• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM VENDOR MANAGED INVENTORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM VENDOR MANAGED INVENTORY"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM

VENDOR MANAGED INVENTORY

Disusun oleh : Ihwan Hamdala

NRP : 2509203007

Dibimbing oleh:

Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng., PhD

(2)

Latar Belakang -1

Saat ini persaingan bukan terbatas pada persaingan antar perusahaan atau merk, namun persaingan sudah menuju ke arah persaingan rantai pasok

Untuk meningkatkan kinerja rantai pasok diperlukan koordinasi Salah bentuk koordinasi antara anggota dalam rantai pasok adalah Vendor Managed Inventory (VMI)

Dalam sistem VMI suplier atau vendor mempunyai kewenangan untuk mengelola inventori dari unit barang yang telah sepakati (Cetinkaya dan Lee, 2000)

VMI mengintegrasikan operasi antara suplier dan pembeli dengan

sharing informasi dan business process reengineering , sehingga suplier memiliki informasi penjualan dan inventori pembeli (Yao et al, 2007) Keuntungan VMI:

Berkurangnya distorsi informasi /bullwhip effect, stockout, level inventori dan biaya simpan(Cetinkaya et al, 2000), menurunkan harga jual produk dan meningkatkan order fill rate (De Toni dan Zamolo , 2005)

(3)

Latar Belakang -2

Salah satu strategi yang digunakan untuk penghematan biaya pada pengelolaan inventori multi item adalah joint replenishment

Kebijakan joint replenishment dibagi 2 (Nielson dan Larsen ,2005) 1. Periodic review , contoh : kebijakan periodic replenishment (R, T) 2. Continous review, contoh : kebijakan can order (s, c, S)

Nielson dan Larsen (2005) berpendapat bahwa permasalahan joint replenishment bisa diintrepetasikan sebagai permasalahan produk tunggal pada multi lokasi atau multi retail, dimana ada sebuah sumber atau gudang mensuplai produk tunggal ke multi lokasi atau multi retail

Penelitian yang berkaitan dengan kebijakan can order seringkali hanya membahas dalam perspektif satu eselon rantai pasok atau pihak

pembeli saja

(4)

Permasalahan

Bagaimana mengembangkan model kebijakan can order pada rantai pasok yang terdiri dari satu vendor dan multi retail pada sistem Vendor Managed Inventory (VMI) dengan mempertimbangkan adanya biaya shortage dan lead time replenishment pada retail serta

dipertimbangkan tiap retail mempunyai rata - rata permintaan yang berbeda

Tujuan Penelitian

Menghasilkan model kebijakan replenishment can order pada rantai pasok yang terdiri satu vendor dan multi retail dengan mempertimbangkan adanya biaya shortage dan lead time replenishment pada retail, dengan kebijakan can order diterapkan pada pihak retail

Memperoleh pemahaman tentang perilaku model dengan melihat pengaruh perubahan parameter – parameter

terhadap perilaku model.

(5)

Ruang Lingkup Penelitian

Batasan

Struktur rantai pasok yang

diamati terdiri dari satu vendor dan multi retail

Vendor mensuplai produk tunggal ke retail dan vendor mendapatkan suplai produk dari pemanufaktur.

Tidak dipertimbangkan

kapasitas penyimpanan pada vendor dan retail maupun kapasitas alat transportasi

Asumsi

Permintaan pada tiap retail bersifat random, independen dan merupakan renewal process untuk kasus

permintaan poisson

Lead time replenishment vendor bernilai nol sedangkan lead time replenishment retail bernilai konstan

Lead time replenishment retail lebih kecil dibandingkan siklus

replenishment yang dimilikinya.

Untuk kebijakan replenishment inventori, vendor menerapkan kebijakan continous review (s, S) sedangkan tiap retail menerapkan

(6)

Posisi penelitian ini terhadap penelitian - penelitian sebelumnya

Forsberg (1995)

Forsberg (1997)

Schultz dan Johansen

(1999)

Cetinkaya dan Lee

(2000)

Melchiors (2002)

Johansen dan Melchiors

(2003)

Li dan Liu (2006)

Yao et al (2007)

Qinglong et al (2008)

Tsai et al (2009)

1 Satu eselon v v v v

2 Dua eselon v v v v v v v

3 Pembeli/retail tunggal v v v v v v

4 Multi pembeli/retail v v v v v

5 Suplier/vendor/gudang tunggal v v v v v v v

6 Single item/produk v v v v v v v

7 Multi item/produk v v v v

8 Permintaan deterministik v

9 Permintaan probabilistik/stokastik v v v v v v v v v v

rata - rata permintaan sama v v

rata - rata permintaan berbeda v v v

rata - rata permintaan sama

rata - rata permintaan berbeda v v v v

12 Kebijakan inventori pembeli/retail can order atau (s, c, S ) v v v v v v

13 Kebijakan inventori vendor/suplier (s, S ) v v v

nol v v v

konstan v v v v v v v v

nol v v v v v

konstan v v

16 Biaya shortage/backorder v v v v v v v v

17 Vendor Managed Inventori (VMI) v v v v

No Karakteristik penelitian

Penelitian - peneltian sebelumnya

Posisi penelitian

ini

10 Permintaan tiap pembeli/retail

11 Permintaan tiap item/produk

14 Lead time pembeli/retail

15 Lead time suplier/vendor/warehouse

(7)

Metodologi Penelitian

(8)

Skema Pengembangan Model

Penelitian ini mengacu pada model dasar yang diajukan oleh Qinglong et al (2008).

Model dasar

Rantai pasok dengan satu vendor - multi retail

Pada kenyataanya:

- Lead time replenishment tidak selalu nol - Ada kemungkinan adanya shortage - Rata-rata permintaan antara retail satu dengan yang lainnya belum tentu sama Model rantai pasok dengan:

- Lead time replenishment vendor dan retail keduanya bernilai nol

- Tidak diijinkan adanya shortage - Rata - rata permintaan tiap retail sama

Rencana penelitian:

Mengembangkan model rantai pasok antara satu vendor dan multi retail dengan:

- Lead time replenishment vendor nol - Lead time replenishment retail konstan - Dijinkan adanya shortage pada retail

- Rata-rata permintaan antara retail satu dengan yang lainnya tidak sama

(9)

Indeks Model

k nomor retail, dimana k = 1, 2,..., m

Parameter Model

m banyaknya retail, dimana k = 1, 2,..., m

AR biaya tetap replenishment inventori vendor ($ / replenishment) cR biaya pengadaan per unit yang ditanggung vendor ($ /unit) AD biaya tetap pengiriman dari vendor ke retail ($ / pengiriman) cD biaya pengiriman per unit dari vendor ke retail ($ / unit)

hV biaya simpan vendor per unit per unit waktu ($ / minggu) hR biaya simpan untuk tiap retail per unit per unit waktu ($ / minggu)

CSh biaya shortage pada retail ($ / unit)

λk rata – rata permintaan pada retail k (unit / minggu) L Lead time replenishment tiap retail (minggu)

(10)

Fungsi Tujuan

Mencari ekspektasi long-run average cost sistem per siklus replenishment yang minimum

Dimana:

Siklus replenishment vendor dijadikan acuan untuk menghitung ekspektasi long-run average cost per siklus replenishment

• Total biaya pada sistem terdiri dari ekspektasi biaya

replenishment, biaya pengiriman, biaya simpan vendor, biaya simpan retail dan biaya shortage

Pada vendor : order-up-to-level (Q)

Pada tiap retail k : must order level (s

(k)

), can order level (c

(k)

) dan order-up-to-level (S

(k)

)

Variabel Keputusan

(11)

Proses inventori retail

Selang waktu antara pre-dispatch dan post dispatch sama dengan lead time retail

• Sehingga proses inventori pada retail k mengikuti persamaan:

Dimana adalah permintaan selama lead time pada siklus pengiriman ke n

Interval waktu pengiriman vendor ke retail

Dimana : akumulasi permintaan retail k pada interval

(12)

Kebijakan inventori vendor

• Misalkan : posisi inventori awal vendor dan : posisi inventori akhir vendor pada siklus pengiriman ke n. Maka :

Pada saat akan melakukan pengiriman ke n dengan titik waktu Tn(0) maka vendor akan mengecek level inventori yang dimilikinya, jika Z(n)= jumlah order vendor , maka:

Kemudian level inventori vendor setelah pengiriman ke n adalah

Misalkan Dn = jumlah pengiriman vendor ke retail saat pengiriman ke n, maka:

Jumlah pengiriman vendor ke retail

(13)

Formulasi tujuan

Min C(Q, s(k),c(k),S(k))

Dimana k = 1, 2,....m dan xkmax adalah rata-rata permintaan retail k selama lead time ditambah dengan safety stock

Panjang replenishment per siklus

K adalah variabel random yang menunjukkan jumlah pengiriman per siklus replenishment

Ekspektasi panjang siklus replenishment adalah penjumlahan interval waktu pengiriman sebanyak K, selanjutnya diperoleh persamaan:

(14)

Biaya replenishment vendor per siklus

Biaya replenishment per siklus = biaya tetap replenishment + total biaya pengadaan unit produk

• Ekspektasi jumlah order = ekspektasi akumulasi permintaan retail sebanyak K pengiriman selama siklus replenishment vendor

Dan diperoleh biaya replenishment vendor adalah

Biaya pengiriman per siklus replenishment

Biaya pengiriman per siklus replenishment = (biaya tetap pengiriman + total biaya pengiriman unit produk) x E[jumlah pengiriman per

siklus replenishment]

(15)

Biaya simpan vendor per siklus replenishment

• Setiap terjadi pengiriman ke retail maka inventori vendor akan berkurang secara bertahap sesuai dengan jumlah yang

dikirimkannya ke retail

H(Q) = ekspektasi inventori rata- rata vendor per siklus replenishment

(16)

Biaya simpan retail per siklus replenishment

Inventori retail k mengikuti persamaan.

• Dimana dan adalah

akumulasi permintaan pada retail k selama satu siklus pengiriman ke n

HR(k) = ekspektasi rata-rata inventori pada retail k per siklus pengiriman

(17)

Biaya shortage pada retail - 1

Dengan diketahuinya ekspektasi shortage (ES) untuk distribusi normal, maka ES selama lead time untuk permintaan distribusi poisson dengan pendekatan distribusi normal bisa diperoleh.

Penurunan ES mengikuti penurunan ES yang sudah ada pada Chopra dan Meindl (2001), dan diperoleh

Dimana fs(.) adalah probability density function, Fs(.) adalah cumulative

distribution function dari distribusi normal standar dan ss adalah safety stock

Safety stock (ss) pada permintaan yang terdistribusi poisson mengikuti formula perhitungan pada Dervitsiotis (1981)

Reorder point atau must order level merupakan permintaan maksimum selama lead time (xmax)

(18)

Biaya shortage pada retail - 2

Ekspektasi biaya shortage per siklus replenishment = biaya kekurangan (CSh) x E [jumlah shortage] x E [jumlah pengiriman]

Dalam model ada sejumlah m retail, maka ekspektasi biaya shortage untuk semua retail k dengan k = 1, 2...m adalah

Ekspektasi long-run average cost sistem per siklus replenishment

E [long-run average cost sistem per siklus replenishment] = (E[biaya

replenishment vendor] + E[biaya pengiriman] + E[biaya simpan vendor] + E[biaya simpan retail] + E[biaya shortage]) / E[panjang replenishment per siklus]

(19)

Contoh Numerik (1)

Parameter input yang digunakan sama mengacu pada Qinglong et al (2008) dengan menambahkan biaya shortage (Csh) berupa backorder dan lead time replenishment (L)pada tiap retail.

• Parameter input pada vendor

• Parameter input pada retail

Parameter vendor Nilai

biaya tetap replenishment (AR) $ 125/replenishment Biaya pengadaan per unit (cR) 0

Biaya tetap pengiriman (AD) $ 50/pengiriman Biaya pengiriman per unit (cD) 0

Biaya simpan vendor (hV) $ 7/per unit/minggu

Parameter retail Nilai

Biaya simpan tiap retail (hR) $ 8/per unit/minggu Biaya shortage tiap retail (Csh) $ 50/unit backorder Rata - rata permintaan retail 1 (λ1) 2 unit/minggu Rata - rata permintaan retail 2 (λ2) 1,5 unit/minggu Rata - rata permintaan retail 3 (λ ) 1 unit/minggu

(20)

Solusi Hasil Pengembangan Model Rantai Pasok dengan Kebijakan Persediaan Standar dan Can order

• Pencarian solusi pengembangan model menggunakan simulasi yang dirancang dengan bahasa pemrograman Visual Basic dengan menggunakan database pada Microsoft Access (data base untuk input data).

Sistem continous review pada model persediaan didekati dengan peninjauan persediaan secara diskrit, dimana tiap minggu

dilakukan peninjauan persediaan sebanyak 100 kali.

• Panjang periode simulasi dilakukan selama 156 minggu atau 3 tahun

• Diagaram alir pencarian solusi untuk model kebijakan standar dan can order sebagai berikut.

(21)

Hasil simulasi kebijakan standar vs kebijakan can order

Nilai parameter kebijakan standar vs can order

Perbandingan biaya rantai pasok antara kebijakan standar dengan kebijakan can order

Vendor/retail Kebijakan standar (0,Q; s(k),S(k))

Kebijakan can order (0,Q; s(k),c(k),S(k))

Vendor 0, 11 0, 0

Retail 1 4, 8 4, 8, 10

Retail 2 3, 7 3, 7, 9

Retail 3 2, 5 2, 5, 6

Retail 4 1, 4 1, 2, 4

Biaya Standar

($)

Can order

($) Penghematan Biaya replenishment vendor 6,375 8,500 -33%

Biaya pengiriman vendor 9,800 3,400 65%

Biaya simpan vendor 5,985 0 100%

TC vendor 22,160 11,900 46%

Biaya simpan retail 1 5,641 7,429 -32%

Biaya simpan retail 2 5,055 7,364 -46%

Biaya Standar

($)

Can order

($) Penghematan

Biaya backorder retail 1 100 0 100%

Biaya backorder retail 2 250 50 80%

Biaya backorder retail 3 200 50 75%

Biaya backorder retail 4 200 50 75%

TC retail 1 5,741 7,429 -29%

TC retail 2 5,305 7,414 -40%

TC retail 3 4,105 5,383 -31%

(22)

Analisis Perbandingan Model Kebijakan Standar dengan Kebijakan Can Order -1

Dengan kebijakan can order, biaya pengiriman vendor mengalami penurunan sebesar 65% karena volume tiap pengiriman vendor lebih besar jika dibandingkan dengan volume tiap pengiriman pada kebijakan standar dan berdampak pada frekuensi pengiriman lebih sedikit sehingga biaya pengiriman turun.

Dengan kebijakan can order lebih menguntungkan bagi rantai pasok agar vendor tidak mempunyai persediaan. Vendor

melakukan replenishment segera pada saat mengetahui ada retail yang sudah waktunya dikirimi produk sehingga biaya simpan

vendor turun sebesar 100% karena vendor tidak menanggung biaya simpan.

Terjadi kenaikan biaya replenishment vendor karena dengan periode simulasi yang sama, siklus replenishment vendor bertambah dari 51 siklus menjadi 68 siklus sehingga biaya replenishment yang ditanggung vendor naik

(23)

Analisis Perbandingan Model Kebijakan Standar dengan Kebijakan Can Order -2

Penerapan kebijakan can order menyebabkan kenaikan biaya simpan pada tiap retail, meskipun di sisi lain juga menyebabkan turunnya biaya backorder.

Naiknya order-up-to-level pada retail dan adanya variabel level can order menyebabkan persediaan retail lebih besar jika dibandingkan persediaan ketika menerapkan kebijakan standar.

Dengan kebijakan can order, retail bersedia menerima pengiriman produk dari vendor meskipun persediaanya belum mencapai must order level sehingga persediaan retail meningkat, kondisi demikian menyebabkan frekuensi backorder pada retail semakin kecil.

(24)

Pengaruh Lead Time Replenishment Retail

0 10,000 20,000 30,000 40,000

0 0.5 1 1.5 2

L

Biaya

TC rantai pasok

TC vendor

TC gabungan retail

0,5 x 1 x 1,5 x 2 x

L = 0,5 L = 1 L = 1,5 L = 2

Vendor (0, Q ) 0, 0 0, 0 0, 0 0, 0

Retail 1 (s(1),c(1),S(1)) 3, 7, 10 4, 8, 10 5, 10, 12 7, 10, 11 Retail 2 (s(2),c(2),S(2)) 2, 6, 7 3, 7, 9 4, 8, 9 5, 7, 8 Retail 3 (s(3),c(3),S(3)) 2, 5, 6 2, 5, 6 3, 6, 7 4, 6, 7 Retail 4 (s(4),c(4),S(4)) 1, 3, 4 1, 2, 4 2, 4, 5 2, 3 ,4 Parameter kebijakan

0,5 x 1 x 1,5 x 2 x

L = 0,5 L = 1 L = 1,5 L = 2

TC vendor 11,375 11,900 11,250 15,275

TC gabungan retail 23,898 23,590 25,810 21,791

Biaya

(25)

Pengaruh Rata – Rata Permintaan Retail

25

40,000 50,000

0,5 x 1 x 1,5 x 2 x

16%

20%

ranta

0,5 x 1 x 1,5 x 2 x

0,5 x 1 x 1,5 x 2 x

λ1=1; λ2=0,75;

λ3=0,5; λ4=0,25

λ1=2; λ2=1,5;

λ3=1; λ4=0,5

λ1=3; λ2=2,25;

λ3=1,5; λ4=0,75

λ1=4; λ2=3; λ3=2;

λ4=1

Vendor (0, Q ) 0, 0 0, 0 0, 0 0, 0

Retail 1 (s(1),c(1),S(1)) 2, 5, 8 4, 8, 10 5, 11,13 7, 13, 15 Retail 2 (s(2),c(2),S(2)) 2, 5 ,8 3, 7, 9 4, 9,10 5, 11, 13 Retail 3 (s(3),c(3),S(3)) 1, 3, 6 2, 5, 6 3, 7, 9 4, 8, 10 Retail 4 (s(4),c(4),S(4)) 1, 3, 4 1, 2, 4 2, 4, 6 2, 6, 6 Parameter kebijakan

0,5 x 1 x 1,5 x 2 x

λ1=1; λ2=0,75;

λ3=0,5; λ4=0,25

λ1=2; λ2=1,5;

λ3=1; λ4=0,5

λ1=3; λ2=2,25;

λ3=1,5; λ4=0,75

λ1=4; λ2=3; λ3=2;

λ4=1

TC vendor 6,000 11,900 14,225 16,500

TC gabungan retail 20,898 23,590 28,875 32,905

TC rantai pasok 26,898 35,490 43,100 49,405

Biaya

(26)

Kesimpulan (1)

Pada penelitian ini telah dikembangkan model kebijakan can order pada vendor tunggal dengan multi retail dengan

mempertimbangkan adanya lead time replenishment dan biaya shortage berupa backorder pada retail.

Dengan mempertimbangkan adanya lead time replenishment pada retail maka :

Retail mempunyai probabilitas mengalami shortage selama lead time, sehingga biaya shortage berupa biaya backorder

diperhitungkan sebagai komponen biaya rantai pasok.

Dengan adanya lead time replenishment pada retail maka ada penambahan satu variabel keputusan pada tiap retail k yaitu must order level (s(k)), dimana must order level (s(k)) merupakan rata – rata permintaan retail k selama lead time ditambah dengan safety stock.

(27)

Kesimpulan (2)

Model kebijakan persediaan can order menghasilkan biaya rantai pasok yang lebih kecil dibandingkan dengan model kebijakan standar. Penurunan biaya tetap pengiriman vendor memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan biaya rantai pasok.

Penurunan biaya tetap pengiriman vendor pada kebijakan can

order disebabkan karena rata – rata volume tiap pengiriman vendor lebih besar dan berakibat biaya tetap pengiriman yang ditanggung vendor semakin kecil.

• Setelah dilakukan analisa sensitivitas parameter input vendor diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Semakin besar biaya tetap replenishment vendor maka biaya rantai pasok juga semakin meningkat.

• Semakin besar biaya tetap pengiriman vendor maka biaya rantai pasok juga semakin meningkat.

• Kenaikan biaya simpan vendor tidak berpengaruh terhadap kenaikan biaya rantai pasok, tetapi penurunan biaya simpan vendor mengakibatkan penurunan biaya rantai pasok.

(28)

Kesimpulan (3)

Setelah dilakukan analisa sensitivitas parameter input retail diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Semakin besar biaya simpan retail maka biaya rantai pasok juga semakin meningkat.

Kenaikan biaya backorder berpengaruh sangat kecil terhadap biaya rantai pasok.

Semakin besar lead time replenishment retail maka biaya rantai pasok semakin besar meskipun prosentase kenaikannya kecil dan semakin besar lead time replenishment retail maka must order level tiap retail k juga semakin besar.

Semakin besar rata – rata permintaan retail maka biaya rantai pasok juga semakin meningkat, sedangkan pada pihak retail, semakin besar rata- rata permintaan menyebabkan persediaan retail semakin besar dan berakibat pada meningkatnya biaya simpan retail.

Semakin besar rata – rata permintaan retail maka semakin besar pula penghematan yang diperoleh rantai pasok jika menggunakan

kebijakan can order.

(29)

Saran

Penelitian ini dapat dikembangkan pada model vendor tunggal multi retail dengan multi produk.

Penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan kapasitas alat transportasi maupun kapasitas penyimpanan vendor atau retail.

Waktu yang diperlukan untuk simulasi model kebijakan can order sangat lama karena setiap kemungkinan kombinasi nilai Q, s(k), c(k), S(k) dicoba satu persatu. Oleh karena itu, untuk mempersingkat waktu komputasi dalam pencarian solusi, pada penelitian yang akan datang bisa dikembangkan dengan menggunakan metode yang bisa mempersingkat waktu komputasi misalnya dengan menggunakan heuristik.

(30)

Sekian dan Terima

kasih

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik merupakan identitas yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Dimana karakteristik subjek penelitian berupa ciri-ciri pengunjung pengkonsumsi minuman

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah karakteristik bahan ajar materi volume kubus dan balok yang valid dan

 Secara teknis, pengolahan yang dapat dilakukan pada PPST Unand adalah pengomposan sampah basah (33,64%), penjualan kembali sampah kering layak jual dengan penerapan

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di atas dapat disimpulkan bahwa peran atau fungsi pendidikan lainnya yang diberikan oleh SLB ini dalam

naskah hasil litbang, analisis ilmiah data sekunder, analisis kebijakan, tinjauan( review ) topik terkini di bidang sumber-daya dan pelayanan kesehatan yang berasal dari dalam

Findings and implications – Results confi rm a medi- ating role of perceived value in relationships between perceived price, perceived service quality, customer satisfaction,

Pertumbuhan Ekonomi positif Kota Mataram dalam beberapa tahun terakhir ini memberikan pengaruh besar terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota

JikaUang Panai’ tidak mahal maka strata dalam masyarakat meningkat bukan merupakan dampak positif dari mahalnya Uang Panai’... JikaUang Panai’ mahal maka nilai