• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PEMELIHARAAN ANAK ANGKAT SETELAH PUTUSNYA PERKAWINAN ORANG TUA ANGKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PEMELIHARAAN ANAK ANGKAT SETELAH PUTUSNYA PERKAWINAN ORANG TUA ANGKAT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PEMELIHARAAN ANAK ANGKAT SETELAH PUTUSNYA PERKAWINAN ORANG TUA ANGKAT

( Suatu Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor: 23/Pdt.G/2011/PA.JB) IBNU HIBAN

DIA010140 FH Unram Abstrak

penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim dan kewajiban melakukan pemeliharaan terhadap anak angkat setelah putusnya perkawinan orang tua angkat. Metode penelitian yang digunakan adalah Normatif. Hasil Penelitian menunjukan bahwa : 1. Penerapan aturan mengenai tanggung jawab pemeliharaan anak angkat dalam perkara Nomor: 23/Pdt.G/2011/PA.JB di Pengadilan Agama Jakarta Barat Majelis Hakim mengunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Seharusnya analogi Majelis Hakim tersebut harus dikaitkan juga dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak 2. Selain Kewajiban pemeliharaan yang dibebankan terhadap orang tua angkat, anak angkat berhak pula menerima harta warisan orang tua angkat berupa wasiat wajibah sebagai bekal hidup untuk masa depan.

Kata Kunci : Tanggung jawab, Pemeliharaan, anak angkat

THE RESPONSIBILITY OF A FOSTER CHILD MARRIAGE BROKEN GROW AFTER THE ADOPTIVE PARENTS

( A Case Study Court Ruling West Jakarta Religious Number: 23 / Pdt.G / 2011 / PA.JB) Abstract

The purpose of this research is to know the basic legal considerations the Tribunal judges and the actual conduct of junghuhn adopted after the breakdown in the marriage of parents adopted. As for the research method used was normatife. The research results showed that: 1. The application of the rules concerning the responsibility of the maintenance of the adopted child in case Number: 23/Pdt. G/2011/PA.JB in Religious Court of West Jakarta Tribunal Judges to use the provisions of Act No. 1 of 1974 and compile Islamic law. Should the Tribunal Judges should be analogy is associated also with the Government Regulation Number 54 Year 2007 on the implementation of child adoption 2. Besides the actual junghuhn was charged against the Defendants, the adoted done anyway to receive inheritance parents adopted wajibah as provision will be live for the future.

Keywords: Responsibility , child Junghuhn, adopted

(2)

1. PENDAHULUAN

Sudah menjadi naluri manusia, bahwa kebahagiaan dan keharmonisan suatu keluarga ditandai dengan lahirnya seorang anak karena memang salah satu tujuan perkawinan adalah untuk meneruskan keturunan dan untuk menjaga nasab. Mengingat kehadiran seorang anak adalah suatu hal yang sangat di idam-idamkan oleh suatu keluarga, maka apabila ada suatu keluarga yang tidak dikarunia anak, dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut adalah dengan cara mengambil anak (adopsi). Akan tetapai, jika terjadi suatu perceraian maka akan meninggalkan akibat hukum bagi pemiliharaan anak, yang menjadi permasalahan kemudian adalah jika terdapat anak angkat didalam suatu perkawinan yang putus, apakah anak angkat tersebut tetap mendapatkan biaya pemiliharaan dari orang tua yang mengangkatnya. Hal ini menimbulkan permasalah baru untuk perlu dikaji lebih jauh guna kebaikan anak angkat dan orang tua angkatnya dan menimbulkan kepastian hukum.

Berdasarkan uraian sebaimana tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim pada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor: 23/Pdt.G/2011/PA. JB? 2. Siapakah yang berkewajiban terhadap biaya-biaya pemeliharaan dan pendidikan terhadap anak angkat, setelah putusnya perkawinan orang tua angkatnya?

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim pada putusan Pengadilan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor:

23/Pdt.G/2011/PA. JB .2 Untuk mengetahui orang tua angkat yang berkewajiban menanggung biaya-biaya pemeliharaan, pendidikan terhadap anak angkat setelah putusnya perkawinan.

(3)

Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan hukum perkawinan/keluarga pada khususnya. 2. Secara praktis dapat memberikan kontribusi sebagai acuan, masukan bagi pembuat Undang-Undang (Eksekutif dan Legislatif) dalam membuat atau merubah peraturan peraturan perundang-undangan yang mengatur perkawinan dan praktisi hukum atau aparat hukum seperti para hakim, advokat dan lain-lain dalam menangani, mengadili dan memutuskan perkara pemeliharaan anak angkat.

Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, digunakan jenis penelitian hukum normatif.

Metode Pendekatan yang dipergunakan terdiri dari tiga pendekatan yaitu pendekatan yuridis statute approach, pendekatan conceptual approach dan pendekatan case approach. Jenis dan

Sumber Bahan Hukum yang dipergunakan terdiri dari bahan hukum primer,bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum terhadap penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik studi dokumen atau yang biasa dikenal dengan istilah studi kepustakaan. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif yaitu analisis yang menggunakan kata-kata dalam menggambarkan proses mengatur urutan data dan mengoperasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Kemudian analisis kualitatif dilakukan dengan metode deduktif yakni dengan menguraikan dan mengetengahkan data yang bersifat umum untuk selanjutnya diarahkan dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.1

1 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. I-XVI, (PT. Remaja Rosda Karya. 2000), hlm. 103

(4)

II. PEMBAHASAN

Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim pada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor :23/Pdt.G/2011/PA. JB terhadap Tanggung Jawab Pemeliharaan Anak Angkat Setelah Putusnya Perkawinan Orang Tua Angkat.

1. Kasus Posisi

(5)

Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan Perkawinan pada hari Jum’at 22 Oktober 1999, dihadapan Pegawai Pencatat Nikah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Kemudian dari perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai dua orang anak laki- laki.

Dan dalam pernikahan antara Penggugat dan Tergugat telah mempunyai seorang anak adopsi berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Medan, Namun, dalam perjalan perkawinanan antara Pengugat dan Tergugat sering terjadi pertengkaran dan percekcokan dalam rumah tangga mereka, dan Penggugat merasa tersiksa lahir batin. Oleh karena, perkawinan Penggugat dan Tergugat sudah tidak sesuai lagi dengan asas-asas dalam Hukum Perkawinan, maka Penggugat telah memutuskan untuk mengajukan Cerai Gugat kepada Tergugat

Dalam Petitumnya Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Barat, berkenan untuk memberikan putusan untuk :1). Menyatakan Penggugat sebagai pemegang hadhanah ( hak asuh ) atas anak Penggugat . 2). Menghukum Tergugat untuk memberikan berupa biaya pemeliharaan dan biaya pendidikan sebesar Rp 23.700.000 (dua puluh tiga juta tujuh ratus ribu terhadap ketiga anaknya termaksud anak adopsi selambat-lambatnya sampai tanggal 10 tiap-tiap bulannya secara tunai dan sekaligus hingga anak tersebut dewasa dan mandiri. 2) adapun Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Perkara Nomor:23/Pdt.G/2011/PA.JB dalam Putusan yaitu: 1) Bahwa pada prinsipnya menurut hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, hal ini karena memang secara naluri fisical custady anak yang masih dibawah umur sangat membutuhkan ibunya, kecuali jika terbukti bahwa ibu sebagai pemegang hak

(6)

hadhanah tidak mampu memberikan dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan terbaik

bagi sianak sehingga ada alasan yang mengharuskan agar hak hadhanah si anak dipindahkan kepada yang lain, maka hak hadhanan ibu dapat dicabut dan dialihkan kepada yang lain. 2) demi kepentingan terbaik bagi si anak maka adalah tepat jika hak hadhanah yang bersifat fisical custady terhadap anak Anak 1 Umur 5 ( lima ) tahun,

Anak 2 umur 3 (tiga) tahun dan Anak 3 umur 6 (enam) tahun tersebut tetap berada pada Penggugat sebagai ibunya karena segala kebutuhan kesejahteraan anak pada saat ini lebih dominan akan terpenuhi dari ibunya, sedang hak penguasaan yang bersifat legal custady tetap menjadi hak kedua orang tuanya yakni Penggugat dan Tergugat secara bersama- sama, sampai anak tersebut dewasa atau dapat berdiri sendiri. 3) bahwa sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 149 huruf d, Pasal 156 huruf d dan f Kompilasi Hukum Islam yang pada pokoknya menyatakan bahwa kewajiban memberikan nafkah anak tersebut menjadi tanggung jawab ayahnya sesuai dengan kemampuannya dan akan berlaku terus sampai anak tersebut dewasa, meskipun perkawinan antara kedua orang tuanya telah putus sampai anak tersebut dewasa atau dapat mengurus diri sendiri (21 tahun) Maka dari itu seharusnya Majelis Hakim pengadilan Agama Jakarta Barat dalam memberikan pertimbangan ketentuan Hukum dalam permasalahan tersebut harus juga melihat ketentuan Peraturan Perundangan lainya yang mengatur secara lebih khusus mengenai masalah anak angkat yaitu Peraturan Pemerintanh Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dan hal ini juga diperkuat dengan alasan bahwa penggunaan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tersebut dikarenakan Perkara ini muncul ketika tahun 2011 sementara peraturan

(7)

pemerintah ini lahir sejak tahun 2007. 3) Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor : 23/Pdt.G/2011/PA.JB. bahwa dalam ketentuan hukum di Indonesia (UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), meskipun orang tua bercerai, tidaklah secara otomatis tanggung jawab pemiliharaan anak itu diabaikan, dalam hal ini alasan mengenai ketentuan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu Pasal 4 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 149 huruf d, Pasal 156 huruf d dan f kompilasi Hukim Islam yang pada pokoknya menyatakan bahwa kewajiban memberikan nafkah anak tersebut menjadi tanggung jawab ayahnya sesuai dengan kemampuannya dan akan berlaku terus sampai anak tersebut dewasa, meskipun perkawinan antara kedua orang tuanya telah putus dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

Akan tetapi, yang menjadi permasalahan dalam Pasal yang dipergunakan oleh majelis Hakim tersebut adalah Istilah anak sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam didalam Undang-Undang tersebut hanya menjelaskan mengenai kedudukan hukum anak yang sah saja, hal ini dipertegas dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 42 yang berbunyi ”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Selanjutnya di dalam Kompilasai Hukum Islam dapat dilihat dalam Pasal 99 berbunyi “Anak yang sah adalah: anak yang dilahirkan dalam atau perkawinan yang sah dan hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim atau dan dilahirkan oleh istri tersebut”.

(8)

Sehingga menurut penulis dapat disimpulkan bahwa analogi majelis Hakim dalam ketentuan hukum yang dipergunakan yaitu Pasal 45 Undang-Undang tentang Perkawinan dan Pasal 105 Jo 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI) kurang tepat dipergunakan terhadap seorang anak angkat dalam perkara antara Pengugat dan Tergugat, sebab kedua ketentuan tersebut hanya menunjukan kepada kedudukan hukum anak yang lahir dari perkawinan yang sah dan tidak mengatur mengenai anak angkat.

Apabila perkawinan putus karena kematian suami atau istri yang mempunyai anak angkat, maka kelangsungan biaya pemiliharaan dan pendidikan anak angkat menjadi tanggung jawab suami atau istri yang hidup dan terbuka hak anak angkat untuk mendapatkan wasiat wajibah dari ibu atau ayah yang meninggal dunia.2

Dalam Kompilasi Hukum Islam berkaitan dengan pemberian wasiat kepada anak angkat, Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam menentukan “Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 dengan Pasal 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknhya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya. Dan terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya”.

Selain pemberian wasiat wajibah, anak angkat dapat memperoleh pemberian lain berupa Hibah kepada anak angkat untuk kesejahteraan/keperluan hidupnya sehari-hari ataupun untuk bekal hidupnya dikemudian hari, misalnya pemberian biaya pendidikan

2 Mustafa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama,( Kencana Prenada Media Grop, Jakarta, 2008), hlm. 131

(9)

atau modal usaha. Hibah menurut syariat berarti kepemilikan terhadap sesuatu dalam kehidupan tanpa ganti rugi.3

Kewajiban Terhadap Biaya-Biaya Pemiliharaan Dan Pendidikan Terhadap Anak Angkat, Setelah Putusnya Perkawinan Orang Tua Angkat.

1. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahannya, maka koordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.4

Abdul Hakim Garuda Nusantara, mengatakan “ masalah perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia.

Masalahnya tidak semata-semata didekati secara yuridis, tapi perlu pendekatan lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan budaya”.5

Di dalam Undang-Undang perlindungan anak, ketentuan Pasal 26 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya”.

Bila kewajiban terhadap anak tersebut telah ditetapkan dalam putusan pengadilan, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan untuk

3Lulik Djatikumoro, Hukum Pengangkatan Anak Di Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011), hlm. 102

4Ibid. hlm. 35

5Abdul Hakim Garuda. Prospek Perlindungan Anak, Makalah. (Jakarta, Seminar Perlindungan Hak-Hak anak, 1986), hlm. 22

(10)

menuntut hak-hak keperdataan anak yang telah diabaikan. Namun bila pihak yang merasa dirugikan tersebut tidak puas dengan gugatan perdata, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan Pidana dengan dasar pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa “Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuaan a. Diskriminasi, b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, c. Penelantaran, d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, d. Ketidak adilan, dan e. Perlakuan salah lainnya.

Demikian juga telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Pasal 9 Ayat (1) tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbunyi

“Setiap orang dilarang menelantarkan orang yang berada dalam lingkup rumah tangganya

padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemiliharaan kepada orang tersebut”.

Pasal tersebut menerangkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi salah satu bentuknya adalah adanya pembiaran dari salah satu pasangan dalam artian terjadinya perceraian, demikian juga adanya pembiaran terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut, atau orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pemiliharaan anak tersebut termaksud dalam hal ini adalah anak angkat. dan bila hal tersebut dilanggar akan ada tuntutan pidana berupa hukuman penjara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. 2) Menurut Hukum Islam Kaitannya mengenai kewajiban dalam hal memberikan pemiliharaaan anak angkat setelah putusnya perkawinan orang tua angkat, maka terlebih dahulu kita harus melihat konsep pengangkatan anak didalam ajaran agama

(11)

islam tidak lain sebagai wujud tolong menolong orang lain.6 sebagaimana firman Allah dalam Surah al-maidah ayat 2 yang berbunyi : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

Dan di ayat selanjutnya Allah S.W.T mengatakan dalam surah al-Maidah, 5 ayat 32 yang berbunyi “Dan barang siapa yang memilihara kehidupan seorang manusia, maka ia seolah-olah dia telah memilihara kehidupan manusia

seluruhnya”.

Berdasarkan kedua ayat tersebut kewajiban untuk memiihara anak angkat merupakan perintah yang langsung dari Allah S.W.T dengan konsep hanya sebatas tanggung jawab pemiliharaan saja. dan tetap pada sebatas saling tolong menolong dengan tidak menasabkan anak angkat tersebut menjadi anak kandungnya. 3) Menurut Putusan Pengadilan Terkait kewajiban terhadap pemiliharaan anak angkat akibat Putusnya perkawinan orang tua angkat Menurut Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor 23/Pdt.G/2011/PA.JK. kewajiban untuk memlihara anak angkat dalam amar putusannya Majelis Hakim membebankan kepada ayah angkat sebagai Tergugat untuk menanggung biaya pemiliharaan dan pendidikan anak setiap bulannya sampai anak tersebut muwayyiz dan terhadap pemiliharaan dibebankan kepada ibu angkat sebagai Pengugat.

6 Musthofa Sy, Op.Cit, hlm. 159

(12)

III. PENUTUP Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor:23 /Pdt.

G/2011/PA.JB yang dijadikan dasar pertimbangan hukum secara analogi Majelis Hakim berpatokan pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. dan Pasal 105 jo 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Akan tetapi, analogi Majelis Hakim kurang tepat dipergunakan. Oleh karena, kedua aturan tersebut tidak mengatur masalah anak angkat, seharusnya Majelis Hakim dalam mempergunakan analoginya harus melihat ketentuan peraturan perundangan yang lainya mengenai pengangkatan anak yang mengatur secara lebih khusus mengenai masalah pengangkatan anak seperti Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang mengharuskan syarat- syarat didalam pengangkatan anak, calon orang tua angkat harus memiliki kemampuan ekonomi dan sosial agar tujuan kesejahteraan anak berupa pemiliharaan, pendidikan dan perawatan dapat terjamin. 2. Selain Kewajiban pemiliharaan yang dibebankan terhadap Pengugat dan Tergugat sebagaimana yang disebutkan pada Pasal tersebut diatas, anak angkat berhak pula menerima harta warisan orang tua angkat berupa wasiat wajibah dengan dasar hukum Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam sebagai bekal hidup untuk masa depan.

(13)

Saran –Saran

1. Perceraian memang merupakan jalan terakhir, namun apabila terdapat jalan lain terhadap perceraian tersebut untuk memecahkan suatu permasalahan dalam keluarga khususnya pasangan suami istri agar tidak menjadikan anak sebagai korban perceraian maka hal tersebut sangatlah lebih baik. 2. Terhadap peraturan perundangan terkait masalah pengangkatan anak seharusnya lebih dipertegas lagi agar tidak terjadi penafsiran yang begitu luas.

(14)

Daftar Pustaka

A. Buku-Buku

Abdul Hakim Garuda. Prospek Perlindungan Anak, Makalah. Jakarta, Seminar Perlindungan Hak-Hak anak, 1986

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. I-XVI, PT. Remaja Rosda Karya.

2000

Lulik Djatikumoro, Hukum Pengangkatan Anak Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011

Mustafa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Kencana Prenada Media Grop, Jakarta, 2008

B. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, LN No. 1 Tahun 1974 TLN No. 3019.

Indonesia, undang-undang Nomor 4 Tahunj 1979 tentang kesejahteraan anak LN, No 32 Tahun 1979 TLN No. 3143.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, LN No.

109 Tahun 2002.

Indonesi, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, LN No. 95 Tahun 2004.

Indonesia, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, LN No. 123 Tahun 2000, TLN No.4768.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Tingkat kemampuan berpikir kreatif dan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model kombinasi NHT-STAD, (2) Perbedaan kemampuan

Menyatakan dengan sesungguhnya skripsi yang berjudul PENGARUH KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA PADA KEPUASAN KERJA DENGAN PERCEIVED SUPERVISOR SUPPORT DAN INTERNAL LOCUS OF

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual1. Utang atas surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (

Sedangkan pada RHBIM Index dan Islamic Australia Index tidak menyebutkan dan memberikan batasan pada tingkat rasio utang yang diperbolehkan dalam aktivitas bisnis

Berdasarkan beberapa hal yang terkait dengan pembelajaran matematika yaitu siswa tidak hanya diharapkan dapat memiliki keterampilan menyelesaikan soal menggunakan

In terms of tools, it can be expected that more open source (and newer) tools have a much higher usage rate in this sample than in the data space in general (R and Python each

Berbeda dengan penelitian rumah ibadah sebagai destinasi wisata yang melihat di puri tri agung dalam membangun ikatan toleransi dalam masyarakat yang berbeda-beda,

Gina Patriasih. Pengaruh Penguasaan Konsep Suku Banyak Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Matriks Sistem Persamaan Linear dengan Menggunakan Kaidah Cramer. Kemampuan