• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS. 3.1 Analisis Fungsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III ANALISIS. 3.1 Analisis Fungsi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB III ANALISIS

3.1 Analisis Fungsi

Analisis fungsi diperlukan untuk mengetahui jenis kegiatan yang mungkin dilakukan oleh pengguna bangunan. Berdasarkan fungsi pada mixed-use building, kegiatan tersebut dapat terbagi sesuai dengan fungsi bangunannya yaitu fungsi komersial dan fungsi hunian dengan klasifikasi kegiatan utama dan kegiatan pendukung.

A. Kegiatan Utama

Pada bangunan dengan fungsi komersial, kegiatan utama yang dilakukan tentu adalah kegiatan perbelanjaan antara pengunjung dengan ritel-ritel yang ada. Kegiatan ini berupa transaksi dan distribusi berbagai barang maupun jasa. Secara umum dapat diklasifikasikan beberapa kategori seperti grosir yang menjual kebutuhan harian, fashion yang menyediakan berbagai kelengkapan pakaian, speciality shop untuk ritel yang menjual berbagai barang khusus seperti elektronik, kebutuhan olahraga, dll hingga food and beverage dengan makanan dan minumannya.

Selain itu dilengkapi juga dengan kegiatan rekreasi atau fasilitas hiburan yang sekaligus menjadi salah satu daya tarik pengunjung. Dalam fungsi komersial, biasanya terdapat fasilitas rekreasi yang menunjang kegiatan hobi, permainan hingga olahraga yang dapat dilakukan secara individu, bersama teman-teman, ataupun dengan keluarga. Kegiatan lainnya yang umum dilakukan adalah jenis kegiatan promosi dan kegiatan acara. Kegiatan promosi ini dapat berupa sebuah pameran maupun dalam bentuk pengiklanan baik grafis maupun tulisan serta berbagai jenis acara dengan skala kecil.

Pada fungsi hunian, kegiatan utama yang dilakukan mencakup fungsi tempat tinggal bagi penghuni. Sehingga aktivitas yang dilakukakan adalah beristirahat serta berkumpul dengan keluarga. Selain itu, terdapat juga fungsi tambahan berupa aktivitas berolahraga untuk menjaga kesehatan dan kebugaran penghuni serta aktivitas interaksi antar penghuni.

B. Kegiatan Pendukung

Pada fungsi bangunan komersial, kegiatan pendukung diisi oleh aktivitas pengelolaan bangunan. Pengelolaan tersebut terdiri dari beberapa klasifikasi kegiatan seperti kegiatan manajemen yang dilakukan oleh pengolah ritel, kegiatan operasionalitas untuk menunjang penggunaan seperti penjaga keamanan dan kebersihan, serta pemeliharaan bangunan serta kontrol

(2)

9 utilitasnya. Aktivitas lain yang melengkapi fungsi komersial adalah kegiatan bongkar muat barang terutama untuk menunjang ritel yang ada.

Sama dengan fungsi komersial, untuk fungsi hunian juga didukung oleh kegiatan pengelolaan untuk melengkapi kegiatan utama. Kegiatan tersebut terdiri atas aktivitas koordinasi dan administrasi pengelolaan, pemeliharaan kebersihan, pengamanan, hingga kegiatan promosi. Kegiatan lainnya yang juga menunjang kedua fungsi adalah kegiatan servis berupa fungsi parkir pengunjung, penghuni, pengelola, serta karyawan.

C. Pengguna

Pengguna bangunan ini nantinya akan terdiri dari beberapa jenis yaitu pengunjung mal, penghuni apartemen , pengelola serta tamu dari penghuni apartemen. Pengunjung mal akan datang hanya saat jam buka mal. Pengunjung akan datang baik menggunakan kendaraan maupun jalan kaki memakai akses pedestrian. Pengunjung yang turun di area drop off kemudian menuju lobi utama mal sedangkan akses lainnya dapat dari basemen ketika memarkirkan kendaraan.

Berbeda dengan pengunjung mal, penghuni apartemen dapat memasuki bangunan kapan saja, namun harus melalui lobi apartemen tersebut baik yang berada pada lantai dasar jika penghuni tidak menggunakan kendaraan, maupun melalui lobi basemen untuk yang menggunakan kendaraan. Penghuni selanjutnya akan menuju lobi perantara pada lantai di atas sebelum menuju unit kamar apartemen.

Pengelola dapat datang setiap waktu tergantung dari jadwal kerjanya. Namun sama seperti penghuni apartemen, pengelola juga harus tetap melewati lobi yang sama dengan penghuni apartemen. Selanjutnya adalah tamu dari penghuni apartemen, baik itu keluarga, teman, ataupun jasa layanan antar barang yang ingin mengirimkan paket ke penghuni apartemen. Tamu akan melewati lobi apartemen, untuk itu lobi apartemen harus dapat dengan mudah dikenali oleh tamu tersebut sehingga akan berpengaruh pada penempatan lobi pada denah. Dari lobi tamu akan menuju resepsionis untuk memberitahu keperluannya.

D. Isu Terkait Fungsi

Mengingat sifat mixed use building yang memiliki fungsi campuran maka pemisahan zonasi setiap fungsi harus menjadi perhatian khusus. Harus terdapat perbedaan zonasi setiap fungsi mengingat setiap fungsi memiliki tingkat keprivasian yang berbeda. Dengan perbedaan zonasi ini juga menuntun pada perbedaan akses untuk setiap zona tersebut. Rancangan harus dapat memastikan pengguna zona publik tidak dapat mengakses langsung zona yang lebih privat, namun pengguna zona privat masih bisa mengakses dengan leluasa zona publik.

(3)

10 Sifat campuran pada mixed use building ini juga menghasilkan isu pada rancangan utilitas pada setiap fungsi. Setiap fungsi harus memiliki utilitas yang memadai tanpa mengganggu fungsi lainnya. Selain itu pengembangan bangunan yang dilakukan secar vertikal juga akan menjadi isu dalam manajemen utilitas yang juga secara vertikal.

Karena pengembangan bangunan yang dilakukan secara vertikal juga akan menghasilkan isu keamanan dan keselamatan pengguna yang juga harus mendapat perhatian khusus. Rancangan harus dapat memastikan pengguna pada lantai atas dapat dengan selamat menuju area evakuasi ketika terjadi keadaan darurat. Begitu juga dengan bangunan mal yang cukup luas dimana setiap sisi bangunan harus dapat dipastikan dapat terjangkau malalui akses darurat. Dengan begitu rancangan juga harus didukung dengan fasilitas evakuasi darurat yang memadai baik di dalam maupun di luar bangunan.

Bangunan yang berjenis komersial juga menjadi isu dalam perancangan. Karena itu, rancangan harus dapat memaksimalkan setiap ruang untuk dapat disewakan dan bersifat adil. Namun penggunaan ruang ini tetap harus mematuhi aturan yang ada terkait penggunaan lahan dan ruang seperti peraturan KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan, dan KDH (Koefisien Dasar Hijau). Sifat komersial bangunan ini juga mendorong rancangan untuk dapat memperhatikan segi suasana dalam rancangan baik suasana dari luar maupun di dalam bangunan. Suasana ini ditujukan untuk menciptakan sebuah daya tarik bagi pengunjung sehingga bangunan akan memiliki nilai jual yang tinggi.

3.2 Analisis Lahan

3.2.1 Informasi Tapak

(4)

11 Tapak yang menjadi lokasi perancangan memiliki luas sekitar 1,18 Ha dan berada di pusat kota Bandar Lampung tepatnya di Jl Raden Inten, Tanjung Karang Pusat. Pada area tapak terdapat banyak bangunan dengan fungsi komersial mulai dari pertokoan, bank, hingga hotel hingga fungsi hunian berupa permukiman padat penduduk. Secara lebih rinci, sisi utara tapak dibatasi beberapa eksisting permukiman dan bersebelahan langsung dengan Grand Mercure, sisi selatan di batasi beberapa ruko dan permukiman yang cukup padat, sedangkan sisi barat tapak berbatasan langsung dengan kali dan permukiman warga. Pada eksisting tapak juga terdapat jalan tanah yang seolah membagi tapak.

3.2.2 Potensi View

Gambar 7 View pada Tapak

Kondisi tapak yang berbatasan langsung dengan sebuah proyek mixed-use building lainnya yaitu Grand Mercure dengan tinggi 36 lantai pada sisi utara tapak menyebabkan bagian ini tidak memiliki view yang cukup baik dari dan menuju tapak. Saat kondisi eksisting, tapak hanya memiliki satu view yang memungkinkan ke dalam tapak yaitu dari arah timur, tepatnya dari Jl. Tulang Bawang yang menjadi akses utama tapak. Namun karena massa bangunan juga akan diperkirakan tinggi maka terdapat posibilitas view lainnya yang dapat menjadi perhatian dalam proses perancangan.

Massa bangunan yang akan tinggi terutama untuk fungsi hunian akan memikili potensi view ke arah timur dan barat berupa perkotaan Bandar Lampung dan pantai daerah Teluk Betung pada sisi selatan tapak. Massa bangunan yang akan tinggi ini juga akan memberikan keunggulan view ke dalam tapak dari arah timur, barat dan selatan tersebut.

(5)

12

3.2.3 Aksesibilitas

Gambar 8 Aksesibilitas Menuju Tapak

Terdapat beberapa akses jalan yang dapat digunakan sebagai opsi menuju dan dari tapak yaitu sebagai berikut:

A. Akses utama berada di Jl Raden Intan yang merupakan jalan arteri dengan lebar jalan sekitar 12 m. Jalan ini berada di sisi sebelah timur tapak atau bagian depan tapak. Akses jalan ini berupa jalan satu arah dan memiliki lalu lintas yang cukup padat.

B. Selain dari jalan kolektor, jalan yang dapat diakses langsung menuju dan dari tapak yaitu Gg Kenari yang merupakan sebuah gang dengan lebar sekitar 3 m. Akses ini berada di sisi utara tapak atau diantara tapak dengan Grand Mercure.

C. Pada sisi selatan tapak berhubungan langsung dengan gang lainnya dengan lebar sekitar 2 m yang merupakan akses permukiman warga. Akses ini terhubung dengan jalan lokal yaitu Jl. S. Parman yang juga mempunyai sistem dua arah untuk kendaraan beroda dua dengan lebar jalan sekitar 6 m. Akses gang ini juga menjadi pemisah antara tapak dengan permukiman di sebelah selatan tapak.

D. Pada eksisting tapak, terdapta sebuah jalan tanah yang berfungsi sebagai akses warga dari area depan tapak menuju permukiman pada sisi barat tapak, namun ini bukan satu satunya yang diakses warga sebab jalan ini juga bukan merupakan jalan bersifat direncanakan.

(6)

13

3.2.4 Zonasi Aktivitas Sekitar

Gambar 9 Zona Aktivitas Sekitar Tapak

Tapak berada di tengah kawasan bisnis dan hunian sekaligus. Pada bagian utara dan selatan tapak terdapat zona komersial dan pertokoan. Zonasi yang sama juga terdapat pada area seberang timur tapak yang juga difungsikan sebagai zona komersial. Pada area ini kawasan memiliki sifat aktivitas yang sangat ramai & padat dikala pagi sampai malam hari. Kondisi ini sangat berbeda pada area sisi barat tapak yang merupakan zonasi permukiman warga yang lebih tenang. Kontras fungsi zonasi ini menjadikan tapak berada diantara kedua sifat zonasi aktivitas sekitar tersebut dimana bangunan dan tapak harus dapat menjadi penghubung kedua fungsi zonasi tersebut.

3.2.5 Iklim Sekitar

(7)

14 Arah pergerakan matahari pada tapak cenderung berbeda untuk setiap waktu. Matahari akan berada pada titik paling selatan pada bulan januari dan berada pada titik paling utara di tanggal 22 Juni setiap tahunnya. Sedangkan matahari akan berada tepat diatas tapak di tanggal 22 Maret dan 22 September. Hal ini menunjukkan tapak akan mendapatkan cahaya matahari yang mencukupi sepanjang tahun namun tetap harus memperhatikan radiasi panas yang timbul karenanya.

3.2.6 Peraturan Setempat

A. Peraturan Tentang Tapak

Untuk mengetahui batasan dalam perancangan, dilakukan pengumpulan data tentang peraturan terkait. Terdapat beberapa Peraturan Daerah setempat yang didapat, diantaranya yaitu sebagai berikut :

 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030, Paragraf 4 Ruang Terbuka Hijau, Pasal 48 Ayat (4) menyebutkan bahwa harus tersedianya RTH sebesar minimum 30 (tiga puluh) persen KDH untuk pengembangan perumahan, perkantoran, sarana publik maupun komersialnya.

 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Bangunan Gedung Pasal 21 Ayat (2) menyebutkan bahwa Kepadatan meliputi ketentuan KDB dan Koefisien Daerah Hijau (KDH) pada tingkatan tinggi, sedang dan rendah; KDB tinggi (lebih besar dari 60% sampai dengan 100%)

 Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 21 tahun 2014 Tentang Bangunan Gedung Pasal 26 Ayat (2) menyebutkan bahwa untuk bangunan gedung lainnya KDB maksimum 60 %, sedangkan KLB untuk bangunan gedung lainnya maksimum 2,4

 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Bangunan Gedung Pasal 24 Ayat (7) menyebutkan jalan Arteri Primer dan Sekunder letak garis sempadan bangunan (GSB) adalah paling sedikit 15 Meter dari tepi badan jalan.

B. Peraturan Persyaratan Teknis Proteksi Kebakaran

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/Prt/M/2008 tentang persyaratan teknis proteksi kebakaran, menyebutkan bahwa gedung dengan tinggi 20 m diatas permukaan tanah, dan kedalaman basemen 10 m dibawah permukaan tanah harus memiliki saf kebakaran.

(8)

15 Gambar 11 Standar Saf Kebakaran Berdasarkan Tinggi Lantai

Sumber: PERMEN PU no 26 tahun 2008

Tabel 1 Standar Jumlah Saf Kebakaran Berdasarkan Luasan Lantai

Luas lantai (m2) Jumlah minimum saf pemadam

kebakaran

Kurang dari 900 1

900 – 2.000 2

Lebih dari 2.000 setiap penambahan 1.500 m2 ditambah 1 saf pemadam kebakaran

Sumber: PERMEN PU no 26 tahun 2008 Akses Pemadam Kebakaran

 Jalan Akses Mobil Pemadam Kebakaran (Minimum 4 meter)

 Luas Perkerasan Kebakaran (6 meter x 15 meter)

a) Akses jalan mobil pemadam kebakaran b) Radius putar mobil pemadam kebakaran Gambar 12 Standar Akses Pemadam Kebakaran

(9)

16 Jarak terjauh radius capaian antar tangga kebakaran maksimal 30 m

a) Akses pintu kebarakan pada gedung b) Jarak pintu kebarakan pada gedung Gambar 13 Standar Jarak Tangga Kebakaran di Gedung

Gambar

Gambar 6 Informasi Sekitar Tapak
Gambar 7 View pada Tapak
Gambar 8 Aksesibilitas Menuju Tapak
Gambar 9 Zona Aktivitas Sekitar Tapak
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Heneman dan Schwab (dalam Seger Handoyo, 2013), menjelaskan definisi kepuasan gaji sebagai tingkat persepsi dan perasaan seseorang baik secara positif

Pada tahun 2015, Puslitbang Tanaman Pangan melalui BB Padi, Balitkabi, Balitsereal, dan Lolit Tungro telah menghasilkan berbagai output hasil utama penelitian berupa varietas

Masalah inilah yang menyebabkan sasaran dari sistem yang tidak dapat diatasi pada Jogja Counseling Center dalam proses pembelajaran yang digunakan dalam penyampaian materi

(Gunakan cylinder yang mempunyai fasilitas evakuasi dan teruji dalam keadaan vakum). Sebelum digunakan, kevakuman dapat di tes dengan suatu vacuum gage. Catatan: Sebagai

Untuk suhu minyak ditangki tidak sama dengan suhu kalibrasi tangki, lakukan: Koreksi mulai kubik dinding tangki (KMT), (Gross obs’d volume minyak  KMT)... Tahap Perhitungan

Fitriana, Wahyu, ”Studi Analisis Hisab Gerhana Bulan Dalam Kitab Al-Khul ȃṣ ah al- Wafiyyah”, Skripsi S1 Fakultas Syari’ah, Semarang: IAIN Walisongo, 2011.. Ghozali, Ahmad

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pencegahan demam tifoid pada anak sekolah dasar di wilayah kerja puskesmas tetehosi foa

Kegiatan kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih berdasarkan pembagian kerja yang telah ditentukan dalam struktur organisasi dengan mendayagunakan sumber daya yang