113 A. Kesimpulan Hasil Penelitian
Penelitian mengenai efikasi-diri, komitmen terhadap profesi, dan motivasi berprestasi sudah banyak dilakukan. Namun penambahan variabel status sertifikasi yang sangat kontekstual dengan kondisi Indonesia membuat penelitian ini menyumbang temuan-temuan yang menarik, terutama pada kekuatan peran variabel-variabel yang berorientasi internal-personal (efikasi-diri dan komitmen profesi) dengan variabel yang berorientasi eksternal (status sertifikasi)
Dari hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang bisa disimpulkan oleh peneliti:
1. Rerata motivasi berprestasi guru-guru yang berpartisipasi dalam penelitian ini menunjukkan skor yang sangat tinggi. Hal ini juga nampak pada efikasi-diri dan komitmen terhadap profesi. Kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang positif terhadap motivasi berprestasi guru. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya motivasi guru sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya efikasi-diri dan komitmen guru terhadap profesinya.
2. Penemuan menarik ada pada variabel status sertifikasi. Pada analisis regresi ganda dimana variabel sertifikasi secara bersama-sama dengan variabel lain (efikasi-diri dan komitmen profesi) dapat memprediksi motivasi beprestasi guru secara signifikan, namun sertifikasi menunjukkan arah hubungan yang bersifat negatif. Hal ini bermakna bahwa sertifikasi tidak berdampak pada peningkatan motivasi berprestasi guru. Dengan kata lain, kelompok guru
yang tersertifikasi cenderung menunjukkan motivasi yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang belum sertifikasi. Namun bila sertifikasi dilihat secara individual menggunakan uji beda menunjukkan bahwa kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan motivasi berprestasi. Hal ini bermakna bahwa variabel sertifikasi secara sendiri/individual tidak berdampak pada peningkatan motivasi guru.
3. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa faktor-faktor yang berorientasi internal (efikasi-diri dan komitmen profesi) memiliki peranan yang lebih kuat dan bermakna terhadap motivasi guru daripada faktor yang bersifat eksternal (sertifikasi).
B. Saran dan Rekomendasi Penelitian Selanjutnya
a. Saran
Penelitian ini memberikan beberapa sumbangan penelitian yang tidak hanya pada tataran teoretis saja, melainkan diharapkan memberi dampak pada tataran praksis baik dari pemangku kebijakan hingga pelaksana pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
1. Pemerintah Pusat
Dalam kaitannya dengan program sertifikasi yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai program nasional, perlu kiranya pemerintah mereviu ulang efektifitas sertifikasi bagi peningkatan kinerja guru. Memang adalah hak guru untuk mendapatkan gaji atau tunjangan yang layak, namun bila peningkatan motivasi melalui insentif materi tanpa disertai dengan program pengembangan kompetensi profesional guru, hasil yang didapat akan kurang maksimal. Program insentif perlu dirancang dan dilaksanakan secara hati-
hati, di bawah pengawasan dan evaluasi terus menerus, dan memperhatikan kondisi-kondisi yang mendukung peningkatan motivasi. Sehingga, implementasi sertifikasi tidak sia-sia atau justru kontraproduktif dengan tujuan sertifikasi itu sendiri.
Peningkatan motivasi guru harus memperhatikan sumber-sumber motivasi yang berasal dari guru itu sendiri dan mendapat perhatian yang lebih besar daripada sekedar peningkatan gaji. Alokasi dana tidak semata-mata diperuntukkan untuk meningkatkan tunjangan profesi, melainkan juga untuk peningkatan profesionalisme kerja guru melalui continous professional development (CPD) yang dilakukan secara reguler dan terus-menerus. Hal ini bisa menjadi program pemerintah pusat dan daerah.
2. LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)
Sebagai institusi tinggi penyelenggara pendidikan calon-calon guru sekaligus yang bertanggung jawab dalam melakukan seleksi, pelatihan , dan evalusai kinerja guru dalam jabatan, LPTK perlu menjawab harapan pemerintah akan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan melalui program sertifikasi guru dalam jabatan. Berbagai penelitian sebelumnya menemukan kemiripan bahkan kesamaan temuan bahwa sertifikasi kurang (bahkan tidak) berdampak terhadap peningkatan kinerja dan kualitas guru, dan sebagian penelitian-penelitian tersebut mengkritik proses pelaksanaan dan mekanisme pelaksanaan sertfifikasi yang dinilai memiliki beberapa kelemahan. Sertifikasi sepertinya ‘sudah terlanjur’ dianggap semata-mata sebagai peningkatan kesejahteraan melalui remunerasi atau tunjangan profesi. Selain itu, proses
awal ketika sertifikasi diimplementasikan di lapangan banyak mengandalkan proses portofolio yang rentan manipulasi atau kecurangan.
Program CPD (continous professional development) yang dilakukan oleh LPTK pun hanya digunakan sebagai prasyarat dalam proses sertifikasi dan hanya dilakukan di awal saja. CPD seharusnya dilakukan secara terus menerus dengan berlandaskan (paling tidak) pada dua hal, yaki kebutuhan (need) dan harapan/tantangan. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah, pihak LPTK, maupun lembaga swasta kerapkali dinilai sebagai proyek dan kurang menyasar terhadap kebutuhan lapangan dan atau bahkan kebutuhan guru itu sendiri.
Beberapa penelitian, terutama yang dilakukan di negara-negara berkembang, menemukan bahwa guru merasa ‘kurang/tidak didengar’ oleh pihak manajemen dan pemangku kebijakan (Guajardo, 2011; Kadzamira, 2006, Wang & Fwu, 2002, Sarget & Hannum, 2005). ‘Suara’ guru ini merupakan bagian dari partisipasi guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dan bagaiamana harapan, keinginan, dan kebutuhan guru ini sesuai dengan harapan dari pihak manajemen sekolah maupun pemangku kebijakan (Buckler, 2011). Oleh karenanya, penting untuk mengetahui persepsi guru mengenai mengajar, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dan implikasinya, dan merancang kegiatan pengembangan profesionalisme guru yang disesuaikan (tailored) dengan potensi, kebutuhan, juga berdasar harapan dan tantangan dari tingkat lokal hingga global. Sehingga pelatihan- pelatihan yang disediakan tidak sia-sia dan sesuai target yang ingin dicapai (De Moura Castro, 2011; Richardson, 2014)
3. Pemerintah Daerah
Penelitian ini mendapatkan temuan bahwa rerata motivasi guru sekolah menengah di Jepara sudah sangat tinggi. Tingginya skor motivasi guru tersebut dipengaruhi oleh tingginya komitmen mereka terhadap profesi mengajar dan persepsi keyakinan akan kemampuannya mengajar. Hal ini bisa menjadi masukan bahwa sumber-sumber motivasi yang berasal dari internal guru memiliki kekuatan lebih besar daripada gratifikasi ekstrinsik (dalam hal ini adalah tunjangan berupa uang). Sehingga dari pemahaman ini, pemerintah daerah dapat mengupayakan berbagai program pengembangan guru yang mendukung peningkatan kinerja guru dan tidak menyandarkan harapan peningkatan motivasi dan performansi guru pada tunjangan profesi (sertifikasi) yang didapat oleh guru. Karena peningkatan kinerja guru bukanlah terletak pada seberapa besar gaji yang ia dapatkan, namun pada peningkatan personal dan profesional yang mereka dapatkan.
Seperti rencana semula, tunjangan profesi guru akan menjadi beban bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Namun menurut peneliti, pemerintah daerah perlu mengalokasikan dana khusus untuk pengembangan profesionalisme guru secara terus-menerus yang selama ini sangat jarang dilakukan. Bilamana perlu, pemerintah daerah juga perlu memberi pelatihan khusus bagi kepala sekolah atau pihak manajemen sekolah agar memiliki kemampuan dalam pengelolaan sekolah, terutama terkait dengan penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia.
4. Sekolah
Sebagai organisasi penyelenggara pendidikan, sekolah diharapkan mampu merekrut guru sekaligus menyelenggarakan CPD dengan baik terhadap guru-guru. Pada dasarnya komitmen dan efikasi-diri calon guru bisa dideteksi sejak awal. Namun, banyak kepala sekolah/manajemen sekolah kurang memahami pentingnya proses screening ketika merekrut guru.
Pada level ini memang merupakan inisiatif pihak manajemen/kepala sekolah untuk belajar agar memiliki kemampuan manajerial yang termasuk di dalamnya adalah seleksi guru dan pengembangan kapasitas guru secara terus menerus. Sekolah perlu memberi perhatian khusus pada sumber- sumber motivasi guru, terutama yang bersifat intrinsik. Insentif yang diberikan kepada guru sebaiknya tidak hanya berupa uang/materi, melainkan hal-hal yang bersifat intrinsically rewarding (penghargaan terhadap diri individu sesuai dengan kinerjanya yang secara intrinsik dirasakan oleh guru). Hal ini akan meningkatkan kepuasan guru, meningkatkan komitmen profesi dan organisasi, dan juga motivasi guru.
b. Rekomendasi Bagi Penelitian Selanjutnya
Peneliti menyadari bahwa terdapat kelemahan dan keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini, sehingga perlu adanya masukan dan saran agar penelitian selanjutnya pada area yang sama atau mirip akan memberi sumbangan penting dan semakin bermakna. Beberapa saran peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Subyek penelitian diambil dari jenjang sekolah dasar dan pra sekolah. Di banyak penelitian, guru-guru pada jenjang sekolah tersebut mengalami
turnover yang cukup tinggi dibandingkan dengan guru-guru sekolah
menengah. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut agar persoalan turnover bisa diatasi.
2. Lokasi penelitian diambil di lokasi yang lain dari penelitian ini, sehingga didapatkan temuan yang kaya.
3. Mengambil variabel lain yang diduga turut menyumbang motivasi guru, misalnya budaya sekolah, motivasi siswa, relasi guru siswa, relasi guru-guru, kepemimpinan kepala sekolah, pembentukan identitas profesional, dan kepuasan kerja.
4. Bila dilakukan replikasi penelitian ini, disarankan untuk melakukan analisis data menggunakan analisis lanjut dengan menggunakan structural equation modelling (SEM) untuk melihat hubungan antar faktor dari semua variabel.
Peneliti menduga ada faktor-faktor dominan dalam masing-masing variabel yang memiliki hubungan kuat satu sama lain, sehingga akan bisa diketahui aspek atau domain spesifik mana yang memiliki sumbangan yang kuat dan bermakna.