FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ALIH FUNGSI LAHAN
DI BALI
TIM PENELITI :
Prof. Dr. MADE KEMBAR SRI BUDHI, Drs., M.P. Drs. I KETUT DARMA, M.Si.
GEDE ARYAWAN, SE., M.Si. I GDE WEDANA ARJAWA, SE., M.Si.
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DAFTAR ISI
2.3 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 17
2.4 Pertumbuhan Ekonomi... 18
2.4.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis ... 19
2.4.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik dan Neoklasik ... 24
2.5 Konsep Produk Domestik Regional Bruto ... 27
2.6 Pertumbuhan Penduduk ... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Data dan Metode Pemilihan Sampel ... 32
3.2 Teknik Analisa Data ... 32
3.2.1 Pendekatan/Metode Estimasi Regresi Data Panel.... 32
3.2.2 Uji Hausman... 35
3.2.3 Uji Asumsi Klasik ... 35
3.2.4 Uji Statistik... 36
3.3 Definisi Operasional Variabel... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Lahan Sawah di Bali ... 38
4.2 Perkembangan Laju Penduduk di Bali ... 39
4.3 Pertumbuhan Ekonomi Bali ... 40
4.4 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 42
4.5 Analisis Data Panel ... 43
4.5.1 Metode Common/Pooled Least Square ... 44
4.5.2 Metode Fixed Effect ... 45
4.5.4 Uji Model Estimasi ... 49
4.5.5 Hasil Estimasi Model ... 52
4.6 Pembahasan ... 54
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 58
5.2 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali Tahun 2014 ... 8
4.1 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Provinsi Bali Tahun 2014 ... 39
4.2 Mean, Median, Mode, Std. Deviaton, Minimum, Maximum Jarque-Bera dan Probability ... 42
4.3 Hasil Analisis Dengan Metode Pooled Least Squares ... 44
4.4 Hasil Analisis Dengan Fixed Effect ... 46
4.5 Hasil Analisis Denngan Metode Random Effect ... 48
4.6 Uji Chow ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. FooledModel ... 62
2. Substituted Coefficients Fooled Model ... 63
3. Fixed Effect Model ... 64
4. Substituted Coefficients Fixed Effect Model ... 65
5. Uji Chow ... 66
6. Substituted Coefficients Uji Chow ... 67
7. Random Effect ... 68
8. Substituted Coefficients Random Effect ... 69
9. Uji Hausman ... 70
ABSTRAK
Konversi lahan pertanian adalah salah satu fenomena perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian akibat dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, swata dan masyarakat itu sendiri. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif menggunakan alat analisis regresi data panel yang merupakan kombinasi antara deret waktu atau time series data dan kerat lintang atau cross section data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya alih fungsi lahan sawah di kabupaten/kota di Provinsi Bali dipengaruhi oleh jumlah penduduk, PDRB per Kapita dan share pertanian terhadap PDRB. Ternyata perkembangan jumlah penduduk yang pengaruhnya significant dengan taraf nyata 95% (α = 5%), sedang yang lainnya non significant.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat, dengan adanya proses perubahan inilah akan membawa dampak pada perubahan sektor-sektor yang terkait, karena setiap ada perubahan tentu akan membawa efek positif dan efek negatif, walaupun tujaun dari pembangunan itu sendiri berusaha menghindari efek negatifnya, karena dengan mengolah sumber daya yang terbatas. Memasuki era globalisasi diperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya pembangunan, salah satunya adalah lahan. Lahan memegang peranan yang penting sebagai lahan untuk merealisasikan pembangunan dalam hal ini adalah pembangunan fisik. Seperti diketahui, tanah tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Lahan merupakan tempat pemukiman, tempat melakukan kegiatan manusia, bahkan sesudah matipun masih memerlukan lahan. Lahan yang dimaksud adalah tanah.
Are activities). Pesatnya pembangunan yang dilaksanakan akhir-akhir ini oleh pemerintah, sangat besar pengaruhnya terhadap sektor pertanian khususnya pertanian yang beririgasi (sawah), sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Karena sektor ini banyak menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja yang tidak mempunyai skill atau tenaga kerja yang tidak diserap pada sektor lainnya, karena sektor pertanian tidak memerlukan skill (ketrampilan) yang tinggi. Besarnya potensi pertanian dapat terlihat dari pengalaman sejarah, ternyata krisis moneter dan krisis ekonomi di Indonesia dapat ditanggulangi oleh sekelompok usaha kecil baik itu di bidang industri pengolahan maupun di bidang pertanian (Suparmoko, 2002).
Sektor pertanian merupakan sektor strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja, dan penyedia pangan dalam negeri. Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilhan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan dinamika gerak langkah pembangunan serta pertumbuhan jumlah penduduk, eksistensi lahan mulai terusik. Salah satu permasalahan yang cukup terkait dengan keberadaan tanaman padi adalah makin maraknya alih fungsi lahan pertanian kepenggunaan lainnyan seperti pembangunan pemukiman penduduk, industri, pertokoan, dan pariwisata dan yang lainnya.
kawasan lahan dari fungsinya semula misalnya pertanian beririgasi (sawah) menjadi fungsi non pertanian. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Alih fungsi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan bahwa alih fungsi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah, seperti misalnya dengan perkembangan jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta intensitas pembangunan yang berkembang dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Di mana lahan pertanian produktif akan dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan, fasilitas penunjang pariwisata seperti hotel, villa, home stay, dan lain-lain. Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian atau industri.
Pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang sangat serius karena bersaing dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, indusrialisasi dan pembanguan infrastruktur publik. Hal ini yang telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Faktor-faktor yang menentukan konversi lahan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, dan peraturan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah, maupun oleh pemerintah pusatkhususnya yang terkait dengan pertanahan. Penelitian Syafa’at et al. (2001), pada sentra produksi padi utama di
faktor ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian, adalah (1) nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.
penyedia lapangan kerja, dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka. ”Berbagai data menunjukkan bahwa di
beberapa negara yang sedang berkembang lebih 75 persen dari penduduk berada di sektor pertanian dan lebih 50 persen dari pendapatan nasional dihasilkan dari sektor pertanian serta hampir seluruh ekspornya merupakan bahan pertanian”
(Ario, 2010 dalam Adhi Yudha Bhaskara, dkk).
Kebijakan pemerintah menyangkut pertanian ternyata sebagian besarnya tidak berpihak pada sektor pertanian itu sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Lahan pertanian menjadi korban untuk memenuhi kebutuhan akan permukiman dan industri yang tidak bertanggung jawab. Alih fungsi lahan pertanian merupakan konsekuensi dari akibat meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta pembangunan yang lainnya. Alih fungsi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun alih fungsi lahan pada kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi diatas lahan pertanian yang masih produktif. Lahan pertanian dapat memberikan banyak manfaat seperti dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun, jika alih fungsi lahan pertanian produktif dibiarkan saja dan tidak dikendalikan maka sudah tentu akan berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri, mengingat begitu penting dan bermanfaatnya lahan pertanian bagi masyarakat itu sendiri.
dan lahan-lahan pertanian produktif beralih fungsi hal ini disebabkan oleh pesatnya pembangunan khususnya pembangnan kepariwisataan dan meningkatnya tingkat kesejahteraan orang-orang Bali, karrena perkembangan kepariwisataan itulah maka diperlukan akomodasi penunjang pariwisata Bali. Alih fungsi lahan di Bali tidak dapat dihindari di tengah besarnya permintaan akan rumah, fasilitas kepariwisataan, perkembangan perekonomian dan lain-lainya. Para investor baik investor domestik maupun asing sudah merambah ke pelosok-pelosok Bali, di lain pihak pertanian secara alamiah masih sangat dibutuhkan untuk menopang kehidupan dan kelangsungan ekosistem masyarakat Bali. Hal ini sepertinya tidak hanya berlaku pada masa lampau, melainkan juga masa sekarang dan yang akan datang. Sebagai sektor kehidupan pertanian hampir dikatakan mutlak dibutuhkan oleh keseluruhan kehidupan dan masyarakat Bali, karena pertanian merupakan salah komponen yang mendukung budaya Bali, itu berarti akan ada yang hilang budaya Bali.
dikendalikan. Pertanian bagi Bali tidak hanya sebagai sumber pangan dan penyerap tenaga kerja, tetapi juga sumber budaya. Selain itu subak sebagai bagian dari pertanian bali sudah di jadikan warisan budaya dunia, yang sudah sepatutnya kita jaga dan lestarikan keberadaanya di tengah maraknya alih fungsi lahan yang terjadi.
Tabel. 1.1
Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali Tahun 2014
Kabupaten Jml Penduduk Perkiraan r
2013 2014 2015
(1) (2) (3) (5) (4)
Jembrana 301.806 304.207 306.641 0,008 Tabanan 447.314 450.875 454.482 0,008 Badung 455.037 460.275 465.338 0,011 Gianyar 457.994 462.064 466.223 0,009 Klungkung 206.739 209.395 212.117 0,013 Bangli 256.846 258.390 259.940 0,006 Karangasem 532.903 539.022 544.951 0,011 Buleleng 796.168 802.726 809.148 0,008 Denpasar 607.324 612.803 618.318 0,009 Jumlah 4.062.131 4.099.757 4.136.655 0,009 Sumber : Data SIAK Kemendagri Tahun 2014
tahun 2014 meningkat menjadi Rp. 29,67 juta (Berita Resmi Statistik, No. 13/02/51/Th. IX, 5 Februari 2015). Walaupun terjadi alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian, pertumbuhan perekonomian Bali tetap positif. Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2014 tumbuh 6,72 persen lebih tinggi dibanding tahun 2013 sebesar 6,69 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 12,43 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa yang mengalami pertumbuhan sebesar 19,49 persen.
1.2 Rumusan Masalah
terutama penyediaan sarana dan sarananya, ini akan memerlukan lahan. Berdasarkan berbagai kenyataan dan permasalahan di atas maka rumusan masalah di dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana laju alih fungsi lahan di Provinsi Bali?
2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hasil uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah.
1) Mengkaji laju alih fungsi lahan pertanian di Provinsi Bali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Daya Lahan
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi. Setiap manusia melakukan aktivitas maka sumber daya alam sangat penting, tanpa adanya sumber daya alam maka manusia tidak bias melakukan aktivitas. Sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).
bumi. Ilmu ekonomi juga sering merujuk lahan bersama-sama dengan tenaga kerja, modal dan pengelolaan sebagai empat faktor produksi dasar. Dalam pengertian ini, lahan diartikan sebagai sumber daya alami yang digunakan dalam proses produksi dalam menghasilkan pangan, serat, bahan bangunan, bahan tambang atau bahan mentah yang diperlukan dalam kehidupan modern (Didi Rukmana, http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/ 123456789 /4009/ Babpersen 208persen20Sumberpersen20Dayapersen20Lahan.pdf?sequence=1,
diakses 16-9-2015).
disebut sebagai intrinsic values atau manfaat bawaan. Berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi dari pemilik lahan pertanian termasuk dalam kategori ini. Menurut Utomo dkk. (1992, dalam Agung Hadi Hidayat dkk., 2012), menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua fungsi dasar, yakni sebagai berikut.
1) Fungsi kegiatan budaya adalah suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan seperti permukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi, dan lain-lain.
2) Faktor lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya
tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secara keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Di lain pihak, permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita (Rustiadi, 2001 dalam Siswanto, 2006).
2.2 Alih Fungsi Lahan
Sejalan dengan perubahan struktur perekonomian yang merupakan ciri
perkembangan suatu negara atau daerah, kebutuhan lahan untuk kegiatan non
pertanian semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kecenderungan
tersebut menyebabkan terjadinya alih fungsi (konversi) lahan pertanian sulit untuk
dihindari dengan kata lain setiap tahunnya pasti terjadi konversi lahan. Luas
konversi lahan tersebut setiap tahunnya akan semakin besar karena konversi lahan
pertanian umumnya menular. Dengan kata lain, sekali konversi lahan terjadi di
suatu lokasi maka luas lahan yang akan dikonversi di lokasi tersebut akan semakin
besar akibat konversi lahan ikutan yang terjadi di lokasi sekitarnya, di samping itu
pula tenaga manusia (petani) sudah sangat jarang mengolah lahannya secara
professional, karena lahan yang reltif sedikit (petani gurem), sehingga lebih
banyak biaya yang dikeluarkan bila dibandingkan dengan hasil yang mereka
dapatkan di sektor pertanian dan banyak generasi muda yang tidak lagi benerja di
sektor pertanian. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu
penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti
dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda
(Wahyunto et al., 2001, dalam Siswanto, 2006).
Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan
baik, disamping itu pula tingkat kesejahteraan masyarakat mengalami perubahan,
dengan perubahan tingkat kesejahteraan tersebut menyebabkan penduduk akan
membuat rumah/pemukiman baru, ini berari memerlukan lahan untuk
membangunnya dan pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi
juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh,
meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat
rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi lahan. Grubler (1998)
dalam Siswanto (2006), mengatakan ada tiga hal bagaimana teknologi
mempengaruhi pola penggunaan lahan. Pertama, perubahan teknologi telah
membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas
lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja. Kedua, perubahan teknologi
transportasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja, memberikan peluang dalam
meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan. Ketiga, teknologi transportasi dapat
meningkatkan aksesibilitas pada suatu daerah. Para ahli berpendapat bahwa
perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan
keinginan manusia. Menurut McNeill et al., (1998) dalam Siswanto (2006),
faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik,
ekonomi, demografi, dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang
dilakukan oleh pengambil keputusan yang mempengaruhi terhadap pola
2.3 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu indikator yang sangat penting dalam menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara adaah pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi mengandung makna yang berbeda. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh sistem kelembagaan. Adapun pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP atau GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). Pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB atau PDRB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama periode tertentu (satu tahun).
perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006).
2.4 Pertumbuhan Ekonomi
penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.
Secara umum teori pertumbuhan ekonomi menurut para ahli dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu teori pertumbuhan ekonomi historis dan teori pertumbuhan ekonomi klasik dan neoklasik (http://ceptt094.blogspot.co.id/2013/07/teori-pertumbuhan-ekonomi-menurut-para.html).
2.4.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis
Aliran historis berkembang di Jerman dan kemunculannya merupakan reaksi terhadap pandangan kaum klasik yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat dengan revolusi industri, sedangkan aliran historis menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dilakukan secara bertahap. Pelopor aliran historis, antara lain Frederich List, Karl Bucher, Bruno Hildebrand, Wegner Sombart, dan W.W. Rostow.
1) Teori pertumbuhan ekonomi Frederich list (1789 - 1846)
Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi menurut frederich list adalah tingkat-tingkat yang dikenal dengan sebutan Stuffen theorien (teori tangga). Menurut Friendrich List, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi empat tahap, sebagai berikut.
a) Masa berburu dan mengembara. Pada masa ini manusia belum memenuhi kebutuhan hidupnya sangat mengantungkan diri pada pemberian alam dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri
c) Masa bertani dan kerajinan. Pada masa ini manusia sudah hidup menetap sambil memelihara tanaman yang mereka tanam kerajinan hanya mengajar usaha sampingan.
d) Masa kerajinan, industri, dan perdagangan. Pada masa ini kerajinan bukan sebagai usaha sampingan melainkan sebagai kebutuhan untuk dijual ke pasar, sehingga industri berkembang dari industri kerajinan menjadi industri besar.
2) Teori pertumbuhan ekonomi Karl Bucher (1847 - 1930)
Pada tahap Perekonomian menurut Karu Bucher ini dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu sebagai berikut.
a) Rumah tangga tertutup b) Rumah tangga kota c) Rumah tangga bangsa d) Rumah tangga dunia
3) Teori pertumbuhan ekonomi Bruno Hildebrand
Bruno Hildebrand melihat pertumbuhan ekonomi masyarakat dari perkembangan alat tukar-menukarnya, yaitu sebagai berikut.
a) masa tukar-menukar secara barter b) masa tukar-menukar dengan uang c) masa tukar-menukar dengan kredit
4) Teori pertumbuhan ekonomi Werner sombart (1863 - 1947)
a) Masa perekonomian tertutup. Pada masa ini, semua kegiatan manusia hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu atau masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen sehingga tidak terjadi pertukaran barang atau jasa. Adapu yang menjadi ciri khusus pada masa pererokonomian ini yaitu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan sendiri, setiap individu sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen, dan belum ada pertukaran barang dan jasa
b) Masa kerajinan dan pertukangan. Pada masa ini, kebutuhan manusia semakin meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif akibat perkembangan peradaban. Peningkatan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi sendiri sehingga diperlukan pembagian kerja yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Pembagian kerja ini menimbulkan pertukaran barang dan jasa. Pertukaran barang dan jasa pada masa ini belum didasari oleh tujuan untuk mencari keuntungan, namun semata-mata untuk saling memenuhi kebutuhan. Masa kerajinan dan pertukangan memiliki beberapa ciri-ciri seperti; Meningkatnya kebutuhan manusia, adanya pembagian tugas sesuai dengan keahlian, timbulnya pertukaran barang dan jasa, dan pertukaran belum didasari profit motive
yaitu tingkat prakapitalis, tingkat kapitalis, tingkat kapitalisme raya, tingkat kapitalisme akhir. Berikut penjelasan lebih rincinya.
(1) Tingkat prakapitalis, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti kehidupan masyarakat masih statis, bersifat kekeluargaan, bertumpu pada sektor pertanian, bekerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dan hidup secara berkelompok.
(2) Tingkat kapitalis, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti kehidupan masyarakat sudah dinamis, bersifat individual, adanya pembagian pekerjaan, dan terjadi pertukaran untuk mencari keuntungan.
(3) Tingkat kapitalisme raya, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti usahanya semata-mata mencari keuntungan, munculnya kaum kapitalis yang memiliki alat produksi, produksi dilakukan secara masal dengan alat modern, perdagangan mengarah kepada ke persaingan monopoli, serta dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu majikan dan buruh. (4) Tingkat kapitalisme akhir, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti
munculnya aliran sosialisme, adanya campur tangan pemerintah dalam ekonomi, dan mengutamakan kepentingan bersama.
5) Teori pertumbuhan ekonomi Walt Whitmen Rostow (1916 - 1979)
W.W. Rostow mengungkapkan teori pertumbuhan ekonomi dalam bukunya yang bejudul The Stages of Economic Growth menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian dibagi menjadi 5 (lima), sebagai berikut.
yang terbatas, belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi modern, serta terdapat suatu batas tingkat output per kapita yang dapat dicapai.
b) Masyarakat pra kondisi untuk periode lepas landas (the preconditions for take off), merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi dimana masyarakat sedang berada dalam proses transisi dan sudah mulai penerapan ilmu pengetahuan modern ke dalam fungsi-fungsi produksi baru, baik di bidang pertanian maupun di bidang industri.
c) Periode lepas landas (the take off), merupakan interval waktu yang diperlukan untuk mendobrak penghalang-penghalang pada pertumbuhan yang berkelanjutan, kekuatan-kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi diperluas, tingkat investasi yang efektif dan tingkat produksi dapat meningkat, investasi efektif serta tabungan yang bersifat produktif meningkat atau lebih dari jumlah pendapatan nasional, dan Industri-industri baru berkembang dengan cepat dan industri yang sudah ada mengalami ekspansi dengan cepat.
perekonomian menunjukkkan kapasitas bergerak melampau kekuatan industri pada masa take off dengan penerapan teknologi modern.
e) Tingkat konsumsi tinggi (high mass consumption), sektor-sektor industri merupakan sektor yang memimpin (leading sector) bergerak ke arah produksi barang-barang konsumsi tahan lama dan jasa-jasa, pendapatan riil per kapita selalu meningkat sehingga sebagian besar masyarakat mencapai tingkat konsumsi yang melampaui kebutuhan bahan pangan dasar, sandang, dan pangan, kesempatan kerja penuh sehingga pendapata nasional tinggi, dan pendapatan nasional yang tinggi dapat memenuhi tingkat konsumsi tinggi
2.4.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik dan Neoklasik 2.4.2.1Teori pertumbuhan ekonomi klasik
Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada 4 (empat) faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok
barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang
digunakan. Dalam teori pertumbuhan mereka, dimisalkan luas tanah dan kekayaan
alam adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami perubahan.
Berdasarkan kepada teori pertumbuhan ekonomi klasik yang baru menjelaskan
bahwa perkaitan di antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori
tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori pertumbuhan klasik dapat
dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah
semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan
mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marjinal akan mulai mengalami
penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita
menjadi semakin lambat pertumbuhannya.
2.4.2.2Teori pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith
“An Inquiry into the nature and causes of the wealth of the nation”,
teorinya yang dibuat dengan teori the invisible hands (teori tangan-tangan tidak
kelihatan). Teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith ditandai oleh 2 (dua) faktor
yang saling berkaitan, yaitu pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output
total. Sedangkan pertumbuhan output yang akan dicapai dipengaruhi oleh 3 (tiga)
komponen, berikut ini sumber-sumber alam, tenaga kerja (pertumbuhan
penduduk, dan jumlah persediaan.
2.4.2.3Teori pertumbuhan ekonomi David Ricardo dan T.R Malthus
Menurut David Ricardo faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar
hingga menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga
kerja melimpah. Pendapat Ricardo ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Thomas Robert Malthus, menyatakan bahwa makanan (hasil produksi) akan
bertambah menurut deret hitung (satu, dua, dan seterusnya). Sedangkan penduduk
akan bertambah menurut deret ukur (satu, dua, empat , delapan, enam belas, dan
seterusnya) sehingga pada saat perekonomian akan berada pada taraf subisten atau
2.4.2.4 Teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik
Teori pertumbuhan Neoklasik melihat dari sudut pandang yang berbeda,
yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh
Abramovits dan Solow pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan
faktor-faktor produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan
persamaan, sebagai berikut. ΔY = f (ΔK, ΔL, ΔT)
Dimana :
ΔY adalah tingkat pertumbuhan ekonomi ΔK adalah tingkat pertumbuhan modal ΔL adalah tingkat pertumbuhan penduduk Δt adalah tingkat pertumbuhan teknologi
Analisis Solow selanjutnya membentuk formula matematik untuk
persamaan itu dan seterusnya membuat pembuktian secara kajian empiris untuk
menunjukkan kesimpulan berikut: faktor terpenting yang mewujudkan
pertumbuhan ekonomi bukanlah pertambahan modal dan pertambahan tenaga
kerja. Faktor yang paling penting adalah kemajuan teknologi dan pertambahan
kemahiran dan kepakaran tenaga kerja.
1) Teori pertumbuhan ekonomi Robert Sollow. Rober Sollow lahir pada tahun
1950 di Brookyn, ia seorang peraih nobel di bidang dibidang ilmu ekonomi
pada tahun 1987. Robert Sollow menekankan perhatiannya pada pertumbuhan
out put yang akan terjadi atas hasil kerja dua faktor input utama. Yaitu modal
2) Teori pertumbuhan ekonomi Harrod dan Domar. RF. Harrod dan Evsey
Domar tahun 1947 pertumbhan ekonomi menurut Harrod dan domar akan
terjadi apabila ada peningkatan produktivitas modal (MEC) dan produktivitas
tenaga kerja.
3) Teori pertumbuhan ekonomi Joseph Schumpeter. Menurut J. Schumpeter,
pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh adanya proses
inovasi-inovasi (penemuan-penemuan baru di bidang teknologi produksi) yang
dilakukan oleh para pengusaha. Tanpa adanya inovasi, tidak ada pertumbuhan
ekonomi.
2.5 Konsep Produk Domestik Regional Bruto
1) Pendapatan Regional Pendapatan regional netto adalah produk domestik
regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar
ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar
diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk di daerah tersebut.
2) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Produk Domestik Regional Bruto
merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh
unit-unit produksi yang beropersasi pada suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar
harga berlaku. Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan
unit-unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang dinilai
dengan harga tahun yang bersangkutan.
3) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, Harga konstan artinya produk didasarkan
atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut
tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Pada perhitungan atas dasar harga
konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau
sektoral.
4) Pendapatan perkapita Pendapatan perkapita merupakan gambaran dari
rata-rata pendapatan yang digunakan secara langsung sebagai ukuran tingkat
pemerataan pendapatan. Adanya peningkatan perekonomian dengan
melambatnya perkembangan pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan PDRB perkapita. PDRB perkapita diterima oleh setiap
penduduk selama satu tahun disuatu wilayah atau daerah. PDRB perkapita
dapat digunakan sebagai salah satu indikator kemakmuran, walaupun ukuran
ini belum dapat diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan penduduk
pertengahan tahun bersangkutan. Jadi besarnya PDRB perkapita tersebut
sangat dipengaruhi oleh kedua variabel di atas. Dengan disajikannya PDRB
perkapita seluruh daerah kabupaten/ kota maupun antara satu tahun dengan
2.6 Pertumbuhan Penduduk
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian di dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat, terutama di Negara-negara dunia ke tiga (berkembang), tingginya pertumbuhan penduduk sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Di beberapa belahan di dunia telah terjadi kemiskinan dan kekurangan pangan. Fenomena ini menggelisahkan para ahli, dan masing-masing dari mereka berusaha mencari faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Umumnya para ahli dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari penganut aliran Malthusian. Aliran Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, dan aliran Neo Malthusian dipelopori oleh Garreth Hardin dan Paul Ehrlich. Thomas Robert Malthus, seseorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Speculation of Mr. Godwin,
M. Condorcet, and Other Writers, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini (Mantra, 2003).
pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus, sebagai berikut … Human species would increase as the number 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, and the substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of subsistance as 236 to 9; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years the difference would be almost incalculable. Untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu preventive checks, dan positive checks. Preventive checks, ialah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu moral restraint dan vice. Moral restraint (pengekangan diri), yaitu segala usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice merupakan pengurangan kelahiran, seperti pengguguran kandungan, penggunaan alat-alat kontrasepsi, homoseksual, promiscuity, adultery. Bagi Malthus, moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling penting, sedangkan penggunaan alat-alat kontrasepsi belum dapat diterimanya (Mantra, 2003).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Data dan Metode Pemilihan Sampel
Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder atau data runtun waktu (time series). Data diperoleh dari BPS Kabupaten/Kota dan BPS Provinsi Bali selama 5 tahun terakhir. Semua data yang diperoleh merupakan data tahunan dari masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Kurun waktu tersebut dipilih dengan pertimbangan keterbatasan sumber data dan keterbatasan waktu yang tersedia. Sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali.
3.2 Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisis panel data atau pooled data. Analisis dengan menggunakan panel data merupakan kombinasi antara deret waktu atau time series data dan kerat lintang atau cross section data. Menurut Gujarati (2003), untuk menggambarkan data panel secara singkat, misalkan pada data cross section, nilai dari satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu. Keunggulan menggunakan data panel menurut Hsiao (2003) dibandingkan dengan time series dan cross section, adalah sebagai berikut. 1) Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam setiap
2) Data panel lebih informatif, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien.
3) Studi dengan data panel memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section.
4) Data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section.
5) Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih komplek. 6) Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu
atau perusahaan karena unit data lebih banyak
3.2.1 Pendekatan/Metode Estimasi Regresi Data Panel
Ada tiga macam pendekatan di dalam analisis model data panel, yaitu pendekatan common effect, efek tetap atau fixed effect dan pendekatan efek acak atau random effect.
1) Pendekatan common effect, yaitu menggabungkan data croos-section dengan time series dan destimasi dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square).
Yit = αo + βi Xit + eit
Keterangan: i = 1,2...n t = 1,2...t
2) Pendekatan efek tetap (fixed effect)
Prosedur data panel memiliki beberapa kesulitan, di antaranya adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka dan dummy variabel supaya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik cross section maupun time series dapat terjadi. Pendekatan dengan menggunakan dummy ini terkenal dengan nama model efek atau fixed effect atau LeastSquare Dummy Variable (LSDV).
Yit = αi + αi Dit + βi Xit + uit
Keterangan: i = 1,2...n t = 1,2...t
n = Jumlah cross section t = Jumlah periode waktu e = Variabel penganggu
3) Pendekatan efek acak (Random effect)
Yit = αi + αi Dit + βi Xit + ɛit ɛit = ui + vi + wit
Keterangan:
ui = komponen cross section error vi = komponen time series error Wit = komponen kombinasi error
3.2.2 Uji Hausman
Pengujian ini dilakukan untuk menguji metode yang paling baik digunakan, apakah fixed effect atau random effect. Uji menggunakan indikator statistik Chi square hitung yang untuk selanjutnya dibandingkan dengan chi square tabel untuk mengetahui apakah hipotesis null ditolak atau tidak ditolak. Dimana hipotesis null dari uji ini adalah tidak adanya hubungan antara error yang ada dalam model dengan variabel independen, atau statistik Uji Hausman ini mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan degree of freedom sebanyak k, dimana k adalah jumlah variabel independen. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah model Fixed Effect sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Random Effect
3.2.3 Uji Asumsi Klasik
dampak dengan lebih baik dimana hal ini tidak bisa dilakukan dengan metode cross section maupun time series.
Panel data memungkinkan mempelajari lebih kompleks mengenai perilaku yang ada dalam model sehingga pengujian data panel tidak memerlukan uji asumsi klasik. Dengan keunggulan regresi data panel maka implikasinya tidak harus dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam model data panel (Verbeek, 2000; Aulia, 2004; Wibisono, 2005; Gujarati, 2006; dalam Shochrul R, Ajija, dkk. 2011).
3.2.4 Uji Statistik
Uji ini digunakan untuk pengujian signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (uji t) dan Uji F digunakan untuk menguji signifikansi dari semua variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh variabel bebas secara bersama-sama. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian dua arah dalam tingkat signifikansi = α dan derajat kebebasan (degree of freedom, df) = n-k, dimana n menunjukkan jumlah observasi dan k menunjukkan jumlah parameter termasuk konstanta.
3.3 Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variable independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).
a) Jumlah Penduduk (X1), adalah jumlah penduduk adalah jumlah manusia yang bertempat tinggal/berdomisili pada suatu wilayah atau daerah dalam penelitian kabupaten/kota di Provinsi Bali, memiliki mata pencaharian tetap di daerah itu, serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku di daerah tersebut (dalam jiwa).
b) Share Pertanian Terhadap PDRB (X2), adalah perbandingan produksi sektor pertanian dengan total PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali (dalam persen).
c) PDRB Perkapita (X3), adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di kabupaten/kota di Provinsi Bali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Lahan Sawah di Bali
Tahun 2013 dari total luas lahan Provinsi Bali yang digunakan untuk lahan sawah mencapai 81.165 ha (14,40 persen). Dibandingkan dengan luas lahan sawah tahun 2012 yang mencapai 81.625 ha, berarti mengalami penurunan seluas 460 ha (0,56 persen). Sebagian besar luas lahan sawah di Bali terdapat di Kabupaten Tabanan yang merupakan “lumbung padinya” Bali. Luas lahan sawah
4.2 Perkembangan Laju Penduduk di Bali
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 diperoleh informasi bahwa kepadatan penduduk di Provinsi Bali pada tahun 2014 mencapai 727,63 orang/km2. Ini berarti bahwa dalam setiap kilometer persegi wilayah di Provinsi Bali dihuni dengan penduduk kurang lebih sebanyak 728 orang. Jika dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, ternyata Kota Denpasar memiliki rasio kepadatan penduduk yang paling tinggi, yaitu sebesar 4.942,76 orang/km2 disusul masing-masing oleh Kabupaten Badung dan Gianyar masing-masing 1.095,66 dan 1.255,61 orang/km2, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Jembrana sebesar 361,38 orang/ km2, tingginya kepadatan penduduk di Kota Denpasar, Badung dan Gianyar tidak terlepas dari aktivitas kegiatan ekonomi di tiga Kabupaten dan Kota tersebut, disamping sebagai pusat Kota dan aktivitas sektor pariwisata, sehingga memicu terjadinya urbanisasi penduduk
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Provinsi Bali Tahun 2014
Kabupaten Luas Penduduk Rasio
Kepadatan
Karangasem 840 539.022 642,04
Buleleng 1.366 802.726 587,70
Denpasar 124 612.803 4,942,76
Total Luas 5.634 4.099.757 727,63
Angka pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali dari tahun 2013 hingga tahun 2014 sebesar 0,9persen, Jika diamati per Kabupaten/Kota, pertumbuhan penduduk tertinggi tahun 2013-2014 terjadi di Kabupaten Klungkung, yaitu sebesar 1,3persen disusul kabupaten Karangasem dan Badung sebesar 1,1persen. Dengan pertumbuhan diperkirakan 0,9persen pertanun maka jumlah penduduk Bali tahun 2015 diperkirakan berjumlah 4.136.655 jiwa.
4.3 Pertumbuhan Ekonomi Bali
Pada tahun 2014, perekonomian Bali mampu tumbuh sebesar 6,18 persen, dibanding tahun sebelumnya, pertumbuhan kali ini tercatat lebih cepat karena pada tahun sebelumnya ekonomi Bali mampu tumbuh sebesar 6,05 persen. Walaupun pertumbuhan Bali tidak mencapai target yang sebesar 6,71 persen namun pertumbuhan ekonomi Bali ini jauh di atas level nasional yang hanya mampu tumbuh 5,02 persen selama Tahun 2014.
komunikasi tumbuh 6,37 persen. Total nilai tambah yang tercipta (PDRB nominal/atas dasar harga berlaku) di Bali pada tahun 2014 telah mencapai Rp 106,25 trilyun atau naik 12,37 persen dari tahun sebelumnya yang senilai Rp 94,56 trilyun.
Sebagaimana diketahui, PDRB nominal masih merupakan nilai tambah yang dipengaruhi oleh perubahan harga. Sehingga untuk melihat nilai tambah secara riil (perkembangan produksi barang dan jasa secara riil) ditentukan dengan nilai tambah atau PDRB riil/atas dasar harga konstan, yang pada tahun 2014 nilainya telah mencapai Rp 36,94 trilyun atau naik 6,18 persen dari tahun sebelumnya senilai Rp 34,79 trilyun.
Bila dilihat struktur ekonomi Bali, masih didominasi sektor tersier, karena sektor jasa memberi peran terbesar dalam pembentukan total nilai tambah yang paling besar. Secara rinci, pada tahun 2014 kontribusi sektor pertanian sebesar 16,45 persen; sektor pertambangan dan penggalian 0,75 persen; sektor industri pengolahan 8,68 persen; sektor listrik, gas dan air bersih 2,18 persen; sektor bangunan 4,85 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 30,14 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi 14,28 persen; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 6,86 persen; serta sektor jasa-jasa 15,80 persen. Atau jika dikelompokkan, sumbangan sektor primer mencapai 17,20 persen, sektor sekunder mencapai 15,72 persen dan sektor tersier sebesar 67,08 persen.
mencapai Rp 25,9 juta perkapita/tahun atau meningkat 11,04 persen jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai Rp.23,31 juta perkapita/tahun. Peningkatan PDRB perkapita penduduk Bali dalam setahun terakhir ini setidaknya mencerminkan bahwa secara rata-rata produktivitas per orang dalam menciptakan nilai tambah mengalami peningkatan cukup berarti. Pertumbuhan PDRB perkapita mengindikasikan bagaimana produktivitas dicapai dengan pemanfaatan teknologi, kapital dan tenaga kerja, sehingga menjadi lebih efektif dan bernilai ekonomis.
4.4 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Statistik diskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum dari variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series dan data cross section Kabupaten/Kota di Provinsi Bali berupa Luas Lahan Sawah (Y), Jumlah Penduduk (X1), PDRB per Kapita (X2), dan Share Pertanian Terhadap PDRB (X3) tahun 2010-2013.
Tabel 4.2
Mean, Median, Mode, Std. Deviaton, Minimum, Maximum Jarque-Bera dan Probability Mean 9.053,944 44.2634,2 17.172.150 22,27722 Median 7.155,500 42.6450,0 15.629.180 26,73000 Maximum 2.2455,00 84.6200,0 35.633.410 33,67000 Minimum 2.506,000 17.2100,0 10.431.597 6,110000 Std. Dev. 6.148,017 20.0654,1 5.954.641. 9,597106 Jarque-Bera 5,306696 1,730118 23,49273 4,946520 Probability 0.070415 0.421027 0.000008 0.084310
Cross sections 9 9 9 9 Sumber : Data diolah
Berdasarkan Tabel 4.2, memberikan gambaran bahwa untuk data jumlah penduduk tidak berdistribusi normal dilihat dari nilai probability Jarque-Bera sebesar 0,421 lebih besar dari nilai α = 10 persen (tingkat kepercayaan 95 persen),
ini berarti terjadi ketimpangan yang sangat besar (standar deviasi) relatif besar bila dibandingkan dengan variabel lainnya, sehingga dapat disimpulakan penyebaran penduduk di Kabupaten/Kota diprovinsi Bali adalah tidak merata.
4.5 Analisis Data Panel
Sebelum melakukan analisis data panel secara keseluruhan, terlebih dahulu dilakukan pengujian statistik untuk menentukan metode pendekatan apa yang akan dipakai. Dari ketiga pendekatan yang ada penggunaan pendekatan Pooled Least Square dirasakan kurang sesuai dengan tujuan digunakannya data panel. Oleh karena itu dalam penelitian ini hanya mempertimbangkan penggunaan pendekatan efek tetap dan efek acak saja. Untuk memutuskan apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect maka digunakan uji Haussman.
4.5.1 Metode Common/Pooled Least Square
Metode Common Effect adalah metode yang hanya menggabungkan data tanpa melihat perbedaan antar waktu dan individu, diasumsikan bahwa perilaku
data antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali sama dalam berbagai kurun waktu.
Hasil perhitungan dengan menggunakan program eviews 6, maka output dari
regresi menggunakan metode Common Effect (pooled least square), adalah sebagai berikut.
Tabel. 4.3
Hasil Analisis Dengan Metode Pooled Least Squares Dependent Variable: Y?
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -21.82507 4.729008 -4.615149 0.0001 Sum squared resid 1.526838 Schwarz criterion 0.075726 Log likelihood 5.803976 Hannan-Quinn criter. -0.038811 F-statistic 12.44098 Durbin-Watson stat 0.131705 Prob(F-statistic) 0.000015
Berdasarkan hasil regresi menggunakan metode Common Effect di atas
dapat disimpulkan, variabel independen (t-test probability) yang terlihat signifikan
yaitu Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2), dan sha re Pertanin terhadap
PDRB (X3). Hasil R2 (Adjusted R-squared) sebesar 0,4951 atau 49,51 persen
yang berarti Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2), dan share Pertanin
terhadap PDRB (X3) mampu menjelaskan Y (Luas Lahan Sawah), sedangkan
sisanya 40,49 persen dijelaskan oleh faktor lain.
4.5.2 Metode Fixed Effect
Metode Fixed Effect adalah metode yang mengestimasi data panel dengan
menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.
Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dan antar waktu. Hasil perhitungan dengan
menggunakan program eviews 6, maka output dari regresi menggunakan metode
Tabel 4.4
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7.881739 1.710448 4.607998 0.0001 Sum squared resid 0.000863 Schwarz criterion -6.606390 Log likelihood 140.4161 Hannan-Quinn criter. -6.949999 F-statistic 8361.478 Durbin-Watson stat 3.362146 Prob(F-statistic) 0.000000
Berdasarkan hasil regresi menggunakan metode Fixed Effect di atas dapat
disimpulkan variabel independen (t-test probability) yang terlihat signifikan yaitu
Jumlah Penduduk (X1), sedangkan PDRB Per Kapita (X2) dan share Pertanin
terhadap PDRB (X3) adalah non significant. Hasil R2 (Adjusted R-squared)
sebesar 0,9996 atau 99,96persen yang berarti Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per
Kapita (X2), dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) mampu menjelaskan Y
(Luas Lahan Sawah), sedangkan sisanya 0,04 persen dijelaskan oleh faktor lain.
4.5.3 Metode Random Effect
Metode Random Effect adalah metode yang akan mengestimasi data panel
di mana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar
individu. Hasil perhitungan dengan menggunakan program eviews 6, maka output
Tabel 4.5
Hasil Analisis Denngan Metode Random Effect
Dependent Variable: Y?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 09/30/15 Time: 06:51
Sample: 2010 2013 Included observations: 4 Cross-sections included: 9
Total pool (balanced) observations: 36
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 5.741500 1.477821 3.885111 0.0005
Cross-section random 0.242286 0.9994
Idiosyncratic random 0.005996 0.0006
Weighted Statistics
R-squared 0.106130 Mean dependent var 0.047714
Adjusted R-squared 0.022330 S.D. dependent var 0.006924
S.E. of regression 0.006846 Sum squared resid 0.001500
F-statistic 1.266465 Durbin-Watson stat 1.937526
Prob(F-statistic) 0.302425
Unweighted Statistics
R-squared -0.143900 Mean dependent var 3.856324
Sum squared resid 3.783625 Durbin-Watson stat 0.000768
Berdasarkan hasil regresi menggunakan metode Random Effect di atas dapat disimpulkan variabel independen (t-test probability). Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2) dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) semuanya non significant. Hasil R2 (Adjusted R-squared) sebesar 0,0223 atau 2,23persen yang berarti Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2), dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) mampu menjelaskan Y (Luas Lahan Sawah), sedangkan sisanya 97,77persen dijelaskan oleh faktor lain.
4.5.4 Uji Model Estimasi
Tabel 4.6
Cross-section F 5305.502503 (8,24) 0.0000
Cross-section Chi-square 269.224300 8 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -21.82507 4.729008 -4.615149 0.0001 Sum squared resid 1.526838 Schwarz criterion 0.075726 Log likelihood 5.803976 Hannan-Quinn criter. -0.038811 F-statistic 12.44098 Durbin-Watson stat 0.131705 Prob(F-statistic) 0.000015
Sumber : Hasil Analisis (2015)
metode Fixed Effect atau metode Random Effect, yaitu dengan melakukan Uji Hausman. Berikut adalah Tabel 4.7, yang menunjukkan hasil Uji Hausman.
Tabel 4.7 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: DATA_P
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 12.712841 3 0.0053
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
X1? -0.623051 -0.249373 0.026847 0.0226 X2? -0.040400 -0.049552 0.000226 0.5422 X3? -0.191330 -0.102401 0.001265 0.0124 Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: Y?
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7.881739 1.710448 4.607998 0.0001 Sum squared resid 0.000863 Schwarz criterion -6.606390 Log likelihood 140.4161 Hannan-Quinn criter. -6.949999 F-statistic 8361.478 Durbin-Watson stat 3.362146 Prob(F-statistic) 0.000000
Berdasarkan Tabel 4.7 hasil Uji Hausman menunjukkan bahwa Chi-square hitung < Chi-square tabel 12.712841 > 7.814728 maka H0 diterima dan H1 ditolak, serta p-value (Prob.) signifikan, yaitu 0,0053 (kurang dari 5persen), sehingga metode yang akan digunakan untuk mengestimasi model adalah metode Fixed Effect.
4.5.5 Hasil Estimasi Model
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2) dan share Pertanian terhadap PDRB (X3), maka model penelitian yang akan diestimasi, adalah sebagai berikut.
Model pada penelitian tersebut akan diestimasi menggunakan 4 tahun waktu observasi, yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Model estimasi yang digunakan adalah data panel dengan menggunakan metode fixed Effect (FE). Penggunaan pendekatan fixed Effect didasarkan pada hasil Uji Chow dan Uji Hausman yang menunjukkan bahwa metode fixed Effect lebih tepat digunakan dalam penelitian ini. Hasil estimasi dengan menggunakan perangkat lunak EViews 6.0 diperoleh persamaan hasil regresi sebagai berikut:
t (-2,09) (-0,89) (-1,49) Sig.(prob.) (0,04) (0,38) (0,15)
Fh = 8361,478
Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa apabila masing-masing variable (Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2) dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) mengalami perubahan masing-masing sebesar 1 persen maka
1) Peningkatan Jumlah Penduduk (X1) sebesar 1persen akan mengurangi luas lahan persawahan (Y) sebesar 0,6231persen apabila nilai variabel independen lainnya dianggap konstan
2) Peningkatan PDRB Per Kapita (X2) sebesar 1persen akan mengurangi luas lahan persawahan (Y) sebesar 0,0404persen apabila nilai variabel independen lainnya dianggap konstan
3) Peningkatan share Pertanin terhadap PDRB (X3) sebesar 1persen akan mengurangi luas lahan persawahan (Y) sebesar 0,1913persen apabila nilai variabel independen lainnya dianggap konstan
secara parsial hanya Jumlah Penduduk (X1) yang significant dan PDRB Per Kapita (X2), dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) nonsignificant.
4.6 Pembahasan
Alih fungsi lahan merupakan beralihnya fungsi penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.Alih fungsi lahan tersebut secara langsung mengurangi jumlah lahan pertanian yang ada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Apalagi di Bali perkembangan pariwisata yang semakin berkembang akan mendorong penduduk dari berbagai daerah bahkan dunia menuju ke Bali untuk bekerja baik untuk bekerja di sektor pariwisata maupun sektor yang ada kaitannya pada sektor pariwisata, sehingga dengan demikian perlu dukungan sarana dan prasarana, terutama pemukiman. Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29 persen luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 8 (delapan ) kabupaten, 1 (satu) kota, 55 kecamatan, dan 701 desa/kelurahan, sedangkan jumlah penduduknya tahun 2014 berdasar data regrestrasi dari SIAK Depdagri sebanyak 4.099.757 jiwa dengan laju pertumbuhannya sebesar 0,9 persen pertahun, walaupun laju pertumbuhan penduduk relative kecil namun kalau dilihat dari luasnya dan tingkat kepadatan penduduk di Bali tahun 2015 sebesar 736,7 jiwa per Km2 (http://bali.bps.go.id).
kepadatan penduduk Jumlah penduduk Propinsi Bali menurut sensus penduduk tahun 2000 adalah 3.146.999 yang tersebar di 9 kabupaten dan kota. Empat sensus sebelumnya mencatat jumlah penduduk Bali berturut-turut sebagai berikut: pada sensus 1995 adalah 2.904.828 orang, pada sensus 1971 turun menjadi 2.120.091 orang, sensus 1980 mencatat 2.469.930 orang dan sensus 1990 meningkat menjadi 2.777.356 orang.benar- benar dapat dikatan mengalami peningkatan. bila kita tinjau ternyata peningkatan tersebut disebabkan oleh pendatang dalam negeri yang menetap di Bali untuk berbisnis, bahkan banyak juga pandatang dari luar negeri yang menetap di Bali karena merasa nyaman. Para imigran tersebut sebagian besar sudah mengganti KTP mereka menjadi KTP Denpasar atau kabupaten yang mereka tempati. Bukan hanya imigran dalam negeri yang melaksanakan hal tersebut bahkan para imigran luar negeri juga turut membuat KTP Denpasar atau kabupaten yang mereka tempati sementara dan memperpanjang paspornya. Hal tersebut menjadi suatu masalah mengenai kepadatan penduduk yang diakibatkan migrasi yang tidak terkendali. Masyarakat dan Pemerintah Bali pun cenderung waspada menangkap masalah tersebut, agar nantinya tidak menganggu keamanan Provinsi Bali.
Meningkatnya PDRB per kapita merupakan salah satu indikator
meningkatnya kesejahteraan rakyat. Dengan semakin meningkatnya kesejahteraan
manusia, mereka cenderung untuk meningkatkan pula kualitas tinggalnya yang
seringkali membutuhkan tambahan lahan untuk perumahan. Disamping itu
peningkatan kesejahteraan juga akan mendorong pembangunan
lahan. Kebutuhan lahan tersebut cenderung di ambil dari lahan yang masih
produktif, walaupun dalam analisis hasil penelitian pengaruhnya masih non
significant, tetapi sudah ada indikasi kearah berkurang lahan pertanian sawah, bila
dilihat dari tanda dari koefisiennya yang menunjukan negatif, ada kemungkinan
dimasa-masa mendatang hal tersebut bisa menjadi significant, seperti halnya
jumlah penduduk yang pengaruhnya significant, hal yang sama juga terjadi pada
variabel share pertanian terhadap PDRB yang menunjukan koefisien arahnya
negative, tapi non significant. Adanya alih fungsi lahan memang secara mikro
mengurangi jumlah produksi padi para petani akan tetapi secara keseluruhan alih
fungsi lahan tersebut yang belum menimbulkan kerawanan pangan di Bali, seperti
daerah lainnya di Indonesia, tapi masa-masa mendatang hal tersebut bisa akan
terjadi. Dengan adanya alih fungsi lahan pada saat sekarang ini memberikan
dampak yang belum serius terhadap kerawanan pangan, namun jika semakin
banyak alih fungsilahan ke sektor non pertanian akan mengakibatkan rendahnya
ketahanan pangan.
Alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran-pengangguran baru
di sektor pertanian, hal ini dikarenakan pada waktu terjadi alih fungsilahan ke
sektor non pertanian maka sebagian orang akan kehilangan matapencaharian baru.
Sementara sektor lain belum tentu dapat menerimanya karena kurangnya keahlian
yang ada. Jumlah angka kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor pertanian
mungkin dapat bertambah karena adanya alih fungsi lahan. Ini terjadi karena
mereka secara otomatis juga akan hilang. Kerawanan pangan wilayah adalah
kondisi dimana pada wilayah tersebutsebagian rumah tangga penduduknya tidak
dapat memenuhi 70 persen kecukupan energi dan protein untuk pertumbuhan
fisiologis normal. Wilayah yang berkecukupan pangan mempunyai potensi rumah
tangga penduduknya rawan pangan.Istilah kerawanan pangan tidak berarti terjadi
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan terjadi secara berlebihan sudah
tentu akan berdampak negatif bagi masa depan pertanian, khususnya lahan
pertanian sawah. Luas lahan pertanian produktif yang beralih fungsi terus
bertambah dan tak terkendali, yang akan mengakibatkan terjadi penurunan
produksi pangan dan mengancam ketahanan pangan dan kedaulatan pangan,
sedangkan kebutuhan pangan penduduk semakin besar karena adanya
pertumbuhan penduduk yang juga semakin besar. Maka akan terjadi ketimpangan
antara alat pemuas kebutuhan dengan kebutuhan yang semakin meningkat, hal ini
dibuktikan dengan pengaruh jumlah penduduk sangat signifikan terhadap luas
lahan pertanian sawah, walaupun PDRB perkapita yang merupakan cerminan dari
tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum dan share pertanian terhadap
PDRB, belum mempunyai pengaruh yang signifikan, tapi sudah ada tanda-tanda
ke arah signifikan dilihat dari slope dan dari koefisiennya negatif, yang berarti
peningakatan PDRB perkapita akan menyebabkan terjadi penurunan potensi luas
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari penulisan paper ini, adalah sebagai berikut.
1) Pemerintah agar lebih serius dalam menanggapi permasalahan terkait dengan alih fungsi lahan, khusus lahan pertanian (sawah) utamanya dalam menetepkan suatu kebijakan dan aturan perundang-undangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan dan kedaulatan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Teori Pertumbuhan ekonomi Menurut para Ahli, http://ceptt094.blogspot.co.id /2013/07/teori-pertumbuhan-ekonomi-menurut-para.html, diakses 21-9-2015
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE.
Bhaskara, Adhi Yudha, dkk. 2015. Pengaruh transformasi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit terhadap tingkat kesejahteraan petani di kecamatan babulu kabupaten penajam paser utara provinsi kalimantan timur Online diakses http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/ artikelF17F5FB6B64E2FA8AC869AB49C2986AA.pdf diakses 9-9-2015).
Gujarati dan Porter. 2009. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat. Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Hariyanto, Bambang. 2005. Sistem Manajemen Basis Data: Pemodelan,
Perancangan, dan Terapannya. Bandung: Informatika.
Hidayat, Agung Hadi; Hanafie, Usamah; Septiana, Nurmelati. 2012. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani di Kelurahan Landasan Ulin Barat Kecamatan Liang Anggang Kota Banjarbaru. Jurnal Agribisnis Perdesaan, Volume 02, Nomor 02 Juni 2012, hal. 98.
Hsiao, C. 2003. Analysis of Data Panel. 2th Edition, West Nyack, NY, USA: Cambridge University Press.
http://bali.bps.go.id
http://bali.bps.go.id/webbeta/website/brs_ind/brs_pdrb_02_2015.pdf
Jufri. Sumber daya alam oneline http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._
Mantra, Ida Bagus. 2003. Demografi Umum. Edisi ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mather, A.S. 1986. Land Use. New York: Longman Group U.K. Limited, 86p. Nasution, Zulkarimen. 2007. Komunikasi Pembangunan (Pengenalan Teori dan
Penerapannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Puspasari, Anneke. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus Desa Kondangjaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang) Online diakses. http://repository.ipb.ac.id/handle/ 123456789/58101 17-9-2015.
Rukmana, Didik. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/4009/ Bab%208%20 Sumber %20 Daya%20Lahan.pdf?sequence=1 (diakses, 19-9-2015).
Shochrul R, Ajija, dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai EVIEWS. Jakarta: Salemba Empat.
Siswanto. 2006. Evaluasi sumber daya alam, Penerbit UPN Press Jl. Raya Rungkut Madya Gununganyar Surabaya 60294 oneline http://eprints.upnjatim.ac.id/2402/1/EVALUASI_SBD_LAHAN.pdf, diakses 17-9-2015
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan Dasar Kebijakan. Cetakan Ketiga, Jakarta: Kencana.
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Syafa’at, N., W. Sudana, N. Ilham, H. Supriyadi dan R. Hendayana. 2001. Kajian Penyebab Penurunan Produksi Padi Tahun 2001 di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian: Analisis Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian Respon terhadap Issu Aktual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor: Badan Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia.
Witjaksono, R. 1996. Alih Fungsi Lahan: Suatu Tinjauan Sosiologis. Dalam Prosiding Lokakarya “Persaingan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya
Lahan dan Air”: Dampaknya terhadap Keberlanjutan Swasembada
Lampiran 1