• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR TERKAIT EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA YANG MENGGUNAKAN PIHAK KETIGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR TERKAIT EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA YANG MENGGUNAKAN PIHAK KETIGA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR TERKAIT EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA YANG MENGGUNAKAN PIHAK KETIGA

Robby Christian, Sutrisno

Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur, Indonesia Email: nathanaelrobby15@gmail.com, sutrisnoupn2017@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK Diterima

27 Juni 2021

melihat banyaknya jaminan Fidusia yaitu kendaraan bermotor yang di eksekusi menggunakan pihak ketiga atau Debt Collector apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang mengakibatkan sektor perekonomian melemah membuat pihak bank/leasing selaku kreditur semakin gencar untuk menagih hutang-hutang nasabah selaku Debitur. Banyaknya angka PHK dan pailit juga merupakan faktor pendukung yang membuat debitur lalai dalam membayar cicilan kendaraan bermotor yang dijaminkan jaminan fidusia sehingga kelalaian tersebut menyebabkan kesalahpahaman antara pihak kreditur dan debitur karena kreditur menganggap bahwa debitur yang telat membayar cicilan dikatakan kredit macet. Tak terkecuali juga mengeksekusi kendaraan bermotor milik nasabah yang dijadikan Objek jaminan Fidusia. Dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia tersebut tak sedikit pihak bank/leasing yang menggunakan jasa pihak ketiga atau Debt Collector yang dimana hal tersebut masih dipertanyakan keabsahannya. maka dari itu penelitian ini akan mengungkapkan mengenai keabsahan Debt Collector sebagai pihak ketiga yang mengeksekusi objek jaminan fidusia serta penulis juga meneliti tentang perlindungan hukum bagi debitur yang kendaraan jaminan fidusia nya di eksekusi oleh bank/leasing selaku kreditur yang menggunakan jasa pihak ketiga. Penelitian memiliki tujuan yaitu untuk Untuk mengetahui tindakan eksekusi jaminan fidusia dengan menggunakan pihak ketiga memiliki keabsahan atau tidak serta Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi Debitur apabila objek jaminan fidusia di eksekusi oleh pihak ketiga. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif, lalu untuk sumber data dalam penelitian ini menggunakan kepustakaan dan wawancara.

Kata kunci:

perlindungan hukum;

eksekusi jaminan fidusia;

pihak ketiga

(2)

Pendahuluan

Semakin majunya era teknologi khususnya di bidang transportasi membuat mayoritas seluruh masyarakat di berbagai negara membutuhkan transportasi pribadi seperti mobil dan motor. Apalagi di negara Indonesia yang warga negara nya sangat bergantung pada kendaraan pribadi sebagai alat transportasi utama. Sehingga masyarakat jika ingin membeli kendaraan tidak sedikit yang menggunakan sistem angsuran atau leasing, dikarenakan berhimpitan dengan kebutuhan pokok maka mau tidak mau mayoritas masyarakat membeli kendaraan dengan leasing.

Karena memang harus diakui bahwa negara kita yaitu negara Indonesia memiliki infrastruktur yang kurang memadai khususnya di bidang transportasi umum. Mayoritas wilayah atau kota yang memiliki transportasi umum adalah kota-kota besar seperti Kota Jakarta dan Kota Surabaya saja, sedangkan kota-kota kecil, kabupaten bahkan diluar pulau jawa tidak memiliki infrastruktur transportasi umum yang memadai dan layak untuk masyarakat. Hal itulah alasan utama bagi seluruh masyarakat Indonesia lebih memilik berpegian dari tempat A ke B menggunakan kendaraan pribadi di banding menggunakan transportasi umum. malas untuk menggunakan transportasi umum dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Kebiasaan seperti itulah yang akhirnya membuat para bank berbondong-bondong menawarkan angsuran dan bunga kendaraan yang sangat ringan dan menggiurkan sehingga banyak masyarakat yang merasa di untungkan dengan adanya proses pembayaran angsuran atau cicilan melalui leasing bank.

Namun di tahun 2020 telah terjadi sebuah bencana global yang mengakibatkan seluruh sektor terganggu bahkan hancur, bencana tersebut ialah Pandemi Covid-19, yang dimana Pandemi ini menyerang seluruh bumi tak terkecuali di Negara Indonesia sehingga tentunya hal ini sangat berpengaruh ke sektor perekonomian dan daya beli masyarakat. Para pengusaha di sektor mikro maupaun makro terkena imbas dari Pandemi ini, banyak karyawan/pegawai yang di PHK dan juga banyak dari pengusaha yang gulung tikar atau mengajukan pailit. Lemahnya perekonomian membuat hampir seluruh masyarakat kesulitan dalam menjalankan prestasinya seperti membayar hutang dan membayar cicilan, tak terkecuali yang berkaitan dengan cicilan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat yang disebut Fidusia. Dikarenakan melemahnya perekonomian dan membuat para debitur/pemberi fidusia kesulitan dalam melaksanakan prestasinya seperti telat membayar cicilan membuat para bank/leasing selaku penerima fidusia berusaha untuk agar debitur dapat menunaikan prestasi tepat pada waktunya.

Dan jika prestasi tersebut tetap tidak segera dilaksanakan oleh debitur maka jalan keluar terakhir adalah eksekusi kendaraan jaminan fidusia milik debitur dan kendaraan tersebut akan di lelang seperti yang diatur dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Namun dalam pelaksanaan eksekusi kendaraan jaminan fidusia tersebut, bank atau leasing seringkali menggunakan jasa pihak ketiga atau biasa disebut Debt Collector. Padahal seharusnya yang berhak dalam mengeksekusi sebuah kendaraan yang dijadikan objek jaminan fidusia adalah eksekutor atau penerima fidusia, yang

(3)

dimana eksekutor merupakan orang dalam atau karyawan dari pihak bank atau leasing selaku penerima fidusia. Sedangkan Debt Collector merupakan pihak ketiga non- anggota/karyawan dari pihak bank/leasing selaku penerima fidusia. Sejatinya Debt Collector merupakan pihak ketiga yang khusus bertujuan untuk menagih hutang-hutang pihak nasabah atau debitur yang telat membayar atau menunggak pembayaran hutang.

Tentu saja Debt Collector selain menagih hutang debitur apakah Debt Collector selaku pihak ketiga yang disewa oleh pihak bank/leasing selaku debitur dapat mengeksekusi kendaraan milik debitur yang menjadi objek jaminan fidusia?

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul “Perlindungan Hukum Bagi Debitur Terkait Ekesekusi Jaminan Fidusia Yang Menggunakan Pihak Ketiga”.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah Normatif atau Yuridis- Normatif, yang menggunakan metode pendekatan perundang-undangan. Penelitian Normatif atau penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen dan wawancara. sumber data yang penulis gunakan adalah data sekunder yaitu wawancara dan data yang diperoleh dari buku-buku kepustakaan yang berhubungan dengan objek penelitian, Peraturan Perundang-Undangan, Keputusan Pengadilan, dan dokumen-dokumen resmi lainnya. Untuk mendapatkan data-data yang penulis butuhkan maka Penulis melakukan penelitian wawancara di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya, di tempat tersebut penulis melakukan wawancara dengan 1 responden.

Hasil dan Pembahasan

A. Keabsahan Eksekusi Jaminan Fidusia Oleh Pihak Ketiga

Tidak sedikit pemberi fidusia atau debitur yang telat membayar atau bahkan wanprestasi dalam melaksanakan pembayaran cicilan per-bulan untuk kendaraan yang dijadikan Objek jaminan fidusia, apalagi adanya pandemi yang melanda di seluruh dunia tak terkecuali di negara Indonesia sehingga berdampak besar bagi sektor keuangan dan daya beli masyarakat. Hal tersebut juga menjadi faktor debitur telat membayar dan cidera janji. Jika hal tersebut sudah terjadi biasanya pihak bank/leasing selaku kreditur akan memberikan teguran tertulis kepada nasabah selaku debitur untuk segera melunasi atau membayar tagihan pembayaran cicilan kendaraan yang telah dijaminkan jaminan fidusia. Namun jika debitur tersebut tidak kunjung memenuhi prestasi nya maka langkah selanjutnya adalah eksekusi kendaraan jaminan fidusia milik nasabah yang diatur dalam pasal 29 Undang- Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam pelaksanaan eksekusi kendaraan jaminan fidusia milik debitur di lapangan tidak sedikit bank/leasing yang menggunakan jasa pihak ketiga yaitu Debt Collector. Padahal seharusnya pihak yang berwenang melakukan eksekusi kendaraan jaminan fidusia di lapangan adalah eksekutor, eksekutor sendiri merupakan pekerja atau pegawai tetap

(4)

suatu bank/leasing. Seperti yang di jelaskan dalam pasal 29 ayat (1) Undang- Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang pada intinya berisi jika debitur selaku pemberi fidusia cidera janji, maka eksekusi objek jaminan fidusia dilakukan dengan cara:

a. Kreditur dapat melaksanakan titel eksekutorial;

b. Objek jaminan fidusia yang telah berhasil di eksekusi selanjutnya akan lelang dan hasil dari penjualan lelang tersebut akan dipakai untuk membayar piutang kreditur;

c. Penjualan dibawah tangan atas kesepakatan dua belah pihak antara debitur dan kreditur akan memperoleh harga tertinggi sehingga menguntungkan para pihak.

Pada huruf A mengatakan bahwa pelaksaan titel eksekutorial dilakukan oleh penerima fidusia yang artinya secara tidak langsung pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia harus dilakukan oleh pihak bank/leasing selaku penerima fidusia itu sendiri, namun tidak mungkin jika pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia itu dilakukan oleh CEO, manajer, atau kepala kantor cabang bank sendiri. Pastinya bank/leasing memberikan kuasa kepada pegawai bank atau leasing tersebut sebagai eksekutor.

Dan bukan menggunakan tenaga outsourcing atau pihak ketiga yaitu Debt Collector untuk melaksanakan eksekusi jaminan fidusia. Memang dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan fidusia tidak mengatur secara jelas mengenai bank/leasing selaku penerima fidusia diperbolehkan atau dilarang menggunakan pihak ketiga dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, namun hal tersebut lah yang membuat ke-legal-an pihak ketiga atau Debt Collector tidak ada dan secara tidak langsung Debt Collector tidak berwenang untuk melaksanakan eksekusi jaminan fidusia di lapangan.

Kata debt collector jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia yaitu debt artinya hutang, lalu collector artinya pemungut, pemeriksa, penagih, pengumpul. Jadi, debt collector merupakan suatu orang atau sekumpulan orang yang menjual jasa untuk menagih hutang seseorang atau lembaga yang menyewa jasa mereka. Dari istilah dan pengertian mengenai Debt Collector di atas merupakan bukti kedua bahwasanya tugas atau kewenangan Debt Collector ialah hanya sebatas menagih hutang saja seperti contoh menagih hutang kartu kredit kepada nasabah dan tidak diperuntukan untuk mengambil atau mengeksekusi benda jaminan fidusia.

Penulis telah melakukan wawancara ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surabaya dan bertatap muka langsung dengan Bpk. Erwin Herdyanto yang merupakan pengelola fasilitasi dan mediasi di BPSK Surabaya.

Beliau mengatakan bahwa eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh pihak ketiga / Debt Collector merupakan tindakan yang ilegal, adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 yang pada intinya eksekusi objek jaminan fidusia harus disertakan dengan putusan pengadilan, perwakilan dari pegawai/staff leasing tersebut, serta harus membawa surat perintah tugas dan tanda pengenal. Menurut beliau leasing yang ingin menggunakan pihak ketiga / Debt Collector boleh-boleh saja asalkan Debt Collector tersebut harus didampingi oleh

(5)

pegawai/staff yang bekerja di leasing tersebut atau dapat didampingi dengan eksekutor. Namun jika Debt Collector tersebut melakukan eksekusi objek jaminan fidusia sendiri tanpa di dampingi oleh eksekutor leasing di anggap tidak memiliki keabsahan atau ilegal.

Terdapat beberapa kasus eksekusi objek jaminan fidusia yang telah ditangani oleh BPSK Surabaya, salah satu contoh Putusan BPSK Nomor:

21/10/BPSK/IX/2020 tanggal 4 April 2020, isi dari putusan tersebut pada intinya terdapat pihak leasing yang mengeksekusi menggunakan pihak ketiga dari tangan debitur, Diketahui bahwa debitur menunggak pembayaran cicilan kendaraan selama 3 bulan sehingga kendaraan jenis mobil tersebut harus di eksekusi. Namun debitur masih merasa dapat membayar cicilan perbulan sehingga debitur menginginkan kendaraannya kembali ke tangan debitur. Lalu kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan alternatif penyelesaian sengketa jenis mediasi, sehingga dalam mediasi di butuhkan mediator atau sebagai penengah.

Alasan menurut penulis mengapa Debt Collector tidak berhak untuk mengeksekusi kendaraan jaminan fidusia antara lain:

1. Melekatnya image premanisme pada Debt Collector

Sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat bahwa image premanisme yang melekat pada seorang Debt Collector tidak bisa dihapuskan, mayoritas seorang Debt Collector memiliki perawakan yang menakutkan seperti berbadan besar dan kekar, pakaian yang kurang formal, tutur kata yang tegas dan lantang menimbulkan rasa intimidasi kepada masyarakat khususnya nasabah yang ditagih oleh Debt Collector. Hal tersebut membuat takut dan resah nasabah selaku pemberi fidusia. para Debt Collector tersebut rata-rata menggunakan penampilan fisik yang menakutkan seperti preman untuk menakut-nakuti para nasabah selaku debitur agar debitur tersebut segera melunasi, membayar, bahkan menyerahkan objek jaminan fidusia nya secara Cuma-Cuma. Padahal cara tersebut sangat mengganggu ketrentaman dan mengganggu kepentingan orang lain, apalagi hingga menyebabkan kerugian bagi pihak debitur seperti adanya intimidasi atau paksaan.

2. Tindakan semena-mena

Sudah sering kali terjadi tindakan Debt Collector yang semena-mena dan kurang sopan terhadap debitur terutama saat mengeksekusi kendaraan jaminan fidusia, tindakan eksekusi tersebut seperti bukan tindakan eksekusi benda jaminan fidusia yang sesuai aturan namun lebih ke arah perampasan dan premanisme.

Berbeda jika eksekusi dilakukan oleh eksekutor yang dimana eksekutor merupakan pegawai bank/leasing itu sendiri. Pastinya eksekutor akan menjalankan eksekusi sesuai aturan dengan menggunakan intelektual yang tinggi. Eksekutor akan menggunakan intelektual yang tinggi dalam melakukan perundingan dengan pihak debitur dan tidak menggunakan cara yang kasar dan semena-mena seperti yang dilakukan oleh mayoritas Debt Collector.

3. Tidak ada keabsahan / legalitas

(6)

tidak ada satu pun Peraturan Perundang-Undangan atau aturan yang jelas mengenai Debt Collector selaku pihak ketiga yang diberikan mandat oleh pihak bank/leasing untuk berhak dan berwenang melakukan eksekusi jaminan fidusia.

ditambah lagi dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU- XVII/2019 yang melarang Debt Collector selaku pihak ketiga mengeksekusi objek jaminan fidusia secara sendiri tanpa di hadiri oleh pihak eksekutor dari leasing dan tanpa adanya surat putusan dari pengadilan.

B. Perlindungan Hukum Bagi Debitur Terkait Eksekusi Jaminan Fidusia Oleh Pihak Ketiga

Terdapat 2 macam upaya atau tindakan perlindungan hukum antara lain tindakan preventif dan represif:

a. Tindakan Preventif

Yang pertama tentu saja tindakan preventif, tidakan atau upaya preventif itu sendiri ialah suatu bentuk tindakan atau upaya berupa pencegahan yang bertujuan untuk mencegah pelanggaran norma dan aturan. Sehingga dengan demikian tindakan preventif merupakan tindakan atau upaya yang di ambil sebelum terjadinya suatu sengketa dan pelanggaran norma.

Menurut responden Bpk. Erwin Herdyanto selaku staff BPSK Surabaya beliau mengatakan bahwa perlindungan hukum bagi debitur jika di eksekusi oleh pihak ketiga / Debt Collector terdapat perlindungan hukum preventif atau pencegahan pastinya akan membicarakan mengenai hak dan kewajiban agar mencegah debitur dan kreditur melakukan pelanggaran hak dan kewajiban masing-masing pihak. hak dan kewajiban kedua belah pihak antara nasabah selaku debitur dan bank/leasing selaku kreditur diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, nasabah selaku debitur disebut konsumen sedangkan bank/leasing disebut pelaku usaha yang melayani jasa kredit kendaraan. Hak konsumen selaku debitur diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.

Menurut penulis terkait hak-hak dan kewajiban pihak pelaku usaha dan konsumen selaku perlindungan hukum preventif yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen sudah mencakup sebagian besar hak dan kewajiban yang diperlukan oleh para pihak guna mencegah terjadinya sengketa atau perselisihan antara para pihak dikemudian hari. Dan secara garis besar hak dan kewajiban para pihak yang di atur dalam UUPK cukup efektif dalam praktik di lapangan. Hak dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang UUPK hanya berlaku bagi pihak leasing selaku pelaku usaha dan pihak nasabah selaku konsumen, namun tidak ada peraturan maupun Undang-undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban Debt Collector selaku pihak ketiga dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. di dalam hak pelaku usaha juga tidak diatur apakah boleh pelaku usaha dalam melaksanakan eksekusi atau penagihan menggunakan jasa pihak ketiga. Jadi intinya adanya

(7)

hak dan kewajiban para pihak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen cukup efektif dan diperlukan dalam praktik kehidupan sehari-hari di lapangan, namun akan lebih efektif lagi bilamana adanya aturan mengenai hak dan kewajiban secara spesifik tentang penngunaan jasa Debt Collector selaku pihak ketiga oleh leasing selaku pelaku usaha.

b. Tindakan Represif

Selanjutnya adalah tindakan atau upaya perlindungan hukum secara represif, represif ialah suatu tindakan atau upaya yang di lakukan setelah terjadinya pelanggaran norma dan aturan yang berlaku. Sehingga jika tindakan preventif untuk mencegah terjadi nya pelanggaran maka represif dilakukan setelah pelanggaran itu telah terjadi, represif juga bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelakunya dan untuk mengembalikan keadaan seperti semula jika terdapat adanya kerugian yang diderita oleh korban. Jika berbicara mengenai perlindungan hukum represif maka tentu saja akan membicarakan mengenai sanksi, ganti kerugian dan upaya hukum.

Yang pertama tentu saja adanya sanksi, sanksi diberikan kepada pihak yang telah melanggar Undang-Undang yang berlaku atau telah merugikan hak- hak pihak yang telah dirugikan. Jika memang terbukti bahwa leasing selaku kreditur telah melanggar Peraturan Perundang-undangan atau bahkan telah merugikan pihak debitur maka leasing tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha dan bahkan pencabutan izin usaha yang diatur dalam Pasal 76 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan.

Selain adanya sanksi administratif, terdapat pula sanksi berupa ganti kerugian bilamana leasing selaku kreditur telah merugikan pihak debitur yang diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berisi bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kekerasan akibat ulah pelaku usaha selaku kreditur. Bentuk ganti kerugian diatur di ayat selanjutnya yaitu di ayat (2) yang menjelaskan ganti kerugian dapat berupa penggantian barang atau jasa, pengembalian uang, perawatan kesehatan, pemberian santunan atau kompensasi.

Berikutnya adalah membahas upaya hukum apa yang akan ditempuh jika suatu pelanggaran norma terjadi dan salah satu pihak dirugikan. Terdapat 2 upaya hukum yang dapat ditempuh bilamana nasabah selaku kreditur merasa dirugikan dengan adanya eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh Debt Collector selaku pihak ketiga:

1. Jalur Non-Litigasi

Yang dimaksud jalur Non-litigasi ialah upaya hukum yang ditempuh diluar pengadilan. Badan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa ialah

(8)

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang diatur di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No.350 Tahun 2001 tentang BPSK. Nasabah selaku debitur dapat mengadukan ke BPSK di kota tempat tinggal debitur,lalu langkah selanjutnya BPSK akan memanggil para pihak yang bersangkutan yaitu pihak nasabah selaku debitur yang mengadukan sengketa dan pihak bank/leasing selaku kreditur. Kedua belah pihak tersebut dipertemukan dalam satu ruangan menyelesaikan sengketa dengan 3 cara yaitu mediasi, konsiliasi, arbitrase.

2. Jalur Litigasi

Jika jalur non-litigasi atau diluar pengadilan dengan cara mediasi, arbitrase maupun konsiliasi tidak tercapai perdamaian antara kedua belah pihak maka langkah selanjutnya menggunakan jalur litigasi atau jalur pengadilan. Tentu saja jalur pengadilan ini lebih merepotkan dan menyulitkan para pihak karena upaya hukum melalui pengadilan membutuhkan biaya yang lebih tinggi, waktu yang diperlukan sangat banyak, serta putusan pengadilan akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan satu pihak lain, tidak seperti upaya hukum non-litigasi yang putusannya adalah Win-Win Solution atau semua pihak dimenangkan. Pihak nasabah selaku kreditur yang merasa dirugikan oleh eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh Debt Collector selaku pihak ketiga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri di kota tempat tinggal penggugat. Jika para pihak telah menempuh penyelesaian sengketa di BPSK dan hasilnya nihil maka gugatan bisa langsung di proses di persidangan tanpa adanya mediasi para pihak terlebih dahulu.

Disamping hak nasabah selaku kreditur terdapat kewajiban atau prestasi yang harus di penuhi oleh nasabah yaitu membayar pembayaran cicilan kendaraan yang dijaminkan fidusia sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan. hal ini mencegah adanya tindakan yang di anggap wanprestasi dan menghindari adanya eksekusi kendaraan fidusia yang dilakukan pihak leasing/bank selaku kreditur yang menggunakan jasa pihak ketiga. Nasabah harus mengetahui kapan batas waktu pembayaran cicilan kendaraan tersebut agar tidak terjadi eksekusi jaminan fidusia. Tidak ada Peraturan Perundang- undangan yang mengatur secara spesifik mengenai batas waktu tunggakan pembayaran cicilan kendaraan bermotor yang dijaminkan fidusia, batas waktu tersebut ditentukan pada saat pembuatan perjanjian fidusia antara pemberi fidusia dan penerima fidusia yang merujuk pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak, atau batas waktu tunggakan cicilan ditentukan sendiri oleh satu pihak saja yaitu pihak bank/leasing itu sendiri yang disebut perjanjian baku.

Sebelum nasabah sekalu debitur di anggap wanprestasi, harus mengetahui terlebih dahulu tentang batas waktu tunggakan pembayaran cicilan kendaraan yang dijaminkan fidusia. Nasabah harus mengetahui kapan batas

(9)

waktu pembayaran cicilan kendaraan tersebut agar tidak terjadi eksekusi jaminan fidusia. menurut sumber terpercaya yang bekerja di salah satu perusahaan pembiayaan ternama di Indonesia mengatakan bahwa batas maksimal tunggakan pembayaran cicilan kendaraan bermotor yang dijaminkan fidusia adalah 3 bulan, jadi dalam waktu 3 bulan tersebut pihak debitur tidak kunjung membayar cicilan tersebut maka eksekusi akan dijalankan. Namun tidak semata-mata kendaraan milik nasabah langsung di eksekusi, terdapat sebuah pemberitahuan dan peringatan terlebih dahulu dari pihak bank/leasing, sehingga bank/leasing mengingatkan terlebih dahulu kepada nasabahnya mengenai pembayaran yang sudah jatuh tempo tersebut bilamana nasabah lupa membayar.

Dalam rangka pelaksanaan pemberitahuan/peringatan atas jatuh tempo nya pembayaran cicilan kendaraan baik secara tertulis maupun secara lisan dapat dilakukan oleh Debt Collector selaku pihak ketiga. Jadi Debt Collector selaku pihak ketiga dalam hal ini berwenang dalam mengingatkan bahkan menagih pembayaran kepada nasabah selaku debitur. Namun dalam hal eksekusi kendaraan jaminan fidusia Debt Collector sama sekali tidak berwenang, eksekusi hanya boleh dilakukan oleh eksekutor yang merupakan pekerja inti dari perusahaan pembiayaan tersebut.

Jika memang nasabah selaku debitur kendaraan jaminan fidusia nya di eksekusi oleh Debt Collector selaku pihak ketiga dan bahkan Debt Collector tersebut melakukan perbuatan melawan hukum bahkan debitur mengalami kerugian atas perbuatan Debt Collector tersebut maka debitur dapat mengajukan permohonan secara Non-Litigasi yaitu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau mengajukan gugatan secara Litigasi ke Pengadilan negeri yang sebelumnya sudah di bahas di sub bab sebelumnya. nasabah selaku debitur yang ingin mengajukan permohonan maupun gugatan kepada bank/leasing yang menggunakan pihak ketiga terdapat beberapa syarat antara lain:

1. Terbukti adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga

2. Perbuatan melawan hukum itu seperti adanya tindakan diskriminasi, kekerasan, pengerusakan, ancaman, kata-kata tidak pantas, perampasan, dan lain-lain.

3. Tidak adanya sertifikat fidusia saat eksekusi dilaksanakan.

4. Adanya kerugian yang dialami oleh debitur.

Jadi jika nasabah selaku debitur pemberi fidusia yang kendaraan nya dijaminkan jaminan fidusia akan di eksekusi oleh pihak bank/leasing selaku kreditur penerima fidusia harus lebih cerdik dan teliti agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan menghindari tindakan melawan hukum. Menurut penulis sendiri terdapat beberapa point yang harus diperhatikan oleh debitur selaku pemberi fidusia jika terjadi eksekusi jaminan fidusia baik di jalan raya dan dimanapun yaitu:

(10)

1. Debitur harus menolak jika kendaraan nya di eksekusi oleh pihak ketiga dan bukan eksekutor (pegawai/staff bank/leasing);

2. Debitur harus menanyakan sertifikat fidusia, jika eksekutor tidak membawa sertifikat fidusia maka bisa dipastikan eksekutor tidak berwenang untuk mengeksekusi kendaraan jaminan fidusia;

3. Menanyakan tanda pengenal pegawai/staff bank/leasing;

4. Adanya surat perintah atau pemberian mandat untuk melaksanakan eksekusi jaminan fidusia dari pihak bank/leasing kepada eksekutor.

Kesimpulan

Penggunaan jasa pihak ketiga tersebut dilakukan oleh pihak bank/leasing selaku kreditur atau penerima fidusia dengan berbagai alasan seperti mempermudah proses menagih dan mengeksekusi dari tangan pihak debitur atau pemberi fidusia. namun kemudahan yang di alami bank/leasing tersebut justru menimbulkan keresahan bahkan kerugian yang dialami oleh debitur. Karena Debt Collector dalam melaksanakan tugasnya seringkali melakukan perbuatan sewenang-wenang dan bahkan melakukan perbuatan melawan hukum. Contoh nya seperti tindakan diskriminasi, teror, intimidasi, pengerusakan. perampasan, kekerasan baik secara fisik maupun verbal. Sejauh ini Secara hukum dan aturan yang berlaku tidak ada satupun Undang-Undang yang secara jelas dan rinci mengatur tentang kewenangan Debt Collector selaku pihak ketiga untuk melaksanakan eksekusi objek jaminan fidusia.

Eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh pihak ketiga / Debt Collector merupakan tindakan yang ilegal, adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.

18/PUU-XVII/2019 yang pada intinya eksekusi objek jaminan fidusia harus disertakan dengan putusan pengadilan, perwakilan dari pegawai/staff leasing tersebut, serta harus membawa surat perintah tugas dan tanda pengenal. Menurut beliau leasing yang ingin menggunakan pihak ketiga / Debt Collector boleh-boleh saja asalkan Debt Collector tersebut harus didampingi oleh pegawai/staff yang bekerja di leasing tersebut atau dapat didampingi dengan eksekutor. Perlindungan hukum bagi debitur sendiri terdapat 2 macam yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.

Perlindungan hukum secara preventif ialah suatu bentuk tindakan atau upaya berupa pencegahan yang bertujuan untuk mencegah pelanggaran norma dan aturan. hak-hak dan kewajiban-kewajiban debitur dan kreditur diatur dala Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Berikutnya adalah perlindungan hukum represif represif ialah suatu tindakan atau upaya yang di lakukan setelah terjadinya pelanggaran norma dan aturan yang berlaku. represif bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelakunya dan untuk mengembalikan keadaan seperti semula jika terdapat adanya kerugian yang diderita oleh korban. Dalam perlindungan hukum represif ini juga terbagi menjadi dua yaitu secara litigasi atau melalui pengadilan dan non-litigasi atau tanpa melalui pengadilan. Untuk yang non-litigasi pihak nasabah selaku debitur yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) lalu penyelesaian sengketa itu sendiri dapat dilakukan secara

(11)

mediasi, arbitrase, dan konsiliasi sesuai permintaan para pihak. lalu untuk yang litigasi, pihak nasabah selaku debitur yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan atau gugatan ke pengadilan negeri.

(12)

BIBLIOGRAFI

Marzuki, Peter. (2017). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Usman, R. (2016). Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.

Witanto. (2015). Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

Referensi

Dokumen terkait

Pola arus dan sirkulasi massa air dominan mengalir dari selatan ke utara di kedua musim yang berbeda (Nia Naelul Hasanah. Pengkajian dalam penulisan tugas akhir

Stasiun 4 berada di muara sungai dan mempunyai sedimen dengan tekstur berupa lumpur berwarna hitam.Kandungan logam Ni lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain, hal ini

Dari gambar 5 dapat dijelaskan bahwa kegiatan yang dimasukkan dalam lingkup Sistem Informasi E-Office Agenda Promosi yaitu : 1 Proses input data Agenda dan Penugasan

wawancara diubah dalam bentuk transkrip sebagai penunjang dalam proses perancangan web series film dokumenter yang berhubungan dengan sejarah kopi di Indonesia, petani kopi,

Adapun tujuan yang ingin di- capai dalam penelitian ini yaitu untuk: 1) Menguji dan membuktikan secara empiris pengaruh profesionalisme terhadap kinerja Pengelola Keuangan

Hal ini berkaitan erat dengan isi naskah SPT yaitu berisi tentang kisah peperangan yang berarti dalam situasi buruk agar menjadi situasi yang lebih baik (Arif, wawancara 24

Pendapatan ini merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi

Penelitian ini sudah dibuat dengan sungguh-sungguh untuk mengikuti kaidah- kaidah penelitian ilmiah sebagaimana telah diatur dalam buku pedoman yang