• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Sudaryono STIA ASMI Solo. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Oleh : Sudaryono STIA ASMI Solo. Abstrak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN PERAN DAN FUNSI AUDIT INTERNAL BAGI PEMERINTAH MERUPAKAN LANGKAH MAJU

DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAH YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

(GOOD GOVERNANCE)

Oleh : Sudaryono STIA ASMI

Solo

Abstrak

Dengan makin meningkatkan tuntutan masyarakat terhadap pemerintahan yang bersih, adil, tranfaran dan akuntabel, merupakan tanggung-jawab seluruh jajaran penyelenggara negara. Hal ini tentunya harus disikapi dengan serius dan sistematis dan merupakan komitmen segenap jajaran penyelenggara negara, baik eksekutif, legeslatif dan yudikatif untuk menegakkan good governance dan clean governance. Untuk menegakkan good governance dan clean governance, pertama memperkuat struktur pengendalian manajemen pemerintah, dengan jalan pemberdayaan peran dan fungsi audit internal menjadi suatu hal yang mutlak untuk direalisasikan. Kedua perlu kejelasan dan terarahnya peran dan fungsi audit internal dalam suatu organisasi, yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit oleh auditor eksternal. Di samping kedua faktor tersebut, perlu adanya kerja sama yang harmonis di antara jajaran audit internal dan audit eksternal, yang pada gilirannya akan lebih melapangkan jalan dalam pencapaian tujuan pemerintah mewujudkan tata pemerintahan yang baik, adil, dan bersih. Karena peran dan fungsi audit internal sangat berperan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, adil, dan bersih.

1. Pendahuluan.

Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk menegakkan good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah pusat dan daerah telah mencanangkan sasaran untuk meningkatkan pelayanan birokrasi kepada masyarakat dengan arah kebijakan penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance).

(2)

Selain itu berdasarkan data yang termuat pada harian kompas, menunjukkan hasil laporan kinerja keuangan pemerintah daerah tahun 2009 yang semakin tidak jelas, dimana dari 503 pemerintah daerah, hanya 13 pemperintah daerah yang laporan keuangannya mendapatkan hasil audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) wajar tanpa pengecualian.p

Beberapa hal terkait dengan kebijakan untuk mewujudkan good governance pada sektor publik antara lain meliputi penetapan standar etika dan perilaku aparatur pemerintah, penetapan struktur organisasi dan proses pengorganisasian yang secara jelas mengatur tentang peran dan tanggung jawab serta akuntabilitas organisasi kepada publik, pengaturan sistem pengendalian organisasi yang memadai, dan pelaporan eksternal yang disusun berdasarkan sistem akuntansi yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Selanjutnya, berkaitan dengan pengaturan sistem pengendalian organisasi yang memadai, hal ini menyangkut permasalahan tentang manajemen risiko, audit internal, pengendalian internal, penganggaran, manajemen keuangan dan pelatihan untuk staf keuangan. Secara umum, permasalahan- permasalahan tersebut telah diakomodasi dalam paket undang-undang di bidang pengelolaan keuangan negara yang telah diterbitkan oleh pemerintah.

Paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara yang meliputi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara beserta peraturan- peraturan pendukungnya menggambarkan keseriusan jajaran pemerintah dan DPR untuk memperbaiki pengelolaan, pencatatan, pertanggungjawaban, dan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu pertimbangan yang menjadi dasar penerbitan peraturan perundang-undangan tersebut adalah bahwa keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan sebagai salah satu prasyarat untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berkaitan dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 disebutkan bahwa:

“Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

(3)

negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan “aparat pengawasan intern pemerintah” Seperti telah disebutkan di atas, peran dan fungsi audit internal termasuk unsur yang penting dalam sistem pengendalian organisasi yang memadai. Untuk dapat mendukung efektivitas pelaksanaan audit oleh auditor eksternal sesuai amanat pasal 9 ayat (1) tersebut di atas maka peran dan fungsi audit internal perlu diperjelas dan dipertegas. Tulisan ini berisikan analisis mengenai berbagai alternatif berkaitan dengan pemberdayaan peran dan fungsi audit internal serta formulasi sinerji fungsi pengawasan di antara berbagai institusi audit internal dalam kerangka mewujudkan good governance yang merupakan idaman dan cita-cita seluruh masyarakat Indonesia.

2. Prinsip-Prinsip Good Governance pada Sektor Publik

Berdasarkan hasil penelitian Bank Dunia (1999), disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara praktik kepemerintahan yang baik dengan hasil- hasil pembangunan yang lebih baik, diantaranya menyangkut pendapatan per kapita yang meningkat, berkurangnya tingkat kematian bayi, dan kemampuan membaca dan menulis masyarakat yang lebih baik. Di samping itu, praktik kepemerintahan yang baik juga dapat meningkatkan iklim keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor publik.

Secara lebih rinci, ketiga prinsip dasar good governance dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, keterbukaan memang sangat diperlukan untuk meyakinkan bahwa stakeholders memiliki keyakinan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan terhadap institusi pemerintah dan terhadap pengelolaan kegiatan oleh instansi pemerintah tersebut. Iklim keterbukaan yang diciptakan melalui proses komunikasi yang jelas, akurat, dan efektif dengan pihak stakeholders dapat membantu proses pelaksanaan suatu kegiatan secara tepat waktu dan efektif.

Kedua, integritas mencakup dua hal pokok yaitu kejujuran dan kelengkapan informasi yang disampaikan kepada masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya, dana, dan urusan publik. Dalam organisasi, integritas ini tercermin pada prosedur pengambilan keputusan dan kualitas pelaporan keuangan dan kinerja yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu.

Ketiga, akuntabilitas yang merupakan bentuk pertanggungjawaban setiap individu maupun secara organisatoris pada institusi publik kepada pihak-pihak luar

(4)

yang berkepentingan atas pengelolaan sumber daya, dana, dan seluruh unsur kinerja yang diamanatkan kepada mereka.

Secara umum, ketiga prinsip good governance tersebut di atas tercermin secara jelas dalam proses penganggaran, pelaporan keuangan, dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana tercantum dalam ketiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara tersebut.

3. Pelaporan Keuangan dan Pelaksanaan Audit Berdasarkan Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara

Pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan merupakan salah satu bentuk akuntabilitas penyelenggara pemerintahan kepada rakyat melalui perwakilannya di lembaga legislatif. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 telah secara tegas dinyatakan bahwa pengelola keuangan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah diwajibkan untuk menyelenggarakan sistem akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. Sistem akuntansi tersebut digunakan sebagai sarana penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara/daerah dan badan lainnya.

Selanjutnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran, Presiden selaku kepala pemerintahan di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan di daerah menyampaikan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Badan Pemeriksa Keuangan selaku auditor eksternal pemerintah melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah tersebut berdasarkan standar pemeriksaan yang berlaku. Jangka waktu pelaksanaan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah oleh BPK ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 harus diselesaikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. Alasannya, Presiden dan Gubernur/Bupati/Walikota sudah harus menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Padahal,

(5)

penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah, meskipun telah menggunakan sistem akuntansi keuangan yang terkomputerisasi, pada umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama sehingga baru diselesaikan dan disampaikan kepada BPK sekitar 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk dapat memenuhi jadwal yang sangat ketat sesuai amanat undang- undang tersebut, yaitu melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah praktis dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan tentu saja diperlukan pemanfaatan sumber daya dan dana yang tersedia pada lembaga auditor eksternal secara arif, efektif, dan efisien. Yang menarik untuk didiskusikan di sini adalah apakah BPK selaku auditor eksternal pemerintah sanggup untuk melaksanakan pekerjaan yang maha berat itu dalam waktu yang relatif sangat terbatas? Bagaimana kualitas hasil auditnya nanti dengan kendala seperti itu? Bagaimana pengaruhnya kepada pihak DPR dan masyarakat luas nantinya dalam pengambilan keputusannya jika sampai terjadi pelaksanaan audit yang tidak sesuai dengan standar audit sehingga laporan hasil audit malah menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan terhadap pertanggungjawaban pemerintah tersebut?

Meskipun sudah ada kewajiban APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) untuk melaksanakan reviu atas laporan keuangan sebelum disampaikan kepada BPK untuk diaudit, tetapi sampai saat ini, pelaksanaan reviu tersebut ternyata masih belum sepenuhnya dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah.

Hal ini terbukti dari masih banyaknya laporan keuangan pemerintah baik di tingkat kementerian maupun di tingkat daerah yang masih mendapatkan opini disclaimer dari BPK. Menurut hemat penulis, hal ini merupakan masalah serius yang harus segera dicari alternatif jalan keluarnya sehingga tidak sampai menimbulkan kerugian pada pihak-pihak tertentu yang terkait dengan permasalahan ini. Terdapat dua hal pokok yang penulis uraikan pada bagian berikut sebagai wacana untuk meminimalisasi permasalahan yang kemungkinan terjadi dalam audit atas laporan keuangan pemerintah oleh BPK, yaitu pemberdayaan peran dan fungsi audit internal dan sinerji pengawasan di antara sesama APIP.

4. Pemberdayaan Peran dan Fungsi APIP

Dalam penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2004 antara lain dinyatakan bahwa untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil

(6)

pekerjaan aparat pengawasan intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Sebagai konsekuensinya, APIP diwajibkan untuk menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya kepada BPK. Untuk dapat menghasilkan laporan hasil audit yang dibutuhkan oleh BPK, tentunya diperlukan kejelasan wewenang, peran dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan oleh APIP. Apabila hal ini diabaikan maka besar kemungkinan akan terdapat hasil pekerjaan APIP yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan audit oleh BPK.

Penulis mengakui secara jujur bahwa selama ini tugas-tugas yang dilaksanakan oleh APIP tidak hanya terbatas pada pemeriksaan saja, tetapi juga banyak melakukan fungsi pelayanan dan konsultansi dalam rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah sesuai dengan tuntutan paradigma auditor internal yang dikehendaki pada saat ini. Hanya saja, masih sering terdengar suara sumbang yang mengecilkan peran dan arti penting APIP dalam membantu terwujudnya good governace pada sektor publik. Untuk merespon wacana yang berkembang di masyarakat tersebut, sudah tiba saatnya bagi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk secara jelas memformulasikan ruang lingkup pekerjaan, peranan, dan kewenangan audit internal pemerintah.

Berkenaan dengan peran dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh auditor internal dalam rangka mewujudkan good governance pada sektor publik, The International Federation of Accountants (IFAC) pada tahun 2001 dalam Study 13 tentang Governance in the Public Sector: A Governing Body Perspective merumuskan bahwa fungsi audit internal yang efektif mencakup reviu yang dilaksanakan secara sistematis, penilaian dan pelaporan atas kehandalan dan efektivitas penerapan sistem manajemen, keuangan, pengendalian operasional dan penganggaran, yang setidak- tidaknya meliputi berbagai aktivitas reviu sebagai berikut:

Tingkat relevansi atas kebijakan yang ditetapkan, perencanaan dan prosedur, tingkat kesesuaian antara praktik dengan kebijakan, rencana, dan prosedur yang telah ditetapkan, termasuk implikasinya terhadap aspek keuangan negara.

(7)

Kehandalan dan keakuratan atas peraturan yang dibuat sebagai penjabaran dari peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.

Ketepatan mengenai penyusunan struktur organisasi, pengembangan sumber daya manusia (personil), dan supervisi.

Reviu terhadap pelaksanaan program dan kegiatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan dan manfaat atas program dan kegiatan apakah telah selaras dengan tujuan diadakannya program dan kegiatan tersebut.

Evaluasi terhadap pertanggungjawaban dan pengamanan atas penggunaan aset dan sumber daya lainnya dari penyalahgunaan wewenang, pemborosan, kelalaian, salah urus, dan lain-lainnya.

Reviu terhadap ketepatan, keakuratan, dan kejujuran atas proses pengolahan dan pelaporan informasi keuangan dan manajemen.

Penilaian terhadap tingkat keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya.

Penilaian terhadap integritas sistem yang terkomputerisasi berikut pengembangan sistemnya, dan

Evaluasi terhadap tindak lanjut yang telah dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada periode sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa ruang lingkup pekerjaan audit internal sangat luas dan komprehensif agar dapat menjamin pencapaian tujuan organisasi. Penulis yakin, apabila institusi audit internal di Indonesia yang tergabung dalam wadah APIP diberikan kewenangan, peran, dan fungsi yang jelas dan luas seperti tersebut di atas maka hasil pekerjaan APIP akan sangat bermanfaat tidak hanya bagi pemerintah saja, tetapi juga bermanfaat bagi pihak legislatif, eksternal auditor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Akan tetapi, untuk menjamin kualitas hasil pekerjaan APIP yang melibatkan sekian banyak sumber daya manusia dengan berbagai jenis latar belakang pendidikan dan pengalaman, diperlukan suatu program pendidikan dan pelatihan yang profesional dan berkelanjutan. Di samping itu, untuk meningkatkan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan di antara jajaran APIP, diperlukan adanya pengembangan sinergi pengawasan APIP.

5. Pengembangan Sinerji Pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

Pengembangan sinergi pengawasan sesama APIP dapat dilakukan dengan cara mutual adjustment melalui koordinasi yang baik, direct supervision melalui

(8)

proses peer review, serta standardisasi input, proses kerja maupun output. Selanjutnya, upaya pengembangan sinergi pengawasan APIP dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Penajaman peran jajaran APIP dalam struktur pengawasan intern secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) yang bertanggung jawab di bidang koordinasi pengawasan dapat memainkan peran sebagai strategic apex, yaitu menyinergikan gerak dan langkah pengawasan intern dalam rangka mendorong peningkatan kinerja organisasi pemerintahan dan membangun good governance. Dalam konteks penajaman peran ini pun, perlu pula dikukuhkan APIP yang secara teknis berfungsi sebagai technostructure dan middle line.

Revitalisasi penerapan Standar Audit dan Kode Etik pada jajaran APIP.

Dengan karakteristik yang relatif spesifik mengingat basis disiplin keilmuan dan profesinya, fungsi pengawasan intern perlu merevitalisasi penerapan standar audit dan kode etik dalam pelaksanaan tugas pengawasan. Dengan penerapan standar audit dan kode etik secara sungguh-sungguh dan konsisten, maka pola perilaku aparat pengawasan dapat terprediksi dan terkendali. Hal ini berarti bahwa secara tidak langsung akan terwujud standardisasi keahlian, keterampilan dan pengetahuan sumber daya manusia pengawasan, standardisasi proses kerja pelaksanaan audit, serta standardisasi hasil kerja audit pada tataran mikro yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tataran makro.

Pengembangan aturan main dan program kerja.

Aturan main pelaksanaan tugas pengawasan dan program kerja APIP yang dituangkan dalam peraturan perundangan perlu disusun dan ditetapkan. Selain sebagai acuan kalangan APIP, hal ini juga diperlukan bagi pihak auditan.

Pengembangan prosedur kerja dan dukungan teknologi informasi dan komunikasi.

Prosedur kerja baku perlu dikembangkan untuk menginternalisasikan proses sinergi pengawasan, baik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi tindak lanjut.

6. Kesimpulan

Sistem pengendalian intern merupakan prasyarat bagi penyelenggaran pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara yang amanah. Sistem pengendalian

(9)

intern ini pulalah, yang salah satu unsurnya adalah fungsi audit internal, yang menjadi pertimbangan penting dalam menentukan keluasan dan kedalaman ruang lingkup pekerjaan audit. Dengan demikian, fungsi audit internal yang berjalan dengan baik akan menghasilkan keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak auditor eksternal, eksekutif, dan legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu, sudah selayaknya fungsi pengawasan internal lebih diberdayakan dan dilaksanakan secara sinergis demi tercapainya pemerintah yang bersih dan berwibawa (good governance) pada sektor publik yaitu terwujudnya transparansi, akuntabilitas, kejujuran, keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

(10)

Referensi :

Ball, Ian. Financial Management Improvement Program, 2003, Report on APEC Public Sector Management Workshop. http://www.apecsec.org.sg

International Federation of Accountants, 2001, Study 13, Governance in the Public Sector: A Governing Body Perspective, http://www.ifac.org

____________________________,2002, Study No. 14, Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Governments and Government Entities. 2nd Edition. http://www.ifac.org

Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, 2003, Draft Publikasian Standar Akuntansi Pemerintahan, Desember

Kompas, Bisnis dan Ekonomi, 2010, Keuangan Pemerintah Tidak Jelas, Selasa 31 Agustus. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.

Rosser, Andrew. The Political Economy of Accounting Reform in Developing Countries : The Case of Indonesia, http://www.cpaustralia.com.au

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Biodata Penulis.

Sudaryono, dosen Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah, sejak tahun 1981, dpk STIA ASMI Solo, Surakarta. Lahir di Sleman 4 April 1951, lulus program S1 Program Akuntansi UNY Yogyakarta 1980, lulus Prpgram S 2, Program Magester Akuntansi, UDIP Semarang 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil keseluruhan uji organoleptik diatas yang dinilai oleh penelis dari tingkat kesukaan warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan menunjukan

Penurunan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan ini disebabkan oleh penurunan nilai kedua indeks pada penduduk miskin

Telah dilakukan penelitan mengenai penghilangan noise yang disebabkan oleh lingkungan (swell noise) dan noise linier pada data seismik 2D frekuensi tinggi pada lintasan

Demikian beberapa hal yang menjadi bangunan wacana dari kedua media massa ini, yaitu: Pertama, terkait dengan perlakuan atas peristiwa yang berkaitan dengan tema,

4.2.2 Pelanggaran Prinsip Sopan Santun dan Jenis Humor yang ditimbulkan 4.2.2.1 Pelanggaran Maksim Kearifan Pada maksim kearifan, penulis menemukan 2 tuturan yang melanggar

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 99 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Tata Cara Penerbitan, Pengisian

Dari definisi yang ada, kita bisa menyimpulkan bahwa hotspot merupakan sebuah layanan jaringan internet nirkabel pada suatu area terbatas tertentu, yang disediakan bagi