BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Halal merupakan fenomena global yang sudah menjadi tren pasar dan gaya hidup dunia. Fenomena tersebut didorong oleh peningkatan jumlah penduduk Muslim dunia yang mulanya berjumlah 1,7 miliar pada tahun 2014, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 29% atau sekitar 2,2 miliar pada tahun 2030 (DinarStandard, 2019). Meningkatnya populasi Muslim tersebut, membuat pasar halal global semakin berkembang pesat. Sekarang ini, bisnis halal tidak hanya terbatas pada industri makanan dan minuman saja, tetapi sudah mulai meluas sampai ke industri jasa seperti pariwisata (Katadata.co.id, 2020). Hal ini sejalan dengan berkembangnya industri pariwisata dan meningkatnya kesejahteraan kalangan menengah Muslim (middle class Moslem), sehingga mendorong munculnya istilah pariwisata halal (halal tourism) sebagai tujuan wisata baru saat ini (CrescentRating & Mastercard, 2018). Pariwisata halal sedang dibutuhkan dan dicari oleh wisatawan Muslim di dunia dan merupakan fenomena baru yang muncul dalam industri halal (Ratnasari et al., 2019). Minat terhadap pariwisata halal diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatya jumlah wisatawan Muslim dari tahun ke tahun (Henderson, 2016).
Dalam laporan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019, jumlah kunjungan wisatawan Muslim secara global diperkirakan akan semakin meningkat dari 160 juta wisatawan pada tahun 2020, menjadi 230 juta wisatawan pada tahun 2026.
Peningkatan jumlah kunjungan wisawatan Muslim tersebut terdistribusi di negara yang mayoritas berpenduduk Muslim maupun tidak. Sedangkan pengeluaran wisatawan Muslim diprediksi juga akan terus meningkat dari USD 220 miliar pada tahun 2020 menjadi USD 300 miliar pada tahun 2026 (CrescentRating &
Mastercard, 2019). Pengeluaran paling banyak didominasi oleh wisatawan
Muslim yang berasal dari Timur Tengah khususnya Arab Saudi, Uni Emirat Arab
dan Qatar (DinarStandard, 2019). Adanya peningkatan pangsa pasar wisatawan
Muslim global tersebut, mendorong beberapa negara untuk mulai fokus mengembangkan pariwisata halal, tak terkecuali Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) turut mengembangkan pariwisata halal yang ramah Muslim sejak lima tahun yang lalu (Kementerian Pariwisata RI, 2019). Indonesia termasuk negara yang memiliki potensi sangat besar untuk mengembangkan pariwisata halal. Mayoritas penduduk Indonesia yang 87% beragama Islam (bps.go.id, 2020), menjadikan sebagian besar destinasi wisata dan kebudayaan Indonesia ramah terhadap wisatawan Muslim. Potensi yang dimilikinya itu, dapat menjadi modal utama bagi Indonesia untuk mengembangkan pariwisata halal yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Pariwisata halal di Indonesia sendiri mulai berkembang sejak keberhasilannya memenangkan 12 penghargaan di ajang World Halal Tourism Summit (WHTS) pada 07 Desember 2016 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (Prakoso, 2016), dan ajang tersebut masih belum diadakan lagi pada tahun-tahun berikutnya. Seperti yang disebutkan pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1
Penghargaan Indonesia di Ajang World Halal Tourism Summit (WHTS)
No. Kategori Pemenang
1 World’s Best Airline for Halal Travellers Garuda Indonesia
2 World’s Best Airport for Halal Travellers Sultan Iskandar Muda Internasional Airport
3 World’s Best Family Friendly Hotel The Rhadana Kuta, Bali 4 World’s Most Luxurious Family Friendly Hotel The Trans Luxury Bandung 5 World’s Best Halal Beach Resort Novotel Lombok Resort and Villas 6 World’s Best Halal Tour Operator ERO Tours Sumatera Barat
7 World’s Best Halal Travel Website www.wonderfullomboksumbawa.com 8 World’s Best Halal Honeymoon Destination Sembalun Valley Region, Nusa
Tenggara Barat 9 World’s Best Hajj & Umrah Operator ESQ Tours and Travel 10 World’s Best Halal Destination Sumatera Barat 11 World’s Best Halal Culinary Sumatera Barat 12 World’s Best Halal Cultural Destination Aceh
Sumber : travel.detik.com (2016)
Perkembangan pariwisata halal di Indonesia tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Menurut Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata RI Tahun 2018, sektor pariwisata telah memberikan kontribusi sebesar 5,4% terhadap PDB Indonesia pada tahun 2018 (Qibthiyyah, 2018). Pendapatan pariwisata mulai mengalami peningkatan sejak tahun 2017, yaitu dari Rp 182 miliar menjadi Rp 223 miliar pada tahun 2018 (Ratnasari et al., 2020). Sedangkan pasar pariwisata halal Indonesia, juga turut mengalami peningkatan sebesar 18% pada tahun 2018. Jumlah kunjungan wisatawan Muslim mancanegara ke destinasi wisata halal unggulan Indonesia sebanyak Rp 2,8 juta, dengan total devisa yang diperoleh lebih dari Rp 40 triliun (Kementerian Pariwisata RI, 2019). Berkat upaya pengembangan pariwisata halal yang terus dilakukan oleh Kementerian Pariwisata RI, akhirnya Global Muslim Travel Index (GMTI) menetapkan Indonesia sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia pada tahun 2019. Indonesia berhasil menduduki peringkat pertama mengungguli 130 destinasi lainnya, dengan perolehan skor sebesar 78 bersamaan dengan Malaysia (CrescentRating & Mastercard, 2019). Seperti yang ditunjukkan oleh tabel 1.2 berikut ini.
Tabel 1.2
Top Halal Tourist Destinations 2019
GMTI 2019 Rank Destination Score
1 Indonesia 78
1 Malaysia 78
3 Turkey 75
4 Saudi Arabia 72
5 United Arab Emirates 71
6 Qatar 68
7 Marocco 67
8 Bahrain 66
9 Oman 66
10 Brunei 65
10 Singapore 65
Sumber : Global Muslim Travel Index (2019)
Keberhasilan Indonesia menjadi destinasi pariwisata halal terbaik dunia, menunjukan adanya keunggulan dalam menyediakan fasilitas dan layanan yang ramah terhadap Muslim. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari pariwisata halal, yang tidak lain dirancang untuk memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim selama berwisata (Henderson, 2016). Pariwisata halal dapat dipahami sebagai konsep wisata yang memiliki unsur ibadah dan kemaslahatan. Karena poin terpenting dalam pariwisata halal yaitu meningkatkan kenyamanan wisatawan Muslim tanpa melupakan kewajiban agamanya. Kegiatan pariwisata bisa menjadi ibadah apabila ditujukan untuk mencari keberkahan dari Allah SWT. Seperti firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 100 :
ٍِِْْۢ ْجُش ْخَّٝ ٍََِْٗۗ ًخَعَسَّٗ اًشِْٞثَم بًََغاَشٍُ ِضْسَ ْلْا ِٚف ْذِجَٝ ِ هّاللّ ِوِْٞجَس ِْٜف ْشِجبَُّٖٝ ٍََِْٗ
ُ هّاللّ َُبَمَٗۗ ِ هّاللّ َٚيَع ُٗٓشْجَا َعَقَٗ ْذَقَف ُد ََْْ٘ىا ُْٔمِسْذُٝ ٌَُّث ِٖٔىُْ٘سَسَٗ ِ هّاللّ َٚىِا اًشِجبٍَُٖ ِٖٔزَْٞث َّس اًس ُْ٘فَغ ًٌِْٞح
ا
Wa may yuhājir fī sabīlillāhi yajid fil-arḍi murāgamang kaṡīraw wa sa'ah, wa may yakhruj mim baitihī muhājiran ilallāhi wa rasụlihī ṡumma yudrik-hul-mautu fa qad waqa'a ajruhụ 'alallāh, wa kānallāhu gafụrar raḥīmā
Artinya : "Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak.
Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Terjemahan Al-Qur'an, Departemen Agama RI, 2020).
Berdasarkan ayat di atas, Allah SWT mengagungkan perkara hijrah dengan
menjadikannya memiliki pahala yang besar meski hanya baru keluar dari negeri
kafir dan belum sampai ke negeri tujuan berhijrah. Allah SWT menjelaskan
bahwa barangsiapa yang keluar dari rumahnya demi mendapatkan keridhaan
Allah SWT dan kasih sayang Rasulullah SAW serta menolong agama Islam,
namun kemudian ajal menjemputnya, maka dia telah mendapatkan pahala
berhijrah sebagai janji dari Allah SWT. Kemudian Allah SWT menutup ayat ini
dengan ampunan dan rahmat, yakni Dia mengampuni orang-orang yang beriman
atas kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan, terlebih lagi orang-orang yang senantiasa bertaubat kepada-Nya, dan Dia merahmati seluruh makhluk-Nya di dunia (Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia, 2020).
Adanya fenomena pariwisata halal ini, membuat persaingan dalam industri pariwisata halal semakin meningkat. Saat ini, Indonesia masih melihat tingkat kunjungan wisatawan Muslim sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah destinasi halal. Menurut Kementerian Pariwisata RI, jumlah kunjungan wisatawan Muslim mancanegara ke destinasi halal di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Kementerian Pariwisata RI, 2019). Jumlah kunjungan wisatawan Muslim mancanegara ke Indonesia hanya mencapai 22% atau sebanyak 3 juta wisatawan, jauh tertinggal dengan Malaysia yang berhasil mencapai 25% atau sebanyak 6 juta wisatawan dan kemudian disusul dengan Thailand yang berhasil mencapai 24% atau sebanyak 5 juta wisatawan (Yolanda, 2019; Rahayu, 2019). Penyebabnya adalah belum semua destinasi halal di Indonesia menerapkan empat aspek yang telah ditetapkan dalam Indonesia Muslim Travel Index (IMTI), yaitu berupa aksesibilitas, komunikasi, lingkungan dan layanan wisata (Kementerian Pariwisata RI, 2019). Masalah tersebut menuntut pengelola pariwisata halal di Indonesia untuk terus memaksimalkan attribute di setiap destinasi halalnya. Menurut Isa et al. (2018) halal destination attributes yang tepat dan sesuai dengan wisatawan Muslim akan meningkatkan daya saing destinasi. Penting bagi sebuah destinasi halal untuk tidak hanya sekedar menarik kunjungan dari wisatawan Muslim, tetapi juga membentuk perilaku masa depan (behavioral intention) yang menguntungkan dari wisatawan Muslim. Behavioral intention wisatawan Muslim ini menjadi penting dalam kegiatan manajemen destinasi halal di Indonesia, karena akan berdampak terhadap jumlah kunjungan wisatawan Muslim (Ratnasari et al., 2020).
Menyasar wisatawan Muslim sebagai target utamanya, industri pariwisata
halal di Indonesia perlu fokus pada halal destination attributes yang tersedia bagi
para wisatawan Muslim. Ketersediaan halal destination attributes diharapkan
lebih mendorong minat wisatawan Muslim untuk berkunjung ke destinasi wisata
halal di Indonesia. Halal destination attributes dapat menjadi citra positif untuk
meningkatkan kunjungan dari wisatawan Muslim (Rahman, 2014). Selain itu, keseluruhan destination attributes dapat memberikan efek yang kuat terhadap behavioral intention wisatawan (Moon dan Han, 2018). Dengan demikian, Indonesia dapat dengan mudah meningkatkan daya saing pariwisata halalnya.
Battour et al. (2011) menyebutkan bahwa halal destination attributes sangat penting untuk menjadi preferensi wisatawan Muslim dalam memilih tujuan pariwisata tertentu. Bagi wisatawan Muslim, kewajiban agamanya tetap harus dijalankan meskipun sedang berwisata (Fahham, 2017). Oleh karena itu, wisatawan Muslim akan mempertimbangkan ketersediaan fasilitas serta layanan yang sesuai dengan agama dan pribadi mereka. Halal destination attributes mencerminkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh wisatawan Muslim, seperti layanan makanan halal, fasilitas beribadah, fasilitas dan layanan yang kondusif dengan nilai dan gaya hidup Islam, tidak adanya kegiatan non-halal, serta fasilitas rekreasi dan pelayanan lainnya yang sesuai dengan syariah (Pandjaitan, 2018: 2).
Saat mengunjungi destinasi halal, beberapa halal destination attributes tersebut akan mengatur persepsi wisatawan Muslim mengenai pengalaman perjalanannya di sebuah destinasi halal, yang kemudian dapat berpengaruh terhadap experience quality wisatawan (Cetin dan Bilgihan, 2016; Moon dan Han, 2018). Experience quality mencerminkan perasaan wisatawan dan penilaian keseluruhan dari pengalaman perjalanan mereka di tempat tujuan, termasuk hasil keterlibatan dan interaksi mereka dengan destination attributes (Cong, 2016).
Experience quality yang dievaluasi baik oleh wisatawan Muslim, dapat
berpengaruh besar terhadap satisfaction dan behavioral intention wisatawan
(Anton et al., 2017; Ali et al., 2016). Wisatawan Muslim yang memiliki
experience quality positif dengan halal destination attributes akan merasakan
destination satisfaction, karena mereka menganggap atribut yang tersedia pada
destinasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapannya (Sangpikul, 2018),
sehingga pada gilirannya dapat mengarah pada behavioral intention (Wu et al.,
2018). Behavioral intention yang menguntungkan dari wisatawan Muslim akan
meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan pada destinasi halal tersebut. Oleh
karena itu, experience quality dan destination satisfaction akan menjadi elemen
penting bagi wisatawan Muslim dalam melakukan sebuah evaluasi.
Pada dasarnya, destination satisfaction dapat digunakan untuk menilai kinerja dari halal destination attributes (Yuliviona et al., 2019). Hal ini dikarenakan satisfaction wisatawan secara keseluruhan diatur oleh serangkaian persepsi berdasarkan pengalaman mereka dengan destination attributes (Albayrak dan Caber, 2013). Destination satisfaction merupakan evaluasi yang terakumulasi dari berbagai komponen dan fitur destinasi (Anton et al., 2017). Pada umumnya, satisfaction wisatawan dengan destination attributes mengarahkan kepada destination satisfaction secara keseluruhan (Sangpikul, 2018). Menurut Hassan (2015) fasilitas sholat, paket wisata ramah Muslim, situs terkait, makanan halal dan keseluruhan moralitas dapat mempengaruhi destination satisfaction.
Destination satisfaction mengacu pada kesenangan wisatawan Muslim setelah berkunjung pada destinasi tertentu (Ratnasari et al., 2020). Kesenangan wisatawan Muslim dengan seluruh attribute yang telah mereka dapatkan di suatu destinasi, memiliki pengaruh kuat terhadap behavioral intention wisatawan (Choi et al., 2018). Wisatawan Muslim yang merasa puas diharapkan akan melakukan kunjungan berulang serta merekomendasikannya kepada orang lain (Isa et al., 2018). Harapan itulah yang dibutuhkan oleh setiap destinasi halal di Indonesia untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan dari wisatawan Muslim.
Dari beberapa destinasi halal di Indonesia, peneliti memilih Sumatera Barat sebagai obyek penelitian ini karena telah menerapkan halal destination attributes, experience quality dan destination satisfaction dalam konsep pemasarannya.
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu dari 10 destinasi halal prioritas
nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata Indonesia (Kementerian
Pariwisata RI, 2019). Sumatera Barat telah diakui sebagai halal destination oleh
Menparekraf pada tanggal 7 Oktober 2016 di Gedung Sapta Pesona dalam Malam
Anugerah Wisata Halal 2016 (Rozalinda dkk., 2019). Di samping itu, Sumatera
Barat juga telah berhasil meraih tiga penghargaan sekaligus yaitu "World's Best
Halal Destination", "World's Best Halal Culinary Destination", dan "World’s Best
Halal Tour Operator" dalam ajang World Halal Tourism Award 2016 di Abu
Dhabi pada tanggal 7 Desember 2016 (CrescentRating & Mastercard, 2019). Di
daerah ini terdapat banyak sekali obyek wisata halal yang menarik bagi wisatawan Muslim, baik wisata alam, wisata budaya, maupun wisata kulinernya.
Salah satu yang menjadi daya tarik dari Sumatera Barat yaitu pesona alamnya yang begitu indah dan eksotis, serta keramahan masyarakat setempat yang membuatnya mampu mengalahkan beberapa destinasi favorit para traveller di Indonesia, seperti Bali, Yogyakarta dan Bandung (Sanesta, 2015). Keindahan Sumatera Barat didukung dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan memiliki budaya Islami yang sangat kental, karena menerapkan falsafah adat
"basandi syarak, syarak basandi kitabullah" atau "adat bersendikan agama, adat bersendikan Al-Qur'an" (Rozalinda dkk., 2019). Hal tersebut semakin memperkuat Sumatera Barat sebagai destinasi halal terbaik di dunia yang ramah bagi wisatawan Muslim. Konsep halal di Sumatera Barat memang sudah melekat dengan kebiasaan hidup masyarakatnya. Di Sumatera Barat telah tersedia berbagai fasilitas dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan Muslim, mulai dari makanan dan minuman halal, fasilitas ibadah, hingga hotel dan atraksi yang sesuai dengan syariat Islam. Kondisi ini menjadikan halal destination attributes yang tersedia di Sumatera Barat sangat mendukung kunjungan dari wisatawan Muslim domestik maupun mancanegara.
Gambar 1.1
Halal Destination Attributes di Sumatera Barat
Sumber : travel.kompas.com (2020)