• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PADA PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA : Studi Eksperimen Kelas XI di SMAN 1 Cihaurbeuti Ciamis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE DAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PADA PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SMA : Studi Eksperimen Kelas XI di SMAN 1 Cihaurbeuti Ciamis."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G. Populasi dan Sampel Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 14

1. Pemahaman Konsep ... 14

2. Pembelajaran Konstruktivisme sebagai Perubahan Konseptual ... 17

3. Strategi Pembelajaran Konsep ... 21

4. Evaluasi Pembelajaran Konsep ... 29

(2)

6. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ... 39

B. Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 43

B. Kegiatan Penelitian ... 44

1. Prosedur Penelitian ... 44

2. Pelaksanaan Penelitian di Kelas ... 47

3. Pembelajaran dengan Model Learning Cycle ... 48

4. Pembelajaran dengan Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) 48 C. Variabel Penelitian ... 48

D. Populasi dan Sampel ... 51

1. Penentuan Sampel ... 51

2. Normalitas dan Homogenitas Variabel Data Populasi dan Sampel ... 54

E. Instrumen Penelitian ... 56

1. Tes ... 56

2. Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) ... 57

3. Observasi ... 57

4. Validitas dan Reliabilitas serta Analisis Butir Soal ... 57

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 68

G. Uji Hipotesis ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian ... 77

(3)

Pembelajaran Learning Cycle ... 77

2. Pemahaman Konsep pada Peserta Didik dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ... 86

B. Analisis Data ... 94

1. Uji Prasyarat Analisis ... 94

2. Uji Hipotesis ... 96

C. Pembahasan ... 100

1. Pemahaman Konsep pada Peserta Didik dan Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 100

2. Pemahaman Konsep pada Peserta Didik dan Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 138

B. Rekomendasi ... 140

DAFTAR PUSTAKA 142 LAMPIRAN-LAMPIRAN : A. ALAT PENGUMPUL DATA ... 146

B DATA PENELITIAN ... 207

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Skala Certainty of Respons Index (CRI) ... 31

2.2. Ketentuan Kriteria Jawaban dengan Tinggi Rendahnya Rata-rata CRI ... 33

2.3. Rublik Penilaian Lembar Kerja Peserta Didik (LKS)………... 34

3.1. Desain Eksperimen ... 44

3.2. Pelaksanaan Penelitian di Kelas ………... 47

3.3. Pembelajaran dengan Model Learning Cycle ... 49

3.4. Pembelajaran dengan Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) ... 50

3.5. Penentuan Kelas Eksperimen ... 51

3.6. Uji Normalitas Seluruh Kelas ... 52

3.7. Uji Homogenitas Seluruh Kelas ... 53

3.8. Kriteria Indeks Kesukaran ... 61

3.9. Kriteria Indeks Daya Pembeda ... 62

3.10. Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep ... 64

3.11. Kisi-kisi Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) Model Pembelajaran Learning Cycle ... 65

3.12. Kisi-kisi Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ... 66

3.13. Uji Coba Instrumen Tes ... 67

3.14. Skala Certainty of Respons Index (CRI) ... 70

(5)

Tabel Halaman 3.16. Skoring Lembar Observasi ... 71

4.1. Nilai Pretes, Postes, dan LKS Peserta Didik pada Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 78

4.2. Pemahaman Konsep oleh Peserta Didik dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Berdasarkan Indikator Pemahaman Konsep ... 79

4.3. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi dan Tidak Tahu Konsep oleh Peserta Didik pada Soal Pretes dan Postes pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 81

4.4. Indentifikasi Pemahaman Konsep Berdasarkan LKS pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 83

4.5. Hasil Pengamatan Aktivitas Peserta Didik Pada Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 84

4.6. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Pada Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ... 85

4.7. Pemahaman Konsep pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ... 86

4.8. Pemahaman Konsep Berdasarkan Indikator Pemahaman Konsep pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ………. 87

4.9. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi dan Tidak Tahu Konsep oleh Peserta Didik pada Soal Pretes dan Postes pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ………. 89

4.10. Indentifikasi Pemahaman Konsep Berdasarkan LKS pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran SSCS ……… 91

4.11. Hasil Pengamatan Aktivitas Peserta Didik Pada Penerapan Model Pembelajaran SSCS ……….. 92

4.12. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Pada Penerapan Model Pembelajaran SSCS ……….. 93

(6)

Tabel Halaman 4.14. Uji Homogenitas Varians Pemahaman Konsep pada Kelas dengan

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran SSCS ……….. 95

4.15. Uji Z Pretes dan Postes 98

4.16. Perbandingan Pretes dan Postes Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran SSCS ... 98

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.1 Silabus ………. 146

A.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Pembelajaran

Learning Cycle……… 150

A.3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Pembelajaran

Search, Solve, Create, and Share(SSCS) ………... 172

A.4. Pedoman Observasi Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) ………... 190

A.5 Kisi-Kisi Uji Tes Pemahaman Konsep ……… 191

A.6 Uji Soal Tes Pemahaman Konsep ……… 192

A.7. Soal Pretes dan Postes Pemahaman Konsep pada Peserta Didik Pada Penerapan Model Pembelajaran Cycle dan Model

Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ……… 200

B.1. Jawaban Soal Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ………. 207

B.2. Jawaban Soal Postes Peserta Didik pada Kelas dengan

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ………... 208

B.3. CRI Jawaban Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ……… 209

B.4. CRI Jawaban Postes Peserta Didik pada Kelas dengan

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ……… 210

B.5. CRIB dan CRIS Jawaban Soal Pretes dan Postes oleh Peserta didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran

Learning Cycle……… 211

B.6. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Pretes Peserta Didik Pada

(9)

Lampiran Halaman B.7. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu

Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Postes Peserta Didik Pada

Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle... 213

B.8. Jawaban Soal LKS oleh Peserta Didik pada Kelas dengan

Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle ……… 214

B.9. Jawaban Soal Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) ………... 215

B.10. Jawaban Soal Postes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) ………... 216

B.11. CRI Jawaban Pretes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) ………... 217

B.12. CRI Jawaban Postes Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) ………... 218

B.13. CRIB dan CRIS Jawaban Soal Pretes dan Postes oleh Peserta didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran

Search, Solve, Create, and Share (SSCS) ………... 219

B.14. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Pretes Peserta Didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve,

Create, and Share (SSCS) ………... 220

B.15. Indentifikasi Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu Konsep Berdasarkan Jawaban Soal Postes Peserta Didik Pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve,

Create, and Share (SSCS) ………... 221

B.16. Jawaban Soal LKS oleh Peserta Didik pada Kelas dengan Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman konsep diperlukan bagi peserta didik karena merupakan dasar

untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Pemahaman konsep merupakan ide

kunci yang menyajikan fondasi untuk mengembangkan potensi intelektual peserta

didik. Pemahaman konsep merupakan abstraksi terhadap objek kejadian, kegiatan

atau hubungan atribut dan merupakan stimulus respon. Peserta didik dikatakan

telah memahami konsep jika mampu menjelaskan suatu informasi dengan

kata-kata sendiri dan mampu menjelaskan kembali informasi tersebut.

Belajar konsep berguna dalam rangka pendidikan peserta didik atau paling

tidak mempunyai pengaruh tertentu. Hamalik (2001: 164) menjelaskan kegunaan

mempelajari konsep sebagai berikut:

(1) Konsep mengurangi kerumitan lingkungan, (2) konsep membantu untuk mengidentifikasi objek yang ada disekitar kita, (3) konsep membantu untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju, (4) konsep mengarahkan kegiatan instrumental, (5) konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran, dan (6) konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama.

Mempelajari konsep umum akan lebih mudah jika dirinci menjadi sejumlah

konsep sederhana dengan cara mengenali ciri-ciri dari objek atau fenomena.

Ciri-ciri dari objek atau fenomena kemudian digunakan untuk mempelajari hal yang

lebih luas. Selain itu juga dapat menentukan tindakan selanjutnya yang perlu

(11)

dimiliki tersebut berfungsi sebagai prilaku baru (entry behaviour) yang dapat

dijadikan dasar untuk meningkatkan proses pembelajaran berikutnya. Jika peserta

didik tidak memahami beberapa konsep dan menjadi prasyarat dalam memahami

konsep lain yang berkaitan dengan konsep tersebut maka pembelajaran tidak

berjalan lancar. Dengan memahami konsep, juga dapat mengklasifikasikan objek

atau fenomena berdasarkan jenis, bentuk, ciri, sifat, unsur, sebab, dan akibat, serta

pengaruh dengan memperbandingkan satu dengan lainnya atau dengan istilah lain

dapat mempelajari dua hal yang berbeda dalam satu tempat dan waktu.

Pemahaman merupakan kata kunci dalam pembelajaran. Santyasa (2007: 1)

menjelaskan tentang pemahaman merupakan kata kunci dalam pembelajaran

sebagai berikut:

(1) Membangun pemahaman (understanding construction) lebih penting dibanding dengan menghapalkan fakta (memorizing fact), (2) kelemahan dari belajar berupa hapalan, hanya mengarah untuk memasukkan pengetahuan yang kita tahu tetapi tidak pernah menerapkannya di kehidupan nyata (rote learning leads to insert knowledge-we know something but never appy it to real life), (3) salah satu tujuan pendidikan adalah memfasilitasi peserta didik to achieve understanding yang dapat diungkapkan secara verbal, numerikal, kerangka berpikir positivistik, kerangka kehidupan berkelompok, dan kerangka kontemplasi spiritual, (4) pemahaman merupakan pengetahuan dalam tindakan berpikir (understanding is a knowledge in thoughtful action), (5) pemahaman dipandang sebagai suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu pengetahuan, (6) pemahaman merupakan landasan bagi peserta didik untuk membangun wawasan (insight) dan kearifan (wisdom), (7) pemahaman merupakan indikator unjuk kerja yang siap direnungkan, dikritik, dan digunakan orang lain, (8) pemahaman merupakan perangkat baku program pendidikan yang merefleksikan kompetensi, dan (9) pemahaman muncul dari hasil evaluasi dan refleksi diri sendiri.

Peserta didik dengan pemahamannya dapat mengimplementasikan

pengetahuan ke dalam kehidupan nyata. Pada proses pembelajaran, pemahaman

(12)

transformasi pengetahuan yang telah dan akan dikuasai. Keberhasilan dari proses

pembelajaran diketahui dengan pemahaman yang dikuasai peserta didik melalui

evaluasi diri dan pencapaian kompetensi. Dengan demikian, pemahaman terhadap

konsep sebagai hasil pembelajaran menjadi sangat penting.

Kenyataannya kemampuan pemahaman konsep ini masih jauh yang

diharapkan. Beberapa kesulitan yang dialami peserta didik dalam memahami

konsep adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan memahami konsep-konsep.

2. Kesulitan mendeskripsikan konsep ke dalam bentuk diagram, grafik atau

dalam bentuk presentasi ilmiah lainnya.

3. Kesulitan dalam menginterpretasikan data berdasarkan tabel atau grafik,

termasuk pula kesulitan dalam mengaplikasikan konsep yang dipelajari dalam

menyelesaikan permasalahan sederhana.

4. Kesulitan membaca data, dan

5. Kesulitan mengaitkan suatu konsep dengan konsep yang lain.

Rendahnya pemahaman konsep ini disebabkan oleh penggunaan pola pikir

yang rendah pada proses perubahan konseptual. Menurut Dahar (2006: 155)

perubahan konseptual melibatkan dua komponen, yaitu “kondisi yang harus

dipenuhi agar terjadi perubahan konseptual dan ekologi konseptual yang

menyediakan konteks untuk berlangsungnya perubahan konseptual”. Penyebab

lainnya adalah pembelajaran yang digunakan sebelumnya belum membantu

(13)

Menurut Yani (2010: 8) permasalahan pada pembelajaran geografi di

sekolah teridentifikasi ada dua, yaitu “geografi dianggap sebagai mata pelajaran

yang tidak menarik dan pembelajaran geografi di sekolah dinilai belum

mengembangkan daya nalar peserta didik secara optimal”. Selanjutnya, Yani

(2010: 8) juga menjelaskan bahwa pembelajaran geografi di sekolah dianggap

tidak menarik untuk dipelajari antara lain karena:

(1) Pelajaran geografi sering kali terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah, yaitu menghapal nama-nama tempat, sungai dan gunung atau sejumlah fakta lainnya, (2) ilmu geografi hanya menggambarkan tentang perjalanan-perjalanan manusia di permukaan bumi, (3) proses pembelajaran ilmu geografi cenderung bersifat verbal, kurang melibatkan fakta-fakta aktual, tidak menggunakan media kongkrit dan teknologi mutakhir, dan (4) kurang aplikabel dalam memecahkan masalah yang berkembang saat ini.

Aspek kognitif tingkat rendah berupa hapalan hanya merupakan proses

input pengetahuan dan kurang memiliki makna bagi peserta didik. Pada proses

menghapal peserta didik hanya belajar mengingat, tidak menuntut aktivitas

berpikir yang berimplikasi pada tidak terbiasanya peserta didik untuk berpikir

kritis dan menggunakan nalar logis. Kondisi konseptual dan ekologi konseptual

yang mendukung perubahan konseptual tidak efektif jika proses pembelajaran

berupa hapalan, bersifat verbal, tidak melibatkan fakta aktual, dan tidak

menggunakan media konkrit serta tidak aplikabel dalam memecahkan masalah.

Implikasinya, guru dituntut untuk dapat menyelesaikan kesulitan yang

dialami peserta didik. Proses pembelajaran menarik, tidak hanya berupa hapalan

fakta, tetapi mengkonstruksi pemahaman konsep mereka sendiri terhadap materi

pembelajaran. Untuk membina pemahaman konsep dibutuhkan model atau

(14)

“teknik-strategi pembinaan konsep dengan tujuan membina peta mental pada

peserta didik bukan merupakan proses pekerjaan yang sederhana”. Proses ini

menuntut kemampuan konseptual dari peserta didik dengan menerapkan berbagai

metode pembelajaran yang serasi dan dengan menggunakan media pengajaran

yang tepat. Proses pembinaan konsep dimulai dengan pengertian konkret

mengarah kepada pengertian abstrak. Dari proses ini, selanjutnya peserta didik

dikembangkan kemampuannya untuk dapat menyusun generalisasi.

Lebih lanjut, guru dituntut dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran yang

mengkonstruksi pemahaman. Pemahaman pada peserta didik harus ditemukan,

dibentuk, dan dikembangkan peserta didik sendiri. Peserta didik membangun

pengetahuannya secara aktif dengan bantuan guru. Selain itu juga interaksi guru

dengan peserta didik harus menumbuhkan perubahan berupa peningkatan

pengetahuan, hasil belajar dan tingkah laku. Menurut Ausubel (Al Krismanto,

2007: 1) menyatakan bahwa “perubahan itu memberikan hasil yang optimal jika

perubahan itu memang dikehendaki bermakna bagi peserta didik”. Dengan kata

lain proses aktif dari peserta didik dalam rangka tujuan tersebut merupakan faktor

yang sangat penting.

Perubahan tersebut dapat tercapai melalui kegiatan pembelajaran berpusat

pada peserta didik (student centered) yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan,

dan kecerdasan. Peserta didik didorong untuk membuat keputusan sendiri dan

bertanggung jawab pada keberhasilan belajar. Pada proses pembelajaran harus

mampu menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap konsep yang dipelajari.

(15)

antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman. Dengan

pembelajaran tersebut, secara psikologi dapat membiasakan peserta didik berpikir

secara sistematis, analitik, dan utuh, serta teratur tanpa ia sadari.

Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kesulitan yang dialami peserta

didik dalam memahami konsep, membuat proses pembelajaran menarik, tidak

berupa hapalan tetapi mengkonstruksi pemahaman konsep mereka sendiri

terhadap materi pelajaran, menumbuhkan peserta didik dapat berpikir secara

sistematis, analitik, dan utuh, serta teratur diimplementasikan dalam bentuk model

pembelajaran. Dua model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran

Learning Cycle dan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share

(SSCS).

Model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS

merupakan dua model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman

konsep. Asumsi tersebut didasarkan pada penerapan pembelajaran Learning

Cycle mencerminkan pengalaman belajar yang dilakukan peserta didik dalam

mengkonstruksi dan mengembangkan konsep. Pada setiap tahapan

pembelajarannya mengupayakan peserta didik membangun konsep ilmunya

sendiri dan terdapat proses generalisasi terhadap konsep dan aplikasi konsep, serta

menghendaki pola tingkat tinggi seperti korelasional, sebab-akibat,

deduktif-induktif, dan perumusan jawaban atau hipotesis. Sedangkan pada model

pembelajaran SSCS asumsi didasarkan bahwa pada penerapan model

pembelajaran SSCS memakai pendekatan problem solving, didisain untuk

(16)

pemahaman terhadap konsep ilmu. Pada setiap tahapan pembelajaran

mengupayakan menghubungkan konsep, memperoleh jawaban, kebermaknaan

konsep sewaktu peserta didik memperoleh pengalaman untuk menghubungkan

konsep, mereduksi dan generalisasi.

Dengan memperhatikan masalah dalam pembelajaran geografi, kesulitan

yang dihadapi peserta didik serta asumsi bahwa model pembelajaran Learning

Cycle dan model pembelajaran SSCS mempunyai potensi sebagai sarana untuk

mengembangkan pemahaman konsep pada peserta didik. Penerapan kedua model

pembelajaran tersebut berdasarkan alasan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS akan

mengurangi kesulitan peserta didik dalam memahami konsep karena pada

setiap tahapan pembelajaran kedua model menekankan pada mengkonstruksi

konsep.

2. Perubahan sebagai hakikat belajar yaitu berupa peningkatan pengetahuan,

hasil belajar, dan prilaku dapat terakomodasi oleh model pembelajaran

Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS karena pada proses

pembelajaran menghendaki pola tingkat tinggi seperti korelasional,

sebab-akibat, generalisasi, bersifat pemecahan masalah, kritis, kreatif dan analitis.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh

model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS terhadap

(17)

1. Bagaimanakah pemahaman konsep pada peserta didik yang menerapkan

model pembelajaran Learning Cycle dibandingkan dengan pemahaman

konsep pada peserta didik yang menerapkan model pembelajaran SSCS

pada pembelajaran geografi di SMA?

2. Bagaimanakah efektifitas penerapan model pembelajaran Learning Cycle

dibandingkan dengan efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS pada

pembelajaran geografi di SMA?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh

model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS terhadap

pemahaman konsep. Tujuan penelitian ini dirinci sebagai berikut:

1. Mengetahui pemahaman konsep pada peserta didik yang menerapkan model

pembelajaran Learning Cycle dibandingkan dengan pemahaman konsep

pada peserta didik yang menerapkan model pembelajaran SSCS pada

pembelajaran geografi di SMA.

2. Mengetahui efektifitas penerapan model pembelajaran Learning Cycle

dibandingkan dengan efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS pada

pembelajaran geografi di SMA.

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan untuk dapat mengatasi kesulitan yang dialami

(18)

fakta tetapi mengkonstruksi pemahaman konsep mereka sendiri terhadap materi

pelajaran. Untuk membina pemahaman konsep dibutuhkan model atau pendekatan

pembelajaran yang tepat. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara

teoretis maupun praktis. Berikut adalah rincian manfaat penelitian:

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh masukan berupa sumbangan

terhadap pengembangan proses belajar yakni didasarkan pada pengaruh

penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran

SSCS terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran geografi di SMA.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif pilihan guru dalam

pembelajaran geografi di kelas dalam menumbuhkan dan meningkatkan

pemahaman konsep dalam pembelajaran geografi. Guru akan memperoleh

informasi proses, pengaruh dan efektivitas model pembelajaran Learning

Cycle dan model pembelajaran SSCS terhadap pemahaman konsep dalam

pembelajaran geografi di SMA. Bagi peserta didik membantuk proses

mengkonstruksi pengetahuan dengan kemampuan pemahaman konsep

melalui implementasi model pembelajaran Learning Cycle dan model

pembelajaran SSCS.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan mengenai variabel/konsep/fokus

(19)

komponen yang diamati dan ukur adalah kegiatan guru dan peserta didik akibat

penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS

dan pengaruhnya terhadap pemahaman konsep pada pembelajaran geografi di

SMA. Berikut akan diuraikan definisi operasional dari variabel penelitian, yaitu:

1. Pemahaman konsep

Pemahaman konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas

objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang

sama. Indikator pemahaman konsep terdiri dari menafsirkan (interpreting),

mencontohkan (exemplifying), mengelompokkan (classifying), meringkas

(summarizing), menyimpulkan (inferring), membandingkan (comparing),

dan menjelaskan (explaining). Indentifikasi pemahaman konsep dapat

dilakukan dengan tes yang disandingkan Certainty of Respons Index (CRI).

Tes tersebut dapat menjelaskan pemahaman konsep pada peserta didik

terhadap materi pembelajaran juga untuk mengukur pemahaman konsep

seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau kepastian

seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan.

2. Model Pembelajaran Learning Cycle

Model pembelajaran Learning Cycle adalah tahapan kegiatan yang

diorganisasi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menguasai

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan

jalan berperan aktif. Model pembelajaran Learning Cycle dapat

(20)

pembangkitan minat (engagement), eksplorasi (exploration), penjelasan

(explanation), elaborasi (elaboration), dan evaluasi (evaluation).

3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

Model Pembelajaran SSCS adalah model pembelajaran yang memakai

pendekatan problem solving, didisain untuk mengembangkan keterampilan

berpikir kritis, kreatif, analitis dan meningkatkan pemahaman terhadap

konsep ilmu. Model pembelajaran SSCS dapat diidentifikasi menjadi

beberapa indikator berdasarkan tahapan yaitu, mendefinisikan masalah

(search), mendesain solusi (solve), memformulasikan hasil (create), dan

mengkomunikasikan hasil (share).

Setelah memperhatikan penjelasan di atas, penelitian ini berupaya

menjelaskan pengaruh penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model

pembelajaran SSCS terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran Geografi

kelas XI di SMA.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain

kelompok pembanding pretes dan postes (pretest-posttest comparasion group

design). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes dan lembar kerja peserta

didik untuk mengukur pemahaman konsep peserta didik dan observasi untuk

melihat efektifitas proses pembelajaran di kelas.

(21)

G. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas XI Program IPS di

SMA Negeri 1 Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Sedangkan

sampel penelitian adalah kelas XI IPS 2 yang mendapat perlakuan model

pembelajaran model pembelajaran Learning Cycle dan kelas XI IPS 4 yang

mendapat perlakuan model pembelajaran model pembelajaran SSCS.

Penentuan sampel dilakukan dengan mengolah nilai tugas dan nilai ulangan

harian. Nilai tugas dan nilai ulangan harian kemudian diratakan. Nilai

rata-rata tersebut kemudian diolah dengan teknik statistika deskriptif untuk

menentukan kelas-kelas eksperimen. Penentuan kelas-kelas eksperimen

didasarkan pada karakteristik yang hampir sama atau dipersamakan dari

perbandingan kelima kelas. Data statistik tersebut tidak semua diperbandingkan,

hanya data-data yang mendukung seperti mean, median, modus, std. deviation,

variance, range, minimum dan maxmimum. Data statistik tersebut digunakan

untuk mengetahui normalitas dan homogenitas data sebagai dasar penentukan

kelas- kelas eksperimen. Data statistik mean yang hampir sama adalah kelas IPS 2

dan IPS 4, median adalah IPS 2 dan IPS 3, std. deviation adalah IPS 3 dan IPS 4,

variance adalah IPS 3 dan IPS 4, range adalah IPS 2 dan IPS 4, minimal adalah

IPS 2 dan IPS 4, dan maximum adalah sama untuk semua kelas kecuali Kelas IPS

5. Dari sekian perbandingan antar kelas yang banyak muncul persamaan atau

kriteria yang dipersamakan adalah IPS 2 dan IPS 4. Selain itu juga dilakukan uji

normalitas pada setiap kelas dan uji homogenitas pada setiap perbandingan antar

(22)

sedangkan kelas lainnya berdistribusi tidak normal. Perbandingan kelas IPS 1 dan

IPS 2, IPS 1 dan IPS 3, IPS 1 dan IPS 4, IPS 2 dan IPS 3, IPS 2 dan IPS 4, IPS 3

dan IPS 4 dinyatakan mempunyai varian sama atau homogen. Berdasarkan

perbandingan yang telah dijelaskan serta uji normalitas dan homogenitas dapat

disimpulkan bahwa kelas IPS 2 dan IPS 4 layak digunakan sebagai kelas

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen.

Kerlinger (1986: 508) menjelaskan metode eksperimen sebagai berikut:

Metode eksperimen adalah penelitian atau penyelidikan ilmiah dimana peneliti memanipulasikan dan mengendalikan suatu variabel bebas atau lebih, dan melakukan observasi terhadap variabel atau variabel-variabel terikat untuk menemukan variasi yang muncul seiring dengan manipulasi variabel bebas tersebut.

Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang paling murni kuantitatif

dikarenakan semua prinsip dan kaidah penelitian kuantitatif dapat diterapkan pada

metode ini. Sukmadinata (2011: 194) menjelaskan bahwa “metode ini bersifat

menguji, yaitu menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat”.

Sedangkan Creswell (2009: 216) menjelaskan bahwa “menguji dampak suatu

treatment terhadap hasil penelitian yang dikontrol oleh faktor lain yang

dimungkinkan memengaruhi hasil tersebut”. Penelitian eksperimen merupakan

upaya menguji pengaruh variabel independen dengan variabel dependen.

Ada beberapa variasi atau desain dari penelitian eksperimen ini. Desain

penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan

desain kelompok pembanding pretes dan postest (pretest-posttest comparasion

group design). Desain kelompok pembanding pretes dan postest (pretest-posttest

comparasion group design) digunakan dengan alasan dua atau lebih perlakuan

(24)

berbeda. Eksperimen dilakukan terhadap dua kelas dan keduanya diberikan tes

awal dan tes akhir serta diberi perlakuan yang berbeda. Desain penelitian tersebut

dapat dijelaskan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain Eksperimen

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen A O1 X1 O2 Eksperimen B O3 X2 O4 Sumber: Sukmadinata, 2011: 208.

Keterangan : A = Eksperimen 1 B = Eksperimen 2 O1 O3 = Pretest

O2O4 = Posttest

X1 = Penerapan model pembelajaran Learning Cycle

X2 = Penerapan model pembelajaran SSCS

Pengelompokan kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua dilakukan

berdasarkan kelas yang telah ada. Ciri utama dari eksperimental adalah adanya

pengontrolan variabel dan pemberian perlakuan terhadap kelompok eksperimen.

Peneliti menggunakan nilai ulangan harian dan nilai tugas yang mewakili

kemampuan kognitif peserta didik sebagai dasar kesamaaan karakteristik atau

yang disamakan.

B. Kegiatan Penelitian

1. Prosedur Penelitian

Prosedur adalah tahapan pelaksanaan yang ditempuh dalam suatu kegiatan.

(25)

a. Studi kepustakaan sebagai dasar dalam melaksanakan penelitian dengan

konsep penelitian maupun strategi penelitian.

b. Diskusi dengan guru mata pelajaran yang akan melaksanakan pembelajaran.

Materi pelatihan yang utama adalah model pembelajaran Learning Cycle dan

model pembelajaran SSCS berdasarkan topik/tema, mencakup konsep dan

strategi pelaksanaan.

c. Merancang dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Learning Cycle dan SSCS.

d. Menyusun instrumen penelitian, melaksanakan ujicoba, perbaikan instrumen,

dan pengesahan instrumen.

e. Memberikan tes awal kepada kelas eksperimen kemudian menentukan mean

dan simpangan baku dari masing-masing kelas untuk mengetahui kesamaan

tingkat penguasaan konsep.

f. Proses pelaksanaan eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan

pada kelas eksperimen pertama dengan model pembelajaran Learning Cycle

dan kelas eksperimen kedua dengan model pembelajaran SSCS.

Pembelajaran atau pelaksanaan eksperimen dilakukan oleh guru mata

pelajaran, peneliti bertindak sebagai observer.

g. Peneliti dan guru mengamati aktivitas peserta didik yang dilakukan di kelas.

h. Setelah proses pembelajaran, guru memberikan postes untuk mengukur

(26)

i. Pada tahap akhir kegiatan penelitian menganalisis data dengan menggunakan

uji beda (uji t atau uji z) untuk mengetahui perbedaan kemampuan

pemahaman konsep peserta didik.

Untuk lebih jelasnya prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian

Pembelajaran Leraning Cycle

Analisis Data

Kesimpulan Postest

Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Penyusunan,ujicoba, revisi, dan pengesahan revisi

Penyusunan RPP Learning Cycle

Penyusunan RPP Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Diskusi dengan Guru Mata Pelajaran

Pemilihan Kelas Eksperimen Studi Kepustakaan

(27)

2. Pelaksanaan Penelitian di Kelas

Pelaksanaan penelitian yang berinteraksi langsung dengan peserta didik

dimulai dari bulan April 2012 sampai bulan Juni 2012. Pelaksanaan penelitian

tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.

Pelaksanaan Penelitian di Kelas

No Kegiatan Waktu

1 Observasi awal, Penyusunan instrumen April 2012

2 Uji instrumen 7 Mei 2012

3 Pretes kelas IPS 4 14 Mei 2012

4 Pretes kelas IPS 2 16 Mei 2012

5 Pertemuan I kelas IPS 4 21 Mei 2012

6 Pertemuan I kelas IPS 2 dan pertemuan I lanjutan kelas IPS 4 23 Mei 2012

7 Pertemuan I lanjutan kelas IPS 2 25 Mei 2012

8 Pertemuan II kelas IPS 4 28 Mei 2012

9 Pertemuan II kelas IPS 2 dan pertemuan II lanjutan kelas IPS 4 30 Mei 2012

10 Pertemuan II lanjutan IPS 2 1 Juni 2012

11 Pertemuan III kelas IPS 4 4 Juni 2012

12 Pertemuan III kelas IPS 2 dan Postes kelas IPS 4 6 Mei 2012

13 Postes kelas IPS 2 8 Mei 2012

Sumber: Hasil penelitian, 2012.

Pelaksanaan penelitian di kelas dilakukan dengan alokasi waktu 2 x

pertemuan dalam satu minggu yang terdiri 1 x pertemuan (2 x 45 menit) dan 1 x

pertemuan (1 x 45 menit). Sebagai bentuk penyederhanaan pengolahan hasil

kegiatan pembelajaran dan keterbatasan waktu pada pertemuan (2 x 45 menit)

disebut pertemuan awal, sedangkan pertemuan (1 x 45 menit) disebut dengan

pertemuan lanjutan. Alasannya pertemuan lanjutan merupakan rangkaian dari

kegiatan pembelajaran pada pertemuan sebelumnya sekaligus akibat keterbatasan

waktu pertemuan (2 x 45 menit). Secara keseluruhan satu rangkaian kegiatan

pembelajaran beralokasi waktu 3 x 45 menit dalam seminggu, kecuali pertemuan

(28)

untuk kegiatan postes. Keterbatasan waktu pada pertemuan ketiga terjadi karena

minggu selanjutnya dilaksanakan kegiatan Ujian Akhir Semester (UAS) tahun

ajaran 2011/2012.

3. Pembelajaran dengan Model Learning Cycle

Kegiatan pembelajaran dengan model Learning Cycle berdasarkan pada

tahapan model pembelajaran Learning Cycle yaitu tahapan engagement,

exploration, explaination, elaboration, dan evaluation. Kegiatan pembelajaran

dengan model Learning Cycle dengan tahapannya dijelaskan pada Tabel 3.3. pada

halaman 49.

4. Pembelajaran dengan Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

Kegiatan pembelajaran dengan model SSCS berdasarkan pada tahapan

pembelajaran model SSCS yaitu tahapan search, solve, create, dan share.

Kegiatan pembelajaran dengan model SSCS dengan tahapannya dijelaskan pada

Tabel 3.4. pada halaman 50.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah konsep yang mempunyai nilai untuk

mendefinisikan suatu kajian penelitian. Variabel penelitian ini adalah model

pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS sebagai variabel

(29)
(30)
(31)

D. Populasi dan Sampel

1. Penentuan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas XI Program IPS di

SMA Negeri 1 Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat yang terdiri

dari kelas XI IPS 1, XI IPS 2, XI IPS 3, XI IPS 4, XI IPS 5. Sedangkan sampel

penelitian adalah kelas XI IPS 2 mendapat perlakuan model pembelajaran

Learning Cycle dan kelas XI IPS 4 mendapat perlakuan model pembelajaran

model pembelajaran SSCS. Penarikan sampel penelitian dilakukan secara acak

yaitu seluruh peserta didik dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

menjadi partisipan penelitian dan mempunyai karakteristik yang sama.

Karakteristik yang dipersamakan pada penelitian ini dibatasi berdasarkan nilai

ulangan harian dan nilai tugas. Penentuan sampel atau kelas eksperimen

[image:31.595.113.510.212.674.2]

dijelaskan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5.

Penentuan Kelas Eksperimen

Statistik XI IPS 1 XI IPS 2 XI IPS 3 XI IPS 4 XI IPS 4

Mean 87.0516 84.2816 84.7233 84.4717 81.8667

Median 87.1700 83.8300 84.3300 85.3300 83.0000

Mode 86.00 81.67 81.67 82.67 100.00

Std. Deviation 5.05736 4.97595 5.36848 5.33355 18.17299

Variance 25.577 24.760 28.821 28.447 330.257

Range 20.00 21.66 26.33 22.00 77.00

Minimum 73.33 71.67 67.00 71.00 23.00

Maximum 93.33 93.33 93.33 93.00 100.00

N 32 32 30 29 30

Sumber: Hasil penelitian, 2012.

Data statistik pada Tabel 3.5. merupakan hasil pengolahan nilai tugas dan

(32)

Nilai rata-rata tersebut kemudian diolah dengan teknik statistika deskriptif untuk

menentukan kelas-kelas eksperimen. Penentuan kelas-kelas eksperimen

didasarkan pada karakteristik yang hampir sama atau dipersamakan dari

perbandingan kelima kelas. Data statistik tersebut tidak semua diperbandingan,

hanya data-data yang mendukung seperti mean, median, modus, std. deviation,

variance, range, minimum dan maxmimum. Data statistik tersebut digunakan

untuk mengetahui normalitas dan homogenitas data sebagai dasar penentukan

kelas- kelas eksperimen. Data statistik mean yang hampir sama adalah kelas IPS 2

dan IPS 4, median adalah IPS 2 dan IPS 3, std. deviation adalah IPS 3 dan IPS 4,

variance adalah IPS 3 dan IPS 4, range adalah IPS 2 dan IPS 4, minimal adalah

IPS 2 dan IPS 4, dan maximum adalah sama untuk semua kelas kecuali Kelas IPS

5. Dari sekian perbandingan antar kelas yang banyak muncul persamaan atau

kriteria yang dipersamakan adalah IPS 2 dan IPS 4. Selain itu juga dilakukan uji

normalitas pada setiap kelas dan uji homogenitas pada setiap perbandingan antar

[image:32.595.113.513.556.686.2]

kelas. Hasil uji normalitas dapat dijelaskan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6.

Uji Normalitas Seluruh Kelas

Kelas Kolmogorov-Smirnov

a

Shapiro-Wilk

Kesimpulan Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

1 0,136 32 0,137 0,912 32 0,013 Tidak normal 2 0,089 32 0.200* 0,979 32 0,755 Normal 3 0,185 30 0,010 0,914 30 0,019 Tidak normal 4 0,105 29 0.200* 0,953 29 0,220 Normal 5 0,159 30 0,051 0,865 30 0,001 Tidak normal *) Lilliefor

Sumber: Hasil penelitian, 2012.

Berdasarkan Tabel 3.6. dapat dijelaskan berdasarkan uji Kolmogorov

(33)

0,05 dan dinyatakan distribusi ke empat kelas adalah normal. Berdasakan uji

Shapiro Wilks kelas IPS 2 dan IPS 4 mempunyai tingkat signifikansi > 0,05 dan

dinyatakan distribusi ke dua kelas adalah normal. Dari kedua uji tersebut

disimpulkan bahwa kelas IPS 2 dan IPS 4 yang berdistribusi normal, sedangkan

kelas lainnya berdistribusi tidak normal.

Sedangkan uji homogenitas dapat dijelaskan pada Tabel 3.7. sebagai

[image:33.595.118.503.225.543.2]

berikut:

Tabel 3.7.

Uji Homogenitas Seluruh Kelas

Kelas IPS F Sig. Df F Tabel

(dk1/dk2) (5%) Kesimpulan

1 dan 2 0,000 0,999 62 3,99 Varian sama 1 dan 3 0,001 0,982 60 4,00 Varian sama 1 dan 4 0,331 0,717 59 4,00 Varian sama 1 dan 5 21.111 0,000 60 4,00 Varian beda 2 dan 3 0,000 0,983 60 4,00 Varian sama 2 dan 4 0,140 0,709 59 4,00 Varian sama 2 dan 5 21.243 0,000 60 4,00 Varian beda 3 dan 4 0,124 0,726 57 4,00 Varian sama 3 dan 5 19.484 0,000 58 4,00 Varian beda 4 dan 5 18.063 0,000 57 4,00 Varian beda Sumber: Hasil penelitian, 2012.

Berdasarkan tabel 3.7. dapat dijelaskan bahwa nilai F hitung < F tabel atau

nilai signifikasi < 0,05 adalah perbandingan kelas IPS 1 dan IPS 2, IPS 1 dan IPS

3, IPS 1 dan IPS 4, IPS 2 dan IPS 3, IPS 2 dan IPS 4, IPS 3 dan IPS 4 maka

perbandingan antar kelas tersebut dinyatakan mempunyai varian sama atau

homogen.

Berdasarkan perbandingan yang telah dijelaskan serta uji normalitas dan

(34)

2. Normalitas dan Homogenitas Variabel Data Populasi dan Sampel

Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah mengetahui apakah suatu

variabel terdistribusi normal atau tidak. Normal atau tidaknya suatu variabel

dilihat dari mean dan standar deviasi yang sama. Uji normalitas dilakukan dengan

uji Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk yaitu uji hipotesis tentang perbedaan

mean dari dua sampel/variabel diskrit yang berskala interval atau rasio. Rumus

Uji Kolmogorov Smirnov adalah sebagai berikut:

� = �0( )− ( ) (NIST/SEMATECH, 2012).

Keterangan: �0( ) = fungsi berdistribusi frekuensi kumulatif yang sepenuhnya ditentukan, yakni distribusi kumulatif teoritis di bawah HO artinya untuk harga N yang sebesar besarnya, harga �0( ) adalah proporsi kasus yang diharapkan mempunyai skor yang sama atau kurang dari

( ) = distribusi frekuensi yang diobservasi dari suatu sampel random dengan N observasi. Dimana adalah sembarang skor yang mungkin, = , dimana k sama dengan banyak observasi yang sama atau kurang dari .

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : data terdistribusi normal (simetris).

Ha : data terdistribusi tidak normal (asimetris).

Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima

atau data terdistribusi normal (simetris). Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak

atau data terdistribusi tidak normal (asimetris).

Adapun rumus Uji Shapiro Wilk adalah sebagai berikut:

= ( =1 )2 ( − )2 =1

(35)

Keterangan: xi = statistik tatanan x1, x2....xn

ai = konstanta yang dibangkitkan dari mean, varians, dan kovarian sampel statistik tatanan sebesar n dari distribusi normal.

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : data terdistribusi normal (simetris).

Ha : data terdistribusi tidak normal (asimetris).

Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima

atau data terdistribusi normal (simetris). Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak

atau data terdistribusi tidak normal (asimetris).

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui beragam atau tidaknya

(homogen) variansi sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama.

Pengujian homogenitas penting untuk melakukan generalisasi untuk hasil

penelitian yang data penelitiannya diambil dari kelompok-kelompok terpisah yang

berasal dari populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s Test yaitu uji

hipotesis tentang perbedaan mean dari dua sampel/variabel diskrit yang berskala

interval atau rasio. Rumus Levene’s Test adalah sebagai berikut:

�= ( − ) =1 ( − )2

−1 =1 =1 ( − )2 (NIST/SEMATECH, 2012).

dimana

= −

= =1

(36)

Keterangan: K = banyaknya kelompok

ni = banyaknya data dari kelompok ke-i = rata-rata kelompok ke-i

W = jumlah bobot keseluruhan data Wij = bobot ke-j dari kelompok ke-i Xij = nilai ke-j dari kelompok ke-i

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : varian populasi adalah sama.

Hi : varian populasi adalah berbeda.

Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima

atau varian populasi adalah sama. Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak atau

varian populasi adalah berbeda.

E. Instrumen Penelitian

1. Tes

Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam melaksanakan

kegiatan pengukuran yang didalamnya terdapat pertanyaan, pernyataan atau

serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik. Tes yang

digunakan menggunakan tes objektif pilihan ganda berupa tes pengetahuan

disandingkan dengan tes CRI. Tes CRI yang dimaksudkan untuk mengukur

miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur keyakinan atau kepastian seseorang

dengan mengukur tingkat keyakinan atau kepastian seseorang dalam menjawab

(37)

2. Lembar Kerja Peserta Didik (LKS)

Lembar kerja peserta didik (LKS) adalah panduan peserta didik yang

digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.

Lembar kerja peserta didik (LKS) yang digunakan disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan tahapan pada model

pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran model pembelajaran

SSCS.

3. Observasi

Observasi adalah cara atau teknik pengumpulan data melalui pengamatan

dan pencatatan berupa data dan fakta yaitu dengan melihat, mengamati, dan

mencatat. Observasi bertujuan untuk mengetahui sejauhmana efektifitas

penerapan model pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran model

pembelajaran SSCS.

4. Validitas dan Reliabilitas serta Analisis Butir

Pada instrumen penelitian Menurut Arikunto (2003: 57) menjelaskan bahwa

“sebuah tes atau instrumen dapat dikatakan baik sebagai alat ukur, harus

memenuhi prasyarat, yaitu validitas, reliabilitas dan objektifitas”. Selain itu juga

untuk tes atau istrumen dapat dikatakan baik dapat dilakukan dengan analisis butir

soal (item analysis) seperti indeks kesukaran dan daya pembeda. Penjelasan

mengenai prasyarat tes atau instrumen yang baik yang dilakukan pada penelitian

(38)

a. Validitas tes adalah ketepatan suatu tes dalam mengukur suatu yang hendak

diukur. Untuk mengukur validitas tes dapat dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut:

1) Aspek yang diukur pada tes berlandaskan teori yang relevan (construct

validity).

2) Aspek yang diukur berdasarkan rancangan/ program yang telah ada

seperti kesesuaian dengan standar kompetensi, kompetesi dasar,

indikator pemahaman konsep, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran,

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan tahapan pada model

pembelajaran Learning Cycle dan model pembelajaran SSCS (content

validity).

3) Aspek perbandingan hasil tes berdasarkan perbandingan dengan

pengalaman (empiris) atau berdasarkan kriteria atau r kritis atau r tabel

atau taraf signifikasi 0,05.

Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur ketepatan dan kebenaran

instrumen terhadap apa yang hendak diukur. Rumus yang digunakan untuk

menentukan nilai validitas instrumen adalah korelasi point biserial (rpbis).

Penggunaan rumus korelasi point biserial (rpbis) dalam penentuan nilai

validitas karena variabel diukur atas suatu skala interval atau skala rasio dan

lainnya atas skala dikotomi dengan perlambangan 1 berarti memiliki nilai

dan 0 berarti tidak memiliki nilai. Adapun rumus korelasi biserial (rpbis)

(39)

i i t t i i

pbis pq

S x x

r ()   (Riyanto 1996: 88).

Keterangan: rpbis(i) = korelasi biserial poin butir ke –i

i

x = rata skor total partisipan yang menjawab benar poin butir ke i

t

x = rata-rata skor total semua partisipan

i

p = proporsi jawaban benar

i

q = proporsi jawaban salah

t

S = standar deviasi skor total

Hipotesis statistik yang berlaku pada uji validitas instrumen menggunakan

korelasi point biserial (rpbis) adalah Ho : µ = 0 tidak terdapat hubungan dan

Ha : µ ≠ 0 terdapat hubungan. Uji signifikansi korelasi sebesar 0,05, jika

rhitung < rtabel maka Ho diterima dan Ha dibuang, jika rhitung > rtabel maka Ha

diterima.

b. Reliabilitas tes merupakan tingkat keterandalan atau tingkat kepercayaan

pengukuran. Gronlund (1976, 105) menjelaskan “reliabilty refers to the

consistency of measurement”, yaitu sejauhmana hasil pengukuran tersebut

konsisten. Instrumen yang digunakan harus mempunyai kriteria reliabel.

Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen adalah

Korelasi split-half method. Penggunaan metode ini adalah dengan cara

membelah dua (soal genap dan soal ganjil dengan catatan seluruh soal dapat

dibelah dua) dan mengkorelasikan dua belahan tersebut (reliabilitas separuh

tes). Setelah itu kemudian digunakan reliabilitas seluruh (reliabilitas seluruh

tes). Langkah- langkah split-half method dengan menggunakan korelasi

(40)

= 1 2− ( 1)( 2)

( 12− 1 2( 22− ( 2)2)

(Sudjana, 1989: 144).

Keterangan: rxy = korelasi

1

x = nilai rata-rata tes pertama

2

x = nilai rata-rata tes kedua 2

1

x = kuadrat nilaix1

2 2

x = kuadrat nilai x2

N = jumlah partisipan

Hasil korelasi Pearson product moment kemudian dimasukan ke dalam

rumus Spearman-Brown sebagai reliabitas seluruh yaitu sebagai berikut:

11 = 2 1

212 (1+ 1

212)

(Sudjana,1989: 18), atau

=

1+ − (Arikunto, 2003: 88).

Keterangan: 11 = korelasi antara skor setiap belahan tes (awal)

1

21 2 = koefisien reabilitas yang sudah disesuaikan (koefisien rxy) rnn = koefisien tes dengan penambahan butir soal

N = berapa kali butir soal itu ditambah

r = koefisien tes sebelum penambahan butir soal

Hipotesis statistik yang berlaku pada uji reliabilitas instrumen dengan

korelasi Spearman-Brown (rxy) adalah Ho : µ = 0 tidak terdapat hubungan

dan Ha : µ ≠ 0 terdapat hubungan. Uji signifikansi 0,05, jika rhitung < rtabel

maka Ho diterima dan Ha ditolak, jika rhitung > rtabel maka Ha diterima.

c. Objektivitas tes yaitu dimana unsur subjektifitas diminimalkan atau

ditiadakan dengan dengan cara membuat pedoman skoring pada proses

penilaian dan pengacuan penilaian pada pedoman penilaian hasil kerja

(41)

d. Uji Indeks Kesukaran. Soal/item yang baik adalah butir soal/item yang tidak

terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Hal ini karena bila soal/item terlalu

mudah tidak akan merangsang peserta didik untuk mempertinggi usaha

untuk memecahkannya. Sebaliknya juga bila butir soal/item terlalu sukar

akan menyebabkan peserta didik tidak bersemangat menjawab karena di

luar jangkauan kemampuannya. Tingkat kesukaran soal adalah peluang

menjawab benar atau salah pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya

dinyatakan dalam bentuk indeks, yaitu indeks kesukaran. Tingkat kesukaran

butir soal/item dinyatakan dalam proporsi perbandingan antara

jawaban benar dengan jawaban salah seluruh soal/item. Tingkat kesukaran

dinyatakan dalam indeks kesukaran, dilambangkan dengan huruf (P)

singkatan proporsi atau (I) singkatan indeks. Rumus yang digunakan pada

menguji indeks kesukaran butir soal/item adalah sebagai berikut:

= (Sudjana, 1989: 137).

Keterangan : I = indeks kesukaran

B = banyak peserta didik yang menjawab betul N = jumlah peserta didik peserta tes

[image:41.595.123.510.214.555.2] [image:41.595.186.440.642.731.2]

Interpretasi tentang indeks kesukaran butir soal/item dapat dijelaskan pada

Tabel 3.8.

Tabel 3.8.

Kriteria Indeks Kesukaran

Index Kesukaran (I) Interpretasi

(42)

e. Uji Daya pembeda. Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan

peserta didik yang berkemampuan rendah atau yang sudah menguasai

materi dengan yang tidak/kurang/belum menguasai materi. Daya pembeda

butir soal/item dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks

diskriminasi butir soal/item. Angka indeks diskriminasi butir soal/item

adalah angka/bilangan yang menunjukan besar kecilnya daya pembeda

(discriminatory power) yang dimiliki butir soal/item yang dilambangkan

dengan huruf (D) singkatan dari diskriminan. Rumus yang digunakan untuk

mengetahui daya pembeda butir soal/item adalah sebagai berikut:

� = − = − (Arikunto, 2003: 213).

Keterangan : D = daya pembeda

JA = banyak peserta kelompok atas JB = banyak peserta kelompok bawah

BA = banyak peserta kelompok atas menjawab benar BB = banyak peserta kelompok bawah menjawab salah PA = BA / JA = proporsi peserta kelompok atas menjawab benar PB = BB / JB = proporsi peserta kelompok bawah menjawab benar

[image:42.595.120.527.216.554.2]

Interpetasikan indeks daya pembeda dijelaskan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9.

Kriteria Indeks Daya Pembeda

Daya Pembeda (D) Interpretasi

(43)

Validitas konstruk dan validitas isi dari tes dapat dijelaskan pada rencana

pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran Learning Cycle dan model

pembelajaran model pembelajaran SSCS yang dijelaskan pada Tabel 3.3. dan

Tabel 3.4. sebelumnya, kisi-kisi tes pemahaman konsep pada Tabel 3.10., kisi-kisi

lembar kerja peserta didik (LKS) model pembelajaran Learning Cycle pada Tabel

3.11., dan kisi-kisi lembar kerja peserta didik (LKS) model pembelajaran SSCS

pada Tabel 3.12.

Instrumen penelitian tersebut terlebih dahulu dilakukan uji coba.

Berdasarkan uji coba tersebut dapat diketahui nilai validitas, reliabilitas, indeks

kesukaran, dan daya pembeda sehingga menjadi dasar instrumen tersebut layak

atau tidak untuk dijadikan instrumen penelitian. Hasil uji coba instrumen dapat

dijelaskan pada Tabel 3.13. Hasil penilaian atau validasi terhadap instrumen

digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki instrumen penelitian dan selanjutnya

dijadikan sebagai instrumen baku pada penelitian.

Berdasarkan Tabel 3.13. dapat dijelaskan bahwa validitas didasarkan pada

hasil konsultasi dengan r tabel. Berdasarkan r tabel dengan signifikansi 0,05

dengan n = 30, maka r tabel nya adalah 0,361. Oleh karena itu, jika r hitung > r

tabel maka soal/item tersebut valid, sebaliknya jika r hitung < r tabel maka

soal/item tersebut tidak valid. Soal yang tidak valid tidak semua dibuang tetapi

ada yang diperbaiki dengan alasan soal/item yang diperbaiki dan tidak valid dapat

mendukung konstruk. Jumlah soal yang valid dan diperbaiki adalah 24 soal.

Nomor asal merupakan nomor soal dari soal uji instrumen, sedangkan nomor

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)

instrumen baku tersebut ditambahkan 6 soal yaitu untuk nomor 2, 4, 24, 28, 29,

dan 30 sehingga jumlah soal instrumen baku penelitian berjumlah 30 soal. Setelah

itu dilakukan pengukuran reliabilitas dari soal tersebut. Pengukuran reliabilitas

tes berdasarkan perhitungan korelasi pearson product moment untuk jumlah soal

24, yaitu sebagai berikut:

= 1 2− ( 1)( 2)

( 12− 1 2( 22− ( 2)2)

(Sudjana, 1989: 144).

diperoleh rxy = 0, 40, kemudian dimasukan ke dalam persamaan sebagai berikut:

11 = 2 1

212 (1+ 1

212)

(Sudjana,1989: 18).

diperoleh reliabilitas tes sebesar 0,58. Pengukuran reliabilitas untuk jumlah soal

30 digunakan rumus sebagai berikut:

=

1+ − (Arikunto, 2003: 88)

Diperoleh reliabitas tes sebesar 0,64. Backer (Ruseffendi, 2005: 166)

mengemukakan bahwa “...jawaban seseorang cukup konsisten (tetap) bila

besarnya koefisien reliabilitas antara 0,64 dan 0,90”. Jika dikonsultasikan dengan

r tabel dengan signifikansi 0,05 dengan n = 30 adalah sebesar 0,364, maka r

hitung > r tabel (0,64 > 0,364). Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa

instrumen ini layak digunakan.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dan dianalisis untuk menjawab rumusan

(49)

terhadap tes, lembar kerja peserta didik (LKS), dan observasi. Pengolahan dan

analisis data dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tes. Pengolahan data tes dilakukan dengan memberi skor mentah terhadap

setiap jawaban peserta didik berdasarkan kriteria yang telah dibuat.

Penskoran jawaban peserta didik terhadap tes objektif dilakukan dengan tanpa

hukuman dengan rumus sebagai berikut:

= − −1 (Sudjana, 1989; Makmun, 1995).

Keterangan : Sk = skor jawaban yang diperoleh B = jawaban benar

S = jawaban salah O = option

Setelah mendapatkan skor, kemudian skor tersebut diubah kedalam skor

standar dengan skala 1-100. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

= ( ) 100% (Arikunto, 2003: 236).

Keterangan : N = skor standar

R (Sk) = skor yang diperoleh peserta didik Smax = skor maksimum

100 = konstanta

Seperti telah dijelaskan bahwa tes objektif pilihan ganda ini disandingkan

dengan tes CRI. Untuk penskoran tes CRI dijelaskan pada Tabel 3.14 sebagai

(50)

Tabel 3.14.

Skala Certainty of Respons Index (CRI)

CRI skala enam Kriteria

0 Jawaban ditebak (totally guessed answer) 1 Hampir ditebak (almost guess)

2 Tidak yakin (not sure) 3 Yakin (sure)

4 Hampir yakin (almost certain) 5 Sangat yakin (certain)

Sumber: Saleem Hasan (Liliawati dan Ramalis, 2008: 10).

2. Lembar kerja peserta didik (LKS) dengan tujuan menentukan hasil hasil

belajar yang diperoleh peserta didik. Analisis dilakukan dengan penilaian

terhadap jawaban peserta didik pada LKS yang dijelaskan pada Tabel 3.15.

berikut:

Tabel 3.15.

Rublik Penilaian Lembar Kerja Peserta Didik (LKS)

Skor Kriteria Terhadap Kunci Jawaban

0 Tidak ada jawaban

1 Jawaban salah (penjelasan mengulang pertanyaan atau tidak ada hubungan)

2 Jawaban benar (penjelasan menunjukkan informasi yang tidak tepat)

3 Jawaban benar (penjelasan menunjukkan pemahaman terhadap konsep tetapi ada pernyataan yang miskonsepsi)

4 Jawaban benar (penjelasan belum mengandung semua komponen) 5 Jawaban benar (penjelasan mengandung semua komponen) Sumber: Abraham (Umroh, 2007: 52).

3. Lembar Observasi dilakukan untuk mengetahui efektifitas penerapan model

pembelajaran Learning Cycle dan penerapan model pembelajaran SSCS.

Analisis dilakukan penilaian terhadap hasil observasi dengan ketentuan

[image:50.595.115.515.141.577.2]
(51)

Tabel 3.16.

Skoring Lembar Observasi

No Kriteria Skor

1 Tidak Pernah 1 2 Jarang 2 3 Kadang-Kadang 3 4 Sering 4 5 Sangat Sering 5 Sumber: Azwar, 1999: 13.

G. Uji Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hipotesis 1

Ho1:µ1 LC = µ1 SSCS : Tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep pada

peserta didik yang menerapkan model pembelajaran

Learning Cycle (µ1 LC) dengan pemahaman konsep pada

peserta didik yang menerapkan model pembelajaran

SSCS (µ1 SSCS).

Ha1:µ1 LC≠ µ1 SSCS : Terdapat perbedaan pemahaman konsep pada peserta

didik yang menerapkan model pembelajaran Learning

Cycle (µ1 LC) dengan pemahaman konsep pada peserta

didik yang menerapkan model pembelajaran SSCS (µ1

SSCS).

Hipotesis 2

[image:51.595.112.511.97.559.2]
(52)

pembelajaran Learning Cycle (µ2 LC) dengan efektifitas

penerapan model pembelajaran SSCS (µ2 SSCS).

Ha2:µ2 LC ≠ µ2 SSCS : Terdapat perbedaan efektifitas penerapan model

pembelajaran Learning Cycle (µ2 LC) dengan efektifitas

penerapan model pembelajaran SSCS (µ2 SSCS).

Penolakan Ho dan penerimaan Ha menunjukan terdapat perbedaan yang

signifikan pemahaman konsep pada peserta didik dan efektifitas penerapan model

pembelajaran Learning Cycle dengan pemahaman konsep pada peserta didik dan

efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS dalam pembelajaran geografi di

SMA. Sebaliknya, penerimaan Ho dan penolakan Ha menunjukkan tidak terdapat

perbedaan yang signifikan pemahaman konsep pada peserta didik dan efektifitas

penerapan model pembelajaran Learning Cycle dengan pemahaman konsep pada

peserta didik dan efektifitas penerapan model pembelajaran SSCS dalam

pembelajaran geografi di SMA.

Teknik untuk menguji hipotesis ini dilakukan dengan uji beda. Uji beda

pada dasarnya adalah untuk uji hipotetis tentang perbedaan mean dari dua sampel

atau lebih. Sejalan dengan pendapat Arikunto (2010: 125) menjelaskan bahwa

“untuk menghitung efektifitas treatment dapat digunakan uji beda, yaitu uji t”.

Masih menurut Arikunto (2010: 314) menjelaskan bahwa “riset komparasi

mencari perbedaan-perbedaan”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis

menyimpulkan uji beda, yaitu uji t dapat digunakan pada penelitian ini.

Uji beda pada penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi

(53)

atau pengujian hipotesis penelitian. Uji beda yang digunakan adalah uji t dua

sampel berpasangan/related (paired sample t test) untuk melihat perbedaan skor

sebelum dan sesudah perlakuan dan uji t dua sampel independen/separated

(independent sample t test) untuk melihat perbedaan skor sebelum dan sesudah

perlakuan dan efektifitas penerapan antara kelas Learning Cycle dan kelas SSCS.

Rumus yang digunakan pada uji t dua sampel berpasangan (paired sample t test)

dengan syarat data homogen, jumlah sampel sama dan berpasangan adalah

sebagai berikut:

= 1− 2

1 2 1 +

1 2 2− 2

1 1

2 2

(Sugiyono, 2011: 274).

Keterangan : t = koefisien t

1 = mean sampel 1 2 = mean sampel 2 1 = varian sampel 1 2 = varian sampel 2 1 = jumlah sampel 1 2 = jumlah sampel 2 r = koefisien korelasi

dengan ketentuan jika varian homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 + n2 – 2, n1 ≠ n2

maka dk = n1 + n2 – 2. Jika varian tidak homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 – 1

dan n2– 1, n1≠ n2 maka n1 - 1 dan n2– 2.

Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji statistik Wilcoxon

Sign Test dengan rumus sebagai berikut:

= −�

� (NIST/SEMATECH, 2012).

dimana

= max (+ − )

(54)

� = ( +1)(2 +1)

24 , maka = −

( +1 ( +1)(2 +1)

24

Keterangan: Z = koefisien wilcoxon

W = jumlah rangking positif atau max (+ ,− )

� = mean � = varian

N = jumlah sampel

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : mean adalah sama

Hi : mean adalah berbeda

Dasar pengambilan keputusan adalah jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima

atau mean adalah sama (z hit < z tab). Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak

atau mean adalah berbeda (z hit > z tab).

Sedangkan rumus uji t dua sampel independen (independent sample t test)

dengan syarat data homogen, jumlah sampel sama dan tidak

berhubungan/indipenden adalah sebagai berikut:

= 1− 2

12+ 22 1+ 2− 2

1 1+

1 2

(Riyanto, 1996: 85).

Keterangan : t = koefisien t

= mean masing-masing sampel

N = jumlah kasus pada tiap sampe/ banyaknya objek

∑ X2

= jumlah deviasi pangkat dua

dengan ketentuan jika varian homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 + n2 – 2, n1 ≠ n2

maka dk = n1 + n2 – 2. Jika varian tidak homogen dan n1 = n2 maka dk = n1 – 1

dan n2 – 1, n1 ≠ n2 maka n1 - 1 dan n2 – 2.

(55)

= 1− 2 1 2 1− 2 2 2

(Sugiyono, 2011; Riyanto, 1996).

Keterangan : t = koefisien t

1 = mean sampel 1 2 = mean sampel 2 1 = varian sampel 1 2 = varian sampel 2 1 = jumlah sampel 1 2 = jumlah sampel 2

Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji statistik Two

Sample Kolmogorov Smirnov Test. Rumus Uji Two Sample Kolmogorov Smirnov

Test adalah sebagai berikut:

� = �0( )− ( ) (NIST/SEMATECH, 2012).

Keterangan: �0( ) = fungsi berdistribusi frekuensi kumulatif yang sepenuhnya ditentukan, yakni distribusi kumulatif teoritis di bawah HO artinya untuk harga N yang sebesar besarnya, harga �0( ) adalah proporsi kasus yang diharapkan mempunyai skor yang sama atau kurang dari

( ) = distribusi frekuensi yang diobservasi dari suatu sampel random dengan N observa

Gambar

Tabel   Certainty of Respons Index
Tabel Halaman
Tabel Halaman
Gambar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhatikanlah salah satu akar yang sudah diketahui adalah berupa bilangan irasional(bilangan bentuk akar), maka salah satu akar yang lainpun juga akan berupa bilangan irasional

komponen yang lain agar tujuan pendidikan dapat dicapai sesuai

Sebutan sayang ( pet name ) seperti Honey digunakan dalam hunungan yang lebih akrab lagi. Dalam lingkungan manapun ketika seseorang dihadapkan pada struktur hirarkis,

Dengan laporan ini, kinerja BAPPEDA dapat tergambar dalam mengambil berbagai langkah strategis sesuai dengan bidang tugas dan kewenangannya sebagai satuan kerja

This study explored the features of a Moodle-site used in teaching how to write narrative texts in English as a foreign language (EFL) context at the eighth grade level of

LAKIP Tahun 2013 yang merupakan bagian dari informasi pengukuran kinerja dalam melaksanakan Rencana Strategis BAPPEDA Kabupaten Bandung Tahun 2010-2015 adalah dokumen

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. © Iwan

Dalam pengolahan data penulis menggunakan Visual Basic 6,untuk memudahkan pencatatan agar lebih efektif dan akurat dalam penjualan kaset