GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 1 KOTANOPAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2016
SKRIPSI
Oleh :
SYAHLENI MAYA SARI NIM. 111000039
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 1 KOTANOPAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keseatan Masyarakat
Oleh :
SYAHLENI MAYA SARI NIM. 111000039
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 1 KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2016
Nama Mahasiswa : SYAHLENI MAYA SARI No. Induk Mahasiswa : 111000039
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Tanggal Lulus : 23 Juni 2016
Disahkan Oleh Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Drs. Kintoko R, MKM Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes NIP . 196712191993031003 NIP . 196206041992031001
Medan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si NIP. 196803201993082001
ABSTRAK
Penyimpangan seks dikalangan remaja semakin meningkat. Dipengaruhi oleh teknologi yang berkembang, pemahaman seks yang masih tidak tepat, sehingga mengakibatkan remaja untuk melakukan perilaku seksual. Selain orang tua dan masyarakat, pendidikan juga memiliki peranan penting untuk meningkatkan pemahaman tentang perilaku seksual. Dalam hal ini guru adalah panduan bagi remaja untuk meningkatkan pemahaman tentang perilaku seksual menyimpang tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap guru terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (indepth interview). Jumlah informan penelitian sebanyak 5 orang yang dipilih berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi dominan perilaku seksual di kecamatan kotanopan kabupaten mandailing natal dikarenkan pengetahuan tentang perilaku seksual remaja, sikap terhadap perilaku seksual remaja, faktor lain dari perilaku seksual remaja adalah faktor sosial budaya, media massa, peran guru dan peran orang tua yang kurang terhadap anak remajanya.
Disarankan kepada orangtua yang memiliki anak remaja agar lebih memperhatikan kelakuan anak remajanya, agar anak remajanya tidak terjerumus kedalam lingkungan yang kurang baik seperti saat ini. Dan memberi arahan kepada anak remajanya mengenai positif dan negatifnya perilaku seksual bagi remaja. Diharapkan kepada dinas pendidikan Kabupaten Mandailing Natal agar memperhatikan kelakuan anak remaja sekarang. Atau dengan membuat materi khusus mengenai materi tentang perilaku seksual remaja, agar dapat memperkecil angka pernikahan anak remaja. Serta meningkatkan sosialisasi mengenai GenRe yang diantaranya adalah PIK (Pusat Informasi dan Konseling) yang diharapkan dapat menurunkan angka anak remaja berhenti sekolah karena menikah akibat perilaku seksual yang salah.
Untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai pendidikan seks diharapkan kepada guru biologi, agama, dan bimbingan konseling untuk mau dan mampu memberikan pengajaran tersebut kepada remaja. Kepada dinas pendidikan dan dinas kesehatan untuk melakukan pelatihan bersertifikat kepada guru agar lebih mendekatkan diri kepada remaja terkait dengan perilaku seksua remaja yang menyimpang.
Kata Kunci : Faktor pengetahuan, sikap, sosial budaya, media massa, perang orangtua, peran guru.
ABSTRACT
Deviations sex among teenagers is increasing. Influenced by evolving technologies, an understanding of sex is still not appropriate, resulting in a teenager's sexual behavior. In addition to parents and the community, education also has an important role to enhance the understanding of sexual behavior. In this case the teacher is a guide for teens to improve understanding of deviant sexual behavior.
This study aims to describe the knowledge and attitudes of teachers toward adolescent sexual behavior in SMA Negeri 1 Kotanopan which uses a qualitative approach with in-depth interviews (depth interview). The number of informants research as much as 5 people were chosen based on the principles of suitability and adequacy.
The results showed that that became the dominant sexual behavior in the sub Kotanopan district Mandailing Natal because knowledge about adolescent sexual behavior, attitudes toward adolescent sexual behavior, other factors of adolescent sexual behavior is a social and cultural factors, the mass media, the role of teachers and the role of parents less against teenagers. It is suggested to parents who have teenage children for more attention to the behavior of their teenage children, so that teenagers do not fall into unfavorable environment such as this. And give guidance to their teenage children about the positive and negative sexual behavior for adolescents. Expected to Mandailing Natal education department to pay attention to the behavior of a teenager now. Or by creating specific materials regarding the material on adolescent sexual behavior, in order to minimize the number of teenage marriage. As well as increasing socialization of the genre include the PIK (Information and Counseling Center) which is expected to reduce the number of teen quit school due to get married as a result of sexual behavior is wrong.
To improve the understanding of adolescents about sex education teachers is expected to biology, religion, and counseling to be willing and able to provide such instruction to adolescents. The education departments and health authorities to conduct certified training for teachers in order to get closer to adolescence associated with adolescent deviant behavior deviant.
Keywords: Factor knowledge, attitudes, social, cultural, media, war parents, the teacher's role.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Syahleni Maya Sari
Tempat/Tanggal Lahir : Kotanopan/ 23 Desember 1993
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Orang Tua
Ayah : Bahrumsyah Nasution (Alm) Ibu : Misbah Lubis
Anak Ke : 6 dari 7 orang bersaudara
Alamat Rumah : Jln. Silangkitang No. 68 Pasar Kotanopan Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 142678 Pasar Kotanopan : 1999-2005
2. SMP Negeri 1 Kotanopan : 2005-2008
3. SMA Negeri 1 Kotanopan : 2008-2011
Riwayat Organisasi :
1. Departemen Bidang Internal KOHATI HMI FKM USU, Tahun 2012 2. Ketua Bidang Eksternal KOHATI HMI USU, Tahun 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaiakan Skripsi ini yang berjududl “GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 1 KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2016”.
Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan moril maupun materi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
3. Drs. Tukiman, MKM selaku ketua departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku serta sebagai dosen penguji 1 yang telah banyak memberikan ilmu di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan memberikan masukan selama penulisan skripsi.
4. Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, MKM selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan support yang tiada terhingga kepada penulis skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Drs. Alam Bakti Keloko selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan support yang tiada terhingga kepada penulis skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Eddy Syahrial, MS selaku dosen Penguji II telah banyak memberikan masukan selama skripsi.
7. Heldy B.Z, MPH selaku Dosen Pembimbing Akademik
8. Seluruh Dosen FKM USU yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama mengerjakan skripsi.
9. Annagian Siregar, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kotanopan dan seluruh staf pegawai SMA Negeri 1 Kotanopan.
10. Teristimewa kepada Orangtua saya Ibunda Misbah Lubis yang sangat saya cintai dan selalu mendoakan agar diberikan kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini serta Abang saya Syahruddin Cholik Nst, Abdul Rahman Nst dan Kakak saya Syah Syahmiwani Nst, Syahreni Sulasty Nst dan Adik saya Syahrul Ardiansyah Nst yang telah banyak memberikan motivasi dan masukan selama penyusunan skripsi ini.
11. Kepada abanganda Syafrizal yang telah menemani dan memberikan dukungan selama ini.
12. Pak Warsito selaku staf administrasi Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
13. Kepada adik-adikku tersayang Syafriana Sitorus, Asra Husna, Indah Purnama Sari, Lisa Suryani Winangun, Rani Ulfa yang telah menemani dan memberikan dukungan selama ini.
14. Seluruh teman-teman FKM USU khususnya Indah Arum Sari, Yunita Putri yang telah banyak memberikan dukungan selama mengerjakan skripsi ini.
15. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2016
Penulis, Syahleni Maya Sari
DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Abstract ... ii
Daftar Riwayat Hidup ... iii
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi ... vii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Matrix ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.3.1 Tujuan Umum ... 8
1.3.2 Tujuan Khusus... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Perilaku Kesehatan ... 10
2.1.1 Pengetahuan ... 12
2.1.2 Sikap ... 13
2.2 Pengertian Guru ... 16
2.3 Perilaku Seksual ... 20
2.4 Remaja... 23
2.4.1 Pengertian Remaja ... 23
2.4.2 Ciri-ciri Remaja ... 24
2.4.3 Klasifikasi Remaja ... 26
2.4.4 Tugas dan Perkembangan Seks Remaja ... 27
2.4.5 Perilaku Seksual Remaja ... 28
2.4.6 Tempat Remaja Berdiskusi Masalah Seks ... 28
2.5 Kerangka Berfikir... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 31
3.2.2 Waktu Penelitian... 32
3.3 Pemilihan Informan ... 32
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 32
3.4.1 Data Primer ... 32
3.4.2 Data Sekunder... 32
3.5 Defenisi Istilah ... 33
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN .. ... 34
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34
4.2 Gambaran Informan ... 36
4.2.1 Karakteristik Informan ... 36
4.3 Gambaran Pengetahuan dan Sikap Guru Terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Negeri 1 Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.. ... 37
4.3.1 Pengetahuan Tentang Perilaku Seksual Remaja ... 37
4.3.2 Sikap Tentang Perilaku Seksual Remaja ... 38
4.3.3 Sosial Budaya terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 39
4.3.4 Pengaruh Media Massa Terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 40
4.3.5 Peran Orang tua terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 41
4.3.6 Peran Guru Terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 43
BAB V PEMBAHASAN ... 45
5.1 Karakteristik Informan ... 46
5.2 Pengetahuan Tentang Perilaku Seksual Remaja ... 46
5.3 Sikap tentang Perilaku Seksual Remaja ... 48
5.4 Sosial Budaya terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 49
5.5 Pengaruh Media Massa Terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 52
5.6 Peran Orangtua Terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 53
5.7 Peran Guru Terhadap Perilaku Seksual Remaja ... 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 58
6.1 Kesimpulan ... 58
6.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Lampiran 2 : Transkip Wawancara Lampiran 3 : Surat Survei Awal
Lampiran 4 : Surat Izin Riset / Wawancara di SMA Negeri 1 Kotanopan Lampiran 5 : Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian di SMA Negeri 1 Kotanopan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ... 29
DAFTAR MATRIX
Matrix 4.1 Distribusi Karakteristik Informan ... 36 Matrix 4.2 Distribusi Pengetahuan Informan Terhadap Perilaku Seksual
Remaja... 37 Matrix 4.3 DistribusiSikap InformanTerhadapPerilakuSeksualRemaja ... 38 Matrix 4.4 Distribusi Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Perilaku Seksual
Remaja... 39 Matrix 4.5 Distribusi Pengaruh Sumber Media Massa Terhadap Perilaku
Seksual Remaja ... 40 Matrix 4.6 Distribusi Pengaruh Peran Orangtua Terhadap Perilaku Seksual Remaja... 42 Matrix 4.7 Distribusi Pengaruh Peran Guru Terhadap Perilaku Seksual
Remaja... 43
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat menjadikan bangsa tersebut kelak akan kuat pula.perkembangan dunia yang kian menglobal,menjadikan perubahan-perubahan besar terhadap perilaku remaja,namun perubahan tersebut lebih cenderung mengarah pada kegiatan negative di banding positifnya. Masalah remaja yang timbul biasanya berkaitan dengan masalah seksualitas.
Menjalani kehidupan remaja yang jauh dari dari perilaku sex bebas, pernikahan dini dan ketergantungan pada obat-obatan terlarang serta menjauhkan diri dari bahaya AIDS tentulah membutuhkan perhatian kita semua. Remaja tidak bias berjalan sendirian tanpa pendampingan orang tua,masyarakat lingkungan serta negaranya.Menyadari ini BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional) sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab menjalankan program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja) suatu program yang memfasilitasi remaja agar belajar memahami dan berakhlak untuk mencapai ketahanan remaja sebagai dasar mewujudkan Generasi Berencana (Wirdhana Indra, 2013)
Berdasarkan penelitian Bappenas (2008) menemukan bahwa 34,5% dari 2.049.000 perkawinan yang ada adalah tergolong perkawinan anak. Hal serupa
2
pernikahan usia 15-19 tahuan sebesar 4,8%. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Plan Indonesia (2011) tentang pernikahandini dan KDRT di 8 Kabupaten di Indonesia (Indramayu, Grobogan, Rembang, Tabanan, Dompu, Timor Tengah, Sikka dan Lembata) menemukan bahwa 33,5% anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 16 tahun. Serta 44% anak perempuan yang menikah dini dan mengalami KDRT dengan frekuensi tinggi, dan sisanya 56% dengan frekuensi lemah.
Menurut survey yang dilakukan Yayasan Kesehatan Perempuan tahun 2010 menemukan sebanyak 1.446 kasus aborsi di Kota Medan dan delapan kota besar lainnya, yaitu Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram dan Manado. Lebih kurang secara nasional ditemukan 2,5 juta pertahun.
Persentase pada tahun 2010, usia melakukan aborsi yakni usia 30 tahun sebesar 58%, 20-30 tahun sebesar 39% dan usia dibawah 20 tahun sebesar 3%.
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2012) menunjukkan jumlah remaja di Indonesia mencapai 30 % dari jumlah penduduk sekitar 1,2 juta jiwa. Kondisi remaja di Indonesia saat ini dapat digambarkan bahwa banyak yang menikah di usia remaja, seks pranikah dan kehamilan tidak dinginkan, aborsi 2,4 juta: 700-800 ribu adalah remaja, 17.000/tahun, 1417/bulan, 47/hari perempuan meninggal karena komplikasi kehamilan dan persalinan,HIV/AIDS: 1283 kasus, diperkirakan 52.000 terinfeksi penyakit. (diakses pada tanggal 18 Agustus2014 jam 16:30).
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional Tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah pengguna NAPZA sampai dengan tahun 2008 adalah
3
115.404. Dimana 51.986 dari total pengguna adalah mereka yang berusia remaja (usia 16 – 24 tahun). Mereka yang pelajar sekolah berjumlah 5.484 dan mahasiswa berjumlah 4.055. dan Departemen Kesehatan RI tahun 2010 menyebutkan dari 15.210 penderita HIV/AIDS 54 % adalah remaja. Berdasarkan dari hasil survei KOMNAS anak bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada tahun 2010 terungkap sebanyak 93,7 % anak SMP dan SMU yang di survei mengaku pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. Sebanyak 62,7 % anak SMP yang diteliti mengaku sudah tidak perawan, 21,2 % remaja SMA yang disurvei mengaku pernah melakukan aborsi dan 97 % pelajar SMP dan SMA yang di survei mengaku suka menonton film porno (Desyolmita dan Firman, 2013).
Kemenkes RI tahun 2011 jumlah kasus AIDS periode Januari – September sebesar 1805 kasus sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sampai dengan juni 2011 sebesar 26.483 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, 45,9% diantaranya adalah kelompok usia 20 – 29 tahun.
Hasil SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah. Remaja yang tidak tahu tentang perubahan fisiknya sebanyak 13,3%. Hampir separuh (47,9%) remaja perempuan tidak mengetahui kapan seorang perempuan memiliki hari atau masa suburnya.
Sebaliknya, dari survey yang sama, pengetahuan dari responden laki-laki mengetahui masa subur perempuan lebih tinggi (32,3%) disbanding dengan responden remaja perempuan (29%). Mengenai pengetahuan remaja laki-laki tentang mimpi basah lebuh tinggi (24,4%) disbanding dengan remaja perempuan
4
(16,8%). Sedangkan pengetahuan remaja laki-laki tentang menstruasi lebih rendah (33,7%) dibandingkan dengan remaja perempuan (76,2%). Pengetahuan remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi HIV terbatas, hanya 14%
remaja perempuan dan 95% remaja laki-laki menyebutkan pantang berhubungan seks, 18% remaja perempuan dan 25% remaja laki-laki menyebutkan menggunakan kondom serta 11% remaja perempuan dan 8% remaja laki-laki menyebutkan membatasi jumlah pasangan (jangan berganti-ganti pasangan seksual) sebagai cara menghindari HIV dan AIDS (SKRRI,2007).
Menurut SDKI tahun 2007, median usia kawin pertama perempuan adalah 19,8 tahun. Hasil penelitian puslitbang kependudukan BKKBN tahun 2011 menemukan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi median usia kawin pertama perempuan diantaranya yaitu faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal (desa/kota). Diantara beberapa faktor tersebut ternyata faktor ekonomi yang paling dominan terhadap median usia kawin pertama perempuan. Hal ini dilatarbelakangi alasan kemiskinan karena tidak mampu membiayai sekolah anaknya sehingga orang tua ingin anaknya segera menikah, ingin lepas tanggung jawab dan orang tua berharap setelah anaknya menikah akan mendapat bantuan ekonomi (BKKBN, 2011).
Meningkatnya perilaku seksual yang menyimpang juga meningkatkan permasalahan seksual salah satunya adalah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang akan berdampak pada kasus aborsi dan kematian ibu dan janin. WHO memperkirakan resiko kematian akibat kehamilan dua kali lebih tinggi pada remaja usia 15-18 tahun dibandingkan dengan wanita usia 20-24 tahun. Di
5
samping itu kehamilan pada usia remaja juga mengakibatkan kemacetan persalinan karena ketidak seimbangan antara besar bayi dengan luas panggul.
Akibat lainnya adalah penyakit menular seksual (PMS) yang terjadi di sunia setiap tahunnya terus meningkat sedang di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia, 54 persen diantaranya adalah remaja (Yuhdillah, 2008).
Ada beberapa faktor yang mendorong anak remaja melakukan hubungan seks diluar nikah. Fakto-faktor tersebut diantaranya pengaruh liberalisme atau pergaulan hidup bebas, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung kearah perilaku tersebut serta pengaruh perkembangan media massa. Arus informasi melalui media massa baik berupa majala, surat kabar, tabloid maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan komputer, mempercepat terjadinya perubahan. Meskipun arus informasi ini menunjang berbagai sektor pembangunan, namun arus informasi ini juga melemahkan sistem sosial ekonomi yang menunjang masyarakat Indonesia. Remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah terpengaruh oleh arus informasi baik yang megatif maupun yang positif. Perbaikan status wanita, yang terjadi lebih cepat sebagai akibat dari transisi gemografi dan program keluarga berencana telah mengakibatkan meningkatnya umur kawin pertama dan bertambah besarnya proporsi remaja yang belum kawin. Hal ini adalah akibat dari makin banyaknya remaja baik laki-laki maupun perempuan yang meneruskan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan makin banyaknya remaja yang berpartisipasi dalam pasar kerja. Panjangnya waktu
6
dalam status lajang maupun kesempatan mempunyai penghasilan mempengaruhi remaja untuk berperilaku berisiko anatara lain menjalin hubungan seksual pranikah, minuman keras, narkoba yang dapat mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan dan juga resiko reproduksi lainnya yang tertular infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS (BKKBN, 2008).
Pendidikan seks salah satu upaya untuk menyelamatkan generasi bangsa.
Pendidikan seks dapat dipandang sebagai suatu jalan yang dapat memberikan pemahaman kepada semua pihak tentang pentingnya kesehatan khususnya kesehatan reproduksi bagi generasi penerus sehingga dapat mengenal dan mengetahui tentang berbagai perubahan yang terjadi pada dirinya. Dengan adanya pemahaman ini remaja diharapkan tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak diinginkan (Gordon dan Crown,2008)
Melihat kondisi remaja saat ini merupakan tanggung jawab bersama baik orang tua (keluarga), sekolah bahkan lingkungan masyarakat sangat diperlukan untuk bekerja sama demi menciptakan remaja yang sehat dan cerdas, karena remaja yang sehat merupakan aset negara yang sangat berharga bagi setiap bangsa untuk kelangsungan pembangunan dimasa mendatang, oleh karena itu diperlukan pelayanan kesehatan yang dimulai dari preventif yaitu dengan pembekalan kesehatan khususnya tentang kesehatan reproduksi (Depkes RI, 2009).
Permasalahan remaja yang berkaitan dengan perilaku seksual terutama kesehatan reproduksi berasal dari kurangnya informasi, pemahaman dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara reproduksi.Orang tua yang diharapkan remaja dapat dijadikan tempat bertanya atau dapat memberikan
7
penjelasan tentang masalah kesehatan reproduksi, ternyata tidak banyak berperan karena masalah tersebut masih dianggap tabu untuk dibicarakan dengan anak remajanya. Guru yang juga diharapkan oleh orang tua dan remaja dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap kepada siswanya tentang kesehatan reproduksi, ternyata masih menghadapi banyak kendala dari dalam dirinya, seperti: tabu, merasa tidakpantas, tidak tahu cara menyampaikannya, tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Oleh karena hal tersebut maka peneliti ingin mengamati apa atau bagaimana tanggapan atau pandangan seorang guru terhadap perilaku seksual remaja tersebut.
Melihat fenomena seks pranikah di SMA Negeri 1 Kotanopan sendiri hal tersebut perrnah terjadi, terbukti dengan adanya kejadian siswa yang hamil di luar nikah. Secara umum seks pra nikah di SMA Negeri 1 Kotanopan tidak sering terjadi. Namun apabila fenomena di atas berlangsung terus tanpa terkendali, maka akan membawa dampak sosial dan psikologis yang luas.
Dari hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 11-12 Januari 2016 di sekolah SMA Negeri 1 Kotanopan mengenai kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan asusila.informasi yang diperoleh di sekolah SMA Negeri 1 Kotanopan oleh peneliti dari guru BP selaku guru yang menaungi peermasalahan siswa/I mereka menyatakan bahwa terdapat kasus mengenai tindakan asusila.
Berdasarkan fenomena kenakalan remaja yang terjadi di kota besar dan di SMA Negeri 1 Kotanopan pada saat ini berkaitan dengan dunia pendidikan, maka peneliti ingin menggali pandangan guru dalam menjawab fennomena ini. Selain orang tua, sekolah adalah salah satu sumber informasi bagi remaja mengenai seks.
8
Maka seorang gurulah yang menjadi panutan bagi remaja. Jadi, Bagaimana hari ini seorang guru memandang bagaimana perilaku seksual remaja sebagai acuan bagi remaja yang seyogyanya ditanamkan sejak dini. Penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 1 Kotanopan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dari kondisi di masyarakat tersebut yakni di Kotanopan Kabupaten mandailing Natal yang telah dipaparkan sebelumnya di latar belakang dan mengingat pentingnya pendidikan dalam pembentukan pribadi dan pusat informasi bagi remaja, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan sikap guru sebagai orang yang dekat dengan remaja.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap guru terhadap perilaku seksual remaja di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran pengetahuanguru terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan
2. Untuk mengetahui gambaran sikap guru terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan
9
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi sekolah SMA Negeri 1
Kotanopan untuk lebih memahami perilaku seksual remaja
2. Dijadikannya sebagai bahan referensi oleh Dinas Pendidikan untuk membuat kurikulum yang menjelaskan tentang perilaku seksual remaja 3. Sebagai bahan referensi bagi Mahasiswa FKM USU untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Kesehatan
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing.
Perilaku manusia meupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.
Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor), adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.
11
2. Faktor- faktor pemungkin (Enabling factors), adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoatmodjo, 1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi diluar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan
rangsangan.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup didalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.
12
2.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: 1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yag spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima; 2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya materi tersebut secara benar; 3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya; 4) Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; dan 6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (notoatmodjo, 2012).
13
2.1.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek);
2. Merespon (responding),memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap;
3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga;
4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Sarwono (1998), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Menurut Sarwono (1998), sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dam komponen konatif.
1. Komponen kognitif
Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai oleh subjek pemilik sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang
14
telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkannya dari objek tertentu. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan.
2. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional ditentukan oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar bagi objek.
3. Komponen konatif
Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subjek. Kepercayaan dan perasaan memengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang akan berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual.
Kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung
15
saja, akan tetapi meliputi bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang.
Metode pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat memberikan penafsiran terhadap sikap manusia terhadap sikap manusia adalah pengukuran melalui skala sikap (attitude scala). Suatu skala sikap tidak lain daripada kumpulan pernyataan-pernyataan sikap. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang diukur. Suatu pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan yang favorable.
Sebaliknyasuatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap. Hal negatif dalam peenyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap dan karenanya disebut dengan pernyataan yang unfavorable (Notoatmodjo, 2012).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat dan mengukur sikap seseorang, yaitu (Notoatmodjo, 2012) :
a. Metode Wawancara Langsung
Metode wawancara langsung untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap objek psikologis yang dipilihnya, maka prosedur yang termudah adalah dengan menanyakan secara langsung pada orang tersebut.
b. Observasi Langsung
Pendekatan observasi langsung adalah dengan mengobservasi secara langsung tingkah laku individu terhadap objek psikologisnya.
16
Pendekatan ini terbatas penggunannya, karena tergantung individu yang diobservasi. Dengan kata lain, bertambahnya faktor yang diobservasi, maka maki sukar dan makin kurang objektif terhadap tingkah laku yang dilakukan.
c. Pernyataan Skala
Skala yang digunakan dalam mengukur sikap ini dapat membuktikan pencapaian suatu ketetapan derajat efek yang diasosiasikan dengan objek psikologis. Oleh karena itu, skala ini dikombinasikan dan atau dikonstruksikan, yang akhirnya menghasilkan sejumlah butir yang distandarsiasikan dalam tes psikologis. Butir-butir yang membentuk skala sikap ini disebut “statement” yang dapat didefenisikan sebagai pernyataan yang menyangkut objek psikologi. Skala sikap bertujuan untuk menentukan perasaan seseorang. Salah satu cara untuk mengukur sikap adalah dengan menggunakan metode skala Likert.
2.2 Guru
2.2.1 Pengertian
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam keberhasilan suatu pendidikan. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagi subjek dan objek belajar.
Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan dan bagaimana kuatnya antusias peserta didik, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru, maka semuanya akan kurang bermakna.
17
Menurut Undang-undang RI nomor 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik professional dengan tugasutama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas- tugas professional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaiknya-baiknya. Tugas- tugas manusiawi itu adalah transformasi diri,identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri (Tim Pembina UKS Pusat,2007)
WF Connell, 1972 (dalam Tim UKS Pusat, 2007) membedakan tujuh peran seorang guru yang dapat dijalankan setiap hati, yaitu :
1. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas member bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarkat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan
18
spritiual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut sebagai pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggungjawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
2. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh- tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma- norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan Negara. Karena nilai-nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai pancasila.
3. Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar.setiap guru harus memberi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman lain diluar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi, spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku social anak. Kurikulum harus berisi hal- hal tersebut diatas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai- nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
4. Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan supaya pengetahuan dan
19
keterampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasainya tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas professional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
5. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan incidental.
6. Peran guru sebagai komunikator pengembangan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan disegala bidang yang sedang dilakukan. Guru dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang yang dikuasainya.
7. Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
20
2.3 Perilaku Seksual
Menurut Sarwono (2005), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja laki-laki lebih mendominasi dalam melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini di karenakan banyaknya faktor yang membuat remaja laki-laki untuk menyalurkan hasrat seksualitasnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa Negara maju menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak melakukan hubungan seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan remaja perempuan.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang terjadi pada remaja, antara lain :
1. Faktor Internal
a. Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Dimana perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun.
b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya.
21
c. Motivasi
Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang misalnya pekerja seks seksual (PSK).
2. Faktor Eksternal a. Keluarga
Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja.
b. Pergaulan
Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai pemicu terbesar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lainnya.
c. Media massa
Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang paling dicari olehremaja adalah internet. Dari internet, remaja dapat dengan mudah mengakses informasi yang tidak dibatasi umur, tempat dan waktu. Informasi yang diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan kesehariannya. Banyaknya perilaku seksual yang terjadi muncul karena adanya dorongan seksual atau
22
kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004), beberapa perilaku seksual secara rinci dapat berupa:
a. Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
b. Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang begitu kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba perilaku lain.
c. Cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir
d. Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir
e. Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitive rangsang seksualseperti leher, dada, paha, alat kelamin dan lain-lain.
f. Berpelukan perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (apabila mengenai daerah sensitif)
g. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) merupakan perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual dan dilakukan sendiri.
h. Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.
23
i. Petting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse (hanya sebatas pada menggesekkan alat kelamin).
j. Intercourse (senggama) merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.
2.4 Remaja
2.4.1 Pengertian Remaja
Menurut Gordon dan Chown (2008) masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak kedewasa dan merupakan waktu terjadinya perkembangan yang cepat, termasuk berkembang menuju kedewasaan seksual, menemukan diri sendiri, mendefinisikan nilai pribadi dan menemukan fungsi social. Pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun.
Menurut WHO, remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun.
Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam terminology kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Killbourne, et.al, 2000).
Pada masa remaja seorang individu akan mengalami situasi pubertas dimana terjadi perubahan yang mencolok secara fisik maupun emosional/
psikologis. Secara psikologis, masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya, yaitu menjadi dewasa. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan biasanya diikuti dengan perkawinan usia belia yang dapat menghantarkan remaja pada
24
risiko kehamilan dan persalinan, sementara kematangan biologis remaja laki-laki dan perempuan di perkotaan dibayang bayangi kemungkinan lebih dini usia pertama aktif seksual, kehamilan tidak diinginkan, aborsi tidak aman, infeksi saluran reproduksi termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS), dan akibat kecacatan yang dialami, sehingga pada saat ini sangat diperlukan partisipasi guru untuk mencegah hal ini (Gordon dan Chown, 2008)
2.4.2 Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai cirri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya, Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :
1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini member waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
25
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat.
5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik.
6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistic. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendirian orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra.
Menurut Gordon dan Chown (2008) ada beberapa hal mengenai perubahan yang terjadi pada masa remaja, antara lain :
1. Perubahan Fisiologis Remaja
Masa remaja diawali dengan masa puberitas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).
2. Perubahan Psikologis Remaja
Perubahan psikologis ini berkaitan dengan kejiwaan remaja yaitu perubahan emosi sensitif atau peka, perkembangan inteligensi, cenderung
26
mengembangkan cara berfikir abstrak dan suka memberikan kritikan, ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku untuk mencoba-coba, dan menstruasi.
Dan dapat disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.
2.4.3 Klasifikasi Remaja
Sarwono (2000) mengatakan ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu remaja awal (usia 11-14 tahun) sedangkan pertengahan (usia 15-17 tahun) dan remaja akhir (usia 18-20 tahun). Menurut Sarwono (2000) ada tiga tahap perkembangan remaja dalam rangka penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir.
Remaja Awal (Early Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar 11- 13 tahun, dimana pada masa adalah masa yang paling penting untuk mengetahui pendidikan seks, karena masa ini remaja cepat tertarik dengan lawan jenis dan mudah teransang secara erotis. Oleh karena itu, anak remaja penting untuk mengetahui pendidikan seks sejak dini (Soetjiningsih, 2004)
Remaja Madya (Middle Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar 14-16 tahun, masa ini adalah masa mengenal diri sendiri, menjauhkan diri dari keluarga dan lebih senang bergaul dengan teman-temannya. Remaja mungkin tidak mau berbagi perasaan mereka dengan orangtuanya, jika tidak ditangani
27
secara serius dapat menimbulkan kesenjangan dalam komunikasi dan hilangnya rasa percaya terhadap orang lain. Pada masa ini remaja memerlukan informasi tentang penularan penyakit menular seksual (Soetjiningsih, 2004)
Remaja akhir (Late Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar 17-20 tahun. Masa yang sudah lebih terkontrol oleh karena masa ini merupakan masa menuju periode dewasa. Pada masa ini remaja mengenal dirinya sendiri, tahu apa yang menjadi minatnya, mau bersosialisasi dengan oran lain, tidak terlalu egois terhadap keinginannya sendiri, dan dapat membedakan anatar ahal yang pribadi dengan hal yang umum (Soetjiningsih, 2004).
2.4.4 Tugas dan Perkembangan Seks Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja merupakan suatu peralihan dari mas kanak-kanak menuju dewasa. Adapun cirri-ciri dari masa remaja antara lain pertumbuhan fisik yang cepat, emosi yang tidak stabil, perkembangan seksual sangat menonjol, cara berpikir kausalitas (hokum sebab akibat) dan terikat pada kelompoknya (Kriswandaru, 2003).
Adapun tugas perkembangan yang harus dilalui para remaja, antara lain mampu menerima keadaan fisiknya, mencapai kemandirian secara emosi, memperluas hubungan dengan tingkah laku sosial yang lebih dewasa, mengetahui serta menerima kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki, membentuk nilai moral sebagai dasar untuk berperilaku (Soetjiningsih, 2004).
28
2.4.5 Perilaku Seksual Remaja
Ahli mempertanyakan alasan keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku seksual yang membuatnya terjebak pada resiko yang berkaitan dengan aspek social, emosional, maupun kesehatan (Turner & Feldman, 1995). Alasan yang melandasi perilaku remaja adalah berkaitan dengan upaya-upaya untuk pembuktian perkembangan identitas diri, belajar menyelami anatomi lawan jenis, menyenangkan pasangan dan mengatasi rasa kesepian (Soetjiningsih, 2004). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman remaja mengenai dampak personal dan interpersonal dari perilaku seksual yang dilakukan tidak menjadi bahan pertimbangan.
2.4.6 Tempat Remaja Berdiskusi Masalah Seks dan Kesehatan Reproduksi Pada dasarnya pendidikan sekss yang terbaik adalah yang diberikan oleh orangtua sendiri. Diwujudkan melalui cara hidup orangtua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan yang diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hati ke hati antara orangtua dan anak (Howard, 1990). Kesulitan yang timbul adalah apabila pengetahuan orangtua kurang memadai (secara teoritis dan objektif) menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Tentang hal ini Davis (1957) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa informasi seks yang tidak sehat pada usia remaja mengakibatkan remaja terlihat dalam kasus-kasus berupa konflik-
29
konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks.
Pendidikan seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di rumah (Kilander, 1997). Peran sekolah dalam memberikan pendidikan seks harus dipahami sebagai pelengkap pengetahuan sari rumah dan istitusi lainnya yang berupaya keras untuk mendidik remaja tentang seksualitas dan tidak berarti bahwa sekolah mengambil porsi orangtua (Yeni, 1992).
2.5 Kerangka Pikir
Untuk menggambarkan penelitian maka kerangka berfikir di bawah ini yang akan mendeskripsikan bagaimana pengetahuan dan sikap guru terhadap perilaku seksual remaja.
Faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap
- Sosial Budaya
Faktor Pemungkin - Media massa
Faktor Pendorong - Peran Orangtua - Guru
Perilaku Seksual Remaja
30
Kerangka pikir diatas mengacu kepada teori Lawrence Green. Green menyatakan faktor perilaku terbagi dari tiga, yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mepredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, tradisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian dengan metode naratif, yaitu studi yang berfokus pada narasi, cerita, atau deskripsi tentang serangkaian peristiwa terkait dengan pengalaman manusia. studi ini bisa mencakup banyak hal. antara lain Biografi yaitu narasi tentang pengalaman orang lain. Auto- etnografi atau autobiografi yaitu pengalaman yang ditulis sendiri oleh subjek penelitian. Penulis mencoba menjabarkan kondisi kongkrit dari obyek penelitian dan menghubungkan variabel-variabel dan selanjutnya akan menghasilkan obyek penelitian (Suharsimi Arikunto;1997). Jenis penelitian ini dipilih untuk memperoleh gambaran terhadap gambaran pengetahuan dan sikap guru terhadap perilaku seksual remaja di Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tahun 2016.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Kotanopan. Selain itu lokasi tempat penelitian ini tidak jauh dari pusat kota/ akses informasi.
Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut adalah :
1. Belum pernah dilakukannya penelitian tentang gambaran pengetahuan dan sikap guru terhadap perilaku seksual remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
32
2. Karena masih terdapatnya perkawinan di bawah umur 20 tahun dan melakukan hubungan seks diluar nikah di SMA Negeri 1 Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal pada April- selesai 2016.
3.3 Pemilihan Informan
Informan dalam penelitian ini adalah guru di SMA Negeri 1 Kotanopan.
Informan dipilih berdasarkan kecukupan dan kesesuaian peneliti. Wawancara dilakukan dengan cara mendatangi informan langsung ke tempat penelitian.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peniliti dengan cara observasi langsung pada tempat penelitian. Data ini bisa berupa pengamatan maupun wawancara kepada perwakilan guru.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait kantor kelurahan dan dinas kesehatan atau yang lainnya. Dalam hal ini peneliti mendapatkan data sekunder dari masyarakat setempat.
33
3.5 Defenisi Istilah
1. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
2. Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
3. Guru adalah guru professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
4. Perilaku seksual adalah keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku seksual yang membuatnya terjebak pada resiko yang berkaitan dengan aspek social, emosional, maupun kesehatan
5. Remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa remaja
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif dengan metode matriks berdasarkan data-data yang diperoleh dari wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kotanopan terletak di Jl. Medan Padang Kelurahan Pasar Kotanopan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal berdiri sejak tahun 1950. Sekolah ini mulai beraktifitas mengajar sejak tahun 1957 dengan akreditasi nilai yang sangat memuaskan yaitu A.
Sekolah ini berdiri di atas tanah milik Negara. Luas areal seluruhnya 7227m2, semua bangunan merupakan hak milik Negara dengan luas bangunan 1871m2.
a. Sebelah Utara berbatasan dengan SMK N 1 Kotanopan
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kantor kelurahan Pasar Kotanopan c. Sebelah Timur berbatasan dengan SMP N 1 Kotanopan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan kantor Camat Pasar Kotanopan
1. Visi dan Misi SMA Negeri 1 Kotanopan a. Visi
“ berakhlak berbudaya, disiplin, beriman dan taqwa serta unggul dalam prestasi untuk menyongsong masa depan “
b. Misi
1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara obtimal sesuai dengan potensi yag dimiliki
35
2) Menumbuh kembangkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah
3) Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah (stake holder)
4) Meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan perkembangan IPTEK
5) Menumbuhkan penghayatan untuk terlaksananya ajaran agama masing-masing dan aturan serta norma yang berlaku dalam semua aspek kehidupan
6) Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstra kurikuler sesuai dengan potensi yang dimiliki
2. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 1 Kotanopan
Dalam proses belajar mengajar SMA Negeri 1 Kotanopan memiliki perlengkapan dan guru-guru yang kompeten dalam bidangnya masing- masing yang berjumlah 40 orang terdiri dari 27 orang PNS DAN 12 ORANG Non-PNS, 1 orang KTU, 2 orang TU dengan jumlah siswa/i 534 orang.
Sarana dan prasarana yang ada seperti :
a. Ruang kepala sekolah 1 ruang
b. Ruang guru 1 ruang
c. Mushalah 1 ruang
d. Ruang kelas 18 ruang
36
e. Ruang perpustakaan 1 ruang
f. Ruang lab biologi 1 ruang
g. Ruang lab komputer 1 ruang
h. Ruang TU 1 ruang
i. Ruang BK/BP 1 ruang
j. Ruang OSIS 1 ruang
k. WC/jamban 2
l. Gudang 1 ruang
4.2 Gambaran Informan 4.2.1 Karakteristik Informan
Karakteristik informan meliputi : umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan/jabatan, dan agama.
No. Nama Umur
(Tahun) Pendidikan
Jenis Kelamin
Pekerjaan/
jabatan Agama
1 Informan 1 32 S1 L Guru Islam
2 Informan 2 48 S1 P Guru Kristen
3 Informan 3 30 S1 P Guru Islam
4 Informan 4 23 S1 P Guru Islam
5 Informan 5 27 S1 P Guru Islam
37
4.3 Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Guru Terhadap Perilaku Seksual Remaja Di SMA Negeri 1 Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2016
4.3.1 Pengetahuan Tentang Perilaku Seksual Remaja
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang pengetahuan informan terhdap perilaku seksual remaja adalah :
4.2 Matrix
Distribusi Pengetahuan Informan Tentang Perilaku Seksual Remaja
Informan Pernyataan
Informan 1 Perilaku seksual ya? Perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh lawan jenis yang tidak dalam ikatan pernikahan yang kebiasaan dilakukan anak zaman sekarang yang masih berpacaran sudah ada yang melakukan seks diluar nikah menurut bapak ya gitu
Pendapat saya sendiri yang saya kemukakan
Penting, Karena diberikannya informasi mengenai seks dari dini diharapkan mampu menghindari anak remaja melakukan hal-hal yang salah
Informan 2 Perilaku seksual yang dimaksud ya? Kalau menurut saya adalah Hubungan intim yang dilakukan sepasang manusia dewasa yang berlawanan jenis
Dari Internetlahh
Penting, karena mereka nanti tau mana positif dan negatif bagi mereka
Informan 3 Ya.... perilaku seksual itu menurut saya bercampurnya dua orang yang tidak selayaknya dilakukan
Pendapat sendiri
Menurut saya penting sekali, nanti berguna bagi dirinya sendiri untuk menghindari hal-hal negatif dari ligkungannya
Informan 4 Tingkah laku yang didorong hasrat seksual.
Baik dengan sesama jenis ataupun lawan jenisnya,menurut ibuk demikian
Didapat dari hasil pemikiran saya sendiri
Sangat pentinglahhhh,,, kasihan anak sekarang banyak yang hancur akibat masalah seks, dikarenakan masi tabu bagi orang tua untuk memberikan informasi mengenai seks
Informan 5 Menurut pendapat saya adalah perilaku yang salah, yang tidak selayaknya diperbuat anak remaja
Saya dapat dari banyak membaca
Penting sekali,,, bila diterapkan sejak dini anak akan tau untuk menghindar dari perilaku seks yang salah