• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS SISTEM PENGOLAHAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUWUNG DENPASAR TERHADAP KADAR BOD, COD, DAN AMONIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS SISTEM PENGOLAHAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUWUNG DENPASAR TERHADAP KADAR BOD, COD, DAN AMONIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS SISTEM PENGOLAHAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUWUNG DENPASAR TERHADAP KADAR BOD, COD, DAN AMONIA Wahyu Dwijani Sulihingtyas, I W. Budiarsa Suyasa, dan Ni M. Indra Wahyuni

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai efektivitas sistem pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar terhadap kadar Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan amonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas tiap tahap pengolahan air limbah serta mengetahui waktu tinggal optimal air limbah pada kolam aerasi dan sedimentasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar sehingga dapat menurunkan kadar BOD, COD dan amonia dalam air hasil pengolahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektivitas sistem pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar masih rendah. Pada tahap I, persentase penurunan kadar BOD5, COD dan amonia berturut-turut sebesar 14,29, 15,66 dan 33,74%. Pada tahap II persentase penurunannya berturut-turut sebesar 20,83; 14,43; dan 17,39% sedangkan pada tahap awal sampai tahap akhir sistem pengolahan diperoleh persentase penurunan kadar sebesar 32,14% untuk BOD5, 27,83% untuk COD dan 45,26% untuk amonia. Waktu tinggal optimal air limbah pada kolam aerasi dan kolam sedimentasi agar dapat menurunkan kadar BOD5, COD dan amonia berturut-turut adalah selama 5 hari dan 40 jam.

Kata kunci : efektivitas, sistem pengolahan, air limbah, waktu tinggal

ABSTRACT

The effectivity of waste water treatment systems in Suwung Waste Water Treatmant Installation Denpasar, was investigated, by analyzing its effluent Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) and ammonia contents. The aims of the research are to determine the effectivity of each stage of waste water treatment and the optimum detention time of waste water in aerated lagoon and sedimentation pond, in order to reduce the BOD, COD and ammonia concentration.

The results showed that the effectivity of treatment systems of waste water in Suwung Denpasar was low. The percentages of the reduction of BOD5, COD and ammonia in content stage I were 14.29, 15.66, and 33.74% respectively. More over, the reduction percentages in stage II were 20.83, 14.43, and 17.39% respectively. On the other hand, the reduction percentages from the initial to final stages were 32.14% for BOD5, 27.83% for COD and 45.26% for ammonia. The optimum detention time of waste water in aerated lagoon and sedimentation pond for reducing parameters was 5 day and 40 hour respectivel

Keywords : effectivity, treatment systems, waste water, detention time

PENDAHULUAN

Majunya tingkat kehidupan masyarakat di Pulau Bali menuntut pemenuhan kebutuhan

hidup yang lebih tinggi. Pesatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas industri pariwisata tersebut akan meningkatkan jumlah limbah sebagai akibat dari aktivitas tersebut. Kondisi

(2)

tersebut akan berdampak terhadap penurunan kualitas sanitasi lingkungan di Pulau Bali, terutama di pusat-pusat pertumbuhan seperti di wilayah Kuta, Sanur dan Denpasar.

Limbah merupakan zat, baik berupa padat, cair maupun gas yang dihasilkan oleh organisme atau sistem yang dibuang ke lingkungan dan tidak digunakan oleh organisme atau sistem yang menghasilkannya (Allaby, 1997). Limbah dalam jangka panjang atau jangka pendek akan membuat perubahan terhadap lingkungan sehingga perlu diupayakan suatu pengolahan limbah sesuai dengan karakter limbah itu sendiri (Gintings, 1995). Proses pengolahan limbah akan dapat menghasilkan limbah yang mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan dan memenuhi standar baku mutu sesuai dengan peruntukannya (Wardhana, 2001).

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Suwung Denpasar merupakan salah satu usaha pengolahan air limbah yang dibangun guna mengolah limbah rumah tangga yang dipusatkan pada daerah sekitar Denpasar, Sanur dan Kuta. Pengolahan air limbah pada IPAL Suwung tersebut dilakukan secara biologis dengan menggunakan sistem lagoon (BLUPAL, 2007).

Air limbah yang telah masuk ke IPAL Suwung akan mengalami beberapa tahap pengolahan diantaranya adalah pengolahan primer (Primary Treatment) pada inlet chanel dengan tujuan untuk memisahkan padatan yang masih terkandung di dalam air limbah dengan sistem penyaringan. Selanjutnya air limbah akan mengalami pengolahan sekunder (Secondary Treatment) secara biologi yang bertujuan untuk memisahkan padatan yang mudah mengendap, padatan terlarut serta nutrien (N dan P). Untuk pengolahan sekunder ini dilakukan dengan dua sistem yaitu kolam aerasi (aerated lagoon) dan kolam sedimentasi (sedimentation pond). Waktu tinggal air limbah pada kolam aerasi adalah selama 2 hari dan terdapat 11 aerator yang berfungsi untuk mensuplai oksigen secara kontinyu untuk membantu mikroorganisme menguraikan bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Sedangkan waktu tinggal air limbah pada kolam sedimentasi adalah sekitar 16 jam. Air limbah yang telah diolah kemudian

dialirkan melalui saluran air (badan air) menuju ke hutan mangrove (BLUPAL, 2007).

Berdasarkan data analisis terhadap air limbah pada IPAL Suwung diketahui bahwa efektivitas sistem pengolahan air limbah yang dilakukan masih belum maksimal terutama untuk parameter kualitas air BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan amonia (NH3). Tingkat efektivitas sistem

pengolahan air limbah pada IPAL Suwung didukung oleh beberapa faktor diantaranya adalah waktu tinggal air limbah pada kolam pengolahan (BLUPAL, 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui waktu tinggal air limbah yang optimal dari kolam aerasi dan sedimentasi sehingga dapat menurunkan kadar ketiga parameter tersebut sehingga dapat meningkatkan efektifitas sistem pengolahan air limbah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar.

MATERI DAN METODE Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian adalah sampel air limbah dari Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar, aquabidest, larutan MnSO4, larutan alkali

iodida-azide, H2SO4 pekat, larutan Na2S2O3 0,0233 N,

indikator amilum, larutan K2Cr2O7 0,025 N ;

campuran AgSO4-H2SO4, indikator Ferroin,

larutan Fe(NH4)2(SO4)2 0,0926 N, Pereaksi

Nessler, NH4Cl, larutan ZnSO4 0,35 M, larutan

garam Rochelle 2,20 M, larutan deklorinasi 0,02 M, batu didih dan kertas saring Whatman no 41.

Peralatan

Peralatan yang diperlukan dalam analisis adalah bak kaca ukuran 5 L, gelas beker 50 dan 100 mL, labu ukur 10 dan 50 mL, gelas ukur 50 mL, erlenmeyer 250 mL, pipet volume 1, 5, 10 dan 25 mL, pipet tetes, ball filler, aerator, botol BOD 150 mL, Galaxy 160 OH Aus neraca analitik, inkubator BOD, seperangkat alat refluks merk Jena Glass Duran DM - 050, buret, statif, penyangga, corong dan Spektrofotometer UV-Vis merk Varian DMS 80 Spectrofotometer.

(3)

Cara Kerja

Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air limbah pada IPAL Suwung Denpasar dilakukan pada tiga lokasi yaitu Influent (T1), air hasil pengolahan

dari kolam aerasi (T2) dan air hasil pengolahan

dari kolam sedimentasi (T3). Pengambilan

sampel disesuaikan dengan waktu tinggal air limbah pada IPAL Suwung Denpasar yaitu selama 2 hari pada kolam aerasi dan 16 jam pada kolam sedimentasi. Pada masing-masing lokasi, sampel diambil pada beberapa bagian kemudian dikomposit menjadi satu.

Penentuan Efektivitas Sistem Pengolahan Air Limbah

Untuk menentukan efektivitas tiap tahap pengolahan air limbah pada IPAL Suwung Denpasar dilakukan pengukuran parameter BOD, COD dan amonia terhadap sampel air dari ketiga lokasi yang telah ditentukan. Pengambilan sampel untuk analisis parameter BOD, COD dan amonia ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan selama kurun waktu satu bulan. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan selang waktu pengulangan selama 10 hari.

Analisis BOD

Sebanyak 1,0 mL sampel air limbah dipipet dan diencerkan 50x. Sampel air yang telah diencerkan ditambahkan dengan 0,4 mL larutan MnSO4 dan 0,4 mL alkali iodide azide.

Endapan yang terbentuk dilarutkan dengan penambahan 0,4 mL H2SO4 pekat. Sampel

kemudian dititrasi dengan larutan Na2S3O3

0,0233 N dan indikator amilum sehingga warna biru tepat hilang (menjadi tidak berwarna).

Analisis COD

Seabanyak 20,0 mL sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam labu refluks kemudian ditambahkan 10,0 mL K2Cr2O7 0,025 N ; 25,0

mL campuran AgSO4-H2SO4 dan beberapa batu

didih, selanjutnya larutan dikocok. Sampel direfluks selama 1,5 jam. Selanjutnya sampel ditambah kan indikator feroin dan dititrasi dengan larutan Fe(NH4)2(SO4)2 0,0926 N sampai

terjadi perubahan warna dari biru kehijauan menjadi merah bata. Prosedur diatas juga dilakukan untuk pengukuran blanko.

Analisis Amonia

a. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dengan cara mengukur absorbansi larutan standar 0,25 ; 0,50 dan 1,0 ppm yang telah ditambahkan 0,25 mL pereaksi Nessler. Absorbansi larutan diukur pada = 420 nm. Kemudian dibuat grafik yang menunjukkan hubungan absorbansi dengan konsentrasi.

b. Perlakuan Awal Sampel

50 mL sampel air limbah ditambahkan 4 tetes larutan deklorinasi, 1 mL larutan ZnSO4

dan dikocok selama 5 menit. Selanjutnya sampel disaring dan ditambahkan 1-2 tetes garam Rochelle.

1,0 mL sampel yang telah diberi perlakuan awal dipipet dan diencerkan 10x. Sampel air limbah tersebut ditambahkan dengan 0,25 mL pereaksi Nessler kemudian absorbansi larutan diukur pada = 420 nm.

Penentuan Waktu Tinggal Optimal Air Limbah

Untuk penentuan waktu tinggal optimal

air limbah dilakukan pengambilan sampel sebanyak satu kali pada ketiga lokasi. Sampel air dari lokasi T1 langsung dianalisis parameter

BOD, COD dan amonia sedangkan sampel air dari lokasi T2 dan T3 masing-masing dibagi

menjadi dua bagian (satu bagian digunakan untuk analisis parameter BOD, COD dan amonia sedangkan satu bagian yang lainnya diberi perlakukan dan variasi waktu tinggal).

Perlakuan untuk Air Hasil Pengolahan dari Kolam Aerasi

Sebanyak 3 liter air hasil pengolahan dari kolam aerasi (T2) ditempatkan dalam bak

kaca ukuran 5 liter kemudian diaerasi kembali dengan waktu tinggal sampel divariasikan yaitu selama 1, 2 dan 3 hari. Setelah diaerasi, sampel air diambil sebanyak 500 mL dan dilakukan pengukuran kadar BOD, COD dan amonia kembali.

Perlakuan untuk Air Hasil Pengolahan dari Kolam Sedimentasi

Analisis yang sama juga dilakukan untuk air hasil pengolahan dari kolam sedimentasi (T3)

(4)

pengendapan dengan variasi waktu tinggal sampel yaitu selama 16, 20 dan 24 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Efektivitas Sistem Pengolahan Air Limbah

Berdasarkan hasil analisis rata-rata terhadap ketiga parameter kualitas air pada IPAL Suwung Denpasar seperti yang tercantum pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar ketiga parameter tersebut yaitu BOD5, COD dan

amonia masih melampaui baku mutu air limbah domestik.

Kadar BOD5 yang tinggi disebabkan

karena tingginya kandungan bahan-bahan organik yang masuk ke dalam sistem pengolahan namun kurang diimbangi dengan proses pengolahan air limbah yang memadai. Salah satu penyebabnya adalah kerja aerator pada aerated lagoon (kolam aerasi) kurang maksimal sehingga menyebabkan persediaan oksigen terlarut dalam kolam tidak mencukupi bagi mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam jumlah yang besar (Effendi, 2003). Akibat semakin menurunnya tingkat oksigen terlarut maka kandungan bahan organik dalam air limbah masih banyak dan melampaui baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan.

Tabel 1. Hasil analisis kadar BOD5, COD dan amonia air limbah Suwung Denpasar Kode

Sampel meter Para Satu an Pengulangan (sepuluh hari) Rata-Rata Baku Mutu

*) I II III T1 BOD5 mg/L 93,20 74,56 93,20 86,99 50 COD mg/L 131,49 144,46 150,01 141,99 100 Amonia mg/L 39,37 40,10 37,70 39,06 1 T2 BOD5 mg/L 83,88 65,24 74,56 74,56 50 COD mg/L 114,82 120,38 124,08 119,76 100 Amonia mg/L 21,98 27,83 27,83 25,88 1 T3 BOD5 mg/L 65,24 46,60 65,24 59,03 50 COD mg/L 100,01 98,16 109,27 102,48 100 Amonia mg/L 18,80 21,57 23,76 21,38 1 Keterangan :

* = Baku Mutu Air Limbah Domestik berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007. T1 = Lokasi Pengambilan Sampel pada Influent

T2 = Lokasi Pengambilan Sampel pada Air Hasil Pengolahan dari Kolam Aerasi

T3 = Lokasi Pengambilan Sampel pada Air Hasil Pengolahan dari Kolam Sedimentasi

Hal yang sama juga terjadi pada parameter COD dimana kadarnya juga melampaui baku mutu air limbah domestik. Kadar COD yang diperoleh merupakan ukuran adanya pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat teroksidasi melalui proses biologis dan dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut. Bahan organik dalam air limbah akan dioksidasi oleh kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam keadaan

mendidih dan suasana asam. Untuk memastikan bahwa semua bahan organik hampir teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan

berlebih sehingga K2Cr2O7 yang tersisa dalam

larutan tersebut digunakan untuk menentukan

jumlah oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi

dengan ferro amonium sulfat (FAS). Semakin banyak K2Cr2O7 yang terpakai dalam reaksi

oksidasi maka semakin banyak oksigen yang diperlukan. Hal tersebut menunjukkan tingginya bahan organik yang terkandung dalam air limbah (Bennet, 1997; Odum, 1996).

Tingginya kadar amonia merupakan ciri khas dari air limbah domestik. Hal ini disebabkan karena senyawa amonia merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen seperti pada urine dan feses yang masuk ke dalam sistem pengolahan air limbah (Putra, 2008).

(5)

Selain itu amonia juga dapat bersumber dari penguraian protein dalam biota perairan (Margono et al., 1991). Mikroorganisme akan menguraikan bahan buangan organik terutama protein tersebut menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Adanya senyawa amonia dalam air limbah tersebut akan terdeteksi dengan terbentuknya senyawa kompleks merkuri (II) amidoiodida basa yang berwarna kuning kecoklatan saat direaksikan dengan pereaksi Nessler.

Hasil analisis terhadap ketiga parameter yang diteliti serta perubahan kualitas air menunjukkan bahwa pada sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar tahap I yang dimulai dari influent (T1) sampai air hasil

pengolahan dari kolam aerasi (T2) diperoleh

persentase penurunan kadar parameter untuk pengolahan BOD5 sebesar 14,29%, COD sebesar

15,66% dan amonia sebesar 33,74%. Pada tahap II yang dimulai dari air hasil pengolahan dari kolam aerasi (T2) sampai air hasil pengolahan

dari kolam sedimentasi (T3) diperoleh persentase

penurunan kadar parameter untuk pengolahan BOD5 sebesar 20,83%, COD sebesar 14,43% dan

amonia sebesar 17,39%. Sedangkan pengolahan air limbah yang dimulai dari tahap awal (T1)

sampai tahap akhir (T3) diperoleh persentase

penurunan kadar parameter untuk pengolahan BOD5 sebesar 32,14%, COD sebesar 27,83% dan

amonia sebesar 45,26%. Hasil ini menunjukkan bahwa keseluruhan tahap sistem pengolahan air

limbah jika dibandingkan dengan baku mutu air limbah domestik masih belum efektif atau tingkat efektivitasnya masih rendah.

Penentuan Waktu Tinggal Optimal Air Limbah Pengaruh Perlakuan Waktu Terhadap Penurunan Kadar BOD5

Waktu tinggal air limbah pada T2 awal

adalah selama 2 hari kemudian diberikan perlakuan aerasi dengan variasi waktu tinggal selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Pada Tabel 2 tersebut terlihat bahwa terjadi penurunan kadar BOD5 dari selang hari 1 sampai hari ke 3 setelah

sampel awal diberikan perlakuan aerasi kembali. Tingkat penurunan kadar BOD5 ini cukup tajam

dari sampel T2 awal yaitu sebesar 83,88 mg/L

menjadi 37,28 mg/L setelah 3 hari diaerasi, dimana persentase penurunannya adalah sebesar 55,56%. Persentase penurunan tersebut sudah mengindikasikan air hasil pengolahan dengan kondisi yang cukup baik. Hal ini diperkuat dengan kadar BOD5 pada selang hari ke 3 (aerasi

total selama 5 hari) yang menunjukkan bahwa air hasil pengolahan sudah tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yaitu sebesar 50 mg/L.

Sehingga untuk memperoleh air hasil

pengolahan dari kolam aerasi dengan kadar BOD5 sesuai baku mutu air limbah domestik,

diperlukan aerasi maksimal dengan waktu tinggal air limbah optimal selama 5 hari.

Tabel 2. Penurunan Kadar BOD5 terhadap Variasi Waktu Tinggal Air Limbah

BOD5

(mg/L)

Waktu Tinggal T2 (hari) Waktu Tinggal T3 (jam)

Awal 1 2 3 Awal 16 20 24

83,88 74,56 55,92 37,28 74,56 65,24 46,60 27,96

Tingkat penurunan kadar BOD5 ini

berlangsung cepat dengan persamaan y = -0,2720x + 4,5030 dimana koefisien regresi

linear (R2) sebesar 0,9641. Dari nilai slope dapat

dinyatakan bahwa laju penurunan BOD5 dari

selang hari 1 sampai hari ke 3 setelah sampel awal diaerasi adalah sebesar 0,2720 ppm/hari.

Untuk sampel T3, setelah diberikan

pengendapan kembali dengan variasi waktu tinggal selama 16 jam, 20 jam dan 24 jam maka terjadi penurunan kadar BOD5 yang cukup tajam

yaitu dari 74,56 mg/L menjadi 27,96 mg/L

setelah 24 jam diendapkan, dengan persentase penurunannya adalah sebesar 62,5%. Sehingga untuk memperoleh air hasil pengolahan dari kolam sedimentasi dengan kadar BOD5 sesuai

baku mutu air limbah domestik, diperlukan waktu tinggal air limbah sekurang-kurangnya 36 jam.

Tingkat penurunan kadar BOD5 ini

berlangsung lambat dengan persamaan y = -0,0340x + 0,6704 dimana koefisien regresi

linear (R2) sebesar 0,6704. Dari nilai slope dapat

(6)

selang waktu 16 jam sampai 24 jam setelah sampel awal diendapkan hanya 0,0340 ppm/jam.

Pengaruh Perlakuan Waktu Terhadap Penurunan Kadar COD

Tingkat penurunan kadar COD untuk sampel T2 ini cukup tajam dari kadar awal yaitu

sebesar 151,86 mg/L menjadi 88,89 mg/L setelah 3 hari diaerasi, dimana persentase penurunannya adalah sebesar 41,47%. Walaupun tingkat persentase penurunan tersebut belum mencapai

50% seperti pada penurunan BOD5, namun kadar

COD air hasil pengolahan sudah tidak melampaui baku mutu air limbah domestik pada selang hari ke 3 (aerasi total selama 5 hari). Adanya perlakuan aerasi total selama 5 hari menunjukkan aktivitas mikroorganisme untuk

menguraikan bahan-bahan organik dan

anorganik sudak cukup efektif sehingga bahan-bahan yang terkandung dalam air limbah dengan cepat akan menurun seiring dengan peningkatan waktu aerasi tersebut.

Tabel 3. Penurunan Kadar COD terhadap Variasi Waktu Tinggal Air Limbah

COD5

(mg/L)

Waktu Tinggal T2 (hari) Waktu Tinggal T3 (jam)

Awal 1 2 3 Awal 16 20 24

151,86 140,75 111,12 88,89 116,68 109,27 100,01 83,34

Tingkat penurunan kadar COD ini

berlangsung cepat dengan persamaan y = -0,1830x + 5,0670 dimana koefisien regresi

linear (R2) sebesar 0,9577. Dari nilai slope dapat

dinyatakan bahwa laju penurunan COD dari selang hari 1 sampai hari ke 3 setelah sampel awal diaerasi adalah sebesar 0,1830 ppm/hari.

Untuk sampel T3 memiliki tingkat

penurunan kadar COD yang tidak terlalu tinggi dari kadar awal yaitu sebesar 116,68 mg/L sampai 83,34 mg/L setelah 24 jam diendapkan, dimana persentase penurunannya adalah sebesar 28,57%. Namun kadar COD air hasil pengolahan tersebut sudah cukup baik dan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang diperbolehkan untuk COD yaitu sebesar 100 mg/L. Jika dibandingkan hasil analisis dengan baku mutu air limbah domestik untuk parameter COD, ternyata pada variasi waktu selama 20 jam, kadar COD sudah hampir mencapai baku mutu air limbah domestik yang diperbolehkan yaitu sebesar 100 mg/L. Namun untuk kadar COD yang sudah tidak melampaui baku mutu air limbah domestik diperoleh setelah sampel diendapkan selama 24 jam. Sehingga untuk memperoleh air hasil pengolahan dari kolam

sedimentasi dengan kadar COD sesuai baku mutu air limbah domestik, diperlukan waktu tinggal air limbah selama 40 jam (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

Tingkat penurunan kadar COD ini berlangsung lambat dengan persamaan y = -0,0117x + 4,7955 dimana koefisien regresi linear (R2) sebesar 0,7022. Adapun laju

penurunan COD dari selang waktu 16 jam sampai 24 jam setelah sampel awal diendapkan hanya 0,0117 ppm/jam.

Pengaruh Perlakuan Waktu Terhadap Penurunan Kadar Amonia

Tingkat penurunan kadar amonia ini sangat tinggi dari sampel T2 awal yaitu sebesar

22,25 mg/L menjadi 1,10 mg/L setelah 3 hari diaerasi, dimana persentase penurunannya adalah sebesar 95,06%. Persentase penurunan kadar amonia yang tinggi tersebut sudah menunjukkan adanya tingkat pengolahan air limbah yang efektif walaupun setelah selang hari ke 3 (aerasi total selama 5 hari), kadar amonia masih sedikit diatas baku mutu air limbah domestik yaitu sebesar 1 mg/L Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

Tabel 4. Penurunan Kadar Amonia terhadap Variasi Waktu Tinggal Air Limbah Amonia

(mg/L) Awal Waktu Tinggal T1 2 2 (hari) 3 Awal Waktu Tinggal T16 3 20 (jam) 24

(7)

Penurunan kadar amonia tersebut disebabkan karena adanya proses aerasi dengan waktu tinggal yang optimal sehingga proses penguraian bahan-bahan organik terutama yang mengandung nitrogen oleh mikroorganisme berjalan sangat cepat. Selain itu, penurunan kadar amonia juga disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme nitrifikasi yang dapat menguraikan amonia dalam air limbah menjadi nitrit atau nitrat melalui suatu reaksi nitrifikasi (Stamsuri, et al., 2000).

Tingkat penurunan kadar amonia ini berlangsung sangat cepat dengan persamaan y = -0,9930x + 3,1670 dimana koefisien regresi linear (R2) sebesar 0,9940. Adapun laju

penurunan amonia dari selang hari 1 sampai hari ke 3 setelah sampel awal diaerasi adalah sebesar 0,9930 ppm/hari.

Tingkat penurunan kadar amonia untuk sampel T3 yaitu dari 17,18 mg/L menjadi 0,94

mg/L setelah 24 jam diendapkan, dimana persentase penurunannya adalah sebesar 94,53%. Persentase penurunan yang tinggi tersebut mengindikasikan air hasil pengolahan dengan kondisi yang baik. Apabila dibandingkan hasil analisis dengan baku mutu air limbah domestik untuk parameter amonia, ternyata pada variasi waktu selama 24 jam, kadar amonia sudah tidak melampui baku mutu air limbah domestik yaitu sebesar 1 mg/L. Tingkat penurunan kadar amonia ini berlangsung lambat dibandingkan laju penurunan pada sampel T2. Adapun

persamaan laju penurunannya yaitu y = -0,1024x + 0,8021 dimana koefisien regresi

linear (R2) sebesar 0,8021. Dari nilai slope dapat

dinyatakan bahwa laju penurunan amonia dari selang waktu 16 jam sampai 24 jam setelah sampel awal diendapkan hanya 0,1024 ppm/jam.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut :

1. Tingkat efektivitas sistem pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar untuk parameter BOD, COD dan

amonia masih tergolong rendah dan melampaui baku mutu air limbah.

2. Waktu tinggal optimal air limbah pada kolam aerasi agar dapat menurunkan kadar BOD5, COD dan amonia dibawah baku

mutu air limbah domestik adalah selama 5 hari. Untuk laju penurunan kadar BOD5,

COD dan amonia adalah berturut-turut sebesar 0,2720 ppm/hari, 0,1830 ppm/hari dan 0,9930 ppm/hari.

3. Waktu tinggal optimal air limbah pada kolam sedimentasi agar dapat menurunkan kadar BOD5, COD dan amonia dibawah

baku mutu air limbah domestik adalah selama 40 jam. Untuk laju penurunan kadar BOD5, COD dan amonia adalah

berturut-turut sebesar 0,0340 ppm/jam, 0,0117 ppm/jam dan 0,1024 ppm/jam.

Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang dapat disarankan yaitu :

1. Perlu dilakukan penelitian dengan

parameter kualitas air yang lebih banyak dan waktu pengambilan sampel yang lebih representatif untuk mengetahui tingkat efektivitas sistem pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar secara lebih menyeluruh.

2. Untuk membantu mengurangi kadar BOD, COD dan amonia yang tinggi pada air

limbah dapat dilakukan dengan

memaksimalkan sistem aerasi dan

penambahan mikroorganisme pengolah limbah yaitu EM-4.

3. Penambahan sistem Waste Water Garden (WWG) pada akhir sistem pengolahan dapat mengurangi padatan terlarut, logam serta minyak yang masih terkandung pada air hasil pengolahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terimasih kepada pihak BLUPAL Bali khususnya seksi Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung Denpasar yang telah mengijinkan dalam pengambilan sampel.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Allaby, M. 1997. Dictionary of Environment, The Camelot Press Ltd. Southompson Bennet, S., 1997, Groud Water Contamination

From Leaking Home Heating Oil System, Journal of Environmental Hydrology, Country Kildare Ireland BLUPAL, 2007, sinergi DSDP dan BLUPAL

Dalam Sistem Pengelolaan Air Limbah Bali, Departemen Pekerjaan Umum, Bali Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air Bagi

Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan, PT Kanisius, Yogyakarta

Gintings, P., 1995, Mencegah dan Mengendali-kan Pencemaran Industri, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Kementerian Lingkungan Hidup, 2004, Kuri-kulum Kursus Penyusun AMDAL, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan, Jakarta

Margono, Trimawan, Sujono, Suparlan,

Maksum, Indariwati, N. Marlina, E. Sukianti, B. Utomo, D. K. Jalari, E.

Noor, Haryono, Minarto, Y.

Songkilawang, 1991, Buku Pedoman

Pengajar Mata Ajaran Kimia

Lingkungan, Departemen Kesehatan RI, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Bakti Husada, Jakarta

Odum, E. P., 1996, Fundamental of Ecology, W. B. Saunders Company, Philadelphia Putra, A. P. W., 2008, Studi Kualitas Perairan

Pantai di Kawasan Industri Perikanan

Desa Pengambengan, Kecamatan

Negara, Kabupaten Jembrana, Tesis, Universitas Udayana, Bali

Syamsuri, I., H. Suwono., Ibrohim.,

Sulisetijono., I.W. Sumberartha., S.E. Rahayu., 2000, Biologi 2000, Erlangga, Jakarta

Wardhana, A. W., 2001, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta

Gambar

Tabel 1.  Hasil analisis kadar BOD 5 , COD dan amonia air limbah Suwung Denpasar  Kode
Tabel 3.  Penurunan Kadar COD terhadap Variasi Waktu Tinggal Air Limbah  COD 5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal kasus Kerusakan Yang Tidak Disengaja terhadap Peralatan Elektronik Pribadi selama Periode Polis, Kami akan membayar biaya perbaikan Peralatan

Segala Hormat, puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih serta kekuatan yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan dan penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku wirausaha baru di pulau Jawa adalah perilaku mengenal pelaku usaha lain dan ketakutan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil uji fitokimia ekstrak methanol daun sukun kering (Artocarpus altilis) mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, fenol dan

Abu layang adalah suatu material yang efektif jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan zeolit, dan dapat digunakan sebagai katalis dalam proses

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada pada ketinggian ± 25 dpl dan bulan Januari 2015 sampai April

Kelebihan AnggunAsia.com adalah kebaikan-kebaikan sistem Perniagaan Internet yang telah diterapkan pada sistem ini. Pelanggan tidak lagi perlu pergi ke premis perniagaan herba yang

Pada model akhir dari uji multivariat, kelompok yang berusia lanjut (  45 tahun) berisiko 2,5 kali untuk memiliki kondisi kesehatan buruk. Kemudian, mantan perokok atau orang