Bab 4 – Sistem Gerak 85 3.5 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun
organ pada sistem gerak dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem gerak manusia.
4.5 Menyajikan karya tentang pemanfaatan teknologi dalam mengatasi gangguan sistem gerak melalui studi literatur.
SISTEM GERAK
Kompetensi Dasar:
BAB 4
Peta Konsep
Bab 4 – Sistem Gerak 87
A. Pengantar
Manusia dapat melakukan segala macam aktivitas bergerak
!
itu karena memiliki sistem organ gerak. Organ gerak manusia ada dua macam, yaitu rangka (tulang) dan otot.
B. Tulang
Tulang-tulang yang menyusun rangka tubuh manusia jumlahnya kurang lebih 200 buah dan terdiri dari beberapa jenis.
Tulang manusia membentuk rangka yang memiliki fungsi untuk: (1) Untuk menegakkan berdirinya badan. (2) Sebagai pelindung bagian yang penting seperti otak, mata, jantung, usus, dan lain-lain. (3) Memberi bentuk badan. (4) Sebagai tempat melekatnya otot. (5) Sebagai alat gerak pasif. (6) Sebagai tempat pembuatan sel darah merah dan sel darah putih, khususnya di dalam sumsum tulang.
Berdasarkan jenisnya tulang dibedakan menjadi 2 yaitu: tulang rawan (kartilago) dan tulang keras (osteon).
1. Tulang Rawan (Kartilago)
Tulang rawan ini bersifat lentur karena terbentuk dari selaput tulang rawan (perikondrium) yang terdiri atas sel-sel tulang rawan (kondrosit), serabut kolagen, dan matriks. Sel-sel tulang rawan dibentuk oleh bakal sel-sel tulang rawan, yaitu kondroblas.
Berdasarkan susunan serabutnya, tulang rawan dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Tulang rawan hialin, mempunyai serabut tersebar dalam anyaman yang halus dan rapat. Tulang rawan hialin terdapat di ujung-ujung tulang rusuk yang menempel ke tulang dada.
b. Tulang rawan elastis, susunan sel dan matriksnya mirip tulang rawan hialin, tetapi tidak sehalus dan serapat tulang rawan hialin. Tulang rawan elastis terdapat di daun telinga, laring, dan epiglotis.
c. Tulang rawan fibrosa, matriksnya tersusun kasar dan tidak beraturan.
Tulang rawan fibrosa terdapat di cakram antar tulang belakang dan simfisis pubis (pertautan tulang kemaluan).
2. Tulang Keras
Tulang terbentuk dari tulang rawan yang mengalami penulangan (osifikasi).
Ketika tulang rawan (kartilago) terbentuk, rongga-rongga matriksnya terisi oleh sel osteoblas. Osteoblas merupakan lapisan sel tulang muda. Osteoblas akan menyekresikan zat interseluler seperti kolagen yang akan mengikat zat kapur.
Osteoblas yang telah dikelilingi zat kapur akan mengeras dan menjadi osteosit (sel tulang keras). Antara sel tulang yang satu dan sel tulang yang lain dihubungkan oleh juluran-juluran sitoplasma yang disebut kanalikuli. Setiap satuan sel osteosit akan mengelilingi suatu sistem saraf dan pembuluh darah sehingga membentuk sistem Havers.
Gambar Jaringan Tulang Keras
Matriks di sekitar sel-sel tulang memiliki senyawa protein yang dapat mengikat kapur (CaCO3) dan fosfor (CaPO4). Kapur dan fosfor tersebut membuat tulang menjadi keras. Berdasarkan matriksnya, bagian tulang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu tulang kompak dan tulang spons.
Tulang kompak memiliki matriks yang padat dan rapat, sedangkan tulang spons memiliki matriks yang berongga-rongga. Sebenarnya, kedua jenis tulang tersebut terdapat di suatu tempat yang sama.
!
Bab 4 – Sistem Gerak 89 Berdasarkan bentuknya, tulang keras dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Tulang pipa, berbentuk panjang dan berongga, seperti pipa. Contoh tulang ini di antaranya tulang pengumpil, tulang hasta, tulang betis, dan tulang kering. Tulang pipa terdiri atas dua bagian, yaitu diafisis dan epifisis. Diafisis adalah bagian "badan" tulang, sedangkan epifisis adalah bagian tepi (epi) atau bagian "kepala" tulang. Di antara epifisis dan diafisis, dibatasi oleh bagian yang disebut cakram epifisis. Cakram epifisis lebih lambat proses penulangannya dibandingkan dengan daerah diafisis.
Gambar Tulang Pipa
b. Tulang pipih, adalah tulang-tulang yang berbentuk pipih. Tulang pipih banyak terdapat di rangka aksial, misalnya tulang rusuk, tulang belikat, dan tulang-tulang yang menyusun tengkorak. Tulang pipih berfungsi sebagai pelindung suatu rongga. Misalnya, rongga tengkorak melindungi otak dan rongga dada melindungi jantung serta paru-paru.
c. Tulang pendek, berukuran pendek. Hanya ditemukan di daerah pangkal telapak tangan, pangkal telapak kaki, dan tulang-tulang belakang.
d. Tulang tidak beraturan, yaitu tulang yang memiliki bentuk tidak beraturan. Contohnya adalah tulang-tulang belakang dan tulang penyusun wajah.
Gambar Tulang Tidak Beraturan
Proses terbentuknya tulang, terjadi segera setelah terbentuknya tulang rawan (kartilago). Kartilago berasal dari sel-sel mesenkim. Setelah kartilago terbentuk, bagian dalamnya akan berongga, seluruh rongga ini akan terisi oleh osteoblas, kemudian osteoblas ini akan mengisi keseluruhan rongga jaringan tulang rawan untuk kemudian membentuk sel-sel tulang. Proses penulangan tulang dari tulang rawan menjadi tulang keras disebut osifikasi.
Proses ini dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu:
a. Osifikasi Intra membran/desmal,
Osifikasi yang terjadi pada tulang pipih. Sekelompok osteoblas yang terdapat di dalam membran fibrosa melakukan proses penulangan. Bagian sisi tulang dibentuk oleh kelompok sel yang berbeda yang disebut trabekula. Proses ini pada awalnya membentuk jalinan seperti jala sehingga terbentuklah tulang spons kemudian tulang spons berangsur-angsur menjadi tulang kompak.
Bab 4 – Sistem Gerak 91 Gambar Osifikasi Desmal
b. Osifikasi Endokondral
Osifikasi ini terjadi pada tulang pipa dan tulang pendek. Pembuluh darah masuk ke perikondrium di tulang tungkai bagian diafisis, sel sel perikondrium berubah menjadi osteoblas dan memproduksi tulang keras di bagian tungkai.
Pusat penulangan di dalam diafisis kemudian terisi pembuluh darah dan osteoklas. Di daerah ini osteoklas melakukan proses erosi membentuk rongga sumsum. Tulang rawan terus tumbuh di kedua ujung sehingga tulang memanjang. Hasil pemanjangan akan digantikan oleh tulang spons.
Gambar Proses Osifikasi Endokondral
Gambar Tulang Kompak dan Tulang Spons
Bab 4 – Sistem Gerak 93
B. Kerangka Tubuh
Berdasarkan letak tulang-tulang terhadap sumbu tubuh, rangka dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah rangka aksial yang berada di bagian tengah sumbu tubuh. Kelompok kedua, adalah rangka apendikular yang berada di bagian tepi dari sistem rangka aksial.
Rangka aksial terdiri atas tulang kepala (tengkorak), ruas-ruas tulang belakang (vertebrae), tulang dada (sternum), dan tulang rusuk (kosta). Rangka apendikular terdiri atas gelang bahu, anggota gerak atas (tungkai atas), gelang panggul, dan anggota gerak bawah (tungkai bawah).
1. Rangka Aksial (Penyusun Badan)
Rangka aksial merupakan tulang-tulang yang berada di bagian tengah sumbu tubuh. Tulang rangka aksial terdiri atas tulang kepala, ruas tulang belakang, tulang dada, dan tulang rusuk.
a. Tulang Kepala
Kelompok tulang yang menyusun kepala (cranium/tengkorak).
Cranium memiliki hubungan antar tulang yang disebut sutura, artinya tidak dapat digerakkan. Tengkorak memiliki fungsi utama sebagai pelindung organ otak.
Gambar Tulang Kepala
b. Ruas Tulang Belakang
Ruas tulang belakang manusia berjumlah 33 buah yang terdiri atas 7 ruas leher, 12 tulang punggung, 5 ruas tulang pinggang, 5 ruas tulang kelangkang, 4 ruas tulang ekor. Tulang-tulang ini berfungsi menyangga berat dan memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai jenis posisi dan gerakan, seperti berdiri, duduk, atau berlari.
Gambar Ruas Tulang Belakang
c. Tulang Dada (Sterum) dan Rusuk (Costae)
Tulang-tulang yang bersama-sama membentuk rongga dada dan berfungsi sebagai pelindung bagi organ-organ penting yang terdapat di dalam rongga dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang dada terdiri dari 3 bagian yaitu bagian hulu, bagian badan dan taju pedang, sedangkan tulang rusuk terdiri atas: 7 pasang rusuk sejati, 3 pasang rusuk palsu, 2 pasang rusuk melayang.
Bab 4 – Sistem Gerak 95 Gambar Tulang Dada (Sterum) dan Rusuk (Costae)
2. Rangka Apendikular (Rangka Anggota Tubuh)
Rangka yang terbentuk pada susunan rangka anggota tubuh, seperti gelang pinggul, gelang bahu, telapak tangan, tulang-tulang lengan, tungkai, dan telapak kaki. Rangka apendiks dibedakan menjadi: (a) Rangka anggota tubuh bagian atas dan (b) Rangka anggota tubuh bagian bawah.
a. Rangka anggota tubuh (apendikular) bagian atas
Tersusun atas: (1) Gelang bahu yang terdiri atas dua gelang bahu, yaitu kanan dan kiri. Masing-masing gelang bahu terdiri atas tulang selangka (clavicula) dan tulang belikat (scapula). (2) Tulang anggota gerak atas tulang anggota gerak atas terdiri atas dua tungkai, kanan dan kiri. Masing-masing terdiri atas: tulang lengan atas (humerus); tulang hasta (ulna); tulang pengumpil (radius);
8 tulang pergelangan tangan (carpal); 5 tulang telapak tangan (metacarpal); 14 tulang jari tangan (phalanges).
Gambar Anggota Gerak Atas
b. Rangka anggota tubuh (apendikular) bagian bawah
Disusun oleh tulang-tulang yang membentuk anggota gerak bagian bawah yaitu: (1) Gelang panggul yang terdiri atas 2 tulang usus, 2 tulang duduk, dan 2 tulang kemaluan. Gelang panggul sangat stabil dan berfungsi menahan berat tubuh. (2) Tulang anggota gerak bawah yang terdiri atas dua tungkai kaki, kanan dan kiri. Masing-masing terdiri atas: tulang paha (femur); tulang tempurung (patella); tulang kering (tibia);
tulang betis (fibula); 7 tulang pergelangan kaki (tarsal); 5 tulang telapak kaki (metatarsal); 14 tulang jari kaki (phalanges).
Gambar Anggota Gerak Bawah
Bab 4 – Sistem Gerak
Skema pembagian tulang kerangka tubuh manusia adalah sebagai berikut:
Gambar Kerangka Manusia
Bab 4 – Sistem Gerak 99 Berikut adalah tabel rangkuman tulang penyusun rangka aksial manusia.
Berikut adalah tabel rangkuman tulang penyusun rangka apendikular manusia.
C. Hubungan Antar Tulang (Artikulasi)
Artikulasi adalah istilah untuk menyatakan hubungan antar tulang, atau pada umumnya lebih sering disebut dengan persendian daripada istilah artikulasi.
Sebuah artikulasi terdiri atas dua atau lebih tulang yang berhubungan.
Berdasarkan keleluasaan dalam bergerak, terdapat tiga jenis persendian pada manusia, yaitu sinartrosis, amfiartrosis, dan diartrosis.
1. Sinartrosis ( Sendi Mati)
Persendian sinartrosis tidak memungkinkan adanya gerakan. Kedua tulang dihubungkan oleh jaringan ikat atau tulang rawan. Persendian ini dibedakan menjadi dua.
Bab 4 – Sistem Gerak 101 Gambar Sinartrosis Sinfibrosis pada Tengkorak
a. Sinartrosis Sinkondrosis
Pada persendian ini penghubungnya adalah tulang rawan. Misalnya: a) hubungan antara tulang rusuk dan ruas tulang dada; b) hubungan antara ruas- ruas tulang belakang.
b. Sinartrosis Sinfibrosis
Pada persendian ini penghubungnya adalah serabut jaringan ikat. Misalnya, hubungan antar tulang tengkorak (sutura).
2. Amfiartrosis (Sendi Kaku)
Amfiartosis adalah persendian dimana gerakan yang terjadi amat terbatas. Misalnya hubungan antar tulang rusuk dengan ruas-ruas tulang belakang. Struktur pada amfiartrosis masih memungkinkan pergerakan yang terbatas. Artinya, pergerakan tersebut hanya sebatas gerak mendekat dan menjauh antara kedua tulang.
Gambar Amfiartrosis pada Tulang Belakang
3. Diartrosis (Sendi Gerak)
Kedua ujung tulang pada persendian diartrosis dihubungkan oleh jaringan ikat longgar sehingga tulang-tulang dalam persendian tersebut dapat bergerak dengan leluasa. Antara jaringan ikat longgar dan tulang-tulang yang membentuk persendian terdapat ruang yang berisi cairan sinovial yang berfungsi sebagai pelumas.
Gambar Struktur Persendian
Bab 4 – Sistem Gerak 103 Gambar Berbagai Jenis Sendi Gerak Manusia
Berdasarkan arah gerakannya sendi gerak dapat dibedakan menjadi:
a. Sendi Peluru
Sendi peluru adalah hubungan antar tulang di mana kedua ujung tulang berbentuk bongkol dan lekuk, serta memungkinkan pergerakan yang lebih bebas berporos tiga.
Hubungan ini terjadi pada persendian antara tulang belikat dengan tulang lengan atas, antara tulang paha dengan tulang pinggul.
b. Sendi Pelana
Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan kedua arah, dengan bidang- bidang sendinya berbentuk pelana.
Hubungan ini dapat terjadi pada persendian antara tulang pergelangan tangan dengan tulang telapak tangan, persendian pada ibu jari, metakarpal dan karpal.
c. Sendi Engsel
Hubungan antar tulang dimana ujung- ujungnya seperti engsel dan berbentuk lekukan. Gerakan sendi ini mempunyai 1 poros. Hubungan ini dapat terjadi pada siku, lutut, dan jari-jari.
d. Sendi Putar
Hubungan antar tulang, di mana tulang yang satu berputar terhadap tulang lain.
Gerakan rotasi dari sendi
Bab 4 – Sistem Gerak 105 putar memiliki 1 poros. Hubungan sendi ini dapat terjadi antara tulang hasta dan tulang pengumpil, antara tulang kepala dan tulang atlas, antara tulang betis dan kering.
e. Sendi Luncur
Hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakan tulang badan membungkuk dan menggeliat.
Sendi ini tidak berporos. Hubungan ini dapat terjadi pada hubungan antar ruas tulang belakang, persendian antara pergelangan tangan dan tulang pengumpil.
f. Sendi Elipsoid
Mirip dengan sendi peluru, hanya saja sendi elipsoid memiliki bonggol dan ujung-ujung tulangnya tidak membulat, tetapi sedikit oval. Oleh karena itu, gerakan yang dihasilkan lebih terbatas dibandingkan dengan sendi peluru. Contohnya,
hubungan antara tulang pengumpil dan tulang pergelangan tangan.
D. Otot
Tulang adalah alat gerak pasif, sedangkan otot adalah alat gerak aktif.
Tulang berfungsi menunjang pergerakan otot ketika otot berkontraksi atau berelaksasi.
Otot lebih dikenal sebagai daging. Berdasarkan letaknya,
!
dalam tubuh manusia terdapat lebih kurang 600 jenis otot yang berbeda.
Otot tidak hanya menggerakkan rangka, tetapi juga menggerakkan organ- organ lain dalam tubuh. Misalnya, jantung, usus, dan lambung. Kerja otot juga mengakibatkan membesar dan mengecilnya rongga dada, tempat paru-paru dan jantung berada.
Sebagai alat gerak aktif, otot mempunyai tiga karakteristik, yaitu sebagai berikut.
1. Kontraktibilitas, dengan kemampuan ini otot bisa memendek dari ukuran semula.
2. Ekstensibilitas, yaitu kemampuan otot untuk berelaksasi atau memanjang.
3. Elastisitas, dengan sifat elastisitas ini otot memiliki kemampuan untuk kembali lagi pada posisi semula setelah berkontraksi atau berelaksasi.
Otot dapat berkontraksi karena adanya suatu rangsangan, yaitu: (1) Rangsang mekanis, seperti pijat, tarik, dan tekanan; (2) Rangsang suhu, seperti dingin dan panas; (3) Rangsang kimia, seperti asam-basa dan garam; dan (4) Rangsang elektris dan arus listrik. Kontraksi sel-sel otot dikendalikan oleh sel-sel saraf.
E. Jenis Otot dan Karakteristiknya
Berdasarkan morfologi, cara kerja, dan lokasinya dalam tubuh, otot dapat dibagi menjadi tiga jenis.
1. Otot Lurik (Otot Rangka)
Serabut-serabut itu tersusun dalam berkas-berkas yang sejajar, dan terikat sesamanya oleh jaringan penyambung yang dilalui oleh pembuluh darah dan saraf.
Ukuran diameter otot ini 50 mikron dengan panjang 2,5 cm. Contoh otot rangka adalah otot bisep dan trisep, yang terletak pada lengan atas. Otot ini
Bab 4 – Sistem Gerak 107 berbentuk silindris panjang, mempunyai inti banyak yang terletak di tepi.
Cara kerja otot ini dan kontraksinya menurut kehendak dan di bawah kesadaran. Gerakan otot kerangka cepat dan kuat, tetapi mudah lelah. Otot kerangka dapat berkontraksi bila diberikan rangsangan karena diinervasi oleh saraf sadar atau motoris. Rangsangan tersebut bisa berupa panas, kimia, mekanis, dan elektris.
2. Otot Polos
Setiap serabut otot polos adalah sel tunggal, berbentuk gelendong dengan satu inti yang terletak di tengah. Sel-sel itu tersusun dalam lembaran.
Permukaannya polos. Sel-selnya mengandung filamen tipis maupun tebal aktin dan miosin, dan filamen tersebut tersusun menjadi fibril kontraktil.
Otot polos ini dapat berkontraksi secara spontan, terutama dikendalikan oleh neuron motor dari sistem saraf simpatik dan parasimpatik.
Kerja otot polos jauh lebih lambat daripada otot kerangka. Otot polos memerlukan waktu 3-180 detik untuk bekontraksi. Perbedaan lain dari otot kerangka adalah kemampuannya untuk tetap berkontraksi pada berbagai panjang.
Otot ini bekerja terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh kesadaran dan tidak mudah lelah. Otot polos terdapat pada organ dalam selain jantung, misalnya lambung, usus, ginjal.
3. Otot Jantung
Otot jantung hanya terdapat pada organ jantung saja. Otot jantung terdiri atas serabut lurik. Miofibril otot jantung bercabang-cabang dan mitokondrianya lebih banyak daripada yang terdapat pada serabut otot kerangka. Bentuk otot jantung seperti gelendong dengan inti berjumlah banyak dan terletak di tepi.
Cara kerja otot jantung adalah secara terus-menerus dengan ritme atau irama yang tetap, dan tidak dipengaruhi oleh kesadaran, serta tidak mudah lelah.
Perbedaan karakteristik otot lurik (rangka), otot polos, dan otot jantung disajikan dalam tabel di bawah ini
Hal Otot Lurik Otot Polos Otot Jantung
Bentuk Ukuran sel pajang, Polos, berinti satu di Sel otot bercabang banyak inti sel di tengah (bentuk saling berhubungan
tepi gelendong) satu dengan lainnya,
inti satu di tengah
Serabut Tidak beraturan, tidak
otot Beraturan, berlurik berlurik Berlurik
Gerakan Cepat, tidak
Lambat, mampu tahan Ritmis, terus
beraturan, tidak menerus, mampu
lama
tahan lama tahan lama
Kerja
Somatik Otonom Otonom
saraf
Kontraksi Sadar Tidak sadar
Tidak sadar
Letak
Tubuh, rangka, dan Lambung, uterus,
kantong urine, Jantung
anggota gerak
pembuluh darah,
rahim
Memberikan gerakan
di luar kehendak
Fungsi misalnya: gerak Melakukan kontraksi
menggerakkan peristaltik saluran untuk memompa
tulang rangka pencernaan, darah dari dan ke
mengontrol diameter jantung
pembuluh darah dan
pupil mata.
Gambar
Bab 4 – Sistem Gerak 109
F. Sifat Kerja Otot
Otot-otot saling bekerja sama ketika melakukan gerak. Minimal terdapat dua otot yang bekerja sama, otot pertama dan kedua berkontraksi ke arah yang berlawanan.
Dua otot yang menggerakkan tulang ke arah yang berlawanan disebut otot antagonis. Gerakan antagonis ini dapat dibedakan berdasarkan arah gerakannya. Berikut ini tabel yang menjelaskan mengenai jenis dan gerakan arah tubuh.
No Jenis Gerakan Arah Gerakan
1. Abduksi Menjauhi badan
2. Adduksi Mendekati badan
3. Ekstensi Meluruskan badan
4. Fleksi Menekuk
5. Supinasi Mengadahkan tangan
6. Pronasi Menelungkupkan tangan
7. Depresi Menurunkan
8. Elevasi Mengangkat
Contoh otot yang bekerja antagonis adalah otot bisep dan trisep di lengan bagian atas. Ketika otot bisep berkontraksi dan otot trisep berelaksasi, siku terlipat dan lengan bawah terangkat. Sebaliknya, ketika otot bisep relaksasi dan otot trisep berkontraksi, siku lurus dan lengan bawah turun. Jenis gerakan yang dihasilkan otot bisep dan trisep tersebut adalah gerakan ekstensor-fleksor.
Jadi, otot bisep berperan sebagai otot fleksor karena kontraksinya membengkokkan lengan. Sementara itu, otot trisep adalah otot ekstensor karena kontraksinya meluruskan lengan.
Dua atau lebih otot yang berkontraksi ke arah yang sama disebut otot yang bekerja sinergis, merupakan lawan dari bekerja secara antagonis. Contoh otot yang bekerja sinergis adalah gerakan supinasi-pronasi pada telapak tangan.
Gambar Tendon dengan Gerakan Otot
Selain gerakan berlawanan, otot juga dapat bekerja saling mendukung dan searah membentuk kerja sama searah yang disebut sinergis, misalnya pada otot- otot punggung dan leher.
Biasanya gabungan otot berbentuk kumparan dengan bagian tengahnya menggelembung disebut empal atau ventrikel. Sementara itu, bagian tepi gabungan otot tersebut mengecil disebut urat otot atau tendon. Bagian empal dapat berkontraksi mengerut dan mengendur. Setiap otot memiliki dua buah tendon atau lebih.
Menurut perlekatannya, otot dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
1. Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak bergerak 2. Insersi, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak
Otot-otot trisep melekat pada tulang yang dan belikat (origo). Ujung lainnya melekat pada tulang hasta (insersi).
G. Mekanisme Kerja Otot
Pada tahun 1955, Hansen dan Huxly, mengemukakan teori sliding filaments (filamen yang bergeser) pada otot lurik. Mereka menyatakan bahwa saat otot kontraksi tidak terjadi pemendekan filamen, namun hanya pergeseran filamen-filamen. Melalui pengamatan dengan menggunakan mikrosop elektron dan defraksi sinar X, Hansen dan Huxly menemukan dua set filamen, yaitu aktin dan miosin. Protein gabungan aktin dan miosin disebut aktomiosin.
Bab 4 – Sistem Gerak 111 Protein- protein tersebut sangat berperan dalam mekanisme kontraksi.
Keadaan filamen aktin tipis, sedangkan miosin tebal. Kedua filamen ini menyusun suatu struktur otot yang disebut miofibril. Sekumpulan miofibril membentuk serabut otot dan sekumpulan serabut otot membentuk otot.
Gambar Serabut Otot
Aktin dan miosin tersebut bergeser sehingga otot dapat memendek dan memanjang saat otot berkontraksi dan berelaksasi. Filamen tersebut terdapat di dalam sarkomer. Sarkomer terdapat dalam sel otot. Jumlah filamen dalam satu sarkomer dapat mencapai ratusan hingga ribuan filamen, bergantung jenis ototnya. Filamen-filamen tersebut membangun 80% massa sarkomer.
Pada saat berkontraksi, filamen aktin berikatan dan meluncur sepanjang filamen miosin. Zona H adalah bagian terang, yang berada di antara bagian A yang berupa pita gelap. Pita yang terang disebut pita I. Pada saat berkontraksi, di zona-zona tersebut terjadi perubahan. Pita I dan zona H akan berubah jadi semakin sempit, atau bahkan hilang sama sekali.
Gambar Miofibril
Kontraksi otot dipacu oleh potensial aksi dari sinaps sel saraf yang menyebabkan pelepasan ion kalsium (Ca2+) oleh retikulum sarkoplasma (retikulum endoplasma yang terspesialisasi) di otot. Pelepasan Ca2+ menyebabkan protein regulator tropomiosin dan troponin berubah bentuk. Hal ini memungkinkan terjadi ikatan antara kepala miosin dan filamen aktin. Ketika filamen-filamen aktin meluncur menuju tengah sarkomer, otot memendek (kontraksi). Pada saat relaksasi, filamen-filamen tersebut kembali ke bentuk semula. Pada saat filamen aktin meluncur, kepala miosin akan membentuk ikatan (cross bridges) dengan sebuah bonggol pada badan filamen aktin.
Bab 4 – Sistem Gerak 113 Gambar Kerja Aktin dan Miosin
Otot bekerja dengan cara berkontraksi dan relaksasi. Energi untuk berkontraksi diperoleh dari ATP dan kreatin fosfat, tetapi serabut otot hanya mengandung cukup ATP untuk menggerakkan beberapa kekejangan.
Sumber ATP yang paling baik ialah respirasi molekul-molekul nutrien seluler yang dibawa oleh darah ke serabut otot. Pada saat berkontraksi, ATP dan kreatin fosfat akan terurai. ATP akan terurai menjadi ADP (Adenosin Difosfat) dan energi, ADP akan terurai menjadi AMP (Adenosin Monofosfat) dan energi.
Kreatin fosfat akan terurai menjadi kreatin dan fosfat. Fosfat yang dihasilkan kemudian akan bergabung dengan ADP menjadi ATP dan akan mengalami peruraian seperti tersebut tadi.
Sel otot umumnya hanya menyimpan sedikit ATP untuk beberapa kali kontraksi. Untuk kontraksi berulang, diperlukan ATP lebih banyak. Energi tersebut diperoleh dari cadangan energi berupa kreatin fosfat. Cadangan energi ini memberikan gugus fosfat kepada ADP untuk membentuk ATP. Namun, cadangan kreasin fosfat akan habis jika otot bekerja lebih keras. Untuk menunjang pergerakan otot yang lebih keras dan lama, mitokondria sel otot lebih banyak memerlukan glukosa dan oksigen. Oleh karena itu, detak jantung dan napas akan lebih cepat. Glukosa dan oksigen digunakan untuk respirasi sel dan menghasilkan ATP. Meskipun detak jantung dan napas lebih cepat, namun tetap diperlukan waktu bagi glukosa dan oksigen mencapai sel otot.
Untuk menyediakan energi secara cepat terdapat sumber lain untuk mendapatkan energi yaitu glikogen yang terdapat pada otot dapat dipecah menjadi glukosa dan asam laktat melalui proses fermentasi asam laktat. Selama latihan keras, asam laktat terakumulasi di otot. Asam laktat di otot dapat menyebabkan otot lelah dan sakit. Namun, asam laktat secara berkala terbawa aliran darah menuju hati dan diubah menjadi asam piruvat oleh sel hati.
Ketika detak jantung dan napas bertambah kencang, hal ini memberikan lebih banyak udara pada sel otot sehingga sel otot mampu melakukan respirasi secara normal (respirasi aerob). Sebagian besar ATP yang dihasilkan mitokondria melalui proses fosforilasi oksidatif. Proses ini menggunakan energi kimia yang berasal dari katabolisme karbohidrat, lemak, atau protein.
H. Gangguan dan Kelainan pada Tulang dan Otot
1. Gangguan dan Kelainan pada Tulang
a. Rakhitis, Kekurangan vitamin D pada anak- anak dapat menyebabkan rakhitis yang ditandai dengan adanya proses pertumbuhan yang terganggu dan adanya kelainan dari bentuk kaki.
Penderita kekurangan vitamin D pada anak- anak dapat menyebabkan bentuk kaki menyerupai huruf O atau X. Pada orang dewasa
kekurangan vitamin D dapat menyebabkan kekurangan zat kapur pada tulang, yang disebut dengan istilah osteomalasi.
b. Osteoporosis, gangguan ini disebabkan karena kekurangan mineral. Osteoporosis umumnya terjadi pada orang dewasa. Hal tersebut dapat terjadi karena kekurangan hormon-hormon tertentu yang membantu pelekatan kalsium.
Selain itu, penderita
Bab 4 – Sistem Gerak 115 kelainan ini dapat disebabkan juga oleh kekurangan kalsium dalam makanannya sehingga tubuhnya menggunakan kalsium yang tersimpan pada tulangnya. Akibatnya, pada tingkat tertentu tulang menjadi lebih lunak dan mudah patah.
c. Fraktura (patah tulang), meskipun kuat dan lentur, tulang-tulang bisa patah. Patahnya tulang disebut fraktura. Apabila kecelakaan tulang hanya menyebabkan keretakan pada tulang disebut fisura. Terdapat dua jenis fraktura yaitu: (1) Fraktura tertutup terjadi jika tulang patah tetapi bagian ujung yang patah tidak menembus kulit. (2) Fraktura terbuka terjadi jika ujung tulang yang patah keluar menembus kulit. Dalam masa penyembuhan, ujung patahan tulang harus saling ditempelkan. Penyembuhan patah atau retaknya tulang selalu dibantu dengan pembalut agar tidak mudah bergeser.
Gambar Patah Tulang
d. Gangguan Persendian, terdiri atas dislokasi, ankilosis, artritis, dan terkilir.
1) Dislokasi, gangguan persendian ini menyebabkan adanya pergeseran sendi dari posisi normal karena jaringan penggantungnya (ligamen) dan cedera (sobek). Dislokasi disebut juga urai sendi.
2) Ankilosis, yaitu keadaan persendian yang tidak dapat digerakkan sama sekali karena persendiannya seolah-olah menyatu.
3) Artritis, adalah penderita penyakit ini mempunyai tulang rawan sendi yang rusak. Kerusakan ini menyebabkan sendi menjadi sakit dan bengkok.
4) Terkilir, merupakan gangguan persendian yang disebabkan tertariknya ligamentum ke posisi yang tidak sesuai, namun sendi tidak mengalami pergeseran. Terkilir dapat terjadi karena melakukan gerakan yang tiba- tiba atau gerakan yang sulit dilakukan.
e. Kelainan Bentuk Tulang
1) Kifosis, melengkungnya tulang belakang yang berlebihan di bagian dada ke arah belakang. Penderita kifosis tubuhnya terlihat bungkuk.
Kifosis bisa disebabkan karena penyakit (misalnya TBC), kebiasaan duduk yang salah, atau proses penuaan.
2) Lordosis, melengkungnya tulang belakang yang berlebihan ke arah depan di bagian pinggang. Orang yang mengalami kelainan ini pinggangnya terlihat lebih menonjol ke depan. Lordosis bisa disebabkan karena perut penderita yang terlalu besar (misalnya karena hamil atau kegemukan), atau karena kebiasaan yang salah.
3) Skoliosis, melengkungnya tulang belakang ke arah samping sehingga membentuk huruf S. Skoliosis bisa disebabkan oleh polio atau kebiasaan duduk atau berposisi yang salah.
f. Serangan Kuman pada Persendian, umumnya kelainan ini disebabkan oleh infeksi gonorhoe dan sifilis. Infeksi gonorhoe dan sifilis dapat mengakibatkan persendian menjadi kaku. Serangan sifilis yang terjadi pada waktu bayi dalam kandungan dapat menyebabkan layuh sendi, yaitu keadaan tidak bertenaga pada sendi.
Bab 4 – Sistem Gerak 117
2. Gangguan dan Kelainan pada Otot
No Jenis Kelainan
Otot Keterangan
1. Tetanus Kondisi otot yang mengalami kejang terus
menerus. Penyebab penyakit ini karena infeksi bakteri Clostridium tetani. Ketika terjadi luka, bakteri ini bisa masuk melewati luka yang terbuka tersebut.
2. Kram Otot berada dalam keadaan kejang. Keadaan ini antara lain disebabkan karena terlalu lamanya aktivitas otot secara terus menerus.
3. Hipertropi otot Suatu keadaan otot yang lebih besar dan lebih kuat. Hal ini disebabkan karena otot sering dilatih bekerja dan berolahraga. Hipertrofi otot ini sering dimiliki oleh atlet binaragawan.
4. Atrofi otot Keadaan otot yang lebih kecil dan lemah kontraksinya.
Kelainan ini disebabkan karena infeksi virus polio.
Pemulihannya dengan pemberian latihan otot, pemberian stimulant listrik, atau dipijat dengan teknik tertentu.
5. Stiff (kaku leher) Keadaan meradangnya otot trapesius. Hal ini disebabkan karena gerak hentakan secara tiba-tiba sehingga otot menjadi tertarik secara tiba-tiba. Selain itu, stress yang berat akan membuat kejang otot leher dan punggung.
Rasa sakit itu akan hilang jika stress sudah hilang.
6. Hernia abdominal Kondisi usus melorot ke bawah, disebabkan oleh sobeknya dinding otot perut.
7. Fibriosis Pembentukan jaringan ikat fibrosa. Sel-sel otot skelet ataupun alat jantung yang mati karena suatu sebab akan diganti oleh jaringan ikat karena sel-sel otot ini tidak mampu beregenerasi, sehingga otot-otot ini akan melemah.
8. Distrofi otot Penyakit kronis pada otot sejak anak-anak, diperkirakan merupakan penyakit genetis (bawaan).
9. Miastenia Gravis Penyakit ini belum diketahui penyebabnya. Penderitanya perlahan-lahan mengalami pelemahan pada otot-otot tubuhnya hingga akhirnya tidak berfungsi sama sekali.
Pada umumnya, penderita kelainan ini meninggal karena otot-otot yang berhubungan dengan sistem pernapasan tidak dapat berkontraksi.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan tulang adalah sebagai berikut.
a. Makan makanan yang cukup mengandung kalsium.
b. Olahraga yang teratur.
c. Berjemur pada sinar matahari pagi karena sinarnya sangat baik untuk membantu pembentukan vitamin D (membantu penyerapan kalsium dalam makanan).
d. Harus banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D.
Usaha preventif untuk menjaga kesehatan otot dan mengantisipasi jika terjadi kelainan pada otot. Usaha-usaha tersebut antara lain:
a. Latihan otot dapat membuat otot menjadi kuat, sehingga dapat terhindar dari atrofi otot.
b. Melakukan olahraga secara teratur.
c. Aktivitas yang banyak menyebabkan otot lelah sehingga dapat mengakibatkan kram otot, untuk itu dapat mengatur aktivitas supaya tidak terjadi gangguan otot.
d. Hindarilah stres berat dengan pola hidup yang benar.
Bab 4 – Sistem Gerak 119
Catatan
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
Bab 4 – Sistem Gerak 121 ...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...