diskusi kelas (membahas hasil diskusi kelompok) Langkah VI : Diskusi kelompok

Murid berdiskusi untuk respons lanjutan

Langkah IV : diskusi kelas Murid mendiskusikan respons I. Guru membim-bing dengan pertanyaan terbuka

(32)

77

berhubungan dengan teks yang akan dibacanya. Kegiatan ini

dilaksanakan dengan teknik percakapan.

Dalam tahap ini guru melaksanakan dua kegiatan penting, yaitu

sebelum murid membaca dan pada saat murid membaca. Sebelum

murid membaca guru melaksanakan kegiatan

a. Mengaktifkan pengetahuan murid yang berhubungan dengan teks

yang akan dibacanya.

b. Menyediakan latar belakang informasi yang penting

c. Mendiskusikan beberapa kosa kata kunci atau kata-kata yang

mungkin menyulitkan murid.

d. Menyampaikan tujuan membaca dengan cara percakapan.

Pada saat membaca guru melaksanakan kegiatan berikut.

a. Membimbing cara membaca sastra secara efektif

b. Membimbing murid dengan bertanya dan aktivitas

2. Menuliskan respons. Pada tahap ini murid melakukan kegiatan

menuliskan responsnya terhadap teks sastra yang dibacanya.

Penulisan respons Kegiatan bersastra murid dimbimbing dengan

pertanyaan terbuka Pertanyaan yang disiapkan disesuaikan dengan

teks yang dibaca, ditekankan pada ekplorasi isi dan dihubungkan

dengan pengalaman dan pengetahuan murid dan mengarah pada

pengalaman bersastra murid. Secara garis besar pertanyaan

berhubungan dengan topik di bawah ini.

a. Menyusun ringkasan yang terdiri atas unsur (1) informasi yang

relevan, (2) tokoh utama, (3) konflik, (4) peristiwa utama, dan (5)

(33)

b. Memilih salah satu tokoh cerita. Dalam tahap ini murid

melakukan kegiatan bersastra (1) murid diminta mencatat minimal

dua sifat tokoh yang dipilihnya yang mirip dengan dirinya, dan (2)

murid diminta mendaftarkan minimal dua sifat tokoh yang

dipilihnya yang sangat berbeda dengan dirinya. Untuk

memperkuat jawaban, murid diminta menyertakan bukti dengan

mengutip bagian tertentu dari teks.

c. Menyusun peta cerita. Dalam kegiatan ini murid diminta

menemukan (1) latar, (2) tokoh utama, (3) konflik, (4) peristiwa

utama, dan (5) resolusi/solusi. Kemudian menyusun dalam

rangkaian yang berhubungan kausalitas.

Semua respons murid ditulis dalam tugas pembelajaran yang sudah

disiapkan.

Langkah II; Berdiskusi

1. Fokus pembicaraan. Diskusi ini sebagai sarana menyampaikan

respons. Para murid diminta menyampaikan responsnya yang telah

disiapkan setelah membaca teks. Murid diajak untuk menyampaikan

responsnya. Urutan pembicaraan dalam diskusi disesuaikan dengan

tugas belajar yang telah dikerjakan murid pada kegiatan sebelumnya.

2. Peran guru. Peran guru yang penting dalam diskusi adalah sebagai

fasilitator. Di bawah ini dirincikan perilaku guru sebagai fasilitator.

a. Mendengarkan; mengikuti butir-butir yang dibicarakan murid,

bukan pikiran guru.

b. Mengamati; perhatian tidak diarahkan kepada isi, tetapi pada

(34)

79

memberikan respons, siapa yang tidak memperhatikan,

bagaimana cara menyampaikannya, dan sebagainya.

c. Menyediakan waktu jeda dan waktu diam. Murid memerlukan

waktu berpikir. Kita harus melatih murid untuk berpikir kritis,

menyiapkan jawaban-jawaban.

d. Mencatat dan memverifikasi apa yang dikatakan murid. Secara

periodik diringkas atau dituliskan di papan tulis yang berintikan

pengertian guru tentang apa respons para murid. Pada saat

menulis di papan tulis gunakan kata atau frase yang singkat.

Tunjukkan hubungan gagasan-gagasan dengan menggunakan

diagram, misalnya.

e. Meminta contoh atau ilustrasi. Hampir semua orang menyetujui

bahwa penggunaan contoh membantu belajar. Materi yang lebih

kompleks dan abstrak dapat terbantu dengan ilustrasi.

f. Mendorong dan mengakui kontribusi murid. Keikursertaan

murid dalam diskusi meningkatkan nilai mereka. Memberikan

komentar positif atas ucapan murid mendorong mereka terus aktif.

Pada saat mereka berpartisipasi, berpendapat panggillah nama

mereka.. Dengan cara itu akan terjadi dialog antara guru dan

murid.

g. Menyediakan sebuah ringkasan atau konklusi. Guru

meng-ambil beberapa menit membantu ingatan murid dengan

menyimpulkan apa yang dibicarakan dalam diskusi itu.

Di samping itu, guru pada saat diskusi berlangsung perlu melakukan

(35)

h. Menciptakan perkiraan partisipasi. Guru harus mengatur tempat

duduk yang memungkinkan mudah terjadi kontak antara murid

juga guru mudah mengamati perilaku murid. Guru harus menarik

murid ke arena pembicaraan misalnya dengan mengenalkan

murid kepada teman-temannya atau menanyakan nama para

murid.

i. Menjelaskan bagaimana partisipasi mempengaruhi nilai.

j. Menghindari selalu malihat murid yang sedang berbicara

secara langsung. Guru harus mengetahui juga reaksi para murid

lain ketika salah seorang murid sedang berbicara. Oleh karena itu,

penglihatan guru tetap harus menyebar, tidak hanya terfokus

kepada murid yang sedang berbicara.

Pada saat diskusi berlangsung guru juga perlu memperhatikan jika

muncul pertanyaan murid. Beberapa hal perlu diperhatikan oleh guru.

k. Mengulang pertanyaan dengan cara memparafrasekannya.

Tindakan itu mempunyai dua tujuan, (1) murid yang lain dapat

mendengarkan pertanyaan itu, dan (2) mengecek pemahaman

guru tentang pertanyaan itu, jika murid yang bertanya

berpendapat belum lengkap, ia akan mengulang lagi

pertanyaannya dengan memperluasnya.

l. Mengalihkan pertanyaan. Guru dapat meminta murid lain untuk

merespons pertanyaan itu, atau mungkin guru mengal-ihkan

pertanyaan kepada kelas secara umum, meminta murid menjawab

(36)

81

m. Meminta pertanyaan yang menyelidik. Guru mengarahkan

murid menanggapi pada bagian tertentu.

n. Meningkatkan diskusi di antara murid. Guru berusaha

meli-batkan murid untuk mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan

temannya.

Pada saat mengajukan pertanyaan kepada murid, guru perlu

memperhatikan beberapa hal berikut.

o. Gunakan pertanyaan terbuka.

p. Ajukan pertanyaan konvergen.

Langkah III ;Kegiatan Pascadiskusi

Setelah berdiskusi murid melakukan dua kegiatan. Kegiatan pertama

menulis repons kedua. Bentuk pertanyaan berbeda dengan respons

pascabaca, tetapi intinya sama. Kegiatan kedua menindaklanjuti dari

respons kedua yang diawali dengan diskusi kelompok. Tindak lanjut

disesuaikan dengan isi respons yang telah dilakukan. Hubungannya

dapat diurutkan sebagai berikut. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan

[image:36.595.118.518.240.673.2]

refleksi murid tentang pengalaman bersastra.

Tabel 3.1

Hubungan antarrespons

No. Respons Pascadiskusi Tindak Lanjut Respons Pasca diskusi

1. Menyusun ringkasan Menceritakan ulang 2. Memilih Tokoh Memerankan tokoh

3. Menyusun peta cerita Menyusun selesaian cerita versi sendiri

(37)

Untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan murid ditempuh empat

langkah, yaitu (1) menilai respons tertulis setelah mereka membaca teks,

(2) kegiatan diskusi, (3) respons kedua setelah mereka mengikuti diskusi,

dan (4) respons tindak lanjut dari respons tulis yang meliputi,

menceritakan kembali, memerankan tokoh yang dipilih, dan menyusun

selesaian versi sendiri.

Format Tugas Pembelajaran Murid

Format tugas murid terdiri atas 6, yaitu (1) menyusun ringkasan, (2)

menceritakan ulang, (3) memilih tokoh, (4) memerankan adegan peristiwa, (5)

menyusun peta cerita, dan (6) mencipta peristiwa dalam bentuk dialog. Di bawah

ini disajikan format yang dimaksud.

MENYUSUN RINGKASAN

Tugas Pembelajaran I

Judul Cerita : ………..

Pengarang : ………

……… ... ... ... ... ...

Ringkasan yang baik

1.mengandung peristiwa utama dan peristiwa pendukung yang terdapat dalam cerita.

2.mengandung tokoh utama dan tokoh bawahan 3.mengandung konflik dan solusinya

(38)

83

... ... ...

N a m a :

Kelas :

SD :

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

1. Nama Kelompok :

2. Pokok Pembicaraan : Menyusun rangkaian peristiwa untuk penceritaan ulang

3. Nama Anggota : 1

2

3

4

5

6

4. Rangkaian peristiwa :

No. Peristiwa Tokoh yang Terlibat

Tempat Suasana

Menceritakan ulang harus memenuhi syarat berikut. 1. Menceritakan ulang mengandung unsur alur cerita secara lengkap

2. Menceritakan ulang mengandung tokoh utama yang terlibat dalam konflik utama cerita

3. Menceritakan ulang mengungkapkan cerita inti dan solusinya

(39)

Memilih Tokoh

Judul Cerita : ……….

Pengarang : ………

Pilihlah tokoh cerita yang berkesan bagi kalian. Catat sekurang-kurangnya

dua persamaan sifat tokoh yang kalian pilih dengan sifat kalian atau dengan

orang yang kalian kenal. Catat sekurang-kurangnya dua perbedaan sifat

tokoh yang kalian pilih dengan sifat kalian atau dengan orang yang kalian

kenal. Perkuat jawaban kalian dengan bukti yang dikutip dari teks.

Tokoh Cerita yang Dipilih

Alasan Sifat Tokoh Cerita yang

Dipilih

Kutipan dari Cerita untuk memperkuat Sifat Tokoh

Memilih tokoh harus memenuhi syarat berikut. 1.Memilih tokoh dengan menggambarkan sifat tokoh tersebut dengan rinci 2. Menggunakan bukti dari teks dengan lengkap

3.Menyebutkan dua sifat persamaan antara tokoh yang dipilihnya dengan dirinya atau dengan orang yang dikenalnya

(40)

85

Nama yang Dibandingkan

dengan Tokoh (Jika dibandingkan dengan orang lain sebutkan hubungannya, misalnya teman, paman, tetangga)

Persamaan 1.

2.

Perbedaan 1.

2.

N a m a :

Kelas :

SD :

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

4. Nama Kelompok :

5. Pokok Pembicaraan : Memerankan tokoh

6. Nama Anggota : 1

2

3

4

5

6

5. Adegan yang Dipilih :

6. Pemeran :

Memerankan tokoh harus memenuhi syarat di bawah ini. 1. Memerankan tokoh yang dipilihnya sesuai dengan sifat tokoh itu. 2. Memerankan tokoh itu disertai dengan gerak dan mimik yang tepat. 3. Memerankan tokoh disertai dengan ucapan yang dikarangnya sendiri

secara tepat

(41)

No.

N a m a

Tokoh yang Diperankan

7. Agar pemeranan tokoh berjalan dengan baik, sebaiknya kelompok menentukan salah satu anggotanya sebagai pengatur adegan/sutradara atau narator. Kelompok menyiapkan naskah sederhana yang akan dibacakan narator.

8. Naskah sederhana disusun berdasarkan format di bawah ini!

Adegan Uraian

1

2

3

(42)

87

Menyusun Peta Cerita

Judul Cerita : ………

Pengarang : ………...

Konflik

Peristiwa Utama; Tulis 4 peristiwa dalam urutan yang teratur

Solusi

(43)

2. Apakah solusi yang diciptakan pengarang sesuai dengan harapan kalian? Tuliskan alasannya.

……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 3. Buatlah saran kepada pengarang cara menyelesaikan cerita seperti yang

kamu harapkan.

……… ……….. ……… ……… ……… ……… ………

N a m a :

Kelas :

SD :

Peta cerita yang baik mengandung unsur-unsur di bawah ini.

1. Latar dan tokoh utama 2. Konflik utama cerita.

3. Minimal empat buah peristiwa utama

(44)

89

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

Nama Kelompok :

Pokok Pembicaraan : Menyusun dialog

Nama Anggota : 1.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Perhatikan adegan terakhir cerita “Guru Kami Tersayang”. Ada beberapa peristiwa sebelum cerita itu berakhir.

1. Anak-anak kelas V menolak Bu Anna untuk menjadi guru kelas mereka. Hanya Tonton yang setuju.

2. Anak-anak kelas V menyesal telah menolak Bu Anna setelah mengetahui yang sebenarnya tentang Bu Anna.

3. Anak-anak kelas V mengejar Bu Anna. Tetapi Bu Anna telah pergi..

A. Sekarang diskusikan dengan teman-teman kamu untuk menyusun peristiwa dalam bentuk dialog berdasarkan cerita itu, misalnya dialog antara Bu Anna dengan keluarganya (kalian ciptakan tokoh lain, misalnya dalam keluarga itu ada orang tua (ibu dan bapak) Bu Anna, adik Bu Anna, . Dialog minimal teridiri atas 4 tokoh. Kalian boleh menggunakan tokoh cerita itu, misalnya apa yang dibicarakan oleh Tonton, Rani, Susan, Azzam.

B. Setelah kalian menyusun dialog itu, kalian bacakan di depan kelas.

C. Format dialog

(45)

Tugas murid dinilai dengan menggunakan rubrik/kriteria penilaian.

Secara rinci kriteria penilaian disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini. Peristiwa dalam bentuk dialog harus memenuhi syarat di bawah ini.

1. Peristiwa secara jelas berhubungan dengan cerita.

2. Peristiwa mengandung konflik baru dan berhubungan dengan cerita asal.

(46)

91

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Respons Ringkasan

Skor

8-10 5-7 2-4

1. Ringkasan berisi peristiwa utama dan peristiwa pendukung yang terdapat dalam cerita.

1. Ringkasan

mengandung tokoh utama dan beberapa peristiwa pendukung

1. Ringkasan berisi bebera-pa peristiwa yang terjadi dalam cerita.

2. Ringkasan

mengandung tokoh utama dan tokoh bawahan

2. Ringkasan berisi kegiat-an beberapa tokoh dalam cerita.

2. Ringkasan berisi kegiat-an tokoh utama dalam cerita 3. Ringkasan mengandung konflik dan solusinya. 3. Ringkasan mengandung konflik

3. Ringkasan tidak mengandung konflik

4. Ringkasan menggunakan kalimat sendiri

4. Ringkasan sebagian besar menggu-nakan kali-mat sendiri

[image:46.595.110.512.143.721.2]

4. Ringkasan sebagain kecil menggunakan kalimat sendiri

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Respons Menceritakan Ulang

Skor

8-10 5-7 2-4

1. Menceritakan ulang mengandung unsur alur cerita secara lengkap

1. Menceritakan ulang mengandung unsur alur tetapi kurang lengkap

1. Menceritakan ulang tidak mengandung unsur alur

2. Menceritakan ulang mengandung tokoh utama yang terlibat dalam konflik utama cerita

2. Menceritakan ulang mengandung tokoh utama yang terlibat pada konflik tambahan

2. Menceritakan ulang mengandung tokoh utama tetapi tidak terlibat dalam konflik

3. Menceritakan ulang mengungkapkan cerita inti dan solusinya

3. Menceritakan ulang mengungkapkan cerita inti tetapi tidak disertai dengan solusi

3. Menceritakan ulang tidak mengungkapkan cerita inti.

4. Menceritakan ulang menunjukkan kemampuan menyusun cerita

4. Menceritakan ulang kurang menunjukkan kemampuan menyusun cerita.

(47)

Tabel 3.4

Kriteria Penilaian Respons Memilih Tokoh

Skor

8-10 5-7 2-4

1. Murid memilih tokoh dengan

menggambarkan sifat tokoh tersebut dengan rinci

1. Murid memilih tokoh dengan

menggambarkan sifat tokoh tersebut tetapi kurang rinci

1. Murid memilih tokoh dengan

menggambarkan sifat tokoh tersebut

2. Murid meng-gunakan bukti dari teks de-ngan lengkap

2. Murid menggunakan bukti dari teks tetapi tidak lengkap

2. Murid tidak

menggunakan bukti dari teks,

3. Murid menyebutkan dua sifat persa-maan antara tokoh yang dipilihnya dengan dirinya atau dengan orang yang dikenalnya.

3. Murid menye-butkan satu sifat persama-an persama-antara to-koh yang dipi-lihnya dengan dirinya atau dengan orang yang dikenalnya

3. Murid tidak

menyebutkan sifat persama-an antara to-koh yang dipi-lihnya dengan dirinya atau dengan orang yang dikenalnya

4. Murid menye-butkan dua sifat perbedaan antara tokoh yang dipilih-nya dengan dirinya atau dengan orang yang dikenalnya

4. Murid menye-butkan satu sifat perbedaan antara tokoh yang dipilihnya dengan dirinya atau dengan orang yang

dikenalnya

4. Murid tidak

[image:47.595.109.514.138.740.2]

menyebutkan sifat perbedaan antara tokoh yang dipilihnya dengan dirinya atau dengan orang yang dikenalnya

Tabel 3.5

Kriteria Penilaian Respons Memerankan Tokoh

Skor

8-10 5-7 2-4

1. Murid memerankan tokoh yang dipilihnya sesuai dengan sifat tokoh itu.

1. Murid memerankan tokoh yang dipilihnya kurang sesuai dengan sifat tokoh itu.

1. Murid memerankan tokoh yang dipilih-nya tidak sesuai dengan sifat tokoh itu.

2. Murid meme-rankan tokoh itu disertai dengan gerak dan mimik yang tepat.

2. Murid memerankan tokoh itu disertai dengan gerak dan mimik yang kurang tepat.

(48)

93

Lanjutan Tabel 3.5 3. Murid memerankan

tokoh disertai

dengan ucapan yang dikarangnya sen-diri secara tepat

3. Murid memerankan tokoh disertai dengan ucapan yang

dikarangnya sen-tetapi kurang tepat

3. Murid memerankan tokoh disertai dengan ucapan yang dika-rangnya sendiri, tetapi tidak tepat

4. Murid memerankan tokoh yang dipilih-nya dengan sifat yang telah diramu dengan sifat yang dimiliki murid dengan tepat

4. Murid memerankan tokoh yang dipilih-nya dengan sifat yang telah diramu dengan sifat yang dimiliki murid, tetapi kurang tepat

[image:48.595.109.514.115.631.2]

4. Murid memerankan tokoh yang dipilih-nya dengan sifat yang telah diramu dengan sifat yang dimiliki murid, tetapi tidak tepat

Tabel 3.6

Kriteria Penilaian Respons Menyusun Peta Cerita

Skor

8-10 5-7 2-4

1. Peta cerita berisi latar dan tokoh utama

1. Peta cerita berisi tokoh utama

1. Peta cerita tidak berisi latar dan tokoh utama

2. Peta cerita berisi konflik utama cerita.

2. Peta cerita berisi konflik cerita.

2. Peta cerita tidak berisi konflik cerita.

3. Peta cerita berisi 4 buah peristiwa utama

3. Peta cerita berisi 3 buah peristiwa utama,

3. Peta cerita berisi 2 buah peristiwa utama,

4. Peta cerita berisi solusi yang

disampaikan penulis secara lengkap

4. Peta cerita berisi solusi yang disampaikan tetapi penulis.tetapi kurang lengkap

(49)

Tabel 3.7

Kriteria Penilaian Mencipta Peristiwa dalam Bentuk Dialog

N I L A I

8-10 5-7 2-4

1. Peristiwa secara jelas berhubungan dengan cerita. 2. Peristiwa

mengan-dung konflik baru dan berhubungan dengan cerita asal.

3. Peristiwa

mengandung unsur sebab-akibat secara jelas.

4. Peristiwa

mengandung solusi secara jelas

1. Peristiwa

berhubungan dengan cerita tetapi kurang jelas.

2. Peristiwa meng-andung konflik lanjutan.

3. Peristiwa meng-andung unsur sebab-akibat, tetapi kurang jelas.

4. Peristiwa

mengandung solusi tetapi kurang jelas

1. Peristiwa

berhubungan dengan cerita, tetapi tidak jelas

2. Peristiwa

mengandung konflik, tetapi tidak

berhubungan dengan cerita asal.

3. Peristiwa

mengandung unsur sebab-akibat, tetapi tidak jelas.

4. Peristiwa

mengandung solusi, tetapi tidak jelas

[image:49.595.107.513.157.747.2]

3.3.3 Format Observasi

Tabel 3.8

FORMAT OBSERVASI GURU

HARI, TANGGAL :

PUKUL :

Jenis Kegiatan

Rincian Kegiatan Guru Ya Tdk Respons Murid Prabaca 1. Mengaktifkan pengetahuan murid

yang berhubungan dengan teks yang akan dibacanya

2. Menyediakan latar belakang informasi yang penting

3. Menjelaskan kata kunci atau kata yang sulit dipahami murid.

4. Menyiapkan tujuan membaca

Saat baca 1. Membimbing cara membaca sastra secara efektif

2. Membimbing murid dengan bertanya dan aktivitas

(50)

95

Lanjutan tabel 3.8

3. Menyediakan waktu jeda dan waktu diam

4. Mencatat dan memverifikasi 5. Meminta contoh atau ilustrasi

6. Menyediakan sebuah ringkasan atau konklusi

7. Menciptakan perkiraan partisipasi 8. Menghindari selalu malihat murid

yang sedang berbicara secara langsung

9. Mengulang pertanyaan dengan cara memparafrasekannya

10. Mengalihkan pertanyaan

[image:50.595.108.515.110.750.2]

11. Meningkatkan diskusi di antara murid 12. Menggunakan pertanyaan terbuka 13. Mengajukan pertanyaan konvergen

Tabel 3.9

Format Pengamatan Kegiatan Diskusi Murid

HARI, TANGGAL :

PUKUL :

No. Perilaku Murid Frekuensi % Keterangan

1. Positif 1. Aktif berbicara 2. Menyampaikan

komentar yang relevan.

3. Menggunakan bukti.

4. Menarik murid yang lain ke dalam diskusi 2. Negatif 1. Tidak

memperhatikan atau

mengganggu peserta lain. 2. Interupsi 3. Menyampaikan

komentar yang tidak relevan 4. Memonopoli 5. Menyerang

(51)

Gambar

Gambar 3.1 PARADIGMA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Gambar 3.2 Model Diskusi Sastra Edisi Pertama
Tabel 3.1 Hubungan antarrespons
Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Respons Menceritakan Ulang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa

dapat digunakan dalam melakukan pengurutan kunjungan di antaranya (1) Farthest insert , melakukan penambahan konsumen dalam sebuah rute perjalanan, dimulai dari yang memiliki

Dalam analisis dilakukan perhitungan distribusi energi termal nuklir untuk dikonversi menjadi kukus untuk process steam berbagai proses yang beroperasi pada temperatur di

Pneumatik merupakan ilmu yang mempelajari teknik pemakaian udara bertekanan (udara kempa). Sejalan dengan pengenalan terhadap sistem keseluruhan pada pneumatik, secara individu

pasti tidak memadai lagi. At-Thabary dalam tafsirnya mengemukakan sebuah hadits bahwa Allah menciptakan bumi pada hari Ahad dan Senin, gunung pada hari Selasa,

One hundred and ten students from three junior high school in Kuningan was tested with Science Virtual Test on Living Things and Environmental Sustainability Theme for 9 th Grade

[r]

(2000) menyatakan bahwa tingginya keragaman fauna ikan yang ditemukan di daerah rawa banjiran Sungai Parana, Amerika Selatan merupakan ciri dinamika ekologi