• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH POSISI TRENDELENBURG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH POSISI TRENDELENBURG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK. Abstrak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2017

PENGARUH POSISI TRENDELENBURG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK

1) Vinthia Yuliana 2)Setiyawan 3) Galih Setia Adi

1)Mahasiswa Prodi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2) 3)

Dosen Prodi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Vinthia05@gmail.com

Abstrak

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Pemberian posisi kaki lebih tinggi dari kepala terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik dapat membuktikan tekanan darah sistolik kembali normal, tekanan nadi yangpertamanya menurun menjadi normal. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan posisi trendelenburg, mengetahui pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.

Desain penelitian menggunakan metode quasi eksperimen dengan pre-post without control design. Pengukuran dengan lembar observasi untuk menilai tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan posisi trendelenburg. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling, sejumlah 12 responden.

Hasil analisis uji wilcoxon menunjukan tekanan darah sistolik nilai p value = 0,014 dan tekanan darah diastolik nilai p value = 0,025 sehingga p value < 0,05 maka Ho di tolak dan Ha di terima bahwa terdapat pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik. Dari hasil penelitian ini maka peneliti dapat memberikan saran bagi perawat dapat mengimplikasikan posisi trendelenburg pada pasien syok hipovolemik dengan memperhatikan hemodinamiknya. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan kajian dan rujukan dalam melakukan penelitian dengan menggunakan variabel berbeda seperti pemberian posisi trendelenburg terhadap status hemodinamik pada pasien syok hipovolemik.

Kata kunci : Posisi Trendelenburg, Syok Hipovolemik, Tekanan Darah Daftar Pustaka : (2006-2015)

(2)

BACHELOR’S DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF SURAKARTA 2017

Vinthia Yuliana

Effect of Trendelenburg Position on Blood Pressure of Hypovolemic Shock Patients

ABSTRACT

Hypovolemic shock is a condition in which organ perfusion and tissue oxygenation decrease due to acute blood or body liquid loss disorder brought about by many various conditions. The body position administration where the lower extremities were higher than the head was proven to restore the systolic blood pressure of hypovolemic shock patients to normal position, and the shallow pulse of the vein went back to a normal state. The objectives of this research are to investigate (1) the blood pressure prior to and following the trendelenburg position administration and (2) the effect of trendelenburg position on the blood pressure of hypovolemic shock patients.

This research used the quasi experimental research method with pre-post without control design. The measurement of blood pressure prior to and following the trendelenburg position administration was done with observation sheet. Consecutive sample technique was used to determine its samples. The samples of consisted of 12 respondents.

The result of the analysis with the Wilcoxon’s Test shows that the p-value of the systolic blood pressure was 0.014 and that of the diastolic blood pressure was 0.025, which was less than 0.05, meaning that Ho was rejected, but Ha was verified. Thus, there was an effect of the trendelenburg position on the blood pressure of the hypovolemic shock patients. Nurses, therefore, are expected to be capable of implementing the trendelenburg position to the hypovolemic shock patients by taking their hemodynamics into account. In addition, for other researchers, the result of this research would be an object of study and a reference to conduct a research with different variables such as trendelenburg position administration on the hemodynamic status of hypovolemic shock patients.

Keyword : Trendelenburg position, hypovolemic shock, blood pressure References : (2006-2015)

(3)

PENDAHULUAN

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, muntah (dehidrasi), cidera akibat kecelakaan, dan trauma maupun perdarahan karena obstertri. Syok hipovolemik merupakan salah satu jenis syok dengan angka kejadian yang terbanyak dibandingkan syok lainnya (Diantoro, 2014).

Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara akut (syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut diantaranya adalah cidera akibat kecelakaan.

Kejadian di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus, yang terdiri dari cedera kepala ringan sebanyak 296.678 orang (59,3%), cedera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%) dan cedera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%) dari sejumlah kasus tersebut 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit (Haddad, 2012). Menurut World Health Organization (WHO) cidera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta kematian diseluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami

syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 36% (Diantoro, 2014). Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan perdarahan karena kasus obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai 500.000 per tahun dan 99%. Sebagian besar penderita syok hipovolemik akibat perdarahan meninggal setelah beberapa jam. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu Rumah Sakit di Surakarta angka kejadian syok hipovolemik terdapat 84 pasien.

Tahap pertama syok tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal. Pada tahap dekompensasi syok dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya, yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai dan perut dengan mengutamakan aliran ke otak, jantung dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit pucat, dingin serta kesadaran yang mulai terganggu. Pada tahap ireversible dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki lagi.

Maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah

dan denyut jantung

(Fitria, 2010).

Kondisi syok hipovolemik menyebabkan penurunan volume intravaskuler, proses kegagalan perfusi akibat kehilangan volume intravaskuler

(4)

terjadi melalui penurunan aliran darah balik ke jantung, yang menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung menurun. Penurunan curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak optimal dalam keadaan berat menyebabkan syok, setelah itu terjadi kerusakan metabolisme sel (Fitria, 2010). Apabila mengalami kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat itu masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh darah, frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Kompensasi yang terjadi akibat penurunan tekanan darah dapat menimbulkan gejala-gejala klinis seperti peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin turgor yang jelek, ujung-ujung ekstermitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat (Soenarto, 2012). Jika syok hipovolemik terjadi kekurangan darah sekitar 15-30% maka vasokontriksi arteri tidak lagi mampu mengkompensasi fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi, peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas (Soenarto, 2012).

Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awal terjadinya kekurangan darah, terjadi respon system saraf simpatis yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan.

Namun kompensasi yang terjadi tidak banyak pada

pembuluh perifer sehingga telah terjadi penurunan tekanan darah diastolic secara bermakna akan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata (Harijanto, 2009).

Menurut Diantoro, (2014) penatalaksanaan terjadinya syok hipovolemik dengan memberikan larutan isotonik. Terapi cairan yang tepat merupakan salah satu cara untuk penatalaksanaan syok hipovolemik, akan tetapi cairan yang tidak tepat akan mengakibatkan komplikasi yang dapat membahayakan pasien misalnya edema paru dan gangguan elektrolit. Cairan tersebut berfungsi untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. perdarahan karena tidak mendapat penatalaksnaan yang tepat dan adekuat. Dalam menangani kasus syok hipovolemik tersebut bisa menambahkan infuse aliquot kecil cairan (100-200ml) untuk mempertahankan tekanan darah sistolik diatas 90 mmHg (Diantoro, 2014). Cairan yang digunakan kristaloid ringer laktat, hal ini tidak berpengaruh berdasarkan teori hanya 25% cairan kristaloid yang bertahan di intravaskuler sehingga cairan tersebut bisa diabaikan (Hanafi B, 2007).

Menurut Clark AP, (2007) menjelaskan penatalaksanaan pasien syok hipovolemik yaitu dengan memposisikan kedua kaki pasien lebih tinggi dari dada (shock position) agar darah ke otak maksimal. Muttaqin (2009) menjelaskan, Posisi trendelenburg adalah modifikasi posisi terlentang dengan kepala diturunkan. Clark AP, (2007) menegaskan manfaat dari posisi trendelenburg pada penanganan syok pada awal tahun 1900 an. Kepercayaan itu menyatakan

(5)

bahwa setiap posisi trendelenburg memperbaiki aliran darah serebral. Efek posisi trendelenburg yang paling nyata pada system respirasi adalah interfensi mekanik pada gerakan dada dan pembatasan ekspansi paru. Dengan kepala dan dada yang berada pada tingkat yang lebih rendah dari abdomen. Clark AP, (2007) menjelaskan, posisi trendelenburg sangat dianjurkan untuk pengobatan syok hipovolemik karena kemampuannya untuk peningkatan aliran balik vena dan akan meningkatkan curah jantung.

Posisi trendelenburg adalah intervensi umum digunakan untuk menstabilkan pasien syok hemodinamik, memiliki diasumsikan bahwa posisi kepala di bawah akan membuat gradient hidrostatik untuk meningkatakan aliran balik vena dan meningkatkan output jantung. (Clark AP, 2007). Posisi trendelenburg tersebut kadang- kadang diubah dengan menekukkan lutut dan mematahkan bagian bawah tempat tidur.

Penyangga bahu sebaiknya tidak digunakan pada posisi ini karena dapat menimbulkan kerusakan pada pleksus brakialis. Namun, apabila keadaan mendesak, penyangga tersebut harus diberi bantalan yang cukup dan diletakkan diatas prosesus akromialis scapula, dan bukan di jaringan lunak diatas pleksusu brakialias (Gruendemann, 2006). Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan maka dapat menjadikan fenomena yang menarik dan penting untuk diteliti yaitu pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan di RSUD Karanganyar dan RSUD Surakartapada bulan Juli hingga Agustus 2017. Desain penelitian dengan menggunakan desain Quasi eksperiment dengan pendekatan pre test and post test without control.

(Dharma, 2011). Responden dalam penelitian ini ada 12 yang ada di Rumah Sakit. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Consecutive sampling.

Sampel dalam penelitian ini memiliki kriteria inklusi antara lain:

Semua pasien syok hipovolemik di IGD RSUD Karanganyar dan RSUD Surakarta pada bulan Juli – Agustus 2017 dan Responden yang bersedia menjadi responden dengan menandatangani inform consent .

Pengambilan sampel tersebut dihentikan oleh peneliti ketika sudah mendapatkan data diperlukan. (Dharma, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari peneliti ini diperoleh dari intervensi terhadap pasien syok hipovolemik yang berada di IGD RSUD Karanganyar dan RSUD Surakarta tema antara lain pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.

1. Hasil Analisa Univariat

Penelitian ini dilakukan di IGD RSUD Karanganyar dan IGD RSUD Surakarta dengan jumlah responden 12 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pemberian posisi trendelenburg dilakukan pada pasien syok hipovolemik. Posisi

(6)

trendelennbug pada penelitian ini posisi kepala lebih rendah dari kaki, posisi kaki 20º. Analisa univariat pada penelitian ini meliputi karakteristik tekanan darah sistolik dan diastolik dijelaskan menggunakan nilai mean,media, modus, nilai maksimum dan minimum.

a. Karakteristik Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Posisi Trendelenburg

Tabel 4.1 Hasil Analisis Tekanan Darah Sebelum Posisi Trendelenburg (n = 12)

Variabel Distribusi Data Me

an Me dian

Mo dus

SD Min Max TD

Sistolik Sebelum

89,2 90 90 6,69 80 100 TD

Diastolik Sebelum

59,2 60 60 6,69 50 70 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukan bahwa hasil rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dilakukan pemberian posisi trendelenburg adalah 89,2 dengan nilai tekanan sistolik tertinggi 100 dan nilai tekanan sistolik terendah 80. Sedangkan rata- rata tekanan darah diastolik adalah 59,2 dengan nilai tekanan diastolik tertinggi 70 dan nilai tekanan diastolik terendah 50. Pada pasien syok hipovolemik terjadi penurunan dalam batas normal atau hipotensi dilihat dari hasil distribusi data mean, median, modus, standar deviasi, nilai minimal dan nilai maksimal.

b. Karakteristik Tekanan Darah Sesudah Dilakukan Posisi Trendelenburg

Tabel 4.1 Hasil Analisis Tekanan Darah Sesudah Posisi Trendelenburg (n = 12) Variabel Distribusi Data

Me an

Me dian

Mo dus

SD Min Max

TD Sistolik Sesudah

94,2 90 90 6,69 90 110 TD

Diastolik Sesudah

63,3 60 60 4,92 60 70 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukan bahwa hasil rata-rata tekanan darah sistolik sesudah dilakukan pemberian posisi trendelenburg adalah 94,2 dengan nilai tekanan sistolik tertinggi 110 dan nilai tekanan sistolik terendah 90. Sedangkan rata- rata tekanan darah diastolik adalah 63,3 dengan nilai tekanan diastolik tertinggi 70 dan nilai tekanan diastolik terendah 60. Terjadi peningkatan tekanan darah dilihat dari hasil distribusi data mean, median, modus, standar deviasi, nilai minimal dan nilai maksimal.

2. Hasil Analisa Bivariat 4.2.1 a. Uji Normalitas

Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas, peneliti menggunakan uji normalitas dengan metode analisis parameter Shapiro-Wilk karena jumlah responden < 50. Hasil uji normalitas pada penelitian ini didapatkan hasil sebelum pemberian posisi trendelenburg nilai p value 0,012 dan sesudah pemberian posisi trendelenburg p value 0,000 sehingga p value <

0,05 maka pada penelitian ini data tidak berdistribusi normal sehingga menggunakan uji non parametik (wilxocon).

b. Uji Analiasa Data

Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik. Analisis bivariat pada penelitian ini

(7)

menggunakan uji wilxocon. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.5 Hasil Uji Wilxocon

Variabel Pre-Post

TD Sistolik Z

Asymp. Sig.

(2-tailed)

-2,449a 0.014 TD Diastolik Z

Asymp. Sig.

(2-tailed)

-2,236a 0,025 Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukan hasil uji wilxocon tekanan darah sistolik nilai p value = 0,014 dan tekanan darah diastolik nilai p value = 0,025 sehingga p value < 0,05 maka Ho di tolak dan Ha di terima bahwa terdapat pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.

1) Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Posisi Trendelenburg

Hasil penelitian ini menunjukkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dilakukan pemberian posisi trendelenburg pada pasien syok hipovolemik terjadi penurunan dalam batas normal atau hipotensi dilihat dari hasil distribusi data mean, median, modus, standar deviasi, nilai minimal dan nilai maksimal. Pengukuran tekanan darah sistolik sebagai indikator signifikan hipotensi dan syok, biasanya ambang pada 90 mmHg (Kerby & Cusick, 2012).

Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari muntah, diare, luka bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada penurunan volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri.

Perubahan ini yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan

curah jantung yang tidak adekuat (Isselbacher dkk, 1999 dalam Fitria, 2010).

Pada penderita syok hipovolemik gangguan pembuluh dapat terjadi pada berbagai tempat, baik arteri (afterload), vena (preload), kapiler dan venula. Penurunan hebat tahanan tahanan vaskuler arteri atau arteriol akan menyebabkan tidak seimbangnya volume cairan intravaskuler dengan pembuluh tersebut sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi sangat rendah yang akhirnya juga menyebabkan tidak terpenuhianya perfusi jaringan (Hardisman, 2013).

Jika syok hipovolemik terjadi kekurangan darah sekitar 15-30% maka vasokontriksi arteri tidak lagi mampu mengkompensasi fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi, peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas (Soenarto, 2012).

Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awal-awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistim saraf simpatis yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun kompensasi yang terjadi tidak banyak pada pembuuh perifer sehingga telah terjadi penurunan diastolik sehingga secara bermakna akan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata (Worthley, 2000 dalam Hardisman, 2013).

(8)

2) Tekanan Darah Sesudah Dilakukan Posisi Trendelenburg

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil tekanan darah sistolik dan diastolik sesudah dilakukan pemberian posisi trendelenburg pada pasien syok hipovolemik terjadi peningkatan tekanan darah dilihat dari hasil distribusi data mean, median, modus, standar deviasi, nilai minimal dan nilai maksima sehingga terdapat pengaruh pemberian posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.

Richard et al (2013) mengatakan posisis trendelenburg dapat digunakan pada pasien syok untuk menstabilkan hemodinamik.

Selain adanya tindakan medis, tindakan mandiri keperawatan untuk mencegah terjadinya ketidakstabilan tekanan darah atau hipotensi sangatlah penting. Salah satu tindakan yang dianjurkan adalah posisi meninggikan atau elevasi kaki untuk mempercepat aliran balik darah dan terjadinya peningkatan volume darah ke jantung (Potter & Perry, 2006).

Posisi trendelenburg adalah intervensi umum digunakan untuk menstabilkan pasien syok hemodinamik, memiliki diasumsikan bahwa posisi kepala di bawah akan membuat gradient hidrostatik untuk meningkatakan aliran balik vena dan meningkatkan output jantung. (Clark AP, 2007). Posisi trendelenburg tersebut kadang- kadang diubah dengan menekukkan lutut dan mematahkan bagian bawah tempat tidur.

Penyangga bahu sebaiknya tidak digunakan pada posisi ini karena dapat menimbulkan kerusakan pada pleksus brakialis. Namun, apabila keadaan

mendesak, penyangga tersebut harus diberi bantalan yang cukup dan diletakkan diatas prosesus akromialis scapula, dan bukan di jaringan lunak diatas pleksusu brakialias (Gruendemann, 2006).

Menurut Clark AP, (2007) menjelaskan penatalaksanaan pasien syok hipovolemik yaitu dengan memposisikan kedua kaki pasien lebih tinggi dari dada (shock position) agar darah ke otak maksimal. Muttaqin (2009) menjelaskan, Posisi trendelenburg adalah modifikasi posisi terlentang dengan kepala diturunkan. Clark AP, (2007) menegaskan manfaat dari posisi trendelenburg pada penanganan syok pada awal tahun 1900 an. Kepercayaan itu menyatakan bahwa setiap posisi trendelenburg memperbaiki aliran darah serebral. Efek posisi trendelenburg yang paling nyata pada system respirasi adalah interfensi mekanik pada gerakan dada dan pembatasan ekspansi paru. Dengan kepala dan dada yang berada pada tingkat yang lebih rendah dari abdomen. Clark AP, (2007) menjelaskan, posisi trendelenburg sangat dianjurkan untuk pengobatan syok hipovolemik karena kemampuannya untuk peningkatan aliran balik vena dan akan meningkatkan curah jantung.

3) Analisa Pengaruh Posisi Trendelenburg Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Syok Hipovolemik

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil uji wilcoxon tekanan darah sistolik nilai p value = 0,014 dan tekanan darah diastolik nilai p value = 0,025 sehingga p value < 0,05 maka Ho di tolak dan Ha di terima bahwa terdapat pengaruh posisi

(9)

trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik. Sejalan dengan hasil penelitian Kardos et al. (2006) mengatakan terdapat peningkatan tekanan darah sistolik setelah pemberian posisi trendelenburg selama 3 menit.

Hasil penelitian S. Ballesteros Peña et al. (2011), mengatakan penggunaan posisi trendelenburg memiliki dampak pada status hemodinamik.

Menurut (Mir, 2015), bahwa pasien dengan syok hipovolemik tersebut diberikann posisi trendelenburg, dapat membuktikan tekanan darah sistolik kembali ke kisaran yang normal, tekanan nadi yang pertamanya menurun menjadi normal.

Teori yang mendasari elevasi ini adalah peninggian ektermitas bawah yang melebihi jantung akan menyebabkan sirkulasi darah ke otak menjadi lancar.

Penanganan pada syok hipovolemik dapat di baringkan telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat.

Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali (Fitria, 2010).

Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi (Enita & Sri, 2010). Zorko et al (2009) menunjukkan bahwa Posisi Trendelenburg dapat meningkatkan curah jantung saat cairan intravena diberikan bersamaan.

Sedangkan Menurut Kolecki et al (2013) posisi

tredelenberg tidak dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru.

Pengaturan posisi dimana anggota gerak bagian bawah diatur pada posisi lebih tinggi dari jantung sehingga membuat suatu perbedaan tekanan antara ujung kaki dan bagian badan atau jantung. Dengan adanya perbedaan tekanan maka darah akan bersifat seperti cairan yang mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah sehingga tahanan pembuluh darah vena sentral lebih rendah daripada vena perifer yang mempunyai diameter relative lebih kecil dan adanya sistem katub yang senantiasa memungkinkan darah selalu mengalir ke jantung hal ini menjadikan volume darah akan menuju jantung akan meningkat sehingga terjadi peningkatan aliran balik vena yang akan meningkatkan volume sekuncupsehingga curah jantung juga meningkat, hal ini akan meningkatkan tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.

Simpulan dan Saran a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik dapat disimpulkan sebagai berikut :

Dari hasil tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik pada pasien syok hipovolemik terjadi penurunan dalam batas normal atau hipotensi. Hasil tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sesudah

(10)

dilakukan pemberian posisi trendelenburg terjadi peningkatan tekanan darah. Hasil analisa uji wilcoxon menunjukan tekanan darah sistolik nilai p value = 0,014 dan tekanan darah diastolik nilai p value = 0,025 sehingga p value < 0,05 maka Ho di tolak dan Ha di terima bahwa terdapat pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik

b. Saran

Saran yang dapat diberikan antara lain adalah sebagai berikut :

Bagi Perawat, Perawat dapat mengimplikasikan posisi trendelenburg pada pasien syok hipovolemik dengan memperhatiakan hemodinamik. Bagi Rumah Sakit diharapkan Rumah Sakit dapat meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan terutama pada pasien syok hipovolemik.

Bagi Institusi Pendidikan Tindakan posisi trendelenburg dapat dipertimbangkan menjadi materi yang diajarkan kepada para mahasiswa dalam managemen syok hipovolemik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber ilmu atau refrensi baru bagi para pendidik dan mahasiswa sehingga dapat menambah wawasan yang lebih luas dalam hal intervensi keperawatan mandiri

Peneliti Selanjutnya Diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan kajian dan rujukan dalam melakukan penelitian dengan menggunakan variabel berbeda seperti pemberian posisi trendelenburg terhadap status hemodinamik pasien syok hipovolemik

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committe on Trauma. (2008). Abdominal and Pelvic Trauma. In: Fildes, J., editor Advanced Trauma Life Support. 8th . Edisi. USA : American College of Surgeon Committe on Trauma. P. 111-129.

Boeuf B, et al. Naloxone for shock (review): The Cochrane Library: issue 4, 2007.

Ballesteros Peña , A Na Rodríguez Larrad.(2011).

Does The Trendelenburg Position Affect Hemodynamics? A Systematic Review.

Emergencias 2012; 24: 143-150

Cemy Nur Fitria.(2010). Syok Dan Penanganannya. Dosen Akper PKU Muhammadiyah Surakarta

Dahlan, Spiyudin, (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta, Salemba Medika.

Dewi, E., &Rhayu, S. Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979 2697. Juni (2010); Vol. 2 No. 2; 93-96.

Diantoro, Dimas Gatra. (2014). Syok Hipovolemik.

RSUD Margono Soekarjo.

http://scrib.com/mobile/doc/217057551/width

=602#fullscreen. Diakses tanggal 16 April 2014 pukul 06.00 WITA.

Dharma, Kusuma Kelana, (2011). Metodologi penelitian keperawatan : panduan melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian . Jakarta : TIM.

Enita Dewi, Sri Rahayu. (2010).

Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Dosen Keperawatan FIK UMS

Fitria, N., C. Syok dan Penanganannya. GASTER.

Agustus (2010); Vol.7 No.2; 593-604.

Gruendemann, BJ dan Fernsebner, B. (2006). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif Volume1:Prinsip.Jakarta: EGC.

(11)

George Y, Harijanto E, Wahyuprajitno B. Syok:

Definisi, Klasifikasi dan Patofisiologi. In:

Harijanto E, editor. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. Jakarta:

Perhimpunan Dokter

Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia;

(2009). P. 16-36.

Hardisman, (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2(3);

178-182.

Hardisman.(2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013;

2(3) .http://jurnal.fk.unand.ac.id

Hidayat, A., (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta.

Kardos A, Fo ldesi C, Nagy A, Saringer A, Kiss A, Kiss G, et al. 2006.Trendelenburg positioning does not prevent a decrease in cardiac output after induction of anaesthesia with propofol in children. Acta Anaesthesiol Scand.

2006;50:869-74.

Kolecki P, Menckhoff CR, Dire DJ, Talavera F, Kazzi AA, Halamka JD, et al. Hypovolemic Shock Treatment & Management (2013):

Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/76014 5-treatment.

Kowalak, wels, Mayer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi; proses penyakit, tanda dan gejal, penatalaksanaan, efek pengobatan.

Jakarta: EGC.

Leksana, E. Dehidrasi dan Syok, CDK-228.(2015);

Vol. 42 No. 5; 391-394.

Muttaqin A. (2009). Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.

Jakarta: Salemba Medika.

Nurssalam, (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta.

Notoatmodjo, S., (2005).Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipt, Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: P.T Rineka Cipta.

Nasir. A, Abdul Muhith, M.E Ideputri (2011), Metodologi penelitian kesehatan, edisi 1, Nuha Medika, Yogyakarta.

Nasir. Dkk, (2012). Metodologi penelitian kesehatan, edisi 2, Nuha medika, Yogyakarta.

Potter, PA & Perry AG (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik, edisi 4, Volume 2, EGC, Jakarta.

Patricia Gonce Morton (et al) : keperawatan kritis pendekatan asuhan holistic. Ed.8 Jakarta : EGC, 2011.

Richard L. Summers, MD James R. Thompson, MD LouAnn H. Woodward, MD David S.

Martin, BS.(2009). Physiologic Mechanisms Associated with the Trendelenburg Position.

American Journal of Clinical Medicine Setiadi, (2013). Konsep dan Penulisan Riset

Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Samir haddad dan Yaseen M Arabi. Critical Care Management Of Severe Traumatic Brain Injury in

Adults. Journal Of Trauma Resuscitation and Emergency Medicine. (2012).

http://www.sjtrem.com/content/20/1/12.

Sugiyono. (2015. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

ALFABETA

Soekidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed.Rev. – Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

(12)

Soenarto RF. Fisiologi Kardiovaskuler. In:

Soenarto RF, Chandra S, editors. Buku jar Anestesiologi. Jakarta: FKUI; (2007). P 75-89 Sugiyono, (2012). Metode penelitian kuantitatif,

kualitatif dan R&D. Alfabeta Bandung.

Shamnas A, Clark AP. Trendelenburg positioning to treat acute hypotension: helpfur or harmfur, Clin Nurse Spec. (2007); 21:18-7.

Sugiyono, (2013). Metode Peneletian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D).

ALFABETA, Bandung.

Sudoyo, et al. (2009). Buku Ajar IlmuPenyakit Dalan Jilid 1 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Zorko N, Kamenik M, Starc V. The effect of Trendelenburg positition, lactated Ringer’s solution and 6% hydroxyethy starch solution on cardiac output after spinal anesthesia.

Anesh Analog.(2009); 108;655-9.

Gambar

Tabel 4.1 Hasil Analisis Tekanan Darah Sebelum  Posisi Trendelenburg (n = 12)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Terapi relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistolik namun tidak berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah

Pada hari pertama pemberian jus tomat terhadap penurunan tekanan darah diastolik, terlihat sama dengan penurunan tekanan darah sistolik, bahwa penurunan terbesar pada menit ke 30

Selain pendapat Guyton (2008) hasil penelitian ini juga didukung oleh oleh Amstrong (2004) yang menyatakan bahwa pasien syok hipovolemik akan terjadi

Kesimpulan : Terapi relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistolik namun tidak berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada penurunan yang bermakna antara tekanan darah sistolik dan diastolik pada sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi

Adapun pada kelompok tanpa perlakuan, rata-rata penurunan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi adalah sebesar 2,38 mmHg, sedangkan rata-rata penurunan tekanan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pemberian jus mentimun dan tomat dapat memberikan efek penurunan tekanan darah sistolik

Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk menggambarkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan perubahan tekanan darah