• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Indonesia memiliki 17.504 pulau dan luas daratan mencapai 1.910.931,32 km2. Karena kondisi geografisnya yang luas,

pemerintahan di Indonesia tidak mungkin dipegang oleh satu badan otonomi secara terpusat. Oleh karena itu, secara administrasi Indonesia dibagi ke dalam beberapa sub pemerintahan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 2 yang menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota. Daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau desa”.

Desa merupakan satuan wilayah administrasi terkecil di Indonesia yang telah memiliki otoritas sendiri dan harus memiliki batas wilayah yang jelas. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa pada Pasal 2, yang menyatakan bahwa tujuan penetapan dan penegasan batas desa adalah untuk menciptakan tertib administrasi dan mencapai kepastian hukum wilayah. Selanjutnya UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 8 menyatakan bahwa batas wilayah desa yang telah ditegaskan harus dituangkan dalam sebuah peta desa.

Kota Semarang merupakan salah satu kota metropolitan yang telah berkembang pesat karena merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang terdiri atas 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Batas wilayah kelurahan Kota Semarang telah diatur pada Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang Nomor: 138/0539/Tahun 1994, tentang Penetapan Tanda Batas Wilayah Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang. Dokumen tersebut berisi daftar dan deskripsi batas wilayah kelurahan Kota Semarang yang disertai dengan sketsa wilayah untuk setiap kelurahan. Seharusnya kini Kota Semarang telah memiliki peta batas kelurahan dengan format peta yang sesuai dengan kaidah kartografi, namun kenyataannya belum tersedia. Peta yang sesuai dengan kaidah kartografi merupakan peta yang dibuat

(2)

dengan pengaturan desain yang baik meliputi simbol, tata letak, dan teks; serta peta yang memiliki aspek geometrik seperti skala, sistem koordinat, sistem proyeksi, dan konstruksi peta. Oleh karena itu, perlu dibuat sebuah peta batas kelurahan Kota Semarang yang sesuai dengan kaidah kartografi, sehingga dapat digunakan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk berbagai kegiatan.

I.2. Cakupan Kegiatan

Lingkup dari kegiatan aplikatif ini meliputi:

1. Pembuatan peta batas dilakukan untuk kelurahan di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah yang berjumlah 177 kelurahan.

2. Penarikan garis batas kelurahan dilakukan di atas Peta Topografi Digital Kota Semarang Skala 1:5.000 Urban Drainage Masterplan tahun 1999-2000 menggunakan metode kartometrik dengan mengidentifikasi objek batas berdasarkan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor: 138/0539/Tahun1994.

3. Sebagai data pendukung untuk mendelineasi batas kabupaten, digunakan peta lampiran dari beberapa Permendagri, yaitu Permendagri Nomor 21 Tahun 2014 tentang Batas Kota Semarang dengan Kabupaten Kendal, Permendagri Nomor 71 Tahun 2014 tentang Batas Kota Semarang dengan Kabupaten Demak, dan Permendagri Nomor 50 Tahun 2015 tentang Batas Kota Semarang dengan Kabupaten Semarang.

4. Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa metode pendukung yaitu penggunaan fasilitas peta online Google Earth dan Google Maps sebagai alat bantu identifikasi objek di peta digital, survei lapangan, serta estimasi batas sebagai pilihan terakhir apabila metode-metode sebelumnya tidak membuahkan hasil.

I.3. Tujuan

Tujuan utama dari kegiatan aplikatif ini adalah untuk menghasilkan peta batas

kelurahan Kota Semarang dengan format peta sesuai kaidah kartografi, yang dilaksanakan berdasarkan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Semarang

(3)

Nomor: 138/0539/Tahun 1994 Tentang Batas Penetapan Tanda Batas Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang, serta Permendagri-Permendagri yang mengatur batas kabupaten Kota Semarang dengan kabupaten-kabupaten di sekitarnya.

I.4. Manfaat

Manfaat dari kegiatan aplikatif ini adalah:

1. Mempercepat upaya pengadaan peta batas wilayah kelurahan dengan pemanfaatan data sketsa yang sudah ada, sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan oleh Pemerintah Kota Semarang.

2. Tersedianya informasi geospasial yang memadahi berupa peta batas kelurahan untuk wilayah Kota Semarang dengan format peta sesuai kaidah kartografi.

3. Tersedianya prosedur pembuatan peta batas wilayah dengan data referensi berupa sketsa yang belum tergeoreferensi.

I.5. Landasan Teori I.5.1. Peta

Secara umum peta didefinisikan sebagai “gambaran permukaan bumi pada bidang datar dalam ukuran yang lebih kecil”. Peta dikatakan ideal jika memiliki luas, bentuk, arah, dan jarak yang benar (Prihandito, 2010). Definisi lain dari peta menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Spesifikasi Penyajian Peta Rupabumi Skala 1:25.000 tahun 2010 yaitu “gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau unsur-unsur buatan, yang ada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu”.

Definisi selanjutnya yaitu mengenai peta topografi. Peta topografi menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) pada tahun 2009 adalah “representasi di atas bidang datar tentang seluruh atau sebagian permukaan bumi yang terlihat dari atas, diperkecil dengan perbandingan ukuran tertentu”. Peta topografi menggambarkan sebagian permukaan fisik bumi secara terproyeksi sehingga bentuk permukaan bumi dapat diperkirakan reliefnya yang digambarkan sebagai garis kontur. Peta topografi menyajikan semua unsur kenampakan fisik dan

(4)

artifisial di permukaan bumi dan biasanya digunakan untuk kegiatan alam, militer, sipil, maupun arkeologi. Instansi utama penyedia peta topografi adalah Badan Informasi Geospasial (BIG) yang sebelumnya bernama Bakosurtanal (Bakosurtanal, 2009).

Pada konteks penegasan dan pembuatan peta batas daerah maupun desa, dikenal beberapa istilah dari peta yaitu peta dasar dan peta kerja. Pengertian peta dasar adalah “peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan di permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi, dan georeferensi tertentu”. Peta dasar yang dapat digunakan adalah Peta Rupabumi Indonesia skala 1:5.000 atau citra tegak resolusi tinggi dengan resolusi spasial minimal 4 meter (Permendagri Nomor 45, 2016). Selanjutnya pengertian peta kerja menurut Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah adalah “peta dasar yang telah dikompilasi mencakup minimal satu segmen batas dan digunakan untuk proses penegasan batas”. Peta kerja juga digunakan untuk pelacakan dan penentuan posisi batas (Permendagri Nomor 45, 2016).

I.5.2. Batas

Batas merupakan tanda pemisah antara wilayah bersebelahan yang berupa batas alam seperti gunung, sungai, pantai, danau; maupun batas buatan seperti pilar batas jalan, rel kereta api, saluran irigasi, dan sebagainya. Selanjutnya, pengertian batas desa adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar desa berupa rangkaian titik-titik koordinat di permukaan bumi. Batas desa dapat berupa tanda alam maupun buatan yang penetapan batasnya dilakukan secara kartometrik di atas suatu peta dasar dan dituangkan ke dalam bentuk peta batas (Permendagri Nomor 45, 2016).

Pengertian batas daerah dijelaskan pada Permendagri Nomor 76 Tahun 2012, yaitu bahwa “batas daerah di darat merupakan pembatas wilayah administrasi pemerintah daerah berupa titik koordinat di permukaan bumi yang berupa batas alam dan batas buatan”. Batas daerah di lapangan merujuk pada sistem georeferesi nasional membentuk garis batas wilayah administrasi pemerintahan antar daerah. Pada dasarnya pembagian batas antar wilayah dilakukan dengan musyawarah hingga mencapai kesepakatan yang adil. Apabila suatu desa belum melakukan penetapan dan

(5)

penegasan batas, maka dapat dilakukan dengan prinsip dari Permendagri Nomor 45 tahun 2016 yang diilustrasikan pada Gambar I.1.

Keterangan : : sungai : jalan

: garis batas sungai : garis batas jalan Gambar I. 1. Contoh prinsip penetapan dan penegasan batas

di (a) as sungai, (b) as jalan, dan (c) tepi jalan (modifikasi berdasarkan Permendagri No 45, 2016)

Gambar I.1 bagian (a) dan (b) merupakan contoh penetapan dan penegasan batas di as jalan dan sungai berupa garis median (median line). Selanjutnya, Gambar I.1 bagian (c) merupakan contoh penarikan garis batas di tepi jalan. Penarikan garis batas di tengah atau di tepi objek tergantung pada kesepakatan daerah yang bersebelahan.

I.5.3. Penetapan Batas Desa

I.5.3.1. Peta batas daerah

I.5.3.1. Peta batas daerah. Peta batas daerah di darat merupakan peta tematik yang terdiri atas garis batas, situasi di sepanjang garis batas, titik-titik koordinat garis batas, serta unsur-unsur peta dasar (Permendagri Nomor 76, 2012). Pengertian peta batas desa menurut Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 yaitu peta yang menyajikan unsur batas dan unsur lainnya seperti pilar batas, garis batas, toponimi perairan, dan transportasi.

I.5.3.2. Penentuan batas metode kartometrik

I.5.3.2. Penentuan batas metode kartometrik. Penentuan batas secara kartometrik diartikan sebagai “penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran/perhitungan posisi titik, garis, jarak, dan luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan informasi geospasial lain sebagai pendukung” (Permendagri Nomor 45, 2016). Lampiran Permendagri nomor 45 Tahun 2016 juga (a) Batas pada as sungai (b) Batas pada as jalan (c) Batas di tepi jalan

(6)

mengatur mengenai prosedur penetapan dan penegasan batas desa. Penetapan batas desa dilakukan secara kartometrik di atas suatu peta dasar yang disepakati. Proses penetapan batas desa terdiri atas tiga tahap yaitu:

1. Penelitian dokumen batas, yaitu kegiatan penyiapan dokumen yuridis, dokumen historis, dan dokumen terkait lainnya. Kemudian dokumen-dokumen terebut diteliti untuk mengidentifikasi garis batas desa.

2. Penentuan peta dasar, yaitu kegiatan menentukan peta yang akan digunakan untuk menggambarkan garis batas. Peta yang digunakan sebagai peta dasar adalah Peta Rupabumi Indonesia skala 1:5.000, atau citra tegak dengan resolusi spasial paling rendah 4 meter, atau keduanya.

3. Pembuatan garis batas di atas peta dasar, yaitu melakukan delineasi garis batas di atas peta dasar secara kartometrik yang diawali dengan pembuatan peta kerja.

I.5.3.3. Pembuatan peta batas desa

I.5.3.3. Pembuatan peta batas desa. Menurut Permendagri Nomor 45 Tahun 2016, ada tiga tahapan yang harus dilalui untuk membuat peta batas desa, yaitu:

1. Pengumpulan data untuk pelacakan dan penentuan posisi batas. 2. Penyempurnaan garis batas sesuai pemasangan pilar .

3. Penyajian peta desa sesuai spesifikasi peta dan ditandatangani oleh Kepala Desa.

Ketentuan yang harus dipenuhi untuk membuat peta batas desa yaitu peta harus disusun menggunakan peta dasar dan/atau citra tegak, dibuat dengan skala terkecil 1:10.000, dan dicetak pada kertas ukuran A0. Tabel I.1 akan memaparkan spesifikasi teknis peta batas desa.

Tabel I. 1. Spesifikasi Teknis Peta Penetapan Batas Desa

No Jenis Persyaratan

1 Datum Horizontal SRGI 2013 2 Elipsoid Referensi WGS 1984 3 Sistem Proyeksi Peta UTM

4 Sistem Grid UTM dengan grid geografis dan metrik

(7)

Tabel I.1 telah menyebutkan spesifikasi teknis mengenai sistem georeferensi yang harus digunakan untuk peta batas desa meliputi spesifikasi datum, elipsoid, sistem proyeksi, dan sistem grid.

I.5.4. Identifikasi, Bentuk, Pola, dan Asosiasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring pada halaman web milik Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia menjelaskan arti kata identifikasi, bentuk, pola, dan asosiasi.

1. Identifikasi berarti tanda kenal diri; bukti diri; penentu atau penetapan identitas seseorang, benda, dan sebagainya. Selain itu, mengidentifikasi berarti menentukan atau menetapkan identitas (orang, benda, dan sebagainya). Contoh kalimat dari kata ‘mengidentifikasi’ yaitu: petugas mengidentifikasi korban kecelakaan pesawat terbang.

2. Terdapat beberapa arti kata Bentuk menurut KBBI. Arti pertama adalah bangun atau gambaran, contoh kalimatnya yaitu: “benarkah setan itu bentuknya seperti manusia?”. Arti kedua adalah rupa atau wujud, dengan contoh kalimatnya: “bentuk rumah adat Palembang hampir sama dengan rumah adat di Jawa Tengah”. Arti selanjutnya adalah wujud yang ditampilkan (tampak), contoh kalimanya yaitu: “menolak penjajahan dalam segala bentuknya”. Selanjutnya, arti kata berbentuk adalah mempunyai bentuk dan memakai bentuk.

3. Pola berarti bentuk (struktur) yang tetap.

4. Asosiasi berarti tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra. Asosiasi yang berhubungan dengan tanah berarti sekelompok tanah, terutama yang berbeda dalam tingkat drainase alamiah, dan secara geografis bersatu karena bahan induk yang relatif seragam sifatnya. Selain itu, berasosiasi berarti bergabung atau berhubungan.

(8)

I.5.5. Kartografi

Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012), kartografi merupakan suatu ilmu, teknik, serta seni di dalam pembuatan desain dan produksi peta yang berhubungan dengan visualisasi dari informasi geografis. Sesuai definisi ICA yang disampaikan oleh Soendjojo dan Riqqi (2012), lingkup pekerjaan kartografi meliputi:

1. Pembuatan desain peta yang terdiri atas beberapa tahapan seperti pembuatan simbol peta, tata letak peta, penggambaran, pemilihan teks untuk nama geografis, dan proses produksi.

2. Pengolahan data yang terdiri atas penentuan sistem proyeksi peta, pemilihan metode penyajian relief, dan konstruksi peta.

3. Proses penyajian hasil akhir berupa penentuan teknologi kartografi untuk produk akhir.

Sesuai dengan lingkup pekerjaan kartografi, beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pembuatan peta adalah penentuan aspek geometrik peta. Aspek geometrik berhubungan langsung dengan permasalahan posisi suatu tempat terhadap suatu referensi tertentu. Dipandang dari segi teoritis, aspek geometrik berhubungan dengan transformasi matematis dari koordinat geodetik pada permukaan bumi ke koordinat proyeksi di bidang datar. Beberapa hal yang berkaitan dengan aspek geometrik peta, di antaranya yaitu sistem koordinat, proyeksi peta, skala peta, dan konstruksi peta (Soendjojo dan Riqqi, 2012).

I.5.5.1. Sistem Koordinat

1.5.5.1. Sistem koordinat. Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012), sistem koordinat merupakan komponen yang penting karena menyatakan posisi titik-titik yang ada di peta. Adanya sistem koordinat yang merupakan perpotongan dua garis lengkung (paralel dan meridian bumi) akan memudahkan perhitungan, analisa, dan pendeskripsian yang bersifat geometrik maupun dinamik. Terdapat dua macam sistem koordinat, yaitu:

1. Koordinat geodetik, merupakan posisi suatu titik di permukaan bumi yang ditentukan dari perpotongan meridian dan paralel.

2. Koordinat proyeksi, merupakan merupakan koordinat kartesian suatu titik yang dinyatakan dalam besaran absis (X) dan ordinat (Y) dalam satuan

(9)

panjang. Sumbu X merupakan garis proyeksi dari salah satu paralel dan sumbu Y merupakan garis proyeksi dari salah satu meridian.

I.5.5.2. Proyeksi peta

1.5.5.2. Proyeksi peta. Proyeksi peta menurut SNI 6502.1 (2000) merupakan “penggambaran sistematis dari garis-garis di atas permukaan bidang datar untuk menggambarkan garis-garis paralel dari lintang dan garis-garis meridian dari bujur bumi dari sebagian permukaan bumi atau keseluruhan bola bumi”. Proyeksi peta berisi gratikul garis yang merepresentasikan paralel-paralel lintang dan meridian-meridian bujur, atau berisi grid peta (SNI 6502.2, 2010). Prihandito (2010) juga mengungkapkan pengertian proyeksi peta yaitu “metode penyajian permukaan bumi pada suatu bidang datar dari koordinat geografis pada bola atau koordinat geodetis pada elipsoid”. Jenis proyeksi peta yaitu proyeksi polieder, proyeksi merkator, proyeksi albers, proyeksi transverse merkator, proyeksi universal transverse merkator (UTM), dan sebagainya. Pemilihan proyeksi peta tergantung pada tiga hal berikut:

1. Ciri-ciri tertentu atau ciri-ciri asli yang harus dipertahankan yang berhubungan dengan tujuan penggunaan peta. Misalnya pemetaan skala besar harus memenuhi syarat konform.

2. Besar dan bentuk daerah yang dipetakan. 3. Letak geografis daerah di atas permukaan bumi. I.5.5.3. Skala peta

1.5.5.3. Skala peta. Skala merupakan perbandingan jarak antara peta dengan kenyataan di bumi dan dinyatakan dengan perbandingan (Permendagri Nomor 45, 2016). Soendjojo dan Riqqi (2012) menjabarkan cara penyajian skala peta, yaitu:

1. Skala bilangan, penyajiannya dengan menggunakan suatu bilangan bulat, misalnya 1:10.000, 1:25.000, dan lain-lain.

2. Skala grafis, penyajiannya dalam bentuk grafis yaitu menggambarkan hubungan antara ukuran jarak di peta dengan jarak sebenarnya dalam bentuk suatu garis. Konstruksi skala garis memperlihatkan hubungan antara kilometer/meter dengan sentimeter. Contoh skala grafis ditunjukkan oleh Gambar I.2.

(10)

3. Skala pernyataan, penyajiannya menggunakan satuan ukuran bukan dalam bentuk satuan meter. Contohnya 1 inch to 1 mile.

I.5.5.4. Konstruksi peta

1.5.5.4. Konstruksi peta. Teori mengenai konstruksi peta disampaikan oleh Soendjojo dan Riqqi (2012), yaitu bahwa pada setiap peta disajikan garis-garis kerangka sebagai konstruksi peta. Garis kerangka peta terdiri atas garis grid dan gratikul yang ditunjukkan oleh Gambar I.3.

Gambar I. 3. Garis gratikul dan garis grid (Soendjojo dan Riqqi, 2012)

Garis grid dan garis gratikul yang ditunjukkan oleh Gambar I.3 memiliki bentuk yang berbeda. Garis yang digambarkan tergantung pada garis tepi peta, yaitu apabila garis tepi berbentuk grid maka garis muka peta digambarkan dengan garis grid. Selanjutnya, apabila garis tepi peta berbentuk gratikul maka garis muka peta juga berbentuk garis gratikul. Bentuk. Berikut adalah penjelasan mengenai garis gratikul dan garis grid:

1. Garis gratikul, biasanya digunakan untuk peta skala sedang dan kecil. Garis gratikul mempunyai panjang busur yang berubah-ubah ke arah utara dan selatan dari ekuator. Besaran bujur akan semakin kecil bila mendekati ekuator atau menjauhi utara/selatan.

2. Garis grid, banyak dijumpai pada peta skala sedang dan skala besar. Garis grid pada muka peta tergambar saling tegak lurus dan perpotongannya merupakan koordinat sistem referensi kartesian. Definisi lain dari grid peta yaitu “sistem koordinat kartesian persegi panjang yang ditumpang susun terhadap peta atau suatu penggambaran dari permukaan bumi yang

(11)

mempunyai karakteristik dan ketelitian tertentu sehingga dapat mengidentifikasi lokasi dari permukaan bumi terhadap lokasi lainnya dan juga dipakai untuk perhitungan arah dan jarak terhadap titik lain” (SNI 6502.1, 2000). Spesifikasi penyajian peta rupabumi mendefinisikan grid sebagai kumpulan garis horizontal dan vertikal yang berjarak teratur dan dapat digunakan sebagai acuan (SNI 6502.2, 2010). Contoh grid pada peta ditunjukkan oleh Gambar I.4.

Gambar I. 4. Contoh grid pada peta (Peta RTRW administrasi Kota Semarang)

Titik-titik grid pada peta ditunjukkan oleh Gambar I.4 dengan lingkaran merah, sedangkan koordinat grid ditunjukkan oleh kotak hijau. Titik-titik grid biasanya terletak menyebar di seluruh permukaan peta, sedangkan koordinat grid berada pada tepi muka peta.

Selain aspek geometrik, komponen penting lain dari kartografi adalah desain

peta. Hal ini akan menentukan bagaimana isi peta akan tersampaikan kepada pembaca.

Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012), desain peta menyangkut empat hal yaitu pemilihan simbol, tata letak peta, pemilihan warna, serta pemilihan jenis dan ukuran huruf.

I.5.5.5. Simbolisasi dan warna

1.5.5.5. Simbolisasi dan warna. Menurut SNI spesifikasi penyajian peta rupabumi, simbol merupakan “diagram, desain, huruf, karakter, atau singkatan yang ditempatkan pada peta yang mewakili kenampakan tertentu”. Warna disebutkan sebagai separasi warna yang definisinya adalah pemisahan warna pada gambar, desain, atau negatif untuk keperluan pencetakan peta. Pengaturan simbolisasi dan warna peta

Titik-titik grid

(12)

pada kegiatan ini mengikuti Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa dalam bentuk peta penutup lahan yang dibuat oleh BIG. Spesifikasi teknis simbolisasi peta disajikan pada Tabel I.2.

Tabel I. 2. Simbolisasi Peta Desa (BIG, 2016)

No Nama Unsur Simbol Warna (CMYK %)

A. Batas Administratif 1 Batas kabupaten/kota Spesifikasi: Ukuran mask = 1,4mm 00 00 00 100 hitam Mask: putih 00 00 00 00 2 Batas kecamatan Spesifikasi: Ukuran mask = 1,2 mm 00 00 00 100 hitam Mask: oranye 00 17 50 00 5 Bata kelurahan/desa Spesifikasi: Ukuran mask = 1mm 00 00 00 100 hitam Mask: Kuning 00 00 100 00 B. Unsur Jalan

6 Jalan Utama 00 30 00 00 Magenta

Mask: hitam 00 00 00 100

7 Jalan Lokal 00 47 60 00 Oranye

Mask: hitam 00 00 00 100

8 Jalan Lain 00 32 60 00 Oranye

Mask: hitam 00 00 00 100

9 Jalan Kereta Api 00 00 00 00 Putih

Mask: hitam 00 00 00 100

(13)

Lanjutan Tabel I.2 Simbolisasi Peta Desa (BIG, 2016)

No Nama Unsur Simbol Warna (CMYK %)

C. Unsur Sungai 10 Sungai 100 00 00 00 Cyan 20 00 00 00 Cyan D. Unsur Danau 11 Danau, telaga, waduk 100 00 00 00 Cyan 20 00 00 00 Cyan E. Unsur Penutup Lahan

12 Bangunan tempat tinggal 00 20 25 00 Oranye Mask: hitam 00 00 00 100 13 Sawah 40 00 00 00 Cyan 00 00 00 00 Putih Mask: hitam 00 00 00 100 14 Tegalan/ladang 00 00 40 00 Kuning Mask: hitam 00 00 00 100 15 Vegetasi non budidaya lainnya 46 07 41 00 Hijau Mask: hitam 00 00 00 100 16 Tambak 54 18 34 00 Hijau Mask: hitam 00 00 00 100

Simbolisasi yang tertera pada Tabel I.2 adalah sebagian simbol yang relevan dengan kegiatan aplikatif pembuatan peta batas kelurahan untuk Kota Semarang.

I.5.5.6. Toponimi

I.5.5.6. Toponimi. Toponimi adalah suatu bidang ilmu mengenai nama tempat (toponim) serta totalitas dari toponim dalam suatu region (Jacub Rais, 2008 dalam Asadi, 2015). Ruang lingkup toponimi adalah semua unsur rupabumi yang meliputi nama unsur alam, buatan, dan administratif (Salim, 2013). Toponimi pada kegiatan aplikatif ini mengacu Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa yang dibuat oleh BIG. Beberapa aturan penyajian toponimi disajikan pada Tabel I.3

(14)

Tabel I. 3. Spesifikasi huruf untuk toponim (BIG, 2016)

No Unsur Spesifikasi (skala 1:5.000)

Contoh aplikasi

1 Jalan (garis)

Font: Arial, italic, 6pt RGB: 78 78 78 Outline: putih, 0.2pt 2 Sungai

(garis)

Font: Times New Roman, italic, 6.5pt

RGB: 0 169 230 Outline: putih, 0.2pt 3 Nama perairan:

laut, danau, sungai, dll

(titik)

Font: Serif (Times New Roman), italic, ukuran maksimal 14pt dan minimal 8pt, tergantung luas unsur. Warna: biru

SAMUDERA

LAUT SELAT DANAU SUNGAI TELUK SUNGAI 4 Wilayah Administrasi

Font: Arial, kapital tegak Warna: hitam

Provinsi Ukuran 16pt

JAWA TENGAH

Kabupaten/Kota Ukuran 14pt

KOTA SEMARANG

Kecamatan Ukuran 13pt TEMBALANG

Kelurahan Ukuran 12pt PUDAKPAYUNG

Penyajian toponimi disesuaikan dengan skala peta. Aturan penyajian toponimi pada Tabel I.3 digunakan untuk peta skala 1:5.000 yang relevan dengan kegiatan aplikatif. I.5.5.7. Ukuran peta

1.5.5.7. Ukuran peta. Ukuran peta merupakan salah satu bagian dari tata letak peta. Ukuran peta diatur berdasarkan skala peta yang akan disajikan, dengan memperhatikan kenampakan objek. Berdasarkan Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa oleh BIG (2016), terdapat dua jenis ukuran penyajian peta, yaitu pada kertas A0 dan A1. Kertas A0 memiliki ukuran 1189mm x 841mm, maka ukuran peta adalah 1060mm x 840mm, dan ukuran muka peta adalah 750mm x 750mm. Selanjutnya, pada kertas A1 dengan ukuran 594mm x 420mm, maka ukuran peta adalah 630mm x 490mm, dan ukuran muka peta adalah 460mm x 460mm.

Gambar

Gambar I.1 bagian (a) dan (b) merupakan contoh penetapan dan penegasan batas  di  as  jalan  dan  sungai  berupa  garis  median  (median  line)
Tabel I. 1. Spesifikasi Teknis Peta Penetapan Batas Desa
Gambar I.  3. Garis gratikul dan garis grid (Soendjojo dan Riqqi, 2012)
Gambar I.  4. Contoh grid pada peta   (Peta RTRW administrasi Kota Semarang)
+3

Referensi

Dokumen terkait

• Fungsi dari organisasi perusahaan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya-sumberdaya untuk menghasilkan barang atau jasa disebut fungsi Operasi. • Manajemen operasi secara

Hasil penghitungan analisa Gambar 6 diatas menunjukkan persentase pemotongan sapi perah betina umur produktif sebanyak 26 % atau 47 ekor dari total pemotongan 184

Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong

Fungsi terkait untuk menangani permasalahan tersebut biasanya pakai trigger mas, namun sepengetahuan saya, di MySQL kita tidak dapat memanipulasi row pada tabel yang

Aktivitas belajar merupakan inti dari kegiatan di sekolah, sebab semua aktivitas belajar dimaksudkan untuk mencapai keberhasilan proses belajar bagi setiap siswa

minatnya siswa belajar. Untuk menumbuhkan minat belajar yang maksimal dengan hasil yang baik selama pandemi, maka harus benar-benar memperhatikan berbagai faktor

HONDA CRV AUTOMATIC 2400cc 2008 April Silver Pakai Dari Baru Is- timewa Km90rb ServisHonda Masih- Original Siap Pakai #0818.. System SrtLkpFaktur KunciSrpMnlBook Anti-

Natrium selenit yang diperoleh diasamkan dengan asam sulfat sehingga menjadi asam selenit yang larut dan telurit (jika ada) akan mengendap...