• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESA WISATA BERBASIS EKO-HUMANIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DESA WISATA BERBASIS EKO-HUMANIS"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BUKU MONOGRAF

DESA WISATA BERBASIS EKO-HUMANIS

Disusun oleh:

Dr. Ir. Suzanna Ratih Sari, MM., MA.

2021

(3)

ii | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

BUKU MONOGRAF

DESA WISATA BERBASIS EKO-HUMANIS

Disusun oleh:

Dr. Ir. Suzanna Ratih Sari,MM., MA.

Cetakan I: Maret 2021 15 x 24 cm

x + 134 halaman

ISBN: 978-623-6987-16-2

Layout oleh Nindita Kresna Murti Desain oleh Muhammad Fariz Hilmy

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mencetak dan menerbitkan sebagaian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun tanpa seijin penulis dan penerbit

_______________________________________________________

Diterbitkan oleh:

CV Tigamedia Pratama

Jl. Bulusan VI No.42 Semarang www.tigamedia.co.id

(4)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | iii

KATA PENGANTAR

Puji berserta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Buku Monograf dengan judul “Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Meskipun banyak hambatan yang dialami penulis dalam proses pengerjaannya.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan buku monograf ini.

Buku Monograf ini disusun sebagai salah satu buku referensi yang membahas tentang Desa Wisata yang menerapkan konsep Eko- Humanis, yang dimana pengembangan kawasan wisata tanpa merusak lingkungan.

Penulis menyadari dalam penulisan buku monograf ini terdapat banyak kekurangan. kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk dapat memperbaiki penulisan buku monograf ini. Semoga buku monograf ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan desa wisata di Indonesia.

Penulis

(5)

iv | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN: DESA WISATA ... 1

1.1. Latar Belakang ... 2

1.2. Desa Wisata ... 2

1.2.1. Pengertian Wisata... 2

1.2.2. Pengertian Desa Wisata... 8

1.3. Karakteristik Desa Wisata ... 10

1.4. Tipe Desa wisata ... 12

1.5. Pengembangan Desa Wisata ... 16

1.6. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Desa Wisata ... 19

BAB II KONSEP EKO HUMANIS... 21

2.1. Pengertian Eko-Humanis ... 22

2.2. Prinsip Eko-Humanis ... 24

2.3. Strategi Eko-Humanis ... 26

2.4. Metode Survey Ecopolis Humanism ... 28

2.5. Konsep Eko-Humanis ... 30

(6)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | v BAB III

IMPLEMENTASI EKO-HUMANIS DI DESA WISATA ... 32

3.1. Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis ... 33

3.2. Desa wisata Candirejo ... 33

3.2.1. Pengelolaan Desa Candirejo Berbasis Pokdarwis ... 36

3.2.2. Daya Tarik Wisata Desa Candirejo ... 37

3.2.3. Perubahan Ruang Desa karena Pengaruh Pariwisata ... 44

3.2.4. Penetapan Ruang Wisata Berdasarkan Proses Pokdarwis 48 3.3. Desa Wanurejo ... 53

3.3.1. Pengelolaan Desa Wanurejo Berbasis Pokdarwis ... 55

3.3.2. Daya Tarik Wisata Desa Wanurejo ... 57

3.3.3. Perubahan Ruang Desa karena Pengaruh Pariwisata ... 63

3.3.4. Penetapan Ruang Wisata Berdasarkan Proses Pokdarwis 65 3.4. Desa Karanganyar... 75

3.4.1. Pengelolaan Desa Karanganyar Berbasis Pokdarwis ... 76

3.4.2. Daya Tarik Wisata Desa Karanganyar ... 78

3.4.3. Perubahan Ruang Desa Karena Pengaruh Pariwisata ... 81

3.4.4. Penetapan Ruang Wisata Berdasarkan Proses Pokdarwis 82 BAB IV PERAN POKDARWIS DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA ... 87

4.1. Pokdarwis ... 88

4.1.1. Pengertian Pokdarwis... 88

4.1.2. Pembentukan Pokdarwis ... 89

4.1.3. Maksud dan Tujuan Pembentukan Pokdarwis ... 90

4.1.4. Keanggotaan Pokdarwis... 91

4.1.5. Struktur Organisasi Pokdarwis ... 92

4.2. Pokdarwis dalam Pengembangan Wisata ... 93

4.2.1. Program Kerja dan Dasar Hukum Pedoman Pokdarwis ... 94

(7)

vi | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

4.2.2. Peran Pokdarwis dalam Pengembangan Desa Wisata ... 96

4.2.3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pokdarwis dalam Pengembangan Desa Wisata ... 98

4.3. Peran Pokdarwis dalam Penentuan Ruang Wisata di Desa Wisata ... 99

BAB V PENUTUP ... 105

5.1. Kesimpulan ... 106

5.2. Saran ... 107

REFERENSI ... 109

TENTANG PENULIS ... 121

(8)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Desa Wisata Pentingsari, Yogyakarta ... 3

Gambar 1. 2 Pemandian Kalireco Lawang,Malang ... 5

Gambar 1. 3 Budaya tari kecak, Bali ... 6

Gambar 1. 4 Desa Wisata Penglipuran, Bali... 9

Gambar 1. 5 Nusa Dua, Bali ... 13

Gambar 1. 6 Kampung adat Wae Rebo, NTT ... 14

Gambar 3. 1 Peta Desa Candirejo ... 34

Gambar 3. 2 Balkones Desa Wisata Candirejo ... 35

Gambar 3. 3 Konsolidasi Desa Wisata Candirejo ... 36

Gambar 3. 4 Alur Konsolidasi Desa Wisata Candirejo ... 37

Gambar 3. 5 Peta Wisata Desa Candirejo ... 38

Gambar 3. 6 Peta Potensi Wisata Desa Candirejo ... 39

Gambar 3. 7 Candirejo Dhokar Village Tour ... 40

Gambar 3. 8 Pemandangan pertanian ... 41

Gambar 3. 9 Wisata Arum Jeram, Sungai Progo ... 42

Gambar 3. 10 Homestay di rumah penduduk ... 43

Gambar 3. 11 Kesenian tradisional desa Candirejo ... 44

Gambar 3. 12 Peta Zonasi Desa Wisata Candirejo ... 45

Gambar 3. 13 Denah Awal Rumah tahun 1988 ... 51

Gambar 3. 14 Denah Awal Rumah tahun 1995 ... 51

Gambar 3. 15 Denah Perubahan Rumah tahun 2002 ... 52

Gambar 3. 16 Interior rumah homestay ... 53

Gambar 3. 17 Peta Desa Wisata Wanurejo ... 54

Gambar 3. 18 Balkones Wanurejo, Magelang ... 55

Gambar 3. 19 Proses terbentuknya Desa Wisaya Wanurejo ... 56

Gambar 3. 20 Sistem Pengelolaan Desa Wisata Wanurejo ... 57

Gambar 3. 21 Wisata Onthel ... 58

(9)

viii | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Gambar 3. 22 Wisata Andong ... 58

Gambar 3. 23 Wisata kebudayaan ... 59

Gambar 3. 24 Karya kerajinan Desa Wanurejo ... 60

Gambar 3. 25 Wisata Kuliner Desa Wanurejo ... 61

Gambar 3. 26 Rumah homestay desa Wanurejo ... 61

Gambar 3. 27 Event-event Desa Wanurejo ... 62

Gambar 3. 28 Fasilitas Pendukung Wisata Desa Wanurejo ... 64

Gambar 3. 29 Homestay di Desa Wisata Wanurejo ... 65

Gambar 3. 30 Homestay di Desa Wisata Wanurejo ... 66

Gambar 3. 31 Peta Sebaran Ruang Makaryo Desa Wisata Wanurejo ... 67

Gambar 3. 32 Pola ruang rumah home industry ... 68

Gambar 3. 33 Aktivitas wisatawan di ruang Makaryo Wanurejo ... 69

Gambar 3. 34 Kegiatan Makaryo Sesarengan Desa Wisata Wanurejo ... 70

Gambar 3. 35 Ruang-ruang pasugatan Desa Wisata Wanurejo ... 71

Gambar 3. 36 View pegunungan Menoreh ... 72

Gambar 3. 37 Ruang jagongan Desa Wisata Wanurejo ... 73

Gambar 3. 38 Ruang Jlajah Deso Desa Wisata Wanurejo ... 74

Gambar 3. 39 Balkones Desa Wisata Karanganyar ... 75

Gambar 3. 40 Sistem Pengelolaan Desa Wisata Karanganyar ... 77

Gambar 3. 41 Kerjasama Penyusunan Paket Wisata Desa Wisata Karanganyar ... 78

Gambar 3. 42 Kerajian Gerabah ... 79

Gambar 3. 43 Pemandangan Sunrise ... 79

Gambar 3. 44 Proses Pembuatan Tahu ... 80

Gambar 3. 45 Peta Pesebaran Fasilitas Pendukung Wisata Desa Karanganyar ... 82

Gambar 3. 46 Sejarah tersedianya fasilitas homestay di Desa Wisata Karanganyar ... 83

Gambar 3. 47 Ruang makaryo Desa Wisata Karanganyar ... 84

(10)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | ix Gambar 3. 48 Ruang-ruang pasugatan Desa Wisata Karanganyar . 85

Gambar 3. 49 Ruang jagongan Desa Wisata Karanganyar ... 86

Gambar 4. 1 Skema Prosedur Pembentukan Pokdarwis atas Inisiatif Masyarakat ... 89

Gambar 4. 2 Skema Prosedur Pembentukan Pokdarwis atas Inisiasi Instansi terkait di bidnag kepariwisataan ... 90

Gambar 4. 3 Struktur Organisasi Pokdarwis... 92

Gambar 4. 4 Skema Pembinaan Pokdarwis ... 94

Gambar 4. 5 Posisi Pokdarwis dalam pengembangan wisata ... 97

Gambar 4. 6 Hubungan Pokdarwis dengan keruangan, sosial, dan kelembagaan ... 102

Gambar 4. 7 Keterkaitan Komponen Pokdarwis dengan Konsolidasi Ruang ... 104

(11)

x | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Perbedaan Klasifikasi Desa Wisata ... 16

(12)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 1

BAB I PENDAHULUAN:

DESA WISATA

Desa Wisata Penglipuran, Bali Sumber: (Okta, 2020)

(13)

2 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis 1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman wisata dan budaya yang beraneka ragam. Potensi wisata yang di miliki Indonesia sangat beranekaragam, mulai dari potensi alam dan budaya.

Pengembangan potensi wisata di Indonesia diperlukan agar dapat memaksimalkan potensi, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat setempat. Pembangunan dan pengembangan desa yang memiliki potensi wisata dapat dikembangkan menjadi desa wisata.

Pengembangan desa wisata di Indonesia perlu mengikutsertakan partisipasi masyarakat yang sadar akan aktivitas wisata (Pokdarwis). Pokdarwis merupakan sebuah kelompok masyarakat yang bertujuan mengembangkan potensi wisata pada suatu desa. Pokdarwis juga berperan sebagai Mitra Pemerintah dan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam upaya perwujudan dan pengembangan Sadar Wisata di daerah.

Penerapan konsep Eko-Humanis pada desa wisata dapat memberikan keseimbangan antara kegiatan wisata dan keleatarian alam. Konsep Eko-Humanis didefinisikan sebagai kerangka kerja konseptual adanya keseimbangan yang sama pada kesejahteraan manusia serta kesejahteraan ekologis/lingkungan suatu tempat dan penghuninya.

1.2. Desa Wisata 1.2.1. Pengertian Wisata

Pengertian wisata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bepergian bersama-sama, bertamasya atau piknik. Tujuan dari wisata adalah untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, refreshing, menghibur diri, dan lain sebagainya. Kata “Wisata” dalam bahasa Inggris

(14)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 3 disebut tour yang berasal dari kata torah (ibrani) yang berarti

“belajar”, tornus (bahasa latin) yang berarti “alat untuk membuat lingkaran” dan dalam bahasa Perancis kuno disebut tour yang berarti “mengelilingi sirkuit”. Pada umumnya orang memberi pandangan kata “wisata” dengan rekreasi, wisata adalah sebuah perjalanan, namun tidak semua perjalanan dapat dikatakan wisata (Suyitno, 2001). Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa wisata adalah :

“Kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara”.

Gambar 1. 1 Desa Wisata Pentingsari, Yogyakarta Sumber: (Admin, 2017)

Gambar di atas merupakan kegiatan berwisata dengan menikmati alam. Wisata adalah perjalanan atau sebagai dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat

(15)

4 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (Fandeli, 2001). Wisata memiliki karakteristik-karakteristik (Suyitno, 2001) antara lain:

a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan kembali ke tempat asalnya.

b. Melibatkan komponen -komponen wisata, misalnya sarana transportasi, akomodasi, restoran, objek wisata, toko cinderamata dan lain-lain.

c. Umumnya dilakukan dengan mengunjungi objek wisata dan atraksi wisata.

d. Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan.

e. Tidak untuk mencari nafkah ditempat tujuan, bahkan keberadaannya dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat atau daerah yang dikunjungi.

Aktivitas wisata megandung empat unsur, yaitu kegiatan perjalanan; dilakukan secara sukarela; bersifat sementara;

perjalanan itu seleruhnya atau sebagian bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Wisata berdasarkan jenis-jenisnya dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu:

a. Wisata Alam

Wisata berbasis alam yaitu sebagai kunjungan dengan tujuan alam untuk kegiatan rekreasi yang dimana dapat dengan langsung berinteraksi dengan tumbuhan dan hewan (Wolf, Croft, & Green, 2019). Contoh wisata alam dapat dilihat pada gambar berikut ini:

(16)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 5 Gambar 1. 2 Pemandian Kalireco Lawang,Malang

Sumber: (Travellora, 2019)

Wisata alam terdiri dari:

▪ Wisata pantai (Marine tourism), merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk berenang, memancing, menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.

▪ Wisata Etnik (Etnic tourism), merupakan perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang dianggap menarik.

▪ Wisata Cagar Alam (Ecotourism), merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, Kesegaran hawa di pegunungan, keajaiban hidup binatang (margasatwa) yang langka, serta tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di tempat-tempat lain.

▪ Wisata Buru, merupakan wisata yang dilakukan di negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakan oleh berbagai agen atau biro perjalanan.

(17)

6 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

▪ Wisata Agro, merupakan jenis wisata yang mengorganisasikan perjalanan ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, dan ladang pembibitan di mana wisata rombongan dapat mengadakan kunjungan peninjauan untuk tujuan studi maupun menikmati segarnya tanaman di sekitarnya.

b. Wisata Sosial-Budaya

Wisata berbasis budaya adalah salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya. Pariwisata berbasis heritage memberikan manfaat tidak hanya bagi pengunjung yang tertarik, tetapi juga bagi penduduk yang mampu melestarikan ingatan sekaligus meningkatkan peluang budaya di tingkat lokal (Timothy & Boyd, 2003) yang dimana pentingnya nilai warisan untuk keberlanjutan destinasi (Artal-Tur, 2017). Contoh kegiatan wisata Sosial- Budaya bisa dilihat pada wisata budaya tari kecak di bali.

Gambar 1. 3 Budaya tari kecak, Bali Sumber: (Abdi, 2020)

(18)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 7 Wisata Sosial-Budaya terdiri dari:

▪ Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen, wisata ini termasuk golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa, bangunan- bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya seperti bekas pertempuran (battle fields) yang merupakan daya tarik wisata utama di banyak negara.

▪ Museum dan fasilitas budaya lainnya, merupakan wisata yang berhubungan dengan aspek alam dan kebudayaan di suatu kawasan atau daerah tertentu.

Museum dapat dikembangkan berdasarkan pada temanya, anatara lain museum arkeologi, sejarah, entologi, sejarah alam, seni dan kerajinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri, ataupun dengan tema khusus lainnya.

Terdapat 12 unsur wisata kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, beberapa diantaranya berkaitan dengan aspek sosial budaya.

▪ Bahasa (language).

▪ Masyarakat (traditions).

▪ Kerajinan tangan (handicraft).

▪ Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits).

▪ Musik dan kesenian (art and music).

▪ Sejarah suatu tempat (history of the region)

▪ Cara Kerja dan Teknolgi (work and technology).

▪ Agama (religion) yang dinyatakan dalam cerita atau sesuatu yang dapat disaksikan.

(19)

8 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

▪ Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata (architectural characteristic in the area).

▪ Tata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes).

▪ Sistem pendidikan (educational system).

▪ Aktivitas pada waktu senggang (leisure activities).

1.2.2. Pengertian Desa Wisata

Desa wisata adalah komunitas/ masyarakat/ penduduk pada suatu wilayah terbatas yang bisa saling berinteraksi secara langsung di bawah sebuah pengelolaan dan memiliki kepedulian, serta kesadaran untuk berperan bersama sesuai keterampilan dan kemampuan masing-masing, memberdayakan potensi local secara kondusif bagi berkembangnya kepariwisataan di daerah tersebut..

Pengembangan serta pengelolaan desa wisata dengan baik dapat menjamin kesuksesan pengembangan desa wisata yang memang vital (Arida & Pujani, 2017).

Desa wisata merupakan pengembangan suatu wilayah desa yang pada dasarnya tidak merubah apa yang sudah ada akan tetapi lebih cenderung kepada pengembangan potensi desa yang ada dengan melakukan pemanfaatan kemampuan unsur- unsur yang ada di dalam desa yang berfungsi sebagai atribut produk wisata dalam skala yang kecil menjadi rangkaian aktivitas atau kegiatan pariwisata dan mampu menyediakan serta memenuhi serangkaian kebutuhan perjalanan wisata baik dari aspek daya tarik maupun sebagai fasilitas pendukung (Mulyadi, 2012).

(20)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 9 Gambar 1. 4 Desa Wisata Penglipuran, Bali

Sumber: (Divianta, 2020)

Seperti gambar diatas merupakan Desa Wisata yang menawarkan keaslian dan keindahan lingkungan. Desa Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan dari suasana yang mencerminkan keaslian dari pedesaaan itu sendiri mulai dari sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas dan dari kehidupan sosial ekonomi atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkanya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi, akomodasi, makanan-minuman, cinderamata, dan kebutuhan wisata lainnya (Priasukmana & Mulyadin, 2001). Desa wisata adalah suatu daerah pedesaan yang memiliki beberapa ciri khusus yang dikembangkan untuk menjadi tujuan turis untuk berwisata (Irfan & Suryani, 2017).

Desa wisata menempatkan komunitas atau masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama dalam pembangunan kepariwisataan, kemudian memanfaatkannya bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam aktivitas sosialnya, kelompok

(21)

10 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

swadaya dan swakarsa masyarakat berupaya untuk meningkatkan pemahaman kepariwisataan; mewadahi peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di wilayahnya; meningkatkan nilai kepariwisataan serta memberdayakannya bagi kesejahteraan masyarakat. Sebagai pelaku utama, komunitas atau masyarakat berupaya meningkatkan potensi pariwisata atau daya tarik wisata yang ada di wilayahnya. Selanjutnya, komunitas atau masyarakat menyiapkan diri sebagai tuan rumah yang baik bagi para wisatawan ketika berkunjung. Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh komunitas atau masyarakat di desa wisata, memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan mendayagunakan aset dan potensi yang dimiliki.

1.3. Karakteristik Desa Wisata

Tidak setiap desa dapat menjadi desa wisata. Suatu desa harus memiliki berbagai aspek-aspek pendukung untuk menjadi desa wisata. Sangat tidak cukup sebuah desa yang hanya memiliki satu dua obyek wisata dengan fasilitas seadanya lalu menyebut dirinya sebagai desa wisata. Persyaratan yang harus dipenuhi sebuah desa hingga layak disebut desa wisata, yaitu:

1. Aksesibilitas yang baik

Akses menuju desa harus mudah dan aman untuk dilewati oleh kendaraan. Kalaupun ada bagian jalur yang membahayakan maka harus ada layanan khusus untuk menjamin keselamatan para pengunjung. Dengan demikian pengunjung merasakan diri mereka terlindungi oleh warga desa wisata. Juga tersedianya sarana transportasi bagi rombongan pengunjung dari luar kota yang tidak

(22)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 11 membawa kendaraan sendiri. Ini juga sekaligus membuka peluang usaha transportasi bagi warga desa wisata.

2. Memiliki obyek-obyek yang menarik

Ada beragam obyek yang bisa dijadikan magnit wisata saat ini seperti alam yang menakjubkan, seni budaya, legenda, makanan-minuman lokal dan sebagainya. Kondisi fisik geografi, keindahan alam, serta keaslian desa dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang atraktif (Vitasurya, Hardiman, & Sari, 2018).

3. Dukungan seluruh warga desa

Sikap ramah dan tulus menyambut wisatawan adalah syarat utama desa wisata. Hal ini sangat berhubungan dengan kenyamanan dan keamanan wisatawan. Maka proses membangun desa wisata harus melibatkan seluruh warga sebagai bagian dari daya tarik desa wisata.

4. Keamanan yang terjamin

Jangan sampai ada cerita pengunjung wisata dipalak preman atau mengalami kejahatan di desa wisata pada bagian manapun. Sekali hal ini terjadi bakal merusak susu sebelanga dan membuat calon pengunjung jadi malas berkunjung ke desa Anda. Soal keamanan ini menjadi tanggungjawab seluruh warga desa.

5. Tersedianya akomodasi dan telekomunikasi

Jika ada wisatawan yang pingin menginap di desa Anda, apakah sudah tersedia homestay yang memadai. Homestay memadai berarti rapi, bersih dan memiliki kamar mandi yang bersih dan sehat. Sikap pemilik rumah dan warga di sekitar homestay haruslah ramah-tamah pula. Karena semua orang membawa smartphone sekarang ini, pastikan ada toko penjual pulsa atau paling tidak para petugas wisata

(23)

12 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

desa sudah siap membantu membelikan pulsa sewaktu- waktu dibutuhkan.

6. Mengamalkan sapta pesona

Desa wisata harus memiliki tujuh unsur pesona diantaranya aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan (Rahim, 2012). Lingkungan yang tidak bersih tentu akan membuat wisatawan enggan untuk datang.

7. Dekat dengan obyek wisata lain

Hal ini merupakan nilai tambah bagi sebuah destinasi wisata. Wisatawan akan lebih menikmati sebuah desa wisata yang memiliki beragam destinasi wisata lain di sekitarnya..

Tanpa beberapa hal di atas maka sebuah desa sesungguhnya belum berhak menyebut dirinya desa wisata.

Berbagai fasilitas yang bertujuan memciptakan kenyamanan pengunjung itu bermaksud sebagai layanan lengkap agar para pengunjung mendapatkan pengalaman luar biasa di desa wisata yang ujungnya adalah masuknya investasi dari luar.

1.4. Tipe Desa wisata

Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur (enclave) dan tipe terbuka (spontaneus).

1. Tipe Terstruktur (enclave)

Tipe ini memiliki dua ciri utama yakni lahan yang terbatas serta lokasinya yang berada jauh dari pemukiman warga meskipun masih dalam wilayah desa yag sama. Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut:

(24)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 13 a. Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur

yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.

b. Lokasi pada umumnya terpisah dari pemukiman masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dapat terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.

c. Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinasi, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap”

jasa-jasa dari hotel-hotel berbintang lima. Karena luas lahan yang terbatas inilah maka pengembangan dari tipe ini lebih menekankan pada citra serta infrastruktur di dalamnya.

Gambar 1. 5 Nusa Dua, Bali Sumber: (Jameson, 2018)

(25)

14 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Nusa Dua, Bali bisa dilihat pada gambar diatas, dan beberapa kawasan wisata di Lombok.

Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapka n beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa.

2. Tipe Terbuka (spontaneus)

Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal.

Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe desa wisata ini adalah Desa adat Waerebo, NTT yang bisa dilihat pada gambar 1.6.

Gambar 1. 6 Kampung adat Wae Rebo, NTT Sumber: (Setianingsih, 2013)

(26)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 15 Pada desa wisata tersebut warga dan wisatawan bisa langsung menyaksikan aktifitas dan keseharian warga.

Tipe terbuka memiliki karakter berikut:

a. Luas wilayah tidak terbatas dan bisa berkembang atau terpotong dan bersambung dengan wilayah lainnya.

b. Pembangunan Infrastruktur lebih ditekankan pada pembangunan jalan/akses, kelancaran air bersih, dan lain-lain.

c. Lokasi wisata menyatu dengan permukiman warga sekitar. Sehingga memiliki kelebihan yaitu andalan wisata tidak hanya seputar alam saja, namun bisa seperti produk budaya, karya seni, adat istiadat, dan lainnya. Serta warga sekitar langsung berpartisipasi dengan desa wisata.

Desa wisata merupakan tipologi tersendiri dimana desa dibagi ke dalam karakter-karakter berdasarkan potensi dan pola pengembangan pariwisata. Berdasarkan kepada desa wisata yang ada di Indonesia, maka setidaknya tipologi desa wisata dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk (Herdiana, 2019) diantaranya desa wisata adat, desa wisata alam, serta desa wisata ekonomi kreatif. Perbedaan ketiga desa wisata tersebut telihat dari beberapa aspek wisata seperti daya Tarik, tujuan pengembangan wisata, sumber wisata, tujuan wisatwaan, serta proses interaksi dengan masyarakat local. Tabel berikut akan menjelaskan perbedaan dari ketiga jenis desa wisata tersebut.

(27)

16 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Tabel 1. 1 Perbedaan Klasifikasi Desa Wisata

Aspek Desa Wisata Adat/Budaya

Desa Wisata Alam / Konservasi

Alam

Desa Wisata Ekonomi Kreatif

Daya tarik

Nilai adat istiadat, budaya, atau

tradisi masyarakat.

Keindahan alam atau lingkungan.

Produk-produk kerajinan/ produk

ekonomi kreatif masyarakat

Tujuan pengembangan

wisata

Pelestarian adat istiadat, budaya, atau

tradisi masyarakat

Konservasi alam atau lingkungan.

Pengembangan ekonomi masyarakat.

Sumber wisata

Berada menyatu

dengan lingkungan masyarakat.

Berada menyatu atau

terpisah dengan lingkungan masyarakat.

Berada menyatu atau terpisah

dengan lingkungan masyarakat

Tujuan wisatawan

Mengetahui dan memahami adat

istiadat, budaya, atau

tradisi masyarakat.

Menikmati keindahan alam atau lingkungan.

Memiliki pruduk produk kerajinan/

produk ekonomi kreatif masyarakat.

Proses interaksi

dengan masyarakat

lokal atau masyarakat

setempat

Interaksi masyarakat lokal menjadi bagian integral

dalam wisata.

Interaksi masyarakat lokal menjadi

bagian eksternal dalam wisata.

Interaksi masyarakat lokal

bisa menjadi bagian internal

atau eksternal dalam wisata.

Sumber: (Herdiana, 2019)

1.5. Pengembangan Desa Wisata

Dalam pengembangan desa wisata sebagai obyek wisata perlu dipahami sejak awal bila masyarakat setempat bukan sebagai obyek pasif namun justru sebagai subyek aktif. Dalam pelaksanaan pariwisata berbasis komunitas khususnya bagi pengembangan desa wisata, beberapa persoalan yang harus dipertimbangkan adalah partisipasi, pengambilan keputusan, pembangunan kapasitas masyarakat, dan akses ke pasar wisata.

Pengaruh pengembangan desa wisata terhadap kehidupan

(28)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 17 warga setempat yaitu adanya penambahan fungsi ruang yang awalnya hanya hunian bertambah menjadi hunian + ruang usaha, adanya pemanbahan fasilitas wisata di permukiman dan street furniture (Mangedaby, Setioko, & Sari, 2017).

Pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dalam desa wisata bertujuan untuk mendorong perekonomian masyarakat yang mandiri, tanggap dengan permasalahan lingkungan di sekitar mereka, inovatif, dan memiliki semangat gotong royong yang kuat (Sari & Sukawi, 2018) (Sari, Sardjono, & Hilmy, 2019). Dalam pengembangan desa wisata perlu juga membentuk strategi pengembangan pariwisata yang efektif berdasarkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan (Sari, Hilmy, Hendro, & Iswanto, 2020). Pengembangan desa wisata mencangkup beberapa komponen (Gumelar, 2010) diantaranya:

1. Memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat 2. Menguntungkan masyarakat setempat (berskala kecil) 3. Melibatkan masyarakat setempat

4. Menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan Pengembangan desa wisata (Putra, 2006) meliputi:

1. Pariwisata terintregrasi dengan masyarakat 2. Menawarkan berbagai atraksi khas 3. Akomodasi berciri khas desa setempat

Dalam menyusun konsep kerja pembangunan sebuah desa menjadi desa wisata dapat dicapai melalui dua pendekatan diantaranya:

1. Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata a. Interaksi tidak langsung

Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan misalnya, penulisan buku-buku

(29)

18 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, dan sebagainya

b. Interaksi setengah langsung

Bentuk-bentuk one way trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatankegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya.

c. Interaksi langsung

Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut.

Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat.

2. Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata

Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangandan menerapkan aktivitas konservasi.

a. Mengkonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut.

b. Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata.

(30)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 19 c. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi didalam

wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa sebagai industri skala kecil.

Upaya konservasi dapat dilakukan apabila desa yang bersangkutan terlah berumur hingga 50 tahun atau termasuk dalam Kawasan cagar budaya. Upaya tersebut dilakukan untuk menjaga nilai sejarah yang terkandung di dalam desa tersebut (Sari, Hendro, & Werdiningsih, 2018).

Namun upaya tersebut harus diimbangi dengan upaya lainnya seperti manajemen pengelolaan pariwisata yang baik supaya tidak hanya kualitas fisik kawasan saja yang meningkat, tetapi kesejahteraan masyarakat yang tinggal di desa tersebut juga meningkat.

1.6. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Desa Wisata

Dalam mengembangkan desa wisata tidak akan selalu lancar, pasti akan ada hambatan-hambatan yang menghalangi pengembangan desa wisata tersebut. Faktor Pendukung dan Penghambat suatu produk wisata (tourism supply side) yang biasanya berwujud sistem destinasi pariwisata akan terdiri atau menawarkan paling tidak beberapa komponen pokok (Sunaryo, 2013) sebagai berikut.

1. Faktor Pendukung

Faktor pendukung program pembangunan pengembangan Desa Wisata, yakni

a. Daya tarik wisata yang bisa berbasis utama pada alam, budaya atau minat khusus.

b. Akomodasi atau amenitas, aksesbilitas dan transportasi (udara, darat, dan laut).

(31)

20 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis c. Fasilitas umum.

d. Fasilitas pendukung pariwisata.

e. Masyarakat sebagai tuan rumah (host) dari suatu destinasi.

2. Faktor Penghambat

Faktor penghambat program pembangunan pengembangan Desa Wisata (Pradana, 2016), yakni:

a. Konflik internal, konflik yang terjadi antar Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), pengurus yang tidak dapat mengelola dana yang diberikan oleh pemerintah.

b. Pengelolaan dana yang kurang tepat, penggunaan dana yang tidak tepat untuk membeli sesuatu yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

c. Koordinasi yang kurang baik, koordinasi antar Kelompok Sadar Wisata dengan dinasdinas yang terkait jika tidak dilakukan dengan baik akan berpengaruh pada promosi wisata.

d. Kurangnya perhatian dari pemerintah, kurangnya promosi yang dilakukan oleh Pemerintah setempat sehingga akan berpengaruh pada kunjungan wisatawan.

e. Kurangnya fasilitas pendukung, masih minimnya fasilitas pendukung juga menjadi faktor yang menghambat pengembangan desa wisata.

(32)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 21

BAB II KONSEP EKO HUMANIS

Desa Adat Wae Rebo, Manggarai, Nusa Tenggara Timur Sumber: (Isravieza, 2015)

(33)

22 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis 2.1. Pengertian Eko-Humanis

Untuk menghadapi dan mengatasi tantangan global, diperlukan studi teoritis yang membahas mendalam tentang isu- isu lingkungan. “ecohumanization”, konsep ekohumanisasi kota modern, fitur konseptual dan perbedaan dari konsep ekologi yang ada dipertimbangkan. Konsep strategi ecohumanis kota modern lebih difokuskan pada negara-negara maju, dimana permasalahan utama keselamatan hidup telah terpecahkan, misalnya aksesibilitas terhadap air bersih, pengelolaan limbah, dan lain-lain. Strategi humanisasi lingkungan perkotaan dilakukan melalui pelestarian warisan budaya, sikap manusiawi terhadap manusia, sikap moral dan etis. Terlepas dari orientasi negara maju, konsep ini juga dapat diterapkan pada negara berkembang, karena dapat menemukan kekhususan kota dan dapat memperkirakan ancaman lingkungan dan ancaman dalam bentuk apapun.

Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang memperlajari interaksi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lain dan juga dengan lingkungan sekitarnya. Dalam ilmu lingkungan, ekologi dijadikan sebagai ilmu dasar untuk memahami interaksi di dalam lingkungan (Anggara, 2018). Humanisme adalah sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia sebagai factor utama dalam meningkatkan kesejahteraan (Sari & Karmilah, 2017). Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok tertentu (Hadi, 2012).

Dalam arsitektur modern, humanisme menempatkan manusia sebagai subyek yang seharusnya melengkapi

(34)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 23 kebutuhan dan keinginan manusia. Kebutuhan humanisme adalah menempatkan manusia sebagai penentu seluruh kebijakan dalam melindungi alam, humanitarianisme dan juga teknologi untuk kebaikan manusia dan alam. Humanisme harus selaras dengan lingkungan karena seluruh masyarakat yang menjadi bagian dari pembangunan daerah harus diutamakan dengan tetap memperhatikan kondisi ekonomi, sosial dan budaya (Sari & Karmilah, 2017).

Eko-humanis didefinisikan sebagai kerangka kerja konseptual di mana perhatian yang sama diberikan pada kesejahteraan manusia serta kesejahteraan ekologis suatu tempat dan penghuninya (Peters & Verderber, 2017). Konsep Eko-humanis dapat dijadikan sebagai cara untuk mengoordinasi antara alam dan manusia (J.Cohen, 2019). Istilah ecohumanis diperkenalkan oleh Robert B. Tapp (2002) dalam buku yang berjudul Eko-humanis. Humanisme didasarkan pada seperangkat prinsip, bukan pada aturan perilaku dogmatis, ketidaksepakatan tentang pertanyaan etis tertentu bisa jadi sangat umum - ini terutama berlaku dalam kaitannya dengan etika lingkungan (Tapp, 2002). Eko-humanis dapat diartikan sebagai pelaksanaan kebijakan terhadap kota-kota besar yang ditujukan untuk mengatasi akibat tidak manusiawi dari industrialisasi yang dapat merusak kondisi kehidupan manusia yang tidak berwujud (Meisner, Kovalev, Nadezhda, &

Lepikhova, 2019)

Konsep Eko-humanis muncul dikarenakan arsitektur berkelanjutan terus dikonseptualisasikan buruk oleh arsitek yang khususnya dalam bidang perawatan Kesehatan lingkungan (Peters & Verderber, 2017). Selain itu konsep ini bertujuan untuk mencegah krisis ekologi menjadi bencana lingkungan.

(35)

24 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Eko-humanis sebagai paradigma baru yang menghubungkan keberlanjutan dan lingkungan, paradigm ini dianggap tidak hanya sebagai doktrin ideologis umum tetapi juga sebagai bidang inovasi konstruktif, platform eco-human dapat menghasilkan teknologi eco-human yang dapat diterapkan dalam pendidikan, kedokteran, ranah sosial, serta konteks budaya yang lebih luas (Ivanovich, 2020).

2.2. Prinsip Eko-Humanis

Teori pembangunan berkelanjutan dipandang sebagai keterpaduan dari paradigma eco-developmentalisme, eco humanism dan eco environmentalism. Sehubungan dengan hal tersebut pembangunan berkelanjutan pada dasarnya menganut tiga prinsip utama (Anom, 2010), yaitu:

1. kelangsungan ekologi;

2. kelangsungan sosial budaya; dan

3. kelangsungan ekonomi, baik untuk generasi sekarang maupun untuk generasi yang akan datang.

Prinsip Eko-Humanis (Dovečar, 2021) 1. Persamaan (Equality)

Masyarakat Eko-Humanis menonjol atas pembagian orang berdasarkan jenis kelamin dan orientasi seksualnya, posisi dalam masyarakat, ras, kebangsaan, agama atau keyakinan ideologis.

2. Kesatuan (Unity)

Masyarakat Eko-Humanis sangat berarti persatuan. Itu memberinya kekuatan yang diperlukan yang darinya ia menarik kemauan dan ketekunan untuk mewujudkan tujuannya.

(36)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 25 3. Solidaritas (Solidarity)

Dalam masyarakat Eko-Humanis, solidaritas bukanlah kewajiban sosial, tetapi semacam perilaku sosial, kekuatan etis yang menggabungkan semua nilai positif dalam diri mereka yang menjadi ciri masyarakat dan yang tercermin dalam cinta kepada rakyat dan alam.

4. Keadilan (Justice)

Keutamaan utama dari lembaga masyarakat ekohumanis planet adalah bahwa mereka bertindak dalam semangat keadilan sosial, dan terlepas dari perbedaan individu, memberikan individu kesempatan dan kemungkinan yang sama untuk membangun dan sejahtera.

5. Tugas (Duty)

Dalam masyarakat Eko-Humanis kewajiban individu diartikan sebagai kesenangan bahwa dia telah melakukan pekerjaan dengan kepuasan untuk kepentingan umat manusia dan alam.

6. Tanggung jawab (Responsibility)

Masyarakat ekhumanis memahami tanggung jawab pribadi dan kolektif sebagai kewajiban umat manusia untuk mewujudkan tujuan sosio ekologis yang telah ditetapkan.

7. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan tidak bisa diputuskan, tidak dipaksakan dan tidak dibeli. Kepercayaan adalah nilai pribadi dan sosial;

tanpanya tidak ada yang berhasil. Itu sebabnya semua prinsip dan fundamental masyarakat ekohumanis didasarkan pada keunikan ini - kepercayaan.

(37)

26 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis 8. Pribadi (Privacy)

Semua planet dididik dengan semangat menghormati privasi. Ini adalah hak yang tidak dapat dicabut, yang tidak boleh dieksploitasi dan diabaikan oleh siapa pun.

2.3. Strategi Eko-Humanis

Terdapat dua komponen kunci penting untuk implementasi strategi eko-humanisasi, yaitu ekologi dan kemanusiaan (humanistik). Jika yang pertama mencakup karakteristik nyata, seperti tingkat pencemaran, ketersediaan air minum, dan tempat rekreasi alam, yang terakhir menyiratkan kualitas spiritual, psikologis, dan sosial yang kompleks (Meisner, Kovalev, Nadezhda, & Lepikhova, 2019). Bagi kota modern, masalah serius pertama adalah dekolonisasi, yaitu keterpisahan dari lingkungan alam, disertai pencemaran dan perusakannya demi produksi dan konsumsi industri; Kedua, dehumanisasi yaitu penurunan kenyamanan psikologis hidup di perkotaan, karena faktor sosial, ekonomi, dan spiritual.

Eko-Humanis berfokus pada perlindungan hak asasi manusia dan alam. Komponen praktis dari strategi Eko- Humanis yaitu dengan pengenalan metode inovatif dan praktik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kompleks praktis akan memberikan kontribusi untuk memperkuat spiritual, moral dan psikofisik, keselamatan yang akan mengarah pada peningkatan kualitas hidup manusia di seluruh dunia serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Konsep transformasi Eko-Humanis meliputi reorientasi ekologis pembangunan perkotaan, humanisasi pembangunan perkotaan, demokratisasi, dan desentralisasi sistem manajemen kota besar, dengan partisipasi masyarakat dalam adopsi dan pelaksanaan

(38)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 27 keputusan manajemen, terutama dalam bidang lingkungan dan kemanusiaan. Pendekatan Eko-Humanis didasarkan pada dua kelompok nilai kunci: lingkungan (keharmonisan manusia dan lingkungan, lingkungan perkotaan dan alam, perlindungan lingkungan) dan humanis (pembentukan peraturan sosial budaya dan pedoman etika yang menguntungkan seseorang di kota besar).

Konsep Eko-Humanis mencakup karakteristik ekologi, sosial, dan ekonomi serta sekaligus menekankan pada komponen kultural dan perhatian khusus yang diberikan pada keaslian kota dan komponen etnis budaya. Eko-Humanis memiliki beberapa ciri umum dan khas dalam konsep Humane Metropolis dan Pembangunan Berkelanjutan. Fitur khasnya adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan penentuan karakter spesifik kota, mengidentifikasi risiko dan masalah yang paling penting dan membangun strategi dan taktik untuk memecahkan masalah ini dengan mempertimbangkan lokasi geografis, iklim, dan indikator lingkungan dan sosial lainnya.

2. Bersama dengan metode fundamental, jangka panjang dan memakan biaya untuk memecahkan masalah urbanisasi, konsep ini memiliki kepentingan praktis dan dapat diterapkan untuk mencapai keseimbangan eko- kemanusiaan baik dalam perspektif jangka panjang yang memkan banyak biaya, dan dalam jangka pendek dengan sedikit investasi keuangan;

3. Setelah mempelajari masalah-masalah yang sering terjadi di perkotaan, Eko-Humanis bisa digunakan untuk memecahkan masalah tersebut denag menerapkan sosiogeografis, psikologis, dan etnokultural.

(39)

28 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

4. Signifikansi sejarah dan budaya arsitektur dan lanskap dalam konsep struktur, memungkinkan kota menjadi individu, dengan karakter tradisional yang diucapkan yang dapat memanifestasikan dirinya baik dalam fitur eksternal arsitektur, lanskap, organisasi rekreasi, infrastruktur, dan internal satu arah dan sifat kegiatan waktu luang, peta mental kota, dan lain-lain.

Penggunaan konsep ini memungkinkan untuk membangun hubungan horizontal dan vertical untuk pengembangan kota dalam jangka pendek dan panjang. Dapat dikatakan bahwa Eko-Humanis adalah langkah taktis, menengah dalam pelaksanaan rencana strategis untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, kita akan menciptakan masyarakat yang mampu memberikan evolusi positif yang bermanfaat, belum lagi kita akan mampu menyelesaikan masalah utama urbanisasi kota modern, yang merupakan bagian integral dari tugas besar-untuk menghasilkan masyarakat yang manusiawi.

2.4. Metode Survey Ecopolis Humanism

Konsep kota berkelanjutan adalah kota yang merupakan perpaduan antara ecopolis, humanopolis, dan technopolis.

Ecopolis itu sendiri adalah suatu wujud kota yang mengedepankan konservasi energi dan pelestarian keseimbangan ekologis menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan kota (Author, 2011). Ecopolis. yaitu Konservasi energi dan pelestarian, keseimbangan ekologis menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan kota, sedangkan Humanism, yaitu konsep yang mendambakan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas

(40)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 29 perikemanusiaan. Dalam mengukur aspek klayakan lingkungan dengan menggunakan pendekatan Ecopolis Humanism, ada 9 parameter atau aspek yang dinilai, yaitu:

1. Equity (Keadilan/kesetaraan antar stekholder)

Equality berarti persamaan derajat (tanpa melihat perbedaan apapun) pada penduduk yang mendiami suatu kawasan perumahan atau pemukiman. Pengelolaan Kawasan dikelola oleh multi sektoral akan tetapi tidak ada tumpang tindih kebijakan karena terkoordinasi dengan baik oleh satu kantor yaitu Kantor Pengelola Kawasan atau pihak pemerintah pada kawasan tersebut. Parameter ini dilihat dari kesetaraan warga baik dilihat dari bentuk rumah, fasilitas, dan kondisi lingkungan.

2. Enjoyment (Kenyamanan untuk semua pihak)

Parameter ini dilihat dari lingkungan rumah dan lama waktu tinggal sebagai responden. Enjoyment yaitu gambaran kenyaman penghuni kawasan pemukiman terhadap lingkungan tempat tingganya

3. Esthetic (Keindahan)

Estetika lingkungan adalah hasil dari persepsi dan sikap manusia terhadap lingkungannya yang meliputi keindahan penataan kawasan. Estetika lingkungan inipun adalah bagian atau komponen yang penting dan merupakan aspek yang menentukan kualitas tata ruang secara mikro (kecil).

4. Enforcement (Penegakan Hukum)

Enforcement yaitu Penegakan Hukum dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum.

(41)

30 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis 5. Environment (lingkungan)

Yaitu gambaran keadaan lingkungan sekitar kawasan pemukiman dan pengelolaan lingkungan yang ada di kawasan tersebut.

6. Energy (Evisiensi energi)

Adalah gambaran mengenai penggunaan sumber daya yang ada pada suatu kawasan perumahan atau pemukiman 7. Employment (pendapatan)

Employment adalah suatu hal yang berhubungan semuanya dengan kerja, baik itu pekerjaannya, tempat kerjanya, lapangan kerjanya, upah kerja dan lain- lainnya. Employment menggambarkan ada tidaknya ketimpangan ekonomi pada penduduk di suatu kawasan perumahan atau pemukiman.

8. Ethic Development (etika pembangunan)

Ethic development adalah etika membangun sebuah bangunan yang sesuai dengan fungsi peruntukan dan tidak mengganggu estetika dari pemukiman serta tidak merusak lingkungan.

9. Engangement (Partisipasi)

Adalah partisipasi masyarakat terhadap perjanjian atau kesepakatan yang telah ditetapkan bersama oleh masyarakat yang menempati sebuah kawasan perumanahan misalnya kegiatan kerja bakti, ronda malam, dan perjanjian lain.

2.5. Konsep Eko-Humanis

Humanisme ekologis, penegasan bahwa manusia mampu mentransformasikan masyarakatnya untuk meningkatkan pertumbuhan manusia dan alam (Biehl, 2013). Humanisme

(42)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 31 ekologis, pada dasarnya, adalah pandangan komunitarian (Komunitarian merupakan gagasan yang mengedepankan keseimbangan antara hak individu dengan hak masyarakat).

Manusia, pada dasarnya mengejar cita-cita perkembangan menjadi pribadi yang terintegrasi penuh dalam konteks komunitas.

Komunitas yang terlibat ada dua macam. Pertama, ada sosial budaya, menyediakan lembaga di mana masyarakat dapat memperoleh manfaat, dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan. Mulai dari aktivitas yang terkait dengan produksi dan transformasi lingkungan yang menyediakan makanan, tempat tinggal dan berbagai barang material di satu sisi, hingga kemungkinan persekutuan religius, aktivitas olahraga, dan mode ekspresi artistik dan budaya yang memungkinkan eksplorasi kesadaran dan kesadaran manusia. kreativitas di sisi lain. Kedua yaitu Manusia terkait erat dengan dimensi lain dalam komunitas ekologis. Mengikuti dari aspek kehidupan komunitarian, bahwa manusia bukanlah makhluk yang terisolasi. Secara khusus, kita dapat mengidentifikasi dua hal penting di mana diri kita berfungsi sebagai tempat kita dalam komunitas (Brennan, 2013). Indikator ekologis dan humanistik dari standar hidup mendikte kebutuhan bersama untuk mengatasi ketidakharmonisan eksistensial antara manusia dan alam, manusia dan lingkungan perkotaan, lingkungan perkotaan dan alam (Meisner, Kovalev, Nadezhda, & Lepikhova, 2019).

(43)

32 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

BAB III

IMPLEMENTASI EKO-

HUMANIS DI DESA WISATA

Balkondes Desa Wisata Karanganyar, Magelang

Sumber: (Hendro, 2019)

(44)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 33 3.1. Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Desa wisata yang berbasi konsep Eko-Humanis adalah konsep dimana didalam suatu perencanaan dan perancangan bangunan maupun Kawasan memanusiakan manusia dan mengkonservasi lingkungan sekitar. Sehingga dampak pengembangan dan perancangan Kawasan desa wisata tidak merusak ekosistem lingkungan. Banyak desa wisata di Indonesia menerapkan konsep Eko-Humanis, hal ini dapat terlihat dari fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata yang ramah terhadap lingkungan. Banyak desa wisata yang memanfaatkan rumah-rumah warga untuk membuka bisnis, misalnya membuka homestay dan bisnis souvenir.

Pengelolaan desa wisata yang berbasis Eko-Humanis dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada tanpa mengeksploitasi dengan tidak bertanggung jawab. Penetrapan Desa dangan konsep Eko-Humanis dapat dilihat pada desa wisata di sekitar Kawasan Candi Borobudur, misalnya Desa Wisata Candirejo, Desa Wisata Wanurejo, dan Desa Wisata Karanganyar.

3.2. Desa wisata Candirejo

Desa wisata Candirejo terletak 4 km di sebelah timur kompleks wilayah Candi Borobudur dan 7 km dari Ibukota Kabupaten Magelang. Candirejo menawarkan wisata alam yang menakjubkan dengan perpaduan lanskap gunung Menoreh dan suasana pedesaan yang masih alami. Potensi- potensi wisata Desa Candirejo dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

(45)

34 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis Keterangan:

Gambar 3. 1 Peta Desa Candirejo Sumber: (Admin, 2015)

Desa Wisata Candirejo menjadi desa wisata yang mengusung “Waroeng Rejo”, sebuah wisata air di sekitar Kali Progo. Pengunjung akan diajak menikmati derasnya sungai progo dengan rafting. Berbeda dengan rafting kebanyakan yang memakai perahu karet, rafting di desa wisata Candirejo menggunakan gethek atau biasa dikenal dengan rakit yang

Gerbang selamat datang Kantor kepala desa Batas desa Jalan local Sungai

Gunung mijil Kebun jeruk Kebun rambutan Hutan rakyat Lahan pertanian Homestay Kerajinan bambu

Wisata air Kerajinan pandan Kebun salak Mata air asin Watu kendil

(46)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 35 terbuat dari bambu. Pilihan wisata yang menantang adrenalin ini tentu tidak bisa dilewatkan oleh mereka yang menyukai tantangan. Balkones Candirejo dapat dilihat pada gambar 3.2 yaitu tempat untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kegiatan pariwisata di Desa Candirejo.

Gambar 3. 2 Balkones Desa Wisata Candirejo Sumber: (Admin, 2017)

Desa Candirejo terdiri dari 11 dusun, masing-masing adalah: Sangen, Brangkal, Paliyan, Kali Duren, Kedungombo, Pucangan, Cekal, Monosari, Patran, Kerten dan Mbutuh. Untuk sampai pada Desa Candirejo dapat melalui jalanan dari arah.

Batas Desa Candirejo:

▪ Sisi Barat : Desa Wanurejo

▪ Sisi Selatan : Desa Ngargogondo

▪ Sisi Timur : Desa Sambeng

▪ Sisi Utara : Sungai Progo

Masyarakat Candirejo seperti masyarakat Borobudur pada umumnya memiliki karakteristik sebagai masyarakat Jawa yang masih tradisional. Kehidupan sehari-hari masyarakat

(47)

36 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Candirejo masih dipengaruhi kebudayaan dan kepercayaan Jawa. Tradisi adat, dan kesenian Jawa hingga kini masih eksis.

Masyarakat Candirejo sebagai masyarakat pedesaan memiliki kehidupan yang guyub dan rukun.

3.2.1. Pengelolaan Desa Candirejo Berbasis Pokdarwis

Proses perubahan dan perkembangan desa Candirejo menjadi desa wisata merupakan hasil dari proses konsolidasi yang dilakukan masyarakat setelah mereka melakukan adaptasi terhadap pengaruh pariwisata (Sari S. R., 2018). Motivasi dan persiapan kegiatan Konsolidasi di Desa Wisata Candirejo dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. 3 Konsolidasi Desa Wisata Candirejo Sumber: (Sari S. R., 2014)

Proses kegiatan konsolidasi desa wisata di Candirejo dilakukan menggunakan konsep Patembayan (Gesselschaft).

MOTIVASI DAN PERSIAPAN

Pembentukan Tim Kelompok Kerja (POKJA) tahun 1996

Tim POKJA melakukan sosialisasi ke perkumpulan pengajian desa/dusun

Menetapkan semboyan “Desa Candirejo Bersatu” tahun 1999

Program “Catur Daya” (tahun 2000) 1. Daya Tarik

2. Daya Tumbuh 3. Daya Tahan 4. Daya Manfaat

Pemerintah desa, pekerja

kesenian, petani, pedagang,

tokoh masyarakat,

dsb

(48)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 37 Patembayan merupakan kelompok masyarakat yang berorientasi pada bisnis. Berbeda dengan paguyuban (Gemainschaft), patembayan lebih menghasilkan uang untuk kesejahteraan masyarakatnya sendiri. Kegiatan paguyuban lebih kepada perkumpulan sosial seperti arisan, pengajian, dan sejenisnya. Namun kegiatan patembayan lebih kepada program- program yang menghasilkan uang untuk kepentingan bersama, contohnya adalah pariwisata, kerajinan tangan, dan lain sebagainya (Sari, Soewarno, Nuryanti, & Pramitasari, 2014).

Kedua konsep ini diperkenalkan oleh Tonnnies (2001) yang mengklasifikasikan kelompok masyarakat menjadi Paguyuban (Gemainschaft) dan Patembayan (Gesselschaft).

Gambar 3. 4 Alur Konsolidasi Desa Wisata Candirejo Sumber: Koperasi Desa Wisata (2012) (Sari S. R., 2014)

3.2.2. Daya Tarik Wisata Desa Candirejo

Pemerintah Kabupaten Magelang menjadikan Desa Candirejo sebagai Pilot Project Desa Wisata di Kabupaten

Desa binaan KONSEP PATEMBAYAN

1) Forum slapanan

2) Forum yasinan/mujahadah 3) Forum pertemuan dusun 4) Forum pengajian

DESA WISATA Masyarakat

dan Aparat Desa

Gagasan

Desa Wisata Sosialisasi Kelompok kerja

Peresmian oleh Menteri

Parbud

1) Pemberdayaan 2) Penataan lingkungan 3) Penggalian potensi 4) Penyusunan perencangan

pengembangan pariwisata

Promosi tradisi saparan/perti

desa gelar potensi

Pembentu kan pengelola (Koperasi)

(49)

38 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Magelang pada tanggal 31 Mei 1999. Pada tanggal 19 April 2003, Desa Candirejo diresmikan menjadi Desa Wisata oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bapak I Gede Ardika. Pada tahun yang sama, Koperasi Desa Wisata Candirejo dibentuk sebagai Badan Pengelola Pariwisata di Desa Candirejo oleh Pemerintah Desa Candirejo bersama Tokoh Masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Kerja.

Gambar 3. 5 Peta Wisata Desa Candirejo Sumber: (Sari S. R., 2014)

Luas Desa Candirejo sekitar ±365 hektar, yang dimana 60% lahannya dikelola untuk pertanian, 20% untuk perumahan,

(50)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 39 dan sisanya berupa hutan liar. Desa Candirejo terdiri atas 3 macam kegiatan wisata, yaitu wisata budaya, agrowisata, dan wisata alam/ekowisata. Potensi ekowisata Desa Candirejo dapat dilihat pada gambar 3.6. Desa wisata Candirejo dikenal sebagai desa wisata yang menonjolkan faktor alam sebagai daya tarik utama.

Gambar 3. 6 Peta Potensi Wisata Desa Candirejo Sumber: (Sari S. R., 2014)

Secara geografis Desa Candirejo memiliki lokasi yang dekat dengan Candi Borobudur sehingga memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk mengenal desa wisata

(51)

40 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

Candirejo dan didukung dengan aksesibilitas yang mudah dan dilewati jalur alternatif Yogya-Borobudur. Daya tarik wisata dan potensi wisata yang dimiliki desa Candirejo dapat dilihat pada gambar 3.7, dikembangkan oleh masyarakat sebagai atraksi wisata (Hendriani, 2014) yaitu:

a. Wisata Alam

Wisata alam yang tersedia di Desa Wisata Candirejo antara lain wisata argowisata buah-buahan dan wisata sungai Progo. Berikut ini paket-paket wisata alam:

▪ Wisata Keliling Desa

Candirejo Dhokar Village Tour (lihat Gambar 3.7) menawarkan kepada wisatawan kegiatan eksplorasi penjelajahan Desa Candirejo, baik dengan berjalan kaki, atau menggunakan sarana angkutan delman (andong/dhokar) desa. Terdapat sekitar 14 dhokar yang beroperasi di sekitar Candi Borobudur.

Gambar 3. 7 Candirejo Dhokar Village Tour Sumber: (Pujipurdaningrum, 2017)

(52)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 41

▪ Wisata Menoreh

Paket ini menawarkan kesempatan kepada para wisatawan untuk mendapatkan pengalaman tentang kehidupan sehari-hari dari masyarakat yang tinggal di kawasan Menoreh. Wisatawan dapat menemukan kehidupan habitat asli dari burung-burung yang hidup di daerah ini sambil menikmati keindahan kebun- kebun tanaman obat dan melihat sistem pertanian tradisional yang diterapkan.

▪ Sistem Pertanian desa

Paket wisata ini akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian dan pemeliharaan sumber- sumber daya alam, terutama yang berada di desa Candirejo. Para pelancong dapat langsung merasakan dan mengerjakan bagaimana rasanya berinteraksi dengan alam di areal pertanian (lihat gambar 3.8), juga dapat ikut berpartisipasi dalam memanen buah-buahan segar langsung dari lokasi pembudidayaannya.

Gambar 3. 8 Pemandangan pertanian Sumber: (Tanaya, 2017)

(53)

42 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

▪ Wisata sungai

Paket ini menawarkan program jelajah desa yang digagas oleh masyarakat untuk mengarungi derasnya sungai Elo dan Progo sambil menikmati jeram–jeram yang menegangkan sekaligus menyenangkan dan dapat mehilangkan rasa jenuh (lihat gambar 3.9).

Selain menggunakan perahu karet pengarungan dilakukan dengan cara lama, yaitu dengan menggunakan bambu /gethek.

Gambar 3. 9 Wisata Arum Jeram, Sungai Progo Sumber: (Nugroho, 2020)

▪ Wisata Pendidikan alam

Paket wisata ini menawarkan pendidikan tidak langsung tentang lingkungan hidup kepada para pelancong. Para pelancong diharapkan dapat mengerti dan sadar akan pentingnya pelestarian dan pengelolaan alam dan lingkungan demi kelangsungan hidup saat ini dan generasi mendatang. Pelajarilah sistem pertanian organik, proses produksi bibit-bibit organik, dan

(54)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 43 bentuk pelestarian alam yang dilakukan oleh masyarakat setempat, misalnya “ilag-ilag’.

▪ Kehidupan Masyarakat setempat

Para pelancong dapat tinggal di sebuah pondok penginapan milik penduduk, dan merasakan langsung suasana tradisional Jawa yang masih sangat melekat di tiap-tiap keluarga (lihat gambar 3.10). Di sini, para pelancong dapat mengamati rutinitas sehari-hari dari masyarakat setempat, mulai dari menyiapkan masakan, cara memasak, sampai suasana tinggal di rumah-rumah desa.

Gambar 3. 10 Homestay di rumah penduduk Sumber: (Tanaya, 2017)

▪ Kesenian tradisional

Para pelancong memiliki kesempatan untuk menikmati berbagai kesenian tradisional di desa Candirejo. Tiap kesenian memiliki karakteristiknya masing-masing. Aktifitas menikmati kesenian tradisional di tengah-tengah komunitas penduduk desa akan memberikan nuansa tersendiri bagi para

(55)

44 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis

pelancong. Salah Satu kesenian daerah yang dapat dinikmati wisatawan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. 11 Kesenian tradisional desa Candirejo Sumber: (Tanaya, 2017)

b. Wisata Pendidikan

▪ Outbound

▪ Kerajinan dan cindramata pandan

▪ Kerajinan dan cindramata bambu

▪ Wisata pembuatan keripik slondok c. Wisata Kesenian

▪ Upacara Adat Sedekah Bumi/Selamatan desa.

▪ Pergelaran Wayangan

▪ Tarian Gatholoco/Wulangsunu

▪ Kubrosiswo

3.2.3. Perubahan Ruang Desa karena Pengaruh Pariwisata Dengan ditetapkannya Desa Candirejo menjadi desa wisata, Desa Candirejo berkembang menjadi desa wisata yang mampu memikat wisatawan untuk datang berkunjungdan

(56)

Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis | 45 berwisata. Terkait dengan penetapan menjadi Desa Wisata, maka ruang-ruang di des aini menjadi lebih teratur, terencana dan terprogram untuk memfasilitasi berbagai kebutuhan wisatawan. Perubahan ini telah diatur dalam satu kebijakan tata ruang desa tentang perencanaan siteplan Desa Candirejo oleh pemerintah daerah untuk pengelolaan pariwisata.

Gambar 3. 12 Peta Zonasi Desa Wisata Candirejo Sumber: (Sari S. R., 2014)

Dalam perencanaan tata ruang Desa Candirejo dibagi menjadi 3 zona yakni zona intensif primer, sekunder dan zona ekstensif yang dapat dilihat pada gambar 3.13 (Sari S. R., 2014):

(57)

46 | Desa Wisata Berbasis Eko-Humanis a. Zona intensif primer

Zona ini dirancang sebagai kawasan untuk menerima kunjungan wisatawan dengan tujuan kegiatan yang bersifat lebih spesifik dengan menyediakan ruang yang cukup untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung.

Adapun kriteria untuk zona ini adalah:

▪ Merupakan lahan milik masyarakat/ pemerintah desa

▪ Memiliki ruang terbuka yang luas dan berkontur datar

▪ Memiliki kemudahan aksesibilitas dan berpotensi untuk menjadi pusat pengunjung

▪ Kemudahan fasilitas telekomunikasi dan sumber listrik

▪ Kedekatan dengan sumber air

▪ Pembangunan sarana fisik dipusatkan pada kawasan ini dengan prosentase 30% dan 70% tetap dibiarkan alami

▪ Mampu menerima toleransi gangguan yang lebih tinggi dari pada zona lain.

Berdasarkan kriteria diatas kawasan yang diarahkan adalah Kawasan Kladon Desa Candirejo yang memiliki potensi ladang masyarakat dan tanah desa. Pertimbangan yang lain adalah lokasi dusun yang berbatasan langsung dengan jalan utama desa dan dikelilingi Sungai Progo. Kemudahan akses, jaringan komunikasi dan listrik menjadikan Kawasan ini digunakan sebagai zona penerima (dibangun pintu gerbang desa).

b. Zona intensif sekunder

wasan yang diperuntukkan hanya untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas lingkungan kawasan. Pembangunan fisik di

Gambar

Gambar 1. 1 Desa Wisata Pentingsari, Yogyakarta  Sumber: (Admin, 2017)
Gambar 3. 2 Balkones Desa Wisata Candirejo  Sumber: (Admin, 2017)
Gambar 3. 3 Konsolidasi Desa Wisata Candirejo  Sumber: (Sari S. R., 2014)
Gambar 3. 4 Alur Konsolidasi Desa Wisata Candirejo  Sumber: Koperasi Desa Wisata (2012) (Sari S
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian mengenai desa wisata Samiran adalah. pengembangan potensi desa wisata Samiran di Selo Boyolali sangat

Kawasan Strategis Desa Wisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata desa atau memiliki potensi untuk pengembangan kawasan desa wisata yang mempunyai

Potensi desa wisata yang belum diketahui menyebabkan beberapa desa wisata di Kabupaten Bantul menjadi terhambat perkembangannya. Informasi tentang desa wisata yang

Sebagai desa wisata, maka potensi dan daya tarik Desa Sidomulyo mendukung konsep pengembangan kepariwisataan Kota Batu sebagai kawasan strategis ekonomi sektor pariwisata Kota

murni sudah ada sejak dulu. Pada dasarnya desa wisata 4. Upaya pengembangan desa wisata Kebonagung ini terbentuk, tumbuh dan berkembang didasarkan pada sebagai desa

Diterbitkan oleh: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas PGRI Banyuwangi. Pengembangan Program Desa Wisata dan Ekowisata Berbasis

Rencana strategi Desa Wisata Belok yang masuk dalam kategori desa wisata belum berkembang adalah penganekaragaman atraksi wisata, pemberdayaan kelompok sadar wisata, mencari

Kalau peluang-peluang di dalam pengembangan desa wisata.. yang jelas sebuah desa, sebuah wilayah itu mempunyai potensi yang bisa diolah, bisa dikemas menjadi sebuah produk. Entah