BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, hamil di luar nikah sering terjadi. Hal ini dikarenakan anak-anak
muda jaman sekarang banyak yang menganut gaya hidup seks bebas. Pada awalnya para anak muda tersebut hanya berpacaran biasa, akan tetapi setelah cukup lama berpacaran mereka melakukan hubungan seksual. Ketika hubungan mereka membuahkan janin dalam kandungan, timbul masalah karena mereka belum menikah dan kebanyakan masih harus menyelesaikan sekolah atau kuliahnya. Ditambah adanya rasa takut ketahuan dan rasa malu apabila masalah kehamilan itu ketahuan oleh orang tua dan orang lain, maka ditempuh aborsi untuk menghilangkan janin yang tidak dikehendaki tersebut. Namun tidak jarang pula ada yang melakukan pernikahan secepatnya agar janin yang dikandung tersebut mempunyai ayah. Perkawinan ini dalam istilah anak muda dikenal dengan nama MBA (Married By Accident) atau nikah setelah hamil dahulu1.
Dalam sistem hukum Indonesia, perbuatan aborsi dilarang dilakukan. Bahkan
perbuatan aborsi dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga kepada pelaku dan orang yang membantu melakukannya dikenai hukuman. Akan tetapi walaupun demikian, masih banyak juga perempuan yang melakukan aborsi. Dengan berbagai alasan, menurut
Ekotama.2 dan Tafal.3,(1999). Bahkan Dewi4 mengatakan, bahwa jumlah aborsi di dalam kehidupan masyarakat cenderung meningkat karena berbagai faktor sehingga dia
menyimpulkan bahwa motivasi perempuan melakukan aborsi berkaitan erat dengan akseptor Keluarga Berencana ( KB ) dan kehamilan di luar nikah.
1 Wati, aborsi di indonesia, suara merdeka, 27 februari 2000, hlm. VIII
2 Ekotama,, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan: Perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2001, hlm. 26
3 Tafal, Keguguran, Jakarta: ITF Netherlands, IPPF, dan PKBI 1999, hlm. 34
4 Dewi, Aborsi: Pro dan Kontra di Kalangan Petugas Kesehatan, Yogyakarta: Pusat penelitian Kependudukan UGM dan Ford Foundation, 1997, hlm. 40
Selanjutnya, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan, bahwa pertahun rata-rata terjadi sekitar 2 juta kasus aborsi tidak aman.5 Sementara WHO
memperkirakan 10-50% dari kasus aborsi tidak aman berakhir dengan kematian ibu.6 Angka aborsi tak aman (unsafe abortion) memang tergolong tinggi, diperkirakan setiap tahun di dunia terjadi sekitar 20 juta aborsi tak aman, 26% dari jumlah tersebut tergolong legal dan lebih 70.000 aborsi tak aman di negara berkembang berakhir dengan kematian ibu.7 Pada dasarnya aborsi adalah fenomena yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Aborsi dapat dikatakan sebagai fenomena "Terselubung" karena praktik aborsi sering tidak tampil ke permukaan, bahkan cenderung ditutupi oleh pelaku utaupun masyarakat, bahkan negara. Ketertutupan ini antara lain dipengaruhi oleh hukum formal dan nilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam masyarakat serta politik.
Secara hukum, aborsi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 283, 299, 346, 348, 349, 535 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan yang telah diperbaharui dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Pada intinya pasal tersebut menyatakan bahwa tuntutan dikenakan bagi orangorang
yang melakukan aborsi ataupun orang-orang yang membantu melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada intinya hukum formal yang mengatur masalah aborsi menyatakan bahwa
pemerintah Indonesia menolak aborsi. Pengecualian diberikan jika ada indikasi medis sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 dan Pasal 80. Selain itu, masalah aborsi juga terkait dengan Sumpah Dokter Indonesia
5 Budi utomo,Angka Aborsi dan Aspek Psiko-sosial di Indonesia: Studi di 10 kota Besardasakan 6 kabupaten, Jakart, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, 2002, hlm. 7
6 WHO dalam Gulardi Wignyosastro. Masalah Kesehatan Perempuan Akibat Reproduksi. Makalah Seminar Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, diselenggarakan PP Fatayat NU, pada 1 September 2001
7 The Alan Guttmacher Institute (AGI), “Sharing Responsibility: Women, Society and Abortion Worldwide”, New York: AGI, p. 35, dalam Martha S. Ismail. Promosi Kesehatan Reproduksi: Pencegahan Kehamilan yang Tidak Diinginkan/Kehamilan yang Tidak Direncanakan
yang antara lain menyatakan bahwa dokter Indonesia menyatakan bahwa dokter akan menghormati setiap kehidupan.
Keberadaan praktik aborsi kembali mendapat perhatian dengan disyahkannya
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Meski demikian Undang- Undang ini menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan masyarakat karena adanya pasalpasal
yang mengatur mengenai aborsi dalam praktek medis mengandung berbagai reaksi.
Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, kembali menegaskan bahwa pada dasarnya UU melarang adanya praktik aborsi (Pasal 75 ayat 1). Meski demikian larangan tersebut dikecualikan apabila ada:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan (Pasal 75 ayat 2).
Terlepas dari hukum formal yang mengatur, aborsi merupakan fenomena yang
terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong sebagai aib sosial daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi merupakan masalah yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan politik. Aturan normatif legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang untuk hal-hal khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal"
pada umumnya juga menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-sini.
Persoalan aborsi penting untuk dibahas karena fenomena ini berkaitan erat dengan persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Untuk kasus Indonesia, seperti diketahui, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia sebagai akibat salah pergaulan ataupun belum siap memiliki anak, selain persoalan pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan faktor struktural lain yang lebih luas.
Walaupun demikian, ternyata perbuatan aborsi semakin marak dilakukan. Hal ini membutuhkan penegakan hukum yang sungguh-sungguh dari aparat penegak hukum di indonesia. Penegakan hukum itu harus di identifikasikan mengingat buruknya akibat aborsi yang tidak hanya menyebabkan kematian bayi yang di aborsi, tetapi juga ibu yang melakukan aborsi. Penegakan hukum terhadap tindak pidana aborsi harus dilakukan di seluruh wilayah indonesia, termasuk di wilayah hukum provinsi jawa barat khususnya Kabupaten Cirebon.
Berkaitan dengan pilihan menggugurkan atau mempertahankan kehamilan sekarang dikenal dengan istilah yang disebut dengan prochoice dan profile.
Prochoice adalah pandangan yang menyatakan bahwa keputusan menggugurkan atau mempertahankan kandungan adalah hak mutlak dari ibu yang mengandung bayi tersebut. Pandangan ini berawal dari keinginan untuk mengurangi angka kematian ibu akibat aborsi, karena dengan melarang aborsi ternyata ibu yang akan aborsi menggunakan jasa-jasa aborsi yang tidak aman (Unsafe Abortion) sehingga banyak ibu yang meninggal ketika menjalani aborsi. Jika pandangan ini diterima oleh masyarakat dan kemudian ditetapkan dalam sistem hukum di indonesia, maka aborsi tidak dilarang lagi. Lebih lanjut pemerintah wajib untuk menyediakan fasilitas klinik aborsi yang akan melayani ibu-ibu
yang akan melakukan aborsi. Klinik aborsi ini mempunyai tingkat keamanan yang tinggi, karena menggunakan standar prosedur yang aman (safe abortion). Adanya safe abortion akan membuat berkurangnya jumlah kematian ibu akibat aborsi.
Dilain pihak profile adalah pandangan yang menentang adanya aborsi. Mereka berpandangan bahwa janin mempunyai hak hidup yang tidak boleh dirampas oleh siapapun, termasuk oleh ibu yang mengandungnya. Melakukan aborsi sama saja dengan melakukan pembunuhan, dan pembunuhan itu merupakan tindakan kriminal yang akan dikenakan saksi pidana dan jika dilihat dari sudut pandang agama aborsi adalah perbuatan yang dilarang dan berdosa. Oleh karena itu para penganut paham profile ini sangat
menentang dilakukannya aborsi. Menurut mereka melegalisasikan aborsi bertentangan dengan agama karena memang kelompok profile ini kebanyakan berasal dari kaum agamawan tetapi banyak pula yang bukan agamawan tetapi memiliki pandangan profile.
Pandangan tentang prochoice dan profile inilah yang selanjutnya akan di bahas sehubungan dengan masalah aborsi.
Sejalan dengan maraknya aborsi, sekarang ini jasa aborsi juga semakin marak dipromosikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tulisan-tulisan selembaran yang ditempel pada dinding-dinding toko, dinding rumah atau pada tiang-tiang lampu merah diperempatan jalan yang ramai lalu lintasnya. Isi dari tulisan itu adalah penawaran jasa aborsi kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis tersebut memang tidak secara langsung menyatakan penulisan kata “aborsi”, akan tetapi dari bunyi kalimat yang dituliskan sudah cukup mensyiratkan bahwa jasa yang ditawarkan adalah jasa aborsi.
Bunyi tulisan itu antara lain “jika anda terlambat datang bulan hubungi...” nomor telepon tertentu. Nomor telepon yang diberikan biasanya adalah telpon genggam (HP), sehingga sulit untuk melacak keberadaan si pemilik nomor tersebut.
Keadaan tersebut di atas yang menarik penulis untuk melakukan studi terhadap
aborsi di indonesia khususnya di Pengadilan Negeri Kabupaten Cirebon. Hal ini di dasari bahwa Cirebon juga tidak lepas dari fenomena aborsi, padahal Cirebon merupakan kota wali terkenal menjungjung tinggi budaya timur yang identik dengan menentang aborsi, selain alasan tersebut untuk meneliti masalah ini adalah kemudahan untuk memperoleh data tentang masalah aborsi.
Untuk itulah penulis bermaksud melakukan kajian penelitian tentang tindak Pidana Aborsi, yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul
“Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana Aborsi Dikaitkan dengan UndangUndang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi di Pengadilan Negeri Sumber
dengan Putusan No. 688/Pid.B/2008/PN.Sbr)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar Belakang masalah di atas maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penegakan hukum dalam tindak pidana aborsi di Pengadilan Negeri Sumber Kabupaten Cirebon dengan Putusan No.688/Pid.B/2008/PN.sbr ?
2. Apa saja Kendala-kendala yang Dihadapi Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Abortus Provocatus dan Cara Menanggulanginya
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai pemenuhan kewajiban penulis dalam rangka menyelesaikan studi S1 Fakultas Hukum Unswagati Cirebon, sedangkan tujuannya adalah :
C. Untuk mengetahui gambaran penegakan hukum dalam tindak pidana aborsi.
D. Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum tersebut dan bagaimana cara mengatasinya
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk keperluan yang bersifat
teoritis terutama bagi kalangan akademisi dan berguna untuk kepentingan bersifat praktis bagi para pelaku usaha.
a) Kegunaan Teoritis
Suatu penelitian adalah merupakan suatu usaha untuk menerapkan pengetahuan akademis yang memiliki landasaran kemampuan penalaran pribadi terhadap apa yang dapat penulis terima dari masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, begitu pula
berkenaan dengan para pakar dalam bidang ilmu hukum pada umumnya dan khususnya pandangan yang ada sehubungan dengan tindak pidana aborsi.
b) Kegunaan Praktis
Dari hasil penelitian yang penulis dapat untuk penulisan skripsi ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pemerintah dalam penegakan tindak pidana aborsi.
E. Kerangka Pemikiran
Ketentuan tentang hukum aborsi di dalam hukum pidana positif Indonesia diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukun Pidana (KUHP) (Lex Generalis) dan Undang- Undang Kesehatan (Lex Spesialis). Menurut Supriyadi8, Kitab Undang-undang Hukun Pidana (KUHP) tidak membolehkan aborsi dengan alasan apapun juga dan oleh siapapun juga.9 Ketentuan ini sejalan dengan diundangkannya di zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan sekarang ini tidak pernah berubah ubah ketentuan ini berlaku umum bagi siapapun yang melakukan, bahkan bagi dokter yang melakukan dikenakan pemberatan pidana. Namun berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, apabila terdapat indikasi medis dalam keadaan darurat dan untuk
menyelamatkan jiwa ibu, maka tenaga kesehatan tertentu yang mempunyai kewenangan bertindak, dapat melakukan aborsi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kesehatan.
Meskipun bahasa yang digunakan untuk aborsi adalah samar-samar, secara umum hukum tersebut mengijinkan aborsi bila perempuan yang akan melakukan aborsi
8 Supriyadi , ”Politik Hukum Kesehatan terhadap Pengguguran Kandungan”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Ilmiah, ”Aborsi Dari kajian Ilmu Politik Hukum” (Hukum Kesehatan dan Hukum Pidana), Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana, FH-UAJY, tanggal 2 Juli 2002, hlm. 12
9 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 283, 299, 346, 348, 349, 535
mempunyai surat dokter yang mengatakan, bahwa kehamilannya membahayakan secara hukum,
Didalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan. Permasalahan aborsi memperoleh legitimasi dan
penegasan. Secara eksplisit, dalam undang-undang ini terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi, meskipun dalam praktek medis mengandung berbagai reaksi dan
menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan masyarakat. Meskipun, undang-undang melarang praktik aborsi tetapi dalam keadaan tertentu terdapat kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dituangkan dalam Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77.
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama b. Haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
c. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang d.Memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
e. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
f. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
g. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbeda dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan alasan
apapun aborsi adalah tindakan yang melanggar hukum tanpa terkecuali. Adapun bunyi dari masing-masing pasal yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang larangan aborsi adalah sebagai berikut :
Pasal 283
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umumya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka oranng yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya.
(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu,
menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang melang- gar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan.
Pasal 299
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keu tungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juruobat, pidmmya dapat ditambah sepertiga
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya, dapat dicabut haknya untuk menjalakukan pencarian itu.
Pasal 346
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diacanam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347
“Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.
Pasal 348
“Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun”.
Pasal 349
“Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan tersebut dalam pasal 346, ataupun melakukan atau membantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidan yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”.
Berdasarkan dari pasal-pasal tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) apapun alasannnya diluar medis, seorang perempuan tidak boleh melakukakan tindakan aborsi.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menyangkut tentang “Penegakan hukum dalam tindak pidana aborsi
dikaitkan dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009”. Penelitian ini membutuhkan data yang akurat baik data primer maupun data sekunder. Data tersebut diperoleh melalui prosedur sebagai berikut:
1. Objek Penelitian
Objek ini adalah mengenai penegakan hukum dalam tindak pidana aborsi dikaitkan dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Metode Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan menggunakan metode Yuridis Normatif, yang artinya Putusan Pengadilan Negeri Sumber Kabupaten Cirebon No.688/Pid.B/20/08/PN.sbr dijadikan sebagai dasar acuan dalam skripsi ini yang selanjutnya dikaji dan dianalisia lebih jauh mengenai penegakan hukum dalam tindak pidana aborsi. Dengan didukung buku-buku, Undang-undang dan refrensi lainnya yang berkaitan.
3. Jenis sumber data
Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. dan data primer.
a. Data sekunder : Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan studi kepustakaan lainnya.
b. Data primer : meninjau langsung ke instansi terkait dan kepada penegak hukum seperti di Pengadilan Negeri sumber Kabupaten Cirebon
4. Teknik pengumpulan data
a. Penelitian kepustakaan (lirary research). Data yang diperoleh dari data
kepustakaan untuk mencari konsep-konsep, teori-teori maupun pendapat-pendapat para sarjana yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan. Tujuannya yaitu untuk memperoleh data yang bersifat sekunder yang meliputi peraturan
perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana dan sumber-sumber lainnya berupa dokumentasi melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas.
b. Penelitian dilapangan (field research)
Data yang diperoleh dari studi lapangan, yatitu penulisan mengadakan penelitian secara langsung pada lokasi yang menjadi objek penelitian, sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas pada skripsi ini.
5. Teknik analisa data
Analisa data yang dipergunakan oleh penulis adalah data kualitatif yang dapat dipertanggung jawabkan atas kebenarannya berdasarkan penelitian di Pengadilan Negeri Sumber Kabupaten Cirebon No.688/Pid.B/20/08/PN.sbr
G. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam pembuatan skripsi ini adalah di Pengadilan Negeri Sumber Kabupaten Cirebon
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dan penguraian permasalahan, penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraian antara lain, Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Lokasi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ABORSI
Pembahasan dalam bab ini mengenai Pengertian Aborsi, Jenis-jenis Aborsi, Pengaturan Aborsi Menurut Hukum Positif, Pengaturan Aborsi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pengaturan Aborsi Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Aborsi dalam hukum pidana,
Penegakan hukum terhadap tindakan Abortus Provocatus Criminalis, Sanksi dalam hukum pidana terhadap pelaku Abortus Provocatus Criminalis.
BAB III TINJAUAN LAPANGAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai Peran Kepolisian Dalam Penyidikan Tindak Pidana Aborsi, Proses Penyidikan Sampai dalam kasus Abortus Provocatus Pengertian Penyidikan, Pembahasan Penyidikan dalam Abortus Provocatus Berdasarkan Studi Kasus, Putusan Pengadilan Kasus Abortus Provocatus Nomor Putusan : 688/Pid.B/2008/PN.Sbr.
BAB IV PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana Aborsi, Kendala-kendala yang Dihadapi Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Abortus Provocatus,
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan dari hasil penilitian dan saran-saran mengenai penegakan hukum abortus provocatus criminalis.