DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
KATA PENGANTAR ……… iii
DAFTAR ISI………... vii
DAFTAR TABEL………... x
DAFTAR GAMBAR………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN………... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 9
F. Metode Penelitian ... 11
G. Populasi dan Sampel Penelitian ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 14
1. Pemahaman Konsep ... 14
2. Pembelajaran Konstruktivisme sebagai Perubahan Konseptual ... 17
3. Strategi Pembelajaran Konsep ... 21
4. Evaluasi Pembelajaran Konsep ... 29
6. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ... 39
B. Hipotesis ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 43
B. Kegiatan Penelitian ... 44
1. Prosedur Penelitian ... 44
2. Pelaksanaan Penelitian di Kelas ... 47
3. Pembelajaran dengan Model Learning Cycle ... 48
4. Pembelajaran dengan Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) 48 C. Variabel Penelitian ... 48
D. Populasi dan Sampel ... 51
1. Penentuan Sampel ... 51
2. Normalitas dan Homogenitas Variabel Data Populasi dan Sampel ... 54
E. Instrumen Penelitian ... 56
1. Tes ... 56
2. Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) ... 57
3. Observasi ... 57
4. Validitas dan Reliabilitas serta Analisis Butir Soal ... 57
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 68
G. Uji Hipotesis ... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian ... 77
Pembelajaran Learning Cycle ... 77
2. Pemahaman Konsep pada Peserta Didik dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ... 86
B. Analisis Data ... 94
1. Uji Prasyarat Analisis ... 94
2. Uji Hipotesis ... 96
C. Pembahasan ... 100
1. Pemahaman Konsep pada Peserta Didik dan Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 100
2. Pemahaman Konsep pada Peserta Didik dan Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) ... 119
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 138
B. Rekomendasi ... 140
DAFTAR PUSTAKA 142 LAMPIRAN-LAMPIRAN : A. ALAT PENGUMPUL DATA ... 146
B DATA PENELITIAN ... 207
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Skala Certainty of Respons Index (CRI) ... 31
2.2. Ketentuan Kriteria Jawaban dengan Tinggi Rendahnya Rata-rata CRI ... 33
2.3. Rublik Penilaian Lembar Kerja Peserta Didik (LKS)………... 34
3.1. Desain Eksperimen ... 44
3.2. Pelaksanaan Penelitian di Kelas ………... 47
3.3. Pembelajaran dengan Model Learning Cycle ... 49
3.4. Pembelajaran dengan Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) ... 50
3.5. Penentuan Kelas Eksperimen ... 51
3.6. Uji Normalitas Seluruh Kelas ... 52
3.7. Uji Homogenitas Seluruh Kelas ... 53
3.8. Kriteria Indeks Kesukaran ... 61
3.9. Kriteria Indeks Daya Pembeda ... 62
3.10. Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep ... 64
3.11. Kisi-kisi Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) Model Pembelajaran Learning Cycle ... 65
3.12. Kisi-kisi Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ... 66
3.13. Uji Coba Instrumen Tes ... 67
3.14. Skala Certainty of Respons Index (CRI) ... 70
Tabel Halaman 3.16. Skoring Lembar Observasi ... 71
4.1. Nilai Pretes, Postes, dan LKS Peserta Didik pada Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 78
4.2. Pemahaman Konsep oleh Peserta Didik dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Berdasarkan Indikator Pemahaman Konsep ... 79
4.3. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi dan Tidak Tahu Konsep oleh Peserta Didik pada Soal Pretes dan Postes pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 81
4.4. Indentifikasi Pemahaman Konsep Berdasarkan LKS pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 83
4.5. Hasil Pengamatan Aktivitas Peserta Didik Pada Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 84
4.6. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Pada Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 85
4.7. Pemahaman Konsep pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ... 86
4.8. Pemahaman Konsep Berdasarkan Indikator Pemahaman Konsep pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ………. 87
4.9. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi dan Tidak Tahu Konsep oleh Peserta Didik pada Soal Pretes dan Postes pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ………. 89
4.10. Indentifikasi Pemahaman Konsep Berdasarkan LKS pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ……… 91
4.11. Hasil Pengamatan Aktivitas Peserta Didik Pada Penerapan Model Pembelajaran SSCS ……….. 92
4.12. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Pada Penerapan Model Pembelajaran SSCS ……….. 93
Tabel Halaman 4.14. Uji Homogenitas Varians Pemahaman Konsep pada Kelas dengan
Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran SSCS ……….. 95
4.15. Uji Z Pretes dan Postes 98
4.16. Perbandingan Pretes dan Postes Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran SSCS ... 98
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A.1 Silabus ………. 146
A.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Pembelajaran
Learning Cycle……… 150
A.3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Pembelajaran
Search, Solve, Create, and Share(SSCS) ………... 172
A.4. Pedoman Observasi Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) ………... 190
A.5 Kisi-Kisi Uji Tes Pemahaman Konsep ……… 191
A.6 Uji Soal Tes Pemahaman Konsep ……… 192
A.7. Soal Pretes dan Postes Pemahaman Konsep pada Peserta Didik Pada Penerapan Model Pembelajaran Cycle dan Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ……… 200
B.1. Jawaban Soal Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan
Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ………. 207
B.2. Jawaban Soal Postes Peserta Didik pada Kelas dengan
Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ………... 208
B.3. CRI Jawaban Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan
Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ……… 209
B.4. CRI Jawaban Postes Peserta Didik pada Kelas dengan
Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ……… 210
B.5. CRIB dan CRIS Jawaban Soal Pretes dan Postes oleh Peserta didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran
Learning Cycle……… 211
B.6. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Pretes Peserta Didik Pada
Lampiran Halaman B.7. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu
Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Postes Peserta Didik Pada
Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle... 213
B.8. Jawaban Soal LKS oleh Peserta Didik pada Kelas dengan
Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ……… 214
B.9. Jawaban Soal Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) ………... 215
B.10. Jawaban Soal Postes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) ………... 216
B.11. CRI Jawaban Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) ………... 217
B.12. CRI Jawaban Postes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) ………... 218
B.13. CRIB dan CRIS Jawaban Soal Pretes dan Postes oleh Peserta didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran
Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ………... 219
B.14. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Pretes Peserta Didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS) ………... 220
B.15. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Postes Peserta Didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS) ………... 221
B.16. Jawaban Soal LKS oleh Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemahaman konsep diperlukan bagi peserta didik karena merupakan dasar
untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Pemahaman konsep merupakan ide
kunci yang menyajikan fondasi untuk mengembangkan potensi intelektual peserta
didik. Pemahaman konsep merupakan abstraksi terhadap objek kejadian, kegiatan
atau hubungan atribut dan merupakan stimulus respon. Peserta didik dikatakan
telah memahami konsep jika mampu menjelaskan suatu informasi dengan
kata-kata sendiri dan mampu menjelaskan kembali informasi tersebut.
Belajar konsep berguna dalam rangka pendidikan peserta didik atau paling
tidak mempunyai pengaruh tertentu. Hamalik (2001: 164) menjelaskan kegunaan
mempelajari konsep sebagai berikut:
(1) Konsep mengurangi kerumitan lingkungan, (2) konsep membantu untuk mengidentifikasi objek yang ada disekitar kita, (3) konsep membantu untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju, (4) konsep mengarahkan kegiatan instrumental, (5) konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran, dan (6) konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama.
Mempelajari konsep umum akan lebih mudah jika dirinci menjadi sejumlah
konsep sederhana dengan cara mengenali ciri-ciri dari objek atau fenomena.
Ciri-ciri dari objek atau fenomena kemudian digunakan untuk mempelajari hal yang
lebih luas. Selain itu juga dapat menentukan tindakan selanjutnya yang perlu
dimiliki tersebut berfungsi sebagai prilaku baru (entry behaviour) yang dapat
dijadikan dasar untuk meningkatkan proses pembelajaran berikutnya. Jika peserta
didik tidak memahami beberapa konsep dan menjadi prasyarat dalam memahami
konsep lain yang berkaitan dengan konsep tersebut maka pembelajaran tidak
berjalan lancar. Dengan memahami konsep, juga dapat mengklasifikasikan objek
atau fenomena berdasarkan jenis, bentuk, ciri, sifat, unsur, sebab, dan akibat, serta
pengaruh dengan memperbandingkan satu dengan lainnya atau dengan istilah lain
dapat mempelajari dua hal yang berbeda dalam satu tempat dan waktu.
Pemahaman merupakan kata kunci dalam pembelajaran. Santyasa (2007: 1)
menjelaskan tentang pemahaman merupakan kata kunci dalam pembelajaran
sebagai berikut:
(1) Membangun pemahaman (understanding construction) lebih penting dibanding dengan menghapalkan fakta (memorizing fact), (2) kelemahan dari belajar berupa hapalan, hanya mengarah untuk memasukkan pengetahuan yang kita tahu tetapi tidak pernah menerapkannya di kehidupan nyata (rote learning leads to insert knowledge-we know something but never appy it to real life), (3) salah satu tujuan pendidikan adalah memfasilitasi peserta didik to achieve understanding yang dapat diungkapkan secara verbal, numerikal, kerangka berpikir positivistik, kerangka kehidupan berkelompok, dan kerangka kontemplasi spiritual, (4) pemahaman merupakan pengetahuan dalam tindakan berpikir (understanding is a knowledge in thoughtful action), (5) pemahaman dipandang sebagai suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu pengetahuan, (6) pemahaman merupakan landasan bagi peserta didik untuk membangun wawasan (insight) dan kearifan (wisdom), (7) pemahaman merupakan indikator unjuk kerja yang siap direnungkan, dikritik, dan digunakan orang lain, (8) pemahaman merupakan perangkat baku program pendidikan yang merefleksikan kompetensi, dan (9) pemahaman muncul dari hasil evaluasi dan refleksi diri sendiri.
Peserta didik dengan pemahamannya dapat mengimplementasikan
pengetahuan ke dalam kehidupan nyata. Pada proses pembelajaran, pemahaman
transformasi pengetahuan yang telah dan akan dikuasai. Keberhasilan dari proses
pembelajaran diketahui dengan pemahaman yang dikuasai peserta didik melalui
evaluasi diri dan pencapaian kompetensi. Dengan demikian, pemahaman terhadap
konsep sebagai hasil pembelajaran menjadi sangat penting.
Kenyataannya kemampuan pemahaman konsep ini masih jauh yang
diharapkan. Beberapa kesulitan yang dialami peserta didik dalam memahami
konsep adalah sebagai berikut:
1. Kesulitan memahami konsep-konsep.
2. Kesulitan mendeskripsikan konsep ke dalam bentuk diagram, grafik atau
dalam bentuk presentasi ilmiah lainnya.
3. Kesulitan dalam menginterpretasikan data berdasarkan tabel atau grafik,
termasuk pula kesulitan dalam mengaplikasikan konsep yang dipelajari dalam
menyelesaikan permasalahan sederhana.
4. Kesulitan membaca data, dan
5. Kesulitan mengaitkan suatu konsep dengan konsep yang lain.
Rendahnya pemahaman konsep ini disebabkan oleh penggunaan pola pikir
yang rendah pada proses perubahan konseptual. Menurut Dahar (2006: 155)
perubahan konseptual melibatkan dua komponen, yaitu “kondisi yang harus
dipenuhi agar terjadi perubahan konseptual dan ekologi konseptual yang
menyediakan konteks untuk berlangsungnya perubahan konseptual”. Penyebab
lainnya adalah pembelajaran yang digunakan sebelumnya belum membantu
Menurut Yani (2010: 8) permasalahan pada pembelajaran geografi di
sekolah teridentifikasi ada dua, yaitu “geografi dianggap sebagai mata pelajaran
yang tidak menarik dan pembelajaran geografi di sekolah dinilai belum
mengembangkan daya nalar peserta didik secara optimal”. Selanjutnya, Yani
(2010: 8) juga menjelaskan bahwa pembelajaran geografi di sekolah dianggap
tidak menarik untuk dipelajari antara lain karena:
(1) Pelajaran geografi sering kali terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah, yaitu menghapal nama-nama tempat, sungai dan gunung atau sejumlah fakta lainnya, (2) ilmu geografi hanya menggambarkan tentang perjalanan-perjalanan manusia di permukaan bumi, (3) proses pembelajaran ilmu geografi cenderung bersifat verbal, kurang melibatkan fakta-fakta aktual, tidak menggunakan media kongkrit dan teknologi mutakhir, dan (4) kurang aplikabel dalam memecahkan masalah yang berkembang saat ini.
Aspek kognitif tingkat rendah berupa hapalan hanya merupakan proses
input pengetahuan dan kurang memiliki makna bagi peserta didik. Pada proses
menghapal peserta didik hanya belajar mengingat, tidak menuntut aktivitas
berpikir yang berimplikasi pada tidak terbiasanya peserta didik untuk berpikir
kritis dan menggunakan nalar logis. Kondisi konseptual dan ekologi konseptual
yang mendukung perubahan konseptual tidak efektif jika proses pembelajaran
berupa hapalan, bersifat verbal, tidak melibatkan fakta aktual, dan tidak
menggunakan media konkrit serta tidak aplikabel dalam memecahkan masalah.
Implikasinya, guru dituntut untuk dapat menyelesaikan kesulitan yang
dialami peserta didik. Proses pembelajaran menarik, tidak hanya berupa hapalan
fakta, tetapi mengkonstruksi pemahaman konsep mereka sendiri terhadap materi
pembelajaran. Untuk membina pemahaman konsep dibutuhkan model atau
“teknik-strategi pembinaan konsep dengan tujuan membina peta mental pada
peserta didik bukan merupakan proses pekerjaan yang sederhana”. Proses ini
menuntut kemampuan konseptual dari peserta didik dengan menerapkan berbagai
metode pembelajaran yang serasi dan dengan menggunakan media pengajaran
yang tepat. Proses pembinaan konsep dimulai dengan pengertian konkret
mengarah kepada pengertian abstrak. Dari proses ini, selanjutnya peserta didik
dikembangkan kemampuannya untuk dapat menyusun generalisasi.
Lebih lanjut, guru dituntut dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
mengkonstruksi pemahaman. Pemahaman pada peserta didik harus ditemukan,
dibentuk, dan dikembangkan peserta didik sendiri. Peserta didik membangun
pengetahuannya secara aktif dengan bantuan guru. Selain itu juga interaksi guru
dengan peserta didik harus menumbuhkan perubahan berupa peningkatan
pengetahuan, hasil belajar dan tingkah laku. Menurut Ausubel (Al Krismanto,
2007: 1) menyatakan bahwa “perubahan itu memberikan hasil yang optimal jika
perubahan itu memang dikehendaki bermakna bagi peserta didik”. Dengan kata
lain proses aktif dari peserta didik dalam rangka tujuan tersebut merupakan faktor
yang sangat penting.
Perubahan tersebut dapat tercapai melalui kegiatan pembelajaran berpusat
pada peserta didik (student centered) yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan,
dan kecerdasan. Peserta didik didorong untuk membuat keputusan sendiri dan
bertanggung jawab pada keberhasilan belajar. Pada proses pembelajaran harus
mampu menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap konsep yang dipelajari.
antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman. Dengan
pembelajaran tersebut, secara psikologi dapat membiasakan peserta didik berpikir
secara sistematis, analitik, dan utuh, serta teratur tanpa ia sadari.
Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kesulitan yang dialami peserta
didik dalam memahami konsep, membuat proses pembelajaran menarik, tidak
berupa hapalan tetapi mengkonstruksi pemahaman konsep mereka sendiri
terhadap materi pelajaran, menumbuhkan peserta didik dapat berpikir secara
sistematis, analitik, dan utuh, serta teratur diimplementasikan dalam bentuk model
pembelajaran. Dua model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran
Learning Cycle dan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share
(SSCS).
Model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS
merupakan dua model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman
konsep. Asumsi tersebut didasarkan pada penerapan pembelajaran Learning
Cycle mencerminkan pengalaman belajar yang dilakukan peserta didik dalam
mengkonstruksi dan mengembangkan konsep. Pada setiap tahapan
pembelajarannya mengupayakan peserta didik membangun konsep ilmunya
sendiri dan terdapat proses generalisasi terhadap konsep dan aplikasi konsep, serta
menghendaki pola tingkat tinggi seperti korelasional, sebab-akibat,
deduktif-induktif, dan perumusan jawaban atau hipotesis. Sedangkan pada model
pembelajaran SSCS asumsi didasarkan bahwa pada penerapan model
pembelajaran SSCS memakai pendekatan problem solving, didisain untuk
pemahaman terhadap konsep ilmu. Pada setiap tahapan pembelajaran
mengupayakan menghubungkan konsep, memperoleh jawaban, kebermaknaan
konsep sewaktu peserta didik memperoleh pengalaman untuk menghubungkan
konsep, mereduksi dan generalisasi.
Dengan memperhatikan masalah dalam pembelajaran geografi, kesulitan
yang dihadapi peserta didik serta asumsi bahwa model pembelajaran Learning
Cycle dan model pembelajaran SSCS mempunyai potensi sebagai sarana untuk
mengembangkan pemahaman konsep pada peserta didik. Penerapan kedua model
pembelajaran tersebut berdasarkan alasan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS akan
mengurangi kesulitan peserta didik dalam memahami konsep karena pada
setiap tahapan pembelajaran kedua model menekankan pada mengkonstruksi
konsep.
2. Perubahan sebagai hakikat belajar yaitu berupa peningkatan pengetahuan,
hasil belajar, dan prilaku dapat terakomodasi oleh model pembelajaran
Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS karena pada proses
pembelajaran menghendaki pola tingkat tinggi seperti korelasional,
sebab-akibat, generalisasi, bersifat pemecahan masalah, kritis, kreatif dan analitis.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS terhadap
1. Bagaimanakah pemahaman konsep pada peserta didik yang menerapkan
model pembelajaran Learning Cycle dibandingkan dengan pemahaman
konsep pada peserta didik yang menerapkan model pembelajaran SSCS
pada pembelajaran geografi di SMA?
2. Bagaimanakah efektifitas penerapan model pembelajaran Learning Cycle
dibandingkan dengan efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS pada
pembelajaran geografi di SMA?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh
model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS terhadap
pemahaman konsep. Tujuan penelitian ini dirinci sebagai berikut:
1. Mengetahui pemahaman konsep pada peserta didik yang menerapkan model
pembelajaran Learning Cycle dibandingkan dengan pemahaman konsep
pada peserta didik yang menerapkan model pembelajaran SSCS pada
pembelajaran geografi di SMA.
2. Mengetahui efektifitas penerapan model pembelajaran Learning Cycle
dibandingkan dengan efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS pada
pembelajaran geografi di SMA.
D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan untuk dapat mengatasi kesulitan yang dialami
fakta tetapi mengkonstruksi pemahaman konsep mereka sendiri terhadap materi
pelajaran. Untuk membina pemahaman konsep dibutuhkan model atau pendekatan
pembelajaran yang tepat. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara
teoretis maupun praktis. Berikut adalah rincian manfaat penelitian:
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh masukan berupa sumbangan
terhadap pengembangan proses belajar yakni didasarkan pada pengaruh
penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran
SSCS terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran geografi di SMA.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif pilihan guru dalam
pembelajaran geografi di kelas dalam menumbuhkan dan meningkatkan
pemahaman konsep dalam pembelajaran geografi. Guru akan memperoleh
informasi proses, pengaruh dan efektivitas model pembelajaran Learning
Cycle dan model pembelajaran SSCS terhadap pemahaman konsep dalam
pembelajaran geografi di SMA. Bagi peserta didik membantuk proses
mengkonstruksi pengetahuan dengan kemampuan pemahaman konsep
melalui implementasi model pembelajaran Learning Cycle dan model
pembelajaran SSCS.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan mengenai variabel/konsep/fokus
komponen yang diamati dan ukur adalah kegiatan guru dan peserta didik akibat
penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS
dan pengaruhnya terhadap pemahaman konsep pada pembelajaran geografi di
SMA. Berikut akan diuraikan definisi operasional dari variabel penelitian, yaitu:
1. Pemahaman konsep
Pemahaman konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas
objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang
sama. Indikator pemahaman konsep terdiri dari menafsirkan (interpreting),
mencontohkan (exemplifying), mengelompokkan (classifying), meringkas
(summarizing), menyimpulkan (inferring), membandingkan (comparing),
dan menjelaskan (explaining). Indentifikasi pemahaman konsep dapat
dilakukan dengan tes yang disandingkan Certainty of Respons Index (CRI).
Tes tersebut dapat menjelaskan pemahaman konsep pada peserta didik
terhadap materi pembelajaran juga untuk mengukur pemahaman konsep
seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau kepastian
seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan.
2. Model Pembelajaran Learning Cycle
Model pembelajaran Learning Cycle adalah tahapan kegiatan yang
diorganisasi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan
jalan berperan aktif. Model pembelajaran Learning Cycle dapat
pembangkitan minat (engagement), eksplorasi (exploration), penjelasan
(explanation), elaborasi (elaboration), dan evaluasi (evaluation).
3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
Model Pembelajaran SSCS adalah model pembelajaran yang memakai
pendekatan problem solving, didisain untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kritis, kreatif, analitis dan meningkatkan pemahaman terhadap
konsep ilmu. Model pembelajaran SSCS dapat diidentifikasi menjadi
beberapa indikator berdasarkan tahapan yaitu, mendefinisikan masalah
(search), mendesain solusi (solve), memformulasikan hasil (create), dan
mengkomunikasikan hasil (share).
Setelah memperhatikan penjelasan di atas, penelitian ini berupaya
menjelaskan pengaruh penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model
pembelajaran SSCS terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran Geografi
kelas XI di SMA.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain
kelompok pembanding pretes dan postes (pretest-posttest comparasion group
design). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes dan lembar kerja peserta
didik untuk mengukur pemahaman konsep peserta didik dan observasi untuk
melihat efektifitas proses pembelajaran di kelas.
G. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas XI Program IPS di
SMA Negeri 1 Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Sedangkan
sampel penelitian adalah kelas XI IPS 2 yang mendapat perlakuan model
pembelajaran model pembelajaran Learning Cycle dan kelas XI IPS 4 yang
mendapat perlakuan model pembelajaran model pembelajaran SSCS.
Penentuan sampel dilakukan dengan mengolah nilai tugas dan nilai ulangan
harian. Nilai tugas dan nilai ulangan harian kemudian diratakan. Nilai
rata-rata tersebut kemudian diolah dengan teknik statistika deskriptif untuk
menentukan kelas-kelas eksperimen. Penentuan kelas-kelas eksperimen
didasarkan pada karakteristik yang hampir sama atau dipersamakan dari
perbandingan kelima kelas. Data statistik tersebut tidak semua diperbandingkan,
hanya data-data yang mendukung seperti mean, median, modus, std. deviation,
variance, range, minimum dan maxmimum. Data statistik tersebut digunakan
untuk mengetahui normalitas dan homogenitas data sebagai dasar penentukan
kelas- kelas eksperimen. Data statistik mean yang hampir sama adalah kelas IPS 2
dan IPS 4, median adalah IPS 2 dan IPS 3, std. deviation adalah IPS 3 dan IPS 4,
variance adalah IPS 3 dan IPS 4, range adalah IPS 2 dan IPS 4, minimal adalah
IPS 2 dan IPS 4, dan maximum adalah sama untuk semua kelas kecuali Kelas IPS
5. Dari sekian perbandingan antar kelas yang banyak muncul persamaan atau
kriteria yang dipersamakan adalah IPS 2 dan IPS 4. Selain itu juga dilakukan uji
normalitas pada setiap kelas dan uji homogenitas pada setiap perbandingan antar
sedangkan kelas lainnya berdistribusi tidak normal. Perbandingan kelas IPS 1 dan
IPS 2, IPS 1 dan IPS 3, IPS 1 dan IPS 4, IPS 2 dan IPS 3, IPS 2 dan IPS 4, IPS 3
dan IPS 4 dinyatakan mempunyai varian sama atau homogen. Berdasarkan
perbandingan yang telah dijelaskan serta uji normalitas dan homogenitas dapat
disimpulkan bahwa kelas IPS 2 dan IPS 4 layak digunakan sebagai kelas
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen.
Kerlinger (1986: 508) menjelaskan metode eksperimen sebagai berikut:
Metode eksperimen adalah penelitian atau penyelidikan ilmiah dimana peneliti memanipulasikan dan mengendalikan suatu variabel bebas atau lebih, dan melakukan observasi terhadap variabel atau variabel-variabel terikat untuk menemukan variasi yang muncul seiring dengan manipulasi variabel bebas tersebut.
Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang paling murni kuantitatif
dikarenakan semua prinsip dan kaidah penelitian kuantitatif dapat diterapkan pada
metode ini. Sukmadinata (2011: 194) menjelaskan bahwa “metode ini bersifat
menguji, yaitu menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat”.
Sedangkan Creswell (2009: 216) menjelaskan bahwa “menguji dampak suatu
treatment terhadap hasil penelitian yang dikontrol oleh faktor lain yang
dimungkinkan memengaruhi hasil tersebut”. Penelitian eksperimen merupakan
upaya menguji pengaruh variabel independen dengan variabel dependen.
Ada beberapa variasi atau desain dari penelitian eksperimen ini. Desain
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
desain kelompok pembanding pretes dan postest (pretest-posttest comparasion
group design). Desain kelompok pembanding pretes dan postest (pretest-posttest
comparasion group design) digunakan dengan alasan dua atau lebih perlakuan
berbeda. Eksperimen dilakukan terhadap dua kelas dan keduanya diberikan tes
awal dan tes akhir serta diberi perlakuan yang berbeda. Desain penelitian tersebut
dapat dijelaskan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Desain Eksperimen
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen A O1 X1 O2 Eksperimen B O3 X2 O4 Sumber: Sukmadinata, 2011: 208.
Keterangan : A = Eksperimen 1 B = Eksperimen 2 O1 O3 = Pretest
O2O4 = Posttest
X1 = Penerapan model pembelajaran Learning Cycle
X2 = Penerapan model pembelajaran SSCS
Pengelompokan kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua dilakukan
berdasarkan kelas yang telah ada. Ciri utama dari eksperimental adalah adanya
pengontrolan variabel dan pemberian perlakuan terhadap kelompok eksperimen.
Peneliti menggunakan nilai ulangan harian dan nilai tugas yang mewakili
kemampuan kognitif peserta didik sebagai dasar kesamaaan karakteristik atau
yang disamakan.
B. Kegiatan Penelitian
1. Prosedur Penelitian
Prosedur adalah tahapan pelaksanaan yang ditempuh dalam suatu kegiatan.
a. Studi kepustakaan sebagai dasar dalam melaksanakan penelitian dengan
konsep penelitian maupun strategi penelitian.
b. Diskusi dengan guru mata pelajaran yang akan melaksanakan pembelajaran.
Materi pelatihan yang utama adalah model pembelajaran Learning Cycle dan
model pembelajaran SSCS berdasarkan topik/tema, mencakup konsep dan
strategi pelaksanaan.
c. Merancang dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Learning Cycle dan SSCS.
d. Menyusun instrumen penelitian, melaksanakan ujicoba, perbaikan instrumen,
dan pengesahan instrumen.
e. Memberikan tes awal kepada kelas eksperimen kemudian menentukan mean
dan simpangan baku dari masing-masing kelas untuk mengetahui kesamaan
tingkat penguasaan konsep.
f. Proses pelaksanaan eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan
pada kelas eksperimen pertama dengan model pembelajaran Learning Cycle
dan kelas eksperimen kedua dengan model pembelajaran SSCS.
Pembelajaran atau pelaksanaan eksperimen dilakukan oleh guru mata
pelajaran, peneliti bertindak sebagai observer.
g. Peneliti dan guru mengamati aktivitas peserta didik yang dilakukan di kelas.
h. Setelah proses pembelajaran, guru memberikan postes untuk mengukur
i. Pada tahap akhir kegiatan penelitian menganalisis data dengan menggunakan
uji beda (uji t atau uji z) untuk mengetahui perbedaan kemampuan
pemahaman konsep peserta didik.
Untuk lebih jelasnya prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Prosedur Penelitian
Pembelajaran Leraning Cycle
Analisis Data
Kesimpulan Postest
Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Penyusunan,ujicoba, revisi, dan pengesahan revisi
Penyusunan RPP Learning Cycle
Penyusunan RPP Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Diskusi dengan Guru Mata Pelajaran
Pemilihan Kelas Eksperimen Studi Kepustakaan
2. Pelaksanaan Penelitian di Kelas
Pelaksanaan penelitian yang berinteraksi langsung dengan peserta didik
dimulai dari bulan April 2012 sampai bulan Juni 2012. Pelaksanaan penelitian
tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2.
Pelaksanaan Penelitian di Kelas
No Kegiatan Waktu
1 Observasi awal, Penyusunan instrumen April 2012
2 Uji instrumen 7 Mei 2012
3 Pretes kelas IPS 4 14 Mei 2012
4 Pretes kelas IPS 2 16 Mei 2012
5 Pertemuan I kelas IPS 4 21 Mei 2012
6 Pertemuan I kelas IPS 2 dan pertemuan I lanjutan kelas IPS 4 23 Mei 2012
7 Pertemuan I lanjutan kelas IPS 2 25 Mei 2012
8 Pertemuan II kelas IPS 4 28 Mei 2012
9 Pertemuan II kelas IPS 2 dan pertemuan II lanjutan kelas IPS 4 30 Mei 2012
10 Pertemuan II lanjutan IPS 2 1 Juni 2012
11 Pertemuan III kelas IPS 4 4 Juni 2012
12 Pertemuan III kelas IPS 2 dan Postes kelas IPS 4 6 Mei 2012
13 Postes kelas IPS 2 8 Mei 2012
Sumber: Hasil penelitian, 2012.
Pelaksanaan penelitian di kelas dilakukan dengan alokasi waktu 2 x
pertemuan dalam satu minggu yang terdiri 1 x pertemuan (2 x 45 menit) dan 1 x
pertemuan (1 x 45 menit). Sebagai bentuk penyederhanaan pengolahan hasil
kegiatan pembelajaran dan keterbatasan waktu pada pertemuan (2 x 45 menit)
disebut pertemuan awal, sedangkan pertemuan (1 x 45 menit) disebut dengan
pertemuan lanjutan. Alasannya pertemuan lanjutan merupakan rangkaian dari
kegiatan pembelajaran pada pertemuan sebelumnya sekaligus akibat keterbatasan
waktu pertemuan (2 x 45 menit). Secara keseluruhan satu rangkaian kegiatan
pembelajaran beralokasi waktu 3 x 45 menit dalam seminggu, kecuali pertemuan
untuk kegiatan postes. Keterbatasan waktu pada pertemuan ketiga terjadi karena
minggu selanjutnya dilaksanakan kegiatan Ujian Akhir Semester (UAS) tahun
ajaran 2011/2012.
3. Pembelajaran dengan Model Learning Cycle
Kegiatan pembelajaran dengan model Learning Cycle berdasarkan pada
tahapan model pembelajaran Learning Cycle yaitu tahapan engagement,
exploration, explaination, elaboration, dan evaluation. Kegiatan pembelajaran
dengan model Learning Cycle dengan tahapannya dijelaskan pada Tabel 3.3. pada
halaman 49.
4. Pembelajaran dengan Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
Kegiatan pembelajaran dengan model SSCS berdasarkan pada tahapan
pembelajaran model SSCS yaitu tahapan search, solve, create, dan share.
Kegiatan pembelajaran dengan model SSCS dengan tahapannya dijelaskan pada
Tabel 3.4. pada halaman 50.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah konsep yang mempunyai nilai untuk
mendefinisikan suatu kajian penelitian. Variabel penelitian ini adalah model
pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS sebagai variabel
D. Populasi dan Sampel
1. Penentuan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas XI Program IPS di
SMA Negeri 1 Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat yang terdiri
dari kelas XI IPS 1, XI IPS 2, XI IPS 3, XI IPS 4, XI IPS 5. Sedangkan sampel
penelitian adalah kelas XI IPS 2 mendapat perlakuan model pembelajaran
Learning Cycle dan kelas XI IPS 4 mendapat perlakuan model pembelajaran
model pembelajaran SSCS. Penarikan sampel penelitian dilakukan secara acak
yaitu seluruh peserta didik dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
menjadi partisipan penelitian dan mempunyai karakteristik yang sama.
Karakteristik yang dipersamakan pada penelitian ini dibatasi berdasarkan nilai
ulangan harian dan nilai tugas. Penentuan sampel atau kelas eksperimen
[image:31.595.113.510.212.674.2]dijelaskan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5.
Penentuan Kelas Eksperimen
Statistik XI IPS 1 XI IPS 2 XI IPS 3 XI IPS 4 XI IPS 4
Mean 87.0516 84.2816 84.7233 84.4717 81.8667
Median 87.1700 83.8300 84.3300 85.3300 83.0000
Mode 86.00 81.67 81.67 82.67 100.00
Std. Deviation 5.05736 4.97595 5.36848 5.33355 18.17299
Variance 25.577 24.760 28.821 28.447 330.257
Range 20.00 21.66 26.33 22.00 77.00
Minimum 73.33 71.67 67.00 71.00 23.00
Maximum 93.33 93.33 93.33 93.00 100.00
N 32 32 30 29 30
Sumber: Hasil penelitian, 2012.
Data statistik pada Tabel 3.5. merupakan hasil pengolahan nilai tugas dan
Nilai rata-rata tersebut kemudian diolah dengan teknik statistika deskriptif untuk
menentukan kelas-kelas eksperimen. Penentuan kelas-kelas eksperimen
didasarkan pada karakteristik yang hampir sama atau dipersamakan dari
perbandingan kelima kelas. Data statistik tersebut tidak semua diperbandingan,
hanya data-data yang mendukung seperti mean, median, modus, std. deviation,
variance, range, minimum dan maxmimum. Data statistik tersebut digunakan
untuk mengetahui normalitas dan homogenitas data sebagai dasar penentukan
kelas- kelas eksperimen. Data statistik mean yang hampir sama adalah kelas IPS 2
dan IPS 4, median adalah IPS 2 dan IPS 3, std. deviation adalah IPS 3 dan IPS 4,
variance adalah IPS 3 dan IPS 4, range adalah IPS 2 dan IPS 4, minimal adalah
IPS 2 dan IPS 4, dan maximum adalah sama untuk semua kelas kecuali Kelas IPS
5. Dari sekian perbandingan antar kelas yang banyak muncul persamaan atau
kriteria yang dipersamakan adalah IPS 2 dan IPS 4. Selain itu juga dilakukan uji
normalitas pada setiap kelas dan uji homogenitas pada setiap perbandingan antar
[image:32.595.113.513.556.686.2]kelas. Hasil uji normalitas dapat dijelaskan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6.
Uji Normalitas Seluruh Kelas
Kelas Kolmogorov-Smirnov
a
Shapiro-Wilk
Kesimpulan Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
1 0,136 32 0,137 0,912 32 0,013 Tidak normal 2 0,089 32 0.200* 0,979 32 0,755 Normal 3 0,185 30 0,010 0,914 30 0,019 Tidak normal 4 0,105 29 0.200* 0,953 29 0,220 Normal 5 0,159 30 0,051 0,865 30 0,001 Tidak normal *) Lilliefor
Sumber: Hasil penelitian, 2012.
Berdasarkan Tabel 3.6. dapat dijelaskan berdasarkan uji Kolmogorov
0,05 dan dinyatakan distribusi ke empat kelas adalah normal. Berdasakan uji
Shapiro Wilks kelas IPS 2 dan IPS 4 mempunyai tingkat signifikansi > 0,05 dan
dinyatakan distribusi ke dua kelas adalah normal. Dari kedua uji tersebut
disimpulkan bahwa kelas IPS 2 dan IPS 4 yang berdistribusi normal, sedangkan
kelas lainnya berdistribusi tidak normal.
Sedangkan uji homogenitas dapat dijelaskan pada Tabel 3.7. sebagai
[image:33.595.118.503.225.543.2]berikut:
Tabel 3.7.
Uji Homogenitas Seluruh Kelas
Kelas IPS F Sig. Df F Tabel
(dk1/dk2) (5%) Kesimpulan
1 dan 2 0,000 0,999 62 3,99 Varian sama 1 dan 3 0,001 0,982 60 4,00 Varian sama 1 dan 4 0,331 0,717 59 4,00 Varian sama 1 dan 5 21.111 0,000 60 4,00 Varian beda 2 dan 3 0,000 0,983 60 4,00 Varian sama 2 dan 4 0,140 0,709 59 4,00 Varian sama 2 dan 5 21.243 0,000 60 4,00 Varian beda 3 dan 4 0,124 0,726 57 4,00 Varian sama 3 dan 5 19.484 0,000 58 4,00 Varian beda 4 dan 5 18.063 0,000 57 4,00 Varian beda Sumber: Hasil penelitian, 2012.
Berdasarkan tabel 3.7. dapat dijelaskan bahwa nilai F hitung < F tabel atau
nilai signifikasi < 0,05 adalah perbandingan kelas IPS 1 dan IPS 2, IPS 1 dan IPS
3, IPS 1 dan IPS 4, IPS 2 dan IPS 3, IPS 2 dan IPS 4, IPS 3 dan IPS 4 maka
perbandingan antar kelas tersebut dinyatakan mempunyai varian sama atau
homogen.
Berdasarkan perbandingan yang telah dijelaskan serta uji normalitas dan
2. Normalitas dan Homogenitas Variabel Data Populasi dan Sampel
Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah mengetahui apakah suatu
variabel terdistribusi normal atau tidak. Normal atau tidaknya suatu variabel
dilihat dari mean dan standar deviasi yang sama. Uji normalitas dilakukan dengan
uji Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk yaitu uji hipotesis tentang perbedaan
mean dari dua sampel/variabel diskrit yang berskala interval atau rasio. Rumus
Uji Kolmogorov Smirnov adalah sebagai berikut:
� = �0( )− ( ) (NIST/SEMATECH, 2012).
Keterangan: �0( ) = fungsi berdistribusi frekuensi kumulatif yang sepenuhnya ditentukan, yakni distribusi kumulatif teoritis di bawah HO artinya untuk harga N yang sebesar besarnya, harga �0( ) adalah proporsi kasus yang diharapkan mempunyai skor yang sama atau kurang dari
( ) = distribusi frekuensi yang diobservasi dari suatu sampel random dengan N observasi. Dimana adalah sembarang skor yang mungkin, = , dimana k sama dengan banyak observasi yang sama atau kurang dari .
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : data terdistribusi normal (simetris).
Ha : data terdistribusi tidak normal (asimetris).
Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima
atau data terdistribusi normal (simetris). Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak
atau data terdistribusi tidak normal (asimetris).
Adapun rumus Uji Shapiro Wilk adalah sebagai berikut:
= ( =1 )2 ( − )2 =1
Keterangan: xi = statistik tatanan x1, x2....xn
ai = konstanta yang dibangkitkan dari mean, varians, dan kovarian sampel statistik tatanan sebesar n dari distribusi normal.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : data terdistribusi normal (simetris).
Ha : data terdistribusi tidak normal (asimetris).
Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima
atau data terdistribusi normal (simetris). Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak
atau data terdistribusi tidak normal (asimetris).
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui beragam atau tidaknya
(homogen) variansi sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama.
Pengujian homogenitas penting untuk melakukan generalisasi untuk hasil
penelitian yang data penelitiannya diambil dari kelompok-kelompok terpisah yang
berasal dari populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s Test yaitu uji
hipotesis tentang perbedaan mean dari dua sampel/variabel diskrit yang berskala
interval atau rasio. Rumus Levene’s Test adalah sebagai berikut:
�= ( − ) =1 ( − )2
−1 =1 =1 ( − )2 (NIST/SEMATECH, 2012).
dimana
= −
= =1
Keterangan: K = banyaknya kelompok
ni = banyaknya data dari kelompok ke-i = rata-rata kelompok ke-i
W = jumlah bobot keseluruhan data Wij = bobot ke-j dari kelompok ke-i Xij = nilai ke-j dari kelompok ke-i
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : varian populasi adalah sama.
Hi : varian populasi adalah berbeda.
Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima
atau varian populasi adalah sama. Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak atau
varian populasi adalah berbeda.
E. Instrumen Penelitian
1. Tes
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam melaksanakan
kegiatan pengukuran yang didalamnya terdapat pertanyaan, pernyataan atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik. Tes yang
digunakan menggunakan tes objektif pilihan ganda berupa tes pengetahuan
disandingkan dengan tes CRI. Tes CRI yang dimaksudkan untuk mengukur
miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur keyakinan atau kepastian seseorang
dengan mengukur tingkat keyakinan atau kepastian seseorang dalam menjawab
2. Lembar Kerja Peserta Didik (LKS)
Lembar kerja peserta didik (LKS) adalah panduan peserta didik yang
digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.
Lembar kerja peserta didik (LKS) yang digunakan disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan tahapan pada model
pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran model pembelajaran
SSCS.
3. Observasi
Observasi adalah cara atau teknik pengumpulan data melalui pengamatan
dan pencatatan berupa data dan fakta yaitu dengan melihat, mengamati, dan
mencatat. Observasi bertujuan untuk mengetahui sejauhmana efektifitas
penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran model
pembelajaran SSCS.
4. Validitas dan Reliabilitas serta Analisis Butir
Pada instrumen penelitian Menurut Arikunto (2003: 57) menjelaskan bahwa
“sebuah tes atau instrumen dapat dikatakan baik sebagai alat ukur, harus
memenuhi prasyarat, yaitu validitas, reliabilitas dan objektifitas”. Selain itu juga
untuk tes atau istrumen dapat dikatakan baik dapat dilakukan dengan analisis butir
soal (item analysis) seperti indeks kesukaran dan daya pembeda. Penjelasan
mengenai prasyarat tes atau instrumen yang baik yang dilakukan pada penelitian
a. Validitas tes adalah ketepatan suatu tes dalam mengukur suatu yang hendak
diukur. Untuk mengukur validitas tes dapat dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
1) Aspek yang diukur pada tes berlandaskan teori yang relevan (construct
validity).
2) Aspek yang diukur berdasarkan rancangan/ program yang telah ada
seperti kesesuaian dengan standar kompetensi, kompetesi dasar,
indikator pemahaman konsep, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan tahapan pada model
pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS (content
validity).
3) Aspek perbandingan hasil tes berdasarkan perbandingan dengan
pengalaman (empiris) atau berdasarkan kriteria atau r kritis atau r tabel
atau taraf signifikasi 0,05.
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur ketepatan dan kebenaran
instrumen terhadap apa yang hendak diukur. Rumus yang digunakan untuk
menentukan nilai validitas instrumen adalah korelasi point biserial (rpbis).
Penggunaan rumus korelasi point biserial (rpbis) dalam penentuan nilai
validitas karena variabel diukur atas suatu skala interval atau skala rasio dan
lainnya atas skala dikotomi dengan perlambangan 1 berarti memiliki nilai
dan 0 berarti tidak memiliki nilai. Adapun rumus korelasi biserial (rpbis)
i i t t i i
pbis pq
S x x
r () (Riyanto 1996: 88).
Keterangan: rpbis(i) = korelasi biserial poin butir ke –i
i
x = rata skor total partisipan yang menjawab benar poin butir ke i
t
x = rata-rata skor total semua partisipan
i
p = proporsi jawaban benar
i
q = proporsi jawaban salah
t
S = standar deviasi skor total
Hipotesis statistik yang berlaku pada uji validitas instrumen menggunakan
korelasi point biserial (rpbis) adalah Ho : µ = 0 tidak terdapat hubungan dan
Ha : µ ≠ 0 terdapat hubungan. Uji signifikansi korelasi sebesar 0,05, jika
rhitung < rtabel maka Ho diterima dan Ha dibuang, jika rhitung > rtabel maka Ha
diterima.
b. Reliabilitas tes merupakan tingkat keterandalan atau tingkat kepercayaan
pengukuran. Gronlund (1976, 105) menjelaskan “reliabilty refers to the
consistency of measurement”, yaitu sejauhmana hasil pengukuran tersebut
konsisten. Instrumen yang digunakan harus mempunyai kriteria reliabel.
Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen adalah
Korelasi split-half method. Penggunaan metode ini adalah dengan cara
membelah dua (soal genap dan soal ganjil dengan catatan seluruh soal dapat
dibelah dua) dan mengkorelasikan dua belahan tersebut (reliabilitas separuh
tes). Setelah itu kemudian digunakan reliabilitas seluruh (reliabilitas seluruh
tes). Langkah- langkah split-half method dengan menggunakan korelasi
= 1 2− ( 1)( 2)
( 12− 1 2( 22− ( 2)2)
(Sudjana, 1989: 144).
Keterangan: rxy = korelasi
1
x = nilai rata-rata tes pertama
2
x = nilai rata-rata tes kedua 2
1
x = kuadrat nilaix1
2 2
x = kuadrat nilai x2
N = jumlah partisipan
Hasil korelasi Pearson product moment kemudian dimasukan ke dalam
rumus Spearman-Brown sebagai reliabitas seluruh yaitu sebagai berikut:
11 = 2 1
212 (1+ 1
212)
(Sudjana,1989: 18), atau
=
1+ − (Arikunto, 2003: 88).
Keterangan: 11 = korelasi antara skor setiap belahan tes (awal)
1
21 2 = koefisien reabilitas yang sudah disesuaikan (koefisien rxy) rnn = koefisien tes dengan penambahan butir soal
N = berapa kali butir soal itu ditambah
r = koefisien tes sebelum penambahan butir soal
Hipotesis statistik yang berlaku pada uji reliabilitas instrumen dengan
korelasi Spearman-Brown (rxy) adalah Ho : µ = 0 tidak terdapat hubungan
dan Ha : µ ≠ 0 terdapat hubungan. Uji signifikansi 0,05, jika rhitung < rtabel
maka Ho diterima dan Ha ditolak, jika rhitung > rtabel maka Ha diterima.
c. Objektivitas tes yaitu dimana unsur subjektifitas diminimalkan atau
ditiadakan dengan dengan cara membuat pedoman skoring pada proses
penilaian dan pengacuan penilaian pada pedoman penilaian hasil kerja
d. Uji Indeks Kesukaran. Soal/item yang baik adalah butir soal/item yang tidak
terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Hal ini karena bila soal/item terlalu
mudah tidak akan merangsang peserta didik untuk mempertinggi usaha
untuk memecahkannya. Sebaliknya juga bila butir soal/item terlalu sukar
akan menyebabkan peserta didik tidak bersemangat menjawab karena di
luar jangkauan kemampuannya. Tingkat kesukaran soal adalah peluang
menjawab benar atau salah pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk indeks, yaitu indeks kesukaran. Tingkat kesukaran
butir soal/item dinyatakan dalam proporsi perbandingan antara
jawaban benar dengan jawaban salah seluruh soal/item. Tingkat kesukaran
dinyatakan dalam indeks kesukaran, dilambangkan dengan huruf (P)
singkatan proporsi atau (I) singkatan indeks. Rumus yang digunakan pada
menguji indeks kesukaran butir soal/item adalah sebagai berikut:
= (Sudjana, 1989: 137).
Keterangan : I = indeks kesukaran
B = banyak peserta didik yang menjawab betul N = jumlah peserta didik peserta tes
[image:41.595.123.510.214.555.2] [image:41.595.186.440.642.731.2]Interpretasi tentang indeks kesukaran butir soal/item dapat dijelaskan pada
Tabel 3.8.
Tabel 3.8.
Kriteria Indeks Kesukaran
Index Kesukaran (I) Interpretasi
e. Uji Daya pembeda. Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan
peserta didik yang berkemampuan rendah atau yang sudah menguasai
materi dengan yang tidak/kurang/belum menguasai materi. Daya pembeda
butir soal/item dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks
diskriminasi butir soal/item. Angka indeks diskriminasi butir soal/item
adalah angka/bilangan yang menunjukan besar kecilnya daya pembeda
(discriminatory power) yang dimiliki butir soal/item yang dilambangkan
dengan huruf (D) singkatan dari diskriminan. Rumus yang digunakan untuk
mengetahui daya pembeda butir soal/item adalah sebagai berikut:
� = − = − (Arikunto, 2003: 213).
Keterangan : D = daya pembeda
JA = banyak peserta kelompok atas JB = banyak peserta kelompok bawah
BA = banyak peserta kelompok atas menjawab benar BB = banyak peserta kelompok bawah menjawab salah PA = BA / JA = proporsi peserta kelompok atas menjawab benar PB = BB / JB = proporsi peserta kelompok bawah menjawab benar
[image:42.595.120.527.216.554.2]Interpetasikan indeks daya pembeda dijelaskan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9.
Kriteria Indeks Daya Pembeda
Daya Pembeda (D) Interpretasi
Validitas konstruk dan validitas isi dari tes dapat dijelaskan pada rencana
pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran Learning Cycle dan model
pembelajaran model pembelajaran SSCS yang dijelaskan pada Tabel 3.3. dan
Tabel 3.4. sebelumnya, kisi-kisi tes pemahaman konsep pada Tabel 3.10., kisi-kisi
lembar kerja peserta didik (LKS) model pembelajaran Learning Cycle pada Tabel
3.11., dan kisi-kisi lembar kerja peserta didik (LKS) model pembelajaran SSCS
pada Tabel 3.12.
Instrumen penelitian tersebut terlebih dahulu dilakukan uji coba.
Berdasarkan uji coba tersebut dapat diketahui nilai validitas, reliabilitas, indeks
kesukaran, dan daya pembeda sehingga menjadi dasar instrumen tersebut layak
atau tidak untuk dijadikan instrumen penelitian. Hasil uji coba instrumen dapat
dijelaskan pada Tabel 3.13. Hasil penilaian atau validasi terhadap instrumen
digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki instrumen penelitian dan selanjutnya
dijadikan sebagai instrumen baku pada penelitian.
Berdasarkan Tabel 3.13. dapat dijelaskan bahwa validitas didasarkan pada
hasil konsultasi dengan r tabel. Berdasarkan r tabel dengan signifikansi 0,05
dengan n = 30, maka r tabel nya adalah 0,361. Oleh karena itu, jika r hitung > r
tabel maka soal/item tersebut valid, sebaliknya jika r hitung < r tabel maka
soal/item tersebut tidak valid. Soal yang tidak valid tidak semua dibuang tetapi
ada yang diperbaiki dengan alasan soal/item yang diperbaiki dan tidak valid dapat
mendukung konstruk. Jumlah soal yang valid dan diperbaiki adalah 24 soal.
Nomor asal merupakan nomor soal dari soal uji instrumen, sedangkan nomor
instrumen baku tersebut ditambahkan 6 soal yaitu untuk nomor 2, 4, 24, 28, 29,
dan 30 sehingga jumlah soal instrumen baku penelitian berjumlah 30 soal. Setelah
itu dilakukan pengukuran reliabilitas dari soal tersebut. Pengukuran reliabilitas
tes berdasarkan perhitungan korelasi pearson product moment untuk jumlah soal
24, yaitu sebagai berikut:
= 1 2− ( 1)( 2)
( 12− 1 2( 22− ( 2)2)
(Sudjana, 1989: 144).
diperoleh rxy = 0, 40, kemudian dimasukan ke dalam persamaan sebagai berikut:
11 = 2 1
212 (1+ 1
212)
(Sudjana,1989: 18).
diperoleh reliabilitas tes sebesar 0,58. Pengukuran reliabilitas untuk jumlah soal
30 digunakan rumus sebagai berikut:
=
1+ − (Arikunto, 2003: 88)
Diperoleh reliabitas tes sebesar 0,64. Backer (Ruseffendi, 2005: 166)
mengemukakan bahwa “...jawaban seseorang cukup konsisten (tetap) bila
besarnya koefisien reliabilitas antara 0,64 dan 0,90”. Jika dikonsultasikan dengan
r tabel dengan signifikansi 0,05 dengan n = 30 adalah sebesar 0,364, maka r
hitung > r tabel (0,64 > 0,364). Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa
instrumen ini layak digunakan.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil penelitian diolah dan dianalisis untuk menjawab rumusan
terhadap tes, lembar kerja peserta didik (LKS), dan observasi. Pengolahan dan
analisis data dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tes. Pengolahan data tes dilakukan dengan memberi skor mentah terhadap
setiap jawaban peserta didik berdasarkan kriteria yang telah dibuat.
Penskoran jawaban peserta didik terhadap tes objektif dilakukan dengan tanpa
hukuman dengan rumus sebagai berikut:
= − −1 (Sudjana, 1989; Makmun, 1995).
Keterangan : Sk = skor jawaban yang diperoleh B = jawaban benar
S = jawaban salah O = option
Setelah mendapatkan skor, kemudian skor tersebut diubah kedalam skor
standar dengan skala 1-100. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
= ( ) 100% (Arikunto, 2003: 236).
Keterangan : N = skor standar
R (Sk) = skor yang diperoleh peserta didik Smax = skor maksimum
100 = konstanta
Seperti telah dijelaskan bahwa tes objektif pilihan ganda ini disandingkan
dengan tes CRI. Untuk penskoran tes CRI dijelaskan pada Tabel 3.14 sebagai
Tabel 3.14.
Skala Certainty of Respons Index (CRI)
CRI skala enam Kriteria
0 Jawaban ditebak (totally guessed answer) 1 Hampir ditebak (almost guess)
2 Tidak yakin (not sure) 3 Yakin (sure)
4 Hampir yakin (almost certain) 5 Sangat yakin (certain)
Sumber: Saleem Hasan (Liliawati dan Ramalis, 2008: 10).
2. Lembar kerja peserta didik (LKS) dengan tujuan menentukan hasil hasil
belajar yang diperoleh peserta didik. Analisis dilakukan dengan penilaian
terhadap jawaban peserta didik pada LKS yang dijelaskan pada Tabel 3.15.
berikut:
Tabel 3.15.
Rublik Penilaian Lembar Kerja Peserta Didik (LKS)
Skor Kriteria Terhadap Kunci Jawaban
0 Tidak ada jawaban
1 Jawaban salah (penjelasan mengulang pertanyaan atau tidak ada hubungan)
2 Jawaban benar (penjelasan menunjukkan informasi yang tidak tepat)
3 Jawaban benar (penjelasan menunjukkan pemahaman terhadap konsep tetapi ada pernyataan yang miskonsepsi)
4 Jawaban benar (penjelasan belum mengandung semua komponen) 5 Jawaban benar (penjelasan mengandung semua komponen) Sumber: Abraham (Umroh, 2007: 52).
3. Lembar Observasi dilakukan untuk mengetahui efektifitas penerapan model
pembelajaran Learning Cycle dan penerapan model pembelajaran SSCS.
Analisis dilakukan penilaian terhadap hasil observasi dengan ketentuan
[image:50.595.115.515.141.577.2]Tabel 3.16.
Skoring Lembar Observasi
No Kriteria Skor
1 Tidak Pernah 1 2 Jarang 2 3 Kadang-Kadang 3 4 Sering 4 5 Sangat Sering 5 Sumber: Azwar, 1999: 13.
G. Uji Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1
Ho1:µ1 LC = µ1 SSCS : Tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep pada
peserta didik yang menerapkan model pembelajaran
Learning Cycle (µ1 LC) dengan pemahaman konsep pada
peserta didik yang menerapkan model pembelajaran
SSCS (µ1 SSCS).
Ha1:µ1 LC≠ µ1 SSCS : Terdapat perbedaan pemahaman konsep pada peserta
didik yang menerapkan model pembelajaran Learning
Cycle (µ1 LC) dengan pemahaman konsep pada peserta
didik yang menerapkan model pembelajaran SSCS (µ1
SSCS).
Hipotesis 2
[image:51.595.112.511.97.559.2]pembelajaran Learning Cycle (µ2 LC) dengan efektifitas
penerapan model pembelajaran SSCS (µ2 SSCS).
Ha2:µ2 LC ≠ µ2 SSCS : Terdapat perbedaan efektifitas penerapan model
pembelajaran Learning Cycle (µ2 LC) dengan efektifitas
penerapan model pembelajaran SSCS (µ2 SSCS).
Penolakan Ho dan penerimaan Ha menunjukan terdapat perbedaan yang
signifikan pemahaman konsep pada peserta didik dan efektifitas penerapan model
pembelajaran Learning Cycle dengan pemahaman konsep pada peserta didik dan
efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS dalam pembelajaran geografi di
SMA. Sebaliknya, penerimaan Ho dan penolakan Ha menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pemahaman konsep pada peserta didik dan efektifitas
penerapan model pembelajaran Learning Cycle dengan pemahaman konsep pada
peserta didik dan efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS dalam
pembelajaran geografi di SMA.
Teknik untuk menguji hipotesis ini dilakukan dengan uji beda. Uji beda
pada dasarnya adalah untuk uji hipotetis tentang perbedaan mean dari dua sampel
atau lebih. Sejalan dengan pendapat Arikunto (2010: 125) menjelaskan bahwa
“untuk menghitung efektifitas treatment dapat digunakan uji beda, yaitu uji t”.
Masih menurut Arikunto (2010: 314) menjelaskan bahwa “riset komparasi
mencari perbedaan-perbedaan”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis
menyimpulkan uji beda, yaitu uji t dapat digunakan pada penelitian ini.
Uji beda pada penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi
atau pengujian hipotesis penelitian. Uji beda yang digunakan adalah uji t dua
sampel berpasangan/related (paired sample t test) untuk melihat perbedaan skor
sebelum dan sesudah perlakuan dan uji t dua sampel independen/separated
(independent sample t test) untuk melihat perbedaan skor sebelum dan sesudah
perlakuan dan efektifitas penerapan antara kelas Learning Cycle dan kelas SSCS.
Rumus yang digunakan pada uji t dua sampel berpasangan (paired sample t test)
dengan syarat data homogen, jumlah sampel sama dan berpasangan adalah
sebagai berikut:
= 1− 2
1 2 1 +
1 2 2− 2
1 1
2 2
(Sugiyono, 2011: 274).
Keterangan : t = koefisien t
1 = mean sampel 1 2 = mean sampel 2 1 = varian sampel 1 2 = varian sampel 2 1 = jumlah sampel 1 2 = jumlah sampel 2 r = koefisien korelasi
dengan ketentuan jika varian homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 + n2 – 2, n1 ≠ n2
maka dk = n1 + n2 – 2. Jika varian tidak homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 – 1
dan n2– 1, n1≠ n2 maka n1 - 1 dan n2– 2.
Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji statistik Wilcoxon
Sign Test dengan rumus sebagai berikut:
= −�
� (NIST/SEMATECH, 2012).
dimana
= max (+ − )
� = ( +1)(2 +1)
24 , maka = −
( +1 ( +1)(2 +1)
24
Keterangan: Z = koefisien wilcoxon
W = jumlah rangking positif atau max (+ ,− )
� = mean � = varian
N = jumlah sampel
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : mean adalah sama
Hi : mean adalah berbeda
Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima
atau mean adalah sama (z hit < z tab). Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak
atau mean adalah berbeda (z hit > z tab).
Sedangkan rumus uji t dua sampel independen (independent sample t test)
dengan syarat data homogen, jumlah sampel sama dan tidak
berhubungan/indipenden adalah sebagai berikut:
= 1− 2
12+ 22 1+ 2− 2
1 1+
1 2
(Riyanto, 1996: 85).
Keterangan : t = koefisien t
= mean masing-masing sampel
N = jumlah kasus pada tiap sampe/ banyaknya objek
∑ X2
= jumlah deviasi pangkat dua
dengan ketentuan jika varian homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 + n2 – 2, n1 ≠ n2
maka dk = n1 + n2 – 2. Jika varian tidak homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 – 1
dan n2 – 1, n1 ≠ n2 maka n1 - 1 dan n2 – 2.
= 1− 2 1 2 1− 2 2 2
(Sugiyono, 2011; Riyanto, 1996).
Keterangan : t = koefisien t
1 = mean sampel 1 2 = mean sampel 2 1 = varian sampel 1 2 = varian sampel 2 1 = jumlah sampel 1 2 = jumlah sampel 2
Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji statistik Two
Sample Kolmogorov Smirnov Test. Rumus Uji Two Sample Kolmogorov Smirnov
Test adalah sebagai berikut:
� = �0( )− ( ) (NIST/SEMATECH, 2012).
Keterangan: �0( ) = fungsi berdistribusi frekuensi kumulatif yang sepenuhnya ditentukan, yakni distribusi kumulatif teoritis di bawah HO artinya untuk harga N yang sebesar besarnya, harga �0( ) adalah proporsi kasus yang diharapkan mempunyai skor yang sama atau kurang dari
( ) = distribusi frekuensi yang diobservasi dari suatu sampel random dengan N observa